BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pengertian Kecelakaan Lalu Lintas Definisi kecelakaan lalu lintas menurut Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no. 22 Tahun 2009 menyatakan ; “Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.” Definisi kecelakaan lalu lintas menurut PT Jasa Marga adalah suatu peristiwa atau kejadian yang terjadi dengan tiba-tiba atau tidak disangka-sangka di jalan umum yang melibatkan satu atau lebih kendaraan yang bergerak dan mengakibatkan kerugian material, luka-luka atau korban jiwa. Korban pada kecelakaan lalu lintas digolongkan menjadi 3 kategori, yaitu: 1. Korban mati, adalah korban yang dipastikan mati sebagai akibat kecelakaan lalu lintas dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah kecelakaan tersebut. 2. Korban luka berat, adalah korban yang karena luka-lukanya menderita cacat tetap atau harus dirawat dalam jangka waktu lebih dari 30 (tiga puluh) hari sejak terjadi kecelakaan. 3. Korban luka ringan, adalah korban yang tidak termasuk dalam pengertian korban mati dan korban luka berat. Hal lain yang perlu diketahui sehubungan dengan kecelakaan adalah kuantitas dan kualitas kecelakaan. Kuantitas kecelakaan adalah tinjauan terhadap
Universitas Sumatera Utara
kecelakaan yang hanya memperhatikan angka kejadian kecelakaan semata. Sedangkan yang dimaksud kualitas kecelakaan adalah tinjauan kejadian kecelakaan yang tidak semata melihat angka kejadian kecelakaan saja, namun meninjau produk kejadian kecelakaan tersebut yaitu tingkat keparahan korban maupun kendaraan kecelakaan karena setiap jenis jalan akan mempunyai tingkat keparahan yang berbeda. Penggolongan dan Penanganan Perkara Kecelakaan Lalu Lintas pada Pasal 229 : (1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas: a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan; b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau c. Kecelakaan Lalu Lintas berat. (2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang. (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. (5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan
Universitas Sumatera Utara
dan/atau lingkungan.
II.2 Karateristik Kecelakaan Kecelakaan dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor. Secara garis besar kecelakaan diklasifikasikan berdasarkan tipe kecelakaan, korban kecelakaan, kondisi kendaraan saat kecelakaan, kendaraan terlibat kecelakaan, waktu kecelakaan (hari dan jam), cuaca saat kecelakaan terjadi, lokasi kecelakaan, tipe tabrakan, jenis kendaraan dan penyebab kecelakaan. Menurut Pedoman Penanganan lokasi rawan kecelekaan lalu lintas (Pd T-09-2004-B ) analisis data menitik-beratkan kepada kajian antara tipe kecelakaan yang dikelompokkan atas tipe kecelakaan dominan. Analisis data dilakukan dengan pendekatan “5W + 1H” , yaitu Why (penyebab kecelakaan), What (tipe kecelakaan), Where (lokasi kecelakaan), Who (pengguna jalan yang terlibat), When (waktu kejadian) dan How (tipe pergerakan kendaraan). 1. Why : Faktor penyebab kecelakaan (modus operandi) Analisis ini dimaksudkan untuk menemukenali faktor-faktor dominan penyebab suatu kecelakaan, antara lain : a. terbatasnya jarak pandang pengemudi, b. pelanggaran terhadap rambu lalu lintas, c. kecepatan tinggi seperti melebihi batas kecepatan yang diperkenankan, d. kurang antisipasi terhadap kondisi lalu lintas seperti mendahului tidak aman, e. kurang konsentrasi,
Universitas Sumatera Utara
f. parkir ditempat yang salah, g. kurangnya penerangan, h. tidak memberi tanda kepada kendaraan lain,dsb. 2. What : Tipe tabrakan Analisis tipe tabrakan bertujuan untuk menemukenali tipe tabrakan yang dominan disuatu lokasi kecelakaan, antara lain : a. menabrak orang (pejalan kaki), b. tabrak depan-depan, c. tabrak depan-belakang, d. tabrak depan-samping, e. tabrak samping-samping, f. tabrak belakang-belakang, g. tabrak benda tetap di badan jalan, h. kecelakaan sendiri / lepas kendali. 3. Who : Keterlibatan pengguna jalan Keterlibatan pengguna jalan di dalam kecelakaan di kelompokkan sesuai dengan tipe pengguna jalan atau tipe kendaraan, antara lain : a. pejalan kaki, b. mobil penumpang umum, c. mobil angkutan barang, d. bus, e. sepeda motor, f. kendaraan tak bermotor (sepeda, becak, kereta dorong, dsb) 4. Where : Lokasi kejadian
Universitas Sumatera Utara
Lokasi kejadian kecelakaan atau yang dikenal dengan tempat kejadian perkara (TKP) mengacu kepada lingkungan lokasi kecelakaan seperti : a. lingkungan pemukiman, b. lingkungan perkantoran atau sekolah, c. lingkungan tempat pembelanjaan, d. lingkungan pedesaan, e. lingkungan pengembangan, dsb. 5. When : Waktu kejadian kecelakaan Waktu kejadian kecelakaan dapat ditinjau dari kondisi penerangan di TKP atau jam kejadian kecelakaan. a. ditinjau dari kondisi penerangan, waktu kejadian dibagi atas: 1). malam gelap / tidak ada penerangan, 2). malam ada penerangan, 3). siang terang 4). siang gelap (hujan, berkabut, asap), 5). subuh atau senja. b. ditinjau dari jam kejadian mengacu kepada periode waktu yang terdapat pada formulir kecelakaan 6. How : Kejadian kecelakaan Suatu kecelakaan lalu lintas terjadi pada dasarnya didahului oleh suatu manuver pergerakaan tertentu. Tipikal manuver pergerakan kendaraan antara lain : a. gerak lurus, b. memotong atau menyiap kendaraan lain,
Universitas Sumatera Utara
c. berbelok (kiri atau kanan), d. berputar arah, e. berhenti (mendadak, menaik-turunkan penumpang), f. keluar masuk tempat parkir, g. bergerak terlalu lambat, dsb. Klasifikasi kecelakaan yang dipakai PT. Jasa Marga (Persero) dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006) , (Robertus dan Sadar,2007) dan (Maya,2011) adalah : 1. Berdasarkan tingkat kecelakaan, berdasarkan tingkat kecelakaannya maka kecelakaan dibagi dalam empat golongan yaitu : 1) kecelakaan sangat ringan (damage only) : kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan/korban benda saja. 2) kecelakaan ringan : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka ringan. 3) kecelakaan berat : kecelakaan yang mengakibatkan korban luka berat. 4) kecelakaan fatal : kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. 2. Berdasarkan
kelas
korban
kecelakaan,
maka
korban
kecelakaan
diklasifikasikan menjadi : a) korban luka ringan Adalah kecelakaan yang mengakibatkan korban mengalami luka–luka yang tidak membahayakan jiwa dan tidak memerlukan pertolongan lebih lanjut dari rumah sakit. b) korban luka berat
Universitas Sumatera Utara
Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban mengalami lukaluka
yang
dapat
membahayakan
jiwa
dan
memerlukan
pertolongan/perawatan lebih lanjut di rumah sakit. c) korban meninggal dunia Adalah kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban jiwa/meninggal dunia. 3. Berdasarkan faktor penyebab kecelakaan, kecelakaan disebabkan beberapa faktor yaitu faktor pengemudi, faktor kendaraan, faktor jalan dan faktor lingkungan. 4. Berdasarkan waktu kecelakaan, jenis kecelakaan ini ditetapkan menurut satu periode waktu tertentu. 5. Berdasarkan lokasi terjadinya kecelakaan a) Lokasi jalan lurus 1 lajur, 2 lajur maupun 1 lajur searah atau berlawanan arah b) Tikungan jalan c) Persimpangan jalan 6. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenis-jenis kendaraan seperti : sedan, jeep, pick up, mini bus, bus sedang, bus besar 2 as, bus besar > 3 as, truk kecil, truk besar 2 as, truk besar > 3 as, truk trailer dan truk gandeng. 7. Berdasarkan cuaca saat kejadian kecelakaan, menurut cuaca diklasifikasikan atas cerah, mendung, berkabut, berdebu, berasap, gerimis, dan hujan lebat.
Universitas Sumatera Utara
8. Berdasarkan jenis kecelakaan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-depan, depan-belakang, tabrakan sudut, tabrakan sisi, lepas kontrol, tabrak lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki, tabrak parkir, dan tabrakan tunggal. Dimana PT Jasa Marga mengelompokkan jenis tabrakan yang melatarbelakangi terjadinya kecelakaan lalu lintas menjadi : a) Tabrakan depan – depan Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana keduanya saling beradu muka dari arah yang berlawanan, yaitu bagian depan kendaraan yang satu dengan bagian depan kendaraan lainnya. b) Tabrakan depan – samping Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaran yang satu menabrak bagian samping kendaraan lainnya. c) Tabrakan depan – belakang Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian depan kendaraan yang satu menabrak bagian belakang kendaraan di depannya dan kendaraan tersebut berada pada arah yang sama. d) Tabrakan samping – samping Adalah jenis tabrakan antara dua kendaraan yang tengah melaju dimana bagian samping kendaraan yang satu menabrak bagian yang lain. e) Menabrak penyeberang jalan Adalah jenis tabrakan antara kendaraan yang tengah melaju dan pejalan kaki yang sedang menyeberang jalan.
Universitas Sumatera Utara
f) Tabrakan sendiri Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju mengalami kecelakaan sendiri atau tunggal. g) Tabrakan beruntun Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak mengakibatkan terjadinya kecelakaan yang melibatkan lebih dari dua kendaraan secara beruntun. h) Menabrak obyek tetap Adalah jenis tabrakan dimana kendaraan yang tengah melaju menabrak obyek tetap dijalan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Klasifikasi Kecelakaan Berdasarkan Posisi Terjadinya Gambar / Lambang
Klasifikasi
Keterangan / Keterangan
Tabrak Depan
• Terjadi pada jalan lurus yang berlawanan arah.
Tabrak Belakang
Tabrak Samping
Tabrak Sudut
Kehilangan Kontrol
• Terjadi pada satu ruas jalan searah • Pengereman mendadak • Jarak kendaraan yang tidak terkontrol • Terjadi pada jalan lurus dan searah • Pelaku menyiap kendaraan • Terjadi pada jalan lurus lebih dari 1 lajur dan pada persimpangan jalan • Kendaraan yang mau menyiap • Tidak tersedia pengaturan lampu lalu lintas atau rambu-rambu pada persimpangan jalan • Mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi • Terjadi pada saat pengemudi kehilangan konsentrasi • Kendaraan mengalami hilang kendali
Sumber : Djoko Setijowarno,2003, (Hermariza,2003) dan (Maya,2011)
Pengantar
Rekayasa
Dasar
Transportasi
dalam
Berdasarkan urain diatas maka klasifikasi kecelakaan yang dipakai dalam penelitian ini adalah : 1. Berdasarkan waktu kecelakaan, untuk waktu kecelakaan diklasifikasikan menurut hari terjadinya kecelakaan dan jam terjadinya kecelakaan.
Universitas Sumatera Utara
2. Berdasarkan tingkat kecelakaan, berdasarkan tingkat kecelakaannya maka kecelakaan dibagi dalam empat golongan yaitu kecelakaan sangat ringan (kendaraan), kecelakaan ringan, kecelakaan berat, dan kecelakaan fatal. 3. Berdasarkan tipe tabrakan yang terjadi, diklasifikasikan atas beberapa tabrakan, yaitu depan-belakang, depan-depan, tabrakan sudut, tabrakan sisi, tabrak lari, tabrak massal, tabrak pejalan kaki,tabrak parkir, dan tabrakan tunggal, lepas kontrol. 4. Berdasarkan jenis kendaraan, sesuai dengan penggolongan kendaraan yang diterapkan oleh pengelola jalan yaitu golongan I, golongan IIa, dan golongan IIb dengan jenis-jenis kendaraan seperti : sepeda motor, mobil penumpang, pick up, bus, truck, truck 2 as, truck trailer. 5. Berdasarkan
kelas
korban
kecelakaan,
maka
korban
kecelakaan
diklasifikasikan menjadi korban luka ringan, korban luka berat, dan korban meninggal dunia. 6. Berdasarkan jenis kelamin, diklasifikasikan menjadi laki-laki dan perempuan. 7. Berdasarkan usia, dikalasifikasikan menjadi usia dibawah 15 tahun sampai diatas usia 45 tahun. 8. Berdasarkan jenis pekerjaan, diklasifikasikan menjadi pelajar/mahasiswa, ibu
rumah
tangga,
pegawai
negeri
sipil,
wiraswasta,
pegawai
swasta/karyawan dan tidak bekerja/lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
II.3 Faktor – Faktor Penyebab Kecelakaan Lalu lintas ditimbulkan oleh adanya pergerakan dari alat-alat angkutan karena adanya kebutuhan perpindahan manusia dan atau barang. Karena itu, dampak yang tidak mungkin ditolak karena adanya pergerakan tersebut adalah terjadinya kecelakaan. Faktor-faktor penyebab terjadinya kecelakaan identik dengan unsur-unsur pembentuk lalu lintas yaitu pemakai jalan, kendaraan, jalan, dan lingkungan. Kecelakaan dapat timbul jika salah satu dari unsur tersebut tidak berperan sebagaimana mestinya Kecelakaan lalu lintas umumnya terjadi karena berbagai faktor secara bersama-sama, seperti pelanggaran atau tindakan tidak hati-hati para pengguna jalan (pengemudi kendaraan bermotor dan pejalan kaki), kondisi jalan, kondisi kendaraan, cuaca dan jarak pandang (Hermawati dan Oka, 2011). Kecelakaan dapat disebabkan oleh faktor pemakai jalan (pengemudi dan pejalan kaki), faktor kendaraan dan faktor lingkungan (Pignataro, 1973). Pignataro juga menyatakan bahwa kecelakaan diakibatkan oleh kombinasi dari beberapa faktor perilaku buruk dari pengemudi ataupun pejalan kaki, jalan, kendaraan, pengemudi ataupun pejalan kaki, cuaca buruk ataupun pandangan yang buruk. Hobbs (1979) mengelompokkan faktor – faktor penyebab kecelakaan menjadi tiga kelompok, yaitu : a. Faktor pemakai jalan (manusia) b. Faktor kendaraan c. Faktor jalan dan lingkungan Berdasarkan hasil penelitian yang pernah ada, faktor penyebab kecelakaan
Universitas Sumatera Utara
dapat dikomposisikan dalam tabel 2.2. berikut ini.
Tabel 2.2 Faktor-faktor penyebab kecelakaan lalu-lintas jalan FAKTOR URAIAN % PENYEBAB Manusia lengah, mengantuk, tidak terampil, lelah, 93.52 mabuk, kecepatan tinggi, tidak menjaga jarak, kesalahan pejalan, gangguan binatang Kendaraan ban pecah, kerusakan sistem rem, kerusakan 2.76 sistem kemudi, as/kopel lepas, sistem lampu tidak berfungsi Jalan persimpangan, jalan sempit, akses yang 3.23 tidak dikontrol/ dikendalikan, marka jalan kurang/tidak jelas, tidak ada rambu batas kecepatan, permukaan jalan licin Lingkungan lalu-lintas campuran antara kendaraan cepat 0.49 dengan kendaraan lambat, interaksi/campur antara kendaraan dengan pejalan, pengawasan dan penegakan hukum belum efektif, pelayanan gawatdarurat yang kurang cepat. Cuaca: gelap, hujan, kabut, asap Sumber : Direktorat Jenderal Perhubungan Darat – Dept.Perhubungan dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006) dan (Robertus dan Sadar,2007)
Dari Tabel 2.2. di atas, faktor pengemudi (human error) menduduki peringkat pertama yaitu sebesar 93,52% dalam penyebab kecelakaan.
II.3.1 Faktor Manusia a. Pengemudi Manusia sebagai pengemudi memiliki faktor-faktor fisiologis dan psikologis. Faktor-faktor tersebut perlu mendapat perhatian karena cenderung sebagai penyebab potensial kecelakaan. Perilaku pengemudi berasal dari interaksi antara faktor manusia dengan faktor lainnya termasuk hubungannya dengan unsur
Universitas Sumatera Utara
kendaraan dan lingkungan jalan (Dwiyogo dan Prabowo,2006). Faktor-faktor fisiologis dan psikologis tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2.3 Faktor-faktor fisiologis dan psikologis Faktor Fisiologis Faktor Psikologis Sistem syaraf Motivasi Penglihatan Intelegensia Pendengaran Pelajaran / Pengalaman Stabilitas Perasaan Emosi Indera Lain (sentuh,bau) Kedewasaan Modifikasi (lelah, obat) Kebiasaan Sumber : (Dwiyogo dan Prabowo,2006) dan (Robertus dan Sadar,2007)
Kombinasi dari faktor fisiologis dan psikologi menghasilkan waktu reaksi.Waktu reaksi merupakan suatu rangkaian kejadian yang dialami oleh pengemudi dalam melakukan bentuk tindakan akhir sebagai reaksi adanya gangguan dalam masa mengemudi yang diukur dalam satuan waktu (detik). Tujuan akhir ini adalah untuk menghindari terjadinya kecelakaan (Robertus dan Sadar,2007). Waktu reaksi terdiri dari 4 bagian waktu dimana waktu reaksi ini berkisar antara 0,5 sampai 4 detik tergantung pada kompleksitas masalah yang dihadapi, juga dipengaruhi oleh karakteristik individual dari pengemudi. Keempat waktu tersebut biasanya disebut waktu PIEV, yaitu : 1. Deteksi (Perception) a. Proses masuknya rangsangan lewat panca indra. b. Pengalaman, kebiasaan dan faktor lain dapat menyebabkan rangsangan yang masuk menjadi tanggapan refleks sebelum rangsangan diterima. c. Semakin kompleks situasi yang dihadapi, persepsi kondisi lalu lintas semakin bertambah.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengenalan (Intellection) a. Proses penelaahan (membedakan, mengelompokkan, dan mencatat) terhadap rangsangan. b. Merupakan tindak lanjut dari persepsi berupa pengenalan sederhana sebagai identifikasi dan mengetahui/mengerti bentuk rangsangan atau mungkin membentuk pikiran/ide baru. 3. Emosi (Emotion) a. Proses penanggapan terhadap rangsangan, setelah proses persepsi dan deteksi. b. Sangat mempengaruhi pesan akhir yang dikirim ke otak karena sebagai proses pengambilan keputusan, penentuan dibuat untuk melakukan tindakan yang tepat. (contoh : berhenti, menyalip, menikung, membunyikan klakson, dan lain-lain). c. Perilaku yang berkembang karena marah, takut, gugup dapat menimbulkan kecelakaan. 4. Kemauan bertindak (Volition) a. Proses pengambilan tindakan sesuai dengan pertimbangan yang diambil, hal ini berhubungan dangan ingatan, prasangka, kepercayaan, kebiasaan, kelemahan, keinginan dan tingkah laku. b. Keputusan
terakhir
membutuhkan
pencernaan
dari
semua
rangsangan/impulse yang diterima menjadi pesan keluar yang menghasilkan beberapa tindakan/pelaku.
Universitas Sumatera Utara
Oleh AASHTO 1984 dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006) dan (Robertus dan Sadar,2007), untuk perencanaan waktu PIEV, waktu yang digunakan sebesar 2,5 detik. Faktor lain yang mempengaruhi besarnya waktu reaksi antara lain : a. Kelelahan yang disebabkan oleh kurang tidur b. Kondisi jalan yang lurus dan rata c. Kebocoran gas CO dari knalpot d. Penerangan kendaraan e. Menurunnya kondisi kesehatan / mental f. Obat – obatan, minuman keras, dan lain lain Agar pengemudi dapat mengemudikan kendaraannya secara aman, pengemudi harus mempunyai daerah pandangan. Hal ini berhubungan dengan faktor penglihatan (visual acuity) dari pengemudi. Selama ini, pengujian yang dilakukan terhadap pengemudi hanya didasarkan pada pandangan statis (static visual acuity test), yaitu kemampuan untuk mengukur benda – benda diam dan dan simbol – simbol petunjuk. Hasil test ini tidak menunjukkan kemampuan pengemudi pada saat kritis dan bergerak. Ukuran lain seperti kemampuan pandangan dinamis, keadaan persepsi, tingkat kepulihan dari silau (glare) mungkin lebih penting. Tapi ukuran ini tidak diuji dan ketajaman penglihatan berubah sejalan dengan meningkatnya usia. Analisis yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menunjukkan bahwa usia 16 – 30 tahun merupakan penyebab terbesar kecelakaan (55,99%), kelompok usia 21 – 25 tahun adalah kelompok terbesar penyebab kecelakaan dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Sedangkan pada kelompok 26 – 30 tahun sebagai penyebab kecelakaan menurun cukup drastis.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok usia 40 tahun menjadi penyebab kecelakaan relatif lebih kecil seiring dengan kematangan dan tingkat disiplin yang lebih baik.
Tabel 2.4 Usia pengemudi yang terlibat kecelakaan lalu-lintas jalan KELOMPOK USIA % 16-20 tahun 19.41 21-25 tahun 21.98 26-30 tahun 14.60 31-35 tahun 09.25 36-40 tahun 07.65 41-75 tahun 18.91 Sumber: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Dept. Perhubungan
dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006) dan (Robertus dan Sadar,2007)
PP No.44 Th.1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, memuat pasalpasal yang dapat dipandang sebagai perangkat lunak pengelolaan pengemudi. Pasal-pasal ini khusus memuat ketentuan-ketentuan bagi pengemudi menyangkut: penggolongan, persyaratan dan tata cara memperoleh Surat Izin Mengemudi (SIM), ujian bagi pemohon SIM, dan lain-lain termasuk ketentuan batas usia minimum hak mengemudi kendaraan bermotor, yaitu: 1) Usia 16 tahun, dapat memiliki SIM-C 2) Usia 17 tahun, dapat memiliki SIM-A 3) Usia 20 tahun, dapat memiliki SIM-B.I untuk mengemudikan mobil bus dan mobil barang, dan SIM-B.II untuk mengemudikan traktor atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan. Pemakai jalan adalah semua orang yang menggunakan fasilitas jalan yang secara langsung. Pemakai jalan yang dimaksud (Pignataro, 1997) adalah :
Universitas Sumatera Utara
a). Pengemudi, termasuk di dalamnya pengemudi kendaraan bermotor dan kendaraan tak bermotor. Kendaraan bermotor meliputi sepeda motor, kendaraan bermotor biasa (mobil), kendaraan berat bermotor (bus dan truk), sedangkan yang termasuk kendaraan tak bermotor adalah sepeda dan kendaraan tak bermotor lainnya. b). Pejalan kaki / pemakai jalan lain, termasuk di dalamnya adalah pedagang kaki lima, petugas keamanan, petugas perbaikan fasilitas (listrik, telepon, gas), dan lain lain. b. Pejalan kaki Selain pengemudi, pemakai jalan lainnya yaitu pejalan kaki (pedestrian) juga dapat menjadi penyebab kecelakaan. Hal ini dapat ditimpakan pada pejalan kaki dalam berbagai kemungkinan seperti menyeberang jalan pada tempat ataupun waktu yang tidak tepat (tidak aman), berjalan terlalu ketengah dan tidak berhatihati. Pejalan kaki adalah orang berjalan yang menggunakan fasilitas untuk pejalan kaki (trotoar). Pejalan kaki merupakan bagian yang cukup besar (sekitar 40%) dari pelaku perjalanan (trip maker) namun prasarana jalan bagi mereka masih jauh dari lengkap dan memadai. Fasilitas pejalan kaki yang seringkali peruntukkannya disalahgunakan oleh pihak lain, misalnya pedagang kaki lima, mengakibatkan pejalan kaki itu sendiri tidak mendapatkan fasilitas serta pelayanan yang baik sehingga dapat membahayakan mereka. Kondisi dimana pejalan kaki harus naik turun sepanjang melalui trotoar sebagai akibat dikalahkan oleh jalan masuk rumah tinggal dan keberadaan pedagang kaki lima menciptakan keadaan yang kurang nyaman bagi pejalan kaki. Pada akhirnya kondisi seperti ini
Universitas Sumatera Utara
dapat mengganggu kelancaran lalu lintas kendaraan lainnya dan dapat menimbulkan terjadi kecelakaan. Menurut (Hermariza,2008) seperti halnya pengemudi, perilaku pejalan kaki juga dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar, antara lain: •
Kecepatan pejalan kaki.
Kecepetan berjalan setiap orang berbeda – beda. Kecepatan berjalan rata-rata orang dewasa berkisar 1,4 m perdetik sedangkan untuk anak kecil terkadang bisa lebih cepat yaitu mencapai kisaran 1,6 m perdetik •
Kondisi trotoar yang kurang nyaman.
Keadaan ini menyebabkan sebagian besar pejalan kaki lebih menyukai menggunakan badan jalan sebagai bagian perjalanannya. Selain keberadaan pejalan kaki di badan jalan akibat keberadaan trotoar yang kurang memadai, pejalan kaki pun melakukan kegiatan menyebrang yang akan mempengaruhi kegiatan lalu lintas kendaraan di jalan. Kegiatan menyebrang jalan harus dilakukan secara aman agar tidak menimbulkan kecelakaan. Dalam hal ini, kecepatan berjalan pejalan kaki sangat berpengaruh pada signal timing. Idealnya, sinyal hijau tidak hanya dirancang untuk memberi kesempatan kendaraan untuk jalan pada persimpangan, tetapi juga memberikan kesempatan bagi pejalan kaki untuk menyebrang.
II.3.2 Faktor Kendaraan Kendaraan merupakan sarana angkutan yang digunakan sebagai perantara untuk mencapai tujuan dengan cepat, selamat dan hemat, serta menunjang nilai aman dan nyaman. Dalam kaitannya dengan keselamatan umum, kendaraan yang
Universitas Sumatera Utara
digunakan di jalan raya seharusnya sudah mendapatkan sertifikasi layak jalan yang dikeluarkan oleh Dinas / Kantor Perhubungan setempat sebelum dioperasikan. Tingkat resiko terjadinya bahaya kecelakaan akibat ketidaklayakan kendaraan cukup tinggi, sehingga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum untuk menindak pelanggaran akan hal tersebut. Kendaraan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan apabila tidak dapat dikendalikan sebagaimana mestinya yaitu sebagai akibat kondisi teknisnya yang tidak layak jalan ataupun penggunaan yang tidak sesuai dengan ketentuan. Yang dimaksud dengan kondisi teknis yang tidak layak jalan misalnya seperti rem blong, mesin yang tiba-tiba mati, ban pecah, kemudi tidak berfungsi dengan baik, lampu mati, dll. Sedangkan penggunaan kendaraan yang tidak sesuai dengan ketentuan misalnya kendaraan yang dimuati secara berlebihan (Hermariza,2008). Terdapat beberapa karakteristik kendaraan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan antara lain dimensi kendaraan, perlambatan (deselarasi), pandangan pengemudi, daya kendali, dan penerangan. a. Dimensi Kendaraan Dimensi kendaraan terdiri dari berat, ukuran, dan daya kendaraan. Semakin besar dimensi kendaraan maka akan semakin lambat akselerasi yang dapat dilakukan sehingga kemungkinan terjadinya kecelakaan semakin tinggi. b. Perlambatan (Deceleration) Untuk dapat melakukan perlambatan (deceleration) kendaraan dengan baik dibutuhkan kemampuan berkendara yang baik. Kemampuan berkendara dan
Universitas Sumatera Utara
refleks masing – masing orang berbeda sehingga hal ini sangat menentukan terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan. Dalam hal ini terdapat dua jenis perlambatan, yaitu:
1. Perlambatan tanpa rem Perlambatan tanpa rem (without brakes) dilakukan dengan mengandalkan tenaga kompresi mesin. Setelah pengemudi melepaskan kakinya dari pedal gas, terjadi perlambatan kendaraan sebesar 3,5 km/jam /detik. 2. Perlambatan dengan rem Perlambatan dengan rem (with brakes) terdiri dari dua bagian, yaitu: 1) Perlambatan maksimum Perlambatan maksimum yang terjadi pada saat kendaraan menggunakan rem, merupakan penurunan kecepatan akibat bekerjanya rem selama kemungkinan selip tidak terjadi antara perkerasan jalan dengan permukaan roda kendaraan. Apabila tenaga rem telah bekerja dengan normal tetapi tidak dapat menahan lajunya kendaraan meskipun ban tidak berputar lagi, maka perlambatan dipengaruhi oleh: - Efektifitas koefisien gesekan antara bidang kontak ban dengan permukaan jalan. - Kondisi ban, dimana alur ban sangat menentukan besarnya gesekan / friksi yang terjadi. - Keadaan permukaan jalan (basah/kering). 2) Perlambatan normal
Universitas Sumatera Utara
Perlambatan normal untuk kendaraan penumpang yang tidak akan mengganggu kenyamanan penumpang yaitu sebesar 8,8 km/jam/detik. c. Pandangan Pengemudi Pengemudi di dalam kendaraan harus memiliki pandangan yang leluasa terhadap halangan yang terdapat di luar kendaraannya. Yang dimaksud dengan pandangan yaitu kemampuan atau besarnya sudut maksimum yang dapat dicapai oleh pengemudi dari tempat duduknya di dalam kendaraan. Hal ini tergantung dan dipengaruhi oleh dimensi kendaraan. Kemampuan pandangan pengendara akan semakin baik apabila lebar pandangan vertikal maupun horizontal yang diukur dari pengemudi semakin besar. d. Daya Kendali Kendaraan Yang dimaksud dengan daya kendali adalah kontrol terhadap kendaraan. Kendaraan akan semakin mudah dikontrol apabila semakin baik daya kendali kendaraannya, terutama pada jalan yang kondisinya kurang baik. Kecepatan merupakan faktor dasar dari daya kendali kendaraan. Pada kecepatan rendah, hampir semua kendaraan dapat dikendalikan dengan baik walaupun kondisi jalannya kurang baik. Peralatan yang dapat membantu daya kendali mobil antara lain: - ban kendaraan - stabilisator, yang berfungsi sebagai penunjang apabila mobil melewati suatu jalan yang bergelombang. e. Penerangan Penerangan kendaraan berfungsi antara lain untuk:
Universitas Sumatera Utara
1. Agar kendaraan dapat dikenali/didefinisikan oleh pengemudi. 2. Menyediakan penerangan di luar bagi pengemudi agar dapat melihat pemandangan di depan dan di sekitar kendaraan pada saat kendaraan melaju. Penerangan juga tergantung pada kendaraan dan tipe lampunya, posisi kendaraan dimana masuk / tidaknya cahaya, kondisi cuaca, dan keberadaan
kendaraan
yang
berlawanan
arah
yang
terkadang
menggunakan lampu yang menyulitkan kita. Perlengkapan yang dimiliki oleh suatu kendaraan akan berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan dan juga tingkat fatalitas yang ditimbulkan. Idealnya, suatu kendaraan harus memiliki perlengkapan Active Safety dan Passive Safety dalam rangka tindakan preventif terhadap terjadinya kecelakaan.
a. Active Safety Yang dimaksud dengan perlengkapan Active Safety adalah perlengkapan pada kendaraan yang dapat mencegah terjadinya kecelakaan, antara lain: antiblock system (ABS) pada sistem rem, pelindungan iluminasi pandangan pada kaca depan (wind screen), kenyamanan mengendara (air conditioning, transmisi otomatik) dan sistem informasi kendaraan.
Gambar 2.1. Gambaran stabilitas kendaraan dengan perlengkapan Active Safety
Universitas Sumatera Utara
b. Passive Safety Yang dimaksud dengan perlengkapan Passive Safety adalah perlengkapan pada kendaraan yang dapat mengurangi kerusakan/resiko dari kecelakaan yang terjadi, sehingga kemungkinan menimbulkan korban jiwa dapat diperkecil. Perlengkapan Passive Safety terdiri dari kabin penumpang dengan sistem rigid cell, zona deformasi di bagian depan dan belakang (bumper), proteksi pada pedestrian dan pengemudi kendaraan beroda dua, kunci keselamatan pintu, kolom stir yang terpisah dan runtuh sewaktu terjadi tumbukan, air bag dan sabuk keselamatan.
Gambar 2.2. Perlengkapan keselamatan kendaraan: Passive Safety
Menurut Keputusan Menteri Perhubungan No. 81 tahun 1993 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor dalam (Dwiyogo dan Prabowo,2006), menyebutkan antara lain tujuannya: a) Untuk memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan.
Universitas Sumatera Utara
b) Melestarikan lingkungan dari kemungkinan yang diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan Sehingga untuk keperluan tersebut , maka diperlukan beberapa alat pengujian yang antara lain meliputi : a) Alat uji suspensi roda dan pemeriksaan kondisi teknis bagian bawah kendaraan; b) Alat uji rem utama dan rem parkir; c) Alat uji lampu utama; d) Alat uji spedometer; e) Alat uji emisi gas buang, termasuk ketebalan gas buang; f) Alat pengujian berat; g) Alat uji posisi roda depan; h) Alat uji tingkat suara; i) Alat uji dimensi; j) Alat uji tekanan udara; k) Alat uji kaca; l) Alat uji ban; m) Alat uji sabuk keselamatan; n) Peralatan pembantu.
II.3.3 Faktor Jalan Sebagai landasan bergeraknya suatu kendaraan, jalan perlu direncanakan / didesain secara cermat dan teliti dengan mengacu pada gambaran perkembangan volume kendaraan di masa mendatang. Desain jalan yang sesuai dengan spesifikasi standar dan dikerjakan dengan cara yang benar serta memperoleh
Universitas Sumatera Utara
pemeliharaan yang cukup selama umur rencananya bertujuan untuk memberikan keselamatan bagi pemakainya. Menurut Dwiyogo dan Prabowo (2006) kondisi jalan dapat pula menjadi salah satu sebab terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Meskipun demikian, semuanya kembali kepada manusia pengguna jalan itu sendiri. Dengan rekayasa, para ahli merancang sistem jaringan dan rancang bangun jalan sedemikian rupa untuk “mempengaruhi” tingkah laku para pengguna jalan, dan untuk mengurangi atau mencegah tindakan-tindakan yang membahayakan keselamatan lalu-lintas.
(a) Horisontal – tikungan
Gambar: 2.3 Alinyemen jalan Tikungan yang terlalu tajam, apalagi bila terhalang oleh pagar atau bangunan dan tanpa marka jalan, adalah tempat rawan kecelakan. (b) Vertikal – tanjakan
Gambar 2.4 Alinyemen vertikal
Universitas Sumatera Utara
Sudut pandang pada tanjakan yang tajam dapat ‘menipu’ pengemudi, sehingga tanjakan adalah salah satu tempat rawan kecelakaan. Jalan lebar, di satu sisi memberi kenyamanan bagi lalu-lintas kendaraan, namun di sisi lain dapat menjadi ancaman keselamatan karena kecepatan kendaraan. Jalan lebar saja tidak cukup, tetapi juga harus dalam kondisi daya dukung yang sesuai dengan beban lalu-lintas yang yang harus ditanggungnya. Jalan perlu dilengkapi dengan berbagai kelengkapan jalan guna membantu mengatur arus lalu-lintas, yakni: marka jalan, pulau lalu-lintas, jalur pemisah, lampu lalu-lintas, pagar pengaman, dan rekayasa lalu-lintas lainnya. Tidak kalah pentingnya adalah penentuan alinyemen jalan. Alinyemen jalan pun, baik horisontal (tikungan dan persimpangan) maupun vertikal (tanjakanturunan), sangat berpengaruh terhadap kebebasan pandang para pengemudi, yang pada gilirannya mempengaruhi kelancaran arus lalu-lintas atau bahkan membahayakan lalu-lintas [Gb.2.3]. Perancang pembangunan jalan bertanggungjawab untuk memasukkan
faktor-faktor
keselamatan
selengkaplengkapnya
dalam
rancangannya guna meminimumkan terjadinya kecelakaan. Menurut Hermariza (2008) hubungan antara keselamatan dan perencanaan jalan sangat sulit untuk dianalisa karena keterkaitan keduanya dengan faktor – faktor lain seperti faktor kendaraan dan manusianya selaku pengguna jalan. Kondisi jalan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan terdiri dari dua hal yaitu faktor fisik dan perangkat pengatur lalu lintas. 1. Faktor fisik a. Tata letak jalan
Universitas Sumatera Utara
Tata letak jalan sangat bermanfaat untuk menyesuaikan kondisi jalan yang dibuat dengan perencanaan jalan dan geometrik jalan b. Permukaan jalan Permukaan jalan yang basah dan licin, cenderung membuat keamanan dan kenyamanan berkurang. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jika turun hujan yang dapat membatasi pandangan pengemudi. Namun tidak berarti jalan yang tidak licin / rusak itu baik. Tidak sedikit kecelakaan yang terjadi merupakan akibat dari kondisi permukaan jalan yang buruk, seperti berlubang, tidak rata,dll. Pada intinya diperlukan pengawasan dan pemantauan yang benar terhadap kondisi permukaan jalan sehingga dapat segera dilakukan tindakan antisipasi apabila diperlukan. c. Desain jalan Desain jalan yang baik adalah yang memenuhi standar keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan ( pengemudi ) serta ekonomis. Selain itu juga harus sesuai dengan aspek hukum yang berlaku berupa peraturan-peraturan di jalan raya, undang-undang jalan dan faktor lingkungan. Desain geometrik jalan meliputi desain geometrik fisik jalan itu sendiri dan tuntutan sifat-sifat lalu lintas. Desain fisik jalan sangat dipengaruhi oleh dimensi kendaraan dan kecepatan rencana kendaraan. Melalui perencanaan geometrik, perencana berusaha menciptakan hubungan yang baik antara waktu dan ruang sehubungan dengan kendaraan yang bersangkutan, sehingga dapat menghasilkan efisiensi keamanan dan kenyamanan yang optimal serta dalam batas pertimbangan ekonomi yang layak. Dalam desain ini, lebar jalan, alinemen, median jalan, drainase jalan, maupun perkerasan jalan dibuat sesuai dengan sifat, komposisi kendaraan yang
Universitas Sumatera Utara
akan menggunakan jalan tersebut sehingga memberikan nilai keamanan yang tinggi. Beberapa hal dalam desain geometrik jalan yang perlu diperhatikan antara lain: - Lebar lajur jalan Lebar lajur jalan ditentukan oleh dimensi dan kecepatan kendaraan. Umumnya lebar lajur terdiri atas :
•
Jalur lalu lintas Lebar jalur lalu lintas ditentukan oleh dimensi kendaraan dan kecepatan kendaraan. Dengan meningkatnya kecepatan dan dimensi kendaraan, maka timbul kebutuhan lebar jalur yang lebih besar.
•
Median jalan Fungsi median jalan atau jalur pemisah terutama untuk memisahkan arus lalu lintas yang berlawanan arah, membatasi/mengurangi kesikuan terhadap lampu kendaraan yang berlawanan arah, menanbah rasa lega, memberikan daerah untuk kendaraan yang kehilangan kendali.
•
Drainase jalan Fungsi drainase pada jalan adalah untuk mengurangi/menghilangkan/ mengalirkan air pada permukaan jalan yang dapat menurunkan daya cengkram ban pada permukaan jalan akibat licin.
•
Bahu jalan dan pagar pengaman Tersedianya pagar pengaman pada median dapat menghindari terjadi kecelakaan agar tidak menyebrang median. Bahu jalan sebagai jalur
Universitas Sumatera Utara
tambahan berfungsi sebagai jalur darurat bagi yang mengalami kerusakan atau kecelakaan sehingga tidak mengganggu jalur utama. - Standar perencanaan geometric dan alinemen Untuk mewujudkan suatu jalan yang aman dan nyaman, dalam perencanaan desain jalan merujuk pada peraturan standar perencanaan geometric dan alinemen jalan disesuaikan dengan fungsi jalan., kecepatan rencana dan klasifikasi medan. - Desain perkerasan jalan Tipe perkerasan yang paling menentukan adalah lapisan teratas dari perkerasan (surface), karena faktor pengereman mengandalkan gesekan antara kendaraan dan perkerasan. Ketentuan terhadap dimensi dan desain geometrik jalan berbeda – beda sesuai dengan kelas jalannya. 2. Piranti pengatur lalu lintas Yang dimaksud dengan piranti pengatur lalu lintas adalah perangkat yang berfungsi untuk membatasi gerak kendaraan sehingga tercipta lalu lintas yang aman dan nyaman untuk seluruh pengguna jalan. Perangkat ini dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu marka jalan dan rambu lalu lintas. Keduanya berfungsi untuk mengatur lalu lintas dalam kaitannya dengan memperlancar arus lalu lintas. Piranti dapat berupa petunjuk jalan, marka jalan, rambu lalu lintas, dan lampu jalan ( penerangan) yang terutama berpengaruh pada malam hari untuk membantu kemampuan pandang. a. Marka jalan Bentuk fisik dari marka jalan yaitu berupa garis putus-putus maupun garis lurus berwarna putih maupun kuning yang dipergunakan sepanjang perkerasan
Universitas Sumatera Utara
jalan. Pada jalan bebas hambatan dibantu dengan delineator dan mata kucing yang berada di luar perkerasan pada jarak tertentu. Marka jalan ini termasuk dalam piranti lalu lintas yang dianggap dapat mempunyai kemampuan untuk menyampaikan pesan berupa penuntun, petunjuk, pedoman, larangan atau peringatan terhadap kemungkinan adanya bahaya yang timbul. b. Penerangan jalan Fungsi utama dari penerangan jalan adalah untuk memberikan cahaya/penerangan yang dapat membantu penglihatan yang cepat, tepat dan nyaman terutama pada malam hari. Pengemudi harus dapat melihat pada jarak jauh dan menentukan dengan pasti posisinya., khususnya arah jalan maupun sekitarnya dan segala hambatan – hambatan yang mungkin terjadi selama berlalu lintas. Selain itu, penempatan penerangan jalan harus ditentukan sesuai kebutuhan dan ditempatkan pada titik yang tepat. Penggunaan penerangan jalan raya secara tepat sebagai suatu alat operasi akan memberikan keuntungan ekonomis dan social kepada masyarakat. Sebagian besar aspek keamanan lalu lintas melibatkan faktor penglihatan. Faktor utama yang berpengaruh langsung pada penglihatan adalah: - kecerahan objek pada atau di dekat jalan raya - kecerahan latar belakang jalan - kontras antara objek dan daerah sekitarnya - perbandingan antara penerangan jalan dengan lingkungan sebagaimana dilihat oleh pengamat. - waktu yang tersedia untuk melihat objek. c. Rambu lalu lintas
Universitas Sumatera Utara
Piranti lalu lintas ini membantu memberikan petunjuk kepada pengemudi dalam mengemudikan kendaraannya. Petunjuk dapat berupa arah, atau peraturanperaturan yang harus dipatuhi oleh pengemudi. Perhatian diutamakan pada penempatan rambu-rambu agar sedemikian rupa dapat dengan mudah dilihat oleh pengemudi,selain itu besar huruf dan warna serta bentuk dari rambu juga harus diperhatikan. Terkadang terdapat kasus dimana rambu lalu lintas diletakkan tidak sesuai dengan kebutuhan dan di tempat yang kurang tepat. Misalnya rambu peringatan adanya tikungan diletakkan tepat di tikungan yang dimaksud sehingga terkesan tidak berguna karena pengemudi sudah mengetahui hal tersebut. Oleh karena itu penempatan rambu yang tepat sangat diperlukan dalam rangka program prevensi kecelakan. Jalan dapat menjadi faktor penyebab kecelakaan antara lain dapat dilihat: a. Kerusakan pada permukaan jalan (adanya lubang yang sulit dikenali oleh pengemudi). b. Konstruksi jalan yang rusak atau tidak sempurna (misalnya letak bahu jalan terlalu rendah terhadap permukaan jalan). c.
Geometrik
jalan
yang
kurang
sempurna
(misalnya
derajat
kemiringan/superelevasi yang terlalu kecil atau terlalu besar pada belokan). Disamping bentuk fisik jalan yang dipengaruhi oleh “geometric design” dan “konstruksi jalan” faktor lingkungan jalan bisa juga mempunyai andil dalam menyebabkan kecelakaan (Robertus dan Sadar,2007).
Universitas Sumatera Utara
II.3.4 Lingkungan Menurut Aditomo (2002) faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Diantaranya adalah kendaraan berhenti, penyeberang jalan, asap kendaraan, asap lingkungan, hewan, dan benda asing di jalan misalnya paku, batu besar, dan pecahan kaca. Benda asing tersebut sangat membahayakan terutama bila benda tersebut bentuknya tajam dan mudah membocorkan ban. Apabila paku mengenai kendaraan yang berjalan dengan kecepatan tinggi, maka ban kendaraan tersebut akan langsung pecah dan menyebabkan kendaraan akan kehilangan kendali. Sejalan dengan hal diatas Widyasih (2003) mengatakan bahwa faktor lingkungan juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Diantaranya adalah kendaraan berhenti, penyebrang jalan, asap kendaraan, asap lingkungan, hewan, dan benda asing di jalan. Kendaraan yang tidak berhenti pada tempat yang sudah disediakan dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Benda-benda asing juga dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, misalnya: paku, batu, dan lain-lain. Benda-benda ini sangat membahayakan terutama bila benda tersebut berbentuk tajam atau mudah membocorkan ban. Bila suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tinggi dan mengenai paku yang ada di jalan, maka ban kendaraan tersebut akan meletus dengan tiba-tiba. Keadaan seperti biasanya tidak dapat dikendalikan oleh pengemudi. Asap tebal yang terdapat di jalan, baik asap kendaraan maupun asap lingkungan (pembakaran sampah/rumput di pinggir jalan), juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas. Asap tebal dapat
Universitas Sumatera Utara
menghalangi pandangan pengemudi, sehingga tidak dapat melihat jalan maupun kendaraan lain yang berada di depannya. Kondisi tata guna lahan, kondisi cuaca dan angin serta pengaturan lalu – lintas adalah beberapa komponen dari lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan. Lingkungan jalan yang kurang memadai mengakibatkan kenyamanan
dari
pengemudi
menurun,
sehingga
kemampuan
dalam
mengendalikan kendaraan akan menurun pula. Lingkungan di sekitar jalan, misalnya daerah permukiman, peternakan, pembakaran ladang dan jerami dapat menjadi penyebab kecelakaan lalu lintas, khususnya untuk jalan dengan kecelakaan kendaraan tinggi. Menurut Robertus dan Sadar (2007) ada empat faktor dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi kelakuan manusia sehingga berpotensi menimbulkan terjadinya kecelakaan lalu lintas, yaitu : a. Penggunaan tanah dan aktifitasnya, daerah ramai, lengang, dimana secara reflek pengemudi akan mengurangi kecepatan atau sebaliknya. b. Cuaca, udara dan kemungkinan – kemungkinan yang terlihat misalnya pada saat kabut, asap tebal, hujan lebat sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi jarak pandang pengemudi). c. Fasilitas yang ada pada jaringan jalan, adanya rambu – rambu lalu lintas, lampu lalu lintas dan marka lalu lintas. d. Arus dan sifat lalu lintas, jumlah, macam dan komposisi kendaraan akan sangat mempengaruhi kecepatan perjalanan.
Universitas Sumatera Utara
II.4 Indikator Keselamatan Lalu Lintas Menurut Hermariza (2008) untuk membuat gambaran mengenai tingkat keselamatan lalu lintas pada suatu ruas jalan, daerah, atau negara tertentu, dibutuhkan indikator keselamatan lalu lintas jalan. Indikator ini biasanya diperbandingkan dalam suatu kurun waktu tertentu ( misalnya 5 atau 10 tahun ). Terdapat beberapa indikator yang biasa digunakan untuk membuat gambaran tingkat keselamatan baik secara nasional maupun internasional, antara lain: 1. Jumlah kecelakaan lalu lintas jalan, dapat dibagi berdasarkan tingkat keparahannya ( degree of severity ) yaitu sebagai berikut: • kecelakaan berat (fatal accident) • kecelakaan sedang (serious injury accident) • kecelakaan ringan (slight injury accident) • kecelakaan lain-lain (property damage accident) 2. Jumlah nominal korban mati, luka berat, luka ringan dan kerugian materiil. 3. Jumlah nominal korban yang diklasifikasikan menurut golongan umurnya. 4. Tingkat kecelakaan atau rasio kecelakaan (Accident Rates) yang dapat ditetapkan dalam empat cara, sebagai berikut: • jumlah kecelakaan per jumlah penduduk • jumlah kecelakaan per jumlah kendaraan • jumlah kecelakaan per jumlah kendaraan-kilometer • jumlah kecelakaan per jumlah orang-kilometer Parameter yang biasa digunakan dalam menentukan rasio kecelakaan antara lain: • Kecelakaan atau Fatalitas per 10,000 kendaraan bermotor
Universitas Sumatera Utara
• Kecelakaan atau Fatalitas per 100,000 penduduk • Kecelakaan atau Fatalitas per 100 juta kendaraan kilometer perjalanan (vehicles kilometres traveled) 5. Tingkat kematian atau resiko kematian (Risk of Fatality) yang juga biasa ditetapkan dalam empat cara seperti yang telah disebutkan di atas. 6. Biaya kecelakaan (Accident Cost), yaitu besarnya seluruh kerugian sebagai akibat terjadinya kecelakaan lalu lintas bila dinilai dalam bentuk uang (Monetary Value). Demikian juga menurut Maya (2011) bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan indikator utama tingkat keselamatan jalan raya. Di negara maju masalah keselamatan jalan merupakan masalah yang sangat diperhatikan guna mereduksi kuantitas kecelakaan yang terjadi. Hal ini menjadi indikator terhadap pentingnya memahami karakteristik kecelakaan.
II.5 Daerah Rawan Kecelakaan Menurut Widyasih (2003) bahwa daerah rawan kecelakaan adalah daerah yang mempunyai angka kecelakaan tertinggi, resiko kecelakaan tertinggi dan potensi kecelakaan tinggi pada suatu ruas jalan. Daerah rawan kecelakaan ini dapat diidentifikasi pada lokasi jalan tertentu (blackspot) maupun pada ruas jalan tertentu (blacksite). Kriteria umum yang dapat digunakan untuk menentukan blackspot dan blacksite menurut (Dewanti, 1996) dalam Maya (2011) :
Universitas Sumatera Utara
a. Blackspot. Jumlah kecelakaan selama periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu, tingkat kecelakaan atau accident rate (per-kendaraan) untuk suatu periode tertentu melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan dan tingkat kecelakaan, keduanya melebihi nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan melebihi nilai kritis. b. Blacksite. Jumlah kecelakaan melebihi suatu nilai tertentu, jumlah kecelakaan per-km melebihi suatu nilai tertentu, dan tingkat kecelakaan atau jumlah kecelakaan per-kendaraan melebihi nilai tertentu. Menurut Dwiyogo dan Prabowo (2006) Lokasi rawan kecelakaan lalu lintas adalah lokasi tempat sering terjadi kecelakaan lalu lintas dengan tolak ukur tertentu, yaitu ada titik awal dan titik akhir yang meliputi ruas (penggal jalur rawan kecelakaan lalu lintas) atau simpul (persimpangan) yang masing-masing mempunyai jarak panjang atau rasidu tertentu. Ruas jalan di dalam kota ditentukan maksimum 1 (satu) km dan di luar kota ditentukan maksimum 3 (tiga) km. Simpul (persimpangan) dengan radius 100 meter. Tolak ukur kerawanan kecelakaan lalu lintas pada ruas dan simpul ditentukan pada tabel 2.5 berikut ini.
Tabel 2.5 Ketentuan Lokasi Rawan Kecelakaan Lokasi Rawan Dalam Kota Luar Kota Kecelakaan Pada ruas dan simpul Minimal 2 kecelakaan lalu Minimal 3 kecelakaan jalan lintas dengan akibat lalu lintas dengan akibat meninggal dunia atau 5 kecelakaan lalu lintas meninggal dunia atau 5 kecelakaan lalu lintas dengan akibat luka/rugi material dengan (pertahun). akibat luka/rugi material (pertahun). Sumber : Pedoman Penyusunan Lokasi Rawan Kecelakaan Lalu Lintas (1990) dalam Dwiyogo dan Prabowo (2006)
Universitas Sumatera Utara
Lokasi rawan kecelakaan adalah suatu lokasi dimana angka kecelakaan tinggi dengan kejadian kecelakaan berulang dalam suatu ruang dan rentang waktu yang relatif sama yang diakibatkan oleh suatu penyebab tertentu (Pd-T-09-2004B).
II.5.1 Metode Tingkat Kecelakaan Tingkat kecelakaan merupakan angka kecelakaan lalu lintas yang dibandingkan dengan volume lalu lintas dan panjang ruas jalan. Tingkat kecelakaan yang paling umum dinyatakan dengan jumlah kecelakaan lalu lintas di suatu lokasi atau ruas jalan per jumlah total panjang perjalanan yang dilakukan oleh semua kendaraan yang menggunakan ruas jalan tersebut dalam 1 tahun, dikenal istilah jumlah kecelakaan per 100 juta kendaraan-km panjang perjalanan (100JPKP) dalam 1 tahun. Pada metode ini, dalam proses identifikasi black spot diperlukan data yang meliputi jumlah kecelakaan lalu lintas yang digunakan dikonversikan menjadi angka kecelakaan rata-rata dan volume kendaraan per ruas jalan. Perhitungan tingkat kecelakaan lalu lintas untuk lokasi ruas jalan, menggunakan rumus : 𝑇𝑇𝐾𝐾 =
𝐹𝐹𝐾𝐾 𝑥𝑥 108 . (100𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽) 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝑇𝑇 𝑥𝑥 𝑛𝑛 𝑥𝑥 𝐿𝐿 𝑥𝑥 365
dengan : TK
: tingkat kecelakaan, 100 JPKP
FK
: Frekuensi Kecelakaan di ruas jalan untuk n tahun data
LHRT
: Volume Lalu Lintas Rata-rata
Universitas Sumatera Utara
n
: jumlah tahun data
L
: panjang ruas jalan, Km
100JPKP
: satuan tingkat kecelakaan (kecelakaan / Seratus Juta Perjalanan Kendaraan Per-Kilometer)
II.5.2 Metode Angka Ekivalen Kecelakaan (AEK) Metode angka ekivalen kecelakaan merupakan pemeringkatan dengan pembobotan tingkat kecelakaan yang mengacu pada biaya kecelakaan. Dimana lokasi rawan kecelakaan ditentukan berdasarkan pembobotan terhadap korban akibat kecelakaan tersebut. Dari pembobotan ini akan diperoleh daftar peringkat kecelakaan yang baru. Metode ini dideterminasikan dengan rumus : AEK = 12MD + 3LB + 3LR + 1K dengan : M
: meninggal dunia
B
: luka berat
R
: luka ringan
K
: kecelakaan dengan kerugian materi
II.5.3 Analisa Hubungan Antara Jumlah Kecelakaan Dengan Faktor Penyebab Kecelakaan Dalam hal ini, untuk mengetahui hubungan antara jumlah kecelakaan dengan faktor penyebab kecelakaan adalah dengan menggunakan metode analisis Uji Korelasi dan Regresi. Hubungan antar variabel dapat berbentuk searah (+)
Universitas Sumatera Utara
atau terbalik (-). Sementara nilai koefisien korelasi berkisar antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi bernilai + (searah), dalam model regresi bermakna semakin tinggi nilai X maka semakin tinggi nilai Y. Koefisien korelasi bernilai - (terbalik), dalam model regresi bermakna semakin tinggi nilai X maka semakin rendah nilai Y. Bila nilai koefisien korelasi signifikan, usaha selanjutnya yaitu melihat bentuk hubungan antara kedua variabel tersebut (dependen – independent). Koefisien regresi bertujuan untuk mendapatan persamaan garis yang dibentuk dari kedua variabel. Analisis Uji Korelasi dan Regresi dilakukan terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah: 1. Jumlah kecelakaan dengan waktu kejadian (Jam). 2. Jumlah kecelakaan dengan pelaku (Jenis Kelamin).
II.6 Upaya Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas Secara umum Hermariza (2008) menyatakan terdapat dua metode yang dapat dilakukan dalam upaya peningkatan keselamatan jalan, yaitu metode prevensi dan metode reduksi kecelakaan. 1. Metode prevensi Prevensi / pencegahan kecelakaan dapat dilakukan dengan menekankan pada aspek perencanaan jaringan dan desain jalan. Diharapkan dengan perencanaan jaringan dan desain jalan yang baik akan dapat meningkatkan keselamatan penggunanya.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa hal yang berkaitan dengan aspek desain jalan yang berhubungan dengan keselamatan antara lain: - perencanaan geometric ( alinemen horizontal-vertikal) - kecepatan rencana - jarak pandang - drainase - pencahayaan - desain persimpangan - fasilitas penyebrang jalan dan pejalan kaki - fasilitas kendaraan umum - penggunaan rambu dan marka jalan, dan sebagainya Dalam upaya prevensi kecelakaan terdapat suatu program yang dikenal dengan 4 E yaitu Encouragement, Enforcement, Education dan Engineering. Pada program ini, dilakukan usaha dari berbagai aspek, baik dari aspek pengguna jalan (education, encouragement), aspek perencanaan jalannya (engineering) maupun dari pihak penegakan hukum yang berlaku (enforcement). Agar hasil yang diperoleh optimal, dalam melakukan upaya peningkatan keselamatan, keempat hal tersebut harus dilakukan secara seimbang.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5 Diagram 4E
2. Metode reduksi Reduksi / pengurangan kecelakan dilakukan terhadap jalan / jaringan jalan yang telah ada (eksisting) dengan menerapkan manajemen lalu lintas tanpa melakukan perubahan – perubahan mendasar terhadap konstruksi jalan yang telah ada. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam metode reduksi adalah: - perbaikan rambu lalu lintas - perbaikan marka - perbaikan geometrik - perbaikan penerangan, dan sebagainya. Menurut Dwiyogo dan Prabowo (2006) reduksi dapat dilakukan pada jalan yang telah ada dengan menerapkan manajemen lalu lintas, misalnya; Perbaikan Rambu, Penambahan Marka Jalan, Perbaikan Geometrik, dsb. Tentunya perbaikan-perbaikan ini dilakukan setelah melalui suatu bentuk evaluasi tertentu. Dari keterangan diatas, ada beberapa penyebab kecelakaan. Untuk mengurangi tingginya tingkat kecelakaan, maka ada beberapa uasaha yang dapat dilakukan dengan hasil yang cukup signifikan, yaitu dengan usaha antara lain : 1. Perbaikan karakteristik jalan. Usaha perbaikan yang bisa dilakukan misal :
Universitas Sumatera Utara
•
Perbaikan alinyemen.
•
Perbaikan skidness dari permukaan jalan.
•
Pelebaran jalan.
•
Pemasangan rambu dan alat peringatan .
•
Pemasangan lampu flashing.
•
Pemasangan median, dll.
2. Perbaikan karakteristik pengguna jalan. Usaha perbaikan yang bisa dilakukan misal : •
Penegakan hukum (Law Enforcement) yang konsisten.
•
Pendidikan.
3. Perbaikan karakteristik kendaraan. Usaha perbaikan yang bisa dilakukan misal : •
Uji kendaraan rutin.
•
Test hasil karoseri.
•
Day Time Running Light, yaitu kendaraan dengan lampu dihidupkan meskipun pada siang hari.
•
Intelligent Vehicle Highway System (IVHS), yaitu kendaraan yang dilengkapi sensor dan peralatan elektronik lain, dll. Secara ringkas usaha yang mungkin dapat dilakukan untuk mengurangi tingginya tingkat kecelakaan, seperti dalam tabel 2.10 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.6 Kondisi kecelakaan secara umum dan penanganannya No. 1
Kondisi Umum Kecelakaan Skidness (kekasatan permukaan) dan kerusakan permukaan
2
Bersenggolan antar kendaraan
3
Konflik pejalan kaki dengan Kendaraan
4
Lepas kontrol
5
Kecelakaan malam hari
6
Jarak pandang kurang
7
Kecelakaan pada tikungan dan tanjakan/turunan tajam
8
Penggunaan lajur kurang disiplin
9
Kecelakaan pada jalur yang lurus panjang dan nyaman
Upaya Penanganan Perbaikan perkerasan (surface dressing). Perbaikan jalan. Perbaikan drainase. Pemasangan marka. Meningkatkan kapasitas jalan. Penurunan kecepatan. Perbaikan alinyemen jalan. Pemisahan kendaraan dengan pejalan kaki. Fasilitas penyeberangan. Pagar pelindung/pembatas. Pengaturan kecepatan. Pemasangan rambu yang jelas. Marka jalan. Perbaikan alinyemen. Guardrail Pemasangan marka yang memantulkan cahaya. Lampu jalan. Rambu reflektif. Penyingkiran penghalang. Perbaikan alinyemen. Memasang marka menerus. Perbaikan alinyemen. Pemasangan marka penerus dobel. Penyediaan jalur penyelemat. Penyediaan lajur pendakian untuk kendaraan berat. Pemasangan marka. Pemasangan median. Penyediaan lajur pendakian untuk kendaraan berat. Penyediaan lajur untuk menyalip. Pemasangan pita penggaduh tiap jarak tertentu. Perbaikan alinyemen.
Universitas Sumatera Utara
II.7 Jalan Menurut PP No.34 Tahun 2006, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaaan tanah, di bawah permukaan tanah dan / atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
II.7.1 Bagian – Bagian Jalan Bagian – bagian jalan meliputi : a. Ruang manfaat jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dengan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian yang paling luar dari ruang manfaat jalan dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan. b. Ruang milik jalan adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang. c. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak
Universitas Sumatera Utara
mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan. II.7.2 Klasifikasi Jalan Menurut sistem jaringan jalan, jalan terdiri atas : a. Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan. b. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem jaringan jalan dengan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di dalam kawasan perkotaan. Menurut fungsinya, jalan dikelompokkan menjadi empat yaitu : a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna. b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan ratarata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. c. Jalan lokal merupakan jalan umum yamg berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah. Menurut statusnya, jalan dikelompokkan menjadi lima yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a. Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi, dan jalan strategis nasional serta jalan tol. b. Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau antar ibukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi. c. Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dan sistem jaringan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan stategis kabupaten. d. Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan antarpusat pemukiman yang berada di dalam kota. e. Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar pemukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan. Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas : a. Jalan bebas hambatan (freeway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan pelayanan menerus/tidak terputus dengan pengendalian jalan masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang, serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 lajur setiap arah dan dilengkapi dengan median.
Universitas Sumatera Utara
b. Jalan raya (highway) adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 lajur setiap arah. c. Jalan sedang (road) adalah jalan umum dengan lalu-lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 7 meter. d. Jalan kecil (street) adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5 meter.
II.8 Keaslian Penelitian Penelitian seperti ini sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan antara lain: 1.
Judul : Analisis Kecelakaan Lalu Lintas di Kota Semarang Dan Faktor Penyebabnya. Penulis: Sadar dan Robertus BC Penelitian ini menyimpulkan bahwa manusia merupakan faktor utama penyebab terjadinya kecelakaan di Kota Semarang (persentase 74,50%). Lengah, kurang hati-hati dan kurang waspada adalah perilaku pengemudi yang paling sering menyebabkan terjadinya kecelakaan (persentase 44,44%). Jenis kecelakaan dan tabrakan yang paling sering terjadi adalah tabrakan depan – samping (19,87%), dengan sepeda motor (48,26%) sebagai jenis kendaraan yang paling sering terlibat kecelakaan. Pukul 06.00-12.00 merupakan waktu dimana kecelakaan sering terjadi
Universitas Sumatera Utara
(persentase 28,14%) sedangkan 21 – 25 tahun (persentase 16,6%) adalah kelompok usia pengemudi yang paling sering terlibat kecelakaan. 2.
Judul: Studi Identifikasi Daerah Rawan Kecelakaan di Ruas Jalan Tol Jakarta-Cikampek Penulis: Uri Hermariza Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penyebab yang mendominasi di lokasi titik rawan tersebut antara lain pengemudi kurang antisipasi, pengemudi mengantuk dan ban pecah. Metode yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi lokasi rawan antara lain metode frekuensi, penentuan Upper Control Limit dan penentuan berdasarkan sebaran data kecelakaan. Hasil akhir diperoleh bahwa pada ruas tol Jakarta-Cikampek memang terdapat beberapa segmen yang menjadi titik rawan. Hal ini terbukti dari uji hipotesis yang dilakukan untuk data kecelakaan selama 11 tahun. Segmen yang menjadi titik rawan antara lain adalah km 12 km 14 untuk jalur Jakarta menuju Cikampek dan km 10 – km 14, km 25 – km 27, dan km 29 – km 30 untuk arah sebaliknya.
3.
Judul: Analisis Hubungan Kecelakaan dan V/C Ratio ( Jalan Tol Jakarta-Cikampel ) Penulis: Handjar Dwi Antoro Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari pola hubungan antara tingkat keselamatan lalu-lintas jalan raya yang diwakili oleh angka kecelakaan dan kondisi lalu-lintas yang diwakili oleh v/c rasio, sehingga dapat diprediksi lebih awal tentang kemungkinan terjadinya kecelakaan pada berbagai kondisi v/c rasio. Angka kecelakaan (accident rate)
Universitas Sumatera Utara
merupakan jumlah kecelakaan yang terjadi pada suatu ruas atau seksi jalan selama periode tertentu yang ditinjau berdasarkan panjang jalan dan volume lalu-lintas yang melewati ruas tersebut tiap 100 juta kendaraan km. Sedangkan v/c rasio yang merupakan derajat kejenuhan lalu-lintas adalah perbandingan antara volume lalu-lintas (smp) dibagi dengan kapasitas jalan. Studi kasus dilakukan di jalan tol Jakarta Cikampek (2003-2005) untuk jalan sepanjang 72,3 Km yang dibagi menjadi 13 ruas arus menuju Cikampek dan 13 ruas arus menuju Jakarta. Analisis regresi digunakan untuk mendapatkan fungsi hubungan tersebut dengan nilai R2 (koefisien determinasi) yang menujukan besarnya pengaruh perubahan variansi v/c rasio terhadap perubahan variansi angka kecelakaan. Analisis dilakukan pada agregat tahun dan pada agregat jam. Pada agregat tahun angka kecelakaan dan v/c rasio dihitung berdasarkan periode tahunan pada tiap ruas, sedangkan analisis pada agregat jam angka kecelakaan dan v/c rasio disimulasikan pada saat jam kejadian kecelakaan. Hasil analisis dengan agregat tahun menunjukan bahwa hubungan antara angka kecelakaan dan v/c adalah fungsi polynomial positif dengan titik balik maksimum pada v/c antara 0,6 sampai 0,7. Persamaannya Y = 86,75X2 + 127,4x + 0,13 (R2=0,5003). Untuk tipe kecelakaan tunggal dan jenis kecelakaan ringan hubungan juga berpola polynomial positif (+), sedangkan pada tipe kecelakaan multi dan jenis kecelakaan
Universitas Sumatera Utara
fatal/berat hubungan bersifat eksponsial negatif (-), artinya peningkatan v/c rasio justru berpengaruh terhadap menurunnya angka kecelakaan. Hasil analisis pada agregat jam menunjukan bahwa jumlah kecelakaan lebih banyak terjadi pada v/c yang relatif rendah antara 0,1 sampai dengan 0,4 dimana pada v/c tersebut kemungkinan kecepatan relatif tinggi yang berpengaruh pada kurangnya antisipasi pengemudi dalam mengontrol kendaraan. Bobot keparahan kecelakaan hampir merata pada berbagai kondisi v/c rasio. Namun pada jalan 2 lajur bobot keparahan kecelakaan relatif lebih tinggi akibat manuver kendaraan pada lajur jalan yang relatif terbatas dibandingkan pada jalan 4 lajur. Kesimpulanya adalah terdapat pola hubungan antara v/c rasio dengan angka kecelakaan di jalan tol Jakarta – Cikampek. 4.
Judul: Studi Potensi Lokasi Rawan Kecelakaan Busway Transjakarta di Koridor Sembilan Penulis: Firman Penelitian ini menyimpulkan bahwa untuk keselamatan lalulintas jalan di Koridor Busway Sembilan harus lebih ditekankan kepada desain jalan dan manajemen lalulintas di sepanjang koridor tersebut. Ditinjau dari segi aspek perancangan ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu mengenai implementasi desain jalan yang substandar sudah seringkali merenggut korban jiwa. Hasil inspeksi keselamatan jalan ditemukan ada beberapa kendala yang dapat menyebabkan kecelakaan lalulintas di sepanjang koridor busway sembilan, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
•
Separator atau pemisah antara lajur Busway dan kendaraan lainnya.
•
Simpang bersinyal, besarnya waktu antrian pada lokasi simpang bersinyal dapat mengakibatkan tabrak belakang pada antrian.
5.
Judul: Analisa Penyebab Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Prof. Ida Bagus Mantra ( Ruas Tohpati – Kusamba ) Penulis: Ir. Putu Hermawati dan Ir. I Gede Made Oka Aryawan, MT Penelitian ini menyimpulkan bahwa pada jalan Prof. Ida Bagus Mantra terdapat 3 titik lokasi rawan kecelakaan,yaitu sta 3 + 750 – 5 + 200 (Sp.4 Ketewel), sta 9 + 500 – 10 + 900 ( Br. Patolan ) dan sta 10 + 900 – 12 + 500 (Sp. Keramas), dimana penentuan lokasi blackspot adalah dengan mengindentifikasi berdasarkan analisis menurut jumlah kecelakaan (JK), indeks kecelakaan (IK) dan interpolasi pembobotan fatalitas kecelakaan (IPFK). Dan faktor penyebab kecelakaan yang paling dominan adalah karena kelalaian pengendara dan pejalan kaki.
6.
Judul: Analisis Karakteristik Kecelakaan dan Faktor Penyebab Kecelakaan Pada Jalan Bebas Hambatan ( Jalan Tol Surabaya – Gempol) Penulis: Nur Setiaji Pamungkas Penelitian ini menyimpulkan bahwa kecelakaan di Jalan Tol SurabayaGempol
sebagian
besar
disebabkan
oleh
faktor
manusia
(63,09%),selebihnya adalah faktor kendaraan (28,33%), dan faktor jalan dan lingkungan (8,58%), didominasi dengan jenis kecelakaan yang hanya mengakibatkan kerusakan materi ( Property Damage Only
Universitas Sumatera Utara
=PDO) sebesar 49,79% dan dengan tipe kecelakaan tunggal ( single accident ) sebesar 58,37%. Sedangkan lokasi rawan kecelakaannya yaitu terjadi pada ruas Waru – Gunungsari
( km 12 – km 17 ) dengan
menggunakan metode frekuensi kecelakaan ( Accident Frequency Method ) yaitu dengan nilai AF ( Accident Frequency ) 1,65 kecelakaan per-km pertahun untuk arah meninggalkan Surabaya dan 1,53 kecelakaan per-km pertahun untuk arah menuju Surabaya. 7.
Judul: Analisa Kecelakaan Lalulintas di jalan Tol Belmera Penulis: Maya Ansarida Simamora Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor penyebab kecelakaan yang mendominasi pada jalan tol Belmera adalah faktor kerusakan kendaraan (54,9%), yaitu berupa ban kendaraan pecah yang merupakan karakter yang sering muncul pada kasus kendaraan. Selanjutnya adalah faktor pengemudi itu sendiri (45,1%) yaitu yang disebabkan oleh pengemudi yang sering mengantuk disaat mengemudi. Di jalan Tol Belmera tidak terdapat lokasi rawan kecelakaan (blackspot), karena jumlah kecelakaan per km adalah 3, sedangkan nilai minimal adalah 10 kecelakaan per km (berdasarkan metode frekuensi), dan berdasarkan metode tingkat kecelakaan juga tidak terdapat blackspot, namun terdapat blacksite. Metode identifikasi blackspot, hasil metode Upper Control Limit (UCL) sama dengan hasil dari metode tingkat kecelakaan dan metode frekuensi.
Universitas Sumatera Utara