BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Transportasi Kata transportasi berasal dari bahasa latin yaitu transportare, dimana trans adalah seberang atau sebelah lain dan portrare mengangkut atau membawa, jadi transportasi adalah mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari satu tempat ketempat lain. Menurut Edward K. Morlok, transportasi adalah memindahkan atau mengangkut barang atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lain. Transportasi dikatakan baik apabila perjalanan cukup cepat, tidak mengalami kemacetan, frekuensi pelayanan cukup aman, bebas dari kemungkinan kecelakaan dan kondisi pelayanan nyaman. Untuk mencapai kondisi seperti itu, banyak faktor yang mempengaruhi yaitu: kondisi prasarana jalan, sistem jaringan jalan, kondisi kendaraan dan sikap mental pemakai fasilitas tersebut.
2.2 Teknik Perlalu-Lintasan Suatu transportasi dikatakan baik, jika waktu perjalanan cukup cepat, tidak mengalami macet, pelayanan cukup, dan aman dari kecelakaan. Untuk mencapai kondisi yang seperti itu sangat ditentukan dengan berbagai faktor yang menjadi
27
komponen transportasi, yakni kondisi prasarana jalan serta sistem jaringannya dan kondisi kendaraan serta sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut. Untuk mengetahui tentang transportasi kota dalam aspek perencanaan dan pelaksanaannya, maka penting sekali untuk memahami aspek teknik perlalu lintasan (Traffic Engineering), teknik lalu lintas angkutan darat meliputi: karakteristik volume lalu lintas, kapasitas jalan, satuan mobil penumpang, asal dan tujuan lalu lintas, dan pembangkit lalu lintas. ( Budi D. Sinulingga, 1999)
2.3 Pengertian Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu penampang tertentu pada suatu ruas jalan tertentu dalam satuan waktu tertentu. Didalam suatu perlintasan dikenal volume lalu lintas harian atau sering juga disebut lalu lintas harian rata-rata (LHR) yaitu jumlah kendaraan yang lewat secara rata-rata dalam sehari (24 jam) pada suatu ruas jalan tertentu, besarnya LHR akan menentukan dimensi penampang jalan yang akan dibangun. Volume lalu lintas ini bervariasi besarnya, tidak tetap, tergantung waktu, variasi dalam sehari, seminggu, sebulan dan setahun. Hal yang sangat menonjol pada area kota dan kurang terdapat para area-area desa adalah adanya dua jam puncak atau jam sibuk dalam sehari yaitu jam puncak pagi dan jam puncak sore, dengan jam puncak sore biasanya lebih menonjol. Tapi ada juga jalan-jalan yang mempunyai variasi volume lalu lintas agak merata. Volume lalu lintas selama jam sibuk dapat digunakan untuk merencanakan dimensi untuk menampung lalu lintas. Makin tinggi volumenya makin besar dimensi yang diperlukan. Suatu volume
28
yang over estimate akan membuat perencanaan menjadi boros, sedangkan volume yang under estimate akan membuat jaringan jalan cepat mengalami kemacetan, sehingga memerlukan pengembangan pula.
2.4 Pengertian Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut yang mengakibatkan kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau melebihi 0 km/jam sehingga menyebabkan terjadinya antrian. Pada saat terjadinya kemacetan, nilai derajat kejenuhan pada ruas jalan akan ditinjau dimana kemacetan akan terjadi bila nilai derajat kejenuhan mencapai lebih dari 0,5 (MKJI, 1997). Arus lalu lintas adalah suatu fenomena yang kompleks, dengan melihatnya kita dapat mengetahui bahwa pada saat arus lalu lintas meningkat, umumnya kecepatan akan menurun. Sedikitnya terdapat delapan variable yang digunakan untuk menjelaskan arus lalu lintas dan beberapa karakteristik aliran lainnya diturunkan dari variable-variabel utama seperti kecepatan, volume dan kepadatan, variable lainnya yaitu headway, spacing dan occupancy. Ada juga dua parameter lainnya yang berhubungan dengan spacy dan headway yaitu clearance dan gap. Jika arus lalu lintas mendekati kapasitas, kemacetan mulai terjadi. Kemacetan semakin meningkat apabila arus begitu besar sehingga kendaraan berdekatan satu sama lain. Kemacetan total apabila kendaraan harus berhenti atau bergerak lambat (Ofyar Z Tamin,2000). 29
Pada saat batas aliran lalu lintas yang ada pada suatu ruas jalan dilampaui, maka rata-rata kecepatan lalu lintas akan turun sehingga pada saat kecepatan mulai turun maka akan mengakibatkan biaya operasional kendaraan akan meningkat antara kisaran 0 – 45 km/jam dan waktu untuk melakukan perjalanan akan semakin meningkat. Sementara itu, waktu berarti biaya dan nilai yang keduanya merupakan dua bagian dari total biaya perjalanan yang ditimbulkan oleh menurunnya kecepatan akibat meningkatnya aliran lalu lintas (Sugiono, G). Kemacetan apabila ditinjau dari tingkat pelayanan jalan (Level of Service), pada saat LOS < C.LOS < C, kondisi arus lalu lintas mulai tidak stabil, kecepatan operasi menurun relatif cepat akibat hambatan samping yang timbul dan kebebasan bergerak relatif kecil. Pada kondisi ini volume-kapasitas lebih besar atau sama dengan 0,8 ( V/C > 0,8 ). Dan pada akhirnya nilai LOS sudah mencapai tingkat pelayanannya, maka aliran lalu lintas menjadi tidak stabil sehingga terjadi tundaan berat, yang disebut kemacetan lalu lintas (Ofyar Z Tamin, 1998).
Gambar 2.1 Grafik hubungan antara kecepatan, arus lalu lintas dan volume
30
2.5 Biaya Dalam Sistem Transportasi Didalam sistem transportasi terdapat beberapa konsep biaya, salah satu dari biaya tersebut adalah biaya sosial atau social cost. Biaya sosial dari suatu fasilitas adalah biaya yang harus ditanggung oleh bukan pengguna fasiitas akibat penggunaan fasilitas oleh pihak lain. Secara umum biaya sosial disebut juga biaya eksternal dari suatu fasilitas walaupun pada beberapa literature artinya memiliki perbedaan. Berikut ini beberapa konsep umum tentang eksternal cost, yaitu: 1. Biaya eksternal adalah biaya yang disebabkan oleh suatu aksi yang dilakukan oleh orang lain yang tidak memiliki kepentingan untuk melakukan aksi tersebut. Biaya eksternal akan menjadi masalah apabila pelakunya hanya menyadari biaya dan keuntungan dalam mengambil keputusan untuk melakukan aksi, tetapi terdapat biaya eksternal yang tidak diperhitungkan, dan nilainya lebih besar daripada keuntungan yang diperoleh. 2. Biaya eksternal adalah semua biaya yang dibebankan kepada pihak lain dan tidak dirasakan oleh pihak yang melakuakan aktivitas yang membangkitkan biaya tersebut. 3. Biaya eksternal biasa didefenisikan sebagai biaya yang timbul akibat aktivitas manusia, dimana pihak yang bertanggung jawab atas aktifitas tersebut, tidak sepenuhnya memperhitungkan dampaknya terhadap pihak lain akibat perbuatannya.
31
Secara umum dapat disimpulkan biaya eksternal adalah biaya yang ditimbulkan akibat adanya kegiatan yang ditanggung oleh pihak ketiga yang sama sekali tidak terlibat langsung dengan kegiatan tersebut. Dalam kajian ini, biaya eksternal berupa pemborosan biaya transportasi pengguna jalan, dimana pada kajian ini mempertimbangkan bagi pengguna kendaraan pribadi yang disebabkan oleh kemacetan pada kawasan jalan Setia budi. Biaya yang dipehitungkan berupa biaya operasional kendaraan (BOK).
2.6 Biaya Kemacetan Lalu Lintas Kemacetan lalu lintas adalah situasi ketika kecepatan actual kendaraan berada dibawah kecepatan arus bebas. Situasi ini mengakibatkan kerugian bagi pengguna jalan, yang berupa peningkatan konsumsi bahan bakar. Biaya kemacetan merupakan selisih biaya dari kecepatan normal dengan kecepatan eksisting. Kemacetan lalu lintas muncul ketika volume lalu lintas melebihi kapasitas jalan atau simpang. Penambahan jumlah kendaraan menyebabkan tundaan waktu perjalanan menjadi lebih lama, dan mengakibatkan kenaikan biaya transportasi. Kondisi ini menyebabkan adanya eksternalitas yang dapat digunakan sebagai dasar argumentasi rencana penerapan biaya kemacetan. Karena itu, pengurangan kemacetan lalu lintas merupakan salah satu target utama dalam menentukan kebijakan transportasi, karena kerugian ekonomi yang disebabkan oleh kemacetan lalu lintas sangat besar.
32
Biaya kemacetan atau congestion cost merupakan selisih antara marginal social cost (biaya yang dikeluarkan masyarakat) dengan marginal private cost (biaya yang dikeluarkan oleh pengguna kendaraan pribadi) yang disebabkan oleh adanya tambahan kendaraan pada ruas jalan yang sama. Secara pendekatan analisis, biaya kemacetan timbul dari hubungan antara dengan aliran di jalan dan hubungan antara kecepatan dengan biaya kendaraan. Perhitungan beban biaya kemacetan didasarkan kepada perbedaan antara biaya marginal social cost dan marginal private cost dari suatu perjalanan (Sugiono.G, 2008).
Grafik 2.2 Estimasi Biaya Kemacetan
33
Selisih antara marginal social cost dan marginal private cost merupakan congestion cost yang disebabkan oleh adanya tambahan kendaraan pada ruas jalan yang sama dan keseimbangan tercapai dititik F dengan arus lalu lintas sebanyak Q2 dan biaya sebesa P2. Dari sudut pandang sosial, arus lalu lintas sebanyak Q1 terlalu berlebihan karena pengemudi kendaraan hanya menikmati manfaat sebesar Q1E atau P4. Tambahan kendaraan setelah titik optimal Q2 harus mengeluarkan biaya sebesar Q2Q1HF namun hanya menikmati manfaat sebesar Q2Q1EF, sehingga terdapat welfare gain yang hilang sebesar luasan FEH. Oleh karena itu perhitungan biaya kemacetan didasarkan pada perbedaan antara biaya marginal social cost dan marginal private cost. (lihat grafik 2.2) Kerugian yang timbul akibat kemacetan lalu lintas sangatlah besar, tetapi pada umumnya pengemudi atau pengguna fasilitas transportasi kurang menyadarinya. Kerugian ini meliputi pemborosan bahan bakar, waktu, tenaga dan ketidaknyamanan berlalu lintas, serta biaya sosial atau eksternasi yang dibebankan pengemudi lain dan pihak ketiga (Ofyar Z. Tamin, 1998). Kemacetan sangat merugikan para pengguna jalan tanpa disadari atau tidaknya oleh pengguna jalan. Kemacetan terjadi timbul bukan semata-mata akibat bertambahnya volume lalu lintas pada suatu ruas jalan tertentu, tetapi dapat pula diakibatkan oleh perilaku pengemudi yang terkadang suka bertindak tanpa mematuhi peraturan lalu lintas yang ada. Sebagai sesama pengguna jalan, harusnya kita semua sadar berperilaku dengan mengemudi sesuai peraturan lalu lintas yang ada, sehingga kemacetan dapat kita kurangi atau bahkan dihilangkan. Apabila kemacetan tidak ada,
34
maka kita tidak perlu menanggung kerugian yang disebabkan oleh kemacetan tersebut. Biaya akibat kemacetan lalu lintas ini sebenarnya merupakan tambahan biaya perjalanan yang harus ditanggung oleh pengguna jalan akibat bertambahnya volume lalu lintas dan waktu perjalanan. Komponen biaya perjalanan adalah volume lalu lintas, waktu perjalanan, biaya operasional kendaraan and nilai waktu perjalanan. Jadi, untuk ruas jalan yang sama maka biaya perjalanan akan meningkat jika volume lalu lintas dan waktu perjalananpun ikut bertambah. Ada juga model kaitan antara kecepatan dengan biaya kemacetan, dimana model ini memiliki asumsi ( Basuki. M, 2008): a) Perbedaan tingkat kecepatan ( lambat dan cepat ) b) Kecepatan tiap kendaraan tidak dibuat berdasarkan tingkat lalu lintas c) Tidak menggunakan satuan penumpang d) Biaya kemacetan cenderung nol jika kecepatannya sama e) Kendaraan tidak saling mendahului
2. 7 Biaya Operasional Kendaraan (BOK) Biaya Operasional Kendaraan adalah total biaya yang dikeluarkan oleh pemakai jalan dengan menggunakan moda tertentu dari zona asal ke zona tujuan. Biaya operasi kendaraan terdiri dari dua komponen yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah (tetap walaupun terjadi perubahan 35
pada volume produksi jasa sampai ketingkat tertentu) sedangkan biaya tetap adalah biaya yang berubah apabila terjadi perubahan pada volume produksi jasa (Gito Sugianto). Biaya Operasional Kendaraan merupakan suatu nilai yang menyatakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pengoperasian suatu kendaraan. BOK terdiri atas beberapa komponen sebagai berikut: a. Biaya Tidak Tetap (Running Cost) adalah biaya yang besarnya berubah tergantung pada pengoperasian alat-alat pengangkutan, meliputi: -
Bahan bakar
-
Minyak Pelumas
-
Ban
-
Pemeliharaan
b. Biaya Tetap (Fixed Cost) adalah biaya tetap yang dikeluarkan setiap bulan, meliputi: -
Asuransi
-
Bunga Modal
-
Depresiasi
Metode yang digunakan dalam melakukan perhitungan Biaya Operasional Kendaraan adalah metode yang didasarkan pada kecepatan. Metode ini menggunakan persamaan-persamaan yang bergantung pada besarnya kecepatan.
36
Dalam penetapan nilai operasi kendaraan, Button (1993) menyatakan bahwa penetapan harga layanan transportasi (pricing) bertujuan untuk maksimasi kepentingan
penyedia
jasa
transportasi
dengan
tetap
mempertimbangkan
kesejahteraan masyarakat (maximizing welfare). Kondisi ini akan stabil untuk jangka panjang atau Long Run Marginal Cost (LRMC). LRMC merupakan komponen biaya yang mempengaruhi penetapan harga dengan memperhatikan biaya-biaya kapital atau biaya tetap lainnya yang mempengaruhi kelangsungan kendaraan pada kondisi yang akan datang. Dalam kajian ini, terdapat beberapa macam model yang digunakan untuk memperoleh biaya operasi kendaraan (BOK), dalam hal ini ada beberapa analisis model yang digunakan yaitu metode yang dikembangkan PT. Jasa Marga bekerja sama dengan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Insititut Teknologi Bandung (LAPI ITB). Berdasarkan model perhitungan BOK yang dikembangkan oleh PT. Jasa Marga bekerja sama dengan Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Teknologi Bandung (LAPI ITB), maka hanya akan diperhitungkan faktor-faktor tertentu yang dianggap memberikan pengaruh terhadap komponen-komponen yang memberikan kontribusi relatif besar terhadap nilai biaya operasional kendaraan. Dalam perhitungan besaran biaya operasi kendaraan jalan perkotaan di Indonesia, masih diperlukan upaya kalibrasi atau penyesuaian data dengan kondisi lokal. Dimana kalibrasi data dengan kondisi lokal dilakukan secara terbatas dengan menguraikan jenis-jenis data yang dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini.
37
Unit observasi dalam penelitian ini adalah kendaraan pribadi, yaitu kendaraan pribadi berupa kendaraan bermotor roda empat dan roda dua. Jenis kendaran yang akan dijadikan sebagai unit observasi adalah kendaraaan yang representasinya mendekati atau sesuai dengan rekomendasi. Analisis akan dilakukan dengan pendekatan deskriptif, berdasarkan pada data kuantitatif sebagai hasil perhitungan besaran biaya operasi kendaraaan. Seluruh datadata biaya yang dikumpulkan dari kegiatan survei, akan dikonversi kedalam nilai rupiah per Km jarak tempuh. Dalam hal ini, teknik statistik digunakan dalam perhitungan komponen-komponen biaya operasi kendaraan, yang mencakup: 1) Biaya pemakaian bahan bakar 2) Biaya pemakaian pelumas 3) Biaya pemakaian ban 4) Biaya pemeliharaan kendaraan 5) Biaya depresiasi kendaraan 6) Biaya awak kendaraan
2.7.1 Biaya Konsumsi Bahan Bakar Biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi bahan bakar minyak dalam pengoperasian suatu jenis kendaraan per kilometer jarak tempuh. Satuannya rupiah perkilometer.
38
a. Kecepatan Rata-rata Lalu-Lintas Data kecepatan lalu lintas dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran langsung dengan menggunakan metode moving car observer dan selanjutnya dilakukan perhitungan kecepatan rata-rata ruang. Apabila data kecepatan lalulintas tidak tersedia maka kecepatan dapat dihitung dengan Manual Kapasitas Jalan Indonesia. b. Percepatan rata-rata Percepatan rata-rata lalu-lintas dalam suatu ruas jalan dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (manual BOK, 1995) : Ag = 0,0128 x (V /C)……………………………..(2.1) Dimana: Ag : percepatan rata-rata V : volume lalu-lintas (smp / jam) C : kapasitas jalan (smp / jam) c. Tanjakan dan turunan Tanjakan rata-rata ruas jalan dapat dihitung berdasarkan data aligment vertical dengan rumus sebagai berikut (manual BOK, 1995):
𝑅𝑅 =
∑𝑛 𝑖=1 𝑅𝑖 Li
(m/km)……………………………………(2.2)
39
Turunan rata-rata ruas jalan dapat dihitung berdasarkan data aligment vertical dengan rumus (manual BOK, 1995):
𝐹𝑅 =
∑𝑛 𝑖=1 𝐹 L
(m / km)…………………………………..(2.3)
Apabila data pengukuran tanjakan dan turunan tidak tersedia dapat
digunakan nilai tipikal sebagai berikut: Tabel 2.1 Nilai tipikal tanjakan dan turunan rata-rata Tanjakan rata-rata
Turunan rata-rata
(m/km)
(m/km)
Datar
2,5
-2,5
Bukit
12,5
-12,5
Pegunungan
22,5
-22,5
Kondisi Medan
Sumber: RSNI Pedoman Perhitungan BOK, 2006
d. Biaya konsumsi Bahan Bakar Minyak BiBB𝑀𝑀𝑗𝑗= KBBMi x HBBMj………………………………(2.4) Dimana : BiBBMj : Biaya konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaraan i, dalam rupiah/km. 40
KBBMi : Konsumsi bahan bakar minyak untuk jenis kendaran i, dalam liter/km. HBBMj : Harga bahan bakar untuk jenis BBMj, dalam rupiah per liter. i : Jenis kendaraan sedan, utility, bus kecil, bus besar, atau truk. j : Jenis bahan bakar minyak solar ataupun premium. e. Konsumsi Bahan Bakar minyak (KBBM) Konsumsi bahan bakar minyak untuk masing-masing kendaraan dapat dihitung dengan rumus persamaan sebagai berikut (manual BOK, 1995): KBBMi=(α+β1/Vr+β2xVr²+β3xRr+β4xFr+β5xFr²+β6xDTr+β7xAr+β8xSa+β 9xBk+β10xBkxAr+β11xBkxSa)/1000……………….(2.5) Dimana: α : Konstanta (lihat tabel 2.2)
41
Tabel 2.2 Nilai Ekivalen Mobil Penumpang Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi EMP Arus lalu MC lintas total Tipe jalan
Lebar Jalur Lalu lintas Dua Lajur
HV Wc(m)
(kend/jam)
Dua lajur tak
≤6
>6
< 1800
1,3
0,5
0,40
≥ 1800
1,3
0,35
0,25
< 3700
1,3
0,40
≥ 3700
1,2
0,25
berbagi (2/2 UD) Dua lajur tak berbagi (4/2 UD)
Sumber : Kemenhub NO.14(2006) β1..β11 : koefisien-koefisien parameter ( lihat tabel 2.3)
42
Tabel 2.3 Nilai Ekivalensi Mobil Penumpang Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
EMP
Arus Lalu Lintas Tipe jalan
Per lajur
HV
MC
0
1,3
0,4
≥ 1050
1,3
0,25
0
1,3
0,40
≥ 1100
1,3
0,25
(kend/jam) Dua lajur satu arah (2/1) dan Empat lajur terbagi (4/2D) Tiga lajur satu arah (3/1) dan Enam lajur terbagi (6/2D) Sumber : Kemenhub NO.14(2006)
Vr : Kecepatan rata-rata Rr : Tanjakan rata-rata Fr : Turunan rata-rata DTr : Derajat tikungan rata-rata Ar : Percepataan rata-rata SA : Simpangan baku percepatan BK : Berat kendaraan
43
2.7.2 Biaya Konsumsi Oli Biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi oli kendaraan dalam pengoperasian suatu kendaraan per kilometer jarak tempuh. Satuannya rupiah per kilometer. a. Biaya konsumsi oli BOi = KOi x Hoi…………………………………..(2.6) Dimana: BOi : Biaya konsumsi oli untuk jenis kendaraan i, dalam Rupiah/km HOj : Konsumsi oli untuk jenis oli j, dalam liter/km i : Jenis kendaraan j : Jenis Oli b. Konsumsi oli (KO) Konsumsi oli untuk masing-masing jenis kendaraan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: KOi = OHKi + OHOi x KBBMi…………………….(2.7) Dimana: OHKi : Oli hilang akibat kontaminasi (liter/km) OHOi : Oli hilang akibat operasi (liter/km) KBBMi : konsumsi bahan bakar (liter/km)
44
Kehilangan oli akibat kontaminasi dihitung sebagai berikut : OHKi = KAPOi / JPOi…………………………….(2.8) Dimana : KAPOi : kapasitas oli (liter) JPOi : jarak penggantian oli (km) Nilai tipikal untuk persamaan tersebut dapat dilihat pada tabel: Tabel 2.4 Nilai tipikal JPOi, KPOi, dan OHOi yang direkomendasikan
Jenis Kendaraan
JPOi
KPOi
OHOi
Sedan
2000
3,5
2,1 x 10−6
Utility
2000
3,5
2,1 x 10−6
Bus kecil
2000
6
2,1 x 10−6
Truk besar
2000
12
2,1 x 10−6
Truk ringan
2000
6
2,1 x 10−6
Truk sedang
2000
12
2,1 x 10−6
Truk besar
2000
24
2,1 x 10−6
Sumber : RSNI Pedoman Perhitungan BOK, 2006
45
2.7.3 Biaya Konsumsi Suku Cadang Biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi suku cadang kendaraan dalam pengoperasian suatu kendaraan per kilometer jarak tempuh. Satuannya rupiah per kilometer. a) Kerataan Data kerataan permukaan jalan dapat diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan alat ukur kerataan permukaan jalan dengan satuan hasil pengukuran meter per kilometer ( IRI ). b) Harga Kendaraan Baru Data kendaraan baru dapat diperoleh dari survei harga suatu kendaraan baru jenis tertentu dikurangi dengan nilai ban yang digunakan. Harga kendaraan dihitung sebagai harga rata-rata untuk suatu jenis kendaraan tertentu. Survei harga dapat dilakuakan survei langsung di pasar atau mendapatkan data melalui survei instansional seperti asosiasi pengusaha kendaraan bermotor. c) Biaya konsumsi Suku Cadang BPi = Pi x HKBi / 1000000……………………………….(2.9) Dimana: BPi : Biaya pemeliharaan kendaraan untuk jenis Kendaraan i, dalam rupiah/km HKBi : Harga kendaraan baru rata-rata untuk jenis Kendaraan i, dalam rupiah
46
Pi : Nilai relative biaya suku cadang terhadap harga kendaraan baru jenis i i : Jenis kendaraan
2.7.4 Biaya Upah Tenaga Pemeliharaan (BUi) Biaya yang dibutuhkan untuk upah pemeliharaan kendaraan untuk setiap jenis kendaraan yang dioperasikan dalam jarak tertentu. Satuannya rupiah per kilometer. Biaya upah perbaikan kendaraan untuk masing-masing jenis kendaraan dihitung dengan persamaan sebagai berikut : BUi = JPi x UTP/1000……………………………………(2.10) Dimana : BUi : Biaya upah perbaikan kendaraan (Rp/km) JPi : Jumlah jam pemeliharaan (jam/1000km) UTP : Upah tenaga pemeliharaan (Rp/jam) 1. Harga satuan upah tenaga pemeliharaan (UTP) Data upah tenaga kerja dapat diperoleh melalui survey penghasilan tenaga perbaikan kendaraan. Survey upah ini dapat dilakuakan melalui survey langsung di bengkel atau mendapatkan melalui data instansional seperti Dinas Tenaga Kerja. 2. Kebutuhan jam pemeliharaan (JPi) Kebutuhan jumlah jam pemeliharaan untuk masing-masing jenis kendaraan dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
47
JPi = 𝑎𝑎0 x 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑎𝑎1…………………………………………….(2.11) Dimana : JPi : Jumlah jam pemeliharaan (jam/1000km) Pi : Konsumsi suku cadang kendaraan jenis i 𝑎0…. 𝑎1 : konstanta
Nilai tipikal untuk model parameter persamaan jumlah jam pemeliharaan adalah sebagai berikut: Tabel 2.5 Nilai Tipikal 𝑎0 dan 𝑎1
Sedan
𝒂𝟎.
77,14
0,547
Utility
77,14
0,547
Bus kecil
242,03
0,519
Bus besar
293,44
0,517
Truk kecil
242,03
0,519
Truk sedang
242,03
0,517
Truk besar
301,46
0,519
Jenis Kendaraan
𝒂𝟏
Sumber : RSNI Pedoman Perhitungan BOK, 2006
48
2.7.5 Biaya Konsumsi Ban Biaya yang dibutuhkan untuk konsumsi ban dalam pengoperasian suatu kendaraan per kilometer jarak tempuh. Satuannya rupiah per kilometer. a. Kekasaran Data kerataan permukaan jalan yang diperlukan dalam satu satuan hasil pengukuran meter per kilometer (IRI). b. Tanjakan dan turunan Perhitungan nilai tanjakan dan turunan (TT) merupakan penjumlahan nilai tanjakan rata-rata (FR) dan nilai turunan rata-rata (RR). Nilai tanjakan dan turunan rata-rata dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : TT = FR+ RR ………………………………………………(2.12) Apabila data pengukuran tanjakan dan turunan tidak tersedia dapat digunakan nilai tipikal seperti tabel berikut: Tabel 2.6 Nilai tipikal tanjakan dan turunan pada medan jalan Kondisi medan
TT (%)
Datar
5
Bukit
25
Pegunungan
45
Sumber: RSNI Pedoman Perhitungan BOK(2006)
49
c. Biaya Konsumsi Ban BBi = KBixHBj / 1000……………………………………..(2.13) Dimana : BBi : Biaya konsumsi ban untuk jenis kendaraan i, dalam rupiah/km HBj : Harga ban untuk jenis kendaraan j, dalam EEB/1000km i : Jenis kendaraan j : Jenis Ban d. Konsumsi Ban Konsumsi ban untuk masing-masing kendaraan dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan berikut, yaitu : KBi = χ + δ1 x IRI +δ2 x TTrata-rata + δ3 x DTrata-rata…….(2.14) Dimana : χ : Konstanta δ1…..δ3 : Koefisien-koefisien parameter TTrata-rata : Tanjakan dan turunan rata-rata DTrata-rata : Derajat tikungan rata-rata
50
Komponen utama biaya pengguna jalan antara lain terdiri dari biaya operasi kendaraan (BOK), nilai waktu perjalanan (value of travel time saving), dan biaya kecelakaan (accident cost). BOK terdiri dari dua komponen utama yaitu biaya tidak tetap (running cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya tidak tetap komponenkomponennya adalah: biaya konsumsi bahan bakar, biya oli, biaya konsumsi suku cadang, biaya upah pemeliharaan, dan biaya ban. Sedangkan biaya tetap komponenkomponennya adalah: biaya depresiasi kendaraan, biaya bunga, dan biaya overhead. Model-model komponen biaya operasi kendaraaan (BOK) yang ada disusun berdasarkan data empiris di negara-negara berkembang di luar Indonesia. Oleh sebab itu, perlu disusun model perhitungan BOK berdasarkan dengan kondisi di Indonesia. Dalam tahun 1996 sampai dengan tahun 2001, PUSLITBANG Prasarana Transportasi, BALITBANG Kimpraswil telah melakukan studi BOK, untuk berbagai jenis kendaraan, bekerja sama dengan TRL (Transport Research Laboratory) UK. Dari studi-studi di atas telah dihasilkan beberapa model perhitungan komponen BOK yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia dan dapat dijadikan sebuah pedoman dalam memperhitungkan biaya operasi kendaraan (BOK). Pedoman ini nantinya akan dijadikan suatu acuan dalam melakukan perhitungan biaya operasi kendaraan bagi perencana. Dimana bagian 1 yaitu pedoman perhitungan komponen biaya tidak tetap (running cost), sedangkan bagian 2 yaitu pedoman perhitungan komponen biaya tetap (fixed cost). Penyusunan pedoman ini bertujuan untuk memudahkan dan menyeragamkan metoda perhitungan biaya operasi kendaraan dan mencakup uraian umum, ketentuan teknik, dan cara pengerjaan. 51
2.8 Perhitungan BOK yang Dikembangkan oleh PT. Jasa Marga dan LAPI ITB 1. Konsumsi Bahan Bakar (KKB) •
Jalan Tol
Konsumsi Bahan Bakar = basic fuel (1+ (kk+kI+kr)) Konsumsi Bahan Bakar Gol I = 0,0284 V² - 3,0644 V + 141,68 Konsumsi Bahan Bakar Gol IIA = 2,26533 x Basic fuel Gol I Konsumsi Bahan Bakar Gol IIB = 2,90805 x Basic fuel Gol I Dimana:
basic fuel dalam liter/1000 km kk = koreksi akibat kelandaian kI = koreksi akibat kondisi lalu lintas kr = Koreksi akibat kekasaran jalan (roughness) V = Kecepatan
•
Jalan non Tol
Konsumsi bahan bakar = basic fuel (I+(kk+kl+kr)) Konsumsi Bahan Bakar Gol I = 0,05693V² - 6,42593 V + 269,1856 Konsumsi Bahan Bakar Gol IIA = 0,21692 V² - 24,11549 V + 954,78624 Konsumsi Bahan Bakar Gol IIB = 0,21557 V² - 24,17699 V + 947,80862 Dimana:
basic fuel dalam liter/1000 km kk = koreksi akibat kelandaian kl = koreksi akibat kondisi lalu lintas
kr = Koreksi akibat kekasaran jalan (roughness)
52
Faktor koreksi konsumsi bahan bakar ditampilkan dalam tabel berikut: Tabel 2.7 Faktor Koreksi Akibat Kelandaian
Koreksi Kelandaian Negatif (Kk)
Koreksi Kelandaian Positif (Kk)
g < -5%
-0,337
-5 % ≤ g ≤ 0 %
-0,158
0 % ≤ g ≤ -5 %
0,400
g≥5%
0,820
Sumber : LAPI-ITB (1997) Tabel 2.8 Faktor Koreksi Akibat Kekasaran 0 ≤ v/c < 0,6
0,050
0,6 ≤ v/c < 0,8
0,185
v/c > 0,8
0,253
< 3 m/km
0,035
≥ 3 m/km
0,085
Koreksi Lalu Lintas (Kl)
Koreksi Kekasaran (Kl) Sumber : LAPI-ITB (1997)
53
2. Konsumsi Minyak Pelumas Berdasarkan
survey
literatur,
dengan
kriteria
kemudahan
dalam
mengimplementasikan model, maka dipilih spesifikasi model yang dikembangkan dalam GENMERRI, yaitu model yang dipakai oleh Bina Marga untuk studi kelayakan jalan. Model ini memperhatikan pengaruh dari kecepatan perjalanan dan kekasaran permukaan jalan terhadap konsumsi minyak pelumas. Pada tabel dapat dilihat konsumsi dasar minyak pelumas (liter/km) untuk jalan tol yang dimodifikasikan dari model ini. Konsumsi dasar ini kemudian dikoreksi lagi menurut tingkatan kekasaran jalan seperti yang terlihat pada tabel: Tabel 2.9 Konsumsi Dasar Minyak Pelumas (liter/km) Kecepatan
Jenis Kendaraan
(Km/Jam)
Golongan IA
Golongan IIA
Golongan IIB
10 – 20
0,0032
0,0060
0,0049
20 – 30
0,0030
0,0057
0,0046
30 – 40
0,0028
0,0055
0,0044
40 – 50
0,0027
0,0054
0,0043
50 – 60
0,0027
0,0054
0,0043
60 – 70
0,0029
0,0055
0,0044
70 – 80
0,0031
0,0057
0,0046
80 – 90
0,0033
0,0060
0,0049
90 – 100
0,0035
0,0064
0,0053
Sumber : LAPI-ITB (1997)
54
Konsumsi dasar minyak pelumas untuk jalan non tol dirumuskan sebagai berikut: Konsumsi minyak pelumas Gol I = 0,00037 V² - 0,04070 V + 2,20405 Konsumsi minyak pelumas Gol IIA = 0,00209 V² - 0,24413 V + 13,29445 Konsumsi minyak pelumas Gol IIB = 0,00186 V² - 0,22035 V + 12,06486 Dimana: V = Kecepatan Tabel 2.10 Faktor Koreksi Konsumsi Minyak Pelumas Nilai Kekasaran
Faktor Koreksi
< 3 m/km
1,00
>3 m/km
1,50
Sumber : LAPI-ITB (1997) 3. Konsumsi Ban Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi kondisi umur ban, yaitu: a) Rolling Friction yaitu gesekan antara ban dengan permukaan jalan b) Gesekan akibat Driving Force, yang diakibatkan tekanan udara yang terjadi pada saat kendaraan melakukan tanjakan dan atau pengurangan kecepatan c) Gaya longitudinal dan transversal yang menyebabkan gesekan pada sebagian permukaan ban. Gaya tersebut terjadi akibat pengereman, akselerasi dan tikungan Dengan
memperhitungkan
kriteria
kesederhanaan
dan
kemudahan
dalam
mengimpelentasikan model, maka digunakan model PCI sebagai berikut: Golongan I Y = 0,0008848 V – 0,0045333 Golongan IIA Y = 0,0012356 V – 0,0065667
55
Golongan IIB Y = 0.0015553 V – 0,0059333 Dimana: Y = Pemakaian ban per 1000 km V = Kecepatan 4. Pemeliharaan Biaya Pemeliharaan terdiri dari biaya suku cadang dan upah montir yang berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun jalan non tol, sedangkan menurut PCI persamaannya sebagai berikut: a) Suku Cadang Golongan I Y = 0,0000064 V + 0,0005567 Golongan IIA Y = 0,0000332 V + 0,0020891 Golongan IIB Y = 0.0000191 V + 0.0015400 Dimana : Y = Pemeliharaan suku cadang per1000 km V = Kecepatan b) Montir Golongan I Y = 0,00362 V + 0,36267 Golongan IIA Y = 0,02311 V + 1,97733 Golongan IIB Y = 0,01511 V + 0,21200 Dimana : Y = Jam montir per1000 km V = Kecepatan 5. Deprisiasi Biaya deprisiasi berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun jalan non tol. Persamaannya sebagai berikut:
56
Golongan I
Y = 1 / (2,5 V + 125)
Golongan IIA Y = 1 / (1,9 V + 450) Golongan IIB Y = 1 / (6,0 V + 300) Dimana : Y = Depresiasi per1000 km dikalikan ½ nilai depresiasi dari kendaraan 6. Asuransi Biaya asuransi berlaku untuk perhitungan BOK pada jalan tol maupun jalan non tol. Persamaannya sebagai berikut: Golongan I Y = 38 / (500 V) Golongan IIA Y = 6 / (2571,45857 V) Golongan IIB Y = 61 / (1714,28571 V) Dimana : Y = Asuransi per1000 km V = Kecepatan 7. Bunga Modal Bunga modal per kendaraan-km yang dilambangkan dalam dengan INT dan diekspresikan sebagai fraksi dari kendaraan baru diberikan dalam persamaan berikut: INT = AINT / AKM Dimana : AINT = Rata-rata bunga modal tahunan dari kendaraan yang diekspresikan sebagai fraksi dari kendaraan baru. 0,01 (AINV/2) AINV = Bunga modal tahunan dari kendaraan baru. Dalam hal ini bunga modal diasumsikan tidak dipengaruhi oleh pilihan pemakai jalan tol maupun jalan non tol. 57
8. Persamaan dari waktu perjalanan Gol I (mobil) : Y = Gol IIA (Bus) : Y = 1000 / V Gol IIB (truk) : Y = 1000 / V Dimana : Y = Jam perjalanan dikalikandengan upah/jam/1000km. V = Kecepatan (km/jam) Rata-rata jumlah awak kendaraan. Gol I (mobil) : sopir 1 Gol IIA (Bus) : sopir 1 ; kondektur 1,7 Gol IIB (truk) : sopir 1 ; kernet 1 9. Overhead (biaya tak terduga) Gol I (mobil) : Gol IIA (Bus) : 10 % dari sub total Gol IIB (truk) : 10 % dari sub total
58