BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Adapun Penelitian tentang makna kata dalam Al-Qur’an sudah pernah diteliti oleh peneliti- peneliti sebelumnya antara lain tentang analisis makna kata Ruh oleh Uswatun Hasanah (990704023), analisis makna kata ummah oleh siti Aisyah lubis (990704017), analisis makna
/ Żikrun/ oleh Zikri Mahyar (030704016) dan analisis
makna leksikal dan relasinya pada kata
/al- ḥaqqu/. Serta analisis kata fitnah oleh
Andi Pratama (030704003) Namun sejauh ini penelitian tentang analisis makna Kata /Wajhun/ dalam Al -Qur’an sepengetahuan penulis belum pernah diteliti sebelumnya oleh mahasiswa jurusan Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. 2.1 Pengertian Semantik Semantik adalah cabang linguistik yang membahas arti atau makna. Contoh jelas dari perian atau “deskripsi” semantis adalah leksikografi : masing- masing leksem diberi perian artinya atau maknanya : perian semantis (Verhaar, 1996 : 13). Semantik adalah Ilmu tentang makna. Semantik merupakan suatu komponen yang terdapat dalam linguistik, sama seperti komponen bunyi dan gramatika. Semantik merupakan bagian dari linguistik karena makna menjadi bagian dari bahasa ( Suwandi 2006 : 5). Kata semantik di dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Inggris semantics, dari bahasa Yunani sema (nomina) ‘tanda’: atau dari verba semaino ‘menandai’, ‘berarti’. Istilah tersebut digunakan para pakar bahasa untuk menyebut bagian ilmu bahasa yang mempelajari makna (Djajasudarma 1993 : 1).
2.2 Pengertian Makna dan Pembagiannya Menurut Djajasudarma (1993 : 34) makna adalah hubungan yang ada di antara satuan bahasa. Makna didapatkan dengan meneleti hubungannya di dalam struktur bahasa (arti struktural). Makna (sense- bahasa Inggris) dibedakan dari arti (meaning- bahasa Inggris) di dalam semantik. Makna adalah pertautan yang ada di antara unsur- unsur bahasa itu sendiri (terutama kata- kata) (Djajasudarma 1993 :5). Menurut Aristoteles dalam Chaer (1989, 13) kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna. Malah dijelaskannya juga bahwa kata itu memiliki dua macam makna, yaitu (1) makna yang hadir dari kata itu sendiri secara otonom, dan (2) makna yang hadir sebagai akibat terjadinya proses gramatikal. Kata adalah satuan bahasa yang memiliki satu pengertian; atau kata adalah huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer, 2007:162). Kata adalah unsur yang terkecil yang memiliki tanda (simbol) tersendiri : atau ‘serpihan bahasa yang biasa dikelompokkan secara tetap (konstan) untuk membentuk pesan’ (Djajasudarma 1993 : 10). Chaer (1989: 60-77) mengemukakan beberapa pengertian makna dalam Buku Pengantar Semantik Bahasa Indonesia yaitu : 1.Makna leksikal dan Makna Gramatikal, 2.Makna Referensial dan Non referensial, 3. Makna Denotatif dan Konotatif, 4. Makna Kata dan Makna Istilah, Makna Konseptual dan Makna Asosiatif, 5. Makna Idiomatikal dan Peribahasa, 6. Makna Kias. Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apa pun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal ‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya ( Chaer, 1994 : 289).
Menurut Chaer (1989 : 60) Makna leksikal merupakan bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu suatu bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, makna leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna
leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Contoh: kata memetik dalam kalimat Ibu memetik sekuntum mawar adalah bermakna leksikal, sedangkan dalam kalimat kita dapat memetik manfaat dari cerita itu adalah bukan bermakna leksikal. Makna leksikal adalah makna unsur- unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, objek, dan lain- lain. Makna ini dimiliki unsur bahasa terlepas dari penggunaan atau konteksnya ( Sudaryat, 2008 : 22). Menurut Djajasudarma (1993 : 13) makna leksikal (bhs. Inggris –lexical meaning, semantic meaning, external meaning) adalah makna unsur – unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dll; makna leksikal ini dimiliki unsur- unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks atau semua makna (baik bentuk dasar maupun bentuk turunan) yang ada dalam kamus disebut makna leksikal.
Menurut Djajasudarma (1993 : 13) makna gramatikal (bhs. Inggris – grammatical meaning; functional meaning; structural meaning ; internal meaning) adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata di dalam kalimat. Makna gramatikal adalah makna srtruktural yang muncul akibat hubungan antara unsur- unsur gramatikal dalam satuan gramatikal yang lebih besar (Sudaryat, 2008 : 34). Menurut Chaer (1989 : 62) makna gramatikal ini sering juga disebut makna kontekstual atau makna situasional. Selain itu bisa juga disebut makna struktural karena proses dan satuan- satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.Makna gramatikal adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi.
Contoh : sate ayam tidak sama dengan komposisi sate Madura. Yang pertama menyatakan ‘asal bahan’ dan yang kedua menyatakan ‘asal tempat).
Afiksasi ialah proses leksemik yang mengubah leksem tunggal menjadi kosa kata berimbuhan. Misalnya, leksem lupa menjadi kata melupakan setelah mengalami afiksasi meN-kan (Sudaryat, 2008 : 70). Proses afiksasi awalan ter – pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik melahirkan makna ‘dapat’, dan dalam
kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ‘tidak sengaja (Chaer, 1989 :62). Menurut (Sudaryat, 2008 : 70) reduplikasi ialah proses leksemik yang mengubah leksem menjadi kata kompleks
dengan cara penyebutan leksem sebagian atau
seluruhnya. Misalnya, leksem rumah menjadi kata rumah- rumah.
Proses komposisi (penggabungan kata) akan menyebabkan pula terjadinya perubahan makna. Tetapi dalam hal ini yang terjadi sebenarnya bukan perubahan makna, sebab bentuk kata itu sudah berubah sebagai hasil proses gramatikal Chaer (1989: 140).
Dari defenisi di atas terlihat bahwa yang dimaksud dengan makna leksikal adalah makna yang dimiliki pada leksem meski tanpa konteks apapun. Sedangkan makna gramatikal adalah makna yang memiliki proses gramatikal seperti komposisi, reduplikasi, dan afiksasi.
Dari keseluruhan pengertian makna diatas peneliti hanya memfokuskan pada makna leksikal dan makna gramatikal saja bersumber pada teori Chaer (1989:60). / Wajhun/
2.3 Makna Kata Menurut
/ wajhun/
Yunus (1989 :493) kata
/ awjuhun/
/wujūhun yang artinya arah, tujuan, muka, pihak, yang dituju, niat, sebab, jalan yang mulia baik namanya. Menurut Bisri dan Fatah (1999 :770) Kata / Al-wajhu: almuḥayyā/
/ Wajhun/ yang berarti 1.:
= Wajah, Muka
2.
/ Al- jahatu wa an-nāḥiyatu/
= Sisi, Segi, Arah
3.
/ al-qaṣdu wa an-niyyatu /
= Maksud, Tujuan, Niat
4.
/ Al- ma‘nā/
= Arti
Menurut Ma’luf (1986 : 889) :
Al-wajhu : Al- jahatu: al-qaṣdu wa an-niyyatu : Al- marḍātu wajah muka :sisi, segi, arah : maksud, tujuan, niat: keridaan Menurut Tafsir Yusuf Ali dalam (Teks, Terjemahan dan Tafsir Qur’an 30 juz, 2009 : 53) kata / wajhun/ Wajah, sebuah kata bahasa Arab yang padat. Ia berarti (1) Secara harfiah “ Wajah,” tetapi ia dapat meliputi (2) “muka” atau “keridaan,” seperti dalam 92:20 ; (3) “pertolongan,” “keagungan,” kehadiran” bila dipakai untuk Allah, seperti dalam 2:115, dan juga dalam 55:27; (4) “sebab,” “demi,” seperti dalam 76:9; (5) “bagian pertama,”permulaan,” seperti dalam 3:72; (6) “bawaan dasar.” “hati nurani,” “zat,” “diri,” seperti dalam 5: 108, 28:88.
Berikut ini dikemukakan contoh ayat Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat kata
/
wajhun/ dalam Al-Qur’an:
Walillahi al-masyriqu wa al-magribu fa`ainamā tuwallū faṡamma wajhu Allāhi `inna allāha wāsi‘un ‘al īmun Artinya : Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmatNya) lagi Maha Mengetahui (Al-Baqarah : 115). Contoh pada makna kata
/ wajhun/ dalam Al-Qur’an:
Wa qālat ṭā`ifatun min `ahli al-kitābi `āminū bi al-lażī `unzila ‘ala al-lażīna `āmanū wajha an-nahāri wākfurū `ākhirahu la‘allahum yarji‘ūna. Artinya : Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): "Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu'min) kembali (kepada kekafiran) (Ali-imran : 72). Berdasarkan pada contoh ayat pertama bahwasanya kata
/wajhun/ dapat
diterjemahkan dengan kata wajah, dengan pengertian arah atau tujuan umat menghadap kepada Allah SWT, maka contoh seperti ini dapat di golongkan kedalam makna leksikal atau makna sebenarmya. Pada contoh ayat kedua terjadi perubahan makna asli kata
menjadi makna
permulaan siang disebabkan proses gramatikal yaitu penggabungan kata wajh dengan kata an-nahāri, proses gramatikal ini disebut komposisi. Menurut (Ali, 2009 : 147) makna gramatikal dari kata /wajhun/ merupakan “permulaan siang” sesuai dengan konteks kalimatnya. Menurut Ali wajh disini mengandung arti permulaan ,”bagian awal”. Orang – orang yang suka memperolok yang berkomplot terhadap Islam menyuruh kaki tangan mereka agar bergabung dengan mereka yang beriman dan kemudian meninggalkan mereka. Dari dua contoh yang telah dipaparkan tersebut, dapat diketahui bahwasanya kata
/wajhun/ di dalam Al-Qur’an memiliki berbagai macam makna tergantung pada
konteksnya atau berdasarkan proses gramatikalnya.