BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Keagenan pada Organisasi Pemerintahan Agency theory menjelaskan hubungan antara agen dengan prinsipal. Hubungan keagenan merupakan kontrak antara satu orang atau lebih (prinsipal) dengan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa pelayanan atas nama prinsipal yang melibatkan pendelegasian beberapa kewenangan pengambilan keputusan kepada agen (Jensen dan Meckling, 1976). Jensen dan Meckling (1976) menyatakan teori keagenan menekankan adanya pemisahan fungsi kepemilikan (prinsipal) dengan fungsi manajemen/agen. Pemisahan fungsi inilah yang akhirnya menimbulkan konflik antara prinsipal dan agen. Konflik muncul karena agen dapat mengejar kepentingan mereka sendiri dan mengorbankan kepentingan dari prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976) Menurut Jensen dan Meckling (1976), hubungan keagenan dapat terjadi pada semua entitas bisnis maupun non-bisnis dengan adanya kontrak (implisit maupun eksplisit) sehingga perilaku partisipan tergantung pada sifat dari kontrak ini. Hal ini berarti hubungan keagenan tidak hanya terjadi pada entitas bisnis saja, melainkan juga dapat terjadi pada organisasi pemerintahan. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 mengatur bahwa kepala daerah bertanggungjawab atas perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban program pemerintahan. Sejak tahun 2005, Kepala Daerah dipilih langsung oleh
rakyat melalui Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah atau disingkat PILKADA. Artinya rakyat memberikan wewenang kepada kepala daerah sebagai pengambil keputusan, sehingga rakyat bertidak sebagai prinsipal dan kepala daerah bertindak sebagai agen. 2.1.2. Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara/daerah selama suatu periode (Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006). Standar Akuntansi Pemerintahan Pernyataan No. 1 menyebutkan secara spesifik tujuan pelaporan keuangan pemerintah yakni untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: 1.
menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
2.
menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah;
3.
menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
4.
menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya;
5.
menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
6.
menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan;
7.
menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya.
2.1.3. Karakteristik Auditing Karakteristik auditing adalah ciri khas yang melekat pada saat proses audit. Komponen yang digunakan dalam penelitian ini adalah temuan audit. Temuan audit atau remarks adalah permasalahan-permasalahan yang ditemukan oleh auditor saat melakukan audit. Hasil BPK dalam melaksanakan pemeriksaan akan dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang memuat temuan, kesimpulan, dan rekomendasi. Setiap temuan dapat terdiri dari satu atau lebih permasalahan,
seperti
ketidakpatuhan
terhadap
kelemahan ketentuan
sistem
pengendalian
peraturan
intern
perundang-undangan
(SPI), yang
mengakibatkan kerugian negara/daerah atau kerugian negara/ daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/ daerah, potensi kerugian negara/ daerah atau potensi kerugian negara/ daerah yang terjadi pada perusahaan milik negara/ daerah, kekurangan penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan (BPK, 2015). 2.1.4. Karakteristik Politik Aristoteles mengemukakan bahwa politik adalah usaha yang ditempuh oleh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (Surbakti, 1992). Politik juga sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat (Srbakti, 1992). Karakteristik politik yang digunakan yaitu re-election atau terpilihnya kembali kepala daerah. Di Indonesia,
Kepala Daerah dipilih melalui pemilihan umum daerah yang langsung dipilih oleh rakyat. Dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 12 Tahun 2015 disebutkan bahwa seorang calon pemimpin tidak disyaratkan memiliki keahlian khusus. Kepala daerah jarang yang memiliki pengalaman dalam bidang data keuangan atau teknis akuntansi. Kepala daerah yang telah berpengalaman memimpin suatu daerah selama lebih dari empat tahun, maka kepala daerah tersebut akan cukup akrab dengan standar dan prosedur akuntansi serta langkahlangkah persiapan yang diperlukan untuk memfasilitasi prosedur audit (Cohen dan Leventis, 2013). 2.1.5. Karakteristik Auditor Karakteristik auditor adalah ciri-ciri yang melekat pada seorang auditor. Dijelaskan dalam Peraturan BPK RI Nomor 4 Tahun 2010 bahwa pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK. Dijelaskan kembali bahwa setiap pemeriksa memiliki peran pemeriksa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan. Jenjang dalam peran auditor adalah a.) Anggota Tim Yunior, b.) Anggota Tim Senior, c.) Ketua Tim Yunior, d.) Ketua Tim Senior, e.) Pengendali Teknis, dan f.) Pengendali Mutu. Karakteristik auditor yang digunakan adalah latar belakang pendidikan dan kecakapan profesional auditor. 1.1.5.1. Latar Belakang Pendidikan Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa pada Badan Pemeriksa Keuangan pasal 52 ayat 4 (a) menyebutkan bahwa ketentuan untuk menjadi seorang
pemeriksa salah satunya yakni memperoleh ijazah Sarjana Strata 1/Diploma IV. Pemahaman seorang auditor terhadap standar audit, proses audit dan ketentuanketentuan lainnya yang berkaitan dengan penugasan pemeriksaan diperoleh dari pendidikan yang ditempuhnya (Indriyanto dan Nasikin, 2015). 1.1.5.2. Kecakapan Profesional Pernyataan standar umum pertama dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara adalah: “Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Kecakapan profesional auditor mengacu pada keahlian auditor yang ditunjukkan melalui sertifikasi keahlian dalam bidang akuntansi sebagai pengakuan akan kemampuan profesional seorang auditor (Lase dan Sutaryo, 2014). Telah menjalani sertifikasi keahlian auditor membuat auditor memiliki keahlian lebih dalam menjalankan audit. Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan (BPK, 2007).
2.1.6. Audit Delay Waktu BPK dalam mengaudit, terhitung sejak diterimanya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) oleh BPK dari Pemerintah Daerah hingga diterbitkannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 mengatur bahwa laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah. Terjadinya audit delay dapat disebabkan karena pelaporan LKPD oleh pemerintah daerah terlambat sehingga penyerahan LKPD kepada BPK menjadi lebih lama dan laporan pemeriksaan oleh BPK menjadi terlambat. Audit delay menyebabkan ketepatan waktu laporan keuangan menjadi berkurang. Jika ketepatan laporan keuangan berkurang maka mengakibatkan informasi dalam laporan keuangan kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan (Kieso et al., 2012). Hal tersebut menyebabkan laporan keuangan dikatakan tidak relevan untuk pengambilan keputusan. 2.2. Review Penelitian Dan Pengembangan Hipotesis 2.2.1. Karakteristik Auditing dan Audit Delay Menurut Cohen dan Leventis (2013) komunikasi antara auditan dengan auditor menjadi lebih intens dan menjadi lebih lama ketika terdapat permasalahan akuntansi. Temuan audit adalah permasalahan-permasalahan yang ditemukan oleh auditor saat melakukan audit. Jumlah temuan audit berpengaruh pada lamanya penyelesaian laporan audit. Banyaknya temuan audit akan menambah waktu diskusi temuan baik di internal BPK antara tim audit lapangan dengan
penanggung jawab audit maupun antara BPK dengan pemerintah daerah selaku auditan sebelum temuan tersebut layak untuk diangkat dalam laporan hasil audit. Selain itu, banyaknya temuan audit akan menambah waktu bagi auditan dalam memberikan tanggapan atas temuan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah: H1: Temuan audit berpengaruh positif terhadap audit delay. 2.2.2. Karakteristik Politik dan Audit Delay Menurut Cohen dan Leventis (2013), kepala pemerintah daerah yang telah berpengalaman memimpin suatu daerah selama lebih dari empat tahun, maka kepala daerah tersebut akan cukup akrab dengan standar dan prosedur akuntansi serta langkah-langkah persiapan yang diperlukan untuk memfasilitasi prosedur audit. Kepala daerah yang terpilih kembali diharapkan lebih mengetahui masalah dan kesalahan yang ada pada tahun sebelumnya sehingga kesalahan yang ada dapat diperbaiki di tahun setelahnya dan dapat meminimalisir terjadinya audit delay. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah: H2: Terpilihnya kembali kepala daerah berpengaruh terhadap audit delay 2.2.3. Karakteristik Auditor dan Audit Delay Pemahaman seorang auditor terhadap standar audit, proses audit dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan penugasan pemeriksaan diperoleh dari pendidikan yang ditempuhnya (Indriyanto dan Nasikin, 2015). Seorang auditor dengan latar belakang pendidikan yang tinggi diharapkan auditor
tersebut dapat lebih efektif dalam menyelesaikan auditnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indriyanto dan Nasikin (2015) menghasilkan bahwa latar belakang pendidikan auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah: H3: Latar belakang pendidikan auditor berpengaruh negatif terhadap audit delay Kompleksitas pemeriksaan keuangan menuntut auditor untuk memiliki keahlian dalam bidang akuntansi. Terdapat berbagai gelar sertifikasi profesi dalam dunia auditing, seperti Certified Public Accountant (CPA), Certified Internal Auditors (CIA) atau Qualified Internal Auditor (QIA), Certified Information System Auditor (CISA), Certified Fraud Examiners (CFE) dan lain-lain. Auditor yang memiliki sertifikasi dalam bidang audit diharapkan mampu secara efektif dan efisien dalam menjalankan audit. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lase dan Sutaryo (2014), kecakapan profesional auditor berpengaruh terhadap audit delay baik secara individual maupun ketika diinteraksikan dengan variabel lain. Berdasarkan hal tersebut, hipotesis yang akan diuji adalah: H4: Kecakapan profesional auditor berpengaruh terhadap audit delay 2.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh karakteristik auditing, politik dan auditor pada pemerintah daerah di Indonesia. Kerangka pemirikan
berdasarkan uraian di atas yang menggambarkan hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Karakteristik Auditing
Temuan Audit
Karakteristik Politik
Terpilihnya kembali Kepala Daerah
H1 (+)
H2
AUDIT DELAY
Karakteristik Auditor
Latar Belakang Pendidikan
H3 (-)
H4
Kecakapan Profesional
GAMBAR 2.1 Kerangka Pemikiran