Bab II Landasan Teori
BAB II LANDASAN TEORI 2.1
Persimpangan Jalan Persimpangan jalan adalah simpul pada jaringan jalan dimana ruas jalan
bertemu dan lintasan arus kendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masingmasing kaki persimpangan menggunakan ruang jalan pada persimpangan secara bersama-sama dengan lalu lintas lainnya. Olehnya itu persimpangan merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatu jaringan jalan khususnya di daerah - daerah perkotaan. Persimpangan merupakan tempat sumber konflik lalu lintas yang rawan terhadap kecelakaan karena terjadi konflik antara kendaraan dengan kendaraan lainnya ataupun antara kendaraan dengan pejalan kaki. Oleh karena itu merupakan aspek penting didalam pengendalian lalu lintas. Masalah utama yang saling kait mengkait pada persimpangan adalah : a.
Volume dan kapasitas, yang secara langsung mempengaruhi hambatan.
b.
Desain geometrik dan kebebasan pandang,
c.
Kecelakaan dan keselamatan jalan, kecepatan, lampu jalan,
d.
Parkir, akses dan pembangunan umum,
e.
Pejalan kaki
f.
Jarak antar simpang
2.2
Jenis-jenis simpang Secara garis besarnya persimpangan terbagi dalam 2 bagian : 1.
Persimpangan sebidang. II-1
Bab II Landasan Teori
2.
Persimpangan tak sebidang
Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk kejalan yang dapat belawanan dengan lalu lintas lainnya. Pada persimpangan sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalu lintasnya dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian : 1.
Simpang bersinyal (signalized intersection) adalah persimpangan jalan yang pergerakan atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal untuk melewati persimpangan secara bergilir.
2.
Simpang tak bersinyal (unsignalized intersection) adalah pertemuan jalan yang tidak menggunakan sinyal pada pengaturannya.
Bentuk T tanpa kanalisasi
Bentuk Y tanpa kanalisasi
Tanpa kanalisasi
Persimpangan jalan berkaki banyak
T Melebar
Persimpangan 3 kaki
Melebar Persimpangaan 4 kaki
T dengan jalan membelok
Y dengan jalan membelok
Dengan kanalisasi
Bundaran
Gambar 2.1 Berbagai jenis persimpangan jalan sebidang (Morlok, E. K, 1991)
II-2
Bab II Landasan Teori
Sedangkan persimpangan tak sebidang, sebaliknya yaitu memisahmisahkan lalu lintas pada jalur yang berbeda sedemikian rupa sehingga persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi pada tempat dimana kendaraan-kendaraan memisah dari atau bergabung menjadi satu lajur gerak yang sama (contoh jalan layang), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan membelok tanpa berpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit serta biayanya yang mahal. Pertemuan jalan tidak sebidang juga membutuhkan daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh topografi. Adapun contoh simpang susun disajikan secara visual pada gambar berikut.
Persimpangan T atau terompet Daun Semanggi
Persimpangan T setengah langsung
Intan yang biasa
Jalan-jalan kolektor dan distributor
Intan dengan jalan kolektor dan distributor Gambar 2.2 Beberapa contoh simpang susun jalan bebas hambatan (Morlok, E.K,1991) Pergerakan arus lalu lintas pada persimpangan juga membentuk suatu II-3
Bab II Landasan Teori
manuver yang menyebabkan sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraan. Konflik ini akan menghambat pergerakan dan j uga merupakan lokasi potensial untuk terjadinya bersentuhan / tabrakan (kecelakaan). Arus lalu lintas yang terkena konflik pada suatu simpang mempuyai tingkah laku yang komplek, setiap gerakan berbelok (ke kiri atau ke kanan) ataupun lurus masing -masing menghadapi konflik yang berbeda dan berhubungan langsung dengan tingkah laku gerakan tersebut. Pada dasarnya ada empat jenis pertemuan gerakan lalu lintas adalah : 1. Gerakan memotong (Crossing) 2. Gerakan memisah (Diverging) 3. Gerakan Menyatu (Merging / Converging) 4. Gerakan Jalinan/Anyaman (Weaving). 1. Crossing (Memotong)
Direct
Opposed
Obligate
Multiple
2. Diverging (Memisah/Menyebar)
Kanan
Kiri
Mutual
Multiple
3. Merging / Converging (Menyatu/Bergabung)
Kanan
Kiri
Mutual
Multiple II-4
Bab II Landasan Teori
4. Weaving (Jalinan / Anyaman)
Single
Multiple
Gambar 2.3 Jenis pertemuan gerakan arus lalu lintas (Hobbs.F.D, 1974)
2.3
Titik Konflik Pada Simpang Didalam daerah simpang lintasan kendaraan ak an berpotongan pada satu
titik-titik konflik, konflik ini akan menghambat pergerakan dan juga merupakan lokasi potensial untuk tabrakan (kecelakaan). Jumlah potensial titik-titik konflik pada simpang tergantung dari : a. Jumlah kaki simpang b. Jumlah lajur dari kaki simpang c. Jumlah pengaturan simpang d. Jumlah arah pergerakan
2.4
Daerah Konflik Simpang Daerah konflik dapat digambarkan sebagai diagram yang memperlihatkan
suatu aliran kendaraan dan manuver bergabung, menyebar, dan persilangan di simpang dan menunjukkan jenis konflik dan potensi kecelakaan di simpang. a. Simpang tiga lengan Simpang dengan 3 (tiga) lengan mempunyai titik-titik konflik sebagai berikut : II-5
Bab II Landasan Teori
Gambar. 2.4 Aliran Kendaraan di simpang tiga lengan/pendekat (Selter, 1974) Keterangan :
Titik konflik persilangan (3 titik) Titik konflik penggabungan (3 titik) Titik konflik penyebaran (3 titik)
b. Simpang empat lengan Simpang dengan 4 (empat) lengan mempunyai titik-titik konflik sebagai berikut :
Gambar. 2.5 Aliran Kendaraan di simpang empat lengan/pendekat (Selter, 1974) Keterangan : Titik konflik persilangan (16 titik) Titik konflik penggabungan (8 titik) Titik konflik penyebaran (8 titik)
2.5
Kinerja Lalu lintas Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI 1997) menyatakan ukuran
kinerja lalu lintas diantaranya adalah Level of Service (LoS). LoS berarti Ukuran kwalitatif yang menerangkan kondisi operasional dari fasilitas lalu lintas seperti yang dinilai oleh pemakai jalan. (Pada umumnya dinyatakan dalam kecepatan, waktu tempuh, kebebasan gerak, interupsi lalu lintas, keenakan, kenyaman, dan keselamatan). II-6
Bab II Landasan Teori
Tingkat pelayanan yang tidak memiliki signal ditetapkan berdasarkan tundaan simpang. Kriteria tingkat pelayanan untuk metodologi ini ditetapkan pada kondisi yang sangat umum dan berhubungan dengan batas-batas tundaan secara umum pula. Tabel 2.1 Kriteria tingkat pelayanan pada simpang tak bersinyal
Sumber : Highway Manual Capacity (1985)
Tingkat pelayanan merupakan kualitas berdasarkan hasil ukuran yang penilaiannya tergantung pada beberapa faktor pengaruh, diantaranya kecepatan dan waktu perjalanan, gangguan lalulintas, keamanan, layanan dan biaya operasional kendaraan. Tingkat pelayanan dipengaruhi beberapa faktor: 1.
Kecepatan / Waktu perjalanan,
2.
Hambatan / halangan lalu lintas (misalnya: jumlah berhenti per km, kelambatan kecepatan secara tiba-tiba),
3.
Kebebasan untuk manuver,
4.
Kenyamana pengemudi,
5.
Biaya operasional kendaraan Tetapi, semua faktor tidak dapat dihitung dengan sebenarnya sehingga
diperumpakan dua ukuran dalam menentukan tingkat pelayanan, yaitu: kecepatan II-7
Bab II Landasan Teori
dimana biasa dipakai kecepatan rata-rata dan rasio antar volume lalu lintas dengan kapasitas. Ukuran kinerja simpang tak bersinyal berikut dapat diperkirakan untuk kondisi tertentu sehubungan dengan geometrik, lingkungan dan lalu lintas adalah : - Kapasitas (C) - Derajat Kejenuhan (DS) - Tundaan (D) - Peluang antrian (QP %) Karena metoda yang diuraikan dalam manual ini berdasarkan empiris, hasilnya sebaiknya selalu diperiksa dengan penilaian teknik lalu-lintas yang baik. Hal ini sangat penting khususnya apabila metoda digunakan di luar batas nilai variasi dari variabel dalam data empiris. Batas nilai ini ditunjukkan pada Tabel. Penggunaan data tersebut akan menyebabkan kesalahan perkiraan kapasitas yang biasanya kurang dari ± 20%. Tabel 2.2 Batas nilai variasi dalam data empiris untuk variabel-variabel masukan (berdasarkan perhitungan dalam kendaraan)
II-8
Bab II Landasan Teori
2.6
Kapasitas Simpang Tak Bersinyal
2.6.1
Kondisi Geometrik, Lalu Lintas dan Lingkungan Perhitungan dapat dilakukan dengan melihat simpang tersebut pada
kapasitas simpang, tipe jalan dapat berupa komersial, pemukiman atau akses.
2.6.2
Arus Lalu Lintas (Q) Arus lalu lintas merupakan jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu
titik pada jalan per satuan waktu, dinyatakan dalam kend/jam (QKend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT (Lalulintas Harian Rata-rata Tahunan). Arus lalu lintas yang digunakan dalam analisis kapasitas simpang dipakai arus lalu lintas yang paling padat per jam dari keseluruhan gerakan kendaraan. Arus kendaraan total adalah kendaraan per jam untuk masing-masing gerakan dihitung dengan % kendaraan konversi yaitu mobil penumpang. Qsmp = QKend x Fsmp Dengan : Qsmp = arus total pada persimpangan (smp/jam) QKen = arus pada masing-masing simpang (smp/jam) Fsmp = faktor smp Jalan utama adalah jalan yang dipertimbangkan terpenting pada simpang misalnya jalan dengan klasifikasi fungsional tinggi. Faktor smp untuk berbagai jenis kendaraan dapat dihitung dengan rumus : Fsmp = (LV% x empLV + HV% x emoHV + MC% x empMC)/100 Fsmp didapatkan dari perkalian smp dengan komposisi arus lalulintas kendaraan bermotor dan tak bermotor. Menurut MKJI 1997, smp (satuan mobil II-9
Bab II Landasan Teori
penumpang) merupakan satuan arus lalu lintas, dimana arus lalu lintas dari berbagai jenis kendaraan diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan mengalikan faktor konversinya yaitu emp. Faktor emp 1 untuk mobil penumpang, 1.3 untuk kendaraan berat dan 0.5 untuk sepeda motor. Faktor konversi ini merupakan perbandingan berbagai jenis kendaraan dengan mobil penumpang atau kendaraan ringan lainnya sehubungan dengan dampaknya terhadap perilaku lalu lintas. Yang harus diperhatikan dalam perencanaan jalan adalah terdapatnya bermacam-macam ukuran dan beratnya kendaraan, yang mempunyai sifat operasi yang berbeda.
2.6.3
Lebar Pendekat dan Tipe Simpang
2.6.3.1
Lebar Rata-Rata Pendekat Pendekat merupakan daerah lengan persimpangan jalan untuk kendaraan
mengantri sebelum keluar melewati garis henti. Lebar pendekat diukur pada jarak 10 m dari garis imajiner yang menghubungkan tipe perkerasan dari jalan berpotongan, yang dianggap mewakili lebar pendekat efektif untuk masing-masing pendekat.
Sumber : Gambar B-1:2 Simpang tak bersinyal MJKI 1997
Gambar 2.6 Lebar Rata-Rata Pendekat II-10
Bab II Landasan Teori
Jumlah lajur digunakan untuk keperluan perhitungan yang ditentukan dari lebar rata-rata pendekatan jalan minor dan jalan utama. Tabel 2.3 Hubungan Lebar Pendekat dengan Jumlah Lajur
Sumber : Tabel B-1:2 Simpang tak bersinyal MJKI 1997
2.6.3.2
Tipe simpang (IT) Tipe simpang diklasifikasikan berdasarkan jumlah lengan, jumlah lajur
jalan mayor dan minor. Dapat dilihat pada Tabel 2.4 berikut ini. Tabel 2.4 Kode Tipe Simpang
Sumber : Tabel B-1:1 Simpang tak bersinyal MJKI 1997
Keterangan : 322 = 3 lengan simpang, 2 lajur minor, 2 lajur utama.
2.6.4
Menentukan Kapasitas
2.6.4.1
Kapasitas Dasar (Co) Kapasitas dasar merupakan kapasitas persimpangan jalan total untuk
suatu kondisi tertentu yang telah ditentukan sebelumnya (kondisi dasar). Kapasitas II-11
Bab II Landasan Teori
dasar (smp/jam) ditentukan oleh tipe simpang. Untuk dapat menentukan besarnya kapasitas dasar dapat dilihat pada Tabel 2.5 di bawah ini. Tabel 2.5 Kapasitas Dasar Menurut Tipe Simpang
Sumber : Tabel B-2:1 Simpang tak bersinyal MJKI 1997
2.6.4.2
Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW) Faktor penyesuaian lebar pendekat (Fw) ini merupakan faktor
penyesuaian untuk kapasitas dasar sehubungan dengan lebar masuk persimpangan jalan. Faktor ini diperoleh dari rumus Tabel 2.6 di bawah ini. Tabel 2.6 Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat Tipe Simpang
Faktor Penyesuaian Lebar Pendekat (FW)
422
0,70 + 0,0866 Wi
424 atau 444
0,61 + 0,0740 Wi
322
0,73 + 0,0760 Wi
324 atau 344
0,62 + 0,0646 Wi
342
0,67 + 0,0698 Wi
Sumber: Tabel B-3.1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.6.4.3
Faktor penyesuaian median jalan utama (FM ) FM ini merupakan faktor penyesuaian untuk kapasitas dasar sehubungan
dengan tipe median jalan utama. Tipe median jalan utama merupakan klasifikasi II-12
Bab II Landasan Teori
media jalan utama, tergantung pada kemungkinan menggunakan media tersebut untuk menyeberangi jalan utama dalam dua tahap. Besarnya faktor penyesuaian median dapat dilihat pada Tabel 2.7 : Tabel 2.7 Faktor Penyesuaian Median Jalan Utama
Sumber: Tabel B-4.1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.6.4.4
Faktor penyesuaian ukuran kota (Fcs) Faktor ini hanya dipengaruhi oleh variabel besar kecilnya jumlah
penduduk dalam juta, seperti tercantum dalam Tabel 2.8 di bawah ini. Tabel 2.8 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota
Sumber: Tabel B-5.1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.6.4.5
Faktor penyesuaian tipe lingkungan, kelas hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FRSU) Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan
kendaraan tak bermotor (FRSU), dihitung menggunakan tabel 3.0, dengan variabel II-13
Bab II Landasan Teori
masukkan adalah tipe lingkungan jalan (RE), kelas hambatan samping (SF) dan rasio kendaraan tak bermotor UM/MV berikut : Tabel 2.9 Faktor Penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping kendaraan tak bermotor (FRSU)
Sumber: Tabel B-6.1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
2.6.4.6
Faktor penyesuaian belok kiri (FLT) Formula yang digunakan dalam pencarian faktor penyesuaian belok kiri
ini adalah FLT = 0,84 + 1,61 PLT. Dapat juga digunakan grafik untuk menentukan faktor penyesuaian belok kiri. Variabel masukan adalah belok kiri, PLT dari formulir USIG-1 Basis 20, kolom 1. Batas nilai yang diberikan untuk PLT adalah rentang dasar empiris dari manual. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut.
II-14
Bab II Landasan Teori
Sumber: Gambar B-7:1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
Gambar 2.7 Grafik Faktor Penyesuaian Belok Kiri
2.6.4.7
Faktor penyesuaian belok kanan (F RT) Faktor penyesuaian belok kanan untuk simpang jalan dengan empat
lengan adalah FRT = 1.0, faktor penyesuaian belok kanan ditentukan dari gambar 3.2 berikut ini. Untuk simpang 3 – lengan, variabel masukan adalah belok kanan, PRT dari formulir USIG-1, baris 22 kolom 11. Hal ini dapat dijelaskan pada Gambar 2.8 berikut ini.
II-15
Bab II Landasan Teori
Sumber: Gambar B-8:1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
Gambar 2.8 Grafik Faktor Penyesuaian Belok Kanan
2.6.4.8
Faktor Penyesuaian rasio arus minor (FMI ) Pada faktor ini yang banyak mempengaruhi adalah rasio arus pada jalan
(PMI) dan tipe simpang (IT) pada persimpangan jalan tersebut. Tabel 2.10 Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor
Sumber : Tabel B-9 : 1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
II-16
Bab II Landasan Teori
Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor dapat juga ditentukan dengan grafik, variabel masukan adalah rasio arus jalan minor (PMI), dari formulir USIG 1 baris 24, kolom 10) dan tipe simpang IT (USIG – II, kolom 11). Batas nilai yang diberikan untuk PMI pada gambar adalah rentang dasar empiris dari manual. Hal itu dapat dilihat pada Gambar 2.9 berikut :
Sumber : Gambar B-9.1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
Gambar 2.9 Grafik Faktor Penyesuaian Arus Jalan Minor MKJI (1997) mendefenisikan bahwa kapasitas adalah arus lalu lintas makimum yan g dapat dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu dinyatakan dalam kendaraan/jam atau smp/jam. Kapasitas total suatu persimpangan dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian antara kapasitas dasar (Co) dan faktor-faktor penyesuaian (F). Rumusan kapasitas simpang menurut MKJI 1997 dituliskan sebagai berikut : C = Co x FW x F M x FCS x FRSU x F LT x FRT x F MI Keterangan : II-17
Bab II Landasan Teori
C
= Kapasitas aktual (sesuai kondisi yang ada)
Co
= Kapasitas Dasar
FW
= Faktor penyesuaian lebar masuk
FM
= Faktor penyesuaian median jalan utama
FCS
= Faktor penyesuaian ukuran kota
FRSU
= Faktor penyesuaian tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor.
FLT
= Faktor penyesuaian rasio belok kiri
FRT
= Faktor penyesuaian rasio belok kanan
FMI
= Faktor penyesuaian rasio arus jalan minor
2.6.5
Perilaku Lalu Lintas Perilaku lalu lintas adalah ukuran kuantitatif yang menerangkan
kondisi operasional fasilitas lalu lintas, perilaku lalu lintas pada umumnya dinyatakan dalam kapasitas, derajat kejenuhan dan tundaan peluang antrian.
2.6.5.1
Derajat Kejenuhan Derajat kejenuhan merupakan rasio lalu lintas terhadap kapasitas.
Jika yang diukur adalah kejenuhan suatu simpang maka derajat kejenuhan disini merupakan perbandingan dari total aru s lalu lintas (smp/jam) terhadap besarnya kapasitas pada suatu persimpangan (smp/jam). Derajat kejenuhan (DS) dapat ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
II-18
Bab II Landasan Teori
keterangan : DS
= Derajat kejenuhan
C
= Kapasitas (smp/jam)
Qsmp
= Arus total sesungguhnya(smp/jam), dihitung sebagai berikut
Qsmp = Qkend x Fsmp Fsmp merupakan faktor ekivalen mobil penumpang (emp).
2.6.5.2
Tundaan Tundaan di persimpangan adalah total waktu hambatan rata-rata yang
dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu simpang. Hambatan terseb ut muncul jika kendaraan berhenti karena terjadinya antrian di simpang sampai kendaraan itu keluar dari simpang karena adanya pengaruh kapasitas simpang yang sudah tidak memadai. Nilai tundaan mempengaruhi nilai waktu tempuh kendaraan. Semakin tinggi nilai tundaan, semakin tinggi pula waktu tempuh. 1.
Tundaan lalu lintas rata-rata untuk seluruh simpang (DTi) Tundaan lalu lintas rata-rata DT i (detik/smp) adalah tundaan rata-rata
untuk seluruh kendaraan yang masuk simpang. Tundaan DT i ditentukan dari hubungan empiris antara tundaan DTi dan derajat kejenuhan DS. Untuk DS ≤0,6
DTi = 2+ 8, 2078 xDS (1 – DS ) x 2 Untuk DS > 0,6 :
II-19
Bab II Landasan Teori
Sumber : Grafik C-2:1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997
Gambar 2.10 Grafik Tundaan lalulintas simpang vs Derajat Kejenuhan 2.
Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan major (DTMA) Tundaan lalu lintas rata-rata untuk jalan major merupakan tundaan lalu lintas
rata-rata untuk seluruh kendaraan yang masuk di simpang melalui jalan major. - Untuk DS ≤0,6 : DT MA = 1,8 + 5,8234 x DS –(1-DS) x 1,8 - Untuk DS > 0,6 :
II-20
Bab II Landasan Teori
Sumber : Grafik C-2.2 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997 (MKJI 1997)
Gambar 2.11 Grafik Tundaan lalulintas jalan utama vs Derajat Kejenuhan 3.
Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor (DTMI) Tundaan lalu lintas rata-rata jalan minor ditentukan berdasarkan t undaan
lalu lintas rata-rata (DTi ) dan tundaan lalu lintas rata-rata jalan major (DTMA).
Keterangan : Qsmp = Arus total sesungguhnya(smp/jam), QMA = Jumlah kendaraan yang masuk di simpang memalui jalan major (smp/jam), QMI = Jumlah kendaraan yang masuk di simpang memalui jalan minor (smp/jam).
4.
Tundaan geometrik simpang (DG) Tundaan geometrik simpang adalah tundaan geometrik rata-rata seluruh
kendaraan bermotor yang masuk disimpang. DG dihitung menggunakan persamaan: II-21
Bab II Landasan Teori
- Untuk DS < 1,0 : DG = (1 - DS) x (P T x 6 + (1 - PT ) x 3) + DS x 4 - Untuk DS ≥1,0 : DG = 4 detik/smp 5.
Tundaan simpang (D) Tundaan simpang dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut : D = DG + DTi
2.6.5.3
Peluang Antrian (QP %) Batas nilai peluang antrian QP (%) ditentukan dari hubungan
empiris antara peluang antrian QP% dan derajat kejenuhan DS. Peluang antrian dengan batas atas dan batas bawah dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut di bawah ini (MKJI 1997): Batas atas Batas Bawah
: QPa = (47,71 x DS) - (24,68 x DS 2) + (56,47 x DS2) : QPb = (9,02 x DS) + (20,66 x DS 2) + (10,49 x DS2)
Sumber : Grafik C-3.1 Simpang Tak Bersinyal MKJI 1997 (MKJI 1997)
Gambar 2.12 Grafik Peluang Antrian II-22
Bab II Landasan Teori
2.7
Pergerakan lalu lintas Jenis pergerakan lalulintas yang terjadi pada simpang dibagi menjadi 14
jenis (Glauz And Migletz,1980) yaitu: 1.
Belok kiri sama tujuan Konflik yang terjadi saat kendaraan pertama berada di depan kendaraan ke dua berjalan pelan untuk berbelok ke kiri sehingga kendaraan ke dua yang ada dibelakangnya dapat menabrak kendaraan pertama dari belakang.
2.
Belok kanan sama tujuan Konflik yang terjadi saat kendaraan pertama berada di depan kendaraan ke dua berjalan pelan untuk berbelok ke kanan sehingga kendaraan ke dua yang ada dibelakangnya dapat menabrak kendaraan pertama dari belakang.
3.
Berjalan pelan sama tujuan Konflik yang terjadi saat kendaraan pertama berada di depan kendaraan ke dua berjalan pelanm ketika mendekati/melewati simpang sehingga kendaraan dua yang ada di belakangnya dapat menabrak dari belakang.
4.
Berpindah lajur Konflik yang terjadi saat suatu kendaraan berpindah lajur sehingga memotong kendaraan lain.
5.
Berbeda arah belok kiri Konflik yang terjadi saat kendaraan yang berjalan berlawanan arah berbelok ke arah kiri sehingga memotong kendaraan lain.
6.
Belok kanan memotong arus dari sebelah kanan
II-23
Bab II Landasan Teori
Konflik yang terjadi saat dua kendaraan saling mendekati dimana satu kendaraan akan berbelok kanan dan memotong kendaraan ke dua dari sisi kanan. 7.
Belok kiri memotong arus dari sebelah kanan Konflik yang terjadi saat dua kendaraan saling mendekati dimana satu kendaraan akan berbelok kiri dan memotong kendaraan ke dua dari sisi kanan.
8.
Bergerak lurus memotong arus dari sebelah kanan Konflik yang terjadi saat dua kendaraan saling mendekati dimana satu kendaraan akan bergerak lurus dan memotong kendaraan ke dua dari sisi kanan.
9.
Belok kanan memotong arus dari sebelah kiri Konflik yang terjadi saat dua kendaraan saling mendekati dimana satu kendaraan akan berbelok kanan dan memotong kendaraan ke dua dari sisi kiri.
10.
Belok kiri memotong arus dari sebelah kiri Konflik yang terjadi saat dua kendaraan saling mendekati dimana satu kendaraan akan berbelok kiri dan memotong kendaraan ke dua dari sisi kiri.
11.
Bergerak lurus memotong arus dari sebelah kiri Konflik yang terjadi saat dua kendaraan saling mendekati dimana satu kendaraan akan bergerak lurus dan memotong kendaraan ke dua dari sisi kiri.
12.
Berbeda arah belok kanan saat merah II-24
Bab II Landasan Teori
Konflik ini hanya terjadi pada simpang bersinyal yang pada satu fase terdapat dua kendaraan yang berjalan berlawanan dan salah satu kendaraan akan berbelok kanan dan memotong kendaraan lain yang berjalan lurus. 13.
Pejalan kaki Konflik ini hanya terjadi antara pejalan kaki dengan kendaraan bermotor dimana pejalan kaki berjalan didepan dan memotong lintasan kendaraan bermotor.
14.
Konflik kedua Konflik ini dapat terjadi pada seluruh jenis konflik yaitu akibat tindakan penghindaran yang dilakukan satu kendaraan akan mengakibatkan terjadinya konflik baru terhadap kendaraan lain.
II-25
Bab II Landasan Teori
Pada Traffic Conflict Technique (TCT) Observer Manual 1989 pergerakan lalulintas pada simpang tak bersinyal.
Gambar 2.13 Pergerakan Lalu lintas pada simpang (TCT Observer,1989) 2.8
Karakteristik Tingkat Keseriusan konflik Menurut TRRL (1987) penentuan tingkat konflik lalulintas didasarkan
pada:
II-26
Bab II Landasan Teori
1.
Faktor A Faktor ini memperkirakan waktu yang diperlukan untuk melakukan
tindakan menghindari konflik lalu lintas yang mungkin terjadi yaitu saat mulai melakukan tindakan penghindaran (mengerem atau berpindah lajur) sampai saat terjadinya kecelakaan bila tidak dilakukan penghindaran. Berdasarkan faktor ini konflik lalulintas dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu panjang, sedang dan pendek.
2.
Faktor B Dalam menghindari suatu konflik lalu lintas dua tindakan yang dapat
dilakukan adalah melakukan pengereman/mengubah lajur kendaraan. Dari masing-masing tindakan ini tingkatan konflik lalulintas dapat dibedakan menjadi empat tingkatan yaitu: ringan, sedang, berat dan tiba-tiba. Untuk tindakan pengereman tingkatan konflik disebut: a.
Ringan Jika untuk melakukan tindakan pengereman masih dapat dikontrol dan
dilakukan dengan cara yang ringan. b.
Sedang Jika untuk melakukan tindakan pengereman masih dapat dikontrol tetapi
dilakukan dengan waktu yang relatif lebih cepat dari kategori ringan selain itu pada saat pengereman bagian depan kendaraan akan terlihat bergerak ke bawah. c.
Berat Jika untuk melakukan tindakan pengereman sudah tidak dapat dikontrol
lagi dan mungkin akan terjadi suara gesekan pada roda. d.
Tiba-tiba II-27
Bab II Landasan Teori
Jika untuk melakukan tindakan pengereman sudah tidak dapat dikontrol lagi dan roda akan meninggalkan bekas pada jalan serta kendaraan bergerak diluar kontrol. Untuk tindakan berpindah lajur tingkatan konflik disebut: a.
Ringan Jika untuk melakukan tindakan berpindah lajur masih dapat dikontrol dan
perpindahan lajur yang terjadi masih sebagian. b.
Sedang Jika untuk melakukan tindakan berpindah lajur masih dapat dikontrol dan
perpindahan lajur yang terjadi sudah seluruhnya. c.
Berat Jika untuk melakukan tindakan berpindah lajur sudah mulai tidak dapat
dikontrol dan perpindahan lajur yang terjadi sudah seluruhnya. d.
Tiba-tiba Jika untuk melakukan tindakan berpindah lajur sudah mulai tidak dapat
dikontrol dan perpindahan lajur dilakukan secara tiba-tiba.
3.
Faktor C Faktor ini mengamati jumlah gerakan yang diperlukan untuk menghindari
konflik yang akan terjadi. Berdasarkan faktor ini tingkat konflik lalu lintas dapat dibagi menjadi dua tingkatan yaitu sederhana, jika gerakan yang dilakukan hanya satu gerakan yaitu mengerem atau berpindah lajur dan kompleks yaitu jika gerakan yang dilakukan adalah keduanya.
II-28
Bab II Landasan Teori
4.
Faktor D Faktor ini memperkirakan seberapa dekat jarak kendaraan yang satu
dengan yang lain yang berpotensi menimbulkan konflik lalulintas. Berdasarkan faktor ini tingkat konflik lalulintas dibagi menjadi > 2 panjang kendaraan, 1-2 panjang kendaraan dan < 1 panjang kendaraan. Berdasarkan kombinasi faktor A,B,C dan D maka tingkatan konflik lalulintas dapat dibagi menjadi 4 tingkat sebagai berikut: Tabel 2.11 Tingkat keseriusan konflik terhadap kombinasi A, B, C, D
II-29