BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Kemampuan Kemampuan adalah sebagai suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Seluruh kemampuan seorang individu pada hakekatnya tersusun dari dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan serupa (Robbins, 2006). Lima dimensi kemampuan intelektual tersebut adalah sebagai berikut a).Kecerdasan numerik (Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat) b). Pemahaman Verbal (Kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar serta hubungan kata satu sama lain). c).Penalaran induktif (Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan kemudian memecahkan masalah itu) d).Penalaran deduktif (Kemampuan mengenakan logika dan menilai implikasi dari
suatu
argumen).
e).Ingatan (Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu). Sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan serupa. Lebih lanjut dikemukakan lima kemampuan fisik utama yaitu a) Kekuatan dinamis. Kemampuan untuk menggunakan kekuatan otot secara berulang ulang b) Kekuatan tubuh. Kemampuan mengenakan kekuatan otot dengan mengenakan otot - otot tubuh. c) Keluwesan dinamis. Kemampuan melakukan gerakan cepat (Robbins; 2006). 2. Kemampuan Sosialisasi 2.1. Pengertian Kemampuan sosialisasi merupakan suatu kemampuan atau cara-cara berhubungan yang dilihat apabila individu-individu dan kelompok-kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut, atau apa yang terjadi bila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya pola kehidupan yang telah ada. Dengan kata lain sosialisasi diartikan sebagai pengaruh timbal balik berbagai segi kehidupan bersama. Inti
dari sosialisasi adalah interaksi sosial, sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial. Oleh karena itu tanpa ada interaksi sosial tidak akan ada kehidupan sosial. Bentuk umum kemampuan sosialisasi adalah interaksi sosial, oleh karena itu interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok manusia, maupun antar orang perorang dengan kelompok manusia (Badrujaman, 2010). 2.2. Syarat-syarat Interaksi Sosial Syarat-syarat terjadinya interaksi sosial
terdiri dari 2 bentuk kemampuan
sosialisasi yaitu : 1. Kemampuan Verbal Kemampuan verbal merupakan suatu kemampuan interaksi sosial dengan menggunakan bahasa dan dapat diaplikasikan dalam bentuk kontak sosial, kerjasama (coorperation), persaingan (compettion), pertentangan atau pertikaian (conflict) dan akomodasi atau penyesuaian diri (accomodation). a. Kontak sosial Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah, artinya kita satu orang menyentuh satu bagian badan dari orang lainnya. Dengan adanya kontak fisik tersebut maka dimungkinkan adanya interaksi. Seiring dengan perkembangan zaman dewasa ini, teknologi berkembang dengan
demikian pesat hingga menghasilkan sarana teknologi dan komunikasi yang canggih sehingga memungkinkan orang yang tidak bertemu secara langsung (termasuk di dalamnya kontak fisik) akan tetap dapat melakukan kontak dengan orang lain atau kelompok lain (Badrujaman, 2010). Kontak sosial merupakan aksi individu atau kelompok dalam bentuk isyarat yang dimiliki makna bagi pelaku dan penerima membalas aksi itu dengan reaksi. Jenis kontak sosial : a. Kontak langsung dan tidak langsung. 1. Kontak langsung : berbicara, tersenyum, dan bahasa isyarat. 2. Kontak tidak langsung : melalui surat, media massa, dan media elektronik. b. Kontak antar individu, antar kelompok, serta individu dan kelompok. c. Kontak positif dan negatif 1. Kontak positif Kontak positif : bersifat positif untuk tercapainya hasil yang memuaskan. 2. Kontak negatif : mengarah pada suatu pertentangan. d. Kontak primer dan sekunder 1. Kontak primer : terjadi apabila individu mengadakan hubungan langsung bertemu dan bertatap muka misalnya berjabat tangan dan saling melempar senyum.
2. Kontak sekunder : kontak yang memerlukan perantara atau media (Soekanto, 2001).
b. Kerja sama Kerja sama merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang utama dan suatu usaha bersama antara orang perorang atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujan bersama. Bentukbentuk kerjasama, antara lain : 1.
Kerjasama spontan yaitu kerja sama yang timbulnya secara serta merta atau spontan.
2.
Kerjasama langsung yaitu kerja sama atas dasar perintah atasan atau penguasa.
3.
Kerjasama kontrak yaitu kerja sama karena adanya kepentingan tertentu.
4.
Kerjasama tradisional yaitu kerja sama sebagai unsur sistem sosial.
c. Persaingan (competition) Persaingan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum dengan cara menarik perhatian public atau mempertajam prasangka yang telah ada.
Fungsi persaingan : 1. Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang bersifat kompetitif. 2. Sebagai jalan agar keinginan, kepentingan, dan nilai-nilai tersalurkan dengan baik. 3. Untuk mengadakan seleksi atas dasar seks dan sosial. 4. Untuk menyaring golongan fungsional.
d. Pertentangan atau pertikaian Pertentangan atau pertikaian adalah suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Penyebab terjadinya perbedaan antar individu, kebudayaan, kepentingan, dan perubahan sosial.
e. Akomodasi atau penyesuaian diri Akomodasi merupakan sebagai suatu proses, yang merujuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan, yaitu usahausaha untuk mencapai suatu kestabilan dan merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak lawan sehingga pihak lawan tidak kehilangan keperibadiannya.
Tujuan akomodasi : 1. Untuk mengurangi pertentangan. 2. Mencegah meledaknnya pertentangan secara temporer. 3. Untuk memungkinkan terjadinya kerja sama. 4. Mengusahakan peleburan antara kelompok sosial. Menurut Gilin dalam Soekanto (2000) ada dua proses sosial yang timbul sebagai akibat adanya interaksi sosial, yaitu : 1. Proses asosiatif Yaitu proses dimana interaksi tersebut membuat pihak yang berhubungan semakin dekat terdiri dari kerjasama, dan akomodasi. 2. Proses Disosiatif Proses
disosiatif
merupakan
interaksi
membuat
pihak
yang
berhubungan semakin jauh, terdiri dari persaingan, kontravensi. f. Pertentangan/pertikaian Pertikaian merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan disertai ancaman dan atau kekerasan (Badrujaman, 2010).
g. Komunikasi Komunikasi merupakan seseorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan (verbal) dan gerakgerak badaniah atau nonverbal), perasaan-perasaan apa yan disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi, sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau orang perorang dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang lainnya (Badrujaman, 2010). Komunikasi adalah sebagai pemindahan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lain.
Dalam komunikasi,
dituntut adanya pemahaman makna dari pesan yang disampaikan oleh komunikator. Komunikasi hampir sama dengan kontak, tetapi adanya kontak belum tentu terjadi komunikasi. Kontak tanpa komunikasi tidak memiliki arti dan kontak lebih ditekankan pada orang atau kelompok yang berinteraksi, sedangkan pada komunikasi yang dipentingkan adalah pemprosesan pesan. Komunikasi merupakan media untuk saling dan menerima antar perawat dengan klien. Komunikasi berlangsung secara verbal dan nonverbal.
Tujuan Komunikasi Tujuan komunikasi adalah untuk perkembangan klien 1).Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat. 2). Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri 3). Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan menerima dengan kasih sayang. 4) Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistic (Soekanto, 2001). 2. Kemampuan Nonverbal Kemampuan nonverbal adalah suatu kemampuan berkomunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada komuniasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada dan komunikasi nonverbal dianggap lebih jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan. Komunikasi
non
verbal
dapat
berupa
bahasa
tubuh,
tindakan/perbuatan (action) atau objek (object). Bahasa tubuh yang berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak-gerik tubuh
mengungkapkan berbagai perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak, dan sikap orang. Tindakan/perbuatan sebenarnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat menghantarkan makna. Objek sebagai bentuk komunikasi nonverbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu (Wibowo, 2013).
Kemampuan nonverbal dapat berupa : 1. Kontak Mata Kontak mata merupakan alat komunikasi nonverbal yang paling penting. Kontak mata memberikan informasi sosial terhadap orang yang diajak berbicara dan mendengarkan. Mempertahankan kontak mata tidaklah mudah bagi sejumlah orang. Dalam proses komunikasi umum yang baik, kontak mata menjadi satu bagian yang vital dan tidak dapat diabaikan. Hal ini karena bentuk komunikasi nonverbal yang pertama dilakukan adalah kontak mata. Dengan kontak mata yang baik, seseorang akan mendapat banyak keuntungan karena kontak mata memiliki fungsi sebagai alat untuk mengawali hubungan komunikasi. Selain itu, kontak mata juga menunjukkan minat dan perhatian kita pada orang lain. Ketika merasa diperhatikan, tentu orang lain akan berusaha untuk memberi perhatian.
2. Volume Suara Dalam berkomunikasi dengan orang lain, kita tidak hanya berkata-kata dan berbicara, tetapi juga bersamaan dengan nada suara yang berubah-ubah. Volume suara yang melengking, tergesa-gesa, dan sebaiknya dihindari karena
suara dan gaya bicara yang berkesan ramah, tenang, meyakinkan, tidak menyinggung perasaan akan memberikan kesan bahwa seseorang tersebut penuh wibawa.
3. Nada suara Nada suara pada dasarnya didefenisikan sebagai kualitas suara seseorang. Kualitas ini terbentuk dari bantuan volume suara dan cara kata-kata yang disampaikan juga membentuk nada. Nada suara memiliki peran penting dalam mendapatkan pesan. Hal ini sangat berguna dalam mengekspresikan emosi atau pendapat, sebagai contoh nada keras bisa menggambarkan kemarahan, dan nada lembut dapat mengekspresikan kesenangan atau kebahagiaan. Dan jika nada seseorang jelas, kuat dan penuh kegembiraaan orang lain mungkin berpikir bahwa individu tersebut percaya diri. Sebaliknya individu yang berbicara terbata-bata atau pada volume rendah dianggap lemah atau takut. Nada suara terbaik adalah nada suara ketika seseorang berbicara seperti biasa kepada orang lain, tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu rendah.
4. Respon Respon merupakan sebagai suatu tanggapan, reaksi dan jawaban seseorang terhadap stimulus yang dihadapinya setelah diberi persepsi terhadapnya.
Persepsi
menunjukkan
adanya
aktivitas
merasakan,
menginterpretasikan dan memahami objek-objek baik fisik maupun sosial.
5. Tempo Berbicara
Suatu kesalahan umum yang dilakukan pada saat pengucapan terletak pada kecepatan mereka dalam berbicara. Apabila individu tidak mampu mengontrol tempo dalam berbicaraan, maka cukup sulit dimengerti hal apa yang dibicarakan oleh orang tersebut.
6. Kelancaran berbicara Kelancaran seseorang dalam berbicara akan memudahkan pendengar menangakap isi pembicaraan. Kelancaran bukan berarti seseorang harus berbicara dengan cepat sehingga membuat pendengar sulit memahami apa yang diuraikannya.
Yang harus diperhatikan dalam kelancaran berbicara adalah: a. Kelancaran dalam berbicara menunjukkan kesiapan dan penguasaan. b. Sering gagap dan ragu menunjukkan ketidaktenangan, atau peka terhadap kondisi. c. Apabila berbicara disertai keluhan atau tersendat dan memandang orang yang disegani menunjukkan adanya tekanan emosional atau ketergantungan kepada pihak lain. d. Sering diam pada saat berbicara menunjukkan kesulitan dalam merangkai atau menyampaikan kata-kata yang tepat, atau mungkin sedang enggan berbicara. 7. Mimik Wajah Manusia dapat mengalami ekspresi wajah tertentu secara sengaja, tapi umumnya ekspresi wajah dialami secara tidak sengaja akibat perasaan atau emosi manusia tersebut. Biasanya amat sulit untuk menyembunyikan perasaan atau emosi tertentu dari wajah, walaupun banyak orang yang merasa amat ingin melakukannya. Misalnya, orang yang mencoba menyembunyikan perasaan bencinya terhadap seseorang, pada saat tertentu tanpa sengaja akan
menunjukkan perasaannya tersebut di wajahnya, walaupun ia berusaha menunjukkan ekspresi netral.
8. Pengaturan jarak
Merupakan yang berhubungan dengan keadaan diri dalam lingkungan. Dalam bidang komunikasi, pengaturan jarak (proksemik) adalah studi yang mempelajari posisi tubuh dan jarak tubuh (ruang antar tubuh sewaktu orang berkomunikasi antarpersonal) dan merupakan
studi tentang
hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu berkomunikasi, kecenderungan manusia menunjukkan bahwa pada saat seseorang sedang berkomunikasi harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu jauh. Semakin dekat artinya hubungan sosial semakin akrab, sedangkan semakin jauh artinya kontak sosial semakin kurang akrab, dan orang yang berada relatif dekat dianggap lebih hangat, bersahabat, dan lebih penuh perhatian (Angel, 2012).
9. Sikap Badan Sikap badan banyak memberikan banyak pesan lebih dari kata-kata yang diucapkan, bahasa tubuh yang salah akan mengakibatkan nilai yang salah juga bagi diri seseorang, namun sebaliknya bila bahasa tubuh seseorang efektif, maka akan tercipta hubungan yang baik dengan lawan bicara dengan sikap badan yang rileks ketika bertemu atau berbicara dengan orang lain.
2.3. Unsur-unsur Interaksi Sosial Interaksi sosial terdiri dari atas dua unsur, yaitu tindakan sosial dan keterikatan antar tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan unsur pembentuk
interaksi sosial dan tindakan sosial tidak dilakukan oleh manusia dalam keadaan tidak sadar, tidur, maupun pingsan. Selain kesadaran yang juga menjadi ciri dari tindakan sosial tersebut adalah terdapat tujuan dan memperhitungkan keberadaan orang lain. Walaupun terdapat beragam bentuk tindakan sosial, pada dasarnya terdapat empat tipe utama tindakan sosial, yaitu ; 1. Tindakan Rasional Instrumental Tindakan
rasional
instrumental merupakan
tindakan
sosial
yang
dilaksanakan seseorang, yang memperhitungkan kesesuaian antara cara yang dilakukan dalam tujuan yang akan dicapai melalui tindakannya. 2. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai Tindakan rasional berorientasi nilai merupakan tindakan sosial yang bersifat rasional dan juga mempertimbangkan kemanfaatan. Berbeda dengan rasional instrumental, tindakan tidak dipersoalkan tanpa harus mempertimbangkan terlebih dahulu, kemanfaatan tujuan diputuskan sebagaihal yang baik, benar dan perlu dicapai dalam kehidupan. Persoalan dan pertimbangan pelaku hanyalah tentang cara pencapaian tujuan. Tindakan ini biasanya berupa tindakan sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai dasar yang ada di dalam masyarakat. 3. Tindakan Tradisional Berbeda dengan dua tindakan sosial yang telah dikemukakan sebelumnya, tindakan tradisional bergolong tindakan sosial yang tidak mengutamakan
pertimbangan rasional. Maksudnya, baik tujuan tindakan maupun cara pencapaian tujuan, tidak dipertimbangkan secara rasional oleh pelaku. Tindakan rasional dilaksanakan hanya berdasarkan petimbangan kebiasaan atau adat istiadat. 4. Tindakan Afektif Tindakan afektif tergolong sebagai tindakan yang tidak mengutamakan pertimbangan rasional, tindakan ini dapat dibatasi sebagai suatu tindakan yang dilakukan pelaku atas dasar perasaan (afektif), baik atas dasar perasaan marah, sedih, senang, cinta, atau perasaan-perasaan lainnya (Badrujaman, 2010).
2.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial Proses interaksi sosial didasarkan pada berbagai faktor, yaitu ; a. Faktor Imitasi Faktor imitasi memiliki peranan yang sangat penting dalam interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai yang berlaku. Imitasi dapat juga terjadi hal-hal negatif misalnya yang ditiru adalah tindakan-tindakan yang menyimpang. b. Faktor sugesti Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain.
c. Identifikasi Identifikasi merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar). d. Simpati Merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain (Badrujaman, 2010).
2.5. Jenis Interaksi Sosial Ada 3 jenis interaksi sosial, yaitu : a. Interaksi antar individu dan individu Interaksi ini terjadi pada saat dua individu bertemu, walaupun bisa juga pertemuan tersebut tanpa tindakan apa-apa, dimana yang terpenting adalah individu sadar bahwa ada pihak lain yang menimbulkan perubahan pada diri individu tersebut, yang dimungkinkan oleh faktor-faktor tertentu. b. Interaksi antara individu dan kelompok.
Interaksi ini bentuknya berbeda-beda sesuai keadaan. Interaksi jenis ini mencolok mana kala terjadi benturan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan kelompok. c. Interaksi antara kelompok dan kelompok Kelompok sebagai suatu kesatuan bukan pribadi dengan ciri-ciri: 1. Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu. 2. Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol. 3. Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa datang) yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung. 4. Ada tujuan tertentu (Soekanto, 2001). Berdasarkan defenisi diatas, kemampuan sosial memerlukan sejumlah besar tentang tingkah laku termasuk keterampilan sosial. Untuk dapat bersosialisasi, seseorang harus mempunyai kemampuan verbal dan nonverbal. Kemampuan verbal merupakan suatu kemampuan yang menggunakan kata-kata baik secara lisan maupun tulisan. Untuk tercapainya kemampuan verbal, seseorang harus menciptakan suatu proses sosial berupa kontak sosial dengan cara melakukan interaksi sosial atau melakukan pertemuan dengan orang lain, memulai komunikasi, bekerjasama antara satu individu dengan individu lainnya, persaingan dengan individu lain tanpa menggunakan kekerasan, mencari solusi dalam suatu pertikaian, dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Sedangkan komunikasi nonverbal merupakan semua aspek komunikasi selain kata-kata. Kemampuan non verbal dapat berupa bahasa tubuh seperti kontak mata, volume suara, nada suara, respon, tempo berbicara, kelancaran berbicara, mimik wajah, pengaturan jarak dan ruang, dan sikap badan (Conner, 2004). 3. Skizofrenia Skizofrenia merupakan sebuah sindroma kompleks yang mau tak mau menimbulkan efek merusak pada kehidupan penderita maupun anggotaanggota keluarganya. Gangguan ini dapat mengganggu persepsi, pikiran, pembicaraan, dan gerakan seseorang (Berzin,dkk 2003). Skizofrenia merupakan kondisi psikotis dengan gangguan disintegrasi, personalisasi, dan kepecahan struktur keperibadian, serta regresi yang parah. Penderita selalu melarikan diri dari realitas hidup, dan berdiam dalam dunia fantasi sendiri, tidak memahami lingkungan, reaksi maniak atau kegila-gilaan. Kehidupan emosional dan intelektualnya menjadi ambigious atau majemuk, serta mengalami gangguan serius; bahkan juga mengalami regresi atau demensia total. Pikirannya melompat-lompat tanpa arah, dan perasaannya senantiasa tidak cocok dengan realitas nyata (Kartini, 2012).
3.1. Ciri-ciri Utama Skizofrenia Skizofrenia adalah penyakit pervasif yang mempengaruhi lingkup yang luas dari proses psikologi mencakup kognisi, afek, dan perilaku (Arango, dkk. 2000). Orang-orang dengan skizofrenia menunjukkan kemunduran yang jelas dalam fungsi pekerjaan dan sosial. Mereka mungkin mengalami kesulitan
mempertahankan pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau memperhatikan kebersihan pribadi mereka. Laki-laki penderita skizofrenia tampak berbeda dari perempuan yang mengalami gangguan ini dalam beberapa hal. Mereka cenderung mengalami onset pada usia yang lebih muda, memiliki tingkat penyesuaian diri lebih buruk sebelum menunjukkan tanda-tanda gangguan, dan memiliki lebih banyak daya kognitif, defisit tingkah laku, dan reaksi yang lebih buruk terhadap terapi obat dibandingkan dengan perempuan yang mengalami skizofrenia (Nevid, dkk. 2003). Adapun ciri-ciri utama pada pasien Skizofrenia adalah : 1.
Gangguan dalam pikiran dan pembicaraan. Skizofrenia ditandai dengan gangguan dalam pemikiran dan dalam
mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang koheren dan bermakna. Gangguan dalam berpikir dapat ditemukan baik pada isi maupun bentuk pikiran. 2.
Gangguan dalam isi pikiran. Gangguan yang paling nyata pada isi pikiran mencakup waham, atau
keyakinan yang salah yang menetap pada pikiran seseorang tanpa mempertimbangkan dasar yang tidak logis dan tidak adanya bukti untuk mendukung keyakinan tersebut. Waham ini cenderung tidak tergoyahkan meskipun diahadapkan pada bukti yang bertentangan. 3.
Gangguan dalam bentuk pikiran.
Orang yang mengalami skizofrenia cenderung berpikir dalam bentuk yang tidak terorganisasi dan tidak logis. Pada skizofrenia, bentuk atau struktur proses pikiran dan juga isinya sering kali terganggu. Sedangkan bentuk pembicaraan orang yang mengalami skizofrenia sering kali tidak teratur atau kacau, dengan bagian-bagian kata dikombinasikan secara tidak sesuai atau kata-kata dirangkai bersama untuk membuat rima-rima yang tidak bermakna. Pembicaraan mereka dapat melompat dari satu topik ke topik lainnya, namun kurang menunjukkan keterkaitan antara ide atau pikiran-pikiran yang diekspresikan. Orang-orang dengan gangguan pikiran biasanya tidak menyadari bahwa pikiran dan perilaku mereka tampak tidak normal. Tanda lain yang juga umum pada gangguan pikiran adalah minimnya melakukan pembicaraan (yaitu, pembicaraan yang koheren namun sangat lambat, terbatasnya produksi kata, atau tidak jelas sehinggga nilai informasi yang diungkapkan sedikit). Tanda-tanda yang kurang umum terjadi mencakup neologisme (kata-kata yang dibuat oleh pembicara yang kurang atau tidak memiliki arti bagi orang lain), perseverasi (pengulangan yang tidak sesuai namun menetap pada kata-kata yang sama, atau rentetan pikiran). 4.
Kekurangan dalam pemusatan perhatian Orang-orang dengan skizofrenia tampak mengalami kesulitan menyaring
keluar stimulus yang tidak relevan dan mengganggu, kekurangan yang menyebabkan hampir tidak mungkin untuk memusatkan perhatian dan mengorganisasikan pikiran mereka. Mereka mungkin menjadi lebih mudah terganggu karena ketidaknormalan otak yang mempersulit mereka untuk
memusatkan perhatian pada tugas yang relevan dan menyaring keluar informasi yang tidak penting.
5.
Gangguan gerakan mata Gerakan mata yang tidak normal saat menelusuri target, mata malah terbalik
dan kemudian mengejarnya dalam gerakan yang menyentak. Gangguan gerakan mata tampaknya melibatkan kerusakan pada proses perhatian involunter di otak yang bertanggung jawab terhadap perhatian visual. 6.
Gangguan persepsi Halusinasi, bentuk gangguan persepsi yang paling umum pada skizofrenia,
adalah gambaran yang dipersepsi tanpa adanya stimulus dari lingkungan. Adapun jenis halusinasi yang umum terjadi pada pasien skizofrenia adalah halusinasi auditoris (mendengar suara), halusinasi taktil (seperti digelitik, sensasi listrik atau terbakar) dan halusinasi somatis (seperti merasa ada ular yang menjalar di dalam perut), halusinasi visual (melihat sesuatu yang tidak ada), halusinasi gustatoris (merasakan dengan lidah sesuatu yang tidak ada), dan halusinasi olfaktoris (mencium bau yang tidak ada). 7.
Gangguan emosi Gangguan afek atau respon emosional pada skizofrenia ditandai oleh afek
yang tumpul disebut juga afek datar yang diartikan ketiadaan ekspresi emosi pada wajah dan suara. Orang yang mengalami skizofrenia mungkin berbicara secara
monoton dan mempertahankan wajah yang tanpa ekspresi. Mereka mungkin tidak mengalami rentang normal dalam respon emosi terhadap orang-orang dan kejadian-kejadian, atau respon emosi mereka mungkin tidak sesuai, seperti tertawa terhadap berita buruk (Nevid, 2003).
Penyebab skizofrenia adalah : 1. Lebih dari separuh dari jumlah penderita skhizofrenia mempunyai keluarga psikotis atau sakit mental. 2. Tipe keperibadian yang schizothym (dengan jiwa yang memiliki pikiran yang kacau balau) 3. Penyebab organis : ada perubahan atau kerusakan pada sistem syaraf sentral. Juga terdapat gangguan-gangguan pada sistem kelenjar-kelenjar adrenal dan pituitary (kelenjar di bawah otak). 4. Penyebab psikologis : ada kebiasaan infantil yang buruk dan salah, sehingga pasien hampir selalu melakukan maladjustment (salah-suai) terhadap lingkungannya (Kartini, 2012).
Skizofrenia dibedakan menjadi 3 gejala antara lain: 1. Gejala-gejala positif Gejala positif secara umum meliputi manifestasi-manifestasi yang lebih aktif dari perilaku abnormal, atau distorsi dari perilaku ini termasuk delusi, dan halusinasi. Delusi/waham merupakan keyakinan yang oleh kebanyakan anggota masyarakat dianggap sebagai misinterpretasi terhadap realitas dan delusi yang
sering dijumpai pada penderita skizofrenia adalah bahwa orang lain bermaksud buruk terhadapnya sedangkan halusinasi merupakan gejala-gejala psikotik dari gangguan perceptual di mana berbagai hal dilihat, didengar, atau diindera meskipun hal-hal tersebut tidak riil atau benar-benar ada.
2. Gejala-gejala negative Gejala negative biasanya menunjukkan ketiadaan atau tidak mencukupinya perilaku normal. Gejala-gejala itu termasuk menarik diri secara emosional maupun sosial, apatis, miskin pembicaraan atau pemikiran. 3. Gejala terdisorganisasi Gejala ini meliputi disorganisasi dalam pembicaraan dengan contoh pembicaraan klien yang tidak logis dan perilaku yang tidak terdisorganisasi dengan contoh mengungkapkan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan situasinya.
3.2. Tipe – tipe skizofrenia Skizofrenia mempunyai beberapa kategori, yaitu: 1. Tipe Paranoid Tipe paranoid merupakan tipe skizofrenia dimana gejala-gejalanya terutama melibatkan delusi dan halusinasi, perilaku motorik dan emosionalnya relative utuh, sering merasa iri hati, cemburu, curiga,. Pada umumnya emosinya beku, dan sangat apatis (Kartini, 2012).
2. Tipe Hebeferenik Hebeferenik adalah mental atai jiwa yang menjadi tumpul dengan ciri-ciri disintegrasi total, tidak memiliki identitas, dan tidak bisa membedakan diri sendiri dengan lingkungannya. Orangnya mengalami derealisasi dan depersonalisasi berat. Dihinggapi macam-macam ilusi dan delusi, sebab pikirnannya melantur, terjadi regresi total dalam tingkah laku, dan pasien menjadi kekanak-kanakan. Reaksi sikap dan tingkah lakunya menjadi kegila-gilaan, suka tertawa-tawa dan segera menangis tersedu-sedu, perasaan mudah tersinggung, dan kerapkali menjadi eksplosif meledak marah-marah tanpa suatu penyebab. 3. Tipe Katatonik Penderita menjadi kaku dengan ciri-ciri : a. Urat-uratnya menjadi kaku, badan tidak bisa dibengkokkan, sering menderita catalepsy, yaitu keadaan tidak sadar seperti dalam kondisi trance. Jika ia telah mengambil satu posisi tertentu, misalnya berdiri, berjongkok, maka dia bisa bertingkah demikian untuk berjam-jam atau berhari-hari lamanya. b. Tingkah laku yang stereotypis, aneh-aneh atau gerak-gerak otomatis dan tingkah laku yang aneh, yang tidak terkendalikan oleh kemauan. c. Ada gejala tupor, yaitu bisa merasa, seperti dibius. Sikap negatif dan pasif; disertai delusi-delusi kamatian. Tidak ada interesse sama sekali pada sekelilingnya; tanpa kontak sosial. Penderita terus membisu dalam waktu yang lama.
d. Kadang-kadang disertai catatonic excitement yaitu jadi meledak-ledak dan ribut hiruk-pikuk, tanpa sebab dan tujuan apa pun. e. Mengalami regresi total (Kartini, 2012).