BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Hirarki Analitik ( Analitycal Hierarchy Process ) Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) untuk mengetahui bobot atau nilai optimalnya masing-masing moda yang berute Kuala Namu – Medan. Analitycal Hierarchy Process adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang mengandung banyak kriteria ( Multi-Criteria Decision Making ). AHP bekerja dengan cara memberi prioritas kepada alternatif yang penting mengikuti kriteria yang telah ditetapkan. Lebih tepatnya, AHP memecah berbagai peringkat struktur hirarki berdasarkan tujuan, kriteria, subkriteria, dan pilihan atau alternatif ( decompotition ). AHP juga memperkirakan perasaan dan emosi sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan. Suatu set perbandingan secara berpasangan ( pairwise comparison) kemudian digunakan untuk menyusun peringkat elemen yang diperbandingkan. Penyusunan elemen - elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. AHP menyediakan suatu mekanisme untuk meningkatkan konsistensi logika ( logical consistency ) jika perbandingan yang dibuat tidak cukup konsisten. AHP memberikan suatu skala untuk menunjukkan hal-hal, mewujudkan metode penetapan prioritas dan melacak konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas tersebut.
AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah elemenelemen suatu sistem ke dalam berbagai tingkat berlainan, mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat dan memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk berbagai permasalahan yang tak terstruktur. AHP menuntun ke suatu perkiraan
menyeluruh
tentang
kebaikan
dan
keburukan
setiap
alternatif,
mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dan berbagai faktor, dan memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan dalam pengambilan keputusan. Hal-hal tersebut menjadikan metode AHP sebagai cara yang efektif dalam pengambilan keputusan dan dapat digunakan secara luas. 2.1.1 Manfaat Analytical Hierarchy Process Adapun manfaat dari penggunaan Analytical Hierarchy Process ,antara lain yaitu: a. Memadukan intuisi pemikiran, perasaan dan penginderaan dalam menganalisis pengambilan keputusan b. Memperhitungkan konsistensi dari penilaian yang telah dilakukan dalam membandingkan faktor-faktor yang ada, c. Memudahkan pengukuran dalam elemen, d. Memungkinkan perencanaan ke depan. 2.1.2 Aksioma-aksioma Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari: 1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan.Misalnya, jika A
adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A. 2. Homogenity,
yaitu
mengandung
arti
kesamaan
dalam
melakukan
perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat. 3.
Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan ( complete hierarchy ) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna ( incomplete hierarchy ).
4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif. Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut: 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. 2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.
4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom. 5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data ( preferensi ) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual. 6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki. 7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan. 8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0, 100; maka penilaian harus diulang kembali.. 2.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Analytic Hierarchy Process Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: 1. Decomposition Pengertian decomposition adalah memecahkan atau membagi problema yang utuh menjadi unsur–unsurnya ke bentuk hirarki proses pengambilan keputusan, dimana setiap unsur atau elemen saling berhubungan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, pemecahan dilakukan terhadap unsur–unsur sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan yang hendak dipecahkan. Struktur hirarki keputusan tersebut dapat dikategorikan sebagai complete dan incomplete.
Suatu hirarki keputusan disebut complete jika semua elemen pada suatu tingkat memiliki hubungan terhadap semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya, sementara hirarki keputusan incomplete kebalikan dari hirarki yang complete yakni tidak semua unsur pada masing-masing jenjang mempunyai hubungan lihat gambar 2.1 dan 2.2. Pada umumnya problem nyata mempunyai karakteristik struktur yang incomplete. Bentuk struktur decomposition yakni : Tingkat pertama
: Tujuan keputusan ( Goal )
Tingkata kedua
: Kriteria – kriteria
Tingkat ketiga
: Alternatif – alternatif
Tujuan
Kriteria 2
Krieria 1
Alternatif 1
Kriteria 3
Alternatif 2
Kriteria N
Alternatif M
Gambar 2.1 Struktur Hirarki yang complet ( Sumber : Saaty, 1994 )
Tujuan
Kriteria 1
Alternatif 1
Alternatif 2
Sub-alternatif 1
Kriteria 2
Alternatif 3
Sub-alternatif 2
Kriteria N
Alternatif 4
Alternatif M
Sub-alternatif P
Gambar 2.2 Struktur Hirarki yang Incomplete ( Sumber : Saaty, 1994 ) Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan
memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem.
Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. 2. Comparative Judgement Comparative Judgement dilakukan dengan penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap urutan prioritas dari elemen–elemennya. Hasil dari penilaian ini lebih mudah disajikan dalam bentuk matrix pairwise comparisons yaitu matriks perbandingan berpasangan memuat tingkat preferensi beberapa alternatif untuk tiap kriteria. Skala preferensi yang digunakan yaitu skala 1 yang menunjukkan tingkat yang paling
rendah (equal importance) sampai dengan skala 9 yang menunjukkan tingkatan yang paling tinggi (extreme importance). 3. Synthesis of Priority Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting. 4. Logical Consistency Logical Consistency merupakan karakteristik penting AHP. Hal ini dicapai dengan mengagresikan seluruh eigen vektor yang diperoleh dari berbagai tingkatan hirarki dan selanjutnya diperoleh suatu vektor composite tertimbang yang menghasilkan urutan pengambilan keputusan. 2.1.4 Penyusunan Prioritas Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub hirarki. Perbandingan tersebut ditransformasikan dalam bentuk matriks. Contoh, terdapat n objek yang dinotasikan dengan ( A1, A2, …, An ) yang akan dinilai berdasarkan pada nilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks Pair-wise Comparison.
An
A1
a11
a12
...
a1n
A2
a21
a22
...
a2n
...
am1
am2
An
...
...
...
...
A2
...
A1
...
Tabel 2.1 Matriks Perbandingan Berpasangan
Amn
( Sumber : Saaty, 1994 )
Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 ( baris ) terhadap A1 ( kolom ) yang menyatakan hubungan : 1. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 ( baris ) terhadap kriteria C dibandingkan dengan A1 ( kolom ) atau 2. Seberapa jauh dominasi Ai ( baris ) terhadap Ai ( kolom ) atau 3. Seberapa banyak sifat kriteria C terdapat pada A1 ( baris ) dibandingkan dengan A1 ( kolom ). Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan 1 sampai 9 yang telah ditetapkan oleh Saaty, seperti pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Skala Saaty Tingkat
Defenisi
Kepentingan
Keterangan Kedua aktifitas menyumbangkan
1
Sama pentingnya
sama pada tujuan Pengalaman dan keputusan
Agak lebih penting yang satu
3
menunjukkan kesukaan atas satu
atas lainnya aktifitas lebih dari yang lain. Pengalaman dan keputusan
5
cukup penting
menunjukkan kesukaan atas satu aktifitas lebih dari yang lain Pengalaman dan keputusan
sangat penting
7
menunjukkan kesukaan yang kuat atas satu aktifitas lebih dari yang lain Bukti menyukai satu aktifitas atas
kepentingan yang ekstrim
9 2,4,6,8
Nilai tengah diantara dua nilai keputusan yang berdekatan Jika aktifitas i mempunyai nilai yang lebih tinggi dari aktifitas j
Berbalikan
maka j mempunyai nilai berbalikan ketika dibandingkan dengan i
Rasio (Sumber : Saaty, 1994 )
Rasio yang didapatkan langsung dari pengukuran
yang lain sangat kuat Bila kompromi dibutuhkan
Model AHP didasarkan pada pair-wise comparison matrix, dimana elemenelemen pada matriks tersebut merupakan judgement dari decision maker. Seorang decision maker akan memberikan penilaian, mempersepsikan, ataupun memperkirakan kemungkinan dari suatu hal/peristiwa yang dihadapi. Matriks tersebut terdapat pada setiap level of hierarchy dari suatu struktur model AHP yang membagi habis suatu persoalan. 2.1.5 Eigen value dan Eigen vector Apabila decision maker sudah memasukkan persepsinya atau penilaian untuk setiap perbandingan antara kriteria – kriteria yang berada dalam satu level ( tingkatan ) atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau paling penting, disusun sebuah matriks perbandingan di setiap level ( tingkatan ). Untuk melengkapi pembahasan tentang eigen value dan eigen vector maka akan diberikan definisi – definisi mengenai matriks dan vektor. ( Saaty,1994 ) 1.
Matriks Matriks adalah sekumpulan himpunan objek (bilangan riil atau kompleks, variabel–variabel) yang disusun secara persegi panjang (yang terdiri dari baris dan kolom) yang biasanya dibatasi dengan kurung siku atau biasa. Jika sebuah matriks memiliki m baris dan n kolom maka matriks tersebut berukuran (ordo) m x n. Matriks dikatakan bujur sangkar (square matrix) jika m = n. Dan skala– skalarnya berada di baris ke-i dan kolom ke-j yang disebut (ij) matriks entri.
𝑎11 𝑎21 A=� ⋮ 𝑎𝑚1
𝑎12 𝑎22 ⋮ 𝑎𝑚2
… … ⋱ …
𝑎1𝑛 𝑎2𝑛 �……………………….. …………… 1 ⋮ 𝑎𝑚𝑛
2. Vektor dari n dimensi Suatu vektor dengan n dimensi merupakan suatu susunan elemen – elemen yang teratur berupa angka–angka sebanyak n buah, yang disusun baik menurut baris, dari kiri ke kanan ( disebut vektor baris atau Row Vector dengan ordo 1 x n ) maupun menurut kolom, dari atas ke bawah ( disebut vektor kolom atau Colomn Vector dengan ordo n x 1). Himpunan semua vektor dengan n komponen dengan entri riil dinotasikan dengan 𝑅𝑛
Untuk vektor u dirumuskan sebagai berikut: U Ԑ 𝑅𝑛
𝑢 �⃗ Ԑ 𝑅𝑛
𝑢 �⃗ =
𝑎1 𝑎2 � � Ԑ 𝑅𝑛 …………………………………… ⋮ 𝑎𝑛
2
3. Eigen value dan Eigen vector
Defenisi: jika A adalah matriks n x n maka vektor tak nol x di dalam 𝑅𝑛 dinamakan eigen vector dari A jika Ax kelipatan skalar x, yakni:
𝐴𝑥= 𝜆𝑥 ……………………………………………….
3
Skalar 𝜆 dinamakan eigen value dari A dan x dikatakan eigen vector yang bersesuaian dengan 𝜆. Untuk mencapai eigen value dari matriks A yang berukuran n x n, maka dapat ditulis pada persamaan berikut: 𝐴𝑥= 𝜆𝑥
Atau secara ekivalen (𝜆𝐼 − 𝐴)𝑥 = 0………………………………………….
4
Agar 𝜆 menjadi eigen value, maka harus ada pemecahan tak nol dari persamaan ini.
Akan tetapi, persamaan di atas akan mempunyai pemecahan nol jika dan hanya jika:
det(𝜆𝐼 − 𝐴)𝑥 = 0……………………………………..
5
Ini dinamakan persamaan karakteristik A, skalar yang memenuhi persamaan ini adalah eigen value dari A. Bila diketahui bahwa nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij, maka secara teoritis matriks tersebut berciri positif berkebalikan, yakni aij = 1/aij. Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor 𝜔 =
� 𝜔1, 𝜔2, 𝜔3, … , 𝜔𝑛 �Nilai 𝜔𝑛 menyatakan bobot kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut.
Jika aij mewakili derajat kepentingan i terhadap faktor j dan ajk menyatakan kepentingan dari faktor j terhadap k, maka agar keputusan menjadi konsisten, kepentingan i terhadap faktor k harus sama dengan a ij . a jk atau jika a ij . a jk = a ik untuk semua i, j, k maka matriks tersebut konsisten. Untuk suatu matriks konsisten dengan vektor w , maka elemen aij dapat ditulis menjadi: a ij =
𝜔𝑖
𝜔𝑗
; ∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3,…………………………………….
6
Jadi matriks konsisten adalah:
a ij . a jk =
𝜔𝑖 𝜔𝑗
.
𝜔𝑗 𝜔𝑘
=
𝜔𝑖
𝜔𝑘
= 𝛼 ik……….
Seperti yang diuraikan di atas, maka untuk pair-wise comparison matrix diuraikan seperti berikut ini: 𝛼ij =
𝜔𝑖
𝜔𝑗
=
1
𝜔𝑖/𝜔𝑗
=
1
𝑎𝑖𝑗
……………………………….
7
Dari persamaan tersebut di atas dapat dilihat bahwa: 𝛼ij .
𝜔𝑖
𝜔𝑗
= 1 ; ∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛 …………………...
8
Dengan demikian untuk pair-wise comparison matrix yang konsisten menjadi ∑𝑛𝑗=1 𝛼𝑖𝑗. 𝜔𝑖𝑗.
1
𝜔𝑖𝑗
=𝑛;
∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛
∑𝑛𝑗=1 𝛼𝑖𝑗. 𝜔𝑖𝑗. = 𝑛𝜔𝑖𝑗 ;
∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛
… … … ….
9
… … … … … ..
10
𝐴 . 𝜔 = 𝑛 . 𝜔 ………………………………………….
11
Persamaan di atas ekivalen dengan bentuk persamaan matriks di bawah ini:
Dalam teori matriks, formulasi ini diekspresikan bahwa 𝜔 adalah eigen vector dari
matriks A dengan eigen value n. Perlu diketahui bahwa n merupakan dimensi matriks itu sendiri. Dalam bentuk persamaan matriks dapat ditulis sebagai berikut: 𝜔1
⎡ 𝜔1 ⎢ 𝜔2 ⎢ 𝜔1 ⎢⋮ ⎢ 𝜔𝑛 ⎣ 𝜔1
𝜔1
…
𝜔2
𝜔2
…
𝜔𝑖
⎤ ⎥ 𝜔𝑗 ⎥ ⋮ ⎥ 𝜔𝑛 ⎥ 𝜔𝑛 ⎦
𝜔𝑗
𝜔𝑖
𝜔1 𝜔1 𝜔1 𝜔1 � ⋮ � = 𝑛� ⋮ � 𝜔𝑛 𝜔𝑛
…………….
12
………………………………………………….
13
𝜔2
⋮
⋱ …
𝜔𝑛 𝜔2
Pada prakteknya, tidak dapat dijamin bahwa : a ij =
𝑎𝑗 𝑎𝑗
Salah satu faktor penyebabnya yaitu karena unsur manusia ( decision maker ) tidak selalu dapat konsisten mutlak ( absolute consistent ) dalam mengekspresikan preferensinya terhadap elemen-elemen yang dibandingkan. Dengan kata lain, bahwa judgement yang diberikan untuk setiap elemen persoalan pada suatu level hierarchy dapat saja inconsistent. Jika: a) Jika 𝜆1, 𝜆2,…,n adalah bilangan-bilangan yang memenuhi persamaan: A.X= .X
………………………………………….
14
Dengan eigen value dari matriks A dan jika aij = 1 ; ∀𝑖, 𝑗 = 1,2, … , 𝑛 ; maka
dapat ditulis:
∑ 𝜆𝑖 = n …………………………………………………
15
Misalkan jika suatu pair-wise comparison matrix bersifat ataupun memenuhi kadiah konsistensi seperti pada persamaan ( 12 ), maka perkalian elemen matriks sama dengan 1. A=�
𝐴11 𝐴21
𝐴12 � 𝐴22
Eigen value dari matriks A,
𝐴21 =
1
𝐴12
……………………….. 16
AX – 𝜆X = 0
(A – 𝜆I)X = 0 ……………………………………………... 17
|𝐴 − 𝜆𝐼| = 0
Jika diuraiakan lebih jauh untuk persamaan ( 17 ), hasilnya adalah: 𝐴 −𝜆 � 11 𝐴21
𝐴12 � = 0 …………………………………. 18 𝐴22 − 𝜆
Dari persamaan ( 18 ) jika diuraikan untuk mencari harga eigen value maximum (𝜆-max) yaitu: (1 – 𝜆)² = 0
1 – 2𝜆 + 𝜆² = 0 ………………………………………………………. 19 𝜆² – 2𝜆 + 1 = 0
(𝜆 – 1) (𝜆 – 1) = 0 𝜆1,2 = 1
𝜆1 = 1
;
𝜆2= 1
nilai 𝜆-max sama dengan harga dimensi matriksnya.
Jadi untuk n > 2, maka semua harga eigen value-nya sama dengan nol dan hanya ada Dengan demikian matriks pada persamaan ( 16 ) merupakan matriks yang konsisten, dimana satu eigen value yang sama dengan n (konstanta dalam kondisi matriks konsisten). b) Bila ada perubahan kecil dari elemen matriks aij maka eigen value-nya akan berubah menjadi semakin kecil pula. Dengan menggabungkan kedua sifat matriks (aljabar linier), jika: i) Elemen diagonal matriks A (𝛼𝑖𝑗 − 1)
; ∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛
ii) Dan jika matriks A yang konsisten, maka variasi kecil dari 𝛼𝑖𝑗 ∀𝑖, 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛 akan membuat harga eigen value yang lain mendekati nol.
2.1.6 Uji Konsistensi Indeks dan Rasio
Salah satu utama model AHP yang membedakannya dengan model pengambilan keputusan yang lainnya adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Pengumpulan pendapat antara satu faktor dengan yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan jawaban yang diberikan responden. Namun, terlalu banyak ketidakkonsistenan juga tidak diinginkan. Pengulangan wawancara pada sejumlah responden yang sama kadang diperlukan apabila derajat tidak konsistensinya besar. (Saaty, 1994) telah membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo n dapat diperoleh dengan rumus: CI =
(𝜆 max − 𝑛) (𝑛−1)
……………………………………….
20
Keterangan : CI
= Rasio penyimpangan ( deviasi ) konsistensi (consistency index)
𝜆max = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n n
= Orde matriks
Apabila CI bernilai nol, maka pair wise comparison matrix tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan ( inconsistency ) yang telah ditetapkan oleh Thomas L. Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi ( CR ), yaitu perbandingan indeks konsistensi dengan nilai random indeks ( RI ) yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory kemudian dikembangkan oleh Wharton School dan diperlihatkan seperti tabel 2.3. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dapat dirumuskan sebagai berikut : CR = Keterangan
𝐶𝐼
𝑅𝐼
…………………………………………
21
CR = rasio konsistensi RI = indeks random Tabel 2.3 Nilai Random Indeks (RI) N RI
N RI
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0,000 0,000 0,80 0,900 1,120 1,240 1,320 1,140 1,450
10
11
12
13
14
15
1,490 1,510 1,480 1,560 1,570 1,590
( Sumber : Saaty, 1994 )
Bila matriks pair–wise comparison dengan nilai CR lebih kecil dari 0,100 maka ketidakkonsistenan pendapat dari decision maker masih dapat diterima jika tidak akan penilaian perlu diulang.
2.2 Moda Transportasi 2.2.1. Pengertian Moda Transportasi Jalan merupakan prasarana transportasi yang penting buat pendukung kehidupan ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan keamanan. Evaluasi sistem jaringan jalan dilakukan guna menyelaraskan pertumbuhan penduduk dengan prasarana yang ada sehingga tidak menimbulkan konflik lalulintas dan bisa membentuk jaringan jalan yang berstandar. Transportasi atau pengangkutan dapat didefenisikan sebagai suatu proses pergerakan atau perpindahan orang/barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan suatu teknik atau cara tertentu untuk maksud dan tujuan tertent ( Miro, 2005 ). Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau kinerja dari sistem operasi transportasi ada beberapa parameter/ indikator yang bisa dilihat, yaitu yang pertama menyangkut ukuran kuantitatif yang dinyatakan dengan tingkat pelayanan, dan yang kedua yang lebih bersifat kualitatif dan dinyatakan dengan mutu pelayanan. a. Faktor Tingkat Pelayanan 1. Kapasitas Kapasitas dinyatakan sebagai jumlah penumpang atau barang yang bisa dipindahkan dalam satuan waktu tertentu, misalnya orang/ jam atau ton/jam. Dalam hal ini kapasitas ini merupakan fungsi dari kapasitas atau ukuran
tempat atau sarana transportasi dan kecepatan, serta mempengaruhi besarnya tenaga gerak yang dibutuhkan. 2. Aksesibilitas Aksesibilitas menyatakan tentang kemudahan orang dalam menggunakan suatu sarana transportasi tertentu dan bisa berupa fungsi dari jarak maupun waktu. Suatu sistem sebaliknya bisa diakses dengan mudah dari berbagai tempatdan pada setiap saat untuk mendorong menggunakannya dengan mudah. b. Faktor Kualitas Pelayanan 1. Keselamatan Keselamatan ini erat hubungannya dengan masalah kemungkinan kecelakaan dan terutama berkaitan erat dengan sistem pengendalian yang digunakan. Suatu sistem transportasi yang mempunyai suatu sistem pengendalian yang ketat biasanya mempunyai tingkat keselamatan dan keamanan yang tinggi, contohnya adalah kereta api atau pesawat udara. 2. Keandalan Keandalan ini berhubungan dengan faktor-faktor seperti ketetapan jadwal dan jaminan sampai di tempat tujuan. Suatu sistem transportasi yang andal berarti bahwa penumpang yang diangkutnya bisa sampai pada waktu yang tepat dan tidak mengalami gangguan. 3. Fleksibilitas Fleksibilitas adalah kemudahan yang ada dalam mengubah segala sesuatu sebagai akibat adanya kejadian yang berubah tidak sesuai dengan skenario yang direncanakan. Contohnya adalah, apabila pola perjalanan yang berubah
akibat perkembangan telekomunikasi, maka sistem transportasi yang bersangkutan juga bisa dengan mudah disesuaikan. 4. Kenyamanan Kenyamanan transportasi , terutama berlaku untuk angkutan penumpang, erat kaitannya dengan masalah tata letak tempat duduk, sistem pengaturan udara di dalam kendaraan, ketersediaan fasilitas khusus seperti toilet, tempat makan, waktu operasi dan lain-lain. 5. Kecepatan Kecepatan merupakan faktor yang sangat penting dan erat kaitannya dengan masalah
efisien
sistem
transportasi.
Pada
prinsipnya
orang
selalu
menginginkan kecepatan yang tinggi dalam bertransportasi, namun demikian, keinginan itu kadang-kadang dibatasi oleh berbagai hal, misalnya kemampuan mesin atau tenaga penggerak yang terbatas, masalah keselamatan dan kemampuan manusia dalam mengendalikan pergerakan yang juga terbatas dan lain-lain. 6. Dampak Dampak transportasi sangat beragam jenisnya, mulai dari dampak lingkungan (polusi, kebisingan, getaran dan lain-lain) sampai dengan dampak sosial politik yang ditimbulkan/ diharapkan oleh adanya suatu operasi lalu lintas serta besarnya konsumsi energy yang dibutuhkan. Menurut ( Morlok, 1988 ), mengungkapkan transportasi bukanlah tujuan akhir, tapi merupakan suatu alat untuk mencapai maksud lain dan sebagai akibat adanya pemenuhan kebutuhan ( devided demand ) karena keberadaan kegiatan manusia dan timbul dari permintaan atas komoditas jalan. Untuk mencapai kondisi
yang ideal sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang menjadi komponen transportasi, yaitu kondisi prasarana jalan serta sistem jaringan dan kondisi sarana (kendaraan). Dan yang tidak kalah pentingnya ialah sikap mental pemakai fasilitas transportasi tersebut. Menurut ( Tamin, 2008 ) Transportasi diselenggarakan dengan tujuan: 1. Mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur. 2. Memadukan transportasi lainnya dalam suatu kesatuan sistem transportasi nasional. 3. Menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan untuk menunjang pemerataan perturnbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong, penggetak dan penunjang pembangunan nasional. 2.2.2 Tahapan Pemilihan Moda ( Moda Choice ) Menurut ( Tamin, 2008 ) ada empat konsep pemilihan moda transportasi, yaitu : 1. Bangkitan pergerakan ( Trip Generation ) Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas. Bangkitan lalu lintas ini mencakup lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi dan lalulintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi. 2. Sebaran Pergerakan ( Trip Distribution ) Sebaran pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperlihatkan jumlah ( banyaknya ) perjalanan/yang bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke
banyak zona tujuan atau sebaliknya jumlah ( banyaknya ) pejalanan/yang dating mengumpul ke suatu zona tujuan yang tadinya berasal dari sejumlah zona asal. 3. Pemilihan Moda ( Moda Choice ) Pemilihan moda yaitu pemodelan atau tahapan proses perencanaan angkutan yang berfungsi untuk memnentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah ( dalam arti proposi ) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. 4. Pemilihan Rute ( Route Choice ) Pemilihan rute yaitu pemodelan yang memperlihatkan dan memprediksi pelaku perjalanan yang memilih berbagai rute dan lalu lintas yang menghubungkan jaringan transportasi tersebut. 2.2.3 Pemilihan Moda Transportasi Pemilihan moda merupakan suatu tahapan proses perencanaan angkutan yang bertugas dalam menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah ( dalam arti proporsi ) orang dan barang yang akan menggunakan atau memilih berbagai model transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan tertentu, demi beberapa maksud perjalanan tertentu pula. Sebagai contoh, misalkanlah seorang pelaku perjalanan “A” yang akan melakukan perjalanan dari asal Medan menuju Balige dengan maksud perjalanan bisnis/dinas, dan ia dihadapkan kepada masalah memilih alat angkut apa yang akan dipakainya yang tersedia melayani jalur titik Medan menuju Balige tersebut. Apakah dengan bus umum atau mobil pribadi/dinas, atau dengan jenis kenderaan lainnya barangkali. Hal ini tergantung dengan perilaku si “A” yang dipengaruhi oleh sekumpulan faktor atau variabel ( Miro, 2005 ).
Menurut Edward K Morlok, Pemilihan moda itu adalah apabila jumlah dari total masing-masing tempat asal ke setiap tujuan telah diperkirakan untuk setiap maksud perjalanan, langkah selanjutnya memperkirakan jumlah penumpang yang akan menggunakan setiap moda transportasi yang tersedia. Faktor – faktor yang penting mempengaruhi pemilihan moda transportasi antara lain waktu keseluruhan perjalanan dari tempat asal ke tujuan,biaya total dari tempat asal ke tujuan, kenyamanan, dan keselamatan penumpang. Tahapan ini digunakan untuk menghitung distribusi perjalanan beserta moda yang akan digunakan. Ini dapat dilakukan apabila tersedia berbagai macam kendaraan/moda yang menuju tempat tujuan, seperti kenderaan pribadi ( misalnya mobil, sepeda motor, sepeda ), serta angkutan umum ( becak, bus, kereta api ). Model pemilihan moda mungkin merupakan model terpenting dalam perencanaan transportasi. Hal ini disebabkan karena peran kunci dari angkutan umum dalam berbagai kebijakan transportasi. Tidak seorangpun dapat menyangkal bahwa moda angkutan umum menggunakan ruang jalan jauh lebih efisien dari pada moda angkutan pribadi. Selain itu, kereta api bawah tanah dan beberapa moda transportasi kereta api lainnya tidak memerlukan ruang jalan raya untuk bergerak sehingga tidak ikut memacetkan lalu lintas jalan ( Tamin, 2008 ). Seterusnya, jika ada pengendara yang berhenti ke moda angkutan transportasi angkutan umum, maka angkutan umum mendapatkan keuntungan dari perbaikan tingkat pelayanan akibat pergantian moda tersebut. Sangatlah tidak mungkin menampung semua kendaraan pribadi di suatu kota karena kebutuhan ruang jalan yang sangat luas, termasuk tempat parkir. Oleh kerena itu, masalah pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahap terpenting dalam berbagai perencanaan dan kebijakan transportasi. Hal ini menyangkut pergerakan di
daerah perkotaan, ruang yang harus disediakan kota untuk dijadikan prasarana transportasi, dan banyaknya pemilihan moda transportasi yang dapat dipilih penduduk. Masalah yang sama juga terjadi untuk pergerakan antar kota karena moda transportasi kereta api lebih efisien dalam memindahkan manusia dan barang dibandingkan dengan moda transportasi jalan raya. Akan tetapi, moda transportasi jalan raya mempunyai beberapa kelebihan, yaitu mobilitasnya tinggi dan dapat bergerak kapan saja. Oleh karena itu, model tersebut sangat diperlukan untuk memodel pergerakan yang peka terhadap atribut pergerakan yang mempengaruhi pemilihan moda. Di Indonesia terdapat beberapa jenis moda kenderaan bermotor ( termasuk ojek ) ditambah becak dan berjalan kaki. Pejalan kaki termasuk penting di Indonesia. ( Miro, 2005 ) Khusus untuk Indonesia pendekatan yang lebih cocok adalah seperti gambar 2.3
TOTAL PERJALANAN POTENSIAL
Tidak Melakukan Perjalanan
Melakukan Perjalanan
Berjalan Kaki
Berkendaraan
Angkutan Umum
Bermotor
Jalan Raya
Bus
Mikrolet
Angkutan Pribadi
Tidak Bermotor (Becak/ Ojek Sepeda)
Jalan Rel ( K. Api )
Bermotor
Sepeda Motor ( Roda 2 )
Tidak Bermotor (Sepeda)
Mobil ( Roda 4 )
Taksi
Gambar 2.3 Proses pilihan lebih dari 2 moda yang dipilih Sumber : Perencanaan,Pemodelan dan Rekayasa Transportasi ( Tamin, 2008 ) Pemilihan moda transportasi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Pengguna Jasa Transportasi/Pelaku Perjalanan ( Trip maker ) a.
Golongan paksawan ( captive ), merupakan jumlah terbesar di negara berkembang, yaitu golongan masyarakat yang terpaksa menggunakan angkutan umum karena ketiadaan mobil pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke bawah ( miskin atau ekonomi lemah ).
b.
Golongan pilihwan ( choice ), merupakan jumlah terbanyak di negaranegara maju, yaitu golongan masyarakat yang mempunyai kemudahan ( akses ) ke kenderaan pribadi dan dapat memilih untuk menggunakan angkutan umum atau angkutan pribadi. Mereka secara ekonomi adalah golongan masyarakat lapisan menengah ke atas ( kaya atau ekonomi kuat ).
2. Bentuk Alat ( Moda ) Transportasi / Jenis Pelayanan Transportasi Secara umum, ada 2 kelompok besar moda transportasi, yaitu: a. Kendaraan pribadi ( private transportation ), moda transportasi yang dikhususkan untuk pribadi seseorang dan seseorang itu bebas menggunakannya kemana aja, kapan saja, dan dimana saja yang diinginkan atau tidak menggunakannya sama sekali ( mobilnya disimpan di garasi ). b. Kendaraaan umum ( public transportation ), moda transportasi yang diperuntukkan buat bersama ( orang banyak ), kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama, mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan dan para pelaku perjalanan harus wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih. 2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Dalam proses perancaan perangkutan, berbagai prosedur telah dikembangkan untuk menurunkan atau menyebarkan pilihan moda yang didasarkan pada anggapan bahwa proporsi permintaan perjalanan yang dilayani oleh kendaraan umum dan
kendaraan pribadi akan bergantung pada penampilan setiap moda dalam persaingan dengan moda lainnya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam hal pemilihan suatu moda transportasi dapat dibedakan atas tiga kategori sebagai berikut ( Tamin, 2008 ): 1) Ciri pengguna jalan •
Ketersedian atau pemilikan kendaraan pribadi, semakin tinggi pemilikan kendaraan pribadi akan semakin kecil pula ketergantungan pada angkutan umum
•
Pemilikan Surat Izin Mengemudi ( SIM )
•
Struktur rumah tangga ( pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun, bujangan, dan lain – lain )
•
Pendapatan, semakin tinggi pendapatan akan semakin besar peluang menggunakan kendaraan pribadi
•
Faktor lain misalnya keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja dan keperluan mengantar anak sekolah
2) Ciri pergerakan •
Tujuan pergerakan, contohnya pergerakan ke tempat kerja di Negara maju biasanya lebih muda memakai angkutan umum karena ketepatan waktu dan tingkat pelayanannya sangat baik dan ongkosnya relatif lebih murah dibandingkan dengan angkutan pribadi. Akan tetapi, hal sebaliknya terjadi di negara yang sedang berkembang, orang masih tetap menggunakan mobil pribadi ke tempat kerja, meskipun lebih mahal, karena ketepatan waktu, dan lain-lainnya tidak dapat dipenuhi oleh angkutan umum.
•
Waktu terjadi pergerakan, kalau kita ingin bergerak pada tengah malam, kita pasti membutuhkan kendaraan pribadi karena pada saat itu angkutan umum tidak atau jarang beroperasi.
•
Jarak perjalanan, semakin jauh perjalanan, kita semakin cenderung memilih angkutan umum dibandingkan dengan angkutan pribadi. Contohnya, untuk bepergian dari Jakarta ke Surabaya, Meskipun mempunyai mobil pribadi, kita cenderung menggunakan angkutan umum ( pesawat, kereta api, atau bus ) karena jaraknya yang sangat jauh.
3) Ciri fasilitas moda transportasi •
Waktu perjalanan, waktu menunggu di tempat pemberhentian bus, waktu berjalan kaki ke tempat pemberhentian bus, waktu selama bergerak, dan lain – lain.
•
Biaya transportasi ( tarif, biaya bahan bakar, dan lain – lain )
•
Ketersediaan ruang dan tarif parkir.
4) Ciri kota atau zona Beberapa ciri yang dapat mempengaruhi pemilihan moda adalah jarak dari pusat kota dan kepadatan penduduk.
2.3 Angkutan Umum Penumpang Angkutan umum penumpang adalah angkutan penumpang yang dilakukan dengan sistem sewa atau bayar. Pengertian angkutan umum penumpang adalah angkutan kota ( bus dan minibus ), kereta api, angkutan air, dan angkutan udara. Tujuan utama keberadaan angkutan umum penumpang adalah menyelenggarakan
pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat. Ukuran pelayanan yang baik adalah pelayanan yang aman, cepat , murah, dan nyaman. Ditinjau dengan kacamata perlalu-lintasan, keberadaan angkutan umum penumpang mengandung arti pengurangan volume lalu-lintas kendaraan pribadi. Hal ini dimungkinkan karena angkutan umum penumpang bersifat angkutan massal sehingga biaya angkut dapat dibebankan kepada lebih banyak orang atau penumpang- banyaknya penumpang menyebabkan biaya per penumpang dapat ditekan serendah mungkin. Pengadaan pelayananan angkutan umum memang secara langsung mengurangi banyaknya kendaraan pribadi. Angkutan umum tidak dapat dipisahkan dari perencanaan dan pertumbuhan wilayah dimana angkutan umum sangat besar peranannya dalam mendukung aktifitas masyarakat.angkutan umum menjadi pilihan utama untuk kebutuhan bergerak bagi sebagian besar masyarakat khususnya masyarakat golongan menengah ke bawah. Dalam konteks transportasi perkotaan, angkutan umum merupakan komponen vital yang mempengaruhi sistem transportasi. Sistem angkutan umum yang terencana, dan terkoordinasi dengan baik akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi transportasi perkotaan. Pelayanan angkutan umum penumpang akan berjalan dengan baik apabila tercipta keseimbangan antara sediaan dan permintaan. Untuk mewujudkan fungsi produk transportasi, maka sasaran yang harus dicapai dalam perusahaan pengangkutan umum adalah: 1. Menjamin penyelenggaraan angkutan yang aman dan menjamin keselamatan ( safety ). 2. Menjamin pengoperasian angkutan yang tertib dan teratur ( regularity ).
3. Mencapai efisien pengoperasian angkutan ( economy ). 2.3.1 Kondisi Angkutan Umum Dari hasil penelitian data, diperoleh data untuk masing-masing angkutan umum adalah sebagai berikut. a. Kondisi angkutan umum ( DAMRI ) Bus ini memiliki rute Kuala Namu – Medan. Ada dua rute dari Bus Damri yang bisa dipilih yaitu rute •
Trayek Amplas dengan tarif Rp. 10.000,- dengan rute Bandara Kuala Namu – Sp. Kayu Besar – Masuk Tol Tg. Morawa – Keluar Tol Amplas – Jl. S.M. Raja – Terminal Amplas. Jumlah bus yang beroperasi dengan trayek ini ada 8 dengan jumlah bangku penumpang 24 kursi.
•
Trayek Carrefour dengan tarif Rp. 15.000,- dengan rute Trayek Amplas dengan tarif Rp. 10.000,- dengan rute Bandara Kuala Namu – Sp. Kayu Besar – Masuk Tol Tg. Morawa – Keluar Tol Amplas – Jl. S.M. Raja – Jl. Juanda – Jl. Sudirman – Jl. S.Parman – Jl. Iskandar Muda – Jl. Gatot Subroto (Carrefour). Jumah bus yang beroperasi dengan trayek ini ada 17. Untuk jumlah bangku penumpang 31 kursi ada 11 bus dan 27 kursi ada 6 bus.
Jadwal keberangkatan bus Damri di mulai pukul 06.00 dari bandara Kuala Namu dengan headwaynya setiap 30 menit. Penumpang tidak dipaksakan berdesak desakan. Ketidaknyamanan penumpang biasanya diperoleh karena bus dapat menaikkan dan menurunkan penumpang ditengah perjalanan
sehingga perjalanan sering terhenti, sehingga dapat mengakibatkan waktu perjalanan yang dapat berubah. b. Kondisi angkutan umum ( PT. ALS ) Bus ALS ini memiliki rute Bandara Kuala Namu – Binjai, tetapi dalam perjalanannya menuju Binjai, Bus ini melewati Ringroad dengan tarif Rp. 30.000,c. Kondisi angkutan umum ( PT. ALS ) Bus ALS ini memiliki rute Bandara Kuala Namu- Amplas- AH. NasutionRingroad - Gagak dengan tariff Rp.12.500,d. Kondisi angkutan umum ( Almasar ) Bus Almasar ini memiliki rute Bandara Kuala Namu – Cemara lewat jalan tol H. Anif. Tarif dari bus ini adalah Rp. 15.000,-. e. Kondisi angkutan umum ( Taksi ) Taksi yang beroperasi dari Bandara Kuala Namu menuju Medan antara lain Blue Bird, Express, Karsa, Nice, Puskopau, Kokapura. Biasanya tarif dari taksi tergantung dari jarak tempuh ( Argo ). f. Kondisi angkutan umum Kereta Api Tarif rute Kereta Api dari Kuala Namu menuju Medan adalah Rp.80.000,-. Sewaktu-waktu Kereta Api memberikan promo tarif.
Tabel 2.4 Jadual Kereta Api Kuala Namu - Medan No. KA U1 U3 U5 U7 U9 U11 U13 U15 U17 U19 U21 U23 U25 U27 U29 U31 U33 U35 U37 U39
Berangkat KNO 5:25 7:57 8:13 8:57 9:52 10:08 10:54 11:50 12:35 12:56 14:16 14:56 15:48 16:23 17:18 17:53 18:32 19:38 20:40 21:30
Tiba Medan
Waktu ( Menit )
5:55 8:41 8:55 9:41 10:29 10:55 11:35 12:37 13:05 13:34 14:53 15:33 16:34 17:01 18:04 18:33 19:16 20:24 21:10 22:00
0:30 0:44 0:42 0:44 0:37 0:47 0:41 0:47 0:30 0:38 0:37 0:37 0:46 0:38 0:46 0:40 0:44 0:46 0:30 0:30
Sumber: Airpot Railink Service
2.4 Angkutan Pribadi Transportasi dengan menggunakan kendaraan pribadi biasanya lebih mahal dari transportasi menggunakan angkutan umum karena alasan efisiensi angkutan umum yang lebih baik. Biaya perjalanan dengan kendaraan pribadi akan menurun bila jumlah rombongan dalam kendaraan pribadi tersebut akan bertambah. ( Nasution, 2008 ) Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan kendaraan umum dan kendaraan pribadi adalah:
• Perbandingan total travel time • Perbandingan total travel cost • Perbandingan pelayanan • Status ekonomi atau tingkat pendapatan • Maksud perjalanan