37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Penelitian Terdahulu Siswaji (2005) meneliti dengan judul “Pengaruh Indeks Bursa Asing dan Kurs Dolar Amerika Serikat (US$) Terhadap Indeks Bursa Efek Jakarta (BEJ): Penelitian Empiris Periode Sebelum, Selama dan Setelah Krisis Ekonomi (Januari 1993 – April 2005)”. Total populasi adalah sampel pada penelitian ini yang merupakan data time series indeks harga saham gabungan dan terdaftar di The Wall Street Journal dengan mengakses website www.econstats.com, adapun variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut: IHSG-Indonesia, KLCI-Malaysia, STI-Singapura, SET-Thailand, PSE-Philipina, Hangseng-Hong Kong, Nikkei225-Jepang, S&P500-AS dan Kurs Dolar Amerika Serikat terhadap Rupiah. Analisis data menggunakan: analisis statistik deskriptif
dan analisis korelasi, uji akar unit (unit root test), uji kointegrasi
(cointegration test), uji kaisalitas Granger (Granger causality test) dan variance decomposition analysis. Dari analisis data yang dilakukan pada penelitian Siswaji (2005) tersebut di atas, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1.
Terdapat perbedaan pengaruh jangka pendek bursa regional dan internasional terhadap IHSG-BEJ diantara periode sebelum, selama dan setelah krisis ekonomi 1997, yang terbukti dari hasil uji kausalitas granger dan variance decomposition analisis, yang juga didukung hasil analisis korelasi.
Universitas Sumatera Utara
38
2.
Uji kointegrasi tidak dapat secara meyakinkan membuktikan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara IHSG-BEJ dengan indeks bursa regional dan internasional.
3.
Kurs Dolar Amerika Serikat berpengaruh terhadap IHSG-BEJ pada dua periode waktu, yaitu: seluruh periode penelitian dan selama krisis ekonomi 1997, terbukti dari hasil variance decomposition analisis dan uji kausalitas granger serta didukung oleh analisis korelasi.
4.
Uji kointegrasi tidak dapat secara meyakinkan membuktikan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara IHSG-BEJ dengan kurs Dolar Amerika Serikat.
5.
Dapat
disimpulkan
BEJ
dapat
dijadikan
sebagai
tujuan
diversivikasi
internasional, khususnya untuk horizon investasi jangka panjang. Muharam (2000) meneliti dengan judul “Analisis Integrasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) Dengan Pasar Modal Dunia dan Analisis Dampak Pelepasan Batas Kepemilikan Asing Atas Saham Di Bursa Efek Jakarta (BEJ) Terhadap Return IHSG”. Populasi pada penelitian ini menjadi sampel yang merupakan data time series indeks bursa saham yang terdaftar di Bloomberg dan valuta asing di Bank Indonesia, dengan variabel-variabel penelitian sebagai berikut: MSCIWI, MSCIAP, DJIA, FTSE100, NIKKEI225, HSI, dan STI serta kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, Pounsterling Inggris, Yen Jepang, Dolar Hong Kong dan Dolar Singapura. Analisis data menggunakan: uji akar unit (unit root test), uji kointegrasi (cointegration test), dan uji statistik t-test, F-test.
Universitas Sumatera Utara
39
Dari analisis data yang dilakukan pada penelitian Muharam (2000) tersebut di atas, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1.
BEJ telah terintegrasi secara parsial dengan pasar modal-pasar modal utama dunia, dalam artian telah terjadi comovement dan keseimbangan antara IHSG dengan MSCI-World Index, MSCI-Asia Index, MSCI-Asia Pacific, DJIA, FTSE100, Nikkei225, STI, dan HIS.
2.
Dalam waktu yang bersamaan masing-masing indeks tersebut berpengaruh positif terhadap pergerakan IHSG. Nasution (2001) meneliti dengan judul “Analisis Hubungan Antara Harga
Saham dan Nilai Tukar (Kurs)”. Populasi dalam penelitian ini menjadi sampel yang merupakan data time series indeks bursa saham dan kurs di Reuters, dengan variabelvariabel penelitian sebagai berikut: IHSG/Rupiah, SES ALL/Singapure Dolar, SET/Bath, PCOMP/Peso. Analisis data menggunakan: uji stasioneritas, uji derajat integrasi dan uji kointegrasi. Dari analisis data yang dilakukan pada penelitian Nasution (2001) tersebut di atas, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 1.
Perubahan exchange rate 4 (empat) negara sampel penelitian, memiliki efek jangka panjang yang tidak searah dengan indeks harga saham, artinya depresiasi mata uang akan membawa efek pada penurunan indeks harga saham.
2.
Untuk jangka pendek, ada hubungan yang tidak searah bagi Thailand dan Singapura, sedangkan bagi Pilipina hubungan searah (positif), dan bagi Indonesia ternyata uji F joint hipotesis menunjukkan tidak signifikan adanya pengaruh
Universitas Sumatera Utara
40
(causality) jangka pendek atas perubahan exchange rate terhadap indeks harga saham. 3.
Untuk jangka panjang perubahan indek harga saham terhadap exchang rate 3 (tiga) negara yaitu: Indonesia, Thailand, dan Singapura, menunjukkan pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan Pilipina menunjukkan pengaruh yang searah.
4.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa exchang rate leading terhadap indeks harga saham dengan melihat dua faktor yang mungkin dapat dijadikan alasan untuk negara emerging market: (1) Size pasar valas jauh lebih besar dibandingkan dengan pasar saham (proksinya nilai perdagangan), (2) Penentuan pricing di pasar valas lebih bersifat internasional sedangkan pasar saham lebih bersifat domestik.
II.2. Indeks Harga Saham Dengan adanya indeks, maka dapat diketahui trend pergerakan harga saham saat ini apakah sedang naik, stabil atau turun. Misal, sebelum suatu jenis saham mulai diperdagangkan untuk pertama kalinya, saham tersebut diberi nilai indeks dasar sebesar 100 poin. Beberapa waktu kemudian sejak perdagangan dimulai dalam hitungan detik, menit dan seterusnya harga pasar baru akan terus terbentuk dan berfluktuasi. Di suatu waktu saat perdagangan, indeks berubah menjadi 160 poin, maka dapat dikatakan bahwa secara rata-rata harga saham mengalami peningkatan sebesar 60%. Semakin tinggi indeks harga saham dari indeks harga dasarnya maka semakin baik rata-rata kinerja perusahaan tersebut, namun jika indeks harga pasar
Universitas Sumatera Utara
41
berada dibawah indeks dasar 100 poin atau semakin mendekati 0 poin maka kondisi ini mencerminkan rata-rata perusahaan tersebut berkinerja jelek. Samsul (2006: 194) menyatakan bahwa: “Indeks harga saham merupakan cermin dari fluktuasi harga saham di pasar yang dinyatakan dalam suatu angka dan didasarkan pada angka dasar tertentu. Angka dasar merupakan angka indeks awal sebelum harga pasar terbentuk. Angka dasar diterapkan oleh masing-masing bursa efek yaitu: 100, 500 atau 1.000”. Fluktuasi pergerakan indeks harga saham merupakan informasi penting dalam mengambil keputusan di bursa saham. Adapun informasi yang terkandung pada fluktuasi pergerakan indeks harga saham adalah data historis yang mencerminkan seluruh kejadian yang dapat mempengaruhi investor dan fund manager perusahaan untuk melakukan aksi jual, beli atau menahan saham. Adapun data historis dapat berbentuk indeks harian maupun indeks rata-rata (rata-rata: mingguan, bulanan, kwartalan, enam bulanan dan tahunan). Indeks rata-rata tentunya terbentuk dari indeks harian, dan dalam perkembangan pergerakan indeks harga saham pada setiap hitungan waktu baik harian ataupun rata-rata, pada dasarnya indeks harga saham dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok data perdagangan, yaitu: (1) Indeks harga saham terendah (2) Indeks harga saham tertinggi dan (3) Indeks harga saham penutupan/pembuka. Dari uraian di atas, dan untuk lebih menekankan pentingnya indeks harga saham bagi investor dan fund manager di bursa saham, maka perlu diketahui fungsi dari indeks harga saham.
Universitas Sumatera Utara
42
Lubis (2008:157) menyatakan bahwa, sebuah indeks diharapkan memiliki lima fungsi, yaitu: 1. Sebagai indikator trend pasar 2. Sebagai indikator tingkat keuntungan 3. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio 4. Memfasilitasi pembentukan portofolio dengan srategi pasif 5. Memfasilitasi berkembangnya produk derivative Informasi yang terkandung dalam fungsi indeks harga saham tersebut di atas kemudian dikembangkan menjadi indeks harga saham berdasarkan sektoral, misal: industri: pertambangan, pertanian, perkebunan, perbankan, kimia dan lain-lain. Selanjutnya, informasi fungsi indeks harga saham tersebut dimanfaatkan oleh organisasi yang bertujuan komersil, dimana indeks harga saham dikelompokkan berdasarkan metodologi tertentu sehingga memiliki nilai jual. Fabozzi (1999:52) mengelompokkan indeks bursa saham menjadi tiga kategori: 1. Indeks saham yang dihasilkan oleh system perdagangan berdasarkan seluruh saham yang diperdagangkan pada system tersebut 2. Indeks yang dihasilkan oleh organisasi yang memilih saham secara subyektif untuk dimasukkan dalam indeks 3. Indeks saham dimana pemilihan saham didasarkan pada ukuran obyektif, seperti kapitalisasi pasar perusahaan. Setiap bursa saham memiliki kategori indeks harga saham tertentu dan secara umum memproduksi IHSG. Di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdapat tujuh kategori indeks harga saham, antara lain: (1) Indeks individual (2) Indeks harga saham sektoral (3) Indeks LQ45 (4) Indeks syariah atau JII (Jakarta Islamic index) (5) Indeks papan utama dan papan pengembangan (6) Indeks KOMPAS100 (7) Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG (Composite Stock Price Index).
Universitas Sumatera Utara
43
Dari penjelasan indeks harga saham tersebut di atas dan untuk mencapai sasaran penelitian, maka rumus yang disajikan berikut ini hanya difokuskan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dengan nama internasional Composite Stock Price Index. Berikut adalah rumus yang digunakan oleh bursa saham untuk menghasilkan IHSG, Samsul (2006: 184) N
∑ (kapitalisasi pasar) i=1
IHSG =
x N
∑ (nilai dasar) i=1 Keterangan : N Kapitalisasi pasar
: Total emiten di bursa saham : Jumlah saham beredar dikali harga pasar per unit saham Total nilai dasar : Jumlah saham beredar dikali nilai dasar per unit : Angka dasar Perkembangan perdagangan saham yang membentuk IHSG dengan
menggunakan rumus di atas dan interaksinya terhadap saham individu atau kelompok/parsial dapat berasosiasi positif maupun negatif. Samsul (2006: 186) menyatakan bahwa: “Naiknya IHSG tidak berarti seluruh jenis saham mengalami kenaikan harga, tetapi sebagian yang mengalami kenaikan sementara sebagian lagi mengalami penurunan. Demikian juga, turunnya IHSG dapat diartikan bahwa sebagian saham mengalami penurunan dan sebagian lagi mengalami kenaikan. Jika satu jenis saham naik harganya dan IHSG juga naik, maka berarti saham tersebut berkorelasi positif dengan kenaikan IHSG. Jika suatu jenis saham naik harganya tetapi IHSG turun, maka berarti saham tersebut berkorelasi negatif terhadap IHSG”. Dari pernyataan Samsul (2006:186) di atas dapat diambil analogi
antara
IHSG di masing-masing negara terhadap IHSG global, dan dapat dilihat bahwa, naiknya IHSG global tidak berarti seluruh IHSG bursa efek negara-negara mengalami
Universitas Sumatera Utara
44
kenaikan harga, tetapi sebagian mengalami kenaikan sementara sebagian lagi mengalami penurunan. Demikian juga, turunnya IHSG global dapat diartikan bahwa sebagian IHSG bursa efek negara-negara mengalami penurunan dan sebagian lagi mengalami kenaikan. Jika IHSG bursa efek satu negara naik harganya dan IHSG global juga naik, berarti IHSG bursa efek negara tersebut berkorelasi positif dengan kenaikan IHSG global. Jika IHSG bursa efek satu negara naik harganya tetapi IHSG global turun, berarti IHSG bursa efek negara tersebut berkorelasi negatif terhadap IHSG global. Untuk memperjelas uraian ini, disajikan Tabel II.1 yang menunjukkan korelasi IHSG beberapa bursa saham dengan indeks global, sebagai berikut: Tabel II.1. IHSG Beberapa Bursa Saham dan Indeks Global Selasa, 18 April 2006 Negara Indonesia Singapura Malaysia Pilipina Thailand Hong Kong Jepang Inggris Jerman Amerika Serikat China
IHSG
Pembukaan (Poin)
Penutupan (Poin)
Perubahan Dalam Persen (%) 2.206 0.349 0.088 -0.163 Na 1.267 1.368 0.244 -0.270 1.708 0.471
IHSG 1387.89 1417.38 Straits Times 2555.66 2559.25 KLSE 940.650 940.570 PSE Composite 2232.61 2225.72 SET Index Na Na Hang Seng 16534.9 16637.5 Nikkei-225 16971.8 17232.9 FTSE 100 FTI 6029.40 6044.10 DAX 30-DA 5915.11 5902.58 S&P 500 1285.33 1307.28 Shanghai Cp 1379.81 1385.11 S&P Global 1200 Global Na 1494.61 1.420 stock issue Sumber: http://www.econstats.com/eqty/eqem_mi_0.htm dan http://www.econstats .com/eqty/ eqem_ap_0.htm
Pada Tabel II.1. di kolom perubahan dalam persen (%) tersebut di atas, dapat dilihat bahwa, IHSG: Indonesia, Singapura, Malaysia, Hong Kong, Jepang, Inggris, Amerika Serikat dan China, berkorelasi positif terhadap Indeks Global (S&P Global
Universitas Sumatera Utara
45
1200 stock issue). Sedangkan IHSG: Pilipina dan Jerman berkorelasi negatif dengan Indeks Global. II.3. Fungsi Bursa Saham Pasar modal sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli sehubungan dengan transaksi efek dan difasilitasi oleh lembaga yang disebut dengan bursa efek, dimana saham merupakan salah satu bagian dari efek yang menjadi instrumen di pasar modal, maka dapatlah dinyatakan pemahaman tentang fungsi bursa saham menunjukkan pemahaman sebagian fungsi pasar modal atau dengan kata lain pemahaman fungsi pasar modal mencerminkan pemahaman dari fungsi bursa saham. Suta (2000:17) menyatakan bahwa: “Sebagai sumber dana segar jangka panjang, keberadaan pasar modal bukan cuma sebagai wahana sumber pembiayaan, tetapi juga sebagai sarana investasi yang melibatkan seluruh potensi masyarakat, baik yang tersedia dikantong dalam negeri maupun pundi-pundi yang tersebar di luar negeri yang memanfaatkan pasar modal sebagai sarana investasi bukan cuma pemodal lokal tapi juga pemodal asing”. Selanjutnya, Yuliati, Prasetyo dan Tjiptono (1996:11-12) menyatakan fungsi pasar modal dengan lebih rinci, sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah (sektor pembangunan), pasar modal merupakan wahana untuk memobilisasi dana masyarakat (dalam negeri dan luar negeri), dimana dana tersebut tidak memiliki efek inflatoir (meskipun tergolong sebagai dana murah). Melalui pasar modal, dana masyarakat akan dialokasikan kesektor yang paling produktif dan efisien, sehingga akan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Bagi dunia usaha, pasar modal merupakan alternatif untuk memperoleh dana segar, yaitu dengan go public. Alternatif ini dapat dimamfaatkan untuk memperbaiki struktur modal perusahaan (menghindarkan perusahaan dari debt to equity ratio yang tinggi) dan meningkatkan nilai perusahaan. Karena dana yang diperoleh dari pasar modal merupakan dana yang murah, maka biaya modal perusahaan dapat ditekan. Hal ini berarti kemungkinan untuk melakukan ekspansi akan semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
46
3. Bagi investor, pasar modal merupakan salah satu alat penyalur dana investasi. Kehadiran pasar modal akan memperbanyak pilihan investasi sehingga kesempatan untuk memilih investasi yang sesuai dengan preferensi investor akan semakin besar. Pernyataan di atas berkembang lebih luas dengan memasukkan pemerintah sebagai pihak yang berkepentingan terhadap fungsi pasar modal. Dengan berfungsinya pasar modal sebagai sumber pendanaan usaha jangka panjang dengan biaya murah, maka pemerintah berharap pasar modal akan menjadi tumpuan bergeraknya pertumbuhan ekonomi nasional. Sukses tidaknya pemerintah dalam melaksanakan fungsi pasar modal sesuai harapan, tidak terlepas dari kondisi variabel indikator makro ekonomi yang pada dasarnya berada dalam kebijakan dan kontrol pemerintah. Penelitian yang menyinggung tentang korelasi antara kinerja bursa saham dengan variabel indikator makro ekonomi telah banyak dilakukan dan terbukti dari berbagai hasil penelitian seperti yang dilakukan oleh: Wirachman (2005) dan Jati (2003). Wirachman (2005) dengan tujuan penelitian untuk melihat seberapa jauh gejolak ekonomi yang diwakili pergerakan indikator pertumbuhan ekonomi (Gross Domestic Produck), Laju inflasi, tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan US$, berpengaruh terhadap imbal hasil indeks IHSG di Bursa Efek Jakarta pada kurun waktu tahun 1997 sampai dengan tahun 2001, dan dari hasil analisis diperoleh gambaran bahwa, pada dasarnya pengaruh indikator-indikator ekonomi tersebut secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap imbal hasil indeks IHSG, dan dapat menjelaskan pengaruhnya sebesar 61,90% dan sisanya sebesar 38,10% dijelaskan oleh variabel lainnya.
Universitas Sumatera Utara
47
Sedangkan Jati (2003) dengan tujuan penelitian untuk menguji seberapa jauh pengaruh imbal hasil IHSG dan LQ45 terhadap perubahan kurs Dolar Amerika Serikat (US$), inflasi dan tingkat bunga deposito yang diamati mulai Januari 1998 sampai dengan Desember 2002 di Bursa Efek Jakarta, dan dari hasil analisis di peroleh gambaran bahwa, selama krisis moneter variabilitas dari variabel makro maupun imbal hasil IHSG dan LQ45 sangat besar. Terbesar adalah perubahan nilai kurs dan terendah adalah deposito. Dari hasil analisis regresi, variabel terikat dipengaruhi sebesar 45,18% dan sisanya sebesar 54,82% dijelaskan oleh variabel lainnya. Berdasarkan kondisi di atas, merupakan salah satu faktor penting yang mendorong pemerintah untuk turut serta berperan sebagai regulator di pasar modal, sebab pasar modal merupakan cermin kondisi baik buruknya perekonomian suatu negara yang dapat merangsang masuknya investasi langsung atau portofolio baik domestik ataupun internasional. Di sisi lain, yang terpenting dari hasil penelitian tersebut adalah pemerintah harus menjaga stabilitas variabel makro ekonomi agar bursa saham dapat berfungsi dengan baik. Berfungsinya bursa saham dengan baik juga mengindikasikan bahwa semua aktifitas yang dilakukan oleh stakeholders di bursa saham telah berjalan sesuai dengan regulasi yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah yang berkompeten di bursa saham. Tidak ada kebohongan, semua kondisi perusahan yang menjadi emiten tercermin dalam prospektus yang dijamin kebenarannya oleh lembaga pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
48
Sehingga secara fundamental investor domestik maupun internasional dapat memilih saham yang dikehendakinya, yang tampak lebih menguntungkan untuk berinvestasi. McEachern (2001:261) menyatakan bahwa, salah satu fungsi dari pasar modal (pasar sekuritas) adalah: “untuk mengalokasikan dana investasi ke perusahaan-perusahaan yang tampak mampu menggunakan dana secara paling menguntungkan”. Namun, seiring perjalanan waktu, pertumbuhan dan perkembangan ekonomi negara dan global telah menimbulkan permasalahan unik di setiap bursa saham, misalnya: krisis pada tahun 1997 di mulai dari krisis moneter di Thailand, kemudian merambat ke negara-negara Asia dan pada akhirnya menjadi pemicu krisis indeks harga saham global. Sedangkan fenomena dewasa ini, krisis indeks harga saham tahun 2008 di mulai dari krisis indeks harga saham di Amerika Serikat, kemudian merambat menjadi krisis indeks harga saham di seluruh bursa saham secara global dan menjadi pemicu depresiasi mata uang domestik terhadap Dolar Amerika Serikat di beberapa negara termasuk Indonesia. Selain itu, adanya kecenderungan negaranegara satu kawasan untuk membangun berbagai kerjasama, diantaranya membangun pasar modal tunggal negara-negara ASEAN (Association South East of Asia Nation) sebagaimana yang telah dilakukan di Uni Eropa. Oleh karana itu, dianggap perlu melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penelitian-penelitian terdahulu.
Universitas Sumatera Utara
49
II.4. Integrasi dan Saling Keterkaitan Pasar Modal Dewasa ini, sesuai dengan fungsi pasar modal yang telah diuraikan di atas pemerintah tengah berkompetisi mendapatkan modal segar dari investor yang berasal dari berbagai negara untuk membiayai pembangunan sektor formal termasuk melalui pasar modal. Untuk itu, setiap pemerintah berupaya memodernisasi pasar modal dan memberi stimulus yang lebih menguntungkan dengan harapan para investor domestik dan internasional bersedia berinvestasi di negaranya. Dari uraian di atas, berarti secara teoritis setiap pemerintah tengah mengupayakan terintegrasinya pasar modal yang ada dalam negaranya ke dalam pasar modal global. Integrasi berarti perpaduan pasar modal antar negara ke dalam satu pasar modal global. Karena globalisasi pasar modal, maka calon investor dan perusahaan penerbit (issuer) pada tahap IPO atau emisi saham baru tidak hanya melakukan transaksi dalam ruang lingkup yang terbatas. Selanjutnya, jika investor domestik maupun internasional dapat berinvestasi dan melakukan diversifikasi investasi dimana saja, maka pemerintah telah memposisikan pasar modal yang ada di negaranya ke dalam fully integrated market. Namun sebaliknya, jika pemerintah memberi hambatan yang substansial terhadap investor asing dalam melakukan investasi di pasar modal dan pemodal lokal sulit melakukan diversifikasi eksternal sehingga pembentukan harga lebih dipengaruhi pasar lokal maka pemerintah telah memposisikan pasar modal yang ada dinegaranya kedalam segmented market.
Universitas Sumatera Utara
50
Kebebasan dalam melakukan transaksi investasi saham lintas negara menyebabkan terbentuknya pasar modal internal dan eksternal. Pasar modal internal yang fully integrated market terdiri dari dua macam pasar yaitu pasar domestik dan pasar asing. Fabozzi dan Peterson (2003:837-838) menyatakan bahwa: From the perspective of a given country, capital markets can be classified into two markets: 1. Internal market. The internal market is also called the national market It can be decomposed into two parts: the domestic market and the foreign market. The domestic market is where issuers domiciled in the country issue securities and where those securities are subsequently traded. The foreign market of a country is where issuers not domiciled in the country issue securities and where the securities are then traded. The rules governing the issuance of foreign securities are those imposed by regulatory authorities where the security is issued. 2. External market. The external market, also called the international market, includes securities with the following distinguishing features: (1) they are underwritten by an international syndicate, (2) they are offered at issuance simultaneously to investors in a number of countries, and (3) they are issued outside the jurisdiction of any single country. The external market is commonly referred to as the offshore market or, more popularly, the Euromarket. Berbicara dari perspektif suatu negara, pasar modal dapat digolongkan ke dalam dua pasar: 1. Pasar internal, pasar internal dapat juga disebut dengan pasar nasional dan dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu: pasar domestik dan pasar luar negeri. Pasar domestik adalah pasar di mana emiten berada dan menerbitkan sekuritas di tempat tersebut. Sedangkan pasar luar negeri adalah pasar di mana emiten menerbitkan sekuritas di suatu tempat namun dalam aktivitas usahanya tidak berada di tempat tersebut. Pada pasar luar
Universitas Sumatera Utara
51
negeri ini, emiten harus mematuhi peraturan yang diberlakukan oleh otoritas pasar modal setempat. 2. Pasar eksternal, pasar eksternal disebut juga dengan pasar internasional. Sekuritas-sekuritas yang diterbitkan di pasar eksternal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara: (1) Mempercayakan pada underwritten yang mempunyai jaringan internasional (2) Melakukan penerbitan dan penawaran sekaligus secara langsung kepada investor di beberapa negara (3) Agar sekuritas dapat diterbitkan maka harus memenuhi ketentuan hukum di setiap negara yang menjadi tujuan penerbitan. Pasar eksternal biasa juga disebut sebagai Euromarket. Uraian di atas dapat menjelaskan bahwa, pasar modal yang berada pada posisi fully integrated market secara teoritis akan berkorelasi dengan pasar modal lain. Artinya jika terjadi peristiwa pada satu pasar modal maka akan menjadi pemicu terjadinya peristiwa pada pasar modal-pasar modal lainnya. Seperti pada saat terjadi krisis pasar modal pada tahun 1997 yang bermula dari Asia dan krisis pasar modal yang terjadi pada tahun 2008 yang bermula dari Amerika serikat berdampak pada pasar modal secara global. Terintegrasinya pasar modal dalam uraian di atas dapat didorong oleh beberapa faktor, sebagaimana pada pernyataan berikut ini: Eun dan Resnick (2004:188) menyatakan bahwa: during the 1980s world capital markets began a trend toward greater global integration. Several factors account for this movement: 1. Investors began to realize the benefit of international portofolio diversification.
Universitas Sumatera Utara
52
2. Major capital markets become more liberalized though the elimination of fixed trading commissions, the reduction in governmental regulation, and measures taken by the ueropean union to integrate their capital markets. 3. New computer and communication technology facilitated effeciens and fair securities trading through order routing and execution, information dissemination, and clearance and settlement. 4. MNCs realize the benefits of sourcing new capital internationally. Sejak tahun 1980-an pasar modal di setiap negara memulai tren integrasi secara global. Ada beberapa faktor yang mendorong peristiwa ini: 1. Investor
mulai
menyadari
manfaat
dari
diversivikasi
portofolio
internasional. 2. Pasar modal menjadi lebih bebas yang ditandai dengan: penghapusan perdagangan komisi tetap, pengurangan peraturan pemerintah, dan langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah uni eropa untuk menyatukan pasar modal mereka. 3. Teknologi komputer dan komunikasi menyebabkan efesiensi dalam pembelian
dan
penjualan
sekuritas,
penyebaran
informasi,
dan
penyelesaian transaksi. 4. Keberadaan dan aktivitas MNC’s (Multi National Corporation’s) yang berupaya memperoleh sumber modal segar internasional. Dampak dari terintegrasinya pasar modal secara global dalam uraian terdahulu akan tampak dan menarik untuk dieksplorasi pada prilaku MNC’s dan perusahaanperusahaan domestik yang melakukan cross listing serta investor yang melakukan diversifikasi portofolio internasional.
Universitas Sumatera Utara
53
MNC’s dapat mencari dana dari para investor luar negeri dengan menerbitkan saham di pasar modal eksternal. Dalam hal ini MNC’s tidak hanya melakukan listing pada negara-negara yang menjadi wilayah operasi bisnisnya, namun bisa saja pada negara-negara yang bukan menjadi wilayah operasi bisnisnya. Demikian juga halnya dengan perusahaan yang masih bertarap domestik, dapat saja melakukan cross listing pada pasar modal eksternal. Misalnya, swastanisasi yang dilakukan pada perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada di Amerika Latin dan Eropa, karena besarnya ukuran dari sejumlah badan usaha yang diswastanisasi, pasar modal lokal tidak mampu menyerap semua saham yang ditawarkan. Pada masa itu dipilihlah pasar modal Amerika Serikat untuk melakukan emisi saham dengan alasan tingginya likuiditas emisi perdana dan memungkinkan untuk terjualnya seluruh emisi saham. Selain hal tersebut, alasan lain perusahaan domestik melakukan cross listing adalah untuk menebar basis pemegang saham, jika perusahaan domestik hanya menerbitkan saham dinegaranya maka dihawatirkan saham tersebut sebagian besar akan diserap sejumlah kecil investor perusahaan. Kondisi ini sangat beresiko menimbulkan gejolak harga saham pada saat investor perusahaan tersebut menjual sahamnya. Namun dengan melakukan cross listing, maka perusahaan domestik telah mendiversifikasi basis pemegang saham dan mereduksi risiko. Dari uraian di atas dapatlah dianalogikan bahwa, perusahaan-perusahaan domestik dan MNC’s yang melakukan cross listing telah melakukan aktivitas internasional. Pada Tabel II.2. disajikan rincian pengelompokan negara-negara
Universitas Sumatera Utara
54
berdasarkan wilayah, perusahaan-perusahaan dan bursa-bursa saham yang melakukan aktivitas domestik dan internasional, sebagai berikut: Tabel II.2. Stock Market Internationalization by Region (Pasar Modal Internasional Berdasarkan Pengelompokan Wilayah) Number of Countries with Active Stock Markets
Number of Countries with Internation al Activity
Share of Countries with internasional activity
161
82
48
58.5%
23,910
889
3.7%
53
17
11
64.7%
2,278
98
4.3%
34
21
10
47.6%
11,504
332
2.9%
Number of Countrie s
Region
Developing Countries Africa (Developing) Asia (Developing)
Number of Firms Listed in the Domestic Market
Number of International Firms
Share of International Firms
Eastern Europe (Including 27 21 14 66.7% 7,632 151 2.0% Former Soviet) Union) Latin America & 34 20 10 50.0% 1,743 258 14.8% Caribbean Developed 13,061 1,657 12.7% 44 29 22 75.9% Countries Total 205 111 70 63.1% 36,971 2,546 6.9% Sumber: Claessens and Schmukler, 2007, “International Financial Integration Though Equity Merket: Which Firms from Which Countries Go global?”
Pada Table II.2. tersebut di atas dapat dilihat bahwa, tidak semua bursa saham melakukan aktivitas internasional di zaman keterbukaan dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat saat ini, sekalipun negaranegara tersebut berada diwilayah Eropa. Di Afrika 35,3% bursa saham tidak melakukan aktivitas internasional, di Asia 52,4% bursa saham tidak melakukan aktifitas internasional, di Eropa Barat 33,3% bursa saham tidak melakukan aktifitas internasional, dan di Amerika Latin serta di Karibia 50% bursa saham tidak melakukan aktivitas internasional.
Universitas Sumatera Utara
55
Yusgiantoro (2004:153) menyatakan bahwa, masuknya saham perusahaan dalam pasar modal internasional bertujuan untuk: 1. Mendukung memenuhi peningkatan modal untuk membiayai investasi perusahaan yang besar. Dana yang lebih besar akan mampu diserap dari pasar modal internasional. 2. Meningkatkan likuiditas saham perusahaan melalui penjualan saham baru kepada investor asing diluar negeri. 3. Mengoreksi saham perusahaan dari segi harga, likuiditas dan pasar modal domestik. Dalam banyak kasus dijumpai efesiensi dari struktur pasar modal berbeda untuk setiap negara. 4. Mendorong perkembangan pasar sekunder yang likuid dalam penerbitan saham baru. Strategi pengembangan perusahaan yang akan melakukan akuisisi akan lebih tertarik dengan menawarkan sahamnya lewat pasar sekunder yang likuid, daripada dengan pembayaran tunai. 5. Meningkatkan image dari perusahaan yang akan go internasional untuk ke berbagai pihak yang berkepentingan (konsumen, pemerintah, bank, kereditur, perusahaan yang akan membangun kerjasama joint ventures, dan sebagainya). Sedangkan Eun dan Resnick (2004:188) menyatakan bahwa : a firm my dicide to cross list its shares for many reasons: 1. Cross listing provides a means for expending the investor base for a firm’s stock, thus potencially increasing the demand for the stock. Increased demand for a company’s stock my increase the market price. Additionally, greater market demand and a broader investor base improve the price liquidity of the security. 2. Cross listing establishes name recognition of the company in anew capital market, thus paving the way for the firm to source new equity or debt capital from local investors as demands dictate. 3. Cross listing bring the firm’s name before more investor and consumer groups. Local consumers (investors) may more likely become investors in (consumers of) the company’s stock is (products are) locally available. International portofolio diversification is facilitated for investors if they can trade the security on their own stock exchange. 4. Cross listing may mitigate the posibelity of hostile takeover of the firm thought thr broader investor base created for the firm’s shares. Beberapa alasan sebuah perusahaan memutuskan untuk melakukan cross listing, adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
56
1. Cross listing merupakan sarana penjualan saham kepada investor yang lebih luas, sehingga secara potensial meningkatkan permintaan pasar terhadap saham, hal ini tentu saja akan meningkatkan harga saham. Selain itu penyebaran basis pemegang saham akan meningkatkan keaman dari penjualan saham secara bersamaan oleh investor. 2. Cross listing akan memperkenalkan perusahaan di pasar modal baru, dan merupakan jalan bagi investor untuk mendapatkan sumber modal baru baik dari ekuitas maupun obligasi. 3. Cross listing akan memperkenalkan nama perusahaan terhdap investor individu dan institusi/perusahaan baru. Investor lokal mungkin lebih cendrung menjadi investor terhadap saham perusahaan yang tersedia secara lokal. Namun jika ingin mendapatkan keamanan investasi, mereka dapat melakukan diversifikasi portofolio internasional di pasar modal yang ada ditempat mereka berada. 4. Cross listing akan mencipkan investor lintas batas dan dapat menghindarkan perusahaan dari pengambil alihan perusahaan oleh pihak pesaing. Dari sisi investor, fully integrated market memungkinkan investor untuk melakukan dua aktivitas investasi: (1) Melakukan pergerakan modal lintas negara untuk mendiversifikasi saham yang tercatat pada bursa saham eksternal/asing. (2) Melakukan diversifikasi saham asing, yang listing di bursa saham internal/domestik.
Universitas Sumatera Utara
57
Aktivitas investor pada poin 1 (satu) dan poin 2 (dua) dapat diperjelas pada penyajian Table II.3 dan Tabel II.4., sebagai berikut: Tabel II.3. Investment Equity Markets 2004 In US$ Millions (Investasi Pasar Modal 2004 dalam Juta Dolar Amerika Serikat) Investmen to:
NAFTA
EU15
Investment from: East Asia
Rest of the World
Equity Securities NAFTA 389 (13.5) 914 (21.6) 212 (33.5) 237 (24.5) EU15 1,253 (43.5) 2,348 (55.5) 179 (28.2) 415 (42.9) East Asia 523 (18.1) 402 (9.5) 78 (12.3) 48 (5.0) Rest of the world 718 (24.9) 569 (13.4) 164 (25.9) 267 (27.6) Total Global 2,882 (100) 4,233 (100) 632 (100) 967 (100) Sumber: Kawai, 2006, “Financial Integration and Bond Market Development in East Asia”
Total Global
1,752 (20.1) 4,194 (48.1) 1,051 (12.1) 1,718 (19.7) 8,715 (100)
Pada Tabel II.3. di atas, menyajikan rincian total kapitalisasi investasi saham lintas negara dan dapat dilihat bahwa, investasi internasional/asing di NAFTA sebesar 86,5% jauh melebihi investasi domestik sebesar 13,5%, investasi internasional di EU15 sebesar 44,5% lebih kecil dari investasi domestik sebesar 55,5%, investasi internasional di East Asia sebesar 87,7% jauh melebihi investasi domestik sebesar 12,3%, dan investasi internasional di Rest of the World sebesar 72,4% jauh melebihi investasi domestik 27,6%.
Universitas Sumatera Utara
58
Tabel II.4. Nilai Perdagangan Saham yang Dilakukan oleh Investor Indonesia dan Asing di Bursa Efek Indonesia (BEI) Investor Indonesia Investor Asing Posisi Akhir (Rp juta) Beli (Juta Jual(Juta Beli (Juta Jual (Juta Indonesia Beli Asing beli dari Rupiah) Rupiah) Rupiah) Rupiah) dari Asing Indonesia 2000 97.686.520,4 98.494.957,6 25.088.243,9 24.279.806,6 808.437,3 2001 84.760.050,0 89.251.529,8 12.762.773,6 8.271.294,2 4.491.479,4 2002 107.156.291,2 115.068.613,4 13.606.525,3 5.694.203,1 7.912.322,2 2003 85.323.551,1 95.200.655,4 40.132.817,7 30.255.713,4 9.877.104,3 2004 136.244.904,5 155.058.723,3 110.762.049,1 91.948.322,4 18.813.726,7 2005 248.986.892,0 233.568.955,9 157.083.694,3 172.501.630,9 15.417.936,1 2006 305.173.152,9 322.473.504,0 140.534.970,1 123.234.618,9 17.300.351,2 2007 806.350.888,8 838.958.190,3 243.803.412,4 211.196.110,9 32.607.301,5 Sumber: http://www.bapepam.go.id/pasar_modal/publikasi_pm/statistik_pm/2008_V_1.pdf Periode
Pada tabel II.4. disajikan rincian nilai perdagangan saham yang dilakukan oleh investor Indonesia dan asing di pasar modal Indonesia, dan dapat dilihat bahwa: sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 pihak investor asing begitu agresif bertransaksi di Bursa Efek Indonesia, namun di tahun 2005 investor asing hampir menjual seluruh efek yang dimilikinya, dan kembali bertransaksi di tahun 2006 dan tahun 2007. Hal ini dimungkinkan karena jatuhnya Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana di Indonesia, dengan detail kronologi sebagai berikut “Total dana kelolaan atau NAB reksa dana yang mencapai puncak keemasannya pada Februari 2005 senilai Rp. 113,6 triliun, langsung anjlok menjadi Rp. 65,7 triliun pada Agustus tahun 2005. Pada bulan September tahun 2005 NAB tinggal Rp. 32,9 triliun. Posisi pada September tahun 2005 ini jauh lebih rendah dari tahun 2002, 2003, 2004 yang masing-masing tercatat Rp. 46,6 triliun, Rp. 69,5 triliun dan Rp. 103,8 triliun. (Gunarto, 2006: 3-4)”. Pergerakan investasi portofolio lintas batas menunjukkan bahwa investor telah memahami kesimpulan teori yang menyatakan: mendiversifikasi investasi saham
Universitas Sumatera Utara
59
dalam portofolio internasional serta merta akan mendiversifikasi risiko terhadap return, dari sebuah nasehat yang menyatakan “Don’t put all your eggs in one basket” yang maksudnya: mendiversifikasi saham internasional memiliki risiko dan return yang optimal dan berbanding terbalik jika hanya mendiversifikasi pada saham-saham domestik. Eun dan Resnick (2004:248) menyatakan bahwa:“Relatively low international correlations imply that investor should be able to reduce portofolio risk more if they diversivy internationally rather than domestically. Since the magnitude of gains from international diversification in terms of risk reduction depends on the international correlation structure, it is useful to examine it empirically”. Relatif rendahnya korelasi pasar modal internasional mengisaratkan bahwa investor yang melakukan diversifikasi internasional akan lebih dapat mengurangi resiko dari pada hanya berinvestasi di dalam negeri. Menariknya keuntungan dan pengurangan risiko dari diversifikasi internasional tergantung dari struktur korelasi internasional, dan diperlukan pengkajian terhadap pengalaman perdagangan saham di masa lalu. Dalam banyak penelitian menyimpulkan bahwa, risiko berinvestasi di suatu negara diantaranya dipengaruhi oleh: karakteristik pasar modal, kondisi makro ekonomi, dan kebijakan politik negara. Beberapa hal yang menjadi risiko sistematis (systemic risk) tersebut tentu memiliki karakter yang unik disetiap negara, sehigga risiko terhadap return saham di setiap negara berbeda pula. Risiko terhadap return saham di suatu negara akan sangat mempengaruhi physikologis investor dalam mengelola portofolio internasionalnya. Misalnya, krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2008, mendorong investor
Universitas Sumatera Utara
60
melepas saham-saham perusahaan Amerika Serikat baik yang listing di pasar modal domestik maupun yang diperoleh langsung dari pasar modal Amerika Serikat (eksternal). Adapun saham-saham perusahaan yang dilepas tersebut secara fundamental tentunya dari perusahaan yang sensitif terhadap krisis ekonomi. Oleh karena itu, dapatlah dinyatakan bahwa, risiko terhadap return saham pada pasar modal yang berada pada posisi fully integrated market akan dipengaruhi oleh situasi domestik dan internasional. Solnik (1994) dalam Muharam (2000: 7) menyatakan bahwa, secara umum return saham individu dipengaruhi oleh empat faktor, sebagai berikut: 1. Indeks Saham Dunia 2. Indeks Sektor Industry (Internasional) 3. Pergerakan Mata Uang 4. Indeks Saham Domestik Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa, integrasi dan saling keterkaitan antar pasar modal seperti pada penjelasan di atas ke dalam sebuah pasar modal global disebabkan oleh aktivitas MNCs dan perusahaan-perusahaan domestik yang melakukan listing internasional dan investor yang melakukan aktivitas internasional yang memamfaatkan kebijakan pemerintah suatu negara yang menempatkan pasar modalnya ke posisi fully integrated market, dan tentunya ketiga elemen ini akan saling melakukan respon informasi. II.5. Keterkaitan Kurs Dolar Amerika Serikat (US$) dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Diterapkannya sistem manajemen devisa bebas dan sistem manajemen mata uang mengambang ikut mendorong terkaitnya Bursa Efek Indonesia dan pasar valuta asing di Indonesia dengan pasar modal dunia, karena para investor bebas
Universitas Sumatera Utara
61
memasukkan dan menarik modalnya dari Indonesia diantaranya dalam rangka bertransaksi saham. Pada saat investor membawa modal dari negaranya untuk membeli saham di Bursa Efek Indonesia, maka modal asing tersebut harus ditukar menjadi Rupiah, karena transaksi saham di pasar modal Indonesia dilakukan dengan Rupiah. Pada tahapan ini, kurs valuta asing terhadap Rupiah akan menjadi catatan penting bagi masa depan saham yang dikelolanya. Secara teoritis, kurs merupakan salah satu besaran makro ekonomi yang berpengaruh terhadap sektor perekonomian suatu negara, terutama sektor ekonomi yang melakukan aktivitas internasional. Pasar modal merupakan salah satu bagian dari sektor perekonomian suatu negara, dimana pada uraian sebelumnya dinyatakan bahwa, pasar modal yang fully integrated market adalah pasar modal yang tengah melakukan aktivitas internasional. Sehinga dapat dianalogikan bahwa kurs mata uang asing berkorelasi dengan indeks harga saham di pasar modal yang fully integrated market. Teori makro ekonomi ini diperkuat oleh Suta (2000:15) yang menyatakan bahwa: “Fluktuasi nilai Rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs Rupiah terhadap Dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibanding dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Buruknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan dapat mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham dipasar modal. Bagi investor asing akan cendrung melakukan penarikan modal sehingga terjadi capital outflow”.
Universitas Sumatera Utara
62
Sedangkan dari sudut pandang teori mikro ekonomi, perubahan nilai kurs valuta asing akan direspon oleh investor dengan merubah koleksi portofolionya. Apresiasi mata uang domestik (local currency) cendrung akan menurunkan keuntungan perusahaan yang bergerak dibidang ekspor dan MNC’s, hal ini akan berdampak pada ketidak mampuan perusahaan dalam merealisasikan deviden sesuai dengan harapan investor dan selanjutnya investor akan menjual saham yang dikelolanya untuk memperoleh capital gains atau menghindari penurunan harga saham yang terus berlanjut. Peristiwa makro ekonomi yang ditanggapi dengan reaksi mikro ekonomi dapat dilihat dengan jelas pada kasus krisis ekonomi yang menyebabkan melemahnya nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Dimana pada awal tahun 1997 hanya berkisar Rp 2.500,- per Dolar Amerika Serikat, meningkat menjadi Rp17.000,- per Dolar Amerika Serikat. Meningkatnya nilai Dolar Amerika Serikat, menyebabkan beban hutang badan usaha semakin besar jika dinilai dengan Rupiah: dan akhirnya akan berujung pada menurunnya profitabilitas badan usaha. Fakta di Bursa Efek Jakarta menunjukkan bahwa, pada akhir tahun 1997 sebanyak 210 badan usaha dari 279 badan usaha publik mengalami penurunan laba. Bahkan tercatat 75% dari 210 badan usaha publik yang menyampaikan laporan keuangan mengalami rugi bersih yang cukup besar (Ivon, 2001 dalam Utami dan Rahayu, 2003: 124). Kondisi ini akan direspon negatif oleh investor dan para fund manager, dan bila mereka dilanda panik, mereka biasanya menjual semua saham yang dimiliki untuk memperoleh dana tunai, yang kemudian digunakan untuk membeli Dolar Amerika Serikat.
Universitas Sumatera Utara
63
Karwiyani (2004:34) dalam Siswaji (2005:15) menyatakan bahwa: “Melemahnya nilai tukar rupiah akan berakibat mengalirnya dana ke pasar valuta asing, baik dana dari pasar uang maupun pasar modal. Pengalihan dana dari pasar uang akan mengakibatkan likuiditas ketat, sementara itu di pasar modal harga saham mengalami penurunan karena terjadi aksi jual”. Untuk memperjelas uraian di atas, pada Tabel II.5 disajikan, fluktuasi IHSG dan Dolar Amerika Serikat (US$) pada saat terjadi krisis pada tahun 1997 dan tahun 2008, sebagai berikut: Tabel II.5. Fluktuasi IHSG Bursa Efek Indonesia dan Kurs Dolar Amerika Serikat (US$) pada Saat Krisis Tahun 2008-2009 dan Tahun 1997-1998 2008-2009 1997-1998 Tanggal/Bulan/Tahun IHSG US$ IHSG US$ 08 September 2008 2038.00 9337.070 04 September 1997 533.870 3042.0 08 Oktober 2008 1451.67 9532.890 06 Oktober 1997 512.890 3765.0 10 November 2008 1340.68 11098.80 06 November 1997 478.920 3290.0 10 Desember 2008 1315.90 11286.70 08 Desember 1997 423.610 4105.0 09 Januari 2009 1416.67 10976.90 12 Januari 1998 350.240 9300.0 09 Februari 2009 1342.23 11655.0 12 Februari 1998 442.290 7800.0 10 Maret 2009 1300.21 12106.50 13 Maret 1998 506.730 10550.0 - 13 April 1998 524.060 7650.0 Sumber: http://www.econstats.com/eqty/eqem_ap_12.htm dan http://www.oanda.com/convert/fxhistory Tanggal/Bulan/Tahun
Dari tabel II.5. di atas dapat dilihat bahwa, pada saat krisis tahun 2008 sampai dengan 2009 US$ berkorelasi negatif dengan IHSG, jika US$ mengalami penguatan, maka IHSG akan mengalami pelemahan, demikian juga sebaliknya. Namun tidak demikian pada saat krisis tahun 1997 sampai dengan tahun 1998, dapat dilihat antara tanggal 12 Januari 1998 sampai dengan tanggal 12 Februari 1998, pada saat US$ menurun Rp. 1500,- IHSG meningkat 92,05 basis poin. Terkecuali antara tanggal 06 Oktober 1997 sampai dengan tanggal 06 November 1997, dimana US$ dan IHSG sama-sama menurun, pada tanggal 12 Februari 1998 sampai dengan tanggal 13 Maret 1998, US$ dan IHSG sama-sama meningkat, hal ini dimungkinkan karena tingkat
Universitas Sumatera Utara
64
kepercayaan investor terhadap kondisi perpolitikan Indonesia yang pasang surut tidak menentu di sepanjang tahun 1998. II.6. Teori Portofolio dan Diversifikasi Investasi Internasional Keekonomian suatu portofolio jika ditinjau dari sudut pandang prinsip ekonomi “dengan pengorbanan sekecil-kecilnya untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya” tentu sangat berkaitan dengan tujuan dilakukannya optimasi portofolio, yaitu resiko yang minimal dengan return yang maksimal. Dalam teori keuangan, return yang tinggi selalu seimbang dengan risiko yang dihadapi. Oleh karenanya, diperlukan pembentukan diversifikasi portofolio internasional, sehingga diharapankan akan terbentuk portofolio yang ekonomis, yaitu: return yang maksimal dengan risiko yang minimal. Hady (2004:93) menyatakan bahwa, yang menjadi motif arus modal internasional dalam bentuk portfolio investment adalah: 1. High Return Motif dasar dari international portfolio investment adalah untuk mencari tingkat hasil yang tinggi. 2. Risk Diversification Investasi di berbagai surat berharga dapat mengahasilkan return tertentu dengan risiko yang lebih kecil atau return yang lebih tinggi dapat dihasilkan dengan resiko tertentu. Dalam hal ini, return dari investasi dalam surat berharga asing (foreign securities) akan tergantung terutama pada perbedaan kondisi diluar negeri. Kebanyakan akan berhubungan terbalik dengan return dari investasi dalam surat berharga dalam negeri (domestic securities). Sehubungan dengan ini, tindakan investor untuk melakukan diversifikasi investasi, baik dalam foreign maupun domestic securities, akan menghasilkan return yang rata-rata lebih tinggi dan/atau risiko yang lebih rendah daripada hanya melakukan investasi di dalam negeri.
Universitas Sumatera Utara
65
Berbagai teori portofolio mejelaskan bahwa, tingkat keuntungan yang diharapkan dari suatu portofolio merupan rata-rata tertimbang dari keuntungan yang diharapkan dari saham-saham penyusun portofolio. Sedangkan untuk risiko dalam portofolio dapat dikurangi dengan mengkombinasikan saham-saham internasional dengan koefisien korelasi negatif atau positif yang rendah (r < 1), meskipun dalam hal ini sangat sulit menemukan saham-saham dengan koefisien korelasi negatif sempuna (-1). Brigham dan Houston (2006:233) menyatakan bahwa: Semakin kecil koefisien korelasi positif, maka semakin rendah risiko dalam sebuah portofolio yang besar. Jika kita dapat menemukan sekumpulan saham yang korelasinya nol atau negatif, seluruh risiko akan dapat dihilangkan. Namun dalam dunia nyata, dimana korelasi di antara setiap saham biasanya adalah positif tetapi kurang dari +1,0, beberapa meskipun bukan semua, risiko akan dapat dihilangkan. Risiko yang tidak dapat dikurangi disebut systemic risk atau market risk yang berhubungan dengan faktor makro ekonomi suatu negara yang pengaruhnya terhadap harga saham banyak dijelaskan diberbagai penelitian seperti: Jati (2003) dan Wirachman (2002). Dimana penjelasan hasil penelitian tersebut dapat kembali dilihat pada uraian fungsi bursa saham. Kondisi dan tantangan dalam hal stabilitas politik dan kebijakan makro ekonomi setiap negara adalah unik antara negara yang satu dengan yang lainnya baik dalam ruang lingkup regional maupun internasional, sehingga systemic riks di masing-masing negara tentu berbeda pula. Sehubungan dengan keunikan systemic risk tersebut, maka langkah diversifikasi internasional merupakan alternatif yang menarik.
Universitas Sumatera Utara
66
Shapiro (2003: 517) menyatakan bahwa: “The investment riksassosiatet with these different markets can be quite diffren: the Hong Kong market shows the highest level and the Duch market the lowest. Indeed, all the markets had a higher levelof risk, as measured by the standard deviation of return, than the U.S. market. Yet the internationally diversified Morgan Stanley Capital International World Index had lowest level of riks-lower even than the U.S. market. The reason is that much of the riks associated with markets individual countreas is unsystematic and so can be eliminated by diversification, as indicated by the relatively low betas of these markets”. Asosiasi risiko antar pasar berbeda, misalnya sebagai berikut ini: pasar Hong Kong menunjukkan level tertinggi sedangkan pasar Jerman menunjukkan level terendah, pada dasarnya semua pasar memiliki level risiko yang tinggi karena diukur dengan standar deviasi return dari pasar Amerika Serikat. Namun, Morgan Stanley Capital International World Index menyatakan, dengan melakukan diversifikasi internasional maka risiko akan menjadi rendah dan lebih rendah jika hanya berinvestasi di pasar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh, sebahagian besar risiko terkait dengan pasar negara itu sendiri, yang disebut dengan risiko yang tidak sistematis, hal ini dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi yang ditandai dengan rendahnya beta pasar.
Universitas Sumatera Utara
67
Ilustrasi uraian di atas dapat dilihat pada Gambar II.1. sebagai berikut: Risiko Portofolio, σp (%)
Saham AS Saham AS dan Internasional
Jumlah saham dalam portofolio Sumber: Brigham dan Houston (2006: 245)
Gambar II.1. Risiko Diversifikasi Portofolio Internasional Dalam hal lainnya, keputusan melakukan diversifikasi internasional menghadapkan investor pada resiko tambahan, yaitu: selain resiko perubahan harga saham, juga resiko perubahan kurs valuta asing. Meskipun demikian, resiko total pada portofolio yang berdiversifikasi internasional dapat lebih rendah daripada resiko yang hanya berdiversifikasi domestik. Dengan ketentuan, jika perubahan indeks harga saham berkorelasi sangat rendah dengan perubahan kurs valuta asing, dan jika koefisien korelasi indeks harga saham antar bursa saham sangat rendah.
Universitas Sumatera Utara
68
Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung total return portofolio internasional, Shapiro (2003: 533): 1+
= 1+
( )
( ) ( )
(1+g)
Keterangan: RS = total return portofolio internasional P(t) = harga saham dengan nilai mata uang asing pada waktu t P(0) = harga saham dengan nilai mata uang asing pada waktu 0 DIV = pendapatan deviden dalam mata uang asing g = defresiasi mata uang asing II.7. Kasus Krisis Finansial 2008 Krisis finansial 2008 yang bermula dari kridit macet sektor properti (subprime mortgage) di Amerika Serikat telah membawa implikasi pada kondisi pasar modal secara menyeluruh. Hampir di setiap negara, baik di kawasan Eropa, Asia Pasifik dan kawasan lainnya, merasakan dampak krisis finansial global tersebut. Dalam waktu berjalan, krisis finansial 2008 meluaskan dampaknya pada penurunan kondisi perekonomian internasional yakni penurunan beberapa indikator ekonomi global. Menurut Utami dan Rahayu (2003:125) faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan harga saham adalah “(1) inflasi: (2) suku bunga: (3) nilai tukar dan (4) kinerja badan usaha”. Ini berarti krisis ekonomi akan memberi dampak terhadap aktivitas pasar modal, dan dapat dilihat dengan merosotnya harga pasar saham yang tercermin pada Indeks Harga Saham Gabungan. Merosotnya harga saham merupakan dampak dari badan usaha yang berada pada kondisi ketidakpastian ekonomi, terutama badan usaha yang memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
69
Dalam konstelasi perekonomian dunia dewasa ini, Amerika Serikat masih merupakan negara penggerak perekonomian dunia. Hampir seluruh negara melakukan hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat, sehingga apabila terjadi perobahan kondisi perekonomian di Amerika Serikat maka akan memicu terjadinya perobahan kondisi perekonomian internasional. Menurut perspektif ekonomi, hubungan ekonomi antara satu negara dengan negara lain dapat berupa: investasi langsung, investasi tidak langsung, dan perdagangan. Dalam hal ini ekspor dan impor tidak hanya menyangkut barang tetapi juga jasa, diantranya jasa keuangan. Jadi impor suatu negara merupakan ekspor bagi negara lain. Sehingga memungkinkan resesi di suatu negara akan menular dan mempengaruhi negara lainnya secara global, karena penurunan impor di suatu negara menyebabkan tertekannya ekspor di negara lain. Misalnya hubungan ekonomi Indonesia dengan Amerika Serikat yang sedang mengalami depresi dan pengaruhnya terhadap harga saham dapat diilustrasikan sebagai berikut: apabila depresi terjadi di Amerika Serikat, maka daya beli konsumen berkurang, sehingga impornya berkurang, atau dengan kata lain ekspor Indonesia berkurang ke Amerika Serikat. Untuk itu, saham dari perusahaan yang hasil produksinya diekspor ke Amerika Serikat, atau ke negara yang melakukan banyak aktivitas ekspor ke Amerika Serikat, maksudnya langsung atau tidak langsung akan terpengaruh oleh depresi yang terjadi di Amerika Serikat. Sebaliknya, perusahaan yang aktivitasnya tidak berorientasi pada pasar Amerika Serikat sahamnya tidak akan terpengaruh, namun jika terpengaruh maka pengaruh tersebut adalah sentimen pasar, bukan fundamental, artinya dalam jangka menengah harga saham akan stabil.
Universitas Sumatera Utara
70
Mungkin ikut turun sedikit tapi akan kembali ke harga semula karena secara fundamental tidak ada pengaruhnya. Krisis finansial di Amerika Serikat mengakibatkan ketatnya likuiditas keuangan, kondisi ini memaksa para investor dari institusi keuangan Amerika Serikat untuk melepas kepemilikan saham mereka di pasar modal di berbagai negara untuk memperkuat likuiditas keuangan institusi mereka. Dengan harapan, kuatnya likuiditas keuangan di institusi mereka memungkinkan perusahaan kembali
melakukan
produksi dan ekspansi usaha. Berdasarkan uraian di atas, maka pengaruh indeks harga saham yang berasosiasi negatif adalah sesuatu yang urgen dalam pembentukan portofolio internasional. Oleh karena itu, tidak hanya membeli saham internasional dari perusahaan-perusahaan satu negara saja seperti Amerika Serikat, tetapi juga saham perusahaan-perusahaan Jepang, di mana Jepang merupakan kekuatan ekonomi terbesar kedua dunia atau saham perusahaan-perusahaan Cina, di mana Cina merupakan keajaiban pertumbuhan ekonomi dunia atau saham perusahaanperusahaan negara lainnya dengan pertimbangan teoritis dan logis.
Universitas Sumatera Utara
71
Kronologis krisis finansial tahun 2008 yang bermula dari subprime mortgage di Amerika Serikat di sajikan pada Tabel II.6., sebagai berikut: Tabel II.6. Kronologis Krisis Finansial Tahun 2008 Tanggal/Bulan/Tahun 2001
Keterangan Subrime Mortgage AS dimulai tahun 2001 saat AS memasuki rezim penurunan suku bunga. Penurunan suku bunga membuat cicilan KPR menjadi ringan.
Agustus 2007
Krisis perumahan AS awalnya dipicu oleh macetnya kredit para debitur dengan profil gagal bayar tinggi (subrime mortgage). Debitur yang macet diperkirakan mencapai 2,2 juta dari 204 juta pemilik rumah di AS.
12 Agustus 2007
Bank terbesar Perancis BNP Paribas, menyatakan menyetop operasi tiga unit fund (kumpulan dana investasi) miliknya yang merugi akibat berinvestasi pada surat berharga berbasis kredit perumahan subrime mortgage di AS.
15 Oktober 2007
Perusahaan sekuritas terbesar Jepang Nomura Holding Inc, mengumumkan keputusan keluar dari pasar surat berharga kredit perumahan dengan nasabah beresiko tinggi AS. Perusahaan ini memperkirakan kerugian sebelum pajak sampai 60 milliar yen (511 juta dollar AS) pada kuartal kedua.
7 November 2007
Para investor di bursa saham kawasan Asia mejual portfolionya sehingga menyebabkan indeks harga saham berguguran.
9 November 2007
Gubernur Bank Central AS Ben Bernanke mengatakan, perekonomian AS akan melemah pada kuartal ke empat serta tekanan inflasi yang semakin besar.
15 Januari 2008
Merrill Lynch menyatakan telah mencapai kesepakatan dengan tiga investor asing untuk mendapatkan dana sebesar 6,6 milliar dollar AS. Sebelumnya sudah mendapat suntikan dana sebesar 5 milliar dollar AS dari Temasek holding Singapura serta 1,2 milliar dollar AS dari Davis Selected Advisers. Merrill Lynch merugi karena penurunan asset surat berharga berbasis subprime mortgage. Firma keuangan besar dan bank lainnya, seperti Citibank, UBS, dan JP Morgan, sudah bealih sahamnya ketangan investor dari Asia dan Timur Tengah setelah merugi karena subprime mortgage.
22 Januari 2008
The Federal Reserve melakukan tindakan memangkas tingkat suku bunga utama sebesar 75 basis point menjadi 3,5 persen. Indeks saham diberbagai bursa di seluruh dunia kembali anjlok pada penutupan, Selasa 22/1/2008, akibat kekhawatiran terjadinya resesi global. Para investor pesimis dengan rencana stimulus baru yang dikeluarkan pemerintah AS untuk mencegah resesi. Bursa saham di London, Paris, Madrid dan Frankfurt mengalami kejatuhan terbesar dalam satu hari sejak serangan teroris pada 11 September 2001 di New York. Pada Penutupan Senin: indeks FTSE 100 London turun 5,48 persen
Universitas Sumatera Utara
72
menjadi 5.578,20 indeks Paris CAC 40 turun 6,83 persen menjadi 4.744,15 indeks Frankfurt DAX merosot 7,54 persen menjadi 6.790,19. Anjloknya indeks saham di Eropa diikuti merosotnya saham di pasar Amerika Latin. Bursa di Sao Paulo, terbesar di kawasan Amerika Latin,ditutup turun 6,0 persen. Di Buenos Aires, indeks turun 4,64 persen Di Meksiko turun 4,77 persen. Kegugupan di pasar Eropa dan Amerika Latin dipicu oleh merosotnya indeks di pasar Asia. Indeks Nikkei 225 di Tokyo ditutup melemah 3,86 persen, terendah sejak Oktober 2005, menjadi 13.325,94 Indeks Hongkong Hang Seng juga turun 5,5 persen menjadi 2.818,86, Indeks Shanghai Composite di China turun 5,1 persen Dan India merosot 7,4 persen. 18 Februari 2008
Saham-saham perbankan Australia dan perusahaan asuransi Jepang berjatuhan. Saham Aioi Insurance Co (perusahaan asuransi jepang) juga anjlog 6,8 persen menjadi 439 yen per lembar. Hal ini karena Aioi mengalami kerugian 740 juta dollar AS dari bisnisnya terkait kucuran kredit ke sektor perumahan di AS.
14 Maret 2008
JP Morgan menyatakan akan membeli firma keuangan Bear Stearns sebesar 236,2 juta dollar AS atau hanya 2 dollar AS per lembar saham. Jumlah ini lebih kecil daripada harga saham nya di pasar sebesar 3,54 milliar dollar AS. Pembelian ini dalam rangka menyelamatkan bank investasi terbesardunia itu. Bear Stearns terjerumus dalam kerugian besar di sector perumahan AS.
13 Juli 2008
Fannie Mae dan Freddy Max, dua perusahaan besar yang menyediakan kredit perumahan di Amerika Serikat, bangkrut karena warga AS sedang tidak mampu membayar cicilan kredit perumahan, Bursa saham di AS dan dunia jatuh.
4 Agustus 2008
Pasar saham Eropa melemah, demikian pula dengan pasar saham di Asia. Penurunan ini terjadi, antara lain, karena pengumuman bank terbesar Eropa, HSBC, yang mengalami penurunan laba secara drastis,terkait dengan krisis kredit sector perumahan di AS.
15 September 2008
Perusahaan keuangan raksasa Amerika Serikat terus berguguran. Perusahaan sekuritas nomor empat AS, Lehman Brothers, menyatakan diri bangkrut sementara Merrill Lynch siap diakuisisi Bank of America, Perusahaan Asuransi American International Group(AIG) putus asa mencari modal. Kebangkrutan Lehman membuat indeks pasar saham di Asia, Eropa, dan AS langsung turun. Krisis berkepanjangan ini membuat investor menjauhi saham-saham perbankan. Sumber: Anonim, Kompas (19 September 2008)
Universitas Sumatera Utara