BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1. Dividen Dividen pemegang
merupakan saham
pembayaran
oleh
pihak
kepada
para
perusahaan
atas
keuntungan yang diperolehnya. Kebijakan pembayaran dividen menurut Titman (2002) merupakan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan distribusi kas kepada pemegang sahamnya. Manajemen perusahaan memiliki alternatif untuk memperlakukan laba bersihnya, apakah diinvestasikan ditahan,
kembali
dibagikan
ke
perusahaan
kepada
pemegang
sebagai saham
laba dalam
bentuk dividen, atau kombinasi keduanya. Pilihan untuk membagi atau tidak dividen merupakan sumber konflik agensi antara manajer dengan pemegang sahamnya (Easterbrook, 1984). Pemegang saham menginginkan laba tersebut dibagikan dalam bentuk dividen, sementara manajer
menginginkan
laba
tersebut
diinvestasikan
kembali pada proyek-proyek yang menguntungkan. Pembagian
dividen
dapat
digunakan
untuk
mengurangi agency cost seperti hasil penelitian Chen dan Chunchi (1999). Menurut mereka, dividen merupakan bagian dari pengawasan perusahaan dan terdapat efek substitusi-pengawasan antara kepemilikan manajerial dan kebijakan utang serta antara kepemilikan manajerial dan kebijakan dividen yang ditemukan dalam penelitian ini.
Pemegang
saham
takut 5
jika
manajer
akan
mengendalikan sumber daya yang ada untuk kepentingan pribadinya atau mengambil proyek investasi yang tidak menguntungkan
untuk
keuntungan
pribadi
manajer
sampai laba di tahan dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen, sehingga secara teoritis kebijakan
pembagian
dividen
didesain
untuk
meminimalkan jumlah capital cost, agency cost dan related cost. Sementara La Porta et al. (2000) menemukan bahwa dengan membayar dividen dapat menjadi sebuah mekanisme
dalam
melindungi
pemegang
saham
minoritas. Hal ini didukung oleh Faccio et al. (2000) yang menemukan hasil yang sama pada penelitiannya yaitu pembayaran dividen dapat mengurangi pengambilalihan hak pemegang saham mayoritas terhadap pemegang saham minoritas. Menurut Atmaja (2001), dalam prakteknya ada beberapa faktor yang mempengaruhi manajemen dalam menentukan
kebijakan
dividen
diantaranya
adalah
perjanjian utang, pembatasan saham preferen, fluktuasi laba, pengendalian, ketidakcukupan laba, ketersediaan kas, kebutuhan dana untuk berinvestasi. Sementara Harada dan Nguyen (2006) yang meneliti konsentrasi kepemilikan, konflik agensi, dan kebijakan dividen di Jepang, menemukan bahwa kebijakan pembagian dividen berhubungan negatif dengan konsentrasi kepemilikan. Hasil ini berlawanan dengan argumen bahwa dividen merupakan
substitusi
untuk 6
pengawasan
pemegang
saham, tetapi mendukung asumsi bahwa pemegang saham pengendali mendapatkan manfaat dari expense pemegang saham minoritas. Fama dan French (2001) menyatakan
bahwa
mempengaruhi profitabilitas, perusahaan.
terdapat
kebijakan
tiga
faktor
yang
pembagian
dividen,
yaitu
kesempatan Semakin
investasi
besar
dan
dan
semakin
ukuran untung
perusahaan maka akan membayar dividen yang lebih besar dan semakin besar kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan maka semakin kecil perusahaan membayar dividen. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
dividen
menurut
Faccio (2001) antara lain: 1. Leverage Menurut Brigham dan Ehrhardt (dalam Suherli & Harahap, 2004) semakin besar leverage perusahan maka cenderung untuk membayar dividennya lebih rendah
dengan
tujuan
untuk
mengurangi
ketergantungan pada pendanaan secara eksternal. Sehingga
semakin
besar
proporsi
hutang
yang
digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya yang akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan. Hal ini sesuai dengan penelitian Prihantoro (2003), Faccio et al. (2001), Jensen (1989), Brigham and Ehrhardt (dalam Suherli dan Harahap 2004). Namun hasil yang berbeda ditemukan oleh 7
beberapa peneliti dimana leverage tidak memberi pengaruh
yang
mengenai
jumlah
signifikan
terhadap
pembagian
dividen
kebijakan (Mui
dan
Mustapha (2016); Emamalizadeh et al. (2013); Suherli dan Harahap (2004)) 2. Growth Tingkat pertumbuhan perusahaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen (Tampubolon,
2005).
Semakin
cepat
tingkat
pertumbuhan suatu perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana yang diperlukan untuk membiayai pertumbuhan tersebut. Semakin besar kebutuhan dana untuk waktu mendatang maka perusahaan lebih senang
untuk
menahan
labanya
daripada
membayarkannya sebagai dividen kepada pemegang saham.
Penelitian
Suherli
dan
Harahap
(2004),
Marpaung dan Hadianto (2009), Prihantoro (2003), serta Hatta (2002) tidak menemukan adanya pengaruh antara pertumbuhan dengan kebijakan dividen. 3. Investment opportunity Kesempatan investasi atau
investment opportunity
menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2011:221), selama satu tahun mungkin karena
perusahaan perusahaan
membayarkan membutuhkan
nol
dividen
uang
untuk
mendanai peluang investasi yang baik tetapi pada 8
tahun berikutnya perusahaan mungkin membayarkan dividen dalam jumlah besar karena peluang investasi yang buruk dan tidak perlu menahan banyak uang. Hal ini sesuai dengan Michell (2007) yang menyatakan bahwa apabila kondisi perusahaan baik maka pihak manajemen akan cenderung lebih memilih investasi baru daripada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan. Namun, hasil berbeda ditemukan oleh suharli (2007); haryetti dan Ekayanti (2012) yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara investment opportunity dengan dividen. 4. Firm size Perusahaan dengan ukuran yang besar cenderung memiliki suatu kemudahan dalam aksesnya menuju pasar modal. Tentu saja hal tersebut mempengaruhi fleksibilitas
perusahaan
besar
tersebut
dalam
memperoleh dana dalam jumlah besar. Perolehan dana tersebut,
dapat
digunakan
sebagai
pembayaran
dividen bagi pemegang sahamnya. Semakin besar tingkat
ukuran
suatu
perusahaan,
kemungkinan
tingkat pembayaran dividen akan semakin besar pula. Zou et al. (2008), Ooi (2001), Al-Najjar (2009), Huang et al. (2012), dan Imran (2011) serta Hermuningsih (2007) menemukan hasil variabel size berpengaruh 9
positif signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil yang berbeda yakni, ukuran perusahaan berpengaruh negatif tidak signifikan ditemukan oleh Jeong (2011), Arif dan Akbar (2013), Ahmed dan Javid (2008). Berikut ini merupakan teori-teori tentang dividen: ο§
Information Content or Signaling Hypothesis Di dalam teori ini M-M berpendapat bahwa suatu kenaikan dividen yang diatas kenaikan normal biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen
perusahaan
meramalkan
suatu
penghasilan yang baik dimasa yang akan datang. Sebaliknya, suatu penurunan atau kenaikan dividen yang dibawah kenaikan norma diyakini investor sebagai suatu sinyal bahwa perusahaan menghadapi masa sulit dimasa mendatang. Namun demikian sulit dikatakan apakah kenaikan atau penurunan harga setelah adanya kenaikan
atau
penurunan
dividen
semata-mata
disebabkan oleh efek sinyal atau mungkin disebabkan oleh efek sinyal dan preferensi terhadap dividen. ο§
Clientele Effect Yang
menyatakan
berbeda
akan
bahwa
memiliki
pemegang preferensi
saham yang
yang
berbeda
terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai dividend payout ratio (DPR) yang tinggi, sebaliknya
kelompok
membutuhkan
uang
investor
yang
tidak
saat
lebih
senang
10
ini
begitu jika
perusahaan
menahan
sebagian
besar
laba
bersih
perusahaan. 2.2. Expected return Menurut Jogiyanto (2010), return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dibedakan menjadi dua, yaitu realized return dan expected return. Realized return
merupakan
return
yang
telah
terjadi,
menggunakan data historis. Realized return penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja dari perusahaan, juga berguna sebagai dasar penentuan expected return dan resiko di masa mendatang. Expected return adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor di masa mendatang. Berbeda dengan realized return yang sifatnya sudah terjadi, expected return sifatnya belum terjadi. Single Index Model Pada
tahun
1963,
William
Sharpe
mengembangkan model analisis portofolio yang disebut Single Index Model (Model Indeks Tunggal). Model ini merupakan penyederhanaan perhitungan dari model Markowitz dengan input
yang
menyediakan parameter-parameter
diperlukan
dalam
perhitungan
model
Markowitz. Single Index Model (Model Indeks Tunggal) juga
dapat
digunakan
untuk
menghitung
return
ekspektasi dan risiko portofolio. Model indeks tunggal didasarkan pada pengamatan bahwa harga dari suatu sekuritas berfluktuasi searah 11
dengan indeks harga pasar (Jogiyanto, 2010). Pada umumnya
saham
yang
diamati
kebanyakan
saham
mengalami kenaikan saham jika indeks harga saham naik, begitu juga sebaliknya jika harga saham turun, kebanyakan saham mengalami penurunan harga. Hal ini menggambarkan mungkin
bahwa
berkorelasi
return-return
karena
adanya
dari
sekuritas
reaksi
umum
(common response) terhadap perubahan nilai pasar. Model indeks tunggal dapat dirumuskan sebagai berikut: π
π = πΌπ + π½π π
π + ππ β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦β¦ Keterangan: π
π π
π πΌπ π½π ππ
(1)
= = = =
stock return market return konstanta beta yang merupakan koefesien yang mengukur perubahan π
π akibat dari perubahan π
π , = kesalahan residu yang merupakan variabel acak dengan nilai ekspektasinya sama dengan nol atau πΈ(ππ ) = 0.
2.3. R-squared Dufour
(2011)
menyatakan
bahwa
koefisien
determinasi (R2) mengukur proporsi varians dari variabel dependen
yang
dijelaskan
oleh
variabel
independen
(0 β€ π
2 β€ 1). Misalkan π
2 = 0.8 menunjukkan bahwa 80% dari perubahan dalam variabel dependen dijelaskan oleh variabel independennya. Dalam memperkirakan harga saham, R2 digunakan untuk melihat sejauh mana model yang digunakan mampu menjelaskan perubahan harga saham. Misalnya market model atau dikenal single index model seperti pada persamaan (1) yaitu model yang digunakan untuk memprediksi harga saham (stock return) 12
berdasarkan pergerakan harga pasar (market return). Semakin tinggi nilai R2 berarti variabel dependennya yaitu stock
return
mampu
dijelaskan
oleh
variabel
independennya yaitu market return, sebaliknya jika R2 rendah berarti stock return lebih mampu dijelaskan variabel lain. 2.4. Perumusan Hipotesis Penelitian yang dilakukan oleh Morck et al. 2000 menemukan
bahwa
perubahan
harga
saham
lebih
mampu dijelaskan oleh variasi dari informasi spesifik perusahaan, dan hal ini ada kaitannya dengan hak pemegang saham. Namun Morck et al. 2000 tidak dapat menjelaskan lebih lanjut mengapa demikian. Hal tersebut kemudian diteliti lebih lanjut oleh Jin and Myers (2006). Mereka menemukan hubungan yang negatif antara R2 dengan hak pemegang saham, yang mana merupakan ukuran untuk tingkat tata kelola perusahaan. Mitton (2004), La Porta et al (2000), Kowalewski et al (2007), Murhadi dan Wijaya (2011) menemukan bahwa mekanisme memberikan memberikan
corporate
governance
perlindungan dividen
yang
kepada
kepada
baik
investor
pemegang
akan dengan saham.
Mekanisme corporate governance mempengaruhi kualitas laporan keuangan perusahaan yang berisikan informasi mengenai merupakan
kinerja salah
keuangan. satu
faktor
Kinerja yang
keuangan
menunjukkan
kemampuan manajemen untuk mengelola perusahaan 13
secara efisien dan efektif dalam rangka mencapai tujuan (Farida, et al, 2010). Peningkatan kinerja perusahaan merupakan
indikator
investor
menilai
perusahaan.
Semakin baik kinerja perusahaan maka semakin tinggi dividen yang akan diperoleh investor. Berdasarkan uraian diatas, dengan menggunakan prinsip silogisme maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis 1: Ada hubungan negatif antara R2 dan dividen. 2.5. Kerangka Pemikiran Penelitian Sebagaimana yang digambarkan pada diagram dibawah,
jika
nilai
R2 tinggi berarti harga saham
perusahaan tertentu dipengaruhi oleh pergerakan harga pasar. Sebaliknya, jika nilai R2 rendah berarti harga saham
sebuah
perusahaan
lebih
dipengaruhi
oleh
informasi internal yang ada dalam perusahaan. Informasi internal tersebut berupa informasi mengenai tata kelola perusahaan. Pada saat tingkat tata kelola semakin tinggi maka akan berdampak pada dividen yang semakin tinggi.
14
Harga saham dipengaruhi pergerakan harga pasar
R2
R2
Harga saham lebih dipengaruhi informasi internal perusahaan
R2
Informasi Tata Kelola Perusahaan
Tata Kelola Perusahaan
Dividen
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
15