BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1.Pengertian Pemasaran Pemasaran merupakan salah satu kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempetahankan kelangsungan hidupnya, untuk berkembang dan mendapatkan laba. Berhasil tidaknya dalam pencapaian tujuan bisnis tergantung pada keahlian mereka di bidang pemasaran, produksi, keuangan maupun bidang lainnya. Selain itu juga tergantung juga pada kemampuan mereka untuk mengkombinasikan fungsifungsi tesebut agar organisasi dapat berjalan lancar. Pemasaran menurut William J. Stanton (1991) dapat didefinisikan pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan
dari
kegiatan-kegiatan
bisnis
yang
ditujukan
untuk
merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial. Falsafah konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keingian dan kebutuhan pembeli atau konsumen. Seluruh kegiatan perusahaan yang menganut konsep pemasaran harus diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut. Kegiatan ini meliputi kegiatan pada semua bagian yang ada seperti kegiatan personalia, produksi, keuangan, riset dan pengembangan serta fungsifungsi lainnya. Secara definitif konsep pemasaran menurut Basu Swastha dan Irawan (2000) adalah sebuah falsafah bisnis yang menyatakan bahwa
8
9
pemuasan konsumen merupakan syarat ekonomi dan sosial bagi kelangsungan hidup perusahaan. Tiga unsur pokok konsep pemasaran menurut Basu swastha dan Irawan adalah 1.
Orientasi pada konsumen Pada dasarnya peusahaan yang ingin mempraktekkan orientasi konsumen harus: − Menentukan kebutuhan pokok dari pembeli yang akan dilayani dan dipenuhi. − Memilih kelompok pembeli tertentu sebagai sasaran dalam penjualan. − Menentukan produk dan program pemasaran. − Mengadakan penelitian pada konsumen untuk mengukur, menilai dan menafsirkan keinginan, sikap serta tingkah laku mereka. − Menentukan dan melaksanakan strategi yang paling baik, apakah menitikberatkan pada mutu yang tinggi, harga ynag murah, atau model yang menarik.
2.
Volume penjualan yang menguntungkan Merupakan tujuan dari konsep pemasar, artinya laba itu dapat diperoleh dengan melalui pemuasan konsumen, dengan laba ini perusahaan dapat tumbuh dan berkembang, dapat memberikan tingkat kepuasan yang lebih besar pada konsumen. Serta dapat memperkuat kondisi perekonomian secara keseluruhan.
10
3.
Koordinasi dan integrasi seluruh kegiatan pemasaran Dalam perusahaan perlu dilakukan , untuk memberikan kepuasan konsumen, juga perlu dihindari adanya pertentangan didalam perusahaan maupun antara perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa setiap orang dan setiap bagian dalam perusahaan turut berkeimpung dalam suatu usaha ynag terkoordinir untuk memberikan kepuasan konsumen sehingga tujuan perusahaan dapat direalisir.
2.2.Perilaku Konsumen Dalam meluncurkan sebuah produk kepasaran, produsen harus dapat memahami perilaku dari konsumen yang akan mereka tuju. Pengertian perilaku konsumen sendiri menurut Basu Swastha dan T. Hani Handoko (1982) adalah Kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalam proses pengambilan keputusan dan persaingan serta penentuan kegiatankegiatan tersebut. Perilaku konsumen memiliki kepentingan khusus bagi orang yang, karena berbagai alasan, berhasrat mempengaruhi atau merubah perilaku ini, termasuk mereka yang kepentingan utamanya adalah pemasaran, pendidikan, perlindungan konsumen serta kebijakan umum. Berbagai penelitian terhadap motivasi dan perilaku kosumen mendapat arti dalam masyarakat. Kepentingan utama dari perusahaan, ekonomi, konsumen dan lain–lain adalah mendapatkan strategi yang efektif untuk
11
mempengaruhi dan membentuk perilaku itu. Dalam bidang pemasaran, semua yang dilakukan para pemasar dan mereka yang berusaha mempengaruhi perilaku konsumen. Menurut James F Engel, dkk (1994) ada empat hal yang harus diperhatikan perusahaan dalam perilaku konsumen, yaitu : 1. Konsumen adalah raja. 2. Motivasi dan perilaku konsumen dapat dimengerti melalui penelitian. 3. Perilaku konsumen dapat dipengaruhi melalui kegiatan persuasif. 4. Bujukan dan pengaruh konsumen memiliki hasil yang menguntungkan secara sosial. Pada perilaku pembelian oleh konsumen, terdapat perilaku pembelian yang berulang. Pembelian berulang dilakukan oleh konsumen didasarkan pada kaidah atau kebiasaan yang terbentuk untuk menyederhanakan kegiatan proses keputusan dan memungkinkan konsumen menanggulangi dengan lebih efektif tekanan dari penggunaan produk itu. Kebiasaan pembelian ulangan harus dibedakan antara didasarkan atas loyalitas merek atau brand loyality dimana loyalitas pada satu merek dapat mencerminkan kebiasaan yang termotivasi dan sulit berubah.
2.3.Kepuasan Konsumen Setelah pembelian, konsumen atau pelanggan tentu akan memberikan suatu penilaian terhadap produk atau jasa tersebut. Penilaian tersebut dapat merupakan suatu kepuasan atau ketidak puasan terhadap produk barang atau
12
jasa yang dibelinya. Oleh karena itu, perlu adanya suatu pemahaman tentang arti atau definisi tentang arti itu sendiri. Kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Philip Kotler, 1995: 46). Sedangkan pengertian lain, kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya memberikan hasil (out come) sama atau melampui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan (Fandy Tjiptono,2001: 146).
2.4.Merek Pemberian merek adalah penting bagi konsumen karena memudahkan pilihan, membantu meyakinkan mutu, dan sering memuaskan kebutuhan akan status tertentu. Penjual juga memperoleh manfaat dari pemberian nama merek, pemberian merek memupuk hubungan yang terus berlanjut dengan konsumen (loyalitas merek), yang melindungi penjual dalam persaingan. Merek juga membantu pengenalan produk baru. Pengertian
merek menurut Willlian J. Stanton dalam Y. Lamarto
(1991 : 569) adalah nama, istilah simbol atau desain khusus, atau jasa yang ditawarkan
penjual.
Merek
adalah
mengidentifikasi
dan
membantu
membedakan produk jasa dari satu penjual terhadap produk atau jasa dari penjual yang lainnya, ini termasuk nama, tanda, simbol, atau beberapa kombinasi dari itu (Boyd, Walker dan Lorreche, 2000 :273).
13
Pengertian lain mengenai merek yang dipandang lebih lengkap yaitu pengertian merek menurut Philip kotler (1997) bahwa merek sebenarnya merupakan janji dari penjual untuk secara konsisten memberikan feature, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli, merek yang terbaik akan memberikan jaminan kualitas dan bukan hanya simbol. Lebih lanjut Kotler (1997) mengemukakan bahwa ada enam tingkatan pengertian yang dimiliki sebuah merek, yaitu : 1. Atribut : Merek mengingatkan pada atribut tertentu. 2. Manfaat : Suatu merek lebih dari serangkaian atribut dimana pembeli tidak membeli atribut tetapi membeli manfaat. 3. Nilai : Merek juga mengatakan sesuatu tentang nilai produsen. 4. Budaya : Merek juga mewakili budaya tertentu 5. Kepribadian : Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. 6. Pemakai : Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Dengan adanya berbagai definisi diatas kita dapat melihat bahwa pengertian merek dari berbagai pakar masih terdapat beberapa perbedaan. Tetapi pada dasarnya merek merupakan pembada barang dan jasa dari produkproduk milik pesaing.
2.5.Asosiasi Merek (Brand Association) Aaker (1997:160) menulis bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai sebuah merek. Sekumpulan asosiasi
14
terhadap suatu merek akan membentuk citra merek (brand image) dan citra tersebut merupakan himpunan dan keyakinan yang timbul dari seseorang terhadap merek tertentu. Brand Association mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain-lain. Nilai yang mendasari merek seringkali didasarkan pada asosiasi-asosiasi spesifik yang berkaitan dengannya . Contoh, asosiasi seperti Ronald Mc Donald bisa menciptakan sikap / perasaan positif yang berkaitan dengan suatu merek seperti Mc Donalds. Asosiasi gaya hidup atau personalitas barangkali mengubah pengalaman dalam menggunakan suatu produk misal Asosiasi Jaguar memunculkan suatu pengalaman memiliki dan mengemudi salah satu mobil yang berbeda. Jika suatu merek diposisikan dalam atribut kunci untuk kelas produk tertentu (seperti dukungan layanan atau keunggulan tekhnologi), maka para pesaing akan kesulitan menyerang. Asosiasi yang terkait dengan suatu merek umumnya dihubungkan dengan berbagai hal berikut ini ( Durianto, 2001:70 ): 1) Product attributes (atribut produk) Mengasosiasikan atribut /karakteristik suatu produk merupakan strategi positioning yang paling sering digunakan.
15
2) Intangible attributes (atribut tak berwujud) Suatu faktor tak berwujud merupakan atribut umum, seperti halnya persepsi kualitas, kemajuan teknologi/ kesan nilai yang mengikhtisarkan serangkaian atribut yang obyektif. 3)
Customer benefits (manfaat bagi pelanggan) Karena sebagian atribut produk memberikan manfaat bagi pelanggan, maka besarnya terdapat hubungan antar keduanya.
4) Relative Price (harga relatif) Evaluasi terhadap sesuatu merek di sebagian kelas produk ini di awali dengan penentuan posisi merek tersebut kedalam satu atau dua dari tingkat harga. 5) Aplication (penggunaan) Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan /aplikasi tertentu. 6) User / Customer ( pengguna / pelanggan) Mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna / pelanggan dari produk tersebut . 7) Life style / personality (gaya hidup) Asosiasi sebuah merek dengan suatu gaya hidup dapat diilhami oleh asosiasi para merek tersebut dengan aneka kepribadian dan karakteristik gaya hidup yang hampir sama.
16
8) Product class ( kelas produk) Mengasosiasikan sebuah merek menurut kelas produknya misal Volvo mencerminkan nilai berupa prestise 9) Competitors (Pesaing) Mengetahui pesaing dan berusaha untuk menyamai / bahkan mengungguli pesaingnya 10) Country /geographic area ( negara / wilayah geografis) Sebuah negara dapat menjadi symbol yang kuat asalkan memiliki hubungan yang erat dengan produk ,bahan dan kemampuan .
2.6.Kualitas Produk Kualitas produk adalah setiap apa saja yang dapat ditawarkan kepasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup obyek secara fisik, jasa, orang tempat dan ide (Kotler, 1997). Sedangkan menurut Basu Swastha (1990) adalah produk dalam tinjauan luas, barang tidak hanya meliputi atribut fisik saja , tetapi juga non fisik seperti harga, penyalur, dan sebagainya. Kualitas produk merupakan hal yang perlu mendapat perhatian utama dari perusahaan atau produsen. Mengingat kualitas produk berkaitan erat dengan masalah kepuasan konsumen yang merupakan tujuan dari kegiatan pemasaran setiap perusahaan. Setiap produsen harus memiliki tingkat kualitas yang akan memantau atau menunjang meningkatkan posisi produk.
17
2.7.Loyalitas Konsumen 2.7.1. Konsep Loyalitas Konsumen Istilah loyalitas sudah sering kita dengar. Seperti emosi dan kepuasan loyalitas merupakan konsep lain yang nampak mudah dibicarakan dalam konteks sehari-hari, tetapi lebih sulit ketika dianalisa maknanya tidak banyak literatur yang mengemukakan definisi tentang loyalitas. Loyalitas dapat dipahami sebagai sebuah konsep yang menekakan pada runtutan pembelian, proporsi pembelian atau dapat juga probabilitas pembelian. Hal ini lebih bersifat operasional, bukannya teoritis. Tentunya data panel diperlukan untuk mengukur konsep-konsep data itu. Untuk memperkuat pemahaman substansional tentang loyalitas diperlukan tinjauan secara toritis tentang konsep itu juga ditujukan untuk memperkuat basis pemahaman dalam penelitian. Pemasaran pada umumnya menginginkan bahwa pelanggan yang diciptakan dapat dipertahankan selamanya. Ini bukan merupakan tugas yang mudah mengingat perubahan-perubahan yang terjadi setiap saat, baik perubahan pada diri pelanggan seperti selera maupun aspek-aspek pskologis serta perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi aspekaspek psikologis, sosial, dan kultural pelanggan. Dalam jangka panjang loyalitas dipandang menjadi tujuan bagi perencanaan pasar strategis (Kotler, 1997). Selain itu juga dijadikan dasar untuk mengembangkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Basu swastha, 1997). Yaitu keunggulan yang dapat direalisasikan melalui upaya-upaya pemasaran.
18
Loyalitas pelanggan sebetulnya berasal dari loyalitas merek yang mencerminkan loyalitas pelanggan merek tertentu. Pelanggan yang loyal adalah pelanggan yang akan membeli ulang terhadap jasa yang akan mereka rasakan. Pada pelangan yang tingkat kepuasannya rendah maka mereka akan mudah pindah serta sangat kaku terhadap perubahan harga (Anderson, dalam Basu Swastha, 1994). Untuk melihat tingkat kepuasan harus dibedakan tingkat kepuasan antara yang diharapkan sebelum penerima layanan (expectation) serta sesudah menerima layanan jasa (perception). Menurut Carman, untuk menilai harapan dan kenyataan semestinya diukur pada saat yang tidak bersamaan (Alma, 1990). Konsumen yang memperoleh kepuasan atas produk yang dibelinya cenderung melakukan pembelian ulang produk yang sama. Salah satu faktor yang penting yang dapat membuat konsumen puas adalah kualitas, hal ini dapat dikembangkan oleh pemasar untuk mengembangkan loyalitas merek konsumennya. Pengertian loyalitas merek menurut Darmadi Darianto dkk (2001) yaitu suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Sedangkan Basu Swastha (1999) menyatakan loyalitas pelanggan pasti akan ditujukan pada objek tertentu yaitu merek karena dianggap sebagai objek loyal karena merupakan identitas produk. Pakar merek dari Universitas California di Berkeley ,Amerika Serikat David A. Aaker (1997) membagi tingkatan loyalitas merek menjadi beberapa tingkatan, dimulai dari tingkatan paling rendah yaitu :
19
1. Switcher, pembeli berpindah-pindah dan peka terhadap perubahan harga. 2. Habitual buyer, pembeli yang puas atas produk berdasar kebiasaan. 3. Satisfied buyer, pembeli yang puas namun menanggung biaya peralihan. 4. Likes the brand, pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek. 5. Commited buyer, pelanggan yang setia dan mempunyai kebanggaan menjadi pelanggan suatu merek.
Loyalitas merek secara kualitatif berbeda dari dimensi-dimensi utama yang lain karena loyalitas merek terkait erat pada pengalaman menggunakan mereka, dimana hal ini tidak bisa terjadi tanpa lebih dahulu melakukan pembelian dan tanpa mempunyai pengalaman menggunakan. Loyalitas tertuju pada merek tertentu yang tidak mungkin ditransferkan pada merek dan simbol lain tanpa mengeluarkan uang dalam jumlah besar dan tanpa melakukan penjualan yang signifikan.
2.7.2. Tahap-tahap Loyalitas Konsep tentang loyalitas merek perlu diperjelas sebelum pengembangan metode operasionalisasi atau pengukuran dilakukan secara memadai.
Klasifikasinya
melibatkan
ide
yang
berkaitan
dengan
pendekatan attitudinal sebagai komitmen psikologis dan pendekatan behavioral yang tercermin dalam perilaku beli aktual. Loyalitas merek dapat dipandang sebagai suatu garis kontinue dari loyalitas merek yang tak
20
terbagi hingga ke pengabaian merek. Pasar untuk suatu merek tertentu dapat dianalisis dari sudut jumlah konsumen disetiap katagori, dan strategi yang dapat dibuat untuk memperkuat loyalitas merek suatu grup tertentu. Menurut J.Paul Peter dan Jerry Olson (1996) Ada lima katagori pola pembelian yaitu (1) Loyalitas merek tak terbagi, (2) Loyalitas merek berpindah sesekali, (3) Loyalitas merek berpindah, (4) Loyalitas merek terbagi,dan (5) Pengabaian merek. Dalam menilai loyalitas merek (Basu swastha 1999) menggunakan aspek psikologis konsumen secara total agar tidak berubah, yaitu : a. Tahap loyalitas kognitif Konsumen yang mempunyai loyalitas tahap pertama ini menggunakan basis informasi yang searah memaksa menunjuk pada satu merek atas merek lainnya. Jadi loyalitas hanya didasarkan pada kognisi saja. Sebagai
contoh,
sebuah
supermarket
secara
konsisten
selalu
menawarkan harga yang lebih murah atau rendah dari pesaing. Informasi ini cukup memaksa konsumen untuk selalu berbelanja di supermarket tersebut. Apakah ini merupakan bentuk loyalitas yang kuat. Dalam kenyataan tidak karena pesaing dapat menawarkan informasi (harga produk) yang lebih menarik sehingga konsumen beraling ke pesaing. Jadi pemasar harus mempunyai alasan lebih kuat agar konsumen tetap loyal. b. Tahap Loyalitas Afektif Loyalitas ini didasarkan pada aspek afektif konsumen. Sikap merupakan kognisi atau pengharapan pada periode awal pembelian
21
atau masa pra konsumsi dan merupakan fungsi dari sikap sebelumnya plus kepuasan di periode berikutnya atau masa pasca konsumsi. c. Tahap Loyalitas Konatif Yang dimaksud faktor lain pada tahap kedua adalah dimensi konatif (niat melakukan) yang dipengaruhi oleh perubahan-perubahan terhadap merek. Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah tujuan tertentu. Maka loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian. d. Tahap Loyalitas Tindakan Dalam tuntutan kontrol tindakan, niat yang diikuti oleh motivasi merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu menjadi kenyataan yaitu pertama sebagai loyalitas kognatif, loyalitas afektif, kemudian loyalitas konatif dan pada akhirnya sebagai loyalitas tindakan atau loyalitas yang ditopang dengan komitmen dan tindakan.
2.6.Review Penelitian Terdahulu Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Oky Sigit Setiyawan (2005) yang menganalisis “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Loyalitas Konsumen (Study Kasus Terhadap Produk Shampo Pantene di Kota Semarang)”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persamaan garis linier berganda yaitu Y = 0,238 X1 + 0,332 X2 + 0,258 X3. Berdasarkan
22
pengujian statistik dengan SPSS didapatkan angka t-hitung antara kepuasan konsumen (X1) terhadap loyalitas konsumen (Y) sebesar 2,178 > t-tabel sebesar 1,6607; sehingga secara parsial (individu) terdapat pengaruh secara signifikan dan positif antara kepuasan konsumen (X1)
terhadap loyalitas
konsumen (Y). Angka t-hitung antara asosiasi merek (X2) terhadap loyalitas konsumen (Y) sebesar 3,107 > t-tabel sebesar 1,6607; sehingga secara parsial (individu) terdapat pengaruh secara signifikan dan positif antara asosiasi merek (X2) terhadap loyalitas konsumen (Y). Angka t-hitung antara kualitas produk (X3) terhadap loyalitas konsumen (Y) sebesar 2,378 > t-tabel sebesar 1,6607; sehingga secara parsial (individu) terdapat pengaruh secara signifikan dan positif antara kualitas produk (X3) terhadap loyalitas konsumen (Y). Angka F hitung sebesar 40,846 > F tabel (2,7) artinya variabel kepuasan konsumen (X1), asosiasi merek (X2), dan kualitas produk (X3) secara simultan (bersama-sama) berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen (Y). Angka koefisien determinasi sebesar 0,547. Hal ini berarti bahwa variabel kepuasan konsumen (X1), asosiasi merek (X2), dan kualitas produk (X3) memiliki konstribusi sebesar 54,70% dalam menerangkan loyalitas konsumennya. Dan sisanya (100% - 54,70% = 45,30%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain di luar variabel yang diteliti, misalnya faktor eksternal (seperti : krisis ekonomi) serta faktor internal (seperti : fasilitas, pelayanan, dan faktor lainnya).
23
2.7.Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran atau teoritis dalam penelitian berfungsi sebagai pedoman yang memperjelas jalan, arah dan tujuan penelitian. Kerangka berfikir biasanya berupa skema sederhana, yag menggambarkan secara singkat proses pemecahan masalah disertai dengan penjelasan mengenai mekanisme faktor-faktor yang timbul, sehingga gambaran jalannya penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada kerangka pemikiran atau konseptual penelitian tentang loyalitas merek, seperti terlihat dalam gambar 2.1 : Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
KEPUASAN KONSUMEN (X1)
ASOSIASI MEREK (X2)
LOYALITAS KONSUMEN (Y)
KUALITAS PRODUK (X3)
Keterangan : Kepuasan konsumen (X1), asosiasi merek (X2) dan kualitas produk (X3) merupakan varibel independen (bebas) atau variabel yang mempengaruhi, sedangkan loyalitas merek (Y) merupakan variabel dependen (terikat) atau variabel yang dipengaruhi.
24
2.8.Hipotesis Hipotesis adalah suatu proporsi atau dugaan sementara yang mungkin benar atau salah dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut (J. Supranto, 2001). Dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut : H1 :
Kepuasan konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pemakai produk sepatu “BATA”
H2 :
Asosiasi merek berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pemakai produk sepatu “BATA”
H3 :
Kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pemakai produk sepatu “BATA”
H4 :
Kepuasan konsumen, asosiasi merek dan kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen pemakai produk sepatu “BATA”.