BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahaya Menurut Ramli (2010), bahaya (hazard) adalah segala sesuatu yang termasuk situasi atau tindakan yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau cedera pada manusia, kerusakan atau gangguan pada manusia, kerusakan atau gangguan lainnya. Menurut Okleqs (2008), bahaya adalah sesuatu atau sumber yang berpotensi menimbulkan cedera atau kerugian baik manusia, proses, properti dan lingkungan. Menurut PT. Sucofindo, (2008) bahaya atau hazard adalah sumber atau suatu keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan ataupun kemampuan melakukan fungsi yang telah ditetapkan. 2.1.1. Jenis Bahaya Menurut Kurniawidjaja (2010), komponen kerja yang dapat menjadi sumber atau berpotensi menimbulkan kerugian bagi kesehatan pekerja adalah sebagai berikut: 1.
Hazard tubuh pekerja (Somatic hazard),
2.
Hazard perilaku kesehatan,
3.
Hazard lingkungan kerja, a. Faktor atau bahaya fisik 1.
Bahaya mekanik,
2.
Bising,
3.
Getaran atau vibrasi,
12
Universitas Sumatera Utara
13
4.
Suhu ekstrem panas,
5.
Suhu ekstrem dingin,
6.
Cahaya,
7.
Tekanan,
8.
Radiasi pengion,
9.
Radiasi bukan pengion (gelombang elektromagnetik).
b. Faktor kimia 1.
Logam berat,
2.
Solvent/ pelarut organik,
3.
Gas dan uap.
c. Faktor biologik 4.
Hazard ergonomik (Ergonomic hazard),
5.
Hazard pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja. Menurut Ramli (2010), jenis bahaya dapat diklasifikasikan
sebagai
berikut : 1.
Bahaya mekanis,
2.
Bahaya listrik,
3.
Bahaya kimia,
4.
Bahaya fisik,
5.
Bahaya biologis.
Universitas Sumatera Utara
14
2.1.2. Sumber Bahaya Sumber bahaya di tempat kerja berasal dari : 1. Manusia Kesalahan utama sebagian besar kecelakaan, kerugian atau kerusakan terletak pada karyawan yang kurang terampil, kurang pengetahuan, kurang bergairah, kurang tepat dan terganggunya emosi pada umumnya menyebabkan kecelakaan dan kerugian. Dari hasil penelitian 80-85% kecelakaan disebabkan oleh kelalaian manusia. Bahkan ada suatu pendapat bahwa akhirnya secara langsung atau tidak langsung semua kecelakaan adalah dikarenakan faktor manusia. Selain itu, apa yang diterima atau gagal diterima melalui pendidikan, motivasi, serta penggunaan peralatan kerja berkaitan langsung dengan sikap pimpinan (Bennet N.B Silalahi dan Rumondang B.Silalahi, 1995). 2. Bangunan, peralatan dan instalasi Bahaya dari bangunan, peralatan dan instalasi perlu mendapat perhatian. Konstruksi bangunan harus kokoh dan memenuhi syarat. Desain ruangan dan tempat kerja harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. Pencahayaan dan ventilasi harus baik, tersedia penerangan darurat, marka dan rambu-rambu yang jelas dan tersedianya jalan penyelamatan diri (Syukri Sahab, 1997). Instalasi harus memenuhi syarat keselamatan kerja baik dalam desain maupun konstruksi. Sebelum dipergunakan maka harus diuji dan diperiksa oleh suatu tim ahli. Kalau diperlukan modifikasi harus sesuai dengan persyaratan bahan dan konstruksi yang ditentukan. Sebelum dioperasikan maka harus
Universitas Sumatera Utara
15
dilakukan percobaan operasi untuk menjamin keselamatannya, serta dioperasikan oleh seorang operator yang memenuhi syarat (Syukri Sahab, 1997) Peralatan yang digunakan dalam suatu proses dapat menimbulkan bahaya jika tidak digunakan sesuai dengan fungsi, tidak ada pelatihan penggunaan alat tersebut, tidak dilengkapi dengan pelindung dan pengaman serta tidak ada perawatan dan pemeriksaan. Perawatan atau pemeriksaan dilakukan agar bagian dari mesin atau alat yang berbahaya dapat dideteksi sedini mungkin (Syukri Sahab, 1997) 3. Bahan Menurut Syukri Sahab (1997), bahaya dari bahan meliputi berbagai risiko dengan sifat bahan antara lain mudah terbakar, mudah
meledak,
menimbulkan alergi, menimbulkan kerusakan pada kulit dan jaringan tubuh, menyebabkan kanker, mengakibatkan kelainan pada janin, bersifat racun dan radioaktif. Bahan atau material mempunyai tingkat bahaya dan pengaruh yang berbeda-beda. Ada yang tingkat bahayanya sangat tinggi dan ada yang rendah, ada yang pengaruhnya dapat segera dilihat tetapi ada yang bertahun-tahun baru diketahui. Oleh sebab itu, maka setiap pimpinan perusahaan harus tahu sifat bahan yang digunakan sehingga dapat mengambil langkah-langkah untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang bisa merugikan perusahaan. 4. Proses Bahaya dari proses sangat bervariasi tergantung dari teknologi yang digunakan. Proses yang digunakan dalam industri ada yang sederhana dan ada yang rumit. Ada proses yang berbahaya dan ada proses yang tidak terlalu
Universitas Sumatera Utara
16
berbahaya. Industri kimia biasanya menggunakan proses yang berbahaya. Dalam prosesnya menggunakan suhu dan tekanan yang bisa memperbesar risiko bahayanya. Proses ini terkadang menimbulkan asap, debu, panas dan bahaya mekanis yang mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Dalam proses produksi banyak bahan kimia yang digunakan sebagai bahan baku dan bahan penolong. Ada bahan kimia yang merupakan hasil sampingan dari bahan tersebut, termasuk bahan kimia berbahaya
seperti mudah meledak, menyebabkan iritan
dan beracun (Syukri Sahab, 1997). 5. Cara atau sikap kerja Cara kerja berpotensi terhadap terjadinya bahaya atau kecelakaan berupa tindakan tidak aman, misalnya cara mengangkut yang salah, posisi tidak benar, tidak menggunakan APD, lingkungan kerja dan menggunakan alat atau mesin yang tidak sesuai (Syukri Sahab, 1997). 6. Lingkungan kerja Bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis bahaya yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja ataupun kecelakaan kerja. Bahaya tersebut antara lain : a. Faktor lingkungan fisik, b. Faktor lingkungan kimia, c. Faktor lingkungan biologi, d. Faktor ergonomi, e. Faktor psikologi.
Universitas Sumatera Utara
17
2.1.3. Sumber Informasi Bahaya Bahaya dapat diketahui dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber antara lain dari peristiwa atau kecelakaan yang pernah terjadi, pemeriksaan ke tempat kerja, melakukan wawancara dengan pekerja di lokasi kerja, informasi dari pabrik atau asosiasi industri,lembar data keselamatan bahan (Material Safety Data Sheet). 1.
Kejadian Kecelakaan Informasi berharga tentang sumber bahaya atau risiko adalah melalui
informasi kejadian yang pernah terjadi sebelumnya, terutama dari hasil penelitian dan kajian penyebabnya akan bermanfaat untuk mencegah kejadian serupa. Dari kasus kecelakaan banyak informasi berguna untuk mengenal bahaya misalnya: a. Lokasi kejadian, b. Peralatan atau alat kerja, c. Pekerja yang terlibat dalam kecelakaan, d. Data-data korban berkaitan dengan usia, pengalaman, pendidikan,
masa kerja, kondisi kesehatan dan kondisi fisik serta informasi lainnya, e. Waktu kejadian, f. Bagian badan yang cedera, g. Keparahan kejadian.
Universitas Sumatera Utara
18
2.
Kecenderungan Kejadian Identifikasi bahaya juga dapat dilakukan dengan mempelajari
kecenderungan atau trend kejadian dalam perusahaan. 2.2. Risiko Menurut AS/NZS 4360:2004, risiko adalah peluang terjadinya suatu yang akan mempunyai dampak terhadap sasaran, diukur dengan hukum sebab akibat. Menurut Canadian Centre for Occupation and Safety (2009), risiko merupakan kemungkinan atau kesempatan seseorang akan dirugikan atau mengalami gangguan kesehatan jika terkena bahaya. Dalam hal ini juga termasuk properti atau kehilangan peralatan. Menurut Tarwaka (2008), risiko adalah suatu kemungkinan terjadinya kecelakaan atau kerugiaan pada periode tertentu atau siklus operasi tertentu. Sedangkan menurut Rao V. Kalluru (1996), risiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dalam kurun waktu tertentu. 2.2.1. Jenis-Jenis Risiko Menurut Ramli (2010), risiko yang dihadapi oleh suatu organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari dalam maupun dari luar. Oleh karena itu, risiko dalam organisasi sangat beragam sesuai dengan sifat, lingkup, skala dan jenis kegiatannya antara lain : 1. Risiko keuangan (financial risk) Setiap organisasi atau perusahaan mempunyai risiko financial yang berkaitan dengan aspek keuangan. Ada berbagai risiko financial seperti piutang macet, perubahan suku bunga, nilai tukar mata uang dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
19
2. Risiko pasar (market risk) Risiko pasar dapat terjadi terhadap perusahaan yang produknya dikonsumsi atau digunakan secara luas oleh masyarakat. Setiap perusahaan mempunyai tanggung jawab terhadap produk dan jasa yang dihasilkannya. 3. Risiko alam (natural risk) Bencana alam merupakan risiko yang dihadapi oleh siapa saja dan dapat terjadi setiap saat tanpa bisa diduga waktu, bentuk, kekuatannya. Bencana alam dapat berupa angin topan atau badai, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, banjir dan letusan gunung berapi. 4. Risiko operasional Risiko dapat berasal dari kegiatan operasional yang berkaitan dengan bagaimana cara mengelola perusahaan yang baik dan benar. Perusahaan yang memiliki sistem manajemen yang kurang baik mempunyai risiko untuk mengalami kerugian. Yang termasuk kedalam risiko operasional antara lain : a. Ketenagakerjaan Tenaga kerja merupakan aset paling berharga dan menentukan dalam operasi perusahaan. Mempekerjakan pekerja tidak terampil, kurang pengetahuan, sembrono atau lalai dapat menimbulkan risiko yang serius terhadap keselamatan. b. Teknologi Aspek teknologi disamping bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas juga mengandung berbagai risiko. Penggunaan mesin modern
misalnya
dapat
menimbulkan
risiko
kecelakaan
dan
Universitas Sumatera Utara
20
pengurangan tenaga kerja. Teknologi juga bersifat dinamis terus berkembang dengan inovasi baru. c. Risiko K3 Risiko K3 adalah risiko yang berkaitan denga sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material dan lingkungan kerja. Umumnya risiko K3 dikonotasikan sebagai hal negatif (negative impact) seperti : 1. Kecelakaan terhadap tenaga kerja dan asset perusahan, 2. Kebakaran dan peledakan, 3. Penyakit akibat kerja, 4. Kerusakan sarana produksi dan 5. Gangguan produksi. 5. Risiko keamanan (security risk) Masalah keamanan dapat berpengaruh terhadap kelangsungan usaha atau kegiatan suatu perusahaan seperti pencurian aset perusahaan, data informasi, data keuangan, formula produk dan lain-lain. Di daerah yang mengalami konflik, gangguan keamanan dapat menghambat atau bahkan menghentikan kegiatan perusahaan. 6. Risiko sosial Risiko sosial adalah risiko yang timbul atau berkaitan dengan lingkungan sosial dimana perusahaan beroperasi. Aspek sosial budaya seperti tingkat kesejahteraan, latar belakang budaya dan pendidikan dapat menimbulkan risiko, baik yang positif maupun negatif. Budaya masyarakat yang tidak
Universitas Sumatera Utara
21
peduli terhadap aspek keselamatan akan mempengaruhi keselamatan operasi perusahaaan. Sedangkan menurut Kolluru er al (1996), membagi risiko menjadi 5 tipe, yaitu : 1. Risiko keselamatan (safety risk) Ciri-ciri risiko keselamatan yaitu probabilitas rendah, pemajanan dan tingkat konsekuensi tinggi, bersifat akut dan efeknya langsung terlihat. Penyebabnya dapat langsung diketahui dan fokus pada keselamatan manusia dan pencegahan kerugian. 2. Risiko kesehatan (health risk) Ciri-ciri risiko kesehatan yaitu probabilitas tinggi, pemajanan dan tingkat konsekuensi
rendah, bersifat kronis dan efeknya tidak langsung terlihat.
Penyebabnya sulit diketahui dan fokus pada kesehatan manusia. 3. Risiko lingkungan (environmental risk) Ciri-ciri risiko lingkungan yaitu melibatkan interaksi antara populasi dan komunitas. Fokus risiko lingkungan yaitu dampak yang timbul pada habitat dan ekosistem yang jauh dari sumber risiko. 4.
Risiko kesejahteraan masyarakat (public welfare goodwill risk) Ciri-ciri risiko ini merupakan persepsi dan perhatian masyarakat terhadap
produksi dan kinerja. Risiko ini fokus terhadap kesejahteraan masyarakat melalui persepsi mereka.
Universitas Sumatera Utara
22
5. Risiko keuangan (financial risk) Ciri-ciri risiko keuangan yaitu dapat berupa risiko jangka panjang maupun pendek dari kerugian properti yang terkait dengan perhitungan asuransi, kesehatan dan keselamatan investasi. Risiko ini fokus terhadap kondisi keuangan dan kemudahan pengoperasian. 2.3. Kecelakaan Kerja Menurut Frank E.Bird (1989), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan cedera pada manusia atau kerusakan harta. Menurut Bird and Germain (1990), kecelakaan kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cedera atau korban jiwa) pada orang, kerusakan pada properti dan kerugian dalam proses yang terjadi saat pekerjaan dilakukan. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, penngertian dari kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan sejak berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa dilalui. Menurut Permenaker No.04/MEN/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau yang wajar dilalui. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.3 tahun 1998
Universitas Sumatera Utara
23
tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan harta benda. 2.3.1. Teori Penyebab Kecelakaan Kerja Menurut Geotsch (2008) dalam buku
Occupational and Health for
Technologist, Engineers and Manager menyebutkan bahwa kecelakaan menjadi perhatian bagi pembuat kebijakan K3, karena selain untuk mencegah kecelakaan mereka juga perlu mengetahui penyebab kecelakaan. Beberapa teori terkait dengan kecelakaan kerja antara lain : 1. Teori Domino Menurut H.W Heinrich (1930), kejadian sebuah cedera disebabkan oleh bermacam-macam faktor yang terangkai, dimana pada akhir dari rangkaian itu adalah cedera. Kecelakaan yang menimbulkan cedera disebabkan secara langsung oleh perilaku yang tidak aman dan potensi bahaya mekanik atau fisik. Prinsip dasar tersebut kemudian dikenal dengan nama teori domino, dimana Heinrich menggambarkan seri rangkaian terjadinya kecelakaan. Dalam teori domino Heinrich kecelakaan terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan, yaitu : a. Kondisi kerja, b. Kelalaian manusia, c. Tindakan tidak aman, d. Kecelakaan, e. Cedera (injury).
Universitas Sumatera Utara
24
Salah satu kerugian dari penggunaan teori Heinrich dalam model ini masih terlalu luas dan dapat diartikan dalam banyak cara. Model ini tidak menyediakan gambaran umum atau klasifikasi yang dapat dijadikan dasar penelitian ilmiah. Model ini juga melibatkan faktor perilaku manusia dan faktor mekanik dalam satu domino yang sama.
Gambar 2.1 Teori Domino Sumber: www.google.com
H.W. Heinrich menyebutkan bahwa faktor penyebab terjadinya kecelakaan 88% terjadinya kecelakaan adalah unsafe act, 10% unsafe condition dan
2% unavoidable. Heinrich berpendapat bahwa kecelakaan kerja terjadi
sebagai rangkaian yang saling berhubungan. Mekanisme terjadinya kecelakaan diuraikan dengan “domino sequence” yaitu : a. Tindakan tidak aman atau kondisi fisik maupun mekanis yang tidak aman, merupakan tindakan berbahaya disertai bahaya mekanik dan fisik lain.
Universitas Sumatera Utara
25
b. Kegagalan orang yang bersangkutan, merupakan perpaduan dari faktor keturunan dan lingkungan yang menyebabkan pada tindakan yang salah dalam melakukan pekerjaan. c. Lingkungan sosial dan sifat bawaan seseorang. Seseorang yang memiliki sifat tidak baik yang diperoleh karena keturunan, pengaruh lingkungan dan pendidikan menyebabkan seorang pekerja kurang berhati-hati dan banyak berbuat kesalahan. d. Cedera atau kerugian lain (injury) merupakan kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau luka berat, kecacatan dan bahkan kematian. e. Kecelakaan (accident) adalah peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja pada umumnya disertai dengan kerugian Setiap kejadian saling bergantung satu sama lain dan ini membentuk mata rantai yang dapat diibaratkan seperti kartu domino yang disusun tegak. Bila kartu pertama jatuh maka kartu lainnya akan jatuh. Teori domino baru dari Bird dan Germain (1985) lebih dikenal dengan sebutan ILCI tentang Loss Caution Model, teori ini mengemukakan pengembangan teori dari teori domino Heinrich. Teori ini terdiri dari 5 domino, yang disusunya sebagai berikut : a. Kurangnya pengawasan manajemen (Lack of control management) Kontrol merupakan salah satu diantara fungsi manajemen yang penting, selain perencanaan, pengorganisasian dan kepemimpinan. Fungsi ini berhubungan dengan pekerjaan manajer pada berbagai tingkat atau jabatan.
Universitas Sumatera Utara
26
b. Penyebab dasar Penyebab dasar adalah penyebab sebenarnya dibalik gejala mengapa perilaku dan praktik-praktik dibawah standar bisa terjadi dan kondisi ini bila diidentifikasikan dengan benar akan sangat berarti untuk menentukan perilaku pencegahan oleh pihak manajemen. Sering dari penyebab dasar ini akan memudahkan dalam mengidentifikasi akar permalasalah, penyebab yang sebenarnya penyebab tak langsung dan faktor yang berkontribusi terhadap kecelakaan. Ada 2 jenis penyebab dasar, yaitu faktor manusia dan faktor pekerjaan c. Penyebab langsung Penyebab langsung suatu kecelakaan adalah kondisi yang dengan segera menyebabkan timbulnya kontak yang biasanya dapat dilihat atau dirasakan. Biasanya disebut perilaku tidak aman dan kondisi tidak aman. Yang dimaksud dengan penyebab langsung adalah tindakan tidak aman (unsafe act) dan kondisi tidak aman (unsafe condition). d. Kecelakaan Kecelakaan adalah suatu kejadian yang kemudian diikuti dengan kerugian. Kecelakaan disebabkan adanya suatu kontak dengan sumber energi yang melampui ambang batas dari yang seharusnya diterima oleh tubuh atau benda.
Universitas Sumatera Utara
27
e. Kerugian Akibat dari sebuah kecelakaan adalah kerugian baik itu kerugian pada manusia, harta benda dan juga lingkungan.
Gambar 2.2 The ILCI Loss Causation Model Sumber : OHS Body of Knowledge Models of Causation : Safety
2. Teori Human Factor Teori Human Factor Model dikemukakan oleh Gordon (1949) yang menerangkan tentang Multiple Causatin Model dengan basic epidemilogi yang diadopsi dari Heinrich model dan konsep Loss Control yang dikembangkan Bird dan Loftus. Pada pendekatan epidemiologi, faktor yang mempengaruhi terjadinya kecelakaan adalah host yaitu pekerja yang melakukan pekerjaan, agent yaitu pekerjaan dan environment yaitu lingkungan kerja dimana pekerja melakukan pekerjaannya. Gordon mengemukakan bahwa kecelakaan kerja adalah akibat dari banyak sebab yang berkaitan dengan korban, penyebab, lingkungan yang terjadi secara random, yang intinya bahwa kecelakaan hasil interaksi yang kompleks dan acak
Universitas Sumatera Utara
28
antara korban, agen dan lingkungan serta tidak dapat diterangkan hanya dengan memperhatikan satu dari ketiga faktor tersebut. 3. Behaviour Based Safety Menurut Geller (2001) dalam bukunya The Psychology of Safety Handbook, menggambarkan pentingnya pendekatan Behavioral Based Safety dalam upaya keselamatan kerja, baik dalam perpektif reaktif maupun proaktif. Lebih lanjut Geller
menggambarkan
segitiga
hubungan
faktor-faktor
yang
saling
mempengaruhi dalam keselamatan dan kesehatan kerja.
Gambar 2.3 The Safety Triad Sumber : The Psychology of Safety Handbook
Perilaku aman seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain persepsi, sikap, keyakinan, perasaan dan nilai seseorang. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi munculnya perilaku meliputi komunikasi, pengawasan secara aktif, pelatihan dan kepatuhan terhadap peraturan.
Universitas Sumatera Utara
29
4. The Human Factor Analysis and Clasification System (HFACS) HFACS merupakan model yang berkembang dari Swiss Cheese Model, HFACS menjelaskan berbagai faktor yang tidak bisa dijelaskan Swiss Cheese Model, HFACS bisa digunakan untuk investigasi (Wiegman and Shappell,2006). HFACS menjelaskan 4 level yaitu : a. Tindakan tidak aman (unsafe acts), b. Pra-kondisi
yang
dapat
menyebabkan
tindakan
tidak
aman
(preconditions for unsafe acts), c. Pengawasan yang tidak aman (unsafe supervision,) d. Pengaruh organiasasi (organizational influences).
Gambar 2.4 Swiss Cheese Model Sumber : BMC Health Services Research, Thomas V Perneger, 2005
Berbeda dengan teori Domino Heinrich, Swiss Cheese Model memberikan informasi perihal bagaimana suatu tindakan tidak aman dapat terjadi. Informasi berikut, menunjukkan bagaimana terjadinya suatu tindakan tidak aman : a. Unsafe act 1. Errors,
Universitas Sumatera Utara
30
2. Violattions. b. Preconditions for unsafe act 1. Condition of operator, 2. Poor practice of operator. c.
Unsafe supervision
1. Inadequate supervision, 2. Improper planning, 3. Failure to correct problems, 4. Supervisory violations. d. Organizational Influence 1.
Organizational influences,
2.
Resource management,
3.
Organizational climate,
4.
Organizational process.
5. The Energy TransferTheory Konsep ini menjelaskan bahwa accident terjadi karena adanya suatu energi release. Energi yang dimaksud dapat berupa panas, cahaya, listrik, cahaya, kimia, biologi, psikologik, biomekanik, radiasi, gravitasi dan lainnya. Berkaitan dengan energi release, dapat dibedakan tiga hal yaitu sumber energi, rute (path) dan penerima (receiver). Teori ini sangat bermanfaat untuk menentukan penyebab injury,evaluasi hazard bertipe energi dan sebagai metode pengendaliannya. Pengendalian sumber energi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengeliminasi sumber energi, perubahan terhadap desain atau perubahan terhadap
Universitas Sumatera Utara
31
spesifikasi elemen-elemen pada tempat kerja dan maintenace pencegahan. Rute perpindahan energi dapat dimodifikasi dengan cara menutup jalur pajanan energi, membuat barrier, install absorber dan menempatkan isolator. Sedangkan untuk penerima (receiver) dapat dibantu dengan cara mengurangi pajanan (exposure) dan menggunakan alat pelindung diri (Chandra Satrya, 2005) 2.3.2. Pencegahan Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja pada prinsipnya dicegah dan pencegahan kecelakaan ini menurut Bennet NBS (1995) merupakan tanggung jawab para manajer lini, penyelia, mandor kepala, dan juga kepala urusan. Tetapi menurut M. Sulaksmono (1997) dan yang tersirat dalam UU no.1 tahun 1970 pasal 10, bahwa tanggung jawab kecelakaan kerja selain pihak perusahaan juga karyawan dan pemerintah (Gempur, 2004). Dibawah ini adalah cara pencegahan kecelakaan kerja menurut beberapa orang: 1. Menurut Olishifki (1985) bahwa aktivitas pencegahan kecelakaan dalam keselamatan kerja professional dapat dilakukan dengan beberapa hal berikut : a. Memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material, dan struktur perencanaan, b. Memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut, c. Memberikan pendidikan ( training) kepada tenaga kerja atau karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja,
Universitas Sumatera Utara
32
d. Memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerja yang berada pada area yang membahayakan. 2.
Menurut Suma’mur (1996) bahwa kecelakan akibat kerja dapat dicegah dengan 12 hal berikut: a. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan –ketentuan yang diwajibkan mengenai kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan, dan pemeliharaan pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas – tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan pemeriksaan medis, b. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi, atau tidak resmi mengenai misalnya syarat – syarat keselamatan sesuai konstruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD), c. Pengawasan, yaitu pengawasan tentang dipatuhinya ketentuan – ketentuan perundang – undangan yang diwajibkan, d. Penelitian bersifat teknik, yang meliputi sifat dan ciri–ciri dari bahanbahan berbahaya, pengujian alat – alat pelindung diri, e. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor lingkungan dan teknologi dan keadan yang mengakibatkan kecelakaan, f. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola–pola kejiwaan yang mengakibatkan kecelakaan, g. Penelitian secara statistik, untuk menetepkan jenis – jenis kecelakaan yang terjadi, banyaknya, mengenai siapa saja, dalam pekerjaan apa, dan apa sebab- sebabnya,
Universitas Sumatera Utara
33
h. Pendidikan, yang menyangkut pendidikan keselamatan dalam kurikulum teknik, sekolah – sekolah perniagaan atau kursus – kursus pertukangan, i. Latihan – latihan, yaitu latihan praktek bagi tenaga kerja, khusunya tenaga kerja baru dalam keselamatan kerja, j. Penggairahan yaitu penggunaan aneka cara penyuluhan atau pendekatan lain untuk menimbulkan sikap selamat, k. Asuransi yaitu insentif financial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan misalnya dalam bentuk pengurangan premi yang dibayar oleh perusahaan, jika tindakan – tindakan keselamatan sangat baik, l. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan, yang merupakan ukuran utama efektif tidaknya penerapan keselamatan kerja. 2.4. Manajemen Risiko Konsep manajemen risiko mulai dikenal dibidang keselamatan dan kesehatan kerja pada tahun 1980-an setelah berkembangnya model teori accident yang dikeluarkan oleh ILCI. Tujuan dari manajemen risiko adalah untuk memperkcil kerugian dan meningkatkan kesempatan atau peluang. Pada dasarnya manajemen risiko bersifat pencegahan terhadap terjadinya kerugian maupun kecelakaan kerja. Menurut AS/NZS 4360:2004, manajemen risiko adalah suatu proses yang terdiri dari langkah-langkah yang telah dirumuskan dengan baik, mempunyai urutan/langkah-langkah dan membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik dengan melihat risiko dan dampak yang ditimbulkan. Menurut Prof. Jean
Universitas Sumatera Utara
34
Cross (1998), manajemen risiko merupakan suatu aktivitas dari mengidentifikasi, menganalisis,
evaluasi
dan
pengendalian
risiko
yang
bertujuan
untuk
meminimalkan kerugian. Menurut Ramli (2010), manajemen risiko dalam keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pengelolaan risiko dalam upaya pencegahan kecelakaan atau keadaan yang tidak diharapkan secara terencana dan terstruktur dalam suatu sistem. 2.4.1. Proses Manajemen Risiko Proses manajemen risiko harus dilakukan secara komprehensif dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen proses. Proses manajemen risiko sebagaimana yang terdapat dalam Risk Management Standard AS/NZS 4360, yaitu meliputi :
Gambar 2.5 Bagan Proses Manajemen Risiko Sumber : AS/NZS 4360:2004
Universitas Sumatera Utara
35
Gambar 2.6 Detail Proses Manajemen Risiko Sumber : AS/NZS 4360:2004
Universitas Sumatera Utara
36
1. Penentuan konteks (tujuan) a. Menetapkan konteks strategi Menentukan hubungan antara organisasi dan lingkungan, mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman organisasi. b. Membangun konteks organisasi Sebelum studi manajemen risiko dimulai, maka diperlukan pemahaman organisasi dan kemampuannya, seperti tujuan dan objektif, strategi untuk mencapai tujuan itu. Dalam konteks manajemen risiko organisasi perlu menetapkan tujuan, strategi, ruang lingkup dan parameter dari aktivitas atau bagian dari organisasi dimana proses manajemen risiko harus dilaksanakan dan ditetapkan. 2. Identifikasi bahaya Menurut Ramli (2010), identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam suatu upaya sistematis untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan manajemen risiko untuk menjawab pertanyaan apa potensi bahaya yang dapat terjadi atau menimpa organisasi/ perusahaan dan bagaimana terjadinya. Menurut Rijanto (2011), untuk mengidentifikasi bahaya-bahaya khusus yang berhubungan dengan pekerjaan, maka dapat dimulai dengan mencari bahaya-bahaya. Menurut Ramli (2010), prosedur identifikasi bahaya berdasarkan OHSAS 18001 adalah sebagai berikut: a. Mencakup seluruh kegiatan organisasi baik kegiatan rutin maupun non rutin. Tujuannya agar semua bahaya yang ada dapat diidentifikasikan
Universitas Sumatera Utara
37
dengan baik termasuk potensi bahaya yang dapat timbul dalam kegiatan yang bersifat non rutin seperti pemeliharaan, proyek pengembangan dan lainnya, b. Mencakup seluruh aktivitas individu yang memiliki akses ke tempat kerja. Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1970, identifikasi bahaya juga mempertimbangkan keselamatan pihak luar organisasi seperti kontraktor, pemasok atau tamu, c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya. Perilaku yang kurang baik mendorong terjadinya tindakan berbahaya yang dapat mengarah terjadinya insiden, d. Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada di tempat kerja. Organisasi tidak mungkin hidup atau jalan sendiri tanpa interaksi dengan pihak lainnya. Banyak sumber bahaya yang masuk kedalam organisasi seperti dari bahan, jasa, individu atau material yang dipasok dari luar, e. Bahaya yang timbul di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada di bawah kendali organisasi, f. Mencakup seluruh infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, baik yang disediakan organisasi atau pihak lain, g. Perubahan dalam organisasi, kegiatan atau material,
Universitas Sumatera Utara
38
h. Setiap perubahan atau modifikasi yang dilakukan dalam organisasi termasuk perubahan sementara harus memperhitungkan potensi bahaya K3 dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas, i. Setiap persyaratan legal yang berlaku berkaitan dengan pengendalian risiko dan implementasi pengendalian yang diperlukan, j. Rancangan lingkungan kerja, proses, instalasi, mesin, peralatan, prosedur operasi dan organisasi kerja, termasuk adaptasinya terhadap kemampuan manusia. Tujuan persyaratan ini adalah untuk memastikan bahwa identifikasi bahaya dapat dilakukan secara komprehensif dan rinci sehingga semua peluang bahaya dapat diidentifikasi. Identifikasi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, tindakan pencegahan dapat dilakukan lebih awal. Namun demikian, tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah. Untuk membantu upaya identifikasi bahaya dikembangkan berbagai metode mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Organisasi harus menetapkan metode identifikasi bahaya yang akan dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain : a. Lingkup identifikasi bahaya yang dilakukan, b. Bentuk identifikasi bahaya, misalnya bersifat kualitatif dan kuantitatif, c. Waktu pelaksanaan identifikasi. Metode identifikasi harus bersifat proaktif atau prediktif sehingga diharapkan dapat menjangkau seluruh bahaya baik yang nyata maupun bersifat
Universitas Sumatera Utara
39
potensial. Selanjutnya dalam memilih teknik identifikasi bahaya yang dapat memberikan
acuan
untuk
menentukan
peringkat
risiko
serta
prioritas
pengendaliannya misalnya menggunakan matrik risiko atau peringkat risiko secara kualitatif atau kuantitatif. Teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas : a. Teknik Pasif Bahaya dapat dikenal dengan mudah jika mengalaminya secara langsung. Cara ini bersifat primitif dan terlambat karena kecelakaan telah terjadi, kemudian mengenal dan mengambil langkah pencegahan. Metode ini sangat rawan, karena tidak semua bahaya dapat menunjukkan eksistensinya sehingga dapat terlihat dengan mudah. b. Teknik Semi Proaktif Teknik ini disebut juga belajar dari pengalaman orang lain karena kita tidak perlu mengalaminya sendiri. Teknik ini lebih baik karena tidak perlu mengalami sendiri setelah itu kemudian diketahui adanya bahaya.Kekurangan dari teknik ini adalah sebagai berikut : 1. Tidak semua bahaya telah diketahui atau pernah menimbulkan dampak kejadian kecelakaan, 2. Tidak semua kejadian dilaporkan atau di informasikan kepada pihak lain untuk diambil sebagai pelajaran, 3. Kecelakaan telah terjadu yang berarti tetap menimbulkan kerugian, walaupun menimpa pihak lain.
Universitas Sumatera Utara
40
c. Teknik Proaktif Merupakan teknik terbaik untuk mengidentifikasi bahaya, teknik ini mencari bahaya sebelum bahaya tersebut menimbulkan akibat atau dampak yang merugikan. Tindakan proaktif memiliki kelebihan : 1. Bersifat preventif karena bahaya dikendalikan sebelum menimbulkan kecelakaan atau cedera, 2. Bersifat peningkatan berkelanjutan (continual improvement) karena dengan mengenal bahaya dapat dilakukan upaya perbaikan, 3. Meningkatkan “awareness” semua pekerja setelah mengetahui dan mengenal adanya bahaya di sekitar tempat kerjanya dan 4. Mencegah pemborosan yang tidak diinginkan, karena adanya bahaya dapat menimbulkan kerugian Terdapat berbagai teknik identifikasi bahaya yang bersifat proaktif, antara lain : a. Data kejadian Teknik ini bersifat semiproaktif karena berdasarkan sesuatu yang telah terjadi. Dari suatu kecelakaan atau kejadian akan diperoleh informasi penting mengenai adanya suatu bahaya. Dari kejadian tersebut dapat digali informasi yang lebih mendalam. Dari kejadian dapat diperoleh informasi dan data secara mendalam.
Universitas Sumatera Utara
41
b. Daftar periksa Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan membuat suatu daftar periksa tempat kerja (check list) . Melalui daftar periksa dilakukan pemeriksaan terhadap seluruh kondisi di lingkungan kerja seperti mesin, penerangan, kebersihan dll. Data periksa dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, kondisi, sifat kegiatan dan jenis bahaya yang dominan. c. Brainstorming Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan teknik brainstorming dalam suatu kelompok atau tim di tempat kerja. Tim ini dapat berasal dari suatu bidang atau departemen tetapi dapat juga bersifat lintas fungsi. Dalam pertemuan kelompok ini dibahas kondisi tempat kerja. Setiap anggota kelompok dapat mengemukakan pendapat dan temuannya mengenai bahaya yang ada di lingkungan masing-masing. d. What if analysis Teknik ini merupakan teknik identifikasi yang bersifat proaktif dengan menggunakan kata bantu “what if”. Sebagai contoh : What if...... jika pompa tiba-tiba mati. e. Hazops (Hazards and Operability Study) Merupakan teknik identifikasi bahaya yang sangat komprehensif dan terstruktur. Digunakan untuk mengidentifikasi suatu proses atau unit operasi baik pada tahap rancang bangun, konstruksi, operasi maupun modifikasi. Hazops dilakukan dalam bentuk tim dengan menggunakan
Universitas Sumatera Utara
42
kata bantu (guide word) yang dikombinasikan dengan parameter yang ada dalam proses seperti, level, suhu, dll. f. Analisis Moda Kegagalan dan Efek (Failure Mode and Effect Analysis) Teknik identifikasi bahaya yang digunakan pada peralatan atau sistem. Teknik ini mengidentifikasi kemungkinan kegagalan yang dapat terjadi serta dampak yang mungkin timbulkannya. Dengan demikian, dapat dilakukan upaya pengendalian. Sebagai contoh, FMEA dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bahaya pada suatu turbin gas, kompresor, alat kontrol, katup pengaman dan lainnya. g. Task Analysis Digunakan untuk mengidentifikasi bahaya yang berkaitan dengan pekerjaan atau suatu tugas. h. Event Tree Analysis Metode ini menunjukkan dampak yang mungkin terjadi diawali dengan mengidentifikasi pemicu kejadian dan proses dalam setiap tahapan yang menimbulkan terjadinya kecelakaan. Sehingga dalam ETA perlu diketahui pemicu dari kejadian dan fungsi sistem keselamatan atau prosedur kegawatdaruratan yang tersedia untuk menentukan langkah perbaikan
dampak
yang
ditimbulkan
oleh
pemicu
kejadian
(DiBerardinis, 1999). i. Analisis Pohon Kegagalan (Fault Tree Analysis) FTA menggunakan metode analisis yang bersifat deduktif. Dimulai dengan menetapkan kejadian puncak yang mungkin terjadi dalam sistem,
Universitas Sumatera Utara
43
kemudian semua kejadian yang dapat menimbulkan akibat dari kejadian puncak tersebut diidentifikasi dalam bentuk pohon logika kearah bawah. FTA merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana suatu kecelakaan spesifik dapat terjadi (DiBerardinis,1999). j. Analisis Keselamatan Pekerjaan (Job Safety Analysis) Job Safety Analysis adalah suatu cara yang digunakan untuk memeriksa metode kerja dan menentukan bahaya yang sebelumnya diabaikan dalam merencanakan pabrik atau gedung dan didalam rancang bangun mesin-mesin, alat-alat kerja, material, lingkungan kerja dan proses kerja (Soeripto, 1997). Analisis keselamatan kerja atau JSA bermanfaat dalam keamaan kerja dan melindungi produktivitas pekerja. Manfaatnya adalah : 1. Mengidentifikasi usaha perlindungan yang dibutuhkan di tempat kerja, 2. Menemukan bahaya fisik yang ada di lingkungan kerja, 3.Mempelajari pekerjaan untuk peningkatan yang memungkinkan dalam metode kerja, 4. Biaya kompensasi pekerja menjadi lebih rendah dan meningkatkan produktivitas, 5. Penentuan standar-standar yang diperlukan untuk keamanan, termasuk petunjuk dan pelatihan tenaga kerja manusia, 6. Memberikan pelatihan individu dalam hal keselamatan dan prosedur kerja efisien.
Universitas Sumatera Utara
44
3. Analisis Risiko Analisis risiko dilakukan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan mempertimbangkan antara estimasi konsekuensi dengan perhitungan terhadap program pengendalian yang dilakukan. Analisis pendahuluan (pre-eliminary analysis) dapat dibuat terlebih dahulu untuk mendapatkan gambaran mengenai keseluruhan risiko yang ada kemudian disusun urutan risiko dari yang kecil sampai ke yang besar. Untuk risiko-risiko yang kecil sementara dapat diabaikan dan prioritas dapat diberikan terhadap risiko-risiko yang cukup signifikan dapat menimbulkan kerugian. Dalam kegiatan ini, semua jenis bahaya, risiko yang bisa terjadi, kontrol atau proteksi yang sudah ada, peluang terjadinya risiko, akibat yang mungkin timbul dan upaya pengendalian bahaya dibahas secara rinci dan dicatat selengkap mungkin (Syukri Sahab, 1997). a. Menetapkan pengendalian yang sudah ada Identifikasi manajemen, sistem teknis dan prosedur-prosedur yang sudah ada untuk pengendalian risiko, kemudian dinilai kelebihan dan kekurangannya.
Alat-alat
yang
digunakan
dinilai
kesesuainnya.
Pendekatan-pendekatan dilakukan misalnya, seperti inspeksi dan teknik pengendalian dengan penilaian sendiri atau professional judgement (control self-Assesment Techniques/CST) b. Konsekuensi/dampak dan kemungkinan Konsekuensi dan probabilitas dikombinasikan untuk melihat level atau tingkat risiko. Berbagai metode dapat digunakan untuk menghitung
Universitas Sumatera Utara
45
konsekuensi dan probabilitas, diantaranya dengan menggunakan metode statistik. Metode lain yang juga bisa digunakan jika data terdahulu tidak tersedia, dengan melakukan ekstrapolasi data-data sekunder secara umum dari lembaga-lembaga internasional maupun industri sejenis, kemudian dibuat perkiraan subyektif metode ini disebut metode penentuan dengan professional judgement. Hasilnya dapat memberikan gambaran secara umum mengenai level risiko yang ada. Sumber informasi yang digunakan untuk menghitung konsekuensi diantaranta adalah : 1. Catatan-catatan terdahulu, 2. Pengalaman kejadian yang relevan, 3. Kebiasaan-kebiasaan yang ada di indutri dan pengalamanpengalaman pengendaliannya, 4. Literatur-literatur yang beredar dan relevan, 5. Marketing list dan penelitian pasar, 6. Percobaan-percobaan dan prototype, 7. Model ekonomi, teknik, mapun model yang lain dan 8. Spesialis dan pendapat-pendapat para pakar. c. Jenis analisis risiko Metode analisis yang biasanya digunakan dalam analisis risiko dapat bersifat kualitatif, semi kuantitatif atau kuantitatif atau bisa juga kombinasi dari ketiganya tergantung kondisi dan situasinya. Menurut
Universitas Sumatera Utara
46
Ramli (2010), ada beberapa pertimbangan dalam memilih teknik analisis risiko antara lain : 1. Teknik yang digunakan sesuai dengan kondisi dan kompleksitas fasilitas atau instalasi serta jenis bahaya yang ada dalam operasi, 2.
Teknik tersebut dapat membantu dalam menentukan pilihan cara pengendalian risiko,
3.
Teknik tersebut dapat membantu membedakan tingkat bahaya secara jelas sehingga memudahkan dalam menentukan prioritas langkah pengendaliannya,
4.
Cara penerapannya terstruktur dan konsisten sehingga proses manajemen risiko dapat berjalan berkesinambungan. Berikut ini merupakan penjelasan mengenai metode yang digunakan dalam analisis risiko menurut AS/NZS 4360:2004
a.
Analisis kualitatif Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui risiko suatu fasilitas atau kegiatan jika data-data yang lengkap tidak tersedia. Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk menjelaskan seberapa besar potensi risiko yang akan diukur seperti risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi. Menurut standar AS/NZS 4360, kemungkinan atau probability diberi rentang antara risiko yang jarang terjadi (rare) sampai dengan risiko yang dapat terjadi setiap saat (almost certain). Sedangkan untuk keparahan atau consequence dikategorikan antara kejadian
Universitas Sumatera Utara
47
yang tidak menimbulkan cedera atau kerugian kecil sampai dampak yang paling parah yaitu menimbulkan kejadian fatal (meninggal dunia) atau kerusakan besar terhadap asset perusahaan. Tabel 2.1 Ukuran kualitatif dari keparahan (consequences) Level
Penjelasan
Contoh penjelasan rinci
1
Insignificant Tidak terjadi cedera, kerugian financial kecil
2
Minor
3
Moderate
4
Major
5
Catastrphic
P3K, penanganan di tempat, kerugian finacial sedang Memerlukan perawatan medis, penanganan di tempat dengan bantuan pihak luar, kerugian financial besar Cedera berat, kehilangan kemampuan produksi, penanganan luar area tanpa efek negatif, kerugian financial besar Kematian, keracunan hingga keluar area dengan efek gangguan, kerugian finasial sangat besar.
Sumber : AS/NZS 43600: 2004 Risk Management Guide
Tabel 2.2 Ukuran kualitatif dari kemungkinan (probability) Level
Penjelasan
Contoh penjelasan rinci
1
Almost Certain
Terjadi hampir disemua keadaan
2
Likely
3 4
Possible Unlikely
Sangat mungkin terjadi hampir keadaan Dapat terjadi sewaktu-waktu Kemungkinan terjadi jarang
5
Likely
Hanya dapat terjadi pada keadaan tertentu
disemua
Sumber : AS/NZS 43600: 2004 Risk Management Guide
Universitas Sumatera Utara
48
Gambar 2.7 Matriks analisis risiko kualitatif (level of risk) Sumber : AS/NZS 43600: 2004 Risk Management Guide
b.
Analisis semi kuantitatif Dalam analisis semi kuantitatif, skala yang telah disebutkan tersebut kemudian diberi nilai. Setiap nilai yang diberikan haruslah menggambarkan derajat konsekuensi maupun probabilitas dari risiko yang ada. Misalnya suatu risiko mempunyai tingkat probabilitas yaitu sangat mungkin terjadi (almost certain), kemudian diberi nilai 100. Lalu dilihat tingkat konsekuensi yang terjadi misalnya konsekuensi yang dapat terjadi adalah sangat parah, lalu diberi nilai 50. Maka tingkat risikonya adalah sebesar 100 x 50 = 5000. Diperlukan kehati-hatiaan dalam menggunakan analisis semi kuantitatif, karena nilai yang dibuat belum tentu mencerminkan kondisi obyektif yang ada dari sebuah risiko. Ketepatan perhitungan tergantung dari tingkat pengetahuan tim ahli dalam analisis tersebut terhadap proses terjadinya sebuah risiko.
Universitas Sumatera Utara
49
Salah satu metode analisis semi kuantitatif yang sering digunakan yaitu metode Fine (Dickson,2001). Metode tersebut terdiri dari tiga faktor utama yaitu consequence, exposure dan likelihood yang telah ditentukan rating atau nilainya. Nilai dari ketiga faktor tersebut dikalikan untuk mengetahui tingkat risikonya. Tabel 2.3 Kriteria dan nilai dari faktor consequences Faktor Tingkatan Deskripsi Catastrophe Kerusakan fatal/parah beragam fasilitas lebih dari $ 1 juta, aktivitas dihentikan, terjadi kerusakan lingkungan yang sangat luas Disaster Kematian, kerusakan permanen Consequence yang bersifat lokal terhadap (akibat yang lingkungan, kerugian $ 500.000mungkin 2.000.000 ditimbulkan Very Terjadi cacat permanen/penyakit dari suatu parah, kerusakan lingkungan yang kejadian atau Serious tidak permanen, dengan kerugian peristiwa) $50.000-500.000 Serious Terjadi dampak yang serius tapi bukan cedera dan penyakit parah yang permanen, sedikit berakibat buruk pada lingkungan, dengan kerugian $ 5.000-50.000 Important Membutuhkan penanganan medis, terjadi emisi buangan di lokasi tetapi tidak mengakibatkan kerusakan, dengan kerugian $ 500-5.000 Noticeable Terjadi cedera atau penyakit ringan, memar bagiah tubuh, kerusakan kecil kurang dari $500, kerusakan ringan atau terhentinya proses kerja sementara waktu, tetapi tidak mengakibatkan pencemaran luar lokasi
Rating 100
50
25
15
5
1
Sumber : Jean Cross, 2004
Universitas Sumatera Utara
50
Tabel 2.4 Kriteria dan nilai dari faktor exposure Faktor
Tingkatan
Exposure (paparan frekuensi pemaparan terhadap bahaya atau sumber risiko)
Dekripsi
Rating
Continously
Sering terjadi dalam satu hari
10
Frequently
6
Rare
Terjadi kira-kira satu kali dalam sehari Terjadi satu kali seminggu sampai satu kali sebulan Satu kali dalam sebulan sampai satu kali dalam setahun Jarang terjadinya
Very rare
Tidak diketahui kapan terjadinya
0,5
Occasionally Infrequent
3 2 1
Sumber : Jean Cross,2004
Tabel 2.5 Kriteria dan nilai dari faktor probability Faktor
Tingkatan
Dekripsi
Rating
Almost certain
Kejadian yang paling sering terjadi Kemungkinan terjadi kecelakaan 50% Tidak biasa namun memiliki kemungkinan terjadi Suatu kejadian yang sangat kecil kemungkinan terjadinya Tidak pernah terjadi kecelakaan dalam tahun-tahun pemaparan tetapi mungkin terjadi Sangat tidak mungkin terjadi
10
Probability (kemungkinan terjadinya bahaya yang menyertai suatu kejadian atau peristiwa
Likely Unusual but possible Remotely possible Conceivable
Practically impossible
6 3 1 0,5
0,1
Sumber : Jean Cross,2004
Tabel 2.6 Level/prioritas risiko Tingkat risiko Comment >350
Very high
180-350
Priority 1
Action
Penghentian aktivitas, risiko dikurangi hingga mencapai batas yang dapat diterima Perlu dilakukan penangan
Universitas Sumatera Utara
51
70-180
Substantial
20-70
Priority 3
<20
Acceptable
secepatnya Mengharuskan ada perbaikan secara teknis Perlu diawasi dan diperhatikan secara berkesinambungan Intensitas kegiatan yang menimbulkan risiko dikurangi seminimal mungkin
Sumber : JeanCross,2004
c.
Analisis kuantitatif Analisis risiko kuantitatif menggunakan perhitungan probabilitas kejadian atau konsekuensinya dengan data numerik dimana besarnya risiko tidak berupa peringkat seperti metode semikuantitatif. Konsekuensi dapat dihitung dengan menggunakan modeling hasil dari kejadian atau kumpulan kejadian atau dengan memperkirakan kemungkinan dari studi eksperimen atau data sekunder/ data terdahulu. Sedangkan probabilitas dapat dihitung dari exposure dan probability.Probabilitas dan konsekuensi kemudian dihitung untuk menetapkan risiko yang ada.
4.
Evaluasi Risiko Suatu risiko tidak akan memberikan makna yang jelas bagi manajemen
atau pengambil keputusan laiinya jika tidak diketahui apakah risiko tersebut signifikan bagi kelangsungan bisnis. Oleh karena itu, sebagi tindak lanjut dari penilaian risiko perlu dilakukan evaluasi risiko. Evaluasi risiko mempunyai tujuan untuk melihat apakah risiko yang telah dianalisis dapat diterima atau tidak dengan membandingkan dengan tingkat risiko yang telah dihitung pada tahapan analisis risiko dengan kriteria standar yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
52
Tingkat risiko atau peringkat risiko sangat penting sebagai alat manajemen dalam mengambil keputusan. Melalui peringkat risiko, manajemen dapat menentukan skala prioritas dalam penangannya. Manajemen juga dapat mengalokasikan sumber daya yang sesuatu untuk masing-masing risiko sesuai dengan tingkat prioritasnya (Ramli,2010). Berdasarakan pendapat Djunaidi hasil evaluasi risiko antara lain yaitu : a.
Gambaran tentang seberapa penting risiko yang ada,
b.
Gambaran tentang prioritas risiko yang ada,
c.
Gambaran tentang kerugian yang mungkin terjadi baik dalam parameter biaya ataupun parameter lainnya,
d. 5.
Masukan informasi untuk pertimbangan tahapan pengendalian.
Pengendalian risiko Menurut Ramli (2010) pengendalian risiko dilakukan terhadap seluruh
bahaya yang ditemukan dalam proses identifikasi bahaya dan mempertimbangkan peringkat risiko untuk menemukan prioritas dan cara pengendaliannya. Selanjutnya, dalam menentukan pengendalian harus mempertimbangkan hirarki pengendalian mulai dari eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, administratif dan penyediaan alat keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi organisasi, ketersedian biaya, biaya operasional, faktor manusia dan lingkungan. Pengendalian
risiko
merupakan
langkah
menentukan
dalam
keseluruhan manajemen risiko. Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi risiko dapat ditentukan suatu risiko dapat diterima atau tidak. Tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan beberapa pilihan yaitu :
Universitas Sumatera Utara
53
a.
Mengurangi kemungkinan (reduce likehood)
b.
Mengurangi keparahan (reduce consequence)
c.
Pengalihan risiko sebagaian atau seluruhnya
d.
Menghindar dari risiko (risk avoid) Berkaitan dengan risiko K3, pengendalian risiko dilakukan dengan
mengurangi kemungkinan atau keparahan dengan mengikuti hirarki sebagai berikut.
Gambar 2.8 Hirarki pengendalian risiko Sumber : www.google.com
a.
Eliminasi/Menghilangkan Teknik pengendalian dengan menghilangkan sumber bahaya. Contohnya adalah generator pembangkit listrik yang menimbulkan bising diganti dengan penggunaan listrik dari PLN. Cara ini sangat efektif karena sumber bahaya dieliminasi sehingga potensi risiko dapat dihilangkan.
Universitas Sumatera Utara
54
b.
Substitusi/Penggantian Teknik pengendalian bahaya dengan mengganti alat, bahan, sistem atau prosedur yang berbahaya dengan yang lebih aman dan lebih rendah bahayanya. Teknik ini banyak digunakan, misalnya bahan kimia berbahaya dalam proses produksi diganti dengan bahan kimia lain yang lebih aman.
c.
Pengendalian engineering/teknis Sumber bahaya biasanya berasal dari peralatan atau sarana teknis yang ada di lingkungan kerja. Karena itu, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin yang bising dapat diperbaiki secara teknis misalnya dengan memasang peredam suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan.
d.
Pengendalian administratif Pengendalian bahaya juga dapat dilakukan secara administratif misalnya mengurani jadwal kerja, istirahat, cara kerja yang lebih aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan.
e.
Penggunaan alat pelindung diri (APD) Pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya adalah dengan memakai alat pelindung diri misalnya pelindung kepala, sarung tangan, pelindung pernafasan (respirator atau masker), pelindung jatuh dan pelindung kaki.
Universitas Sumatera Utara
55
6.
Pemantauan dan telaah ulang Pemantauan selama pengendalian risiko berlangsung perlu dilakukan
untuk mengetahui perubahan-perubahan yang dapat terjadi. Perubahan-perubahan tersebut kemudian perlu ditelaah ulang untuk selannjutnya dilakukan perbaikanperbaikan. Pada prinsipnya pemantauan dan telaah ulang perlu dilakukan untuk menjamin terlaksananya seluruh proses manajemen risiko yang optimal. (dr. Zulkifli Djunaidi, 2005) 7.
Komunikasi dan konsultasi Hasil manajemen risiko harus dikomunikasikan dan diketahui oleh semua
pihak yang berkepentingan sehingga akan memberikan manfaat dan keuntungan bagi semua pihak. Pihak manajemen haruslah memperoleh informasi yang jelas mengenai semua risiko yang ada dibawah kendalinya. Demikian pula dengan para pekerja perlu diberi informasi mengenai semua potensi bahaya yang ada di tempat kerjanya sehingga mereka bisa melakukan pekerjaan atau kegiatannya dengan aman. Pihak lain pun seperti pemasok, kontraktor dan masyarakat sekitar aktivitas perusahaan juga perlu mendapat informasi yang jelas tentang kegiatan perusahaan dan potensi bahaya yang dapat timbul dan akan membawa pengaruh terhadap keselamatan dan kesehannya. Dengan mengetahui dan memahami semua risiko yang ada di lingkungannya, maka semua pihak akan dapat bertindak dengan hatihati (Ramli, 2010). 2.5. Rig Rig pemboran merupakan suatu bangunan menara dengan peralatan pendukung untuk melakukan pemboran ke dalam reservoir bawa tanah untuk
Universitas Sumatera Utara
56
memperoleh air, minyak atau gas bumi, atau deposit mineral bawah tanah. Rig pemboran bisa berada di atas tanah (onshore) atau di atas laut/ lepas pantai (offshore) tergantung kebutuhan pemakainya. Walaupun rig lepas pantai dapat melakukan pengeboran hingga dasar laut untuk mencari mineral-mineral, teknologi dan keekonomian tambang bawah laut belum dapat dilakukan secara komersial, begitu pula dengan yang dilakukan di darat. Oleh karena itu, istilah rig mengacu pada kumpulan peralatan yang digunakan untuk melakukan pengeboran pada permukaan kerak bumi untuk mengambil minyak, air atau mineral (Wikipedia, 2012). Rig pemboran minyak dan gas bumi dapat digunakan tidak hanya untuk mengidentifikasi sifat geologis dari reservoir tetapi juga untuk membuat lubang yang memungkinkan pengambilan kandungan minyak atau gas bumi dari reservoir tersebut. Rig pemboran dapat berukuran : a. Kecil dan mudah dipindahkan, seperti yang digunakan dalam pemboran eksplorasi mineral dan kegiatan well service untuk mendapatkan kembali kandungan minyak dan gas yang sudah sedikit hasilnya, b. Besar, mampu melakukan pemboran hingga ribuan meter kedalam kerak bumi. Pompa lumpur besar yang digunakan untuk melakukan sirkulasi lumpur pengeboran melalui mata bor dan casing (selubung), untuk mendinginkan sekaligus mengambil bagian tanah yang terpotong selama subur dibor. Katrol rig dapat mengangkat ratusan ton pipa. Peralatan lain dapat mendorong asam atau pasir kedalam reservoir untuk mengambil contoh minyak
Universitas Sumatera Utara
57
dan mineral. Rig darat (onshore) dapat beroperasi ratusan hingga ribuan kilometer. 2.5.1. Rig Darat Disebut juga Land Rig, merupakan rig yang beroperasi di daratan dan dibedakan atas rig besar dan rig kecil. Pada rig kecil biasanya hanya digunakan untuk pekerjaan sederhana seperti Well Service atau Work Over. Sementara itu, untuk rig besar bisa digunakan operasi pemboran, baik secara vertikal maupun direksional. Rig darat ini sendiri dirancang portable sehingga dapat dengan mudah untuk dilakukan pembongkaran dan pemasangannya dan dibawa menggunakan truk. Untuk wilayah yang sulit terjangkau, dapat menggunakan heliportable
Gambar 2.9 Land Rig Sumber : www.google.com
Universitas Sumatera Utara
58
2.6. Kerangka Pikir Proses Modifikasi Rig: 1.Proses pengelasan (welding) 2.Proses pengasahan (grinding) 3.Proses perancah (scaffolding)
Identifikasi bahaya dengan Job Safety Analysis
Analisis risiko (Metode Fine)
Analisis tingkat
Analisis tingkat
Analisis tingkat
Consequences
Probability
Exposure
Menilai tingkat risiko
Risk = Consequences x Probability x Exposure
Gambar 2.10 Kerangka Pikir
Universitas Sumatera Utara