BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi yang fungsi utamanya memberikan pelayanan kepada pasien, diagnostik dan terapeutik untuk berbagai penyakit dan masalah kesehatan, baik yang bersifat bedah maupun non bedah. Rumah sakit harus dibangun dan dilengkapi, serta dipelihara dengan baik untuk menjamin pelayanan kesehatan, keselamatan pasiennya, harus menyediakan fasilitas yang lapang, tidak berdesakdesakan, dan terjamin sanitasinya untuk kesembuhan pasien (Aditama, 2003). Menurut Azwar (1996), rumah sakit adalah suatu organisasi yang memiliki tenaga medis professional yang terorganisasi suatu sarana kedokteran yang permanen, menyelenggarakan
pelayanan
kedokteran,
asuhan
keperawatan
yang
berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita pasien. Menurut Sujudi dan Suhartini (1996), tujuan adanya rumah sakit agar dapat menjual jasa untuk menegakkan diagnosa suatu penyakit serta memberikan pelayanan atau perawatan secara preventif, kuratif dan rehabilitatif serta untuk keperluan pendidikan dan penelitian. Adapun tugas daripada rumah sakit adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya dan berhasil guna. Upaya-upaya tersebut dilakukan agar terjadi penyembuhan dengan penanganan secara medis dan professional.
9
Universitas Sumatera Utara
10
2.1.1 Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI telah menyusun kriteria-kriteria penting mengenai jenis disiplin pelayanan yang berkaitan terutama dengan struktur dan proses pelayanan rumah sakit, sebagai salah satu nilai atau modul yang dijadikan sebagai dasar perbandingan yang harus dipakai oleh pengelola rumah sakit dalam melaksanakan pelayanan yang didasari ilmu pengetahuan dan keterampilan manajemen rumah sakit yang memadai dan dijiwai oleh etika profesi (Depkes RI, 2008). Pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit digolongkan dalam tiga bentuk pelayanan yaitu pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap dan pelayanan gawat darurat. Pelayanan rawat jalan adalah pelayanan yang diberikan pada waktu dan jam tertentu sedangkan pelayanan rawat inap adalah pelayanan yang diberikan dalam waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Adapun pelayanan gawat darurat adalah pelayanan kesehatan yang diberikan dalam waktu setinggi-tingginya 24 jam (Depkes,2008). 2.1.2 Pelayanan Rawat Inap Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tanggal 28 Oktober 2009 tentang Rumah Sakit, disebutkan bahwa rawat inap terdiri dari : 1. Unit Ruangan Perawatan Umum 2. Unit Ruangan Perawatan Penyakit Dalam 3. Unit Ruangan Perawatan Bedah 4. Unit Ruangan perawatan Obstetri dan Ginekologi 5. Unit Ruang Perawatan Bayi
Universitas Sumatera Utara
11
6. Unit Ruang Perawatan Pediatri Azwar (1996) menyatakan sejak pasien dirawat dirumah sakit hingga diperbolehkan pulang, maka pasien rawat inap akan mendapatkan pelayanan sebagai berikut : 1. Pelayanan Penerimaan/administrasi 2. Pelayanan dokter 3. Pelayanan makanan/gizi 4. Pelayanan penunjang medik dan non medik 5. Kebersihan lingkungan 2.1.3 Dimensi Mutu Pelayanan kesehatan Sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa yang melibatkan tingkat interaksi yang tinggi antara penyelenggara dan pemakai jasa, mutu pelayanan kesehatan ditentukan oleh beberapa faktor dimensi pokok. Terdapat enam faktor yang mempengaruhi mutu pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan prosedur kesehatan, yaitu : 1. Kompetensi teknis, yaitu yaitu pelayanan yang sesuai dengan stadar teknik pelayanan yang sudah disepakati oleh para ahli sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Keamanan pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan tidak menyebabkan komplikasi atau kelainan pasien. 3.
Kenyamanan Pelayanan, yaitu pelayanan yang diberikan dalam lingkungan yang nyaman, misalnya ruang tunggu dan runag periksa mempunyai ventilasi yang
Universitas Sumatera Utara
12
baik, cahaya cukup terang, tempat duduk yang memadai, bersih dan rapi, serta menunggu giliran yang diperiksa tidak terlalu lama. 4. Informasi pelayanan, yaitu adanya berbagai peran papan informasi misalnya loket pendaftaran, jam buka dan tutup, tanda petunjuk kearah ruangan pemeriksaan dan sebagainya, dengan demikian dapat memberikan kemudahan pada pasien yang berkunjung. 5. Hak Asasi Manusia (HAM) dalam pelayanan, yaitu pasien diterima dengan ramah tamah, petugas bersikap baik terhadap pasien, maupun teman sekerjanya, dengan raut muka yang berseri, bersikap membantu dan melayani pasien sampai selesai. 6. Efisiensi pelayanan, yaitu tidak terjadi pemborosan dalam memberikan pelayanan, misalnya tidak memberikan antibiotik bila tidak diperlukan,tidak memberikan suntikan bila tidak diperlukan, memberikan pelayanan kesehatan datang tepat waktu sehingga tidak membuang waktu pasien menunggu (Depkes RI, 2000).
2.2 Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) 2.2.1 Sejarah JKA Pemerintah Provinsi Aceh menyelenggarakan Program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) pada 1 Juni 2010. Program ini menjangkau hingga seluruh penduduk Provinsi Aceh (universal health coverage). Gubernur Propinsi Aceh drh. Irwandi Yusuf M, Sc, menempatkan Program JKA sebagai salah satu upaya meningkatkan sumber daya di Provinsi Aceh. Program JKA bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan, mendorong kreatifitas dan produktivitas masyarakat Aceh untuk
Universitas Sumatera Utara
13
menggapai visi Aceh 2015 “ Aceh Sehat Yang Islami, Mandiri, Berkeadilan dan Sejahtera. Program JKA menjembatani Aveh untuk mengakses pelayanan kesehatan. JKA menghilangkan kendala biaya ketika masyarakat Aceh berobat. Pemerintah tidak lagi memungut biaya administrasi maupun biaya pelayanan kesehatan. 2.2.2 Kebijakan Dalam JKA Kebijakan JKA salah satu bagian yang terpenting untuk menciptakan masyarakat Aceh terlepas dari belenggu ketidakberdayaan, kesakitan, kesehatan telah manjadikan masalah tersendiri dalam masyarakat yang telah lama berusaha untuk dihilangkan. 1. Kepesertaan Pergub Aceh nomor 56 tahun 2011 pasal 4 menyebutkan peserta JKA adalah seluruh penduduk Aceh, tidak termasuk: 1. Peserta Program Askes Sosial PT Askes (Persero) termasuk pejabat negara yang iurannya dibayar pemerintah, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota 2. Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Penduduk Aceh adalah masyarakat yang berdomisili di Aceh dan memiliki KTP Aceh atau KK Aceh atau surat keterangan penduduk yang dibuat oleh kepala desa berdasarkan persetujuan camat setempat. Peserta JKA digolongkan menjadi dua jenis kesepertaan yaitu: 1. Peserta JKA Jamkesmas: peserta yang dibiayai oleh dana APBN diperuntukkan bagi penduduk miskin sesuai kriteria yang ditetapkan pemerintah pusat. Peserta JKA Jamkesmas juga berhak mendapatkan JKA melalui integrasi pembiayaan kesehatan antara APBN dan APBA.
Universitas Sumatera Utara
14
2. Peserta JKA Non Jamkesmas: peserta yang dibiayai oleh dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) diperuntukkan bagi penduduk yang tidak dijamin oleh program asuransi kesehatan sosial PT. Askes dan JPK Jamsostek 2. Iuran 1. Pada tiga tahun pertama (2010-2012) Pemerintah Provinsi Acehmenggangarkan setiap tahun sejumlah Rp241,9 M (tahun 2010), Rp 399 M (tahun 2011) dan Rp 419 M (tahun 2012) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Dana JKA tersebut digunakan untuk pembayaran kapitasi di fasilitas kesehatan dasar (puskesmas dan jaringannya) dan untuk pembayaran klaim rumah sakit. 2. Tahun 2014 dan selanjutnya, Pemerintah Daerah Aceh merencanakan pembatasan subsidi iuran bagi penduduk miskin dan hampir miskin. Penduduk Aceh yang bekerja mandiri dan memiliki kemampuan ekonomi wajib mengiur. 3. Tata Laksana Pelayanan Kesehatan 1. Manfaat jaminan kesehatan yang diberikan kepada peserta adalah dalam bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (komprehensif) berdasarkan kebutuhan medis sesuai dengan standar pelayanan medis. 2. Pelayanan kesehatan dalam Program JKA menerapkan pelayanan terstruktur dan berjenjang. 3. Pelayanan rawat inap tingkat lanjut diberikan diruang rawat inap kelas III. 4. Pemberian pelayanan kepada peserta oleh fasilitas kesehatan harus dilakukan secara efisien dan efektif, dengan menerapkan prinsip kendali biaya dan kendali mutu.
Universitas Sumatera Utara
15
2.3 Konsep Pasien PAPS 2.3.1 Pengertian Pasien PAPS PAPS adalah pulang atas permintaan pasien atau keluarga pasien sebelum diputuskan boleh pulang oleh dokter yang merawatnya. Standar kejadian pulang paksa di rumah sakit adalah ≤ 5%. Pasien dikatakan keluar hidup jika pasien yang di pulangkan seizin dokter yang merawat, sedangkan pasien keluar dengan keadaan mati dikategori pasien mati <48 jam dan ≥48 jam (Depkes RI, 2007). Ada beberapa cara pasien keluar dari rumah sakit yaitu : 1. Diizinkan pulang/boleh pulang yaitu pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit atas keputusan dokter karena tidak memerlukan lagi rawat inap dan dibolehkan pulang. 2. Pulang atas permintaan sendiri/Pulang paksa yaitu pasien rawat inap yang menurut pernyataan dokter masih memerlukan rawat inap dan belum diperbolehkan pulang, tetapi atas permintaan sendiri atau keluarga memutuskan untuk pulang atau menghentikan rawat inap di rumah sakit. Tanggung jawab atas kejadian yang dialami pasien setelah pulang paksa menjadi tanggung jawab pasien sendiri atau keluarga yang memutuskan. Hal ini dituangkan dalam surat pernyataan yang ditanda tangani oleh pasien, petugas rumah sakit dan saksi. 3. Lari yaitu pasien rawat inap yang menurut pernyataan dokter yang memerlukan rawat inap tetapi keluar dari rumah sakit tanpa sepengetahuan petugas dan meninggalkan kewajibannya.
Universitas Sumatera Utara
16
4. Dirujuk yaitu pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit atas keputusan dokter yang menangani berdasarkan alas an tertentu yang dikirim kerumah sakit lain untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih lanjut. 5. Meninggal yaitu pasien rawat inap yang keluar dari rumah sakit dalam keadaan mati. Pada dasarnya pulang atas permintaan sendiri merupakan pemutusan kontrak kesepakatan antara provider dengan klien sesuai dengan Undang-Undang Nomor 29/2004 bahwa “kegiatan pelayanan diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara provider dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan”. 2.3.2. Alasan Pasien PAPS Pelayanan yang bermutu pada dasarnya merupakan suatu pengalaman emosional bagi pelanggan. Apabila pelanggan merasa bangga dan puas atau bahkan surprise dengan jasa yang diterima, akan memperlihatkan kecendrungan yang besar untuk menggunakan kembali jasa yang ditawarkan oleh perusahaan di masa yang akan datang. Dampak langsung dari kepuasan pelanggan adalah adanya penurunan komplain dan peningkatan kesetiaan konsumen. Demikian pula dengan rumah sakit sebagai perusahaan jasa, jika pelanggan atau pasien merasa puas dengan mutu pelayan di rumah sakit tersebut maka ada kecendrungan untuk setia terhadap pelayanan rumah sakit (Sukirman, 2006). Menurut Thenie H (2002), produk rumah sakit dalam hal ini adalah jasa pelayananan pengobatan dan perawatan yang kurang memenuhi harapan pasien,
Universitas Sumatera Utara
17
biaya pelayanan yang terlalu tinggi, tempat yang kurang nyaman, informasi yang kurang akurat dan memadai bagi pasien, tenaga medis/paramedis yang kurang professional serta proses seperti administrasi atau birokrasi yang yang terlalu rumit merupakan beberapa contoh kajadian yang menimbulkan ketidakpuasan sehingga pasien PAPS . Secara umum ketidaknyamanan pasien pada waktu proses perawatan di rumah sakit bisa menjadi faktor pemicu pasien memutuskan untuk PAPS, adapun faktorfaktor yang menyangkut dengan kepuasan pasien yang menyebabkan pasien membuat keputusan untuk PAPS yaitu : 1. Efisiensi Efisiensi pelayanan kesehatan merupakan dimensi yang penting dari mutu Karena efisiensi akan mempengaruhi hasil pelayanan, apalagi sumber daya pelayanan kesehatan pada umumnya terbatas. Pelayanan yang efisien akan memberikan perhatian yang optimal daripada memaksimalkan pelayanan kepada pasien dan masyarakat. Petugas akan memberikan pelayanan yang terbaik dengan sumber daya yang dimiliki. Pelayanan yang kurang baik karena norma yang tidak efektif atau pelayanan yang salah harus dikurangi atau dihilangkan. Dengan cara ini, kualitas dapat ditingkatkan sambil menekan biaya. Pelayanan yang kurang baik, disamping menyebabkan resiko yang tidak perlu terjadi dan kurang nyamannya pasien, seringkali mahal dan memakan waktu lama untuk memperbaiki peningkatan kualitas memerlukan tambahan sumber daya.
Universitas Sumatera Utara
18
2. Karakteristik Produk Produk ini merupakan kepemilikan rumah sakit yang bersifat fisik antara lain gedung dekorasi. Karakteristik produk rumah sakit antara lain meliputi penampilan bangunan rumah sakit, kebersihan dan tipe kelas kamar
yang disediakan beserta
kelengkapannya. 3. Faktor Emosional Pasien merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih rumah sakit yang sudah mempunyai pandangan “rumah sakit mahal”, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang tinggi. 4. Harga Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar, sedangkan rumah sakit yang berkualitas sama tetapi berharga murah memberi nilai yang lebih tinggi kepada pasien. 5. Kenyamanan dan Kenikmatan Keramahan berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang tidak berhubungan langsung dengan efektifitas klinis, tetapi dapat mempengaruhi kepuasan pasien dan tersedianya untuk kembali kefasilitas kesehatan untuk memperoleh pelayanan berikutnya (Wijono D, 1999).
Universitas Sumatera Utara
19
2.4 Kepatuhan Pasien Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan. Kepatuhan atau ketaatan sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain. a. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah : Menurut Taylor, kepatuhan sering diartikan sebagai usaha pasien untuk mengendalikan perilakunya, bahkan jika hal tersebur bisa menimbulkan resiko yang mengganggu kesehatannya. Faktor penting ini sering kali dilupakan dan banyak dokter beranggapan bahwa pasien akan mengikuti apa yang mereka nasehatkan, tanpa para pasien tersebut memutuskan terlebih dahulu apakah mereka akan melakukannya. Faktor-faktor yang berkaitan dengan hal tersebut adalah : 1. Ciri-ciri kesakitan dan pengobatan Perilaku kepatuhan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang jelas), saran megenai gaya hidup yang umum dan kebiasaan lama, pengobatan kompleks dan pengobatan dengan efek samping. 2. Komunikasi antara pasien dan dokter Hubungan dokter dan pasien adalah faktor yang paling penting dalam masalah kepatuhan. Jika dokter dan pasien mempunyai prioritas dan keyakinan yang berbeda dan harapan medis yang berbeda, maka kepatuhan pasien akan menghilang. 3. Persepsi dan pengharapan para pasien Pasien dianggap sebagai seorang pengambil keputusan dan kepatuhan sebagai hasil dari pengambilan keputusan. Hal ini tercermin dalam Conflict Theory bahwa pasien
Universitas Sumatera Utara
20
sendirilah yang harus memutuskan apakah mereka akan menjalani operasi, oleh sebab itu harus diberitauhakan secara sebaik-baiknya tentang prosedurnya, resiko dan efektifitas pengobatan agar mereka bisa mengambil keputusan yang tepat. b. Variabel-variabel sosial Secara umum, orang-orang yang merasa menerima penghiburan, perhatian dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok biasanya lebih mudah cendrung mematuhi nasehat medis, daripada pasien yang kurang mendapatkan dukungan sosial (Horne, 2006). 2.4.1 Teori Kepatuhan 1. Health Believe Model (HBM) Menjelaskan model perilaku sehat (misalnya memeriksakan diri) merupakan fungsi dari keyakinan personal tentang besarnya ancaman penyakit dan penularannya, serta keuntungan dari rekomendasi yang diberikan petugas kesehatan. Ancaman yang dirasakan berasal dari keseriusan dan keyakinan yang dirasakan terhadap penyakit dan kerentangan orang tersebut. Individu kemudian menilai keuntungan dari tindakan yang diambil (misalnya berobat akan mengurangi simptom). Meskipun dibayangi oleh resiko-resiko dari tindakan yang diambilnya. Seperti takut dalam efek samping dan biaya pengobatan. 2. Theory Of Planned Behaviour (TPB) Teori ini berusaha menguji hubungan antara sikap dan perilaku, yang fokus utamanya pada intensi atau niat yang mengantarkan hubungan antara sikap dan perilaku, norma subjektif terhadap perilaku, dan kontrol terhadap perilaku yang dirasakan.
Universitas Sumatera Utara
21
3. Model Of Adherence Morgan dan Horne mengemukakan model Unintentional Nonadherence dan Intentional Nonadherence. Unitentional Nonadherence mengacu pada hambatan pasien dalam proses pengobatan. Hambatan-hambatan dapat muncul dari kapasitas dan keterbatasan sumber dari pasien, meliputi defisiensi memori ( misalnya lupa instruksi atau lupa berobat), ketrampilan ( misalnya kesulitan dalam membuka kemasan/ penutup obat atau menggunakan peralatan dalam berobat. Intentional Nonadherence menggambarkan cara pasien yang terlibat dalam pengambilan keputusan dalam pengobatan. Pada proses ini tindakan rasional berasal dari keyakinan-keyakinan, kondisi-kondisi, prioritas-prioritas, pilihan-pilihan, latihanlatihan meskipun persepsi dan tidakan berbeda (Siti, 2009).
2.5. Teori pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Manullung (2007) yang dikutip dari Department Of Health Education and Welfare, USA (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan yaitu : 1. Faktor regional misalnya : Jakarta, Jawa Tengah 2. Faktor dari sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan yaitu : a) Tipe dari organisasi misalnya : rumah sakit, puskesmas, dll. b) Kelengkapan program kesehatan, c) Tersedianya tenaga dan fasilitas medis, d) teraturnya pelayanan, e) hubungan antara dokter/tenaga kesehatan dengan pasien, f) adanya asuransi kesehatan. 3. Faktor adanya fasilitas kesehatan lainnya
Universitas Sumatera Utara
22
4. Faktor-faktor dari konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu : a. Faktor sosio demografis yang meliputi umur, jenis kelamin, status perkawinan, besar family, kebangsaan, dan suku bagsa serta agama. b. Faktor sosio psikologis yang meliputi sikap atau persepsi terhadap pelayanan kesehatan secara umum, pengetahuan dan sumber informasi dari pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelayanan kesehatan sebelumnya. c. Faktor ekonomis meliputi status sosial ekonomis (pendidikan, pekerjaan dan pendapatan) d. Dapat digunakannya pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antara rumah pasien dengan tempat pelayanan. e. Variabel yang menyangkut kebutuhan needs yang meliputi mordibity, gejala penyakit, status terbatasnya keaktifan yang kronis, dll. Faktor yang mempemgaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan menurut Anderson yang dikutip Manullung (2007) yaitu : (1) Mudahnya menggunakan pelayanan kesehatan yang tersedia, (2) Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada, (3) Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan. 1. Karakteristik predisposisi (Predisposing characteristics) Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai kecendrungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbedabeda. Hal ini disebabkan karena adanya cirri-ciri individu, yang digolongkan kedalam 3 kelompok adalah: a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur
Universitas Sumatera Utara
23
b. Struktur Sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras dan sebagainya. c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Selanjutnya Anderson percaya bahwa : - Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan. - Setiap individu mempunyai struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan. - Individu percaya adanya kemanjuran dalam penggunaan pelayanan kesehatan. 2. Karakteristik Pendukung (Enabling characteristic) Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak untuk menggunakannya. Penggunaan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada sangat tergantung pada kemampuan konsumen untuk membayar. 3. Karakteristik kebutuhan ( Needs characteristics) Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan dapat terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakan sebagai kebutuhan. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung tidak ada. Faktor yang mempengaruhi permintaan pelayanan kesehatan adalah pengetahuan tentang sakit, sikap petugas dan dukungan keluarga.
Universitas Sumatera Utara
24
PREDISPOSING
DEMOGRAFI Status,Sex, Status perkawinan, Jumlah keluarga.
STRUKTUR SOSIAL Jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, agama, ras, kesukuan
KEPERCAYAAN KESEHATAN Keyakinan, sikap dan pengetahuan terhadap pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya.
ENABLING
NEEDS
HEALTH CARE SERVICE USE
SUMBER DAYA KELUARGA
KOMPONEN NEEDS
Penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa layanan dan keikutsetaan dalam asuransi kesehatan.
Simptom, fungsifungsi yang terganggu, Persepsi terhadap status kesehatannya.
SUMBER DAYA MASYARAKAT
EVALUASI Simptom dan diagnosis
Jumlah saranan pelayanan kesehtan, Jumlah tenaga rasio penduduk dengan tenaga kesehatan, lokasi sarana kesehatan.
Gambar 2.1 Landasan Teori Sumber : Anderson dalam Notoatmodjo (2005)
Universitas Sumatera Utara
25
2.6
Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Pasien Untuk PAPS
2.6.1 Faktor Predisposing 1.
Umur Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama.
Umur mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat keterpaparan, besarnya resiko serta sifar resistensi. Perbedaan pengalaman dengan masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu. 2.
Pendidikan Undang–undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pedidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Sehingga tingkat pendidikan dapat diartikan sebagai jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh seseorang. 3.
Jenis Kelamin Jenis kelamin merupakan peran biologi yang dimiliki oleh seseorang yang
meliputi laki-laki atau perempuan.
Universitas Sumatera Utara
26
4. Pengetahuan Benyamin
Bloom
dalam
Notoatmodjo
(2003)
menyatakan
bahwa
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan, indra penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). 5. Lama Perawatan Jumlah dalam satuan hari perawatan yang dilakukan untuk pasien mulai masuk rawat inap hingga sembuh. Perawatan Pendek (3hari), perawatan sedang (4-6 hari( dan perawatan panjang ( > 7 hari). 2.6.2 Faktor Enabling 1. Pendapatan Menurut Sumardi dan Dieter Evers dalam Khalimah (2007), pendapatan yaitu seluruh penerimaan baik berupa uang maupun dari hasil sendiri. Jadi yang dimaksud pendapatan adalah suatu tingkat penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan orang tua dan anggota keluarga lainnya. Dari defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pendapatan adalah jumlah penghasilan baik berupa uang maupun barang yang diperoleh dari hasil pekerjaannya. 2. Keterjangkauan Biaya Menurut Anjaryani (2009), keterjangkauan biaya merupakan kemampuan pasien dalam membayar jasa terhadap pelayanan yang telah didapat atau
Universitas Sumatera Utara
27
kesanggupan individu atau keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan meliputi kewajaran biaya, kejelasan komponen biaya, biaya pelayanan Sedangkan menurut Menurut Mulyadi (2005), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi, sedang terjadi atau yang memungkinkan akan terjadi untuk tujuan tertentu. 3. Ketersediaan Sarana/Fasilitas Kesehatan Sarana/fasilitas pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terjadinya perilaku kesehatan. Faktor ini mencakup ketersediaan saranan dan prasarana fasilitas kesehatan seperti fasilitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. 2.6.3 Faktor Needs 1. Sikap Petugas Menurut Anjaryani (2009), sikap petugas meurpakan unsur yang memberikan pengaruh yang paling besar dalam menentukan kualitas dar pelayanan yang di berikan kepada pasien di rumah sakit. 2. Dukungan Keluarga Dukungan keluarga merupakan keadaan, kesediaan dan kepedulian dari orangorang yang dapat dihandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pada saat proses perawatan berlangsung, dukungan keluarga sangat dibutuhkan oleh pasien yaitu sebagai penyemangat untuk kesembuhannya. 3. Persepsi Tentang Penyakit Persepsi tentang penyakit adalah sebuah proses dimana individu menafsirkan tentang perkembangan penyakitnya. Persepsi tentang penyakit memiliki sifat
Universitas Sumatera Utara
28
subyektif. Hal tersebut berarti setiap orang dapat memiliki persepsi yang berbeda terhadap penyakitnya
2.7. Kerangka Konsep Variabel Bebas
Variabel Terikat
Faktor Predisposing -Jenis Kelamin -Umur -Pendidikan -Pengetahuan -Lama Perawatan
Faktor Enabling -Pendapatan -Keterjangkauan Biaya -Fasilitas kesehatan
-
Keputusan Pasien Untuk Pulang Atas Permintaan Sendiri (PAPS)
Faktor Needs -Sikap petugas -Dukungan keluarga -Persepsi tentang penyakit
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka konsep, dapat dirumuskan definisi konsep variabel penelitian yaitu sebagai berikut : Faktor predisposing merupakan kumpulan faktor yang menggambarkan karakteristik individu yang mempengaruhi seseorang untuk memakai pelayanan kesehatan (jenis kelamin, umur, pendidikan, pengetahuan dan lama perawatan), Faktor enabling merupakan suatu kondisi atau keadaan yang membuat seseorang mampu melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhannya akan pelayanan kesehatan sangat tergantung pada kemampuan konsumen untuk
Universitas Sumatera Utara
29
membayar (pendapatan keluarga, keterjangkauan biaya dan ketersediaan fasilitas). Faktor needs merupakan
dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan
pelayanan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung tidak ada (sikap petugas, dukungan keluarga dan persepsi tentang penyakit). Sedangkan keputusan pasien untuk pulang atas permintaan sendiri merupakan keputusan yang dilakukan responden untuk pulang sebelum adanya izin dari dokter yang merawatnya. 2.8. Hipotesis Penelitian Dari gambar kerangka konsep di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah terdapat pengaruh faktor predisposing (jenis kelamin, umur, pendidikan, pengetahuan dan lama perawatan), faktor enabling (pendapatan, keterjangkauan biaya, fasilitas kesehatan) dan faktor needs (sikap petugas, dukungan keluarga dan persepsi tentang penyakit) terhadap keputusan pasien untuk PAPS di RSUD. Dr. Yuliddin Away Tapaktuan Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara