BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.13. Konsep Aksesibilitas Wilayah Menurut Black (1981) Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui transportasi. Menurut Magribi bahwa aksesibilitas adalah ukuran kemudahan yang meliputi waktu, biaya, dan usaha dalam melakukan perpindahan antara tempat-tempat atau kawasan dari sebuah sistem (Magribi, 1999). Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989). Tingkat aksesibilitas wilayah juga bisa di ukur berdasarkan pada beberapa variabel yaitu ketersediaan jaringan jalan, jumlah alat transportasi, panjang, lebar jalan, dan kualitas jalan. Selain itu yang menentukan tinggi rendahnya tingkat akses adalah pola pengaturan tata guna lahan. Keberagaman pola pengaturan fasilitas umum
Universitas Sumatera Utara
antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Seperti keberagaman pola pengaturan fasilitas umum terjadi akibat berpencarnya lokasi fasilitas umum secara geografis dan berbeda jenis dan intensitas kegiatannya. Kondisi ini membuat penyebaran lahan dalam suatu wilayah menjadi tidak merata (heterogen) dan faktor jarak bukan satusatunya elemen yang menentukan tinggi rendahnya tingkat aksesibilitas (Miro, 2004). Adanya aksesibilitas ini diharapkan dapat mengatasi beberapa hambatan mobilitas, baik berhubungan dengan mobilitas fisik, misalnya mengakses jalan raya, pertokoan, gedung perkantoran, sekolah, pusat kebudayaan, lokasi industri dan rekreasi baik aktivitas non fisik seperti kesempatan untuk bekerja, memperoleh pendidikan, mengakses informasi, mendapat perlindungan dan jaminan hukum (Kartono, 2001). Faktor yang mempengaruhi fungsi rendahnya aksesibilitas adalah topografi, sebab dapat menjadi penghalang bagi kelancaran untuk mengadakan interaksi di suatu daerah. Keadaan hidrologi seperti sungai, danau, rawa, dan laut juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembangunan pertanian, perikanan, perhubungan, perindustrian, kepariwisataan. Jadi tinggi rendahnya wilayah sangat tergantung pada morfologi, topografi, dan laut juga sistem jaringan serta tersedianya sarana dan prasarana pendukung untuk memperlancar berbagai hubungan antara daerah sekitarnya (Sumaatmadja, 1988).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu penggunaan awal dari model gravitasi dalam perencanaan wilayah adalah model yang dikembangkan oleh W.G. Hansen (dikutip dari Hansen, 1959). Model Hansen berkaitan dengan memprediksi lokasi dari permukiman penduduk berdasarkan daya tarik masing-masing lokasi. Model ini didasarkan pada asumsi bahwa tersedianya lapangan kerja, tingkat aksesibilitas, dan adanya lahan perumahan yang masih kosong, akan menarik penduduk untuk berlokasi di subwilayah tersebut. Menurut Lee, model ini tidak persis sama dengan metode gravitasi karena didasarkan atas saling interaksi antar subwilayah (zona), melainkan tiap subwilayah destination dianggap memiliki daya tarik tersendiri dan bagaimana satu kegiatan dari keseluruhan wilayah bereaksi terhadap daya tarik tersebut. Artinya origin tidak diperinci per subwilayah hanya destination yang diperinci per subwilayah. Hansen mula-mula menggabung jumlah lapangan kerja dan kemudahan mencapai lokasi sebagai accessibility index (indeks aksesibilitas). Secara umum indeks aksesibilitas adalah adanya unsur daya tarik yang terdapat di suatu subwilayah dan kemudahan untuk mencapai subwilayah tersebut.
2.14. Perkembangan Wilayah (Region) Perkembangan konsep wilayah mempunyai sejarah yang panjang, secara umum wilayah dapat diartikan sebagai bagian permukaan bumi yang dapat dibedakan dalam hal-hal tertentu dari daerah sekitarnya. Sehubungan dengan hal tersebut sebagian wilayah dapat disebut wilayah administratif (Bintarto, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan pembangunan yang berlangsung di berbagai wilayah Indonesia terutama dalam segi fisiografis, telah membawa perubahan dalam bidang fisik dan sosial. Perubahan fisik adalah perubahan dari daerah pedesaan menjadi daerah perkotaan. Hal ini dapat diamati terutama dalam penggunaan lahannya yaitu untuk daerah yang khusus. Selain sebagai tempat perkembangan fisik, pembangunan wilayah tidak lepas dari daerah permukiman karena besarnya kebutuhan tempat tinggal di daerah semakin berkembang. Pembangunan wilayah akan lebih berkembang bila memperhatikan fasilitasfasilitas yang mendukung guna melengkapi kegiatan penduduk. Seperti jaringan jalan, jaringan informasi, dan lainnya. Sesuatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu (Yunus, 2000). Untuk mengembangkan prasarana dan sarana yang dimiliki suatu daerah yang akhirnya akan dikembangkan pula oleh daerah dengan peningkatan taraf pembangunan yang merata, perkembangan suatu wilayah harus diteliti secara seksama prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi apa yang paling cocok untuk dikembangkan. Perkembangan daerah dengan kesejahteraan penduduknya dapat meningkat (Sumaatmadja, 1988). Meningkatkan perkembangan sosial dan kegiatan ekonomi prasarana (infrastruktur) merupakan hal yang penting. Pembangunan tidak akan berjalan lancar jika prasarana tidak baik. Jadi prasarana juga dianggap sebagai faktor potensial dalam
Universitas Sumatera Utara
menentukan masa depan dari perkembangan suatu wilayah dipengaruhi aspek prasarana dan sarana pembangunan yang berkelanjutan dari berbagai bidang antara lain: 1. Pendidikan Pendidikan bagi masyarakat merupakan jenjang untuk menuju derajat yang lebih tinggi, sarana pendidikan dalam pembangunan merupakan program struktur tata ruang kota yang berkelanjutan (Bintarto, 1989). 2. Komunikasi Komunikasi merupakan pergerakan atau pemindahan hal-hal yang tidak berbentuk benda melainkan berupa berita, gagasan, buah pikiran dan lain sebagainya. Adapun komunikasi juga didukung adanya alat atau media (Sumaatmadja, 1988). 3. Kesehatan Kesehatan penduduk akan mempengaruhi angka kelahiran. Angka kematian yang tinggi dapat dicegah karena cukup tersedianya rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan tenaga medis. Wilayah yang sehat dan bersih dapat pula menarik penduduk dari luar wilayah. Dengan keadaan tersebut wilayah yang memiliki kebersihan dan lingkungan yang sehat akan dapat berkembang (Bintarto, 1989). 4. Peranan Transportasi
Universitas Sumatera Utara
Peranan transportasi merupakan masalah utama setiap wilayah yang memiliki jangkauan luas. Tersedianya berbagai jenis alat kendaraan merupakan salah satu kenyamanan dan kemudahan bagi penduduk di suatu wilayah (Sumaatmadja, 1988). 5. Banyaknya Industri Industri merupakan usaha untuk memproduksi barang baik barang jadi dan barang setengah jadi. Pembangunan industri dapat menempati wilayah perkotaan dan pedesaan. Banyaknya jenis industri mulai dari industri rumah, industri kecil, industri sedang dan industri besar merupakan pengubahan komoditi menjadi lebih bermanfaat. Pembangunan industri yang ideal menyajikan empat kebutuhan utama yaitu bahan mentah, bahan bakar, tenaga dan konsumen (Jayadinata, 1992). 6. Jenis Perdagangan Kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang menyalurkan barang dari tempat satu ke tempat yang dituju. Perdagangan memiliki batasan-batasan wilayah antara lain perdagangan antar wilayah regional, kota dan desa. Perdagangan mencakup batasan wilayah dan memiliki ciri tersendiri. 7. Aktivitas Penduduk (Mata Pencaharian) Kota merupakan pusat berbagai aktivitas dari suatu wilayah terutama pada bidang ekonomi, kegiatan budaya dan kegiatan politik. Aktivitas yang terjadi di daerah
Universitas Sumatera Utara
perkotaan merupakan aktivitas yang bergerak dibidang non agraris-heterogen (Marbun, 1990). 8. Peribadatan Tersedianya tempat peribadatan merupakan suatu bentuk kenyamanan bagi penduduk setempat. Bentuk kenyamanan yaitu melakukan hubungan antara manusia dengan Tuhannya seperti melakukan kewajiban, upacara, ibadah, dan lainnya. 9. Lembaga Keuangan Tersedianya lembaga keuangan merupakan suatu sarana kemudahan bagi penduduk dalam melakukan aktivitas ekonomi berupa pinjaman kredit maupun menabung, yang antara lain adalah bank, koperasi dan pegadaian. Perkembangan wilayah dapat diketahui menggunakan teknik analisis Location Quotient (LQ) merupakan alat atau metode untuk mengetahui keseimbangan suatu daerah dalam sektor prasarana yang terdapat di suatu wilayah.
2.15. Hubungan Aksesibilitas Wilayah terhadap Perkembangan Wilayah Jaringan jalan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pelayanan umum yang sangat penting, tersedianya prasarana jalan baik kualitas maupun kuantitas sangat menentukan mudah dan tidaknya suatu daerah di
Universitas Sumatera Utara
jangkau (tingkat aksesibilitas). Apabila aksesibilitas di suatu daerah tinggi maka perkembangan wilayah akan mengalami kelancaran. Sarana dan prasarana yang berada di suatu wilayah berupa jalan, jembatan, jaringan telekomunikasi, kendaraan (darat, udara, dan laut), terminal, pelabuhan, dan lain-lain memberikan landasan terhadap kelancaran perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah. Sarana dan prasarana transportasi akan menunjang dan mendukung pembangunan secara fisik (Sumaatmadja, 1988). Dalam hal ini, untuk memudahkan pelayanan dan menghindarkan kemacetan perlu mengembangkan jaringan jalan dan jasa pelayanan dalam dengan melibatkan peran pemerintah setempat dan masyarakat serta dunia usaha. Faktor aksesibilitas memegang peranan penting dalam upaya perkembangan wilayah sebab tanpa di dukung oleh sistem transportasi, sarana dan prasarana transportasi yang memadai, maka perkembangan suatu daerah akan sulit berkembang.
2.16. Transportasi Transportasi adalah suatu sistem jaringan yang secara fisik menghubungkan suatu ruang dengan ruang kegiatan lainnya (Tamin, 2000), sebagai suatu kegiatan memindahkan atau mengangkut barang dan atau penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya (Morlock, 1988), lebih lanjut didefinisikan bahwa transportasi adalah suatu perpindahan barang atau penumpang dari satu lokasi ke lokasi lainnya, yang
Universitas Sumatera Utara
membuat barang atau penumpang tersebut mempunyai nilai yang lebih tinggi di lokasi yang baru (Wright, 1989). Transportasi adalah suatu proses penggerakan barang dan manusia dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan bantuan alat (kendaraan). Transportasi juga dapat di artikan sebagai usaha untuk memindahkan, menggerakan, mengangkut, dan mengalihkan suatu obyek dari suatu tempat ke tempat lain. Obyek tersebut lebih bermanfaat atau dapat berguna untuk tujuan-tujuan tertentu (Magribi, 1970). Dari definisi tersebut di atas terdapat tiga komponen transportasi, yaitu : 1. Prasarana transportasi seperti jalan raya, jalan kereta api, terminal bus, bandar udara, pelabuhan dan lain sebagainya; 2. Kendaraan yang menggunakan prasarana tersebut; dan 3. Sistem organisasi yang menjamin kendaraan dan prasarana tersebut digunakan secara benar dan baik. Jalur jalan dalam wilayah dan jalur-jalur jalan penghubung wilayah dengan daerah disekitar wilayah sangat berpengaruh dalam ikut meningkatkan arus manusia dan arus barang antar wilayah. Aksesibilitas wilayah menjadi semakin besar dan dengan demikian sangat membuka kemungkinan terjadinya urbanisasi dan perkembangan wilayah diberbagai daerah. Wilayah yang terletak pada fokus lalu lintas yang ramai akan mengalami perkembangan yang cepat (Bintarto, 1989).
Universitas Sumatera Utara
Suatu perpindahan terjadi sebagai proses untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terpenuhi di tempat asalnya. Perjalanan lalu lintas barang atau penumpang antara suatu lokasi dengan lokasi lainnya dipengaruhi oleh sistem pola kegiatan tata guna lahan seperti sistem kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan dan lainnya. Pembangunan transportasi dapat digunakan sebagai sarana dan prasarana untuk mengembangkan dan memajukan daerah terpencil agar dapat menjadi maju. Melalui pengembangan sarana ini diharapkan daerah dengan penduduknya akan dapat berkembang. Untuk menembus daerah isolasi atau daerah terpencil dan pinggiran di daerah Kota Medan dapat dilakukan dengan pengembangan prasarana dan sarana transportasi, baik pembangunan jalan baru, maupun perbaikan kondisi jalan yang sudah ada.
2.17. Sarana Transportasi Umum Kegiatan transportasi umum pada prinsipnya dapat dibagi atas beberapa kegiatan yaitu : 1. Pengumpulan manusia dari kawasan permukiman atau kawasan tempat bekerja dan kawasan perbelanjaan; 2. Pengangkutan antara kawasan permukiman, kawasan tempat bekerja atau kawasan perdagangan;
Universitas Sumatera Utara
3. Distribusi di tempat-tempat kawasan permukiman, perdagangan atau tempat seperti bekerja (Wells, GR, 1975). Operasi tiga macam kegiatan ini dapat digambarkan dalam Gambar 2.1.
Kawasan PERMUKIMAN
PENGANGKUTAN Kawasan PUSAT KOTA
PENGUMPULAN DISTRIBUSI TERMINAL / HALTE
Kawasan TEMPAT BEKERJA
Sumber:Budi D. Sinulingga;1999;Pembangunan Kota,Tinjauan Regional dan Lokal Gambar 2.1. Sistem Pengangkutan Umum
Beberapa ciri-ciri dari tiga kegiatan ini dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Kegiatan pengumpulan akan berkaitan dengan banyak kegiatan berhenti dan akan menembus kawasan-kawasan permukiman.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengangkutan jauh pada umumnya jarang mengalami kegiatan berhenti. Kegiatan berhenti kurang disukai dan akan membuat kegiatan ini menjadi tidak efektif. 3. Distribusi memerlukan perhentian yang tidak terlalu sering, perlu menembus tempat-tempat perbelanjaan dan tempat pekerjaan. Ditinjau dari segi tujuan penggunaan jasa transportasi kota ini, maka terdapat berbagai jenis penggunaan yaitu : 1. Perjalanan Ulang Alik Perjalanan ulang alik adalah perjalanan yang setiap hari dilaksanakan oleh pengguna jasa pada waktu dan lintasan yang tetap, kegiatan yang termasuk ke dalam perjalanan ulang alik ini adalah perjalanan ke tempat bekerja, perjalanan pelajar/mahasiswa ke tempat lokasi fasilitas pendidikannya. Perjalanan ulang alik seperti ini memerlukan sarana transportasi dengan frekuensi yang cukup dan kenyamanan yang memadai, yang pertama yaitu kecepatan pelayanan untuk jarak yang pendek sangat penting karena akan sangat tidak menyenangkan apabila waktu tunggu kenderaan berikutnya lebih lama daripada waktu perjalanan. Faktor lainnya yaitu kenyamanan, merupakan faktor yang sangat penting bagi jarak yang sangat jauh, karena dapat terjadi bahwa penumpang telah menjadi lelah sampai di tempat tujuan, padahal ia belum memulai missi kegiatannya. 2. Perjalanan Insidentil
Universitas Sumatera Utara
Perjalanan insidentil ini tidak dilakukan setiap hari dan tidak selamanya mengikuti lintasan yang sama. Misalnya seorang ibu pergi ke Puskesmas untuk memeriksa kesehatan dan dari sana ada pula yang berangkat ke departement store untuk berbelanja dan pulang ke rumah. Dan minggu depan ia berangkat ke gedung perbelanjaan di pusat kota. 3. Perjalanan Santai Perjalanan santai di kota-kota banyak terjadi terutama untuk golongan atas seperti pergi arisan, makan di luar rumah (restoran), pergi ke tempat hiburan. Perjalanan santai ini mirip dengan perjalanan insidentil, tetapi masalah ketepatan waktu tidak terlalu menentukan. 4. Perjalanan Liburan Pada waktu liburan (akhir pekan) banyak orang yang akan berlibur ke luar kota. Oleh karena itu seperti yang diuraikan di atas maka jalur-jalur tertentu akan menjadi padat. 5. Perjalanan Wisata Perjalanan wisata yaitu perjalan di kota untuk mengunjungi tempat-tempat obyek wisata, umumnya rutenya tetap, asal dan tujuannya tetap yaitu misalnya hotelhotel berbintang. Perjalanan wisata ini pada umumnya dilaksanakan dengan bus wisata.
Universitas Sumatera Utara
2.18. Angkutan Umum Perkotaan Angkutan Kota atau angkot adalah salah satu sarana perhubungan dalam kota dan antar kota yang banyak digunakan di Indonesia, berupa mobil jenis minibus atau van yang dikendarai oleh seorang supir dan kadang juga dibantu oleh seorang kenek. Tugas kenek adalah memanggil penumpang dan membantu supir dalam perawatan kendaraan (ganti ban mobil, isi bahan bakar, dan lain-lain). Setiap jurusan dibedakan melalui warna armadanya atau melalui angka. Angkutan Kota sebenarnya cuma diperbolehkan berhenti di haltehalte/tempat perhentian bus tertentu, namun pada praktiknya semua supir angkot akan menghentikan kendaraannya di mana saja untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Pelanggaran lain yang dilakukan adalah memasukkan orang dan barang bawaan dalam jumlah yang melebihi kapasitas mobil, dan pintu belakang yang tidak ditutup sama sekali atau tidak ditutup dengan rapat. Pelanggaran-pelanggaran seperti ini biasanya diabaikan oleh aparat karena sistem penegakan hukum yang lemah. Tarif angkot biasanya ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat, namun orang yang menumpang jarak pendek atau anak sekolah biasanya membayar lebih sedikit. Hal ini tidak dirumuskan dalam peraturan tertulis, namun menjadi praktik umum. Semua angkot di Indonesia memiliki plat nomor berwarna kuning dengan tulisan warna hitam, sama dengan kendaraan-kendaraan umum lain.
Universitas Sumatera Utara
Angkutan umum perkotaan adalah merupakan salah satu tulang punggung (backbone) ekonomi perkotaan dimana kota yang ”baik” dan “sehat” dapat ditandai dengan melihat kondisi sistem angkutan umum perkotaannya. Hal ini disebabkan karena transportasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan umat manusia selama hal itu dibutuhkan dan pendistribusian bahan, pergerakan aktivitas manusia maupun barang sebagai komponen mikro suatu perekonomian. Sektor transportasi harus mampu memberikan kemudahan bagi seluruh masyarakat dalam segala kegiatan di semua lokasi yang berbeda dan tersebar dengan karakteristik fisik yang berbeda pula. Transportasi yang aman dan lancar, selain mencerminkan ketaraturan kota, juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian kota. Angkutan umum perkotaan sangat dibutuhkan oleh masyarakat perkotaan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar masyarakat perkotaan yang berpenghasilan menengah ke bawah akan menggunakan angkutan umum untuk menunjang kegiatan sehari-hari sehingga mobilitas jasa angkutan umum ini sangat dirasakan penting keberadaannya. Selain itu, angkutan umum harus direncanakan dan dikoordinasikan sebaik-baiknya sehingga pelayanan angkutan umum bisa menjamaah setiap inci dari daerah perkotaan yang ada khususnya daerah permukiman, daerah perkantoran dan pertokoan.
Universitas Sumatera Utara
2.19. Tata Guna Lahan Tata guna lahan mempunyai pengertian yaitu suatu penggunaan sebidang tanah oleh suatu jenis aktivitas yang homogen. Namun dalam konsistensinya dengan perencanaan kota, pengertian itu telah berkembang sehingga memberi arti yang ekstensif sesuai dengan penekanan aspek yang mempunyai fokus permasalahan. Meski tetap tak dapat dihindarkan adanya korelasi dengan aspek lain, secara deskripsi tata guna lahan dalam ruang kota dapat dijabarkan sebagai tata ruang dari kegiatankegiatan fungsional kota, seperti perumahan, industri, perdagangan, perkantoran dan sebagainya yang dapat dimanisfestasikan sebagai fasilitas-fasilitas yang dibangun pada suatu struktur fisik untuk digunakan oleh suatu kegiatan tertentu. Dengan demikian tata guna lahan memiliki pengertian ganda, yaitu pengertian aspek lokasi dan aspek kegiatan. Pemahaman dalam aspek ini merupakan suatu pendekatan teoritis yang induktif dengan tujuan dapat menjadi landasan yang kuat terhadap usulan rencana yang akan disusun dalam konteks pengendalian perencanaan yang fleksibel, karena mampu mengenali tujuan dari prinsip tata guna lahan. Mengingat kondisi dan karakter yang dimiliki oleh suatu kota adalah beragam, maka dalam perencanaan dan pembinaan tata guna lahan, masing-masing kota perlu menerapkan prioritas pada fraksi tertentu. Penerapan prioritas ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk arah tujuan yang bersifat khusus dan lokal.
Universitas Sumatera Utara
Secara deskripsi tujuan umum perencanaan tata guna lahan, adalah memberi arah pembangunan pada penataan lahan sehingga dapat memenuhi kebutuhankebutuhan dari kegiatan perkotaan dalam wujud : 1. Menyelenggarakan alokasi penggunaan lahan sebagai sumber daya yang potensial. 2. Memenuhi berbagai kebutuhan kegiatan masyarakat kota. 3. Meningkatkan pelayanan bagi pemukiman penduduk. 4. Mengurangi konflik kepentingan/komplikasi antara berbagai kepentingan. 5. Memelihara keseimbangan interaksi antara berbagai ragam kegiatan-kegiatan. Selain indeks aksesibilitas, adanya lahan kosong dan tersedianya fasilitas lain adalah merupakan unsur daya tarik lain yang harus diperhatikan, untuk berlokasi di subwilayah tersebut. Lahan kosong ini oleh Hansen dinamakan holding capacity. Perlu diingat bahwa berdasarkan ketentuan yang berlaku di Indonesia, pengertian lahan kosong yang tidak sesuai untuk permukiman penduduk harus dikeluarkan dari perhitungan, misalnya lahan yang kemiringannya di atas 300, daerah rawa-rawa, daerah yang sering terkena banjir, sawah beririgasi teknis, badan jalan, sungai, drainase, dan lahan yang sudah diperuntukan untuk tujuan lain, misalnya perkantoran, kompleks militer, kawasan industri, lapangan olahraga, dan pariwisata. Gabungan antara accessibility index dengan holding capacity adalah “potensi pengembangan daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.20. Sistem Tata Guna Lahan dan Transportasi Sistem transportasi perkotaan terdiri dari berbagai aktivitas seperti bekerja, sekolah, olahraga, belanja, dan bertamu yang berlangsung diatas sebidang tanah (kantor, pabrik, pertokoan, rumah dan lain-lain). Potongan lahan ini biasa disebut tata guna lahan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan diantara tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi (misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang. Pergerakan arus manusia, kendaraan dan barang mengakibatkan berbagai macam interaksi, hampir semua interaksi memerlukan perjalanan, dan oleh sebab itu menghasilkan pergerakan arus lalu lintas. Secara umum perencanaan transportasi adalah membuat interaksi tersebut menjadi semudah dan seefisien mungkin. Cara perencanaan transportasi untuk mencapai sasaran umum itu antara lain dengan menetapkan kebijakan tentang hal berikut ini : 1. Sistem kegiatan; Rencana tata guna lahan yang baik (lokasi toko, sekolah, perumahan, pekerjaan, dan lain-lain yang benar) dapat mengurangi kebutuhan akan perjalanan yang panjang sehingga membuat interaksi menjadi lebih mudah. Perencanaan tata guna lahan biasanya memerlukan waktu cukup lama dan
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada badan pengelola yang berwenang untuk melaksanakan rencana tata tunga lahan tersebut. 2. Sistem jaringan; Hal yang dapat dilakukan misalnya meningkatkan kapasitas pelayanan prasarana yang ada : melebarkan jalan, menambah jaringan jalan baru, dan lain-lain. 3. Sistem pergerakan; Hal yang dapat dilakukan antara lain mengatur teknik dan manajemen lalulintas (jarak pendek), fasilitas angkutan umum yang lebih baik (jangka pendek dan menengah), atau pembangunan jalan (jangka panjang). Jaringan jalan dan transportasi merupakan faktor utama pembentuk pola tata ruang
tersebut,
juga
merupakan
elemen
dasar
pembentuk
struktur
kota,
perencanaannya merupakan bagian yang integral dari perencanaan kota. Demikian penting koordinasi antara kebijaksanaan tata guna lahan dan transportasi terutama di negara-negara berkembang dimana pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan tingkat pemilikan kendaraan yang tinggi memerikan kontribusi terhadap waktu perjalanan yang panjang, kemacetan-kemacetan yang menjengkelkan dan terganggunya lingkungan kehidupan. Karena itu untuk memperoleh suatu kondisi transportasi yang baik dalam arti aman, murah, cepat dan nyaman, tidak terlepas dari interaksi tiga elemen yang merupakan sistem tata ruang transportasi yaitu, distribusi tata guna lahan (landuse), jaringan jalan dan transportasi. Distribusi landuse dalam wilayah kota akan menentukan pola bangkitan lalulintas serta macam pergerakkannya (modus of transport).
Universitas Sumatera Utara
2.21. Aksesibilitas dan Mobilitas Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna
lahan
secara
gerografis
dengan
sistem
jaringan
transportasi
yang
menghubungkannya. Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan “mudah” atau “susah”nya lokasi tersebut dicapai melalaui sistem jaringan transportasi (Black, 1981). Pernyataan “mudah” atau “susah” merupakan hal yang sangat “subjektif” dan “kualitatif”. Mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang lain, begitu juga dengan pernyataan susah. Oleh karena itu diperlukan kinerja kuantitatif (terukur) yang dapat menyatakan aksesibilitas atau kemudahan. Sedangkan mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi. Ada yang menyatakan bahwa aksesibilitas dapat dinyatakan dengan jarak. Jika suatu tempat berdekatan dengan tempat lainnya, dikatakan aksesibilitas antara kedua tempat tersebut tinggi. Sebaliknya, jika kedua tempat itu sangat berjauhan, aksesibilitas antara keduanya rendah. Jadi, tata guna lahan yang berbeda pasti mempunyai aksesibilitas yang berbeda pula karena aktivitas tata guna lahan tersebut tersebar dalam ruang secara tidak merata (heterogen).
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi, peruntukan lahan tertentu seperti bandara, lokasinya tidak bisa sembarangan dan biasanya terletak jauh dari kota (karena ada batasan dari segi keamanan, pengembangan wilayah, dan lain-lain). Dikatakan aksesibilitas ke bandara tersebut pasti akan selalu rendah karena letaknya yang jauh di luar kota. Namun, meskipun letaknya jauh, aksesibilitas ke bandara dapat ditingkatkan dengan menyediakan sistem jaringan transportasi yang dapat dilalui dengan kecepatan tinggi sehingga waktu tempuhnya menjadi pendek. Oleh sebab itu, penggunaan “jarak” sebagai ukuran aksesibilitas mulai diragukan orang dan mulai dirasakan bahwa penggunaan “waktu tempuh” merupakan kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan “jarak” dalam menyatakan aksesibilitas. Dapat disimpulkan bahwa suatu tempat yang berjarak jauh belum tentu dikatakan mempunyai aksesibilitas rendah atau suatu tempat yang berjarak dekat mempunyai aksesibilitas tinggi karena terdapat faktor lain dalam menentukan aksesibilitas yaitu waktu tempuh. Beberapa jenis tata guna lahan mungkin tersebar secara meluas (perumahan) dan jenis lainnya mungkin berkelompok (pusat pertokoan). Beberapa jenis tata guna lahan mungkin ada di satu atau dua lokasi saja dalam suatu kota seperti rumah sakit dan bandara. Dari sisi jaringan transportasi, kualitas pelayanan transportasi pasti juga berbeda-beda; sistem jaringan transportasi di suatu daerah mungkin lebih baik dibandingkan dengan daerah lainnya baik dari segi kuantitas (kapasitas) maupun kualitas (frekuensi dan pelayanan). Contohnya pelayanan angkutan umum biasanya
Universitas Sumatera Utara
lebih baik di pusat pertokoan dan pada beberapa jalan utama transportasi dibandingkan dengan di daerah pinggiran kota. Skema sederhana yang memperlihatkan kaitan antara berbagai hal yang diterangkan mengenai aksesibilitas dapat dilihat pada Tabel 2.1. (Black, 1981) Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat Aksesibilitas Jauh
Aksesibilitas rendah
Aksesibilitas menengah
Dekat
Aksesibilitas menengah
Aksesibilitas tinggi
Sangat jelek
Sangat baik
Jarak
Kondisi prasarana Sumber : Black (1981)
Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek, maka aksesibilitas rendah. Beberapa kombinasi diantaranya mempunyai aksesibilitas menengah.
2.21.1. Hubungan Transportasi Tabel 2.1. menggunakan faktor hubungan transportasi yang dapat diartikan dalam beberapa hal. Suatu tempat dikatakan “aksesibel” jika dapat dicapai, yang
Universitas Sumatera Utara
dalam artian sempit sering dimaksud sangat dekat dengan tempat lainnya, dan “tidak aksesibel” jika sulit untuk dicapai. Ini adalah konsep yang paling sederhana; hubungan transportasi (aksesibilitas) dinyatakan dalam bentuk “jarak” (km). Seperti telah dijelaskan, jarak merupakan peubah yang tidak begitu cocok dan diragukan. Jika sistem transportasi antara kedua buah tempat diperbaiki (disediakan jalan baru atau pelayanan bus baru), maka hubungan transportasi dapat dikatakan akan lebih baik karena waktu tempunya akan lebih singkat. Hal ini sudah jelas berkaitan dengan kecepatan sistem jaringan transportasi tersebut. Oleh karena itu, “waktu tempuh” menjadi ukuran yang lebih baik dan sering digunakan untuk aksesibilitas. Selanjutnya, misalkan terdapat pelayanan bus yang baik antara dua tempat dalam suatu daerah perkotaan. Akan tetapi, bagi orang miskin yang tidak mampu membeli karcis, aksesibilitas antara kedua lokasi tersebut tetap rendah. Jadi “biaya perjalanan” (Rp) menjadi ukuran yang lebih baik untuk aksesibilitas dibandingkan dengan jarak dan waktu tempuh. Mobil pribadi hanya akan dapat memperbaiki akasesibilitas dalam hal waktu bagi orang yang mampu membeli dan menggunakan mobil. Dengan alasan diatas, moda dan jumlah transportasi yang tersedia dalam suatu kota merupakan hal yang penting untuk menerangkan aksesibilitas. Beberapa
Universitas Sumatera Utara
moda transporatasi lebih cepat (waktu tempuh kurang) dibandingkan dengan moda lain, dan mungkin juga ada yang lebih mahal. Akhirnya, hubungan transportasi dapat dinyatakan sebagai ukuran untuk memperhatikan mudah dan sukarnya suatu tempat dicapai, dinyatakan dalam bentuk hambatan perjalanan. Semuanya selanjutnya dinyatakan dalam bentuk jarak, waktu dan biaya. Untuk meningkatkan tata guna lahan yang akan terhubungkan oleh sistem jaringan
transportasi,
dilakukanlah
investasi
pembangunan
sistem
jaringan
transportasi. Tetapi, meskinpun tata guna lahan itu sudah mempunyai aksesibilitas yang tinggi (atau mudah dicapai) karena terhubungkan oleh sistem jaringan transportasi yang baik, belum tentu dapat menjamin mobilitas yang tinggi pula. Tidak akan ada pembangunan sistem jaringan transportasi jika tidak dapat dinikmati, karena orang tidak mampu membayar transportasinya (tidak mempunyai mobilitas) sehingga investasi yang dibenamkan menjadi tidak akan ada artinya (mubazir). Kemampuan seseorang membayar transportasi sangat bervariasi khususnya di Indonesia, pengembangan sistem jaringan transportasi harus diarahkan bukan hanya pada peningkatan aksesibilitasnya tetapi harus pula dapat menjamin setiap orang mampu membayar biaya transportasinya dengan menyediakan banyak alternatif sistem jaringan transportasi.
Universitas Sumatera Utara
2.21.2. Aksesibilitas Berdasarkan Tujuan dan Kelompok Sosial Kelompok populasi yang berbeda, atau orang yang sama pada saat yang berbeda, akan tertarik pada aksesibilitas yang berbeda-beda. Keluarga pada waktu yang berbeda-beda, tertarik akan aksesibilitas ke tempat pekerjaan, pendidikan, belanja, pelayanan kesehatan, fasilitas rekreasi. Pedagang akan lebih tertarik pada aksesibilitas untuk pelanggan, sedangkan industri lebih tertarik pada aksesibilitas untuk tenaga kerja dan bahan mentah. Beberapa pertanyaan mengenai aksesibilitas untuk suatu daerah perkotaan dapat dilihat berikut ini (Black, 1977), dengan contoh khusus untuk suatu daerah permukiman : 1. Berapa jarak ke tempat kerja, sekolah dan lain-lain; dan bagaimana kondisi fasilitas sistem jaringan transportasinya (jalan, angkutan umum)? 2. Bagaimana keragaman aksesibilitas tersebut dilihat dari ciri sosio ekonomi dari daerah yang berbeda-beda? 3. Apakah aksesibilitas yang baik akan mengurangi jumlah perjalanan ke beberapa lokasi aktivitas? 4. Bagaimana keragaman aksesibilitas dalam kelompok yang berbeda misalnya orang tua dan anak muda yang bergantung pada ketersediaan angkutan umum? 5. Apakah ada kelompok lain yang mempunyai aksesibilitas rendah karena mereka tidak mempunyai sepeda motor? Dalam hal ini, konsep aksesibilitas dapat
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menganalisa struktur suatu perkotaan dalam hal lokasi aktivitas yang mempunyai hubungan dengan lokasi perumahan. 6. Bagaimana kesejahteraan sosial, terutama untuk daerah perkotaan, yang memegang peranan sangat penting? (Gakenheimer, 1982) mengatakan bahwa hanya sedikit informasi yang didapat tentang aksesibilitas angkutan umum, terutama yang berkaitan dengan pentingnya orang berpendapatan rendah mendapatkan aksesibilitas yang cukup untuk mencapai tempat kerja, fasilitas kesehatan, serta sarana sosial lainnya.
2.22. Penelitian Sebelumnya Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai tingkat aksesibilitas dan perkembangan wilayah sebelumnya antara lain : 1. Nasution (2005) dalam tesisnya “Peran Angkutan Umum di Kota Pematang Siantar dan Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah”, dengan menggunakan metode analisis regresi linier berganda, menyimpulkan bahwa pengelolaan angkutan
umum
di
Kota
Pematang
Siantar
masih
memiliki
peluang
pengembangan mengingat jumlah penduduk dan luasan wilayah yang relatif besar. Namun perlu diperhatikan tumpang tindih rute/trayek. Selain itu peran angkutan umum dalam mendukung aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat di Kota Pematang adalah positif dan signifikan. Peran angkutan umum ini dilihat dari kenyamanan masyarakat dalam menggunakan angkutan umum dan waktu
Universitas Sumatera Utara
tempuh yang cepat sampai ke tempat tujuan. Namun harus diakui bahwa sering terjadi kemacetan lalu lintas di Kota Pematang Siantar akibat bertambahnya jumlah kendaraan, sementara kuantitas jalan relatif tetap. 2. Dewi (2008) dalam tesisnya “Kontribusi Keberadaan Angkutan Umum terhadap Pengembangan Wilayah di Kota Binjai”, dengan menggunakan metode analisis linier berganda, benyimpulkan bahwa angkutan umum berperan dalam pengembangan wilayah di Kota Binjai. Hal ini dilihat dari jumlah wilayah kecamatan dan kelurahan di Kota Binjai dapat dijangkau oleh angkutan umum, sehingga masyarakat yang tinggal di pinggiran kota semakin mudah berhubungan dengan masyarakat di pusat kota. Selain itu terjadi peningkatan pendapatan pengemudi dan keberadaan angkutan umum telah menimbulkan tumbuhnya sektor informal di sekitar terminal angkutan umum yang menyerap tenaga kerja.
Universitas Sumatera Utara
2.23. Kerangka Pemikiran Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, digambarkan dalam Gambar 2.2. Prasarana Perdagangan
Prasarana Kesehatan
Prasarana Pendidikan
Prasarana Peribadatan
Perkembangan Kecamatan Kota Medan
Jumlah Permukiman
Jumlah Industri
Jumlah Lembaga Keuangan
Jumlah Mata Pencaharian
Indeks Aksesibilitas
Total Lapangan Kerja
Jarak
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
Universitas Sumatera Utara
2.24. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian adalah “Tingkat aksesibilitas wilayah berpengaruh terhadap perkembangan kecamatan di Kota Medan”.
Universitas Sumatera Utara