BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Sepanjang pengetahuan peneliti permasalahan tentang Kajian Historis Komparatif pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak belum pernah diteliti. Tetapi penelitian yang relevan sudah pernah ada, yakni sebagai berikut ini. Efendi (2012) menulis skripsi yang berjudul : Perbandingan Bahasa Sasak dan Bahasa Bali “Suatu Kajian Linguistik Historis Komparatif”. Penelitian ini hanya terbatas mencari persamaan dan perbedaan antara bahasa Sasak dan bahasa Bali (hanya menyajikan bukti), tanpa menentukan tingkat kekerabatan untuk menentukan hubungan kekerabatannya. Penelitian ini juga tidak sampai menggambarkan proses penurunan bahasa melalui diagram pohon yang sangat penting untuk membuat rekonstruksi bahasa purba baik pada tingkat prabahasa maupun pada tingkat proto bahasa, karena hanya menggunakan dua bahasa untuk diperbandingkan. Skripsi ini difokuskan pada bahasa Sasak dan bahasa Bali. Kedua bahasa ini, jika dilihat dari segi fonologis dan leksikal, memiliki persamaan dan perbedaan yang menandakan bahwa kedua bahasa tersebut diturunkan dari nenek moyang yang sama (protobahasa). Secara umum, penelitian ini memberikan informasi mengenai kekerabatan bahasa Sasak dengan bahasa Bali dan menyajikan inovasi dan leksikal yang menguatkan kekerabatan antara kedua
bahasa tersebut. Penelitian ini merupakan analisis kualitatif Linguistik Historis Komparatif pada dua bahasa di NTB yaitu bahasa Sasak dengan bahasa Bali. Nolprianto (2011) melakukan penelitian yang mengkaji tentang frasa endosentris atribut bahasa Saluan. Rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah, 1) Bagaimana frasa endosentris atribut jenis verba bahasa Saluan ?, 2) Bagaimana frasa endosentris atribut jenis adjektiva bahasa Saluan ?. Dari hasil penelitian diketahui bahwa frasa endosentris atribut bahasa saluan baik jenis verba maupun jenis adjektiva yang terdiri atas dua kata, ditemukan konstruksi AX dan XA. Frasa endosentris atribut bahasa saluan baik jenis verba maupun jenis adjektiva yang terdiri atas tiga kata, ditemukan konstruksi AXA, XAA, dan AAX. frasa endosentris atribut bahasa saluan baik jenis verba maupun jenis adjektiva yang terdiri atas empat kata, ditemukan konstruksi XAX dan AAAX. Frasa endosentris atribut bahasa Saluan jenis verba dengan konstruksi AX dan XA yang telah dikemukakan memiliki struktur berpindah tempat. Penelitian yang dilakukan Nolprianto itu dimaksudkan untuk mengetahui frasa endosentris atribut jenis verba dan adjektiva dalam bahasa Saluan karena bahasa tersebut adalah bahasanya sendiri. Selain itu penelitian tersebut merupakan upaya pendokumentasian sekaligus sebagai inventarisasi bahasa daerah. Berdasarkan hasil penelitian yang relevan di atas, maka dapat dikatakan walaupun masih dalam konteks penelitian tentang bahasa daerah, penelitian ini antara satu dan yang lainnya memiliki perbedaan, baik judul maupun perbedaan hasil penelitian. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan objek penelitian dan penggunaan bahasa yang berbeda pula. Penelitian Zaepan Effendi, Penelitiannya
hanya terbatas mencari persamaan dan perbedaan antara bahasa Sasak dan bahasa Bali (hanya menyajikan bukti), tanpa menentukan tingkat kekerabatan untuk menentukan hubungan kekerabatannya. Penelitian ini juga tidak sampai menggambarkan proses penurunan bahasa melalui diagram pohon yang sangat penting untuk membuat rekonstruksi bahasa purba baik pada tingkat prabahasa maupun pada tingkat proto bahasa. Penelitian Nolprianto berbeda pada sasaran penelitiannya yakni frasa endosentris pada bahasa Saluan, sedangkan penelitian ini fokus pada historis komparatif bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak. Dari hasil penelitian yang relevan tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang bahasa daerah tetapi dalam konteks objek penelitian yang berbeda dan dalam konteks hasil penelitian yang berbeda pula. Penulis cenderung untuk melakukan penelitian tentang “Kekerabatan Pada Bahasa Banggai, Bahasa Saluan, dan Bahasa Balantak”. Alasan lain dari penelitian ini adalah masih sedikitnya penelitian yang menjadikan bahasa Banggai dan bahasa Saluan sebagai objeknya, bahkan sampai saat ini peneliti belum menemukan penelitian serupa dengan objek bahasa Balantak. Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan yang besar bagi penelitian selanjutnya.
2.2 Landasan Teori 2.2.1
Hakikat Kekerabatan Bahasa Kekerabatan bahasa merupakan cabang linguistik yang mempersoalkan
bahasa-bahasa yang memiliki persamaan-persamaan baik dari segi fonologis maupun morfologis. Cabang linguistik ini membandingkan secara cermat bahasabahasa sekerabat dengan tujuan memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa yang diperbandingkan. Perbandingan antara dua bahasa atau lebih, dapat dikatakan sama usianya dengan timbulnya ilmu bahasa itu sendiri. Hal ini tidak dapat dihindari sebab perkenalan dengan suatu bahasa atau lebih, selalu menarik perhatian orang untuk mengetahui sejauh mana terdapat kesamaan antara bermacam-macam aspek dari bahasa-bahasa tersebut, hal ini sejalan dengan cabang linguistik historis komparatif. Kajian
kekerabatan bertujuan melihat kekerabatan bahasa-bahasa dari
bahasa yang diperbandingkan. Dari bahasa-bahasa yang diperbandingkan tersebut dilihat apakah memiliki kesamaan dan kemiripan dari segi bentuk dan makna kemudian melakukan perhitungan untuk mengetahui tingkat kekerabatan dan waktu pisah bahasa-bahasa yang berkerabat. 2.2.2
Tingkat Kekerabatan
1) Hakikat Tingkat Kekerabatan Tingkat kekerabatan menunjukkan adanya persamaan yang jelas antara katakata dari berbagai bahasa/dialek yang berbeda-beda melalui pengelompokan sesuai kategori tingkat kekerabatan, karena pada hakekatnya bahasa-bahasa itu
berhubungan satu dengan yang lain. Tingkat kekerabatan merupakan ukuran kedekatan antara satu bahasa dengan bahasa yang lainnya. Adapun kategori tingkat kekerabatan seperti yang telah dikemukakan beberapa pakar, salah satunya oleh chaer seperti yang tampak pada tabel berikut :
Tabel 1. Kategori Tingkat Kekerabatan Persentase Tingkat Bahasa kata kerabat 100 – 81 Bahasa 81 – 36 Keluarga 32 – 12 Rumpun 12 – 4 Mikrofilum 4–1 Mesofilum Makrofilum 1-1 Sumber : Chaer (2007: 107) 2) Indikator Kekerabatan Keraf (1990 : 128) mengemukakan empat indikator kekerabatan bahasa. Sepasang bahasa akan dikatakan berkerabat apabila memenuhi salah satu indikator kekerabatan tersebut. Empat indikator kekerabatan yang dikemukakan oleh Keraf adalah sebagai berikut, a) Identik Pasangan kata yang identik adalah pasangan kata yang semua fonemnya sama betul, misalnya: Gloss
Sikka
Lio
api
api
api
abu
awu
awu
bintang
dala
dala
lima
lima
lima
ulat
ule
ule
b) Memiliki Korespondensi Fonemis Bila perubahan fonemis antara kedua bahasa itu terjadi secara timbal-balik dan teratur, serta tinggi frekuensinya, maka bentuk yang berimbang antara kedua bahasa tersebut dianggap berkerabat. Gloss
Sikka
Lio
siapa
hai
sai
satu
ha
esa
tetek
uhu
susu
empat
hutu
sutu
c) Memiliki Kemiripan Secara Fonetis Bila tidak dapat dibuktikan bahwa sebuah pasangan kata dalam kedua bahasa itu mengandung korespondensi fonemis, tetapi pasangan kata itu ternyata mengandung kemiripan secara fonetis dalam posisi artikulatoris yang sama, maka pasangan itu dapat dianggap sebagai kata kerabat. Misalnya : Gloss
Sikka
Lio
gigi
niu
ni’i
kaki
wai
ha’i
d) Satu Fonem Berbeda Bila dalam satu pasangan kata terdapat perbedaan satu fonem, tetapi dapat dijelaskan bahwa perbedaan itu terjadi karena pengaruh lingkungan yang dimasukinya, sedangkan dalam bahasa lain pengaruh lingkungan itu tidak mengubah fonemnya, maka pasangan itu dapat ditetapkan sebagai kata kerabat, asal segmennya cukup panjang. Misalnya dalam pasangan kata Sikka dan Lio terdapat kata : mendorong
jeka
joka
3) Penghitungan Persentase Tingkat Kekerabatan Persentase tingkat kekerabatan dapat dilakukan dengan menghitung jumlah kata dasar yang dapat diperbandingkan, dan jumlah kata berkerabat. Jumlah
kata
berkerabat
itu
dibagi
dengan
jumlah
kata
dasar
yang
diperbandingkan, lalu dikali seratus persen, sehingga diperoleh persentase jumlah kata berkerabat. Penghitungan persentase tingkat kekerabatan dapat dituliskan dalam rumus, seperti di bawah ini:
Jumlah kata yang berkerabat Jumlah kata yang diperbandingkan
x 100
2.2.3
Usia (waktu pisah) Bahasa
1) Pengertian Usia Bahasa Keraf (1990: 133) menyebutkan istilah usia bahasa, adapula Parera (1991:8) yang menyebut waktu pisah, namun pada dasarnya istilah ini memiliki pengertian yang tidak berbeda. Usia bahasa atau waktu pisah bahasa adalah waktu terjadinya perpisahan sepasang atau beberapa bahasa dari bahasa induknya, dengan kata lain waktu awal munculnya bahasa baru, sehingga akan merujuk pada usia bahasa. Mengingat perpisahan bahasa memerlukan proses yang cukup panjang, maka waktu pisah atau usia pisah bahasa mustahil dituliskan dalam satu tahun tertentu, tetapi akan dituliskan dalam bentuk satuan ribuan tahun. 2) Penghitungan Usia Bahasa Keraf (1990 : 130) menuliskan rumus penghitungan waktu pisah antara dua bahasa kerabat yang telah diketahui persentase kata kerabatnya, dapat dihitung dengan mempergunakan rumus berikut : log C W= 2 log r Keterangan : W
= lama waktu pisah dalam satuan ribuan tahun
C
= persentase kata-kata yang sekerabat dari dua bahasa
r
= retensi, yaitu persentase konstan dalam 1000 tahun. Khusus dalam
penelitian ini digunakan indeks retensi 81 %, sebab menggunakan kosakata Moris Swadesh yang berjumlah 200 kosa kata.
log
= logaritma dari. Karena mustahil bahwa perpisahan antara dua bahasa terjadi dalam suatu
tahun tertentu, tetapi harus terjadi berangsur-angsur, maka harus ditetapkan suatu jangka waktu perpisahan itu terjadi. Untuk maksud tersebut harus diadakan perhitungan tertentu untuk menghindarkan kesalahan semacam itu, sebab itu diperlukan teknik statistik untuk menghitung jangka kesalahan sebagai berikut : (
s=
)
Keterangan : s
= kesalahan standard dalam persentase kerabat
C
= persentase kata-kata sekerabat dari dua bahasa
n
= jumlah kata yang dibandingkan
Setelah menghitung jangka kesalahan dengan menggunakan rumus di atas maka perlu dilakukan penghitungan kembali waktu pisah dengan rumus berikut :
W1 =
(
(
)
)
Keterangan : W1
= lama waktu pisah dalam satuan ribuan tahun (setelah dihitung jangka
kesalahan).
Waktu yang diperoleh setelah menghitung jangka kesalahan, dikurangi dengan jumlah waktu yang pertama (sebelum menghitung jangka kesalahan) dengan rumus :
w – w1 2.2.4
Pendekatan Leksikostatistik Salah satu pendekatan kajian linguistik historis komparatif adalah
leksikostatistik. Leksikostatistik awal kehadirannya sekitar tahun 1950 oleh Morris Swadesh dan dibantu oleh Robert Less, yang dipergunakan untuk menetapkan kekerabatan bahasa-bahasa, membuat pengelompokan bahasa-bahasa sekerabat
(subgrouping),
dan
yang
terakhir
untuk
menetapkan
waktu
memencarnya bahasa-bahasa sekerabat dari bahasa purbanya dengan dasar kajian ilmu statistik terhadap kosa kata dasar (basic vocabulary) (Ibrahim, 1984 : 63). Menurut Keraf (1991: 121) leksikostatistik adalah pengelompokan bahasa yang cenderung mengutamakan peneropongan kata-kata (leksikon) secara statistika untuk kemudian berusaha menetapkan pengelompokan itu berdasarkan presentase kesamaan dan perbendaan suatu bahasa dengan bahasa lain. Adapun pengertian leksikostatistik menurut Fernandes (1993 : 47) adalah teknik yang mampu menentukan peringkat kekerabatan antara dua bahasa atau lebih dengan membandingkan kosakata dan menentukan peringkat kemiripan yang ada : suatu teknik untuk melakukan pengelompokan bahasa sekerabat. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, peneliti dapat menarik simpulan bahwa leksikostatistik adalah suatu pendekatan untuk melakukan pengelompokan
bahasa dan mengetahui persentase kekerabatan dan usia bahasa dari tingkat kemiripan dan kesamaan bahasa-bahasa yang diteliti. 2.2.5
Asumsi Dasar Leksikostatistik Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan terhadap berbagai
bahasa, akhirnya diperoleh empat macam asumsi dasar (andalan dasar, basic assumption) yang dapat dipergunakan sebagai titik tolak dalam usaha mencari jawaban mengenai usia bahasa. Keraf (1990: 123) menyebutkan empat asumsi dasar leksikostatistik tersebut adalah : 1) Sebagian dari kosa kata suatu bahasa sukar sekali berubah bila dibandingkan dengan bagian lainnya. 2) Retensi (ketahanan) kosa kata dasar adalah konstan sepanjang masa. 3) Perubahan kosa kata dasar pada semua bahasa adalah sama. 4) Bila presentase dari dua bahasa kerabat (cognate) diketahui, maka dapat dihitung waktu pisah kedua bahasa tersebut. 2.2.6
Teknik Leksikostatistik Dalam Keraf (126 :1990) dijelaskan bahwa untuk menerapkan keempat
asumsi dasar leksikostatistik, maka perlu diambil langkah-langkah tertentu. Langkah-langkah
tersebut
sekaligus
merupakan
teknik-teknik
leksikostatistik. Di antara langkah-langkah yang sangat diperlukan adalah :
metode
1) Mengumpulkan kosa kata dasar bahasa berkerabat. 2) Menetapkan pasangan-pasangan mana dari kedua bahasa tadi adalah kata kerabat. Untuk menetapkan kata-kata kerabat (cognates) dari bahasa-bahasa yang diselidiki, maka hendaknya diikuti prosedur-prosedur berikut :
Mengeluarkan glos yang tidak akan diperhitungkan (kata-kata kosong).
Pengisolasian morfem terikat
Penetapan kata kerabat. Sebuah pasangan kata akan dinyatakan berkerabat bila memenuhi salah satu ketentuan sebagai berikut : (a) pasangan itu identik, (b) pasangan itu memiliki korespondensi fonemis, (c) kemiripan secara fonetis, (d) satu fonem berbeda.
3) Menghitung persentase kekerabatan berdasarkan kata-kata kerabat yang sudah ditetapkan, untuk menentukan tingkat kekerabatan bahasa. 4) Menghitung usia atau waktu pisah kedua bahasa. 5) Menghitung jangka kesalahan untuk menetapkan kemungkinan waktu pisah yang lebih tepat.