BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Kepemimpianan 2.1.1 Pegertian Perkataan pemimpin atau leader memiliki berbagai pengertian. Pemimpin merupakan dampak interaktif dari faktor individu atau pribadi dengan faktor situasi. Pimpinan merupakan suatu figur yang diteladani oleh para bawahan, anggota atau orang lain, dalam pencapain suatu tujuan. Oleh karena itu seorang pemimpin harus berperilaku yang baik, jujur, mengayomi dan peka terhadap kebutuhan lingkungan serta bergerak dalam satu lingkup teori perilaku pemimpin terapan. Kepemimpinan merupakan inti dari manajemen, bagaimanapun baiknya perencanaan organisasi itu tidak akan mencapai tujuan yang efektif dan efesien bila tidak dipimpin oleh pemimpin yang berkualitas. Pemimpin keperawatan yang berkualitas
sangat
ditentukan
oleh
pemahaman
keterampilan
tentang
kepemimpinan (Ali, 2010). Menurut Rost (1993), dikutip dari Safaria (2004), Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya. Proses kepemimpinan juga melibatkan keinginan dan niat, keterlibatan yang aktif antara pemimpin dan pengikut untuk mancapai tujuan yang diinginkan bersama. Dengan demikian, baik pemimpin ataupun pengikut mengambil tanggung jawab (personalresponsibility) pribadi untuk mancapai tujuan bersama. Sedangkan menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang
Universitas Sumatera Utara
lain untuk memfasilitasi pencapaian tujuan organisasi yang relevan menampilkan kepemimpinan tidak mengharuskan seseorang berada pada posisi pemimpin formal. Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budaya. Selain itu juga memengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, peroleh dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas yang ada hubungannya dengan pekerjaan para anggota kelompok. Tiga implikasi penting yang terkandung dalam hak ini, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan
berbagai
bentuk
kekuasaan
yang
berbeda-beda
untuk
mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara (Rivai dan Mulyadi, 2011). Hal senada juga dikemukakan oleh Nurkolis dalam buku Manajemen Berbasis Sekolah bahwa: Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan,
mempengaruhi
untuk
memperbaiki
kelompok
dan
budayanya.
Kepemimpinan adalah mengarahkan dan mempegaruhi aktivitas-aktivitas yang
Universitas Sumatera Utara
ada hubungannya dengan pekerjaan terhadap para anggota kelompok. Definisi ini mengandung tiga implikasi penting, yaitu (1) kepemimpinan itu melibatkan orang lain baik itu bawahan maupun pengikut, (2) kepemimpinan melibatkan pendistribusian kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang karena anggota kelompok bukanlah tanpa daya, (3) adanya kemampuan untuk menggunakan berbagai bentuk kekuasaan yang berbeda-beda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya dengan berbagai cara (Nurkolis, 2003). Perilaku menurut teori Lewin, merupakan hasil interaksi antar diri orang (persons) dengan lingkungan (environment). Dari segi aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisasi atau makhluk hidup yang bersangkutan. Sedangkan Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi mengatakan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus. Maka perilaku manusia dapat dikelompokan menjadi perilaku tertutup
dan
mengemukakan
perilaku bahwa
terbuka. teori
Sedangkan
perilaku
yaitu
menurut teori
Robbins
kepemimpinan
(2010), yang
mengidentifikasi perilaku yang membedakan antara efektif dan tidak afektif seorang pemimpin. Perilaku kepemimpinan dapat dipahami sebagai perilaku atau keperibadian (personality) seorang pemimpin yang diwujudkan dalam aktivitas kepemimpinannya dalam kaitan antara tugas dan hubungan dengan bawahan dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Maron dan Supriyatno, 2008). Menurut yang dijelaskan oleh Gibson, et al (1997) dalam Syafaruddin dan Asrul (2007), bahwa perilaku pemimpin memiliki pengaruh atas kinerja dan kepuasan kerja anggota. Hal yang mendasar ditekankan bahwa kinerja dan kepuasan anggota adalah hasil dari ragam gaya kepemimpinan seorang pemimpin.
Universitas Sumatera Utara
Sikap positif orang terbagun terhadap objek yang merupakan alat dalam kepuasan kebutuhan. Hal ini juga menjadi alasan perlunya pengembangan hubungan pimimpin dengan bawahan. Ada hubungan timbal balik perilaku pimpinan dengan perilaku bawahan. Perilaku bawahan berpengaruh terhadap perilaku pimpinan dan perilaku pimpinan mempengaruhi perilaku bawahan. Perilaku ini dipengaruhi oleh situasi yang terjadi dari: kebutuhan pengikut, struktur tugas, kekuatan kedudukan, kepercayaan bawahan pada pemimpin, dan kesediaan kelompok. Dengan pengaruh tersabut akan melahirkan hasil atau yang efektif meliputi produtivitas, kualitas, efisiensi, keputusan, pengembangan dan kelangsungan hidup.
2.1.2 Sifat Pemimpin Menurut Kartono (2005), dalam buku pemimpin dan kepemimpinan, teori Ordway Tead
dalam tulisannya mengemukakan memiliki sepuluh sifat
pemimpin, yaitu (1) energi jasmaniah dan mental (physical and nervous energy), (2) kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and direction), (3) antusiasme (enthusiasm; semagat, kegairahan, kegembiraan yang besar), (4) keramahan dan kecintaan (friendliness and affection), (5) integritas (integrity, keutuhan, kejujuran, ketulusa hati), (6) penguasaan teknis (technical mastery), (7) ketegasan
dalam
mengambil
keputusan
(decisiveness),
(8)
kecerdasan
(intelligence), (9) keterampilan manager (teaching skill), (10) kepercayaan (faith). Teori George R. Terry juga menulis sepuluh sifat pemimpin, yaitu (1) kekuatan, (2) stabilitas emosi, (3) pengetahuan tentang relasi insani, (4) kejujuran, (5) objektif, (6) dorongan pribadi, (7) keterampilan berkomunikasi, (8) kemampuan mengajar, (9) keterampilan social, (10) kecakapan teknis atau kecakapan manajerial.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Kriteria Pemimpin Kriteria kepemimpinan secara singkat dapat ditemukan bahwa pemimpin yang efektif adalah yang jujur, takwa, integritas, vitalitas fisik dan mental, kecerdasan, kearifan, bertanggung jawab, kompeten, memahami kebutuhan pengikutnya, keterampilan interpersonal, kebutuhan untuk berprestasi, mampu motivasi dan memberi semangat, mampu memecahkan masalah, meyakinkan, memiliki kapasitas untuk menang, memiliki kapasitas untuk mengelolamemutuskan-menentukan prioritas, mampu memegang kepercayaan, memiliki pengaruh, mampu beradaptasi atau memiliki fleksibilitas (Rivai dan Mulyadi, 2011).
2.1.4 Pendekatan Kepemimpinan a. Pendekatan Sifat (Trait) Pendekatan
trait
terdapat
kepemimpinan
terfokus
untuk
mengidentifikasi trait intelektual, emosional, fisik dan trait kepribadian lainnya dari seorang pemimpin efektif. Trait diidentifikasi adalah inteligensi, keperibadian, tinggi badan, dan kemampuan supervisi (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006). The great man theory (teori sifat) ini berusaha mengidentifikasikan karakteristik seorang pemimpin. Teori ini menyatakan bahwa seseorang yang bias berhasil menjadi seorang pemimpin Karena mereka memang dilahirkan untuk menjadi seorang pemimpin, apakah ia mempunyai sifat atau tidak mempunyai sifat sebagai pemimpin. Keith Davis merumuskan ada empat sifat umum yang mempengaruhi kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi, yaitu: intelegensi, kematangan sosial, motivasi diri, dan hubungan pribadi (Wiludjeng, 2007).
Universitas Sumatera Utara
b. Pendekatan Perilaku Pendekatan perilaku adalah perhatian utama dalam mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Pendekatan ini muncul setelah pendekatan berdasarkan ciri ini menekankan pada sifat pemimpin seperti kepribadian, motivasi nilai, dan keterampilan mengalami kegagalan. Pendekatan perilaku pemimpin menggunakan waktunya dan pola aktivitas, tanggung jawab dan fungsi spesifik dari pekerjaan manajerial dan bagaimana para manajer menanggulangi permintaan, keterbatasan dan konflik peran dalam pekerjaan mereka yang berkombinasi menjadi konsep perilaku pemimpin yang merupakan deskripsi dari perilaku pemimpin (Yukl, 2005). Teori Perilaku Kepemimpinan adalah teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Adapun teori-teori yang termasuk ke dalam teori perilaku kepemimpinan adalah: 1) Studi dari Ohio State University Menurut
Yukl
(2005)
kuesioner
penelitian
tentang
perilaku
kepemimpinan yang efektif telah didominasi oleh pengaruh dari kepemimpinan dari Ohio State University. Sebuah sasaran utama untuk mengidentifikasi perilaku kepemimpinan yang efektif. Analisis faktor dari jawaban kuesioner memberi indikasi bahwa para bawahan memandang perilaku atasannya pertamatama dalam kaitannya dengan dua dimensi atau kategori arti dari perilaku, yang kemudian disebut sebagai “initiating structure” dan “consideration”. Kedua-duanya adalah kategori yang didefinisikan secara luas yang terdiri atas sejumlah varietas yang luas mengenai jenis-jenis perilaku yang spesifik. Consideration adalah tingkat sejauh mana seorang pemimpin bertindak dengan
Universitas Sumatera Utara
cara ramah dan mendukung, memperlihatkan perhatian terhadap bawahan, dan memperhatikan kesejahteraan mereka. Contohnya termasuk melakukan kebaikan kepada bawahan, mempunyai waktu untuk mendengarkan masalah para bawahan, mendukung atau berjuang untuk seorang bawahan, berkonsultasi dengan bawahan mengenai hal yang penting sebelum dilaksanakan, bersedia untuk menerima saran dari bawahan, dan memperlakukan bawahan sebagai sesamanya. Initiating structure adalah tingkat sejauh mana seorang pemimpin menentukan dan menstruktur perannya sendiri dan peran dari para bawahan kearah pencapaian tujuan-tujuan formal kelompok. Contohnya termasuk memberi kritik kepada pekerjaan yang
jelek, menekankan pentingnya
memenuhi batas waktu, menugaskan bawahan, mempertahankan standar-standar kinerja tertentu, meminta bawahan untuk mengikuti prosedur-prosedur standar, menawarkan pendekatan baru terhadap masalah, mengkoordinasi kegiatankegiatan bawahan, dan memastikan bahwa bawahan bekerja sesuai dengan batas kemampuannya. Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006) juga menjelaskan bahwa pendekatan perilaku (behavior) terfokus pada perilaku pemimpin. Dimana teori perilaku yang dikembangkan di Ohio State University dengan dua dimensi perilaku kepemimpinan disebut sebagai “initiating structure” dan “consideration Initiating structure adalah perilaku di mana pemimpin mengatur dan mendefinisikan hubungan dalam kelompok, cenderung membuat pola yang baku dan menyalurkan komunikasi, serta mengatur bagaimana sebuah tugas dilakukan. Pemimpin dengan kecenderungan initiating structure yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
berfokus pada target dan hasil. Consideration adalah perilaku yang menujukkan persahabatan, saling percaya, rasa hormat, hangat, dan penjalinan rapport antara pemimpin dan pengikut. Pemimpin dengan tingkat consideration yang tinggi mendukung komunikasi terbuka dan partisipasi. Menurut Robbins (2010), menjelaskan bahwa Ohio State University juga memiliki dua dimensi perilaku kepemimpinan yaitu dimensi pertama initiating structure adalah mengacu pada sejauh mana pemimpin menentukan peranya dan peran anggota kelompok dalam mencapai tujuan. Initiating structure mencakup perilaku yang berusaha mengorganisasi pekerjaan, hubungan kerja, dan tujuan. Sedangkan dimensi kedua consideration adalah sejauh mana pemimpin memiliki hubungan kerja dengan karakteristik saling percaya dan rasa hormat terhadap gagasan dan perasaan anggota kelompok. Pemimpin yang memiliki perhatian tinggi bersedia membantu anggota kelompok dengan masalah pribadinya, bersahabat dan mudah didekati, dan memperlakukan seluruh anggota kelompok dengan setara. Pemimpin memperhatikan kenyamanan, kesejahteraan, status dan kepuasan anggotanya. Schriesheim dan Bird (1979), (dalam Daft, 2006) juga mengatakan dalam penelitian-penelitian di Ohio State University mereka melakukan survey terhadap pemimpin-pemimpin untuk mempelajari beratus-ratus dimensi perilaku pemimpin, para peneliti akhirnya mempersempitnya menjadi dua dimensi perilaku pemimpin. Mereka mengidentifikasikan dua perilaku pemimpin, yang disebut dengan
consideration dan initiating structure. Dimana perilaku
pemimpin consideration adalah tingkat dimana pemimpin sadar akan para bawahan, menghormati ide-ide dan perasaan mereka, dan membangun
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan mutual. Pemimpin-pemimpin yang penuh perhatian merupakan pemimpin-pemimpin yang bersahabat, mengadakan komunikasi terbuka, mengembangkan kerja sama tim, dan berorientasi pada kesejahteraan bawahan mereka. Sedangkan perilaku pemimpin initiating structure adalah tingkat dimana pemimpin berorientasi pada tugas dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja bawahan untuk mencapai tujuan. Pemimpin-pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya memberi instruksi-instruksi, menghabiskan waktu untuk membuat perencanaan, menekankan batas waktu, dan memberi jadwal aktivitas kerja yang eksplisit. Consideration dan initiating structure berdiri sendiri, yang berarti bahwa seorang pemimpin yang memiliki tingkat consideration yang tinggi bisa jadi memiliki tingkat initiating structure yang tinggi atau rendah. Seorang pemimpin mungkin memiliki satu atau beberapa dari empat gaya kepemimpinan yaitu: initiating structure tinggi consideration rendah, initiating structure tinggi consideration tinggi, initiating structure rendah consideration rendah, atau initiating structure rendah consideration tinggi. Dimana penelitian Ohio State University menemukan bahwa gaya kepemimpinan consideration tinggi initiating structure tinggi mencapai kinerja yang lebih baik dan kepuas dan yang lebih besar daripada gaya pemimpin yang lain. Tetapi, penelitian baru telah menemukan bahwa pemimpin-pemimpin yang efektif mungkin memiliki tingkat consideration yang tinggi dan tingkat initiating structure yang rendah atau consideration yang rendah dan tingkat initiating structure tinggi, tergantung pada situasi. Menurut Rivai dan Mulyadi (2011), Studi dari Ohio State University, mengatakan bahwa pengembangan teori dua faktor dari kepemimpinan,
Universitas Sumatera Utara
memiliki dua dimensi yaitu: initiating structure adalah melibatkan perilaku di mana pemimpin mengorganisasikan dan mendefinisikan hubungan-hubungan di dalam kelompok, cenderung membangun pola dan saluran komunikasi yang jelas, dan menjelaskan cara-cara mengerjakan tugas yang benar. Pemimpin yang memiliki kecenderungan initiating structure yang tinggi, akan berorentasi pada tujuan dan hasil. Sedangkan consideration, yaitu melibatkan perilaku yang menunjukan persahabatan, saling percaya, menghargai, kehangatan, dan komunikasi antara pemimpin dan pengikutnya. Pemimpin yang memiliki consideration tinggi menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka dan partisipasi. Bila dihubungkan initiating structuredan consideration dalam satu hubungan yang horizontal dan vertical maka terdapat empat gaya kepemimpinan yaitu: gaya kepemimpinan dengan initiating structure tinggi consideration rendah, initiating structure tinggi consideration tinggi, initiating structure rendah consideration rendah, dan initiating structure rendah consideration tinggi. Secara jelas dapat dijabarkan sebagi berikut: Gambar 2.1 Gaya Kepemimpinan yang Dipelajari di Ohio State
Consideration
(Tinggi) Initiating structure tinggi dan Consideration rendah
Initiating structure tinggi dan Consideration tinggi
Initiating structure rendah dan Consideration rendah
Initiating structure rendah dan Consideration tinggi
(Rendah) (Rendah)
Initiating Structure
(Tinggi)
Sumber: Rivai dan Mulyadi (2011)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Wiludjeng (2007), juga mengatakan Studi dari Ohio State University ini memiliki dua perilaku pemimpin, yaitu Consideration, yang diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin peduli dan mendukung bawahannya. Para pemimpin dengan gaya ini cenderung memiliki hubungan dengan bawahan yang mencerminkan perasaan saling percaya, dan mereka menghormati ide dan perasaan bawahannya. Initiating Structure, yang diartikan sebagai tingkat dimana pemimpin membuat struktur pekerjaannya sendiri dan pekerjaan bawahannya. Pemimpin dengan gaya ini cenderung mengarahkan pekerjaan kelompok melalui kegiatan perencanaan, tugas-tugas, penjadwalan, dan penetapan deadline. Menurut Luthans (1995) dan Daft (1999) (dalam Safaria, 2004), memiliki dua katagori yang luas dari dimensi perilaku pemimpin, yaitu dimensi perilaku pemimpin consideration yang mengambarkan bahwa perilaku pemimpin yang empati dan sensitif terhadap bawahan, menghormati ide dan perasaan mereka, dan berusaha menciptakan kepercayaan timbal-balik dengan bawahan. Pemimpin ini menunjukkan apresiasi, mendengar permasalahan secara hati-hati, dan mencari masukan dari bawahan berkaitan dengan keputusan penting. Dan dimensi perilaku pemimpin initiating structure yang menggambarkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada penyelesaian tugas, mengarahkan aktivitas organisasi secara ketat untuk mencapai tujuan tertinggi. Perilaku pemimpin mencakup membuat perencanaan, menetapkan dan menjelaskan tujuan organisasi, memberikan instruksi spesifik tentang bagaimana cara menyelesaikan tugas dan membuat peraturan. Monica (1998) dalam Ali (2010), perilaku kepemimpinan dalam model Ohio State University juga memiliki dua dimensi perilaku kepemimpinan
Universitas Sumatera Utara
perilaku pemimpin yaitu
initiating structure dan
consideration. Initiating
structure adalah upaya untuk mengorganisir dan mendefinisikan peran serta kegiatan para anggota kelompok meliputi tujuan, apa yang harus dilakukan, dimana akan dilakukan dan siapa penanggungjawabnya. Dalam struktur ini digunakan komunikasi satu arah yakni pengarahan dari pimpinan dengan apa yang harus dilakukan oleh staf. Perilaku kepemimpinan initiating structure, memiliki ciri-ciri yaitu: Lebih mengutamakan tercapainya tujuan, memperhatikan produktifitas, banyak memberikan pengarahan atau petunjuk, menjaga prosedur dan memperhatikan jadwal kerja, melakukan pengawasan ketat, dan menilai seseorang
lebih
benyak
berdasar
hasil
kerja
“consideration”
(pertimbangan/timbang rasa/perhatian). Consideration adalah menggambarkan hubungan yang hangat antara atasan atau bawahan, saling percaya, kekeluargaan, ada penghargaan kepada gagasan bawahan, melalui komunikasi dua arah diharapkan ada hubungan interpersonal yang efektif antara anggota kelompok saling percaya, saling hormat-menghormati dan lain-lain. Perilaku kepemimpinan consideration, memiliki ciri-ciri yaitu: Lebih menjaga perasan bawahan, memelihara persahabatan dengan bawahan, menciptakan suasana saling percaya dan saling menghargai, memperhatikan kebutuhan bawahan, mengajak bawahan dalam pengambilan keputusan, dan lebih mengendalikan dan mendisiplinkan diri. Menurut Ohio State University dan University of Michigan
(dalam
Astuti, 2008), juga mengatakan ada dua macam yang membedakan perilaku kepemimpinan yaitu: Initiating Structur (struktur tugas) atau The Job Centered (terpusat pada pekerjaan) dan Consideration (tenggang rasa) atau The Employee
Universitas Sumatera Utara
Centered (terpusat pada pegawai). Secara rinci dijelaskan bahwa perilaku kepemimpinan terpusat pada perkerjaan mengandung ciri-ciri atau indikator, yaitu: mengutamakan tercapainya tujuan, mementingkan produksi yang tinggi, mengutamakan penyelesaian tugas menurut jadwal yang telah ditetapkan, lebih banyak melakukan pengarahan, melaksanakan tugas dengan melalui prosedur kerja yang ketat, melakukan pengawasan secara ketat, dan penilaian terhadap pejabat semata-mata berdasarkan hasil kerja. Sedangakan perilaku kepemimpinan terpusat pada pegawai mengandung ciri-ciri atau indikator, yaitu: memperhatikan kebutuhan bawahan, berusaha menciptakan suasana saling percaya, berusaha menciptakan suasana saling harga menghargai, simpati terhadap perasaan bawahan, memiliki sikap bersahabat, menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan dan kegiatan lain, dan lebih mengutamakan pengarahan diri, mendisiplikan diri, mengontrol diri.
2) Studi dari Universitas of Michigan Menurut Rivai dan Mulyadi 2011, Studi dari Universitas of Michigan, mengatakan
perilaku
kepemimpinan
dengan
keefektifan
kinerja
mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan yang berbeda, yaitu: Pemimpin job-centered,
yaitu
pemimpin
yang
berorentasi
pada
pekerjaan/tugas
menerapkan pengawasan sehingga bawahan melakukan tugasnya dengan menggunakan prosedur yang telah ditentukan. Pemimpin employee-centered yang berorentasi pada karyawan, yaitu mendelegasikan pengambilan keputusan pada bawahan dan membantu pengikutnya dalam memuaskan kebutuhannya dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang seportif. Sedangkan menurut
Universitas Sumatera Utara
Robbins (2010), Universitas Michigan memiliki dua dimensi perilaku yaitu orientasi pada karyawan, menekankan pada hubungan interpersonal dan memenuhi kebutuhan karyawan. Orientasi pada produksi, menekankan pada aspek tugas dan teknis kerja.
3) Teori Tannenbaum dan Warren H Schmidt Kedua orang akademisi tersebut mencoba menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan dapat dijelaskan melalui dua titik ekstrem yaitu fokus pada atasan (pemimpin) dan fokus pada bawahan. Menurut keduanya gaya kepemimpinan akan ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor manajer, faktor karyawan dan faktor situasi (Wiludjeng, 2007). Menurut Robbins (2010), Universitas Lowa memiliki tiga dimensi perilaku yaitu gaya demokratis melibatkan karyawan, mendelegasikan kewenangan, dan mendorong partisipasi. Gaya autokrasi mendikte metode kerja, membuat keputusan sepihak, dan membatasi partisipasi. Gaya laissez-faire memberikan kebebasan kepada kelompok untuk membuat keputusan dan menyelesaikan tugas.
4) Grid Manajerial Menurut Robbins (2010), Grid Manajerial memiliki dua dimensi perilaku yaitu perhatian terhadap orang, mengukur perhatian pemimpin pada bawahannya dengan skala 1 sampai 9 (rendah ke tinggi). Perhatian terhadap produksi, mengukur perhatian pemimpin terhadap penyelesaian pekerjaan (rendah ke tinggi). Sedangkan Wiludjeng (2007), Managerial Grid atau kisi-kisi manajemen yang dikembangkan oleh Robert Blake dan Jane S. Mouton
Universitas Sumatera Utara
mendorong manajer untuk memiliki dua kualitas kepemimpinan sekaligus yaitu orientasi pada tugas/ produksi dan orientasi pada hubungan/ orang. Gambar 2.1 Managerial Grid High
1.9 Country club management
5.5 Middle of the road management
Concern for People
Low
1.1 Impoverish management
1.1 Impoverish management
9.1 Authority compliance
Concern for production Sumber: Wiludjeng (2007) c.
Pendekatan Situasional Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), pendekatan
kepemimpinan yang mendorong pemimpin memahami perilakunya sendiri. Pendekatan situasional mengenai kepemimpinan setiap modelnya memiliki pendukung dan mengidentifikasi pola atau interaksi pemimpin-situasi untuk mencapai kepemimpinan yang efektif, memiliki beberapa model kepemimpinan, yaitu: 1) Model kontingensi kepemimpinan dari Fiedler, yaitu model kepemimpinan yang mengembangkan dan memberikan postulat bahwa kinerja kelompok bergantung pada interaksi antar gaya kepemimpinan dan keutungan situasional yang terdiri dari tiga faktor yang menentukan tingkat keuntungan situasional seorang pemimpin yaitu: hubungan pemimpin dan pengikut, struktur tugas, dan kekuatan posisi (position power).
Universitas Sumatera Utara
2) Model kepemimpinan Vroom-Jago, yaitu model kepemimpinan yang menetapkan prosedur pengambilan keputusan yang efektif dalam situasi tertentu yang terdiri dari tigagaya kepemimpinan yang tersarankan yaitu: dua gaya autokratis (AI dan AII), dua gaya konsultatif (CI dan CII), dan satu gaya berorentasi keputusan bersama (oleh pemimpin dan kelompok, GII). 3) Model kepemimpinan jalur-tujuan (Path-Goal Leadership Model), yaitu model kepemimpinan yang menyatakan teori motivasi ekspektansi. Pengembangan teori ini memiliki empat gaya perilaku dan tiga sikap yaitu diantaranya: empat gaya perilaku yang terdiri dari: direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian. Sedangkan tiga sikap bawahan yang terdiri dari: kepuasan kerja, penerimaan terhadap pemimpin, dan harapan mengenai hubungan antara usah, kinerja, dan imbalan. Gambar 2.2 Model Jalur-Tujuan (Path-Goal Leadership Model) Karakteristik Pegawai
Kemampuan Locus of control Kebutuhan akan kejelasan Kebutuhan akan pencapaian Pengalaman
Kategori perilaku pemimpin
Menjelaskan jalur (path) Organisasi pencapaian Memfasilitasi tugas Suportif Memfasilitasi interaksi produktif Pengambilan keputusan kelompok Networking Memproyeksikan nilai
Hasil Peningkatan kepercayaan pegawai untuk berprestasi Kasifikasi jalur untuk mencapai imbalan yang tidak diinginkan Penetapan target yang menantang Penggunaan seluruh bakat yang ada di kelompok Meningkatkan kebutuhan akan kepuasan Meningkatkan kinerja kerja Berkurangnya ketidakpastian
Keefektifan pemimpin
Dimensi Lingkungan
Struktur tugas Dinamika kelompok kerja
Sumber: Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006).
Universitas Sumatera Utara
4) Model kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard, yaitu pendekatan kepemimpinan yang menganjurakan memahami perilaku sendiri. Teori ini mengunakan penelitian Ohio State University untuk mengembangkan empat gaya kepemimpinan yang biasanya dipakai oleh para manajer yang terdiri dari: mengarahkan (telling), menjual (selling), menggalang partisipasi (participating), dan mendelegasikan (delegating). Gambar 2.3 Model Kepemimpinan Situasional Hersey-Blanchard Perilaku Pemimpin (rendah)
Partisipatif S3
Selling (Menjual) S2
Sharing ide-ide difasilitasi dalam pengambilan keputusan
Menjelaskan keputusan dan menyediakan kesempatan untuk klasifikasi
Delegatif S4
Telling (Menyuruh) S1
Menyerahkan tanggung jawab untuk keputusan dan implementasi
Menyediakan instruksi spesifik dan mengawasi pelaksanaannya secara ketat
(Perilaku Suportif) Perilaku Relasi
(tinggi) (rendah)
Tinggi R4 Mampu dan rela atau Percaya diri
Perilaku Tugas (Panduan)
(tinggi)
Kesiapan Para Pengikut Sedang R3 Mampu tetapi tidak rela atau merasa Tidak aman
Follower-Directed (diarahkan oleh pengikut)
Rendah
R2
R1
Tidak mampu tetapi rela atau percaya diri
Tidak mampu dan tidak rela atau cemas
Leader-Directed (diarahkan oleh pemimpin)
Sumber: Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006) Teori kepemimpinan situasional Hersey Blanchard tingkat kematangan yang dapat dibedakan dalam empat katagori kematangan yang masing-masing mempunyai perbedaan tingkat kematangan yang terdiri dari: tingkat kematangan anggota rendah (M1), tingkat kematangan anggota rendah ke sedang atau moderat rendah (M2), tingkat kematangan anggota sedang ke tinggi atau moderat tinggi
Universitas Sumatera Utara
(M3), dan tingkat kematangan anggota tinggi (M4). Kombinasi perilaku kepemimpinan yang merujuk pada tingkat kematangan, terdapat pada tabel dibawah ini, yaitu: Tabel 2.1 Tingkat Kematangan Tingkat Kematangan Rendah (M-1) Tidak mau dan tidak mampu Rendah ke sedang atau moderat rendah (M-2) Tiada mampu tetapi mau Sedang ke tinggi atau moderat tinggi (M-3) Mampu tetapi tidak mau Tinggi (M-4) Mau dan mampu Sumber: Rivai dan Mulyadi (2011)
Perilaku Kepemimpinan Instruksi (S-1) Tinggi tugas dan rendah hubungan Konsultasi (S-2) Tinggi tugas dan tinggi hubungan Partisipasi (S-3) Rendah tugas dan tinggi hubungan Delegasi (S-4) Rendah tugas dan rendah hubungan
d. Pendekatan Kontenporer Teori kepemimpinan ini memiliki tiga pendekatan lebih terbaru terhadap persoalan, yaitu teori atribusi kepemimpinan, teori kepemimpinan karismatik, dan kepemimpian transaksional dan transformasional (Rivai dan Mulyadi 2011). Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), pendekatan ini adalah cara-cara yang menarik dan penuh wawasan dalam menganalisis kepemimpinan. Pemimpin yang karismatik mampu menarik dan mempengaruhi para pengikutnya. Pemimpin
trasaksional dan transformasional mampu
mempengaruhi orang lain dengan karisma, memperhatikan para pengikut dan menstimulus orang lain.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Kinerja
2.2.1 Pengertian Kinerja berasal dari kata-kata job performance dan disebut juga actual performance atau prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang telah dicapai oleh seseorang karyawan. Kinerja atau performance merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi organisasi yang dituangkan melalui perencanaan strategi suatu organisasi. Sedangkan pengukuran kinerja mempunyai pengertian suatu proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang danjasa, termasuk informasi atas efisiensi serta efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi. Kinerja setiap kegiatan dan individu merupakan pencapaian produktivitas suatu hasil, di mana sumber dan pada lingkungan tertentu secara bersama membawa hasil akhir yang didasarkan mutu dan standar yang telah ditetapkan (Moeheriono, 2009). Menurut Ivancevich, Konopaske, dan Matteson (2006), kinerja adalah hasil yang dinginkan dari perilaku. Sedangakan menurut Rivai (2004), kinerja merupakan suatu fungsi motivasi dan kemampuan. Untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesedian dan tingkat tertentu. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Rivai (2004), penilaian kinerja, yaitu mengacu pada sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Sedangakan tujuan penilaian kinerja atau prestasi kinerja karyawan pada dasarnya meliputi: a. Untuk mengetahui tingkat prestasi karyawan selama ini b. Pemberian imbalan yang serasi c. Mendorong pertanggung jawab dari karyawan d. Untuk mebedakan antara karyawan yang satu dengan yang lain e. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam penugasan kembali, kenaikan jabatan, dan training. f. Meningkatkan motivasi kerja dan etos kerja g. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan supervisor melalui diskusi tentang kemajuan kerja mereka h. Sebagai alat untuk umpan balik dari karyawan dan sebagai alat untuk menjaga tingkat kinerja i. Sebagi salah satu sumber informasi untuk perencanaan SDM dan pengambilan keputusan
2.2.3 Pengukuran Kinerja Menurut
Moeheriono
(2009),
ukuran
indikator
kinerja
dapat
dikelompokkan dalam enam katagori, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Efektif, yaitu mengukur derajat kesesuaian output yang dihasilkan dalam mencapai sesuatu yang diinginkan. Indikator mengenai efektivitas menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang sudah benar. b. Efisien, yaitu mengukur derajat kesesuaian proses menghasilkan output dengan menggunakan biaya serendah mungkin. Indicator mengenai efektivitas menjawab pertanyaan mengenai apakah kita melakukan sesuatu yang benar. c. Kualitas, yaitu mengukur derajat kesesuaian antara kualitas produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan dan harapan konsumen. d. Ketepatan waktu, yaitu mengukur apakah pekerjaan telah diselesaikan secara benar dan tepat waktu. e. Produktivitas, yaitu mengukur tingkat produktivitas suatu organisasi, indicator ini mengukur nilai tambah yang dihasilkan oleh suatu proses dibandingkan dengan nilai yang dikomsumsi untuk biaya modal dan tenaga kerja. f. Keselamatan, yaitu mengukur kesehatan organisasi secara keseluruhan serta lingkungan kerja para pegawainya ditinjau dari aspek keselamatan.
2.2.4 Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja memiliki beberapa peran utama, antara lain yaitu: menyediakan suatu dasar untuk alokasi penghargaan, mengidentifikasikan karyawan yang berpotensi tinggi, mengukur validasi dari efektivitas prosedur pemilihan karyawan, mengevaluasi program pelatihan sebelumnya, dan memfasilitasi perbaikan kinerja di masa mendatang (Ivancevich, Konopaske, dan Matteson, 2006). Tingkat evaluasi kinerja di perusahan atau instansi pemerintah
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya dibedakan evaluasinya terhadap pimpinan dan bawahan, serta penilai harus mengumpulkan data terlebih dahulu melalui pengamatannya terhadap kinerja pegawai sebagai bukti awal dalam memecahkan permasalahan pegawai yang bersangkutan dan dapat melindunginya (Moeheriono, 2009). Tujuan evaluasi adalah untuk memberikan penilaian tentang kinerja ataupun seberapa besar dapat memberikan kontribusi kemanfaatan sesuatu kegiatan tertentu. Selanjutnya manfaat evaluasi adalah tersedianya informasi bagi para manajer atau administrator pembanguan dalam mengambil keputusan dan melanjutkan, melakukan perbaikan atau menghentikan suatu kegiatan. Disamping itu dapat disimpulkan evaluasi kinerja sangat penting untuk memfokus dan mengarahkan karyawan terhadap tujuan strategi pada penempatan, penggantian perencanaan, dan tujuan pengembangan sumber daya manusia. Secara garis besar dapat disimpulkan dan merupakan: a. Sebagai alat yang baik, untuk menentukan apakah karyawan telah memberikan hasil kerja yang memadai dan sudah melaksanakan aktivitas kinerja sesuai dengan standar kerja yang telah ditetapkan organanisasi. b. Sebagai cara, untuk menilai kinerja karyawan dengan melakukan penilaian tentang kekuatan dan kelemahan karyawan. c. Sebagai alat yang baik, untuk menganalisis kinerja karyawan dan membentuk rekomendasi perbaikan dan pengembangan selanjutnya (Moeheriono, 2009).
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Dharma (2005), faktor yang terutama dalam pengukuran suatu kinerja adalah analisis terhadap perilaku yang diperlukan untuk mencapai hasil yang telah disepakati, bukan penilaian terhadap kepribadian. Faktor kinerja
Universitas Sumatera Utara
karyawan adalah kecenderungan apa yang membuat pegawai dalam menghasilkan produktivitas kerja yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang telah ditentukan. Menurut Suarli dan Bahtiar (2010), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja, yaitu: a. Faktor Motivasi, menurut Rowland dan Rowland (1997), fungsi manajer
dalam meningkatkan kepuasan kerja staf didasarkan pada faktor-faktor motivasi. Faktor yang mempengaruhi motivasi meliputi: (1) keinginan akan adanya peningkatan, (2) rasa percaya bahwa gaji yang didapatkan sudah mencapai, (3) memiliki kemampuan pengetahuan, keterampilan, dan nilainilai yang diperluaskan, (4) adanya umpan balik, (5) adanya kesempatan untuk mencoba pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan, (6) adanya instrument kinerja untuk promosi, kerja sama, dan peningkatan penghasilan. b. Lingkungan, faktor lingkungan meliputi: (1) komunikasi: penghargaan
terhadap usaha yang telah dilakukan, pengetahuan tentang kegiatan organisasi, dan rasa percaya diri, (2) potensi pengembangan: kesempatan untuk berkembang, meningkatkan karir, dan mendapatkan promosi, dukungan untuk tumbuh dan berkembang, dan (3) kebijakan individual, yaitu tindakan untuk mengakomodasi kebutuhan individu seperti jadwal kerja, liburan, cuti sakit, serta pembiayaannya.
2.2.6 Kinerja Perawat Menurut Adey dan Morrow (1996) dikutip dalam penelitian Sumiyati, (2006), kinerja dengan prestasi kerja yaitu proses melalui mana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kinerja adalah hasil yang
Universitas Sumatera Utara
dicapai atau prestasi yang dicapai karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Pada dasarnya kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan/ perawat. Kinerja karyawan/ perawat adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kapada organisasi yang termasuk dalamnya yaitu: kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output, kehadiran di tempat kerja, dan sikap kooperatif (Mathis dan Jackson, 2002). Menurut Swansburg (2000) penilaian kinerja merupakan alat ukur yang paling dapat dipercaya oleh Manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas. Proses penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan yang berkualitas tinggi. Perawat Manajer dapat menggunakan proses penilaian kinerja untuk mengatur arah kinerja, dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten. Tujuan atau penggunaan evaluasi kinerja bervariasi. Dalam keperawatan ini digunakan untuk motivasi karyawan untuk menghasilkan perawatan pasien berkualitas tinggi. Penilaian kinerja harus dilakukan sebagai sistem dengan: (1) standar kinerja yang didefinisikan dengan jelas oleh rater (pemberi latihan) dan ratee (orang yang diberi latihan), (2) penerapan objektif dari standar kinerja baik rater (pemberi latihan) dan ratee (orang yang diberi latihan) yang mengukur kinerja terakhir terhadap standar, (3) umpan balik dengan interval terencana dengan perbaikan yang disetujui bila diindikasikan, dan (4) siklus kontinu rater
Universitas Sumatera Utara
(pemberi latihan) dan rate (orang yang diberi latihan) harus saling percaya (Swanburg, 2000). Menurur Swanburg (2000), pengembangan dan penggunaan standar untuk penilaian kinerja, yaitu: Standar kinerja yang diturunkan dari analisa kinerja, deskripsi kinerja, dan evaluasi kinerja serta dokumen-dokumen lainnya yang menjelaskan mengenai aspek-aspek kuantitatif dan kualitatif dari kinerja. Kongres ANA untuk praktisi keperawatan telah mengembangkan dan menerbitkan system standar praktisi dalam beberapa bidang kinerja, yaitu: praktik keperawatan, praktik keperawatan kesehatan masyarakat, praktik keperawatan gerontik, praktik keperawatan ibu dan anak, praktik keperawatan kesehatan psikiatrik-mental, praktik keperawatan ortopedik, praktik keperawatan ruang operasi, dan lain-lain. Menurut ANA Standards of Clinical Nursing Practice dapat digunakan dalam pengembangan standar kinerja, yaitu sebagai berikut: 1. Asuhan keperawatan pasien Tujuan utama: Melakukan fungsi-fungsi primer perawat professional (50% dari waktu kerja). 1) Mendapatkan riwayat keperawatan pada semua pasien baru masuk. 2) Meninjau ulang riwayat keperawatan dari semua pasien baru pindahan. 3) Mengunakan riwayat keperawatan untuk membuat diagnosa keperawatan yang akan menentukan kebutuhan pasien dan masalahnya. 4) Dengan mengunakan informasi ini: a) Buat rencana asuhan keperawatan untuk setiap pasien. b) Susun sasaran untuk setiap kebutuhan atau masalah keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
c) Tulis ketentuan keperawatan untuk setiap pasien untuk memenuhi setiap kebutuhan atau masalah dan sasaran. d) Terapakan rencana perawatan dengan memberikan bukti ilmiah pengetahuan dan prinsip legal. e) Melaksanakan setiap intruksi dokter. 2.
Manajemen personel keperawatan Tujuan utama: Merencanakan asuhan keperawatan pasien setiap hari (14% dari waktu kerja). 1) Tentukan peringatan setiap pasien berdasarkan nomor urut dan kompleksitas kebutuhaannya. 2) Mengetahui kemampuan setiap anggota tim 3) Membuat penugasan harian untuk setiap anggota tim 4) Mendiskusikan penugasan dengan setiap anggota tim pada permulaan setiap shift: a) Mendengarkan laporan dalam bentuk rekaman dari setiap anggota tim. b) Mengamati bahwa setiap anggota meninjau intruksi dokter dan rencana asuhan keperawatan. c) Menjawab pertanyaan yang timbul dari melekukan kegiatan. 5) Melakukan konferensi dengan manajer perawat klinis dan unit administrasi secara periodic untuk memastikan apakah ada intruksi baru. 6) Merencanakan
untuk
konferensi
tim
pada
waktu
khusus
dan
menempatkan serta memberi tahu anggota tim. 7) Memasukkan filosofi dan objektif divisi dan unit kedalam aktivitas tim.
Universitas Sumatera Utara
8) Membantu penugasan LPN dan peserta didik RN, termasuk anggota tim yang sesuai dengan latar belakang dan kebutuhan belajar. 3.
Manajemen personel keperawatan Tujuan utama: Pengawasan kegiatan tim (10% dari waktu kerja). 1) Melakukan ronde teratur secara periodic untuk membantu anggota tim dengan perawatan pasien. Pada saat bersamaan, bicara dan mengamati pasien untuk menentukan: a) Kebutuhan atau masalah baru b) Kemajuan, konfirmasikan hasil pengamatan ini dengan pasien jika mungkin. 2) Memimpin konferensi anggota tim selama 15 hingga 20 menit dengan agenda yang telah ditentukan dan diketahui oleh segenap anggota tim sehari sebelumnya: a) Libatakan semua anggota tim. b) Berikan komentar terhadap masalah khusus atau baru dari setiap pasien dan memperbaharui rencana asuhan keperawatan sesuai kebutuhan. 3) Menuliskan catatan kemajuan keperawatan dan memperbaharui rencana asuhan keperawatan yang tersisa: a) Bantu teknisi dengan menulis catatan sesuai kebutuhan untuk perlatihan. Sehingga dengan demikian membaca dan tanda tangga pada catatan, menulis catatan sendiri.
Universitas Sumatera Utara
b) Memperbaharui rencana asuhan keperawatan yang tidak dilakukan pada konferensi tim mengenali ini adalah tanggung jawab perawat professional. c) Membaca catatan dari LPN dan RN. 4) Mengkomunikasikan pelayanan keperawatan dan kebijakan rumah sakit pada anggota tim setiap hari melalui rujukan pada suatu informasi seperti waktu pertemuan, dan perubahan dalam pengaturan. 4.
Manajemen peralatan dan bahan Tujuan utama: Mengenali kebutuhan-kebutuhan, merencanakan dan mengajukan permintaan untuk peralatan dan bahan baru dan pengganti untuk manajer perawat klinis (1% dari waktu kerja) 1) Sementara bekerja dengan anggota tim, mengidentifikasi malfungsi peralatan dan kekurangan barang-barang serta melaporkannya pada manajer perawatan klinis dan bagian keuangan setiap harinya. 2) Mengajukan permintaan untuk peralatan untuk peralatan-peralatan dan barang-barang baru pada manajer perawat klinis setiap kuartal.
5.
Perlatihan Tujuan utama: Mengidentifikasi kebutuhan perlatihan dari setiap anggota tim dan merencanakan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan tersebut (5% dari waktu kerja). a) Mengidentifikasi kebutuhan perlatihan tertentu dari anggota tim individual melalui observasi setiap hari terhadap kinerja dan wawancara mereka.
Universitas Sumatera Utara
b) Mengevaluasi kinerja melalui penggunaan standar kinerja. Membuat standar kinerja diketahui oleh setiap anggota tim dan mengharapkan mereka bertanggung jawab dan memenuhi standar tersebut. c) Merencanakan konseling dan bimbingan terhadap setiap anggota tim secara individu dan sedikitnya setiap kuartal. d) Merencanakan
dan
melaksanakan
program
pendidikan
dalam
pelaksanan unit sedikitnya setiap bulan. Melibatkan anggota tim. e) Merekomendasikan anggota-anggota tim untuk seminar, kursus singkat, program perguruan tinggi, dan kursus korespondensi. f) Secara keseluruhan mengorientasikan semua anggota tim. Melakukan pendataan keahlian pada waktu wawancara awal dan merencanakan perlatihan selama masa kinerja bagi mereka yang membutuhkan. g) Mengajukan permintaan anggaran untuk materi-materi dan program pelatihan untuk manajer perawatan klinis setiap tahun. h) Membuat penugasan membaca dan memberikan waktu untuk anggota tim menggunakan sumber pustakaan. 6.
Perencanaan perawatan pasien Tugas utama: Mengkoordinasikan sumber keperawatan esensial untuk memenuhi setiap kebutuhan total dan tujuan pasien (5% dari waktu kerja). 1) Konsul dengan dokter yang menangani pasien setiap hari. 2) Meminta konsultasi dengan perawat klinis spesialis. Ini mencakup perawatan klinis spesialis dalam bidang pediatric, kesehatan mental, kesehatan
orang
dewasa,
radiologi,
kesehatan
masyarakat
dan
rehabilitasi.
Universitas Sumatera Utara
3) Konsultasi
dengan
personel
lain
sesuai
kebutuhan,
mencakup
rohaniawan, pekerja social, ahli terapi okipasi, ahli terapi fisik, ahli farmasi, dan ahli terapi inhalasi. Mengkoordinasi dengan dokter dan manajer perawat klinis sesuai kebutuhan. 4) Mendukung filosofi tentang memiliki administrasi unit yang melakukan aktivitas bukan keperawatan dengan membantu perlatihan sesuai kebutuhan setiap hari, untuk membantu menjadi terampil dalam tugas. 5) Secara agresif meyakinkan agar bagian administrasi nmengerjakan tugas administratifnya dan anggota tim keperawatan, yang terakhir paling umum terjadi pada ruangan pasien. 7.
Mengajari pasien Tugas utama: Mengajari pasien untuk merawat dirinya sendiri setelah keluar dari rumah sakit (5% dari waktu kerja). 1) Merencanakan penyuluhan sebagai tujuan rehabilitas utama terhadap pasien yang baru masuk. Masuk dalam rencana asuhan keperawatan. 2) Perbaharui rencana pengajaran setiap harinya. 3) Melibatkan sumber daya manusia yang ada dalam melakukan pegajaran. 4) Merujuk kasus-kasus pada perawat kunjungan untuk evaluasi. 5) Membuat perjanjian tindakan lanjut mengenai kemajuan tujuan keperawatan dengan perawat klinis. 6) Melibatkan keluarga dalam penyuluhan sesuai kebutuhan.
Universitas Sumatera Utara
8.
Evaluasi proses perawatan Tujuan umum: Menjalankan audit terhadap asuhan keperawatan (3% dari jam kerja). 1) Mengaudit catatan keperawatan setiap hari. 2) Melakukan audit di ruangan pasien setiap minggu. 3) Mengaudit grafik tertutup dari pasien yang dipulangkan setiap bulan. 4) Meninjau ulang kuisioner pasien. 5) Mendiskusikan hasil semua audit dengan anggota tim sebagai kelompok maupun individu.
9.
Administrasi personel Tujuan utama: Menyusun peringkat kinerja dari anggota-anggota tim (2% dari waktu kerja). 1) Menulis laporan kinerja. 2) Mendiskusikan laporan tersebut secara individu untuk mempelajari tujuan pribadi.
10. Pengembangan diri Tujuan utama: Menjalankan program aktivitas pendidikan berkelanjutan (5% dari waktu kerja). 1) Menyusun tujuan-tujuan sendiri dan menyusun tujuan pendidikan untuk kursus singkat, konvensi, lokakarya, kursus perguruan tinggi, dan kursus manajemen. 2) Berpartisipasi dalam devisi dan departemen program pendidikan dalam pelayanan. 3) Berpartisipasi dalam aktivitas panitia pelaksanaan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
4) Berpartisipasi dalam proyek-proyek penelitian. 5) Berpartisipasi sebagai seorang warganegara dalam komunitas melalui keterlibatan dalam organisasi profesi dan proyek pelayanan. 6) Mengambil tanggung jawab untuk pengetahuan, kemajuan, dan penggunaan sumber komunitas seperti: kelompok-kelompok kesehatan, kelompok-kelompok sipil, kelompok-kelompok pendidikan umum, penarikan tenaga kerja keperawatan, dan lain-lain. Analisis pekerjaan Edwards dan Sproull (dalam Swansburg, 2000), menguraikan bahwa dimensi-dimensi kinerja objektif, yang dikembangkan oleh manajemen dan pekerja merupakan hal yang dibutuhkan untuk terlaksananya penilaian kinerja yang efektif. Dimensi ini dikembangkan dari analisis pekerjaan. Kriteria kinerja harus: (1) dapat diukur melalui pengamatan perilaku pekerjaan, (2) terdefinisi secara jelas, dan (3) berhubungan tengan pekerjaan. Manajer perawat dan karyawan keperawatan harus menyetujui arti dan keutamaan dari setiap pengukuran. Standar ini tidak cukup hanya bersifat dapat dihitung namun juga harus dapat diterapkan untuk perilaku yang dapat diamati. Deskripsi pekerjaan sebagai kontrak. Deskripsi kerja merupakan suatu kontrak yang mencakup fungsi-fungsi pekerjaan dan dinas serta menyatakan pada seseorang pada siapa pekerja bertanggung jawab. Sedangkan evaluasi pekerjaan merupakan sesuatu proses yang mengukur jumlah pasti dari elemen-elemen dasar yang ditemukan dalam pekerjaan. Pembinaan dan pengembangan terhadap karyawan adalah salah satu kegiatan yang harus dilakukan oleh kepala bangsal untuk mendukung kinerja karyawan/perawat, dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan mutu
Universitas Sumatera Utara
pelayanan keperawatan. Keberhasilan dan pelayanan keperawatan sangat ditentukan oleh kinerja para perawat. Dalam melaksanakan evaluasi kinerja perawat untuk memperoleh hasil evaluasi secara optimal, memiliki aspek-aspek yang akan dinilai. Evaluasi terhadap kinerja perawat dapat dilakukan dengan menilai berbagai hal yang berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan perawat, yaitu: kualitas pekerjaan yang diselesaikan, kuantitas pekerjaan, tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan, dan inisiatif serta ketepatan dalam bekerja. Faktor lain yang dapat dinilai adalah kecepatan dalam berkerja, tingkat kemandirian, perilaku selama bekerja, kehadiran, hubungan dengan staf lain, dan keterampilan dalam bekerja. Pengetahuan yang dimiliki, keabsahan pekerjaan yang dilakukan, dan potensi pekerjan yang dapat dikembangkan juga sangat penting untuk dinilai berkaitan dengan kinerja perawat (Kuntoro, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Secara ringkas tinjauan teoritis tersebut dapat di gambarkan secara skematis sebagai berikut: Teori Kepemimpinan 1. Sifat (Trait) A. Inteligensi B. Kepribadian C. Kamampuan Kinerja Perawat 2. Perilaku (Behavior) A. Studi Universitas of Michigan 1) Pemimpin Job-centered 2) Pemimpin Employee- centered B. Studi Ohio State University 1) Initiating Structure 2) Cosideration C. Tannenbaum dan Warren H Schmidt 1) Fokus pada atasan 2) Fokus pada bawahan D. Managerial Grid (kisi-kisi manajemen) 1) Orentasi pada tugas/ produksi 2) Orientasi pada hubungan/ orang
3. Situasional A. Model kontigensi kepemimpinan dari Fiedler 1) Hubungan pemimpin-pengikut 2) Struktur tugas 3) Kekuatan posisi (position power) B. Model kepemimpinan Vroom-Jago 1) Dua gaya autokratis (AI dan AII) 2) Dua gaya konsultatif (CI dan CII) 3) Satu gaya berorentasi keputusan bersama (oleh pemimpin dan kelompok, GII) C. Model kepemimpinan Jalur-Tujuan (path goal) 1) Empat gaya perilaku: direktif, suportif, partisipatif, dan berorientasi pencapaian 2) Tiga sikap bawahan: kepuasan kerja, penerimaan terhadap pemimpin, dan harapan mengenai hubungan antara usah, kinerja, imbalan D. Model kepemimpinan stiuasional HerseyBlanchard 1) Mengarahkan (Telling) 2) Menjual (Selling) 3) Menggalang Partisipasi (Participating) 4) Mendelegasikan (Delegating)
Perilaku Pemimpin
1. Asuhan keperawatan pasien 2. Manajemen personel keperawatan (Tujuan utama: Merencanakan asuhan keperawatan pasien setiap hari) 3. Manajemen personel keperawatan (Tujuan utama: Pengawasan kegiatan tim) 4. Manajemen peralatan dan bahan 5. Perlatihan 6. Perencanaan perawatan pasien 7. Mengajari pasien 8. Evaluasi proses perawatan 9. Administrasi personel 10. Pengembangan diri
4. Kontenporer A. Kepemimpinan karismatik B. Kepemimpinan trasaksionan dan transformasional
Universitas Sumatera Utara