5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pendahuluan Untuk mengetahui lebih jelas mengenai uji Modifikasi Baumgartner Weiβ
Schindler (MBWS) diperlukan teori-teori yang mendukung. Untuk itu, bab ini menjelaskan mengenai statistik nonparametrik uji beda dua rata-rata dengan menggunakan sampel berpasangan, uji Wilcoxon, uji Baumgartner Weiβ Schindler (BWS), uji Modifikasi Baumgartner Weiβ Schindler (MBWS), serta menghitung pvalue dengan tes permutasi. 2.2
Statistik Nonparametrik Tes statistik nonparametrik adalah tes yang modelnya tidak menetapkan
syarat-syarat mengenai parameter-parameter populasi yang merupakan induk sampel penelitiannya. Anggapan-anggapan tertentu dikaitkan dengan sejumlah besar tes-tes statistik nonparametrik, yakni bahwa observasi-observasinya independen dan variabel yang diteliti pada dasarnya memiliki kontinyuitas. Namun anggapan ini lebih sedikit dan cukup lemah daripada anggapan yang berkaitan dengan tes parametrik. Terlebih lagi, uji nonparametrik tidak menuntut pengukuran sekuat testes parametrik, tes nonparametrik dapat diterapkan untuk skala yang ordinal dan beberapa juga diterapkan untuk data dalam skala nominal (Siegel, 1986). Menurut Wayne W. Daniel (1989) terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dari pengujian statistik nonparametrik. Adapun kelebihan melalui pengujian statistik nonparametrik, adalah : a. Prosedur nonparametrik tidak memerlukan ukuran sampel yang besar.
repository.unisba.ac.id
6
b. Untuk beberapa prosedur nonparametrik, perhitungan-perhitungan dapat dilaksanakan dengan cepat dan mudah, terutama bila terpaksa dikerjakan secara manual. Sehingga dapat menghemat waktu yang diperlukan untuk perhitungan. c. Prosedur-prosedur nonparametrik dapat digunakan bila data menggunakan skala pengukuran minimal ordinal. Sedangkan kekurangan statistik nonparametrik, adalah : a. Kebanyakan
perhitungan-perhitungan
yang
dikerjakan
menggunakan
pengujian nonparametrik yang cepat dan sederhana dan kasus-kasus yang dikerjakan pun kadang-kadang lebih tepat digunakan pengujian parametrik. Sehingga cara seperti ini menyebabkan pemborosan informasi. b. Kendatipun pengujian statistik nonparametrik terkenal dengan prinsip perhitungan yang sederhana, namun hitung-menghitungnya seringkali membutuhkan banyak tenaga serta menjemukan. 2.2.1 Sampel Berpasangan Sampel berpasangan adalah sampel yang saling berhubungan. Beberapa penyebab kasus sampel berpasangan, adalah : a. Eksperimen yang pengukurannya dilakukan terhadap subyek yang sama baik sebelum atau sesudah perlakukan. b. Membagi populasi berdasarkan karakteristik-karakteristik tertentu, atau sampel dipasangkan berdasarkan: usia, tinggi badan, IQ, berat badan, Tekanan darah, dan lain-lain. c. Berdasarkan hubungan genetis, misalnya saudara kandung, orang tua dengan anak.
repository.unisba.ac.id
7
d. Berdasarkan hubungan status sosial, misalnya suami dan istri, atasan dan bawahan, ketua regu dan anggotanya, dan lainnya. 2.2.2 Uji Wilcoxon Berdasarkan dari buku karangan Wayne W. Daniel (1986), satu-satunya informasi yang digunakan oleh uji tanda untuk menganalisis hasil-hasil pengamatan yang berpasangan adalah apakah nilai X lebih besar daripada, lebih kecil daripada, atau sama dengan nilai Y. Apabila skala pengukuran yang dipakai begitu lemah sehingga data mentah tidak menyediakan informasi tambahan, uji tanda mungkin merupakan uji yang terbaik untuk membuat penyimpulan berlandaskan data tersebut. Bagaimanapun, apabila data yang diamati mengandung informasi yang lebih dari itu, uji tanda bukan lagi pilihan yang terbaik karena tidak dapat memanfaatkan informasi dengan baik. Uji Wilcoxon ternyata memenuhi kebutuhan untuk memanfatkan tambahan informasi yang tersedia yaitu untuk kasus dua sampel berpasangan tidak hanya menentukan hasil pasangan memiliki perbedaan tetapi bisa juga besar relatif berbeda-beda (selisih) yang terjadi. Asumsi-asumsi Wilcoxon adalah : a. Data untuk analisis terdiri atas n buah beda Di =Yi-Xi. Setiap pasangan hasil pengukuran (Xi,Yi) diperoleh dari pengamatan terhadap subjek yang sama atau terhadap subjek-subjek yang telah dipasangkan menurut suatu variabel atau lebih. Pasangan-pasangan (Xi,Yi) dalam sampel ini diperoleh secara acak. b. Beda-beda diatas mewakili hasil-hasil pengamatan terhadap suatu variabel acak yang kontinyu. c. Distribusi populasi beda-beda tersebut setangkup (simetrik). d. Beda-beda tersebut bebas. e. Beda-beda itu paling tidak diukur menggunakan skala interval.
repository.unisba.ac.id
8
Hipotesis yang digunakan Uji Wilcoxon adalah : a. Dua sisi H0 : MD = 0; Median Populasi beda-beda (Yi-Xi )=Di dengan nol. H1 : MD ≠ 0; Median populasi beda-beda tidak sama dengan nol. b. Satu Sisi (pihak kanan) H0 : MD ≤ 0; Median Populasi beda-beda lebih kecil dari atau sama dengan nol. H1 : MD > 0; Median populasi beda-beda lebih besar daripada nol. c. Satu Sisi (pihak kiri) H0 : MD ≥ 0; Median Populasi beda-beda lebih besar dari atau sama dengan nol. H1 : MD < 0; Median populasi beda-beda lebih kecil daripada nol. Statistik Uji: Untuk menentukan statistika uji diperlukan struktur data pengamatan, yaitu : Tabel 2.1 Struktur Data Pengamatan No Y 1 Y1 2 Y2 ⁞ ⁞ n Yn Jumlah
X X1 X2 ⁞ Xn
Di S11 S21 ⁞
|Di| T12 T22 ⁞
T+ T12 T22 ⁞
TT12 T22 ⁞
Ʃ T+
Ʃ T-
Prosedur untuk mendapatkan nilai bilangan statistik uji adalah sebagai berikut: a. Hitung beda dari tiap pasangan hasil pengukuran dan perhatikan tandanya Di = Yi – Xi b. Tetapkan peringkat untuk nilai-nilai mutlak beda dari tiap terkecil ke terbesar, yaitu peringkat untuk |Di|= | Yi – Xi |.
repository.unisba.ac.id
9
c. Di depan masing-masing peringkat, cantumkan tanda dari beda yang nilai mutlaknya menghasilkan peringkat bersangkutan. d. Hitung T+ = jumlah peringkat yang bertanda positif dan T- = jumlah peringkat yang bertanda negarif. Sehingga diperoleh statistik uji: T = min (T+, T- )
…(2.1)
Dalam hal ini, apabila ada pasangan yang menghasilkan Di = Yi – Xi=0, maka pasangan tidak diperhitungkan. Untuk angka sama, semua |Di| yang bersangkutan diberi peringkat rata-rata dari peringkat-peringkat yang seharusnya diberikan seandainya angka sama tidak terjadi. Kriteria uji: Tolak H0 jika T < Tα Nilai Tα diperoleh dari tabel Wilcoxon dengan nilai alfa yang ditentukan oleh peneliti terdapat pada lampiran 1. Apabila jumlah pasangan lebih dari 25, maka statistika uji yang sigunakan sebagai berikut:
Z
nn 1 4 nn 12n 1 24 T
...(2.2)
dimana : T = nilai statistik uji Wilcoxon n = ukuran sampel Kriteria Uji : a. Untuk satu sisi (pihak kanan) tolak H0 jika Z > Zα b. Untuk satu sisi (pihak kiri) tolak H0 jika Z < Zα c. Untuk dua sisi tolak H0 jika -Zα/2 < Z < Zα/2
repository.unisba.ac.id
10
Nilai Zα diperoleh dari tabel distribusi normal dengan taraf signifikan (α) yang ditentukan oleh peneliti terdapat pada lampiran 2. 2.3
Uji Baumgartner Weiβ Schindler (BWS) Pengujian alternatif untuk menganalisis data berpasangan selain dari pengujian
nonparametrik yang sudah dijelaskan diatas adalah pengujian Baumgartner Weiβ Schindler (BWS), yang diperkenalkan oleh Baumgartner tahun 1998. Pengujian ini bertujuan untuk membandingkan dua populasi yang saling berpasangan dengan melakukan perangkingan seperti pengujian Wilcoxon dan didefinisikan seperti berikut : Hipotesis : H0 : F(x) = F(y); Tidak ada perbedaan efek perlakuan untuk populasi 1 dan populasi 2 H1 : F(x) ≠ F(y); ada perbedaan efek perlakuan untuk populasi 1 dan populasi 2 Statistik Uji : Untuk menentukan statistik uji diperlukan struktur data, sebagai berikut : Tabel 2.2 Struktur Data Pengamatan
B
No 1
Xi X1
Yj Y1
R(X)i RX11
R(Y)j RY11
2
X2
Y2
RX 22
RY22
⁞ n
⁞ Xm1
⁞ Ym2
⁞ RX nm1
⁞ RYnm 2
1 BX BY , dimana 2
...(2.3)
dimana:
repository.unisba.ac.id
11
2
BX
1 m1
m1
i 1
m m2 R X i 1 i m 1 i i m 2 (m1 m 2 ) . .1 m1 1 m1 1 m1
, dan
...(2.4)
2
BY
1 m2
m2
j 1
m m2 RY j 1 j m2 j j m1 (m1 m 2 ) . .1 m 2 1 m 2 1 m2
...(2.5)
R X i = rangking untuk X yang ke-i RY j
= rangking
untuk Y yang ke-j
Dimana RX i ,i=1,2,...,m1 dan RY j , ,j = 1,2,...,m2 ditandai dengan rangking dari populasi 1 dan populasi 2. Menurut Neuhäuser (2001) kelemahan BWS tidak cocok untuk mengatasi pengujian satu pihak. Oleh karena itu, dia mengajukan pengujian BWS yang sudah dimodifikasi (MBWS) sehingga pengujian ini dapat mengatasi pengujian satu pihak, khususnya pihak kanan. 2.4
Uji Modifikasi Baumgartner Weiβ Schindler (MBWS) Data (X1Y1),(X2Y2),...,(XnYn) merupakan n data sampel acak dari distribusi
bivariat dengan data kontinu. Distribusi marginal dari X dan Y mengikuti Fx(x) dan FY(y), dimana hipotesis H0 adalah FX FY. Uji MBWS sama seperti pengujian Wilcoxon yaitu untuk mengatasi pengujian pihak kanan. Namun uji MBWS, memiliki perbedaan proses perankingan yaitu tidak menggunakan selisih dari kedua sampel melainkan rangking pada masing-masing sampelnya. Pengujian ini tidak hanya bisa mengatasi permasalahan untuk dua sampel berpasangan tetapi bisa juga untuk k sampel berpasangan untuk hipotesis terurut seperti uji Jonckheere Tepstra (Shan. G,2013).
repository.unisba.ac.id
12
Menurut Neuhäuser, uji MBWS menunjukkan kesalahan type I yang lebih akurat dan lebih kuat dibandingkan dengan pengujian Wilcoxon yang sudah ada sebelumnya. Hipotesis yang digunakan dalam uji MBWS adalah: Hipotesis : H0 : F x F y ; Efek perlakuan populasi 1 lebih kecil sama dengan populasi 2. H1 : F x F y ; Efek perlakuan populasi 1 lebih besar daripada populasi 2. Statistik Uji: Untuk menentukan statistik uji diperlukan struktur data, sebagai berikut Tabel 2.2 Struktur Data Pengamatan
MBWS
No 1
Xi X1
Yj Y1
R(X)i RX11
R(Y)j RY11
2
X2
Y2
RX 22
RY22
⁞ N
⁞ Xn
⁞ Yn
⁞ RX nn
⁞ RYnn
1 B X BY 2
.. 2.6)
2n 1 2n 1 i RXi i RXi 1 n 1 n 1 dimana: B X i i n2n 1 n i 1 1 n 1 n 1 n 2 n
2n 1 2n 1 j RY j j RY j 1 n 1 n 1 dan BY j j n2n 1 n j 1 1 n 1 n 1 n 2
...
(2.7)
n
...(2.8)
R X i = rangking untuk X yang ke-i RY j = rangking untuk Y yang ke-j
n = banyaknya pasangan i = j; 1,2,3…,n
repository.unisba.ac.id
13
Distribusi dari statistik MBWS tidak mudah ditentukan, maka untuk menentukan kriteria ujinya digunakan tes permutasi. Melalui tes permutasi diperoleh p-value dari statistik uji MBWS. Sehingga kriteria uji untuk pengujian MBWS adalah Tolak H0 jika nilai p-value < α (taraf signifikansi) (Shan, Guogen, 2014) 2.5
Tes Permutasi Tes permutasi merupakan uji untuk mendapatkan nilai p-value dengan cara
melakukan pengacakan secara konsisten berdasarkan pada data penelitian. Tes permutasi akan signifikan berdasarkan perubahan susunan yang diambil secara acak dari data aslinya. Pengacakan yang dilakukan tes permutasi diambil tanpa adanya pengulangan, sehinga sangat berbeda dengan boostrap yang dimana melakukan pengulangan. Selain itu, tes permutasi dapat dilakukan tanpa adanya asumsi normalitas dan homogenitas varian, (Sidney.Sigel,1986). Tes permutasi sama seperti uji t yaitu untuk mendapatkan nilai p-value. Keuntungan tes permutasi daripada uji t, adalah bebas distribusi sedangkan uji t harus mengikuti distribusi normal, (David, George and Bruce, 2009). Persamaan tes permutasi adalah: P-value =
MBWS
P
MBWS asli 1 B 1
;
…(2.9)
dimana : B = banyaknya pengulangan MBWSasli = nilai statistik uji dari data hasil pengamatan. MBWSP = nilai pengulangan yang diperoleh dari hasil perhitungan MBWSacak sesuai persamaan (2.6). MBWSacak = nilai statistik uji dari data hasil pengacakan. Untuk melakukan perhitugan tes permutasi, penulis menggunakan software R dengan melakukan pengulangan (B) sebanyak 9999. Perhitungan menggunakan
repository.unisba.ac.id
14
software R diharuskan membuat syntax terlebih dahulu dari persamaan tes permutasi (2.9) di dalam R Console. Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh berupa histogram untuk melihat daerah penolakan hipotesis dan banyaknya data pengulangan. Setelah nilai p-value di dapat maka dihitung ke konsistenannya dengan cara melakukan perhitungan yang sama sebanyak 100 kali, untuk memberikan taksiran apabila melakukan penelitian yang sama. Dengan demikian persamaan yang digunakan adalah X tp.
s s X tp. n n
...(2.10)
dimana : X = rata-rata nilai p-value s = simpangan baku dari nilai p-value. n = banyaknya pengulangan nilai p-value.
t p = nilai yang didapat dari distribusi student, dengan p
1 1 dan dk = n-1. 2
repository.unisba.ac.id