Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005
MODEL ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS UNTUK MENENTUKAN TINGKAT PRIORITAS ALOKASI PRODUK
Fatimah Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Malikulsaleh Abstrak: PT. Ima Mountaz Sejahtera merupakan salah satu pabrik air minum kemasan yang berada di Aceh Utara, yang bertujuan menghasilkan air minum kemasan yaitu, kemasan Cup 250 ml, 600 ml, 1500 ml dan galon kemudian mengalokasikannya kebeberapa daerah yang ada di Nanggro Aceh Darussalam yaitu, Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa dan, Samalanga. Pendistribusian dilakukan dengan mempertimbangkan empat kriteria yaitu: Penjualan, Keuntungan, Pangsa pasar dan Pertumbuhan.Untuk mendapatkan hasil yang optimal dengan mempertimbangkan empat kriteria tersebut maka dalam penelitian ini diusulkan menggunakan model analytical hierarchy process sebagai alat pengambil keputusan untuk pengalokasian produk. Kata kunci: Analytical Hierarchy Process, Tingkat prioritas dan Alokasi produk 1.
PENDAHULUAN
PT. Ima MouI.ntaz Sejahtera merupakan salah satu pabrik air minum kemasan yang berada di Aceh Utara Nanggro Aceh Darussalam. PT. Ini memproduksi produk dalam empat kemasan yaitu: kemasan Cup 250ml, 600ml, 1500ml dan dalam bentuk galon. Dalam menyonsong perdagangan bebas perusahaan ini dituntut untuk mampu mengikuti perkembangan yang ada, agar mampu bersaing dengan perusahaan yang memproduksi barang sejenis. Pemasaran bagi produsen dapat menyampaikan produk yang dihasilkan secara tepat dan cepat ketangan konsumen. Dalam pengalokasian atau pendistribusian produk, PT. Ima Mountaz Sejahtera menggunakan saluran distribusi tidak langsung (Distributor) di beberapa daerah pemasaran. Untuk memenuhi kebutuhan konsumen, perlu diketahui kemasan mana yang lebih dipentingkan konsumen. Untuk mendapatkan suatu keputusan yang optimal II.diperlukan suatu model yang tepat supaya ada keseimbangan antara permintaan dengan produk yang didistribusikan kedaerah pemasaran. Pengambilan keputusan yang kurang tepat dalam pengalokasian produk dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan.Secara umum tujuan dari industri dapat berupa bagaimana berproduksi secara sukses, ekonomis, tepat waktu dan memperoleh keuntungan (Nasution, 1999). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan menentukan bobot prioritas masing-masing daerah pemasaran dan masingmasing jenis produk untuk mengoptimalkan alokasi produk yang akan dipasarkan kedaerah pemasaran.
190
2.
ANALITYCAL (AHP)
HIERARCHY
PROCESS
AHP yang diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1970-an dikenal sebagai pendekatan pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk. Metode ini sangat baik untuk suatu model pengambilan keputusan yang cukup kompleks dan adanya konflik di dalam pengambilan keputusan. Dalam perkembangannya, AHP tidak saja di gunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria, tetapi penerapannya telah meluas sebagai metode alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah, seperti memilih portofolio, alokasi budget, transportasi, perawatan kesehatan, peramalan dan lain-lain (J. Razmi, 1998; Sri Mulyono, 2002). Dasar kerja metode AHP ada 3, yaitu: struktur yang berhirarki, penentuan prioritas dan konsistensi dari suatu keputusan. 3. STRUKTUR BERHIRARKI Dalam penjabaran hirarki tujuan, tidak ada pedoman yang pasti berapa level pengambil keputusan dapat menjabarkan tujuan menjadi komponen-komponen sampai tidak mungkin di lakukan pemecahan lebih lanjut, sehingga di dapatkan beberapa tingkatan. Karena alasan ini, maka proses analisis ini di namakan hirarki (Sri Mulyono, 2002). Akan tetapi, adakalanya dalam proses analisis pengambilan keputusan tidak memerlukan penjabaran yang terlalu terperinci. Struktur yang berhirarki dari metode AHP dapat di lihat pada gambar 1 berikut.
Model Analitycal Hierarchy Process untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk Fatimah
Level 0: Focus
Level 1: Criteria
Level 2: Subcriteria Level 3: Alternative
Gambar 1. Analitycal Hierarchy – Multi Level Criteria 4. PENENTUAN PRIORITAS Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Penentuan prioritas dapat di lakukan dengan perbandingan berpasangan, biasanya di tampilkan dalam bentuk matriks yang di sebut dengan pairwise comparison (Sri Mulyono, 2000). Adapun bentuk matriks nya sebagai tabel 1 berikut:
Tabel 1. Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A1 W1/W1 W1/W2 A2 W2/W1 W2/W2 .... ........... ........... An Wn/W1 Wn/W2
A=
....... ....... ....... ....... .......
An W1/Wn W2/Wn ........... Wn/Wn
Pertanyaan yang biasa di ajukan dalam penyusunan skala kepentingan adalah: elemen mana yang lebih (penting / disukai / mungkin / ...) ? dan berapa kali lebih (penting / disukai / mungkin / ...) ? Untuk memperoleh skala yang lebih akurat, sebaiknya pertanyaan-pertanyaan ini di berikan pada orang yang bertanggung jawab pada bidangnya. Berikut adalah skala kepentingan perbandingan berpasangan.
Tabel 2. Skala Kepentingan Perbandingan Berpasangan Tingkat Kepentingan 1 3 5 7 9 2, 4, 6, 8 Reciprocal
Definisi
Sama pentingnya di banding yang lain Moderat pentingnya di banding yang lain Kuat pentingnya di banding yang lain Sangat kuat pentingnya di banding yang lain Ekstrim pentingnya di banding yang lain Nilai di antara dua penilaian yang berdekatan Jika elemen i memiliki salah satu angka di atas ketika di bandingkan elemen j, maka j memiliki nilai kebalikannya ketika di banding elemen i Sumber: Srimulyono, 2000
191
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005
5.
KONSISTENSI Suatu tingkat konsistensi tertentu memang di perlukan dalam penentuan prioritas. Menurut Saaty (1994) konsisten tidaknya suatu penilaian di tunjukkan oleh besarnya nilai CR. Apabila CR <= 10%, maka matriks di anggap cukup konsisten. Untuk mendapat nilai CR, terlebih dahulu harus di hitung nilai indeks konsistensi (CI), yaitu:
Data Dari Pengisian Kuisioner
Pengolahan Data
Menentukan Prioritas, λMax , CI, CR
(λ − n) CI = m a x (n − 1)
Uji Konsistensi CR ≤ 0.1
dimana: λmax = Eigen Value n = Banyaknya variabel yang di bandingkan CR dapat di ukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
CI CR = RI RI = Random index, sesuai dengan ordo matriks yang di gunakan. Nilai RI dapat di lihat pada tabel berikut: Tabel 3. Nilai Index Random
6.
Random Index (RI) 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,46 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
LANGKAH-LANGKAH PENGOLAHAN DATA AHP Data untuk AHP ini diperoleh melalui kuisioner yang diisikan oleh pihak departemen marketing. Pengolahan data AHP dilakukan untuk melihat tingkat kepentingan dari setiap tujuan yang akan diprioritaskan. Langkah-langkah pengolahan data AHP ditunjukkan pada gambar 4. berikut ini:
192
Ya Selesai
Gambar 2. Langkah-langkah pengolahan data AHP
dimana: CR = Consistency Ratio
Ordo Matriks (n) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sumber: Saaty (1994)
Tidak
7.
HASIL DAN ANALISIS Hasil penelitian yang akan dianalisis yaitu perhitungan bobot prioritas, uji konsistensi ratio pada setiap matriks perbandingan. Ini dilakukan pada level kedua, ketiga dan keempat. Hasil perhitungan bobot ini akan disintesa untuk mendapatkan bobot prioritas pada setiap variabel. Perhitungan ini menggunakan software Expert Choice.
7.1. Analisis data pada level kedua Pada level kedua yang akan dianalisis adalah matriks perbandingan antar kriteria yaitu: kriteria penjualan, keuntungan, pangsa pasar dan pertumbuhan Hasil perhitungan sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4. Tabel 4: Bobot Prioritas Pada Level Kedua Kriteria Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan
λmax CI CR
III. Bobot priorit as 0.406 0.237 0.208 0.148 4,214 0.071 0.080
Dari tabel terlihat bahwa keuntungan merupakan kriteria terpenting yang berkenaan dengan tujuan pada level satu, kemudian disusul kriteria penjuala, pangsa pasar dan pertumbuhan dengan nilai CR adalah 0.080. Ini menunjukkan matriks perbandingan antar kriteria adalah konsisten.
Model Analitycal Hierarchy Process untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk Fatimah
7.2. Analisa data pada level ketiga Pada level ketiga yang akan dianalisa adalah matriks perbandingan antara daerah pemasaran yaitu: B.Aceh, Samalanga, Lhokseumawe dan Langsa. Hasil perhitungan pembobotan prioritas masingmasing daerah pemasaran terhadap kriteria pada level kedua sebagaimana ditunjukkan pada tabel 5. Setelah dilakukan sintesa akhir, diperoleh prioritas utama dalam pengalokasian produk adalah daerah pemasaran B.Aceh kemudian disusul dengan Lhokseumawe, Langsa dan Samalanga dengan bobot prioritas masing-masing 0.586, 0.170, 0.158 dan 0.085. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.082 dan ini menunjukkan bahwa sintesa antara daerah pemasaran dan keempat kriteria konsisten. 7.3. Analisa data pada level keempat Pada level keempat, yang akan dianalisis adalah matriks perbandingan jenis produk yang dipasarkan pada suatu daerah pemasaran. Analisis ini dilakukan terhadap keempat jenis produk berdasarkan keempat kriteria yang ada. 7.3.1. Daerah pemasaran B.Aceh Dari hasil perhitungan bobot prioritas berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah
pemasaran B.Aceh sebagaimana ditunjukkan pada tabel 6. Hasil perhitungan sintesa akhir menunjukkan air kemasan Cup 250 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan 600 ml., 1500 ml dan Galon, dengan bobot prioritas masing-masing 0.426, 0.265, 0.159 dan 0.075. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.069 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran B. Aceh berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten. 7.3.2. Daerah pemasaran Lhokseumawe Dari hasil perhitungan bobot prioritas berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah pemasaran Lhokseumawe sebagaimana ditunjukkan pada tabel 7. Hasil perhitungan sintesa akhir menunjukkan air kemasan 1500 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan 600 ml., Cup 250 ml dan Galon, dengan bobot prioritas masing-masing 0.368, 0.314, 0.225 dan 0.092. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.069 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran Lhokseumawe berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.
Tabel 5: Bobot Prioritas Masing-masing Daerah Pemasaran terhadap kriteria pada level kedua Kriteria
Daerah
Bobot
Pemasaran
Keuntungan
Penjualan
Pangsa Pasar
Pertumbuhan
prioritas
B. Aceh
0.630
0.500
0.647
0.522
0.586
Lhokseumawe
0.175
0.236
0.066
0.200
0.170
Langsa
0.156
0.210
0.073
0.200
0.158
Samalanga
0.040
0.055
0.214
0.078
0.085
λmax
4.189
4.221
4.154
4.471
CI
0.063
0.074
0.051
0.157
CR
0.070
0.082
0.060
0.020
Tabel 6: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran B. Aceh Berdasarkan Keempat Kriteria Jenis Produk kemasan
Cup 250 600 ml 1500 ml Galon λmax CI CR
Bobot Prioritas
Kriteria Keuntungan 0.563 0.230 0.150 0.056 4.137 0.050 0.05
Penjualan 0.532 0.254 0.156 0.058 4.073 0.024 0.03
Pangsa Pasar 0.302 0.495 0.148 0.055 4.278 0.093 0.10
Pertumbuhan 0.058 0.056 0.202 0.184 4.262 0.087 0.10
0.426 0.265 0.159 0.075
193
Jurnal Sistem Teknik Industri Volume 6, No. 3 Juli 2005
Tabel 7: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran Lhokseumawe Berdasarkan Keempat Kriteria Jenis Produk kemasan
Bobot Kriteria
Prioritas
Keuntungan
Penjualan
Pangsa Pasar
Pertumbuhan
0.097
0.622
0.112
0.100
0.225
600 ml
0.338
0.202
0.479
0.200
0.314
1500 ml
0.475
0.115
0.308
0.567
0.368
Galon
0.090
0.060
0.102
0.133
0.092
λmax
4.071
4.244
4.267
4.108
CI
0.024
0.081
0.089
0.036
CR
0.03
0.09
0.10
0.04
Cup 250
7.3.3. Daerah pemasaran Langsa Dari hasil perhitungan bobot prioritas berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah pemasaran Langsa sebagaimana ditunjukkan pada tabel 8. Nilai sintesa akhir menunjukkan air kemasan Cup 250 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan 600 ml., Galon dan 1500 ml dengan bobot prioritas masing-masing 0.375, 0.278, 0.224dan 0.141. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.076 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran Langsa berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.
7.3.4. Daerah pemasaran Samalanga Dari hasil perhitungan bobot prioritas berdasarkan kriteria yang ada untuk daerah pemasaran Samalanga sebagaimana ditunjukkan pada tabel 9. Hasil perhitungan sintesa akhir menunjukkan air kemasan 1500 ml menjadi prioritas utama dalam distribusi produk dan disusul oleh air kemasan Cup 250 ml., Galon dan Cup 250 ml, dengan bobot prioritas masing-masing 0.316, 0.293, 0.237 dan 0.132. Sedangkan nilai untuk konsisten rasio hirarki diperoleh sebesar 0.080 dan ini menunjukkan bahwa sintesa jenis produk pada daerah pemasaran Lhokseumawe berdasarkan keempat kriteria adalah konsisten.
Tabel 8: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran Langsa Berdasarkan Keempat Kriteria Jenis Produk Kriteria kemasan Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan Cup 250 600 ml 1500 ml Galon λmax CI CR
194
0.080 0.377 0.138 0.405 4.225 0.075 0.06
0.689 0.098 0.077 0.135 4.151 0.051 0.08
0.700 0.146 0.103 0.051 4.153 0.051 0.06
0.102 0.479 0.306 0.112 4.265 0.088 0.10
Bobot Prioritas
0.375 0.278 0.141 0.224
Model Analitycal Hierarchy Process untuk Menentukan Tingkat Prioritas Alokasi Produk Fatimah
Tabel 9: Bobot Prioritas Jenis Produk pada Daerah Pemasaran Samalanga Berdasarkan Keempat Kriteria Jenis Produk Kriteria Bobot kemasan Prioritas Keuntungan Penjualan Pangsa Pasar Pertumbuhan
Cup 250 600 ml 1500 ml Galon λmax CI CR
0.277 0.078 0.548 0.096 4.163 0.054 0.1
0.597 0.227 0.128 0.047 4.259 0.086 0.06
0.075 0.151 0.265 0.508 4.196 0.065 0.07
0.297 0.102 0.056 0.546 4.244 0.081 0.09
0.293 0.132 0.316 0.237
Tabel 10: Prioritas Utama Jenis Produk Yang Dialokasikan Daerah Pemasaran
Jenis Produk B. Aceh
Lhokseumawe
Langsa
Samalanga
Cup 250 ml
0.426
0.225
0.375
0.293
600 ml
0.265
0.314
0.278
0.132
1500 ml
0.159
0.368
0.141
0.316
Galon
0.075
0.092
0.224
0.237
8. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan yaitu: Prioritas utama distribusi atau pengalokasian produk pada daerah pemasaran adalah yang memiliki bobot prioritas tertinggi B. Aceh dengan bobot prioritas 0.586, Lhokseumawe dengan bobot prioritas 0.170, Langsa dengan bobot prioritas 0.158 dan Samalanga dengan bobot prioritas 0.085. Sedangkan jenis produk yang menjadi prioritas utama dalam pengalokasian produksi kedaerah pemasaran adalah yang memiliki bobot prioritas tertinggi seperti yang ditunjukkan pada tabel 10.
9. DAFTAR PUSTAKA
Nasution Arman Hakim, (1999), Perencanaan & pengendalian Produksi, Guna Widya, Jakarta. Razmi J, dan Khan M. K., (1996), Use of Analytic Hierarchy Process Approach In Classification of Push, Pull and Hybrid Push-Pull Systems For Production Planning, Journal of Operation & Production Management, Vol. 18, No. 11. Saaty , Thomas L, (1994), Fundamentals of Decision Making And Priority Theory With The Analytic Hierarchy Process, Vol. VI, RWS Publications
Kasim Muhammad, (2001), Penerapan Analitik Hirarki Proses dan Goal Programming Untuk Mengoptimalkan Distribusi Produksi Pada PT. Coca Cola Amatil Indonesia Unit Operasi Makasar, Tesis, Statistika, ITS, Surabaya. Mulyono Sri, M.SS. Drs., (2000), Peramalan Bisnis dan Ekonometrika, BPFE, Yogyakarta. Mulyono Sri, SE, MSc., (2002), Riset Operasi, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
195