9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya Kajian pustaka merupakan salah satu dari rangkaian penelitian yang berguna untuk mengetahui sejauh mana penelitian mengenai potensi dan pengembangan objek wusata Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata serta penelitian-peneitian yang berkaitan dengan analisis kendala dan setrategi pengembangan destinasi pariwisata, terutama yang berkaitan dengan potensi dan pengembangan objek wisata Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata. Beberapa penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi serta relevan dengan penelitian tentang potensi dan pengembangan daya tarik wisata Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata adalah penelitian yang dilakukan oleh Aryasih (2012) dengan judul ‘’Strategi Pengembangan Pantai Matahari Terbit Sanur Sebagai Destinasi Pariwisata’’. Hasilnya menyebutkan bahwa, faktor eksternal mampu memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Sedangkan strategi alternatif yang dirumuskan dalam penelitian Aryasih tersebut diantaranya sebagai berikut: pengembangan paket atraksi wisata berbasis kerakyatan dan rancangan pariwisata alternatif, berbasis social kerjasama penataan kawasan berdasarkan kriteria zona-zona peruntukan, penertiban dan pengelolaan kawasan serta meningkatkan dan menjaga citra (image) kawasan, pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) dari masyarakat local, pengembangan sarana pendukung aktivitas pengunjung/wisatawan, 9
10
peningkatan mutu lingkungan fisik dan strategi menjadikan tempat outbound bagi wisatawan dan masyarakat (team building. Untuk mempercepat tercapainya tujuan pengembangan pantai matahari terbit sanur sebagai destinasi pariwisata, perlu adanya sinergi antara pemerintah, masyarakat local dan para pelaku pariwisata lainnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Chiran Dkk (2011) dengan judul ‘’ Strategies For Tourism Development In Northeast Region Of Romania’’ Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk menyajikan gambaran umum daerah Northeast Region mengenai perkembangan pariwisata.
Penelitian
tersebut
memiliki konseptual, metodologis karakter yang kuat, mengandung argumen yang mendukung pengembangan pariwisata; memiliki nilai praktis bagi para ahli, untuk perusahaan perjalanan dan untuk pengembangan citra positif Rumania di dunia; itu berisi sejumlah kesimpulan dan rekomendasi untuk pengembangan pariwisata Northeast Region di wilayah Rumania sebagai bagian komponen pariwisata Eropa. Tujuan utamanya adalah untuk menarik alternatif pemasaran pariwisata dalam kegiatan pariwisata mengenai tujuan, sasaran pasar dan program bauran pemasaran. Selain oleh Chiran (2011), penelitian serupa juga dilakukan oleh Zhen Wang (2014) dengan judul ‘’On Strategy of Sustainable Development of Ancient Village Tourism Resources’’. Dengan perkembangan ekonomi dan peningkatan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, tuntutan wisatawan untuk Multi tujuan juga meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata desa kuno yang memiliki karakteristik tradisional paling umumnya dianggap bentuk yang paling
11
populer dalam kegiatan pariwisata di kalangan wisatawan. Pusat-pusat tesis tentang masalah utama yang ada pada sumber wisata desa kuno saat ini dan melakukan beberapa analisis mendalam. Selanjutnya, strategi untuk pembangunan berkelanjutan dari sumber daya pariwisata desa kuno dibangun dalam artikel ini. Desa kuno adalah salah satu bentuk tempat tinggal tradisional Cina, dan juga bentuk dasar dalam masyarakat tradisional Cina. Sementara itu adalah esensi dari budaya pertanian Cina selama ribuan tahun sekarang semua sisa-sisa menjaga ciri khas mereka dan gaya dalam aspek geografis, morfologi, dan struktural. Desa kuno belum mencapai standar yang konsisten dalam konsep dan konotasi. Banyak sarjana dan lembaga akademis memberikan definisi dalam berbagai aspek. Dalam Pengembangan wisata Desa Kuno adalah salah satunya yaitu, Kesadaran perlindungan warga lemah. Warga adalah inti dari desa kuno. Namun, karena keterbatasan pendidikan miskin, warga tidak menyadari pentingnya perlindungan sumber daya alam dan budaya yang berharga. Selain itu, departemen relatif tidak menganggap penting untuk propaganda tentang perlindungan sumber daya budaya warisan. Oleh karena itu, arsitektur kuno dan peninggalan sejarah hancur waktu ke waktu. Banyak sumber menghilang sama sekali dan permanen. Karya mobilisasi yang mendorong warga untuk pindah ke desa-desa baru bertemu begitu banyak kesulitan yang sulit untuk melaksanakan. Tindakan diambil dalam Pembangunan Wisata Desa Kuno supaya berkembang dan berkelanjutan adalah salah satunya dengan memulihkan lingkungan ekologi asli, meningkatkan tingkat hijau, suplemen dan sempurna rencana baru yang membangun desa baru dari desa kuno dan memperkuat
12
publisitas. Pindah ke desa-desa baru dapat memenuhi keinginan warga untuk kehidupan modern. Kami harus mendorong penduduk desa untuk pindah ke desadesa baru secara aktif dan memastikan bahwa penduduk desa dapat menjaga modus hidup asli mereka setelah bergerak dalam, menghindari mengganggu dari luar dunia. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nesci (2014) dengan judul ‘’Sustainable Tourism In The Metropolitan Area’’. Hasil penelitian Nesci, strategi untuk pariwisata berkelanjutan adalah wilayah harus dilihat sebagai produk yang akan dijual, sesuai dengan aturan pemasaran territorial, mendukung pengalaman terbaik sebagai ‘’Le Renggine Dei Sapori’’ merek territorial diciptakan untuk memaksimalkan produk agro-makanan, dan ‘’Strada Dei Vini e Dei Sapori Della Locride’’, yang ternyata wilayah menjadi system yang dibawah pengetahuan dan tradisi ‘’Magna Graecia’’ dan produk khas, dalam perspektif yang ‘’pembangunan berkelanjutan adalah pebangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri’’. Perlunya mempersiapkan atau mengatur strategi baru dan lebih efektif untuk pariwisata yang berkelanjutan, dan tetap fokus pada pelayanan yang terbaik, atraksi menarik yang kurang bergantung pada musim, dan pengalaman otentik dengan dampak lingkungan yang rendah, menghubungkan pertanian dan pariwisata bisa mewakili untuk menekankan realitas yang menjaga sistem hidup. Ini berharga untuk melestarikan tradisi dan produk yang akan membuka celah peluang.
13
Penelitian yang dilakukan oleh Wardani (Universitas Gajah Mada, 2014) dengan judul ‘’Analisis Karakteristik dan Motivasi Kunjungan Wisaawan Dalam Upaya Pengembangan Atraksi Wisata Taman Kyai Langgeng Kota Magelang’’. Dengan banyaknya atraksi wisata dan fasilitas yang ada diharapkan nantinya Kyai Langgeng mampu menjadi salah satu obyek wisata edukasi dan media pelestarian lingkungan hidup yang lebih dinikmati dan dikenal wisatawan, dalam mewujudkan hal tersebut, perlu adanya pengembangan potensi yang dimiliki dengan melakukan sebuah penelitian mengenai karakteristik dan motivasi kunjungan wisatawan agar pengembangan atraksi wisata yang dilakukan nanti dapat sesuai dengan kondisi wisatawan yang datang berkunjung. Dalam penelitiannya penulis menggunakan mix-method, yaitu metode penelitian yang menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan kualitatif secara berurutan. Hasil penelitian-penelitian tersebut di atas, merupakan acuan yang relevan dengan penelitian ini, karena memiliki kesamaan terutama dalam hal mengembangkan suatu daerah tujuan wisata dengan tetap fokus pada prinsip pengembangan pariwisata, karena setiap kawasan ataupun destinasi pariwisata memerlukan pemasaran yang baik tanpa terkeculi Kuta Lombok. Salah satu upaya untuk mewujudkan Kuta Lombok sebagai destinsi pariwisata maka perlu adanya sinergi pemasaran dan pencitraan Kuta Lombok itu sendiri agar dapat menjadi destinasi pariwisata yang terbaik khususnya di Lombok Tengah.
14
2.2 Tinjauan Konsep Dalam suatu penelitian perlu penegasan batasan operasional dari setiap istilah atau konsep yang terdapat baik dalam judul penelitian, rumusan masalah penelitian, atau dalam tujuan penelitian. Pemberian definisi atau batasan operasional suatu istilah berguna sebagai sarana komunikasi agar tidak terjadi salah tafsir dan juga mempermudah dalam proses penelitian. 2.2.1 Tinjauan Tentang Pariwisata Pariwisata bearasal dari bahasa sanskerta, pari = sempurna, lengkap, teringgi, dan wisata yang artinya perjalanan, sehingga pariwisata berarti perjalanan yang lengkap atau sempurna. Keseluruhan dari pada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan tinggalnya orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara dan tidak berhubungan dengan pencarian nafkah (Yoeti, 1985). Tourism is activities of person travelling to and staying in places outside their usual environment for not more then one consecutive yesr for leasure, business for purpose. (WTO, World Tourism Organization, 1999:5). Sesuai definisi itu, pariwisata adalah kegiatan orang-orang melakukan perjalanan ke dan tinggal di suatu tempat di luar lingkungan biasanya untuk jangka waktu kurang dari satu tahun secara berturut-turut untuk memanfaatkan waktu senggang, urusan bisni dan tujuan lainnya (Arjana, 2015:6). Dirjen pariwisata (1980) dalam Arjana (1981) merujuk pada berbagai referensi, mengemukakan berbagai jenis pariwisata dilihat dari berbagai aspek, sesuai sifat dan dimensi pariwisata, seperti dikemukakan berikut ini: 1. Jenis Pariwisata Menurut Letak
15
a) Pariwisata Lokal (local tourism), perjalanan wisata jarak dekat seperti piknik ke luar kota atau tempat wisata yang dapat ditempuh beberapa jam dengan kendaraan mobil. b) Pariwisata nasional (national tourism/domestic tourism), adalah dinamika perjalanan wisata dalam suatu Negara. c) Pariwisata mancanegara (world tourism/foregin tourism), meliputi wisatawan yang masuk dari luar negeri (inbound tourism) dan wisatawan yang berwisata ke luar negeri (outgoing tourism). 2. Jenis Wisata Menurut Waktu Kunjungan a) Pariwisata musiman (seasional tourism), seperti wsata musim dingin yang bersalju, wisata musim panas untuk mandi matahari atau wisata musim petik buah dan sebagainya. 3. Jenis Pariwisata Menurut Tujuan a) Pariwisata
bisnis
(business
tourism),
perjalanan
yang
bertujuan
menyelesaikan urusan bisnis seperti melakukan meeting, pameran dan lain-lain. b) Pariwisata liburan (vacancy tourism) c) Pariwisata pendidikan (educational tourism), seperti study tour atau widya wisata. d) Pariwisata spiritual atau keagamaan (pilgrim tourism). 4. Jenis Pariwisata Menurut Jumlah Wisatawan a) Pariwisata
individual
(individual
menggending ransel (backpacker).
tourism),
seperti
wisatawan
16
b) Pariwisata berombongan (group tourism), seperti yang dilakukan oleh rombongan pelajar, karyawan melalui biro perjalanan dan agen perjalanan (Arjana, 2015:96). 2.2.2 Tinjauan Tentang Wisatawan Orang atau sekelompok orang yang melakukan perjalanan atau berwisata yang memiliki tujuan tertentu dalam melakukan perjalanan yang dilakukannya. Pada
prinsipnya
wisatawan
melakukan
perjalanan
untuk
mendapatkan
kesenangan, bukan dalam rangka mencari nafkah. Kesenangan wisatawan dapat diperoleh melalui kegiatan menikmati keindahan panorama alam, keunikan budaya, event olahraga, bertualang atau menghadiri pertemuan seperti seminar, konsorsium, kongres, dan lainnya (Arjana, 2015:66). Ada beberapa pengertian wisatawan yang relevan menurut Arjana (2015:11) yaitu : 1) Pengunjung (visitor), adalah seorang yang melakukan kunjungan ke suatu tempat dengan tujuan untuk menikmati dan mendapakan kesenangan dalam kunjungannya itu. 2) Wisatawan (tourist), adalah orang yang melakukan perjalanan sedikitnya 24 jam untuk menikmati perjalanan dan mencari kesenangan serta tidak mencari nafkah atau pekerjaan di daerah tujuan. 3) Pelancong (Excursionist), adalah orang yang melakukan perjalanan ke suatu tempat atau daerah tujuannya menikmati perjalanan dan mendapatkan kesenangan dari perjalanannya itu namun tidak lebih dari 24 jam sehingga tidak harus bermalam di tempat itu.
17
Tujuan orang melakukan perjalanan atau kunjungan sangat beraneka ragam tergantung dari tujuan yang direncanakan. Mengetahui tujuan perjalanan seseorang atau sekelompok orang akan dapat dipahami konteksnya dalam pariwisata. Ismayanti (2010) mengelompokkan tujuan kunjungan wisatawan menjadi tiga yaitu: 1) Leisure and recreation ( vakansi dan rekreasi) Segala kegiatan yang memiliki tujuan: a) mengunjungi event budaya, b) kunjungan bermotif terapi kesehatan, c) olahraga aktif (amatir), dan d) tujuan berlibur. Semua kegiatan yang bertujuan seperti itu termasuk kegiatan bersenang-senang, bergembira dan bersifat hiburan. 2) Business and professional (bisnis dan professional) Kegiatan bisnis dan professional bertujuan untuk mengikuti kegiatan rapat (meeting), misi, perjalanan insentif, bisnis. Kegiatan pertemuan inilah seperti seminar, kongres atau mengikuti kegiatan rapat kerja dan lain-lain. 3) Other tourism purposes (tuuan wisata lain) Kunjungan dalam rangka belajar (widya wisata), pemulihan kesehatan, transit dan berbagai tujuan lain yang tidak terkait dengan mencari nafkah dapat digolongkan sebagai wisata tujuan lain. 2.2.3 Tinjauan Tentang Destinasi Pariwisata Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang kepariwiataan pasal 1 ayat 6 menyebutkan bahwa daerah tujua wisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada
18
dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilita, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan. 2.2.4 Tinjauan Destinasi Sebagai Produk Wisata Menurut Pitana (2009), Selama wisatawan berada di daerah tujuan wisata (destinasi wisata), mereka memerlukan pelayanan akomodasi dan tranportasi untuk menjelajahi destinasi tersebut, makanan, took souvenir, dan sesuatu yang akan
dilakukan
dan
yang
akan
dilihatnya.
Singkatnya,
mereka
akan
mengkonsumsi produk. Istilah produk mencakup segala sesuatu yang dibeli atau dikosumsi oleh orang yang disebut pengunjung atau wisaawan. Menurut UNWTO, produk (pariwisata) didefinisikan sebagai: ‘’any good or service purchaced by, or consumed by, a person defined as a visitor’’. Sedangkan pelayanan (service) didefinisikan sebagai: ‘’any activity or benefit one party can offer to another that is essentially intangible and does not result in the ownership of anything. Its production may or may not be tied to a physical product’’(ricardson dan Fluker, 2004:49). Wisatawan membeli produk yang di produksi khusus untuk mereka (wisatawan) seperti souvenir, tetapi kebanyakan bisnis perjalanan dan bisnis pariwisata lainnya menyediakan pelayanan (service) seperti tiket, nasihat, tranportasi, akomodasi, ur ke tempat tertentu, dan sebagainya. Tidak seperti
19
produk-produk manufaktur atau yang dihasilkan oleh sebuah pabrik, kta tidak dapat secara nyata dapat melihat pelayanan (service). Sebagaimana terlihat dalam definisi di atas, pelayanan bersifat tak terlihat (intangible) dan didapat bukan berdasarkan kepemilikan atas sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin berhubungan dengan suatu produksi tertentu. Sebuah pelayanan (service) mempunyai empat karakteristik sebagai berikut (Ricardson dan Fulker 2004): 1. Intangiblity : Karekteristiknya tidak dapat dibaui, didengar, dilihat, dirasakandan dicicipi 2. Inseparability : Sebuah pelayanan tidak dapat dipisahkan dari pihak yang menyediakannya. Jika layanan tidak ada maka pelayanan tidak akan bias dilakukan. 3. Variability : Sebuah produk layanan atau penyedia layanan pariwisata tidak dapat menstandarisasi output-nya. Bagaimanapun keras usaha sebuah maskapai penerbangan, mereka tidak dapat mejamin akan dapat memberikan kualitas pelayanan yang sama dalam setiap penerbanganya. 4. Perishability : Pelayanan tidak dapat disimpan. Tempat tidur di sebuah hotel yang tidak terjual selama seminggu berarti tidak ada pendapatan dan tidak dapat diapa-apakan lagi. 2.2.5 Tinjauan Tentang Produk Wisata Pada umumnya yang dimaksud dengan product adalah sesuatu yang dihasilkan melalui suatu proses produksi. Dalam pengertian ini ditekankan bahwa
20
tujuan akhir dari suatu proses produksi tidak lain adalah suatu produk yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan guna memenuhi kebutuhan manusia. Usaha untuk memenuhi kebutuhan manusia, di dalam ilmu ekonomi, dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu production, Marketing, dan consumption. 1. Production (produksi) adalah suatu rangkaian kegiatan yang bertalian dengan penciptaan sesuatu barang atau jasa dalam bentuk yang diinginkan (Form Utility). 2. Marketing (pemasaran) adalah kegiatan dalam rangka penciptaan yang tidak hanya kegunaan tempat (place Utility) dan kegunaan wakt, tetapi juga penciptaan kegunakan pemilikan. 3. Consumption, bias disebut dengan pemakaian, yang tidak lain ialah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Yang dimaksud dengan Utility adalah kapasitas sesuatu barang atau jasa untuk dapat memenuhi kebutuhan manusia. Produk wisata bukanlah suatu produk yang nyata. Produk ini merupakan suatu rangkaian jasa yang tidak hanya mempunyai segi-segi yang bersifat ekonomis, tetapi juga yang bersifat sosial, psikologis dan alam, walaupun produk wisata itu sendiri sebagian besar dipengaruhi oleh tingkah laku ekonomi (Suwantoro, 1997:47-48). Jadi produk wisata merupakan rangkaian dari berbagai jasa yang saling terkait, yaitu jasa yang dihasilkan berbagai perusahaan (segi ekonomis), jasa masyarakat (segi sosial/psikologis) dan jasa alam.
21
1. Jasa yang disediakan perusahaan antara lain jasa angkutan, penginapan, pelayanan makan minum, jasa tour, dan sebagainya. 2. Jasa yang disediaka masyarakat dan pemerintah antara lain berbagai prasarana utilitas umum, kemudahan, keramah-tamahan, adat istiadat, seni budaya, dan sebagainya. 3. Jasa yang disediakan alam antara lain pemandangan alam, pegunungan, pantai, goa alam, taman laut, dan sebagainya. 2.2.6 Tinjauan Tentang Potensi dan Daya Tarik Wisata 1. Potensi Potensi wisata adalah berbagai sumber daya yang dimiliki oleh suatu tempat dan dapat dikembangkan menjadi suatu atraksi wisata (tourism attraction) yang dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi dengan tetap memperhatikan aspek-aspek lainnya. Daya tarik atau atraksi wisata menurut Yoeti (2002:5) adalah segala sesuatu yang dapat menarik wisatawan untuk berkunjung pada suuatu daerah tujuan wisata seperti; (a) Atraksi Alam: pemandangan, pemandangan laut, pantai, cuaca
dan
keadaan
geografis
destinasi
tersebut
(Natural
attraction:
landscape,seascape, beaches, climate and other geographical features of the destination), (b) Atraksi Budaya: sejarah dan folklore, agama, kesenian dan kegiatan khusus, (Cultular attraction: history and folklore, religion, art and apecial events, festivals) (c) Atraksi sosial: tradisi (cara hidup), populasi penduduk, bahasa, kesempatan berbaur dalam kehidupan sosial (Social attraction: he way of life, the residen populations, languages, opportunities for social
22
encounters), (d) Atraksi Buatan: gedung bersejarah dan arsitektur modern, taman, kebun, pelabuhan dan sebagainya (Built attraction: building, historic, and modern architecture, monument, parks, gardens, marina,etc). Menurut Suarka (2010:23) potensi wisata adalah segala sesuatu yang terdapat disuatu daerah yang dikembangka menjadi daya tarik wisata, potensi tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu; 1. Potensi Budaya Yang dimaksud dengan potensi budaya merupakan potensi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat seperti adat – istiadat, mata pencaharian dan kesenian. 2. Potensi Alam Potensi alamiah merupakan potensi yang ada di masyarakat yang berupa potensi pisik dan geografis alam. Selain itu, Wisnawa (2011) juga menjelaskan bahwa potensi wisata adalah sesuatu yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik sebuah obyek wisata. Dalam peneitian tersebut, potensi wisata dibagi menjadi tiga macam, yaitu: potensi alam, potensi kebudayaan dan potensi manusia, sebagaimana yang diuraikan berikut: 1. Potensi Alam Yang dimaksud dengan potensi alam adalah keadan dan jenis flora dan fauna suatu daerah, bentang alam suatu daerah, misalnya pantai, hutan, dan lain-lain (keadaan fisik suatu daerah). Kelebihan dan keunikan yang dimiliki oleh alam jika dikembakan dengan memperhatikan keadaan lingkungan sekitarnya
23
niscaya akan menarik wisatawan untuk berkunjung ke obyek (daya tarik wisata) tersebut. 2. Potensi Kebudayaan Potensi budaya adalah semua hasil cipta, rasa dan karsa manusia baik berupa adat – istiadat, kerajinan tangan, peninggalan nenek moyang berupa banguna, monument, dan lain-lain. 3. Potensi Manusia Manusia juga punya potensi yang dapat digunakan sebagai daya tarik wisata baik itu potensi yang langsung maupun tidak langsung berdampak pada kepariwisataan. Oleh sebab itu, potensi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah potensi fisik dan potensi non fisik Kuta – Lombok sebagai daya tarik wisata yang dapat menarik perhatian calon wisatawan untuk berkunjung ke Kuta – Lombok. 2. Daya Tarik Wisata Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa daya tarik wisata adalah segala sesuatu
yang
memiliki
keunikan,
keindahan,
dan
nilai
yang
berupakeanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Keadaan alam, flora dan fauna, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, serta peninggalan purakala, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sumber daya dan modal pembangunan kepariwisataan untuk peningkatan keakmuran dan
24
kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam pancasila dan pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Yoety, 2006 daya taik wisata dibagi menjadi empat (4) bagian yaitu: 1. Daya Tarik Wisata Alam, yang meliputi pemandangan alam, laut, pantai, dan pemandangan alam lainya. 2. Daya Tarik Wisata Dalam Bentuk Bangunan, yang meliputi arsitektur bersejarah dan modern, peninggalan arkeologi, lapangan golf, dan tempattempat perbelanjaan lainya. 3. Daya Tarik Wisata Budaya, yang meliputi sejara, foklor, agama, seni, teater, hiburan, dan museum. 4. Daya Tarik Wisata Sosial, yang meliputi cara hidup masyarakat setempat, bahasa, kegiatan sosial masyarakat, fasilits dan pelayanan masyarakat. Selain empat (4) komponen tersebut, daya tarik wisata juga harus memiliki komponen aksesibilitas dan amenitas (Damanik dan Weber, 2006:12), Aksesibilitas mencakup sarana dan prasarana transportasi yang menghubungkan daya tarik wisatu yang satu dengan daya tarik wisata yang lain di daerah tujuan wisata mulai dari transportasi darat, laut dan udara. Aksesibilitas juga mencakupperaturan atau regulasi pemrintah yang mengatur tentang rute dan 24 ariff angkutan. Amenitas adalah infrastruktur yang menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti fasilitas akomodasi, restoran, bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha penyewaan (rental), olahraga, informasi, dan lain sebagainya.
25
Menurut Damanik dan Weber (2006:13) daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empat hal, yakni memiliki keunikan, orijinalitas, otentisitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata. Orijinalitas (keaslian) mencerminkan keaslian dan kemurnian, yakni seberapa jauh suatu produk tidak terkontaminasi atau tidak mengadopsi nilai yang berbeda dngan nilai aslinya. Otentisitas mengacu pada keaslian, bedanya dengan orijinalitas, otentisitas lebih sering dikaitkan dengan tingkat keantikan atau eksotisme budaya sebagai daya tarik wisata. Otentisitas merupakan kategori nilai yangmemadukan sifat alamiah, eksotis, dan bersahaja. 2.2.7 Tinjuan Tentang Strategi Pengembangan Mernurut Marpaung (2000) strategi merupakan suatu peroses penentuan nilai pilihan dan pembuatan keputusan dalam pemanfaatan sumber daya yang menimbulkan suatu komitmen bagi organisasi yang bersangkutan kepada tindakan-tindakan yang mengarah pada masa depan. Sama halnya dengan Chandler dalam Rangkuti (2001:3) bahwa strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam jangka panjang, program tindak lanjut serta perioritas alokasi sumber daya. Strategi dapat pula diartikan sebagai rencana umum yang integratif yang dirancang untuk memberdayakan organisasi pariwisata untuk mencapai tujuan melalui pemanfaatan sumber daya dengan tepat walaupun menemukan banyak rintangan dari pihak pesaing (Puspa, 2006:18). Pengembangan merupakan suatu proses, cara, pembuatan menjadikan sesuatu menjadi lebih baik, maju, sempurna dan berguna. Pengembangan
26
merupakan suatu peroses/aktivitas menjadikan sesuatu yang dianggap perlu untuk ditata sedemikian rupa dengan meremajakan atau memelihara yang sudah berkembang agar menjadi lebih menarik dan berkembang (Alwi, et al, dalam kamus besar bahasa Indonesia, 2005:538). Gunn, 1994 menyatakan bahwa dalam pengembangan pariwisata harus melibatkan tiga sector, yaitu bussines sector (sector bisnis) Non-profit sector (sector non profit) dan Goverumental sector (sector pemerintahan), dan semakin baik pemahaman dan keterlibatan tiga sector tersebut maka pengembangan pariwisata akan semakin baik. Bussines sector adalah sector usaha yang menyediakan segala keperluan wisatawan seperti jasa tranportasi, perhotelan, makanan dan minuman, laundry, hiburan dan sebagainya. Non-profit sector merupakan organisasi seperti organisasi pemuda, organisasi profesi, etnis yang tidak beriontasi pada keuntungan namun memiliki peran dan perhatian besar terhadap pengembangan pariwisata. Goverumental sector adalah sektor yang berperan untuk mngeluarkan dan menerapkan undang-undang dan peraturan. Dalam bidang pariwisata sektor pemerintah telah melakukan banyak peran penting slain regulasi. Dalam penandaan taman nasional, disamping melindungi alam dan budaya juga telah banyak menarik kunjungan wisatawan. Besdasarkan beberapa konsep tersebut, maka yang dimaksud dengan strategi pengembangan dalam penelitian ini adalah suatu kesatuan rencana yang sifatnya konperhensip dan terpadu dari unsur pemerintah, swasta, masyarakat dan akademis untuk mengkaji potensi, serta kondisi lingkungan intenal dan eksternal Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata sehingga dapat menformuasikan
27
strategi yang tepat untuk mewujudkan Kuta Lombok menjadi destinasi pariwisata yang berdaya saing tinggi. 2.3 Landasan Teori Dalam mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan penelitian poensi dan pengembangan objek wisata Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata diperlukan teori yang ada relevansinya dengan penelitian tersebut, adapun teori yang diperlukan dalam penelitian ini adalah teori perencanaan. 2.3.1 Tinjauan Tentang Siklus Hidup Desinasi Siklus hidup destinasi terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengenalan (introduction) hingga peremajaan (rejuvenation). Richardson dan Fluker (2004:51) mengemukakan bahwa; “A model that characterises each stage in the lifecycle of a destination (and destination areas and resort area) including introduction, growth, maturity, and decline and/ or rejuvenation” Destinasi berjalan menurut siklus evolusi yang terdiri dari tahap pengenalan (introduction), pertumbuhan (growth), pendewasaan (maturity), penurunan (decline) dan atau peremajaan (rejuvenation). Tujuan utama dari penggunaan model siklus hidup destinasi (destination lifecycle model) adalah sebagai alat untuk memahami evolusi dari produk dan destinasi pariwisata sekaligus untuk mengetahui tahapan pengembangan destinasi pariwisata itu sendiri. Butler (1980) mengemukakan bahwa terdapat 6 (enam) tahapan pengembangan pariwisata yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda terhadap pariwisata sebagai berikut: 1 Tahap Explorasi , pertumbuhan spontan dan penjajakan (Exploration)
28
Pada tahap ini jumlah wisatawan masih relatif kecil. Mereka cenderung dihadapkan pada kondisi alam yang masih alami dan budaya masyarakat yang masih alami pada daerah tujuan wisata. Atraksi wisata belum berubah dan kontak masyarkat relative tinggi. 2 Tahap Keterlibatan (Involment) Pada tahap ini mulai adanya inisiatif masyarakat lokal untuk menyediakan fasilitas wisata, kemudian promosi daerah wisata dimulai yang dibantu oleh pemerintah derah setempat. Hasilnya terjadi peningkatan jumlah kunjungan wisatawan. 3 Tahap Pengembangan dan Pembangunan (Development) Pada tahap ini jumlah kunjungan wisatawan meningkat tajam, pada musim puncak wisatawan biasanya menyamai bahkan melebihi jumlah penduduk lokal. Investor luar berdatangan memperbaharui fasilitas. sejalan dengan meningkatnya jumlah dan pupularitas daerah wisata, masalah-masalah rusaknya fasilitas mulai terjadi. Perencanaan dan kontrol secara nasional dan regional dibutuhkan , bukan hanya untuk memecahkan masalah yang terjadi, tetapi juga untuk pemasaran internasional. 4 Tahap Konsolidasi (Consolidation) Pada tahap ini tingkat pertumbuhan wisatawan mulai menurun, wlaupun total jumlah wisatawan masih relative meningkat. Daerah pariwisata belum berpengalaman mengatasi masalah dan kecendrungan terjadinya monopoli yang sangat kuat.
29
5 Tahap Ketidakstabilan (Stagnation) Pada tahap ini jumlah wisatawan yang datang pada puncaknya, wisatawan sudah tidak mampu lagi dilayani oleh daerah tujuan wisata. Ini didasari bahawa kunjungan ulang wisatawan dan pemamfaatan bisnis dan komponen-komponen
pendukungnya
adalah
dibutuhkan
untuk
mempertahankan jumlah wisatawan yang berkunjung. Daerah tujuan wisata mungkin mengalami masalah-masalah lingkungan, sosial dan budaya serta ekonomi. 6 Tahap Penurunan Kualitas (Decline) dan Kelahiran Baru (Rejuvenation) Pada tahap Decline, pengunjung kehilangan daerah tujuan wisata yang diketahui semula menjadi “resort” baru. Resort menjadi tergantung pada sebuah daerah tangkapan secara geografi lebih kecil untuk perjalanan harian dan kunjungan berakhir pekan. Kepemilikan berpeluang kuat untuk berubah dan fasilitas–fasilitas pariwisata, seperti akomodasi dan akan berubah pemamfaatanya. Akhirnya pengambilan kebijakan mengakui tingkatan ini dan memutuskan untuk dikembangkan sebagai”kelahiran baru”. Selanjutnya terjadinya kebijaksanaan baru dalam berbagai bidang, seperti pemafaatan, pemasaran, saluran distribusi dan meninjau kembali posisi daerah tujuan wisata (destinasi pariwisata) tersebut.
30
Gambar; A Tourism Area Cycle Of Evolution Sumber: Butler, 1980 Selain itu, sebagai penjelasan tambahan dalam siklus hidup destinasi sebagaimana yang dikemukakan oleh Butler (1980) dalam siklus hidup destinasi (destination life cycle), pada siklus ke-6 (enam) yaitu tahap yang disebut juga sebagai tahap Post-stagnation selanjutnya dapat diklasifikasikan menjadi 2 lagi yaitu; tahap Decline dan Rejuvenation (Pitana dan Diarta, 2009: 132-133). Pada tahap Decline, wisatawan tertarik dengan destinasi lain yang baru. Fasilitas pariwisata digantikan oleh fasilitas non-pariwisata. Atraksi wisata menjadi semakin kurang menarik dan fasilitas pariwisata menjadi kurang bermanfaat. Keterlibatan masyarakat lokal mungkin meningkat seiring penurunan harga fasilitas pariwisata dan penurunan pasar wisatawan. Daerah destinasi menjadi terdegradasi kualitasnya, kumuh dan fasilitasnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya sebagai penunjang aktivitas pariwisata. Sedangkan pada tahap Rejuvenation, terjadi perubahan dramatis dalam penggunaan dan pemanfaatan sumber daya pariwisata. Terjadi penciptaan
31
seperangkat atraksi wisata artifisial baru atau penggunaan sumber daya alam yang tidak tereksploitasi sebelumnya. Berdasarkan beberapa tahapan siklus hidup destinas tersebut (destination life cycle) posisi Kuta Lombok berada pada tahap keterlibatan (involment) artinya bahwa kepariwisataan di Kuta Lombok masih belum berkembang. Pada keterlibatan tersebut ditandai dengan adanya inisiatif masyarakat lokal untuk menyediakan fasilitas pariwisata dan adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan meskipun hal tersebut tidak signifikan. 2.3.2 Tinjaun Tentang Teori Perencanaan Menurut Gunn (1994:60) ada beberapa konsep yang perlu diperhatikan dalam perencanaan daya tarik wisata, diantaranya: 1. Penciptaan dan pengelolaan daya tarik wisata Suatu kesalahan yang sering terjadi dalam pengelolaan daya tarik wisata adalah penetapan daya tarik wisata yang terlalu prematur. Sebelum adapengelolaan yang baik daya tarik wisata belum dapat difungsikan dan dipromosikan karena dengan kunjungan wisatawan yang membludak akan dapat merusak sumber-sumber daya yang ada. Selain daya tarik wisata, perlu juga diperhitungkan pengelolaan terhadap sarana pariwisata yang lain seperti tempat parkir, tour dan interpretasi. 2. Pengelompokan daya tarik wisata Sebuah data tarik wisata yang lokasinya jauh memerlukan banyak waktu dan biaya untuk mencapainya sehingga menjadi kurang diminati wisatawan. Sistem pariwisata masal seperti kereta api cepat dan transportasi
32
udara mengharuskan wisatawan berhenti dan melanjutkan perjalanan sebelum puas menikmati daya tarik wisata yang sedang dikunjungi dengan baik. Alatalat transportasi ini juga mendorong perencanaan beberapa daya tarik wisata harus berdekatan. Karena itu kunjungan ke daya tarik wisata utama sebaiknya dikelompokkan atau digabung dengan daya tarik wisata pelengkap yang lain. Contoh: kunjungan ke taman nasional sebagai atraksi utama, menawarkan banyak atraksi wisata alam pelengkap seperti pemandangan, hiking, konservasi kehidupan liar, topografi yang menantang dan tempat rekreasi di luar ruangan. 3. Gabungan atraksi dan pelayanan Meskipun daya tarik wisata merupakan porsi utama dalam sebuah pengalaman perjalanan, tetapi daya tarik wisata tetap memerlukan dukungan pelayanan. Misalnya, dalam perencanaan sebuah taman terasa kurang lengkap apabila tidak memperhitungkan pelayanan pendukung seperti akomodasi dan restoran, dan pelayanan pelengkap seperti penjualan film, obat-obatan dan cinderamata. Karena itu, daya tarik wisata yang agak jauh atau terpencil minimal menyediakan pelayanan makanan, toilet dan pusat-pusat pelayanan pengunjung (visitor centers). 4. Lokasi daya tarik wisata ada di daerah pedesaan dan perkotaan Daerah terpencil dan kota-kota kecil memiliki aset yang dapat mendukung pengembangan daya tarik wisata karena beberapa segmen pasar ada yang lebih menyukai suasana kedamaian dan ketenangan di daerah pedesaan, karena itu ke depan perlu dilakukan perencanaan dan kontrol
33
terhadap daya tarik wisata yang masih alami seperti perkebunan dan jalanjalan pelosok pedesaan yang masih alami. Tempat-tempat ini cocok untuk pengembangan
pariwisata
alam
maupun
budaya,
selain
itu
perlu
penggabungan daya tarik wisata perkotaan dan pedesaan menjadi sebuah paket perjalanan. Teori perencanaan tersebut digunakan untuk merumuskan strategi dan program pengembangan daya tarik wisata budaya di Desa Sangsit, Jagaraga dan Sawan. Suatu perencanaan memiliki syarat-syarat sebagai berikut; (a) Logis, yaitu bias dimengerti dan sesuai dengan kenyataan yang berlaku, (b) Luwes, yaitu dapat mengikuti perkembangan, dan (c) Obyektif, yaitu didasarkan pada tujuan dan sasaran yang dilandasi pertimbangan yang sistematis dan ilmiah (apsturusi, 2008). Selain itu juga Paturusi (2008) mengemukakan orientasi perencanaan ada dua yaitu; 1. Perencanaan berdasarkan pada kecendrungan yang ada (trend oriented planning) yaitu suatu perencanaan untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa yang akan dating, dilandasi oleh pertimbangan dan tata laku yang ada dan berkembang saat ini. 2. Perencanaan berdasarkan pertimbangan target (target oriented planning) yaitu suatu perencanaan yang mana tujuan dan sasaran yang ingin dicapai di masa yang akan dating merupakan factor penentua. Proses perencanaan adalah sebgai berikut; (a) Atraksi wisata dan aktivitasnya, (b) Fasilitas akomodasi dan pelayanan, (c) Fasilitas wisatawan lainnya dan jasa seperti : operasi perjalanan wisata, tourism information, retail
34
shopping, bank, money changer, medical care, public safety dan pelayanan pos, (d) Fasilitas dan pelayanan tranportasi, (e) Infrastruktur lainnya meliputi persediaan air, listrik, pembuangan limbah dan telekomunikasi, dan (f) Elemen kelembagaan yang meliputi prigram pemasaran, pendidikan dan pelatihan, perundang-undangan dan peraturan, kebijakan investasi sektor swasta, organisasi structural private dan pulic serta prigram social ekonomi dan lingkungan. Perencanaan pariwisata merupakan suatu proses pembuatan keputusan yang berkaitan dengan masa depan suatu daeah tujuan wisata atau atraksi wisata yang merupakan suatu proses yang dinamis penentuan tujuan, yang secar sistematis mempertimbangkan berbagai alternatif tindakan untuk mencapai tujuan, implementasi terhadap alternatif terpilih dan evaluasi. Proses perencanaan pariwisata dengan melihat lingkungan (fisik, ekonomi, social, politik) sebagai suatu komponen yang saling terkait dan saling tergantung satu dengan yang lainnya (Paturusi, 2008). Menurut Ridwan (2012:39-52) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) pendekantan perencanaan pengembangan pariwisata yang perlu diketahui dan diaplikasikan dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata, yaitu; (1) pendekaan pemberdayaan masyarakat local, (2) pendekatak berkelanjutan, (3) pendekatan kesisteman, (4) pendekatan kewilayahan, (5) pendekatan dari sisi penawaran (supplay) dan permintaan (demand). Salah satu pendekatan yang perlu dilaplikasikan dalam pengembangan Kuta Lombok sebagai destinasi pariwisata adalah pendekatan penawaran dan permintaan (supplay and demand)
selain beberapa pendekatan seperti yang
35
diuraikan
diatas.
Pendekatan
tersebut
diprlukan
untuk
menunjang
perkembangannya. Sebab, dalam pengembangan destinasi pariwisata pada dasarnya adalah mencari titik temu antara permintaan dan penawaran. Oleh karena itu, dalam melakukan perencanaan dalam pengembangan destinasi pariwisata seharusnya terlebih dahulu mengidentifikasi produk wisata (penawaran) yang ada di destinasi dan pasar wisatawan (permintaan), baik yang actual maupun potensial kemudian dilakukan suatu analisis terhadap kedua aspek tersebut, sehingga titik temu dari kedua aspek tersebut tercapai. Maka dengan demikian produk wisata yang akan dijual sesuai dengan permintaan (kebutuhan dan keinginan wisatawan). 2.3.3 Analisis SWOT Dalam Perencanaan Damanik dan Waber (2006) mengemukakan, dalam pengembangan organisasi dalam menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran dikenal suatu kegiatan analisis yang dikenal sebagai SWOT Analysisyakni menganalisis kekuatan (strong),
kelemahan
(weaknes),
peluang
(opportunity),
dan
aancaman
(threat).Pelaksanaan analisis SWOT ini untuk melengkapi studi kelayakan. Unsur-unsur SWOT analysis untuk mengetahui berbagai factor yang menjadi kekuatan, kelamahan, peluang dan ancaman. Faktor-faktor itu jika dikaji dapat bersumber dari dalam sebagai sumber internal maupun bersumber dari luar sebagai sumber eksternal. Hasil yang dilakukan secara baik akan memberi informasi tentang factorfaktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang ada dalam suatu objek atau kawasan wisata, jika kekuatan lebih tinggi sekornya tentu dapat memberi sinyal untuk ditindaklanjuti perencanaanya. Di sisi lain jika peluang sekornya tinggi dan
36
ancaman lebih kecil tentu juga merupakan isyarat untuk pengembangannya ditindaklanjuti. Jika kondisi sebaliknya terjadi dimana skor tantangan an ancaman lebih tinggi tentu menjadi penghambat dalam pengembangan pariwisata (Arjana, 2015).