BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Big Five Personality Pervin (1993) menyatakan bahwa selama bertahun-tahun banyak peneliti yang coba merumuskan berbagai teori yang paling tepat dalam menggambarkan kepribadian manusia. Salah satu teori yang cukup dikenal adalah Big Five Personality Theory. Munculnya teori ini tidak terlepas dari berbagai perdebatan dan penelitian diantara para ahli dan peneliti, dan setelah beberapa dekade para peneliti melakukan konsensus dan kesepakatan terhadap teori Big Five dengan mengklasifikasikan kepribadian manusia kedalam 5 faktor yaitu Neuroticsm, Openness, Concientiousness, Extraversion, dan Agreebelness. Kelima faktor ini merupakan ringkasan dari 35 faktor yang dikemukakan oleh Cattel sebelumnya dan kemudian diringkas menjadi 5 faktor oleh Norman pada tahun 1963. Munculnya teori ini bukan berari membatasi tipe kepribadian yang ada pada diri manusia, namun pada setiap faktor tersebut terdiri atas karaktertistik kepribadian manusia yang amat luas. Berikut merupakan penjelasan dari kelima faktor tersebut :
Universitas Sumatera Utara
1. Neuroticism (N). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri rentan terhadap masalah psikologis seperti stress, mudah mengalami rasa sedih, takut dan cemas yang berlebihan, memiliki dorongan yang berlebihan dan memiliki coping yang tidak sesuai atau maladaptive. 2. Extraversion (E). Faktor ini mengidentifikasi individu yang memiliki ciri intensitas interaksi interpersonal yang tinggi, asertif, dan kemampuan bersenang – senang individu. 3. Openness (O). Faktor ini melihat keterbukaan individu untuk mencari, menghargai dan mengeksplorasi pengalaman baru. 4. Agreeableness (A). Faktor ini melihat kualitas personal individu dalam dari pikiran, perasaan dan perbuatan. Individu yang memiliki kepribadian ini biasanya kooperatif dan dapat dipercaya 5. Conscientiousness (C). Faktor ini melihat motivasi, pendirian serta kemampuan mengorganisasikan sesuatu dalam mencapai suatu tujuan. Mc Crae dan Costa (1997) mengklasifikasikan dengan lebih spesifik Big Five Persnality yang digunakan di dalam kuesioner, trait-trait dalam domaindomain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997) adalah sebagai berikut: 1.
Neuroticism (N) Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara
Universitas Sumatera Utara
emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Skor tinggi :
Cemas, gugup, marah, depresi, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik
Skor rendah: Tenang, santai, merasa aman, puas terhadap dirinya, tidak emosional, tabah, riang. Contoh Neuroticism: a. Aku mudah terganggu. b. Suasana hatiku tidak menentu. c. Saya sering merasa sedih. d. Saya khawatir tentang sesuatu. 2.
Extraversion (E) Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor
dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Kecenderungan untuk mengalami emosi yang positif dan “good mood”, serta merasakan hal baik tentang orang lain. Skor tinggi :
Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif, banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis, fun-loving, affectionate, ramah, bersahabat.
Universitas Sumatera Utara
Skor rendah: Cenderung tidak menyukai interaksi sosial dan kurang mempunyai harapan/pandangan yang positif, tidak ramah, bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam. Contoh dari extraversion : a. Senang kehidupan partai. b. Senang menjadi pusat perhatian. c. Nyaman di sekitar orang. d. Suka berbicara. 3.
Openness (O) Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit
untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru. Skor tinggi :
Memiliki
nilai
imajinasi,
ingin
tahu,
kreatif,
broadmindedness, berani mengambil resiko, inovatif dalam membuat rencana dan mengambil keputusan. Skor rendah: Memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang
Universitas Sumatera Utara
sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan serta kurang berani mengambil resiko.
Contoh dari openness: a. Aku penuh dengan ide. b. Aku cepat memahami sesuatu. c. Aku mempunyai banyak kosakata. d. Saya memiliki ide yang sangat baik. 4.
Agreeableness (A) Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Skor tinggi :
menyenangkan, lembut, dapat dipercaya, penurut, suka membantu, pemaaf, cenderung penuh kasih sayang, peduli kepada orang lain
Skor rendah: sulit percaya pada orang lain, agresif, sinis, kasar, curiga, pendendam, manipulatif, tidak simpati, tidak kooperatif, dan sewaktu-waktu bermusuhan
Universitas Sumatera Utara
Contoh Agreeableness : a. Saya tertarik dalam masyarakat. b. Saya merasa orang lain emosi. c. Saya memiliki hati yang lembut.
5.
Conscientiousness (C) Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan
will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius. Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian
ini
menjadi
sangat
perfeksionis,
kompulsif,
workaholic,
membosankan. Skor tinggi :
teratur, berdisiplin tinggi, pekerja keras, dapat diandalkan, disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.
Skor rendah: kadang-kadang tampak kehilangan arah dan kedisiplinan, tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono, lalai, mudah menyerah, hedonistic. Contoh dari conscientiousness : a. Saya selalu siap.
Universitas Sumatera Utara
b. Aku sulit dalam bekerja. c. Saya mengikuti jadwal. Ada beberapa alat tes yang disusun berdasarkan teori Big Five, antara lain yaitu Big Five Inventory, Neo PI-R, International Item Pool (IPIP), PCI, dan HPI. Mastuti (2005) menyatakan bahwa di Indonesia penggunaan alat ukur kepribadian big five maupun pengembangan alatnya masih belum begitu populer. Padahal banyak hal yang mampu diprediksi dengan kepribadian big five. Penelitian tentang alat big five di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Suminar,dkk. (1997) yang menguji validitas konstruk alat Personality Characteristic Inventory (PCI). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa setelah dilakukan analisis faktor ternyata hanya empat faktor saja yang ada di Indonesia. Saran dari penelitian ini adalah melihat faktor budaya perlu dilihat. Penelitian lain dilakukan oleh Halim, dkk. (2002) yang membandingkan big five faktor antara mahasiswa Indonesia dan Amerika. Tes yang digunakan adalah NEO-Personality Inventory Revised dan OMNI Berkeley Personality Profile. Subyek terdiri dari 385 mahasiswa di dua universitas di Jakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 2 dari 5 faktor kepribadian Big Five menunjukkan hasil yang sama yaitu pada faktor Neuroticism dan Conscientiousness. Sementara 3 faktor lain yaitu Extraversion, Agreeableness dan khususnya Opennes ditemukan berbeda antara mahasiswa Amerika dan Indonesia. B. Big Five Inventory Sebagai usaha untuk menjawab kebutuhan akan tes yang praktis dan singkat yang dapat mengukur dan mengidentifikasi komponen dari Big Five Personality
Universitas Sumatera Utara
maka John, Donahue, dan Kentle (1991) mengkonstruksi Big Five Inventory. Empat puluh empat aitem dari BIG FIVE INVENTORY dikembangkan dan menjadi representasi dari kelima faktor Big Five Personality. Tujuan dari tes ini adalah terciptanya inventori yang ringkas, flexibel dan efisien dalam melakukan penilaian terhadap 5 dimensi dari Big Five Personality. Ada banyak keuntungan yang didapat dari tes ini. Seperti yang dikemukakan oleh Burisch (1984) yaitu “skala yang singkat tidak hanya mempersingkat waktu namun juga menghindari kelelahan, ada beberapa subjek yang tidak akan memberikan respon yang sesungguhnya ketika tes yang ada terlihat memakan waktu.
BIG FIVE
INVENTORY tidak menggunakan kata sifat tunggal sebagai aitem, karena aitem seperti itu sering kali dijawab tidak konsisten jika dibandingkan dengan aitem yang didasarkan pada definisi tertentu (Goldberg dan Kalowski, 1985). BIG FIVE INVENTORY menggunakan frase atau kalimat yang singkat yang merupakan representasi kata sifat dan trait dari dimensi Big Five Personality. Contohnya kata sifat dari dimensi Big Five Personality “Openness” adalah Original. Maka aitem yang muncul haruslah dapat menilai mengenai ide baru yang merupakan representasi dari kata original tersebut. Big Five Inventory dengan frase kata sifatnya juga memiliki keuntungan dalam mencegah ambiguitas atau multiple meanings. Big Five Inventory merupakan tes yang terdiri dari empat puluh empat aitem. Berikut adalah Instruksi standar versi bahasa inggris dari tes ini yaitu “Here are a number of characteristics that may or may not apply to you. For example, do you agree that you are someone who likes to spend time with others?
Universitas Sumatera Utara
Please write a number next to each statement to indicate the extent to which you agree or disagree with that statement”. Atau dalam versi bahasa indonesia yang diadaptasi oleh Wahyu Widiarso (2004) yaitu “silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda sepenuhnya”. Widiarso (2004) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa instrumen ini menggunakan model skala Likert yang terdiri dari lima alternatif respons. Cara pengukurannya adalah pelaporan mandiri (self report) yang meminta subjek untuk merespon aitem-aitem yang menggambarkan berbagai karakteristik individu. Respon yang disediakan ada lima alternatif respons dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju dengan penyekoran butir bergerak dari satu hingga lima. Skala ini mengukur lima faktor kepribadian antara lain ekstraversi (extraversion),
keramahan
(agreeableness),
keuletan
(conscentiousness),
neurotisisme (neuroticism) dan keterbukaan (openess). BIG FIVE INVENTORY versi Bahasa Indonesia telah diujicobakan pada sampel mahasiswa (N=185) yang menghasilkan nilai reliabilitas (α) sebagai berikut ekstraversi (0.839), keramahan (0.789), keuletan (0.924), kestabilan emosi (0.848) dan keterbukaan (0.807) (Widiarso, 2004). Hasil ini mirip versi asli yang dilaporkan oleh John dan Srivastava BIG FIVE INVENTORY memiliki reliabilitas (α) antara 0.75 hingga 0.80 dan reliabilities tes-tes ulang antara 0.80 hingga 0.90. Validitas BIG FIVE INVENTORY pada versi asli yang dikorelasikan dengan NEO-FFI dan TDA menghasilkan rata-rata korelasi sebesar 0.83 hingga 0.91 (John & Srivastava, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitinnya Widiarso (2004) menyatakan bahwa faktor yang memberikan sumbangan terbesar adalah faktor agreeableness, sehingga dapat dikatakan bahwa faktor agreeableness pada sampel Indonesia memiliki dominasi dalam menjelaskan kepribadian. Di sisi lain faktor agreeableness juga merupakan satu-satunya faktor yang memiliki error pengukuran yang paling kecil sehingga dapat dikatakan faktor agreeableness memiliki validitas dan reliabilitas yang cukup memuaskan. Dominannya faktor agreeableness dapat dikaitkan dengan budaya ketimuran yang lebih mengembangkan sifat ramah, empatik, mudah mempercayai, tidak
mudah curiga,
mudah
menerima orang
lain, dan
menyembunyikan kelebihan yang dimiliki. Faktor agreeableness juga terbukti memiliki error pengukuran yang minim sehingga dapat dikatakan bahwa reliabilitas faktor ini cukup kuat karena sekor murni (true score) yang didapatkan hampir memiliki kesamaan dengan sekor tampak (empiric score). C. Administrasi Tes 1. Definisi Administrasi Tes Anastasi & Urbina (2006) menyatakan bahwa hal mendasar dari suatu tes meliputi generalisasi dari perilaku yang muncul di dalam situasi tes terhadap situasi yang sebenarnya. Skor dari suatu tes seharusnya dapat membantu dalam memahami apa yang dirasakan oleh seseorang dan memprediksi bagaimana perilaku orang tersebut. Ada beberapa kondisi yang kemudian dapat mempengaruhi situasi tes yang kemudian dapat menyebabkan kesalahan dan berkurangnya validitas dari tes tes tersebut. Oleh karena itu penting bagi kita
Universitas Sumatera Utara
untuk mengidentifikasi hal-hal yang mempengaruhi validitas dn reliabilitas tes sehingga nantinya dapat membatasi generalisasi dari tes tersebut. Hal penting yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap validitas tes adalah administrasi tes. Ada beberapa hal yang berkaitan yang harus diperhatikan berkaitan dengan administrasi tes, yaitu :
a. Persiapan Tester yang Matang Hal terpenting yang menjadi persyaratan dalam suatu pelaksanaan tes yang baik adalah persiapan yang baik. Pada pelaksanaan tes, tidak boleh ada keadaan darurat. Usaha yang spesifik harus dilakukan dalam mencegah terjadinya kondisi yang tiba-tiba atau darurat. Mengingat instruksi lisan adalah hal yang sangat penting pada tes individual. Meskipun dalam tes klasikal, instruksi tes dapat dibaca oleh peserta, tester harus dapat memahami dan familiar dengan instruksi yang akan diberikan. Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah kesalahan dalam memahami tes ataupun kesalahan baca terhadap instruksi tes. Hal lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah ketersediaan material pendukung tes. Material pendukung tes haruslah dekat dengan tester dan mudah untuk dijangkau tetapi jangan sampai menganggu peserta tes. Pada tes klasikal, seluruh material tes yang dibutuhkan seperti lembar soal, lembar jawaban, pensil khusus, dan material lain yang dibutuhkan haruslah dihitung, diperiksa kembali, dan disusun dengan teliti.
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, baik untuk tes individual maupun tes klasikal tester haruslah familiar terhadap instruksi atau prosedur dari suatu tes. Pada tes individual, pelatihan administrasi tes adalah hal yang penting. Pelatihan yang dilakukan haruslah meliputi demonstrasi dan pelatihan pemberian instruksi dan dilakukan lebih dari satu tahun. Pada tes klasikal, selain dilakukan pelatihan tester dan asistennya haruslah diberikan briefing terlebih dahulu sebelum pelaksanaan tes agar tester mengetahui apa yang diharapkan darinya dan performansi yang diharapkan. Secara umum, tester membacakan instruksi, memperhatikan dan teliti terhadap waktu sedangkan asisten tester memberikan dan mengumpulkan kembali material tes, memastikan peserta tes mengikuti instruksi yang diberikan, dan mencegah kecurangan. b. Kondisi Tes Anastasi dan Urbina (2006) menyatakan prosedur tes yang standar tidak hanya mengenai instuksi, waktu, material, dan aspek dari tes itu sendiri namun juga mengenai kondisi tes. Kita harus memperhatikan pemilihan tempat pelaksanaan tes. Tempat pelaksanaan tes harus bebas dari keributan dan mampu menyediakan pencahayaan yang baik, ventilasi, tempat duduk, dan ruang yang cukup bagi peserta tes untuk bekerja. Langkah khusus harus dilakukan untuk mencegah gangguan di tengah pelaksanaan tes. Membuat tanda di pintu yang memberikan tanda tes sedang berlangsung adalah hal yang cukup efektif. Pada pelaksanaan tes yang melibatkan banyak peserta, mengunci pintu dan menyiapkan seseorang untuk menjaga pintu dapat dilakukan untuk mencegah gangguan yang mungkin timbul, termasuk dari peserta yang datang terlambat.
Universitas Sumatera Utara
Menyadari bahwa kondisi tes dapat berpengaruh terhadap skor tes adalah hal yang sangat penting. Bahkan aspek yang sangat kecil pun dapat berpengaruh, seperti penelitian yang dilakukan terhadap pelajar SMA yang dibagi kedalam dua kelompok. Kelompok pertama mengerjakan tes dengan menggunakan meja, dan kelompok lainnya menggunakan kursi, dimana hasil penelitian tersebut menunjukkan kelompok yang mengerjakan te dengan meja mendapatkan skor yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang menggunakan kursi (T.L. Kelley, 1943; Traxler dan Hilkert, 1942). Penelitian lain juga menunjukkan bahwa penggunaan lembar jawaban yang tidak memenuhi standar juga dapat mempengaruhi skor tes (F.O. Bell, Hoff and Hoyt, 1964). Penelitian selanjutnya menemukan bahwa pada anak dibawah kelas lima sekolah dasar ketika pada saat pelaksanaan tes lembar jawaban yang diberikan terpisah dengan lembar soal, maka kondisi tersebut dapat menyebabkan skor tes menjadi rendah. Oleh karena itu pada pelaksanaan tes yang dikenakan kepada anak di bawah kelas lima sekolah dasar, lembar jawaban lebih baik tidak dipisah dari soal melainkan disatukan dalam bentuk booklet. Lebih lanjut, banyak hal lain yang dapat berpengaruh terhadap performansi seseorang di dalam tes, terutama pada pelaksanaan tes kepribadian. Ketika tester yang memberikan tes adalah seorang yang familiar dengan peserta tes maka hal ini akan sangan berpengaruh secara signifikan terhadap skor tes. (Sacks, 1952;Tsudzuki, Hata, & Kuze, 1957). Pada penelitian lain, perilaku tester seperti tersenyum dan memberikan komentar seperti “bagus” atau “baik” menunjukkan pengaruh terhadap hasil tes (Wickes, 1956). Pada tes proyektif, dimana peserta tes
Universitas Sumatera Utara
diminta untuk menuliskan cerita dengan tujuan untuk melihat gambaran kepribadian, kehadiran tester di ruangan pelaksanaan tes dapat menghambat reaksi dan respon emosional dari peserta yang dituliskan lewat cerita tersebut (Bernstein, 1956). Pada administrasi tes atau pengujian kecepatan mengetik, pelamar kerja yang melaksanakan tes sendirian mengetik lebih cepat secara signifikan dibandingkan ketika pelaksanaan tes dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih. (Kirchner, 1966). Pada pelaksanaan administrasi tes, ada tiga hal lain yang juga harus diperhatikan. Pertama, ikuti prosedur standar secara mendalam dan mendetail. Adalah tanggung jawab dari psikolog dan tester untuk menjelaskan prosedur secara lengkap dan jelas pada setiap pelaksanaan tes. Kedua, catatlah setiap kondisi yang tidak biasa atau kondisi yang dapat berpengaruh terhadap peserta tes sekecil apapun. Ketiga, jadikan jadikan catatan mengenai kondisi tes sebagai pertimbangan pada saat menginterpretasi hasil tes. c. Pengenalan Tes : Membangun Rapport dan Pengenalan Tes pada Peserta Tes Pada administrasi tes, istilah “rapport” adalah usaha tester untuk meningkatkan ketertarikan peserta tes terhadap tes, meningkatkan kerja sama, dan mendorong mereka untuk dapat merespon tes sesuai dengan tujuan dari tes tersebut. Teknik yang digunakan dalam membangun rapport pada pelaksanaan tes sangat berhubungan dengan administrasi tes. Pada saat membangun rapport, penyamaan kondisi terhadap semua peserta tes sangat penting agar hasil tes dapat
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan. Contohnya ketika tes dilaksanakan pada seorang anak, dimana ketika anak dapat memecahkan masalah dengan baik akan mendapatkan hadiah, maka hasil tes tersebut tidak dapat dibandingkan dengan hasil performansi anak yang tidak mengalami kondisi yang sama yang hanya termotivasi lewat kata-kata atau pujian. Kondisi seperti di atas haruslah menjadi catatan pada saat melakukan interpretasi hasil tes. Meskipun rapport dapat lebih maksimal dilakukan pada tes individual, rapport juga dapat dilakukan pada tes klasikal untuk memotivasi peserta tes dan mengurangi kecemasan. Teknik yang spesifik dalam membangun rapport juga harus disesuaikan dengan tes, usia dari peserta, dan karakteristik lain dari peserta tes. Pelaksanaan tes pada anak pra sekolah misalnya, harul mempertimbangkan faktor-faktor seperti rasa malu anak dan sikap negatif yang dapat timbul pada orang asing. Sikap bersahabat, ceria, dan santai oleh tester dapat membantu mengurangi kecemasan anak pada saat melaksanakan tes. Anak yang malu, membutuhkan waktu yang lebih untuk dapat beradaptasi dengan kondisi tes. Pada saat melaksanakan tes pada anak usia sekolah ataupun pada orang dewasa, kita harus menyadari bahwa tes yang dilakukan akan berefek pada prestise atau harga diri setiap individu. Oleh karena itu akan sangat bermanfaat apabila peserta tes diberikan penjelasan bahwa peserta tes tidak harus mengerjakan tes hingga akhir ataupun harus memastikan seluruh jawaban dijawab dengan benar. Hal ini dilakukan untuk mencegah timbulnya perasaan gagal yang mungkin timbul pada saat peserta tes tidak mampu menyelesaikan tes hingga akhir sesuai dengan waktu yang ditentukan, ataupun kesulitan dalam menjawab
Universitas Sumatera Utara
soal. Mencegah terjadinya hal yang tiba-tiba pada pelaksanaan tes juga penting untuk dilakukan. Oleh karena itu penting untuk memastikan seluruh material kebutuhan tes telah tersedia, dan bahkan lebih baik ketika ada materi pendukung yang dapat menjelaskan mengenai tujuan dari pelaksanaan tes, petunjuk dan saram mengenai bagaimana seharusnya tes dikerjakan, dan berisi beberapa contoh. Materi pendukung tersebut dapat berupa buku penjelasan yang biasa tersedia untuk peserta tes pada pelaksanaan tes dengan jumlah peserta yang besar. Pelaksanaan tes yang dilakukan pada orang dewasa memunculkan masalah yang sering kali timbul. Tidak seperti anak usia sekolah, orang dewasa sering kali tidak mengerjakan tes dengan maksimal ketika ia mengikuti tes tersebut sebagai suatu keharusan. Pada kondisi seperti ini penting untuk dapat “menjual” tujuan dari tes tersebut kepada peserta tes. Maksudnya adalah kita harus dapat meyakinkan peserta bahwa hasil tes yang akan mereka peroleh nantinya bergantung kepada ketertatrikan dan usaha mereka dalam mengerjakan tes tersebut, sehingga nantinya skor yang didapat dapat mengindikasikan kemampuan mereka yang sesungguhnya. Kebanyakan orang akan mengerti ketika dijelaskan bahwa pengambilan keputusan yang salah pada saat pengerjaan tes, akan berpengaruh pada validitas skor tes dan kemudian berpengaruh terhadap hilangnya waktu dan kegagalan yang akan mereka alami. Pendekatan ini tidak hanya dapat memotivasi peserta tes untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam mengerjakan tes namun juga dapat mengurangi faking, karena tentu saja setiap peserta tes tidak ingin gagal di dalam tes. D. Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Skor Tes
Universitas Sumatera Utara
Selain administrasi tes yang tidak standar, ada beberapa faktor lain yang disebutkan oleh Anastasi & Urbina (2006) yang dapat mempengaruhi tes.
1. Tester dan Variabel Situasional Hasil dapat dipengaruhi oleh perilaku dari tester yang muncul pada saat pelaksanaan tes berlangsung. Performansi peserta tes juga sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, etnis, status sosio ekonomi, karakteristik kepribadian, dan penampilan tester. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan pengaruh antara sikap tester terhadap hasil tes, sebagaimana penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
antara sikap hangat (ramah) dengan sikap dingin tester
terhadap hasil tes intelegensi (Exner, 1966; Masling, 1959) . Dyers (1973) menyatakan bahwa terdapat pengaruh
terhadap hasil tes
ketika terjadi perbedaan persepsi antara tester dan peserta tes mengenai fungsi dan tujuan tes. Penelitian lain menunjukan bagaimana pengaruh harapan dari tester mempegaruhi hasil tes yang selama ini kondisi seperti ini disebut Self Fulfilling Prophecy ( Harris dan Rosenthal, 1969). Penelitian yang dilakukan oleh Masling (1965) membagi subjek ke dalam dua kelompok yang diminta untuk mengerjakan tes Roscharch. Kelompok pertama sebelum mengerjakan tes, tester mengatakan bahwa respon yang pada umumnya muncul pada gambar adalah respon mengenai manusia. Sedangkan kelompok yang kedua sebelum mengerjakan tes, tester mengatakan bahwa respon yang pada umumnya muncul terhadap gambar adalah respon hewan. Setelah dibandingkan antara respon kedua kelompok tersebut,
Universitas Sumatera Utara
hasilnya sangat berbeda secara signifikan. Kelompok pertama respon yang muncul didominasi oleh respon manusia dan pada kelompok yang kedua respon yang dominan muncul adalah respon hewan. Berdasarkan percobaan tersebut dapat dilihat bagaimana perilaku tester sangat berpengaruh terhadap respon peserta dan hasil tes. Aktifitas peserta tes saat mengerjakan tes juga sangat berpengaruh terhadap performansi, khususnya ketika aktifitas tersebut menghasilkan gannguan emosi, kelelahan, ataupun kondisi lain yang tidak menguntungkan. Penelitian yang dilakukan kepada anak kelas empat sekolah dasar menunjukkan bahwa anak yang diminta untuk menuliskan hal terburuk
yang pernah ia alami sebelum
mengerjakan tes intelegensi, menunjukkan performansi yang lebih rendah dibandingkan dengan anak yang diminta untuk menuliskan hal terbaik yang pernah ia alami (Reihenberg-Hackert, 1953). Beberapa penelitian juga telah dilakukan untuk melihat pengaruh dari feedback dari tester terhadap skor tes. Bridgeman (1974) menemukan bahwa kata “sukses” yang disebutkan oleh tester diikuti oleh performansi yang sangat baik oleh subjek apabila dibandingkan dengan performansi yang diikuti oleh kata “gagal” pada tes yang sama. D. Sudut Pandang Peserta Tes Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini mengenai respon dari peserta tes menunjukkan faktor yang berpengaruh terhadap hasil tes sangat dipengaruhi oleh kecemasan dari peserta tes itu sendiri. Salah satunya yaitu penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa kecemasan pada saat mengerjakan tes berpengaruh terhadap skor tes yang mengukur performansi ( K.T. Hill dan S. B. Sarason, 1964). Penelitian lain yang dilakukan oleh Mandler dan Sarason (1952) menemukan bahwa tes yang diawali dengan instruksi yang meminta peserta tes untuk dapat menyelesaikan tes sesuai dengan waktu yang telah ditentukan sebelumnya, berpengaruh terhadap peserta tes. Peserta tes yang memiliki tingkat kecemasan yang rendah akan lebih diuntungkan dan peserta yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi akan lebih dirugikan. Penelitian lebih lanjut dilakukan oleh I.G. Sarason dkk pada tahun 1980. Penelitian tersebut menemukan bahwa ada dua komponen dalam kecemasan pada saat tes, yaitu emosional dan kecemasan. Komponen emosional meliputi perasaan tegang dan peningkatan fungsi fisiologis seperti meningkatnya detak jantung. Sedangkan komponen kecemasan atau komponen kognitif meliputi ketakutan akan performansi yang buruk dan kegagalan. 3. Efek dari Latihan terhadap Tes Performansi Banyak penelitian yang telah dilakukan dalam melihat pengaruh dari latihan terhadap skor tes. Penelitian yang dilakukan oleh Yates pada tahun 1953-1954 menunjukkan bahwa peningkatan performansi akibat latihan dipengaruhi oleh kemampuan dan pendidikan dari peserta tes, jumlah dan jenis latihan yang diberikan, dan tes itu sendiri. Anastasi & Urbina (2006) juga menyatakan bahwa pemberian latihan juga mengurangi validitas tes. Pengenalan tes sebaliknya
Universitas Sumatera Utara
merupakan instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan validitas tes dan menyamakan kondisi dari seluruh peserta tes.
E. Pengaruh Administrasi Tes terhadap Hasil Tes Pelaksanaan tes psikologi haruslah dilakukan dengan menggunakan prosedur-prosedur yang standar (Anastasi & Urbina, 2006). Bahkan dalam tes klasikal, ketika instruksi diberikan kepada peserta tes, diperlukan kejelasan terhadap pernyataan-pernyataan yang harus dibaca untuk mencegah salah baca dan keragu-raguan yang dialami oleh peserta tes. Penelitian yang komprehensif atas dampak yang ditimbulkan oleh penguji tes dan variabel situasi terhadap skor tes telah diterbitkan secara berkala (Anastasi & Urbina, 2006). Berdasarkan pemaparan di atas maka kita dapat mengetahui bahwa prosedur yang standar dalam pelaksanaan tes sangatlah penting untuk dilakukan. Apabila prosedur pelaksanaan tes psikologi tidak standar maka akan sangat mempengaruhi skor tes tersebut (Anastasi & Urbina, 2006). Dapat dibayangkan apabila pada pelaksanaan Big Five Inventory apabila administrasi yang dilakukan tidak standar seperti peserta diminta untuk menampilkan dirinya yang terbaik pada saat mengerjakan tes yang seharusnya peserta menampilkan dirinya dengan apa adanya, maka kemudian hal ini akan sangat mempegaruhi skor tes dan pengklasifikasian peserta kepada fakor kepribadian yang tidak sesuai berdasarkan Big Five Personality. Hal ini dapat dimengerti karena setiap orang memiliki kecenderungan untuk menampilkan dirinya yang terbaik pada saat melakukan tes
Universitas Sumatera Utara
akibat adanya tuntutan sosial atau social desirebility (Widiarso dan Suhapti, 2010). Pelaksanaan tes juga mempengaruhi prestis atau harga diri seseorang, karena tidak ada orang yang ingin mengalami kegagalan dalam suatu tes (Anastasi dan Urbiba, 2006). Kondisi tersebut kemudian tentu saja mendorong seseorang untuk dapat berusaha dan menampilkan dirinya yang terbaik di dalam pelaksanaan tes. Merujuk kepada definisi validitas maupun validitas konstrak sebagaimana yang telah diungkapkan sebelumnya, tes dengan administrasi yang tidak standar akan mengakibatkan peserta diklasifikasikan tidak sesuai dengan konstrak yang ia miliki sehingga alat tes yang digunakan tidak akan mampu mengukur sesuai dengan tujuan pengkurannya. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa dengan administrasi yang tidak standar akan sangat berpengaruh terhadap skor tes. Instruksi yang tidak standar yang digunakan di dalam penelitian ini adalah “silanglah bagian dari kolom tanggapan yang menggambarkan diri anda yang terbaik”. Instruksi yang tidak standar tersebut akan berpengaruh terhadap ke lima dimensi Big Five Personality. Individu dengan tingkat openness tertentu ketika diberikan instruksi standar, akan memiliki tingkat openness yang berbeda dengan individu yang diberikan instruksi yang tidak standar. Individu yang diberikan instruksi yang tidak standar akan memiliki tingkat openness atau skor Openness yang lebih tinggi, hal ini sangat mungkin terjadi dikarenakan Openness memiliki korelasi nilai yang positif terhadap norma masyarakat, sehingga akan menimbulkan social desirebility yang kemudian menyebabkan setiap individu akan berusaha menampilkan dirinya dengan sebaik mungkin.
Universitas Sumatera Utara
Begitu juga dengan dimensi Conscientiousness, Extraversion, dan Agreebleness. Ketiga dimensi tersebut apabila diujikan kepada individu yang diberikan instruksi yang tidak standar maka akan menghasilkan tingkat atau skor yang lebih tinggi dibandingkan dengan diujikan menggunakan instruksi yang standar, diakibatkan ketiga dimensi tersebut memiliki korelasi yang positif terhadap norma masyarakat, sehingga sangat rentan terhadap timbulnya social desirebility yang menyebabkan individu akan menampilkan dirinya yang sebaikbaiknya. Pada dimensi Neuroticism, individu yang diberikan instruksi yang tidak standar akan memiliki skor yang lebih rendah, hal ini dikarenakan dimensi Neuroticism memiliki korelasi yang negatif terhadap norma masyarakat, hal ini kemudian mengakibatkan setiap orang akan menampilkan dirinya yang sebaikbaiknya akibat social desirebility sehingga menyebabkan skor yang diperoleh akan lebih rendah dibandingkan dengan individu yang diberikan instruksi yang standar. F. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan kepada ke lima faktor yang terdapat pada Big Five Personality, yaitu: 1.
Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor Openness
2.
Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor Concientiousness
Universitas Sumatera Utara
3.
Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor Extraversion
4.
Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor Agreebleness
5.
Ada pengaruh antara administrasi tes Big Five Inventory pada faktor Neuroticism.
Universitas Sumatera Utara