perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS A.
TinjauanPustaka
1. Pelaksanaan Audit pada BPK RI Penelitian yang akan dilakukan adalah mengenai kualitas audit pada tahapan proses pemeriksaan di BPK RI, sehingga perlu diuraikan proses pekerjaan pemeriksaan yang berlaku di lingkungan BPK RI. Pelaksanaan pemeriksaan di BPK RI diatur secara khusus dalam ketentuan berupa Panduan Manajemen Pemeriksaan (PMP) yang wajib dilaksanakan oleh setiap tim pemeriksa untuk menjamin kualitas pemeriksaan yang dilaksanakan. PMP telah ditetapkan secara formal dalam Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1/K/I-XIII.2/2/2008 tanggal 19 Februari 2008. Dalam PMP diatur mengenai prosedur dan tata cara pengelolaan pemeriksaan disertai formulir, catatan, bentuk laporan yang dihasilkan. Secara garis besar siklus pemeriksaan di BPK RI meliputi: a.
Penyusunan KKP;
b.
Perencanaan Pemeriksaan;
c.
Pelaksanaan Pemeriksaan;
d.
Pelaporan Pemeriksaan;
e.
Pemantauan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan;
f.
Evaluasi Pemeriksaan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
digilib.uns.ac.id
Kualitas Audit Audit atau pemeriksaan merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa yang diberikan kepada publik yang dalam arti luas bermakna evaluasi terhadap suatu organisasi, sistem, proses, atau produk. Pengertian auditing menurut Mulyadi (2005) adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Sedangkan berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, objektif, dan profesional berdasarkan
standar
pemeriksaan,
kecermatan,
kredibilitas,
dan
untuk
keandalan
menilai
kebenaran,
informasi
mengenai
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Pelaksanaan audit dalam bidang pemerintahan dikenal dengan sebutan audit sektor publik. Tujuan pelaksanaan audit sektor publik adalah untuk menjamin dilakukannya pertanggungjawaban publik oleh pemerintah, baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Pelaksanaan audit atas instansi pemerintahan merupakan suatu hal yang penting dalam
rangka
memberikan
commit to user
keyakinan
bahwa
laporan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pertanggungjawaban yang menyangkut aspek keuangan dan operasional memiliki kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan. Badan Pemeriksa
Keuangan
Negara
Republik
Indonesia
(BPK-RI)
diamanatkan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara untuk melakukan audit atas Laporan Keuangan Pemerintah. Pemeriksaan oleh BPK RI tidak hanya menghasilkan opini atas laporan keuangan dan laporan keuangan yang diaudit tetapi juga memberikan catatan hasil temuan. Sampai saat ini belum ada definisi yang pasti mengenai apa dan bagaimana kualitas audit yang baik itu. Tidak mudah untuk menggambarkan dan mengukur kualitas audit secara obyektif dengan beberapa indikator. Hal ini dikarenakan kualitas audit merupakan sebuah konsep yang kompleks dan sulit dipahami, sehingga sering kali terdapat kesalahan dalam menentukan sifat dan kualitasnya. Hal ini terbukti dari banyaknya penelitian yang menggunakan dimensi kualitas audit yang berbeda-beda. Masalah kualitas audit bukanlah hal baru, penelitian tentang kualitas audit telah dilakukan sejak awal 1980 di berbagai negara seperti Amerika Serikat (misalnya DeAngelo 1981), Australia (misalnya Craswell, Francis & Taylor 1995), dan UK(misalnya Che Ahmad & Houghton 1996).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
De Angelo
(1981)
mendefinisikan
kualitas audit
sebagai
probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Probabilitas penemuan suatu pelanggaran tergantung pada kemampuan teknikal auditor dan independensi auditor tersebut. Penelitian yang dilakukan De Angelo (1981), mengasumsikan bahwa auditor dengan kemampuannya akan dapat menemukan suatu pelanggaran dan kuncinya adalah auditor tersebut harus independen. Tetapi informasi tentang kemampuan teknik (seperti pengalaman audit, pendidikan, profesionalisme, dan struktur audit perusahaan), kapabilitas, dan independensi sulit untukdipisahkan. Dalam sektor publik, Government Accountability Office (GAO) mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit (Lowenshon, 2005). Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN). Dalam penelitian Crasswell dkk (1995), kualitas auditor diukur dengan
menggunakan
ukuran
spesialisasi
auditor.
Crasswell
menunjukkan bahwa spesialisasi auditor pada bidang tertentu merupakan dimensi lain dari kualitas audit. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fee audit spesialis lebih tinggi dibandingkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
auditor non spesialis. Hogan dan Jeter (1999) menyatakan bahwa spesialisasi industri membuat auditor mampu menawarkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak spesialis. Dalam penelitian ini hal yang akan diuji adalah kualitas pelaksanaan audit, sehingga penelitian ini dikonsentrasikan untuk menguji kepatuhan auditor terhadap standar dan peraturan baik standar profesional maupun dalam diri manajemen kantor auditor (Moizer, 1986). Kualitas audit yang baik akan dapat dicapai bilamana proses yang dilakukan oleh auditor berjalan secara efektif, yakni bahwa pelaksanaan audit tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kualitas ini harus dibangun sejak awal pelaksanaan audit hingga pelaporan dan pemberian rekomendasi. Meskipun peran penting kualitas audit adalah meningkatkan kualitas informasi pelaporan keuangan perusahaan, tetapi belum tercapai konsensus mengenai bagaimana kualitas audit harus diukur (Iskandar, 2010). Publik menganggap bahwa opini audit wajar tanpa pengecualian menggambarkan kualitas laporan keuangan yang diaudit, karena opini WTP menyiratkan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material. Catanach dan Walker (1999) melihat kualitas audit sebagai fungsi dari kinerja auditor. Mereka berargumen bahwa kualitas audit dipengaruhi oleh kemampuan dan perilaku profesional auditor. Kegagalan auditor untuk mendeteksi salah saji material atau kegagalan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk melaporkan salah saji akan mencerminkan kualitas audit yang buruk. Dalam penelitian terdahulu di BPK RI sebagaimana dikemukakan oleh AMP Bagus Pantja Putra Djaja (2002), kualitas audit BPK RI dikategorikan menjadi tiga, yaitu: kualitas strategis, kualitas teknis, dan kualitas proses. Senada dengan penelitian dari Putra Djaja, pengukuran mengenai efektivitas suatu audit menurut Beckmerhagen (2004) tidak cukup hanya mengukur dari hasil atau dampak dari audit dan tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran juga harus meliputi proses audit (dari perencanaan, pelaksanaan, pelaporan sampai dengan tindak lanjut). Selain itu pengukuran efektivitas juga harus memperhatikan sumber daya auditornya (independence and competence). Kualitas proses adalah kualitas yang mengacu kepada proses kegiatan audit, sejak perencanaan audit, pelaksanaan, pelaporan sampai dengan dengan tindak lanjut. Proses audit harus mendalam, efisien, efektif, dan dapat direview oleh pihak lain, serta mendapat jaminan kualitas secara formal. Adapun untuk mengukur kualitas audit pada auditor di BPK RI digunakan indikator kualitas audit yang dikemukakan dalam SPKN. Standar umum dalam SPKN mengatur mengenai ketentuan mendasar untuk menjamin kredibilitas dan kualitas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK RI yaitu persyaratan kemampuan/keahlian pemeriksa, independensi organisasi pemeriksa, dan pemeriksa secara
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
individual, pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan, serta pengendalian mutu hasil pemeriksaan.
3. Kompetensi Frame (1999) menyatakan bahwa, kata kompetensi berasal dari bahasa latin competens, yang merupakan kata kerja competere. Kata ini mengandung dua bagian : com, yang berarti bersama-sama, dan petere, yang berarti berjuang/berusaha. Jadi secara literal, competere dapat diartikan menjadi sebuah kalimat yaitu berjuang bersama-sama. Trotter (1986) dalam Taufiq (2010) mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten adalah orang yang dengan keterampilannya mengerjakan pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang
New Collegiate Dictionary (1983) dalam Sri Lastanti (2005) mendefinisikan kompetensi sebagai keterampilan dari seorang ahli. Ahli
didefinisikan
sebagai
seseorang
yang
memiliki
tingkat
keterampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman. Perusahaan audit besar dipandang dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik, hal ini berdasarkan kompetensi dan independensi yang mereka miliki (DeAngelo, 1981). Selain itu perusahaan audit
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang lebih besar memiliki lebih banyak sumber daya yang berkualitas, hal ini didasarkan pada investasi perusahaan pada teknologi dan pelatihan yang lebih baik untuk mengembangkan kompetensi mereka (Craswell, 1995). Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan, organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Persyaratan kemampuan tersebut berlaku bagi organisasi pemeriksa secara keseluruhan, dan tidak dengan sendirinya harus berlaku bagi pemeriksa secara individu. Suatu organisasi pemeriksa dapat menggunakan pemeriksanya sendiri atau pihak luar yang memiliki pengetahuan, keahlian, atau pengalaman di bidang tertentu. Dalam Standar Umum SPKN disebutkan bahwa kompetensi mensyaratkan keahlian/kemampuan pemeriksa. Keahlian/kemampuan ditentukan oleh latar belakang pendidikan, kecakapan profesional, dan pendidikan berkelanjutan. Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan harus memelihara kompetensinya melalui pendidikan profesional berkelanjutan. Oleh karena itu, setiap pemeriksa
yang
melaksanakan
pemeriksaan
menurut
Standar
Pemeriksaan, setiap dua tahun harus menyelesaikan paling tidak 80
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Pada tahun 2010, Menpan dan RB menetapkan Peraturan Menpan dan RB No. 17 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pemeriksa dan Angka Kreditnya. Peraturan ini menuntut pemenuhan kompetensi pemeriksa
sesuai
dengan
peran
yang
disandangnya.
Untuk
melaksanakan dan mencapai kompetensi pemeriksa yang lebih profesional dan berkualitas, BPK merasa perlu menetapkan Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan. Melalui Keputusan Sekjen BPK No. 335/K/X-XIII.2/7/2011 tertanggal 27 Juli 2011, ditetapkanlah Standar Kompetensi Teknis Pemeriksa BPK. Salah satu Rencana Strategis BPK 2011-2015 adalah mewujudkan pemeriksaan yang bermutu untuk menghasilkan laporan hasil pemeriksaan yang bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan pemilik kepentingan. Pemeriksaan yang bermutu dapat dicapai dengan pemenuhan atas kompetensi pemeriksa. Pemenuhan kompetensi pemeriksa dapat diwujudkan melalui implementasi sistem manajemen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terpadu sumber daya manusia (SDM), standar kompetensi, serta jabatan fungsional pemeriksa. 4. Independensi Standar Auditing Seksi 220.1 (SPAP, 2001) menyebutkan bahwa independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi. Seorang akuntan publik melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum oleh karena itu,tidak dibenarkan memihak kepada siapapun sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang dimilikinya, ia akan kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya. Arens,et.al.(2000) mendefinisikan independensi dalam pengauditan sebagai "Penggunaan cara pandang yang tidak bias dalam pelaksanaan pengujian audit , sedangkan menurut Messier (2005), independensi merupakan suatu istilah yang sering digunakan oleh profesi auditor. Independensi menghindarkan hubungan yang mungkin mengganggu obyektivitas auditor, evaluasi hasil pengujian tersebut, dan pelaporan hasil temuan audit. Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN menyatakan bahwa: berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya memiliki tanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Penelitian yang dilakukan Singgih (2010) menemukan bahwa independensi memberikan pengaruh yang dominan terhadap kualitas audit, sedangkan hasil penelitian Hussey dan Lan (2001) menemukan bahwa sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika auditor bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung melaporkan pelanggaran perjanjian antara prinsipal (pemegang saham dan kreditor) dan agen (manajer). Dalam penelitian Alim, Hapsari, dan Purwanti (2007) menemukan bukti empiris bahwa independensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Hasil ini konsisten dengan penelitian De Angelo (1981), Deis dan Giroux (1992), dan Mayangsari (2003). Selain itu, menurut Alim, dkk. (2007), interaksi independensi dan etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Dalam
melakukan
pemeriksaan,
pemeriksa
perlu
mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu: gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. Terdapat beberapa aspek independensi yang harus dimiliki seorang auditor. Aspek yang pertama adalah Independence in fact, dimana seorang auditor dituntut memilik kejujuran yang tinggi, hal ini terkait erat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dengan objektivitas auditor dalam melakukan pemeriksaan. Selain itu seorang auditor juga dituntut harus memiliki independence in apperance, dengan memiliki hal tersebut maka pihak lain akan memandang bahwa auditor memiliki independensi dalam pelaksanaan proses pemeriksaan. Apabila satu atau lebih gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara indvidu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa tidak dapat menolak penugasan yang diberikan, maka gangguan tersebut harus dimuat pada bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan. 5. Profesionalisme Dalam penelitian yang dilakukan DeAngelo (1981), kemampuan yang dimiliki auditor untuk mendeteksi salah saji merupakan fungsi dari
kompetensi
teknis
yang
dimiliki
pemeriksa,
sedangkan
pengungkapan terhadap salah saji yang ditemukan dalam proses pemeriksaan merupakan refleksi dari independensi yang dimiliki auditor. Oleh karena itu, atribut penting dari kualitas audit adalah pelaksanaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama karena pada dasarnya hal tersebut dapat meningkatkan nilai informasi dari audit kepada pihak ketiga. Menurut PSA No. 4 SPAP (2001) dan standar umum ketiga dalam SPKN, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
laporan hasil pemeriksaan. Kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan
kemahiran
profesional
menuntut
auditor
untuk
melaksanakan skeptisme profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun kecurangan. Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan, menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kemahiran profesional menyangkut dua aspek, yaitu skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai. Hasil penelitian Kopp,
Morley,
dan
Rennie
membuktikan
bahwa
masyarakat
mempercayai laporan keuangan jika auditor telah menggunakan sikap skeptis
profesionalnya
(professional
pelaksanaan audit.
commit to user
skepticism)
dalam
proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Faktor skeptisisme professional auditor berpengaruh terhadap kualitas audit, karena semakin skeptis seorang auditor maka akan semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam melakukan audit (Nelson, 2007; Hurtt, 2003; dan Bell, 2005). Carpenter (2002) menyatakan bahwa auditor yang kurang memiliki sikap skeptisisme profesional akan menyebabkan penurunan kualitas audit yang dilakukan. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi
selama
pemeriksaan,
skeptisme
profesional
harus
digunakan selama pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menganggap bahwa manajemen entitas yang diperiksa tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan
lagi.
Dalam
menggunakan
skeptisme
profesional,
pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur. 6. Tindakan Supervisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pengertian supervisi berdasarkan Auditing Dictionary of terms dari Accounting Institutes Seminars adalah: Supervision is directing efforts of assistants in the audit and determining whether objectives were accomplished. Elements of supervision include instructing assistants, keeping informed of problems, reviewing work performed, and dealing with differences of opinion among firm personnel. The appropriate extent of supervision depends on the complexity of subject matter and qualifications of persons performing the work.
Dari pengertian diatas dapat dijelaskan bahwa supervisi mencakup pengarahan usaha asisten dalam mencapai tujuan audit dan penentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Unsur supervisi adalah memberikan instruksi kepada asisten, tetap menjaga penyampaian informasiinformasi penting yang dijumpai dalam audit, mereviu pekerjaan yang dilakukan, menyelesaikan perbedaan pendapat diantara staf audit. Luasnya supervisi memadai dalam suatu keadaan tergantung atas banyaknya faktor, termasuk kompleksitas masalah dan kualifikasi orang yang melaksanakan audit. Supervisi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan penugasan audit. Karena pentingnya, dalam standar auditing supervisi ditempatkan pada peringkat pertama dalam Standar Pekerjaan Lapangan sejajar dengan perencanaan audit. Bunyi lengkap dari standar pekerjaan lapangan pertama adalah sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pekerjaan yang dilaksanakan oleh asisten harus direviu untuk menentukan apakah pekerjaan tersebut telah dilaksanakan secara memadai dan auditor harus menilainya apakah hasilnya sejalan dengan kesimpulan yang disajikan dalam laporan auditor. Accounting Education Change Commission (AECC)
melalui issues statement
No.4 (recommendations for supervisor of early work experience), merekomendasikan
pada
supervisor
akuntan
pemula
untuk
melaksanakan supervisi dengan tepat. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN), yakni pada standar pekerjaan lapangan menyebutkan bahwa supervisi mencakup pengarahan kegiatan pemeriksa dan pihak lain (seperti tenaga ahli yang terlibat dalam pemeriksaan) agar tujuan pemeriksaan dapat dicapai. Unsur supervisi meliputi pemberian instruksi kepada staf, pemberian informasi mutakhir tentang masalah signifikan yang dihadapi, pelaksanaan reviu atas pekerjaan yang dilakukan, dan pemberian pelatihan kerja lapangan (on the job training) yang efektif. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Gupta, et al. (1999) yang telah membuktikan adanya pengaruh signifikan antara praktek supervisi terhadap efektivitas pelaksanaan audit. Penelitian ini dilakukan pada US GAO (General Accountability Office) dengan mengambil responden sebanyak 226 auditor pemerintah Amerika Serikat yang sedang melakukan 96 penugasan audit aktual. Secara umum, hasil yang didapatkan untuk mendukung hipotesis dari penelitian ini adalah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bahwa kinerja dari tim akan tinggi apabila terdapat ketergantungan antara anggota dan ukuran tim audit, sesuai dengan pelaksanaan supervisi yang terdiri dari pengendalian secara birokrasi, personal, dan pengendalian tim. Supervisi merupakan salah satu elemen pengendalian kualitas dan prosedur reviu (quality control and review procedures). Kekuatan pengendalian kualitas dan prosedur reviu ikut mempengaruhi kualitas audit. Selain itu kemampuan supervisor juga mempengaruhi kualitas audit (Deis and Giroux, 1992). Penelitian Meier dan Fuglister (1992), menunjukkan pendapat yang sama atas kegiatan supervisi yang diberikan oleh responden auditor dan responden klien, yaitu kegiatan supervisi dapat menjaga konsentrasi auditor kepada bagian-bagian yang memiliki resiko tinggi dan supervisi dibutuhkan untuk meyakini bahwa pos-pos telah diuji dengan benar dan terdokumentasi dengan baik. Diungkapkan pula baik auditor dan klien telah memberikan rekomendasi yang paling penting bagi upaya peningkatan kualitas audit, berupa perlunya peningkatan pelatihan auditor dan kegiatan supervisi dalam penugasan audit.Penelitian tersebut membuktikan bahwa supervisi dan training adalah rekomendasi paling penting menurut anggapan auditor untuk berkonsentrasi pada area yang memiliki resiko tinggi. Putra Djaja (2002), juga membuktikan bahwa supervisi merupakan faktor penunjang kinerja tim yang paling mempengaruhi dari keenam faktor lainnya (Komposisi tim pemeriksa,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Independensi, Integritas dan Obyektivitas Tim, Program pemeriksaan, Kepuasan kerja) terhadap efektivitas pencapaian tujuan audit
. 7. Fraud a. Pengertian Fraud Australian Auditing Standard AUS 210 menyatakan bahwa tanggung jawab auditor untuk mengungkapkan fraud dan error pada laporan keuangan. AUS 2010 mendefinisikan fraud sebagai "... suatu tindakan yang disengaja oleh salah satuindividu atau lebih di antara manajemen, pemerintahan, karyawan, atau pihak ketiga, yang melibatkan penggunaan penipuan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil atau ilegal". Sedangkan, pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga dalam SPKN menyatakan bahwa pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Kecurangan (fraud) adalah salah satu jenis tindakan melawan hukum yang dilakukan sengaja untuk menghilangkan atau memperoleh sesuatu dengan cara menipu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sementara itu The Association of Certified Fraud Examiners occupational and abuse mendefinisikannya sebagai penggunaan kedudukan seseorang untuk
memperkaya
diri
sendiri
melalui
penyalahgunaan
sumberdaya atau aset organisasi. b. Karakteristik/ Elemen Fraud Tanda-tanda fraud adalah istilah umum yang digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan terjadinya fraud. Walaupun belum dapat dipastikan apakah memang fraud tersebut terjadi, namun pengamatan terhadap tanda-tanda tersebut dapat menjadi pemicu guna pelaksanaan pemeriksaan fraud. Report to the Nation on Occupational Fraud and Abuse (RNOFA) tahun 2006 dan 2008 menjelaskan bahwa ada empat elemen kunci yang berkaitan dengan fraud yaitu : 1) Hidden atau tersembunyi; 2) Breach of fiduciary care/deception atau mengandung unsur perbuatan melawan hukum; 3) Intentional atau akan dilakukan dengan sengaja/niat yang bertujuan untuk menguntungkan si pelaku baik langsung maupun tidak langsung;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4) Damage atau mengakibatkan kerugian (harta, pendapatan maupun sumber daya lainnya) bagi entitas yang menjadi korban. Dari elemen diatas dapat dipastikan bahwa siapapun yang memiliki wewenang dan kekuasaan dapat melakukan fraud, bahkan dalam beberapa kasus pihak-pihak yang tidak terkait langsung dengan kekuasaan dapat menjadi pendorong dilakukannya fraud.
c. Skema Fraud Dalam buku akuntansi Forensik dan Audit Investigatif karya Theodorus M. Tuanakota (2007) bahwa The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) mendefinisikan fraud dengan occupational fraud and abuse sebagai penggunaan kedudukan seseorang untuk memperkaya diri sendiri
melalui
penyalahgunaan
yang
disengaja
atau
penyalahgunaan sumber daya atau aset organisasi. Pemeriksa harus memahami bahwa fraud adalah perbuatan disengaja
dengan
niat
untuk
menyembunyikan
transaksi
sesungguhnya. Para pelaku fraud memiliki kemampuan yang beragam dalam hal kecanggihan, kesempatan, motif, dan keahlian dalam melakukan fraud. Lebih lanjut, ACFE menyatakan bahwa fraud terdiri dari tiga unsur, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1) Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation) Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat diukur/dihitung (defined value). Contoh modus penyalahgunaan aseet diantaranya adalah menggelapkan pendapatan, pencurian aset, berwujud milik organisasi (misalnya pencurian persediaan), pencurian atas barang-barang
sisa
(scrap)
untuk
dijual,
melakukan
pembayaran fiktif untuk barang atau jasa yang tidak pernah diterima oleh organisasi, menggunakan aset milik organisasi untuk kepentingan pribadi, dan lain-lain. Berikut
adalah
skema
yang
sering
terjadi
dalam
penyalahgunaan aset : a) Skimming, yaitu pencurian atau penjarahan uang sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan atau dicatat didalam pembukuan. b) Larceny, yaitu pencurian atau penjarahan uang dimana uang tersebut secara fisik telah masuk ke perusahaan, hal ini berkaitan erat dengan lemahnya pengendalian internal suatu perusahaan. c) Fraudulent semestinya),
disbursement biasa
terjadi
commit to user
(pembebanan dengan
jalan
yang
tidak
melakukan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pembebanan terhadap barang/ jasa yang tidak dibeli atau digunakan oleh entitas, pembayaran gaji yang melebihi keharusan, biaya yang tidak seharusnya dibebankan ataupun berkali-kali dibebankan, pencurian atau penguangan yang tidak
semestinya
atas
lembar
cek
entitas
ataupun
pengembalian-pengembalian atas transaksi yang batal secara tidak wajar.
2) Rekayasa Laporan Keuangan (Fraudulent Statement) Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing. 3) Korupsi (Corruption) Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi
di
negara-negara
berkembang
yang
penegakan
hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan
(conflict
of
interest),
penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities),
dan
pemerasan
secara
ekonomi
(economic
extortion).
8. Penelitian Terdahulu Penelitian Moroney (2006) bertujuan untuk menilai apakah organisasi dengan fungsi audit internal lebih mampu untuk mendeteksi fraud dari pada mereka yang tidak memiliki fungsi tersebut. Hasil dari penelitian membuktikan bahwa organisasi dengan fungsi audit internal lebih mampu mendeteksi adanya kecurangan dalam organisasi mereka. Standar auditing mengharuskan auditor untuk menentukan apakah sebuah perusahaan publik menyajikan Laporan keuangan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum (GAAP). Laporan keuangan tersebut dianggap wajar jika bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan. Menilai resiko fraud memberikan auditor dasar untuk mendeteksi penipuan dan membantu auditor menentukan sifat dan luas prosedur audit yang dirancang untuk meningkatkan pengungkapan penipuan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dengan demikian, penilaian resiko fraud memiliki pengaruh langsung pada efektivitas deteksi penipuan auditor dalam audit. Mengingat pentingnya palaksanaan audit yang berkualitas, para peneliti akuntansi telah mencurahkan banyak perhatian penelitian untuk isu-isu terkait resiko fraud. Penelitian Chui (2010) menemukan bahwa auditor umumnya jarang melakukan penilaian terhadap resiko fraud, akibatnya adalah kegagalan dalam mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan. Ketidakmampuan auditor untuk menilai resiko kecurangan dan kemudian gagal untuk mendeteksi fraud berakibat pada rendahnya kepercayaan dari masyarakat dan merusak profesi audit. Penelitian di Indonesia dilakukan oleh Setyaningrum (2010) yang meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit BPK RI. Variabel penelitian yang digunakan adalah karakteristik auditor yang diukur dari jenjang pendidikan, kecakapan professional, dan pendidikan berkelanjutan, sedangkan karakteristik auditee diukur dengan ukuran pemerintah daerah dan kompleksitas pemerintah daerah terhadap kualitas audit. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial karakteristik auditor tidak berpengaruh terhadap kualitas audit, sedangkan karakteristik auditee hanya ukuran pemerintah daerah yang memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas audit dan kompleksitas pemerintah daerah tidak berpengaruh.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mabruri (2010) menemukan bahwa obyektifitas, pengalaman kerja, pengetahuan, integritas auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas
audit
di
lingkungan
pemerintah
daerah,
sedangkan
independensi tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan penelitian yang dilakukan Januarti (2010), menemukan atribut moral reasoning berpengaruh negatif dengan kualitas audit, sedangkan skeptisme proffesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit laporan keuangan pemerintah daerah. Ikhtisar hasil penelitian yang pernah dilakukan terkait kualitas audit dan fraud detection disajikan pada Lampiran 1. 9. Kerangka Konseptual Laporan keuangan adalah bentuk tanggung jawab entitas terhadap pengelolaan keuangan dan berperan memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Collins
et al.
(1997),
Francis dan Schipper (1999) menyimpulkan bahwa relevansi nilai informasi akuntansi semakin turun dari waktu ke waktu (Rahman dan Oktaviana, 2010). Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan sudah tidak relevan lagi untuk dijadikan acuan pengambilan keputusan, hal ini disebabkan oleh adanya tindak kecurangan pada laporan keuangan atau financial statement fraud. Dalam mekanisme pelaporan keuangan, suatu audit dirancang untuk memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan tidak dipengaruhi oleh salah saji (mistatement) yang material dan juga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memberikan keyakinan yang memadai atas akuntabilitas manajemen aktiva perusahaan. Berdasarkan dari uraian latar belakang, tinjauan pustaka, dan teoriteori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat digambarkan kerangka konseptual yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Gambar 1 Kerangka Konseptual 1
Gambar 2 Kerangka Konseptual 2
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 1 menjelaskan mengenai kerangka konseptual determinasi kualitas audit yang diukur dengan kompetensi, independensi, kemahiran professional dan tindakan supervise, sedangkan gambar 2 menjelaskan mengenai pengaruh dari kualitas audit terhadap fraud detection pada Laporan Kementerian dan Lembaga.
B. 1.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Kompetensi Terhadap Kualitas Audit Kualitas audit merupakan kemungkinan auditor menemukan serta melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi pemerintah dengan berpedoman pada standar akuntansi dan standar audit yang telah ditetapkan. Definisi kualitas audit menurut DeAngelo (1981) adalah sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan, organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Kompetensi
auditor
adalah
kemampuan
auditor
untuk
mengaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dalam melakukan audit sehingga auditor dapat melakukan audit dengan teliti,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
cermat, intuitif, dan obyektif. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa audit harus dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis cukup sebagai auditor. Kebanyakan orang memahami bahwa semakin banyak jumlah jam terbang seorang auditor, tentunya dapat memberikan kualitas audit yang lebih baik daripada seorang auditor yang baru memulai kariernya. Atau dengan kata lain auditor yang berpengalaman diasumsikan dapat memberikan kualitas audit yang
lebih
baik
dibandingkan
dengan
auditor
yang
belum
berpengalaman. Hal ini dikarenakan pengalaman akan membentuk keahlian seseorang baik secara teknis maupun secara psikis (Singgih, 2010).Dengan demikian, auditor belum memenuhi persyaratan jika ia tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang memadai dalam bidang audit. Dalam audit pemerintahan, auditor dituntut untuk memiliki dan meningkatkan kemampuan atau keahlian bukan hanya dalam metode dan teknik audit, akan tetapi segala hal yang menyangkut pemerintahan sepertiorganisasi, fungsi, program, dan kegiatan pemerintah. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H1 = Kompetensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga 2.
Pengaruh Independensi Terhadap Kualitas Audit Pernyataan standar umum kedua dalam SPKN menjelaskan bahwa organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Christiawan
(2005)
mengungkapkan
bahwa
kualitas
audit
ditentukan oleh dua hal yaitu independensi dan kompetensi. Auditor
pelanggaran sedangkan auditor yang independen adalah auditor yang "mau" mengungkapkan pelanggaran tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Iskandar (2010) mengenai atribut kualitas audit dan kepuasan klien menyimpulkan bahwa independensi tim baik secara berhubungan
fakta maupun
dengan
kualitas
penampilan
audit
yang
secara signifikan diberikan
sehingga
mempengaruhi kepuasaan klien terhadap layanan yang diberikan oleh auditor. Fearnley dan Page (1994) dalam Hussey dan Lan (2001) mengatakan bahwa sebuah audit hanya dapat menjadi efektif jika auditor bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung melaporkan pelanggaran perjanjian antara prinsipal (pemegang saham dan kreditor) dan agen (manajer). Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap independensi akan membuat pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari
hasil pemeriksaan yang diberikan lebih objektif,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sehingga memberikan informasi yang lebih akurat untuk pengambil keputusan. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H2 = Independensi berpengaruh positif terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga 3.
Pengaruh Kemahiran Profesional Terhadap Kualitas Audit Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan, menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama merupakan hal yang penting yang harus diterapkan setiap auditor dalam melaksanakan pekerjaan profesionalnya agar dicapai kualitas audit yang memadai. Kemahiran profesional tersebut menyangkut dua aspek, yaitu skeptisme profesional dan keyakinan yang memadai. Wilcox (1952) di dalam Mautz dan Sharaf (1961) menekankan bahwa independensi adalah standar pengauditan yang esensial untuk menunjukkan kredibilitas laporan keuangan yang menjadi tanggung jawab manajemen. Dalam penelitian tersebut ditekankan bahwa jika akuntan tidak bersikap independen, maka opini yang diberikannya tidak akan memberi tambahan nilai apa pun. Kewajiban ini harus dijalankan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
oleh akuntan walaupun hal tersebut harus bertentangan dengan keinginan pihak yang menyewa mereka yang mungkin saja kemudian akan memecat mereka. Hasil penelitian Kopp, Morley, dan Rennie dalam Mansur (2007) membuktikan bahwa masyarakat mempercayai laporan keuangan jika auditor telah menggunakan sikap skeptis profesionalnya (professional skepticism) dalam proses pelaksanaan audit. Faktor skeptisisme profesional auditor berpengaruh terhadap kualitas audit, karena semakin skeptis seorang auditor maka akan semakin mengurangi tingkat kesalahan dalam melakukan audit (Nelson, 2009). Carpenter et al. (2002) menyatakan bahwa auditor yang kurang memiliki sikap skeptisisme profesional akan menyebabkan penurunan kualitas audit yang dilakukan. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H3 = Kemahiran Profesional berpengaruh positif terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga 4.
Tindakan Supervisi Berpengaruh Terhadap Kualitas Audit Supervisi merupakan salah satu elemen pengendalian kualitas dan prosedur review (quality control and review procedures). Kekuatan pengendalian kualitas dan prosedur review ikut mempengaruhi kualitas audit. Selain itu kemampuan supervisor juga mempengaruhi kualitas audit (Deis and Giroux, 1992). Penelitian Meier dan Fuglister (1992), menunjukkan dari pendapat yang sama atas kegiatan supervisi yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diberikan oleh responden auditor dan responden klien, yaitu kegiatan supervisi dapat menjaga konsentrasi auditor kepada bagian-bagian yang memiliki resiko tinggi dan supervisi dibutuhkan untuk meyakini bahwa pos-pos telah diuji dengan benar dan terdokumentasi dengan baik. Diungkapkan pula baik auditor dan klien telah memberikan rekomendasi yang paling penting bagi upaya peningkatan kualitas audit, berupa perlunya peningkatan pelatihan auditor dan kegiatan supervisi dalam penugasan audit. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deis dan Giroux (1992) yang melakukan investigasi tentang determinan dari kualitas audit oleh Independen CPA firm di Texas pada Audits of Independen School District, kualitas audit akan meningkat jika auditor tersebut mengetahui bahwa hasil pekerjaannya akan direview oleh pihak lain. Studi yang dilakukan Carcello (1991) membandingkan harapan mahasiswa akuntansi dan pengalaman akuntan pemula di KAP (Kantor Akuntan Publik). Hasil studi ini mendapatkan bukti bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan
antara harapan
mahasiswa
dengan
pengalaman akuntan pemula. Kesenjangan terbesar terjadi pada area pengembangan, pelatihan dan supervisi. Mahasiswa mengharapkan feedback yang konstruktif dan tepat waktu terhadap kinerja mereka, sedangkan pengalaman akuntan di dunia kerja menunjukkan hal yang sebaliknya. Kesenjangan terjadi dalam hal ketersediaan waktu yang cukup untuk
menyelesaikan penugasan, supervisor yang kompeten
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk menjawab setiap pertanyaan, pelatihan yang memadai, penentuan staff yang sesuai dengan penugasannya serta perlakuan yang profesional. Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), supervisi merupakan hal yang penting. Supervisi mencakup pengarahan usaha asisten yang terkait dalam pencapaian tujuan audit danpenentuan apakah tujuan tersebut tercapai. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H4 = Tindakan Supervisi berpengaruh positif terhadap kualitas audit Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga
5.
Kualitas Audit Berpengaruh Terhadap Fraud Detection Pernyataan standar pelaksanaan tambahan ketiga dalam SPKN menyatakan bahwa pemeriksa harus merancang pemeriksaan untuk memberikan keyakinan yang memadai guna mendeteksi salah saji material yang disebabkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah saji itu terdiri dari dua macam yaitu kekeliruan (error) dan kecurangan (fraud). Penelitian Moroney (2006) bertujuan untuk menilai apakah organisasi dengan fungsi audit internal lebih mampu untuk mendeteksi fraud dari pada mereka yang tidak. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa organisasi dengan fungsi audit internal lebih mampu mendeteksi adanya kecurangan dalam organisasi mereka.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pelaporan keuangan yang mengandung unsur kecurangan dapat mengakibatkan turunnya integritas informasi keuangan dan dapat mempengaruhi berbagai pihak. Selain investor dan kreditor, auditor adalah salah satu korban financial statement fraud karena mereka mungkin menderita kerugian keuangan dan/atau kehilangan reputasi (Rezaee, 2002). Oleh karenanya, auditor harus memahami cara-cara yang ditempuh pihak tertentu dalam melakukan praktik financial statement fraud. Penelitian yang dilakukan Spathis (2002) dengan menggunakan data yang telah terpublikasi untuk mengembangkan model yang dapat mendeteksi faktor yang terkait dengan False Financial Statements (FFS). False Financial Statement di Yunani dapat diidentifikasi berdasarkan pada kuantitas dan konten dari kualifikasi dalam laporan yang diajukan oleh auditor. Dengan demikian, dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut: H5 = Kualitas audit berpengaruh positif terhadap Fraud Detection pada Laporan Keuangan Kementerian dan Lembaga
commit to user