BAB II STRUKTUR PERMODALAN PERBANKAN SYARIAH A.
Sejarah Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia Sejarah perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia diawali
dari aspirasi masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim untuk memiliki sebuah alternatif sistem perbankan yang islami. Selain itu, masyarakat meyakini bahwa sistem perbankan syariah yang menerapkan bagi hasil sangat menguntungkan baik untuk nasabah maupun bank. 35 Umat Islam Indonesia telah lama mendambakan adanya bank yang beroperasi sesuai dengan syariat islam. K.H. Mas Mansur, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1937-1944 telah menguraikan pendapatnya tentang penggunaan jasa bank konvensional sebagai hal yang terpaksa dilakukan karena umat islam belum mempunyai bank sendiri yang bebas riba. 36 Kemudian disusul dengan ide untuk mendirikan bank syariah di Indonesia yang sebenarnya telah muncul sejak pertengahan tahun 1970. 37 Wacana ini dibicarakan pada seminar nasional Hubungan Indonesia dengan Timur Tengah pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar internasional yang dilaksanakan oleh Lembaga Studi Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Namun ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide ini, yaitu : Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur, dan oleh karena hal itu tidak sejalan dengan UU Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu UU No.14 Tahun
35
M.Yusuf, Bisnis Syariah, (Mitra Wacana Media : Jakarta, 2007), hal.31. Gemala Dewi, Op.Cit., hal.57. 37 Ibid. 36
Universitas Sumatera Utara
1967. Konsep bank syariah dari segi politis juga dianggap berkonotasi ideologis, merupakan bagian atau berkaitan dengan konsep Negara Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki pemerintah. Pada saat itu masih dipertanyakan, siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam itu, sementara pendirian bank baru dari Negara-negara Timur Tengah masih dicegah, antara lain oleh kebijakan pembatasan Bank asing yang ingin membuka kantor cabang di Indonesia. 38 Pelaksanaan keinginan untuk menerapkan prinsip syariah di bidang lembaga keuangan di tanah air dimulai dengan berdirinya Lembaga Keuangan Baitut – Tamwil yang berstatus badan hukum koperasi pada tahun 1980-an. 39 Pertama kali didirikan di Bandung yaitu Koperasi Baitut – Tamwil Jasa Keahlian Teknosa pada tanggal 30 Desember 1980 dengan akta perubahan tertangggal 21 Desember 1982. Hal ini didorong oleh keluarnya Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni 1983, yang telah membuka belenggu penetapan bunga perbankan oleh pemerintah. Dengan dibebaskannya penentuan besar bunga kepada masingmasing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen) yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga dengan dasar bagi hasil keuntungan. 40 Namun oleh karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru, sedangkan bank-bank yang ada masih belum menganggap sistem bank tanpa bunga sebagai bisnis yang dapat menguntungkan, bank syariah belum dapat berdiri, melainkan digunakan badan hukum koperasi sebagai bentuk hukumnya. Kemudian di Jakarta didirikan Baitul – Tanwil kedua dengan nama Koperasi Simpan Pinjam Ridho Gusti yang didirikan tanggal 25 September 1988. 41
38
Ibid. Heri Sudarsono,Op.Cit., hal.30. 40 Ibid. 41 Gemala Dewi, Op.Cit., hal.59. 39
Universitas Sumatera Utara
Setelah dikeluarkannya PAKTO (Paket Kebijaksanaan Pemerintah bulan Oktober) tahun 1988
yang berisi tentang liberalisasi perbankan yang
memungkinkan pendirian bank-bank baru selain yang telah ada, dimulailah pendirian Bank-bank Perkreditan Rakyat Syariah di beberapa daerah di Indonesia, yang pertama kali memperoleh izin usaha adalah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera dan BPRS Dana Mardhatillah pada tanggal 19 Agustus 1991, serta BPRS Amanah Rabaniah pada tanggal 24 Oktober 1991 yang ketiganya beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat pada tanggal 10 November 1991 di Aceh, yang kemudian mendorong didirikannya Bank Umum Syariah pertama di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia pada tanggal 1 Mei 1992. 42 Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor tanggal 19 - 22 Agustus 1990, hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta pada tanggal 22 - 25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Musyawarah Nasional tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan Bank Syariah di Indonesia. 43 Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai kerja tim Perbankan MUI, akta pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Pada saat itu terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak Rp.84 milyar. 44 Pada tanggal 3 November 1991, pada acara silahturahmi Presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi total komitmen modal disetor awal sebesar
42
Ibid. Ibid. 44 Ibid. 43
Universitas Sumatera Utara
RP.106.126.382,-.45 Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan ditetapkan sebagai yayasan penopang Bank Syariah. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia (BMI) mulai beroperasi. 46 Kemudian diikuti dengan kemunculan UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana Perbankan bagi hasil diakui. Dalam UU tersebut pada Pasal 13 ayat (c) menyatakan bahwa salah satu usaha Bank Pembiayaan Rakyat (BPR) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil dan diundangkan pada tanggal 30 Oktober 1992 dalam lembaran Negara Republik Indonesia No.119 Tahun 1992. 47 Hal itu secara tegas ditemukan dalam ketentuan Pasal 6 PP No.72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yang berbunyi : 48 1. Bank umum atau Bank Pembiayaan Rakyat yang kegiatan usahanya sematamata berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan usaha yang tidak berdasarkan prinsip bagi hasil. 2. Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil, tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam menjalankan perannya, Bank Syariah berlandaskan pada UU Perbankan No.72 Tahun 1992 tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil yang
45
Ibid. Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.31. 47 Ibid. 48 Pasal 6 PP No.72 Tahun 1992 Tentang Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil 46
Universitas Sumatera Utara
kemudian dijabarkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia yang pada pokoknya menetapkan hak-hak, antara lain : 49 a. Bahwa bank berdasarkan prinsip bagi hasil adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat yang dilakukan usaha semata-mata berdasarkan prinsipprinsip bagi hasil. b. Prinsip bagi hasil yang dimaksudkan adalah prinsip bagi hasil yang berdasarkan syariah. c. Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah. d. Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang kegiatan usahanya sematamata berdasarkan prinsip bagi hasil diperkenankan melakukan kegiatan usaha yang berdasarkan prinsip bagi hasil. Sebaliknya, Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat yang melakukan kegiatan usahanya tidak berdasarkan prinsip bagi hasil (konvensional), tidak diperkenankan melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip bagi hasil. Pendirian Bank Muamalat Indonesia ini diikuti oleh perkembangan Bankbank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), namun demikian adanya 2 jenis bank tersebut belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah. Oleh karena itu, maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut Baitul Maal wa Tamwil (BMT). 50 Pada tahun 1998 muncul UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dimana terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan 49 50
Heri Sudarsono, Loc. Cit. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
syariah. Dari UU tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan berikut :51 a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan diterapkannya sistem perbankan konvensional (dual banking system), mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas terutama dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh sistem perbankan konvensional yang menerapkan sistem bunga; b. Membuka peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah investor yang harmonis (mutual investor relationship). Sementara dalam bentuk Bank Konvensional konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur – kreditur (debitor to creditor relationship); c. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang memiliki beberapa
keunggulan
komparatif
berupa
peniadaan
bunga
yang
berkesinambungan (perpectual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif, pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsur moral. d. Pemberlakuan UU No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk Surat Keputusan (SK) Direksi Bank Indonesia yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih luas bagi perkembangan perbankan syariah di Indonesia. Perundang-undangan tersebut membuka kesempatan untuk pengembangan
51
Gemala Dewi, Op.Cit., hal.61.
Universitas Sumatera Utara
jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS) oleh Bank Konvensional. Dengan kata lain, Bank Konvensional dapat melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Landasan dan kepastian hukum yang kuat bagi para pelaku bisnis serta masyarkat luas ini meliputi : 1) Pengaturan aspek kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3) UU No.10 Tahun 1998. Pasal tersebut menjelaskan bahwa Bank Umum dapat memilih untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional atau berdasarkan prinsip syariah atau melakukan kedua kegiatan tersebut. Dalam hal Bank Umum melakukan kegiatan usaha berdasarkan syariah, maka kegiatan tersebut dilakukan dengan membuka satuan kerja dan kantor cabang khusus, yaitu Unit Usaha Syariah. Sedang BPR harus memilih kegiatan usaha diantara salah satunya saja. Bank Umum Konvensional yang akan membuka cabang syariah wajib melaksanakan : a) Pembentukan Unit Usaha Syariah (UUS); b) Memiliki Dewan Pengawas Syariah yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional; c) Menyediakan modal kerja yang disisihkan oleh bank dalam suatu rekening tersendiri atas nama Unit Usaha Syariah (UUS) yang dapat digunakan untuk membayar biaya kantor dan izin-izin yang berkaitan dengan kegiatan operasional maupun non operasional Kantor Cabang Syariah (KCS).
Universitas Sumatera Utara
2) Ketentuan kliring instrumen moneter dan pasar uang antar bank. Didalam penjelasan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah diamanatkan bahwa untuk mengantisipasi perkembangan prinsip syariah, maka tugas dan fungsi Bank Indonesia untuk mengakomodasi prinsip tersebut. Untuk mengatur kelancaran lalu lintas pembayaran antar bank serta pelaksnaan Pasar Uang antar bank berdasarkan Prinsip Syariah, transaksi pembayaran dilakukan melalui mekanisme kliring dengan membebankan rekening giro pada Bank Indonesia. Apabila dalam pelaksanaan saldo bank menjadi kurang dari Giro Wajib Minimum (GWM), maka bank atau kantor cabangnya dikenakan kewajiban membayar. Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 1990-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. Kemudian diberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada priode 19992002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. 52 Saat ini keberadan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang yaitu UU No.10 Tahun 1998. Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia, yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan
52
Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.32.
Universitas Sumatera Utara
Bank Rakyat Indonesia (Persero). Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Pembiayaan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah. 53
B.
Persyaratan Pendirian Perbankan Syariah Pasal 6 UU No.21 Tahun 2008 menetapkan bahwa persyaratan dan tata cara
pendirian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ketentuan yang lebih rinci mengenai tata cara pendirian dan kegiatan usaha bank syariah dijabarkan lebih lanjut dalam bentuk Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia yaitu SK Direksi BI No.32/33/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum, SK Direksi BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah, SK Direksi BI No.32/36/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Kedua SK Direktur BI yang terakhir ini telah diganti dengan Peraturan Bank Indonesia PBI No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah jo PBI No.7/35/PBI/2005 tanggal 25 September 2005 tentang Perubahan Atas PBI No.6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Pendirian Bank Syariah baru untuk Bank Umum dan BPR Syariah ditentukan harus memenuhi persyaratan pemilik, pengurus, modal dan persyaratan lainnya. Permohonan pendirian Bank Umum atau BPR syariah diajukan oleh
53
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Sinar Grafika : Jakarta, 2008), hal.3.
Universitas Sumatera Utara
calon pemilik bank dengan melalui dua tahap perizinan yaitu, izin prinsip dan izin usaha. 1.
Konversi Bank Konvensional menjadi Bank Syariah 54 Mengenai konversi ini diatur dalam PBI No.4/1/PBI/2002. Permohonan
diajukan oleh Direksi Bank Konvensional kepada Dewan Gubernur Bank Indonesia. Pemberian izin konversi dilakukan dalam 2 tahap, yaitu persetujuan prinsip dan izin perubahan kegiatan usaha. Persetujuan prinsip berlaku untuk jangka waktu 180 hari terhitung sejak tanggal persetujuan prinsip itu dikeluarkan. 55 Setelah mendapat izin konversi (izin perubahan usaha) bank wajib melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal izin dikeluarkan dan bank tersebut wajib menyelesaikan hak dan kewajiban terhadap nasabah konvensional selambat-lambatnya 360 hari setelah izin perubahan. 56 Selain itu bank wajib mencantumkan kata syariah sesudah kata bank dan dilarang mengubah kegiatan usahanya menjadi bank konvensional. 57 Tentang konversi ini diatur kembali dengan PBI No.8/3/PBI/2006 tentang Perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional menjadi bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional. Pada intinya menguatkan dan memberikan penjelasan lebih lanjut terhadap PBI No.4/1/PBI/2002.
54
Gemala Dewi, Op.Cit., hal.67. PBI No.4/1/PBI/2002 Tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum konvensional Menjadi Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syarih, Pasal 5. 56 Ibid., Pasal 8. 57 Ibid,, Pasal 9. 55
Universitas Sumatera Utara
2.
Pembukaan Kantor Cabang 58 Menurut PBI No.4/1/PBI/2002 jo PBI No.8/3/PBI/2006, pembukaan
kantor cabang syariah pada bank umum konvensional dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu membuka kantor cabang bank konvensional yang ada, meningkatkan status, dan mengubah kantor cabang pembantu konvensional menjadi cabang syariah penuh. Pemberian perizinan pembukaan kantor cabang syariah dilakukan dalam 2 tahap yaitu persetujuan prinsip dan izin pembukaan kantor cabang syariah. Bank Umum Konvensional yang membuka kantor cabang syariah wajib melaksanakan hal-hal berikut :59 a. Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS), yaitu satuan kerja setingkat yang setingkat yang berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah. Unit tersebut berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi atau pejabat satu tingkat di bawah direksi. b. Memiliki Dewan Pengawas Syariah yaitu badan independen yang ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional pada bank. Tugas utama Dewan Pengawas Syariah adalah mengawasi kegiatan usaha bankagar tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah yang telah difatwakan Dewan Syariah Nasional. c. Bank yang telah membuka unit usaha syariah, dapat membuka kantor cabang syariah dengan izin dari Dewan Gubernur Bank Indonesia, dengan cara : 1) Membuka Kantor Cabang Syariah yang baru; 2) Mengubah kegiatan usaha kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi kantor cabang syariah; 58 59
Gemala Dewi, Op.Cit., hal.68. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
3) Meningkatkan status kantor di bawah Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional menjadi Kantor Cabang Syariah; 4) Mengubah kegiatan usaha Kantor Cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional yang sebelumnya telah membuka Unit Usaha Syariah menjadi Kantor Cabang syariah; dan/atau 5) Meningkatkan status Kantor Cabang Pembantu yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional yang sebelumnya telah membuka Unit Usaha Syariah mejadi Kantor Cabang Syariah. d. Bank yang membuka Kantor Cabang Syariah wajib menyediakan modal kerja sekurang-kurangnya sebesar : 1) Rp.2 milyar (dua milyar rupiah) untuk setiap Kantor Cabang Syariah yang berkedudukan di wilayah Jabodetabek; atau 2) Rp.1 milyar (satu milyar rupiah) untuk setiap Kantor Cabang Syariah yang berkedudukan di luar wilayah Jabodetabek. e. Kantor bank yang telah mendapat izin pembukaan Kantor Cabang Syariah wajib mencantumkan kata “Kantor Cabang Syariah” pada setiap penulisan nama kantornya dan dilarang untuk mengubah kegiatan Kantor Cabang Syariah menjadi kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional.
C.
Struktur Organisasi Perbankan Syariah Bank syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional
dalam hal komisaris dan direksi, namun unsur utama yang membedakannya adalah keberadaan Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi
Universitas Sumatera Utara
operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. 60 Dewan Pengawas Syariah berada pada posisi setingkat Dewan Komisaris pada bank. Hal ini untuk menjamin efektifitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah dan dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional. Dewan Syariah Nasional merupakan badan otonom Majelis Ulama Indonesia yang secara eks-officio diketuai oleh Ketua Majelis Ulama Indonesia. 61 Dewan Syariah Nasional didirikan berdasarkan Surak Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. Kep. 754/II/1999, dengan 4 tugas pokok,yaitu: 62 1. Menumbuhkembangkan penerapan
nilai-nilai
syariah
dalam
kegiatan
perekonomian; 2. Mengeluarkan fatwa atau jenis-jenis kegiatan keuangan; 3. Mengeluarkan fatwa atau produk keuangan syariah; dan 4. Mengawasi penerapan fatwa yang telah dikeluarkan.
Adapun fungsi dari Dewan Syariah Nasional adalah: 63 1. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah; 2. Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk yang dikembangkan lembaga keuangan syariah;
60
Ibid., hal.103. Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.34. 62 Ibid. 63 Gemala Dewi, Loc.Cit. 61
Universitas Sumatera Utara
3. Memberikan rekomedasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan syariah; dan 4. Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika terjadi penyimpangan dari garis panduan yang telah ditetapkan.
Sedangkan fungsi Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai berikut: 64 1. Mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar sesuai dengan ketentuan syariah; 2. Membuat pernyataan berkala bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah; dan 3. Meneliti dan membuat rekomendasi produk baru dari bank yang diawasinya.
Bank syariah mempunyai ciri-ciri berbeda dengan bank konvensional, adapun ciri-ciri bank syariah adalah: 65 1. Beban biaya yang disepakati bersama pada waktu akad perjanjian diwujudkan dalam bentuk jumlah nominal, yang besarnya tidak kaku dan dapat dilakukan dengan kebebasan untuk tawar-menawar alam batas wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan sampai batas waktu sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak. 2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu perjanjian telah berakhir.
64 65
Ibid. Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.40.
Universitas Sumatera Utara
3. Di dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek, bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti ditetapkan di muka, karena pada hakikatnya yang mengetahui tentang ruginya suatu proyek yang dibiayai bank hanyalah Allah semata. 4. Pengerahan dana masyarakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpanan dianggap sebagai titipan (al-wadiah) sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah sehingga pada penyimpanan tidak dijanjikan imbalan yang pasti. 5. Dewan Pengawas Syariah bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari sudut syariahnya. Selain itu manajer dan pimpinan bank Islam harus menguasai dasar-dasar muamalah Islam. 6. Fungsi kelembagaan bank syariah menjembati antara pihak pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana, juga mempunyai fungsi amanah, artinya berkewajiban menjaga dan bertanggung jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana diambil pemiliknya.
Bank syariah mempunyai tujuan diantaranya sebagai berikut : 66 1. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalat secara Islam, khususnya muamalat yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktek-praktek
riba
atau
jenis-jenis
usaha/perdagangan
lain
yang
mengandung unsur gharar (tipuan). Dimana jenis-jenis usaha tersebut selain
66
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dilarang dalam Islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat. 2. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. 3. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha. 4. Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya merupakan program utama dari negara-negara yang sedang berkembang. Upaya bank syariah di dalam mengentaskan kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah yang lebih menonjol sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pengembangan modal kerja, dan program pengembangan usaha bersama. 5. Untuk menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Dengan aktifitas Bank syariah akan mampu menghindari pemanasan ekonomi diakibatkan adanya inflasi, menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan. 6. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank non-syariah.
Universitas Sumatera Utara
D.
Struktur Kegiatan Operasional Perbankan Syariah
1.
Sistem Penghimpun Dana 67 Metode penghimpun dana yang ada pada Bank-bank Konvensional
didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan, dan investasi. Oleh karena itu, produk penghimpun dana pun disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan, dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan adalah wadiah dan mudharabah. Berbeda dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpun dana bagi nasabahnya. Sebagai salah satu lembaga yang berfungsi untuk menghimpun dana masyarakat, bank syariah harus memiliki sumber dana yang optimal sebelum disalurkan kembali ke masyarakat. Disamping itu, sebagai bank syariah yang dituntut untuk mempraktekkan kaidah syariat Islam, maka perlu dipahami terlebih dahulu dana masyarakat dan transaksi-transaksinya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Sumber dana yang dapat dihimpun dari masyarakat terdiri dari 3 jenis dana, yaitu dana modal yaitu dana dari pendiri bank dan dana dari para pemegang saham tersebut, dana titipan masyarakat, baik yang dikelola bank dengan sistem Wadiah, maupun yang diinvestasikan melalui bank dalam bentuk dana investasi khusus (Mudharabah Muqayyadah) dan investasi terbatas (Mudharabah Mutlaqah), serta dana zakat, infak, dan sadaqah. a. Modal68
67 68
Gemala Dewi, Op.Cit., hal.80. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Modal merupakan dana (dalam bentuk pembelian saham) yang diserahkan oleh pemilik yang mempunyai hak untuk memperoleh deviden dan penggunaan modal yang disertakan tersebut. Dalam perbankan syariah, mekanisme penyertaan modal pemegang saham dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syariah atau equity participation pada saham perseroan.
b. Titipan (Al-Wadiah) 69 Salah satu prinsip yang digunakan Bank syariah dalam penghimpunan dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah Al-Wadiah. Al-Wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis Al-Wadiah, yaitu: 1) Wadiah Yad Al-Amanah (TrusteeDepository). Wadiah ini mempunyai karekteristik sebagai berikut: a) Harta atau benda yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan; 70 b)
Penerima titipan (pihak bank) hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa mengambil manfaatnya; dan
c)
Sebagai
kompensasi,
penerima
titipan
diperkenankan
untuk
membebankan biaya kepada yang menitipkan.
69
Ibid., hal.81. Adiwarman A.Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Rajagrafindo Persada, 2006), hal.107. 70
Universitas Sumatera Utara
Prinsip ini diaplikasikan dalam perbankan syariah dalam bentuk produk safe deposit box. 2) Wadiah Yad Adh-Dhamanah (Guarantee Depository). Wadiah ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a) Harta atau benda yang dititipkan diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh penyimpan; b) Apabila ada hasil / keuntungan dari pemanfaatan benda titipan, maka hasil tersebut menjadi hak dari penerima titipan. 71 Tidak ada kewajiban dari penyimpanan untuk memberikan hasil tersebut kepada penitip sebagai pemilik benda. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. Namun perlu ditekankan disini bahwa bank tidak memperjanjikan hasil dari benda titipan yang dimanfaatkan tersebut kepada nasabah. Pemberian hasil hanya sebagai bonus dari kebijakan bank dan tidak ditentukan atau disebutkan dalam akad perjanjian. c.
Investasi (mudharabah) Akad perjanjian yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerja antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola (mudarib), dalam hal ini adalah pihak bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank.Dengan demikian deposan bukanlah leader atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. 72 Secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu: 71
Wiroso, Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta : PT Grasindo, 2005), hal.21. 72 M.Syafi’i Antonio, Op.Cit., hal.151.
Universitas Sumatera Utara
1) Mudharabah Muthlaqah Dalam prinsip ini hal utama yang menjadi cirinya adalah Shahibul Maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya atau dengan kata lain, Mudharib diberi wewenang penuh mengelola tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanannya. Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah tabungan dan deposito berjangka. 2) Mudharabah Muqayyadah Pada jenis akad perjanjian ini, shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanannya tertentu saja. Aplikasi dalam perbankan adalah special investment based on restricted mudharabah. Model ini dirasa sangat cocok pada saat krisis di mana sektor perbankan mengalami kerugian menyeluruh.
Dengan
special
investment
investor
tertentu
tidak
menanggung overhead bank yang terlalu besar karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan cost yang dihitung khusus pula. d. Dana ZIS Dana ini peruntukannya jelas salah satu sari ciri khas bank syariah yaitu selain mengelola dana untuk kepentingan komersial, bank syariah juga harus berfungsi sebagai pengelola dana untuk kepentingan sosial. Dalam pelaksanaannya, bank syariah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga
Universitas Sumatera Utara
sosial lainnya yang bergerak di bidang pemberdayaan perekonomian masyarakat, seperti dompet dhuafa, Forum Zakat, dan Badan Amil Zakat. 2.
Sistem Penyaluran Dana Penentuan jenis kelompok penyaluran yang dilakukan oleh bank syariah
juga sangat berpengaruh terhadap pendapatannya yang dipergunakan sebagai unsur perhitungan distribusi hasil usaha karena dari pendapatan dari kelompok penyaluran ini yang akan dibagi hasil. Dalam penentuan jenis penyaluran yang dipergunakan sebagai unsur distribusi hasil usaha oleh bank syariah juga belum ada keseragaman. Bank syariah sebagai suatu lembaga keuangan akan terlihat dengan berbagai jenis kontrak perdagangan syariah. Semua elemen kontrak sudah pasti mempunyai asas dan prinsip yang jelas secara syariah. Dalam penyaluran dana pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: a.
Pembiayaan dengan prinsip jual beli 73 Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan barang. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang. Ada 3 jenis jual-beli yang dijadikan dasar dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’ Al-Murabahah, bai’ As-Salam, dan bai’ Al-Istishna.
b.
Pembiayaan dengan prinsip sewa Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti al-‘iwadhu (ganti). 74 Ijarah adalah akad perjanjian pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui 73 74
Heri Sudarsono, Op.Cit., hal.62. Ibid., hal.66.
Universitas Sumatera Utara
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah berarti lease contract dan hire contract. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan kepada salah satu nasabahnya berdasarkan pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya. c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut: 1) Pembiayaan mudharabah 75 Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: a) Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harus diserahkan tunai, dan dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap harus jelas tahapannya dan disepakati bersama. b) Hasil dari pengelolaan modal biaya pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan cara, yaitu : (1) Perhitungan dari pendapatan proyek. (2) Perhitungan dari keuntungan proyek.
75
Adiwarman A.Karim, Op.Cit., hal.103.
Universitas Sumatera Utara
c) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad perjanjian, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. d) Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan atau usaha nasabah. 2) Pembiayaan musyarakah 76 Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih, dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Perbedaan yang esensial dari mudharabah dan musyarakah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan pada musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Ketentuan umum skema pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: a) Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan tidak boleh melakukan tindakan seperti : menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi, menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa modal lainnya, memberi pinjaman kepada pihak lain, setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau digantikan oleh pihak lain, setiap pemilik modal
76
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dianggap mengakhiri kerja sama apabila : menarik diri dari perikatan/perjanjian; meninggal dunia; menjadi tidak cakap hukum. b) Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian, sedangkan kerugian dibgi sesuai dengan porsi kontribusi modal. c) Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad perjanjian. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. d.
Pembiayaan dengan akad lengkap 77 Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun diperbolehkan untuk mencari keuntungan. Dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekedar untuk menutup biaya yang benar-benar timbul. 1) Hiwalayah (alih utang-piutang) Tujuan fasilitas hiwaliyah adalah membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Maksudnya di sini adalah memindahkan hutang dari tanggungan orang yang berhutang menjadi tanggungan orang yang berkewajiban membayar hutang.
77
Ibid., hal.108.
Universitas Sumatera Utara
2)
Rahn (gadai) Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan harus memenuhi kriteria: a) Milik nasabah sendiri. b) Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pusat. c) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank. Apabila nasabah wanprestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas perintah hakim. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank.
3)
Qardh Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: a) Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya haji. b) Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah dimana nasabah diberi keleluasan untuk menarik uang tunai milik bank melalui
ATM
(Anjungan
Tunai
Mandiri).
Nasabah
akan
mengembalikannya sesuai waktu yang ditentukan.
Universitas Sumatera Utara
c) Sebagai
pinjaman
kepada
pengusaha
kecil,
dimana
menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil. d)
Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.
4)
Wakalah (perwakilan) Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang.
5)
Kafalah (garansi bank) Kafalah (garansi bank) dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah (titipan). Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya dan jasa yang diberikan.
3.
Jasa Perbankan 78 Selain menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang kelebihan dana, bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan kepada nasabah. Jasa perbankan itu antara lain:
78
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
a.
Sharf Sharf adalah transaksi pertukaran antara uang dengan uang. Pengertian pertukaran uang yang dimaksud disini adalah pertukaran valuta asing, dimana mata uang asing dipertukarkan dengan mata uang domestik atau mata uang lainnya. 79
b. Ijarah Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa tata letak laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
E.
Struktur Permodalan Perbankan Syariah Bank syariah merupakan lembaga keuangan syariah yang berorientasi
pada laba (profit). Laba bukan hanya untuk kepentingan pemilik atau pendiri, tetapi juga sangat penting untuk pengembangan usaha bank syariah. 80 Laba bank syariah terutama diperoleh dari selisih antara pendapatan atas penanaman dana dan biaya-biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Untuk dapat memperoleh hasil yang optimal, bank syariah dituntut untuk melakukan pengelolaan dananya secara efisien dan efektif, baik atas dana-dana yang dikumpulkan
dari masyarakat (Dana Pihak Ketiga), serta dana modal
pemilik/pendiri Bank Syariah maupun atas pemanfaatan atau penanaman dana tersebut.81 Bank adalah lembaga kepercayaan. Oleh karena itu manajemen bank harus menggunakan semua perangkat operasionalnya agar mampu menjaga kepercayaan 79
Gemala Dewi, Op.Cit., hal.96. Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Ekonisia : Yogyakarta, 2005), hal.101. 81 Ibid. 80
Universitas Sumatera Utara
masyarakat itu. Salah satu perangkat yang sangat strategis dalam menompang kpercayaan itu adalah permodalan yang memadai. 82 Modal merupakan faktor yang sangat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank sekaligus berfungsi sebagai penjaga kepercayaan masyarakat. Modal bank mempunyai tiga fungsi, yaitu : 83 1. Sebagai penyangga untuk menyerap kerugian operasional dan kerugian lainnya. Dalam fungsi ini modal memberikan perlindungan terhadap kegagalan atau kerugian bank dan perlindungan terhadap kepentingan para deposan. 2. Sebagai dasar bagi penetapan batas maksimum pemberian kredit. Hal ini merupakan pertimbangan operasional bagi bank sentral sebagai regulator, untuk membatasi jumlah pemberian kredit kepada setiap individu nasabah bank. Melalui pembatasan ini bank sentral memaksa bank untuk melakukan diversifikasi kredit mereka agar dapat melindungi diri terhadap kegagalan kredit dari satu individu debitur. 3. Modal juga menjadi dasar perhitungan bagi para partisipan pasar untuk mengevaluasi tingkat kemampuan bank secara relatif dalam menghasilkan keuntungan. Tingkat keuntungan bagi para investor diperkirakan dengan membandingkan keuntungan bersih dengan ekuitas. Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan tentang aspek permodalan bank-bank syariah. Bank syariah wajib menyediakan minimum sebesar 8% dari aktiva menurut risiko, yaitu risiko penyaluran dana dan risiko pasar, dalam hal ini risiko nilai tukar. Demikian juga halnya dengan Unit Usaha Syariah, dalam hal 82 83
Zainul Arifin, Op.Cit., hal.158. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
modal minimum Unit Usaha Syariah kurang dari 8% maka kantor pusat bank umum konvensional dari Unit Usaha Syariah, wajib menambah kekurangannya sehingga menjadi 8%. 84 Bank dilarang melakukan distribusi modal atau laba yang dapat mengakibatkan kondisi permodalan bank tidak mencapai rasio minimum yang diwajibkan. Bagi Unit Usaha Syariah, dari bank yang berkantor pusat di dalam dan di luar negeri, modal adalah dana yang disisihkan oleh kantor pusat bank untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Struktur permodalan perbankan syariah terdiri dari : 85 1. Modal Inti Modal inti terdiri : a. Modal disetor, dan b. Cadangan tambahan modal Cadangan tambahan modal yang terdiri dari : 1) Faktor penambah, yaitu : a) Agio Saham; b) Modal Sumbangan; c) Cadangan Umum; d) Cadangan Tujuan; e) Laba tahun-tahun lalu setelah diperhitungkan pajak; f) Laba tahun berjalan setelah diperhitungkan taksiran pajak sebesar 50%;
84 85
Ibid., hal.164. Ibid., hal.165.
Universitas Sumatera Utara
g) Selisih lebih penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri; dan h) Dana setoran modal. 2) Faktor pengurang, yaitu : a) Disagio; b) Rugi tahun-tahun lalu; c) Rugi tahun berjalan; d) Selisih kurang penjabaran laporan keuangan kantor cabang luar negeri; dan e) Penurunan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual. Modal inti tersebut diperhitungkan dengan faktor pengurang berupa pos goodwill. Dalam perhitungan laba atau rugi tahun berjalan sebagai komponen dari cadangan tambahan modal harus dikeluarkan pengaruh perhitungan pajak tangguhan. 2. Modal Pelengkap 86 Modal pelengkap terdiri dari: a. Selisih penilaian kembali aktiva tetap; b. Cadangan umum dari penyisihan penghapusan aktiva produktif sebesarbesarnya 1,25% dari aktiva tertimbang menurut risiko. c. Modal pinjaman yang memenuhi kriteria Bank Indonesia, yaitu pinjaman yang didukung oleh instrumen atau perangkat yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
86
Ibid., hal.167.
Universitas Sumatera Utara
1) Berdasarkan prinsip Qardh; 2) Tidak dijamin oleh bank penerbit, dan sifatnya dipersamakan dengan modal serta dibayar penuh; 3) Tidak dapat dilunasi atau ditarik atas inisiatif pemilik, tanpa persetujuan Bank Indonesia; dan 4) Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi saldo dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi. d. Investasi Subordinasi setinggi-tingginya sebesar 50% dari modal inti yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah; 2) Ada perjanjian tertulis antara bank dan investor; 3) Mendapat persetujuan lebih dahulu dari Bank Indonesia, dalam hubungan ini pada saat bank mengajukan permohonan persetujuan, bank harus menyampaikan program pembayaran kembali investasi subordinasi tersebut; 4) Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh; 5) Minimal jangka waktu 5 tahun; 6) Pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari bank Indonesia, dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat; 7) Dalam hal terjadi likuidasi hak tagihnya berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada; dan
Universitas Sumatera Utara
8) Peningkatan nilai penyertaan pada portofolio yang tersedia untuk dijual setinggi-tingginya sebesar 45%. 3. Modal Pelengkap Tambahan 87 Modal Pelengkap Tambahan adalah investasi subordinasi jangka pendek yang memenuhi kriteria Bank Indonesia sebagai berikut: a. Berdasarkan prinsip mudharabah atau musyarakah; b. Tidak dijamin oleh Bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh; c. Memiliki jangka waktu perjanjian sekurang-kurangnya dua tahun; d. Tidak dapat dibayar sebelum jadwal waktu yang ditetapkan dalam perjanjian dengan persetujuan Bank Indonesia; e. Terdapat klausul yang mengikat yang menyatakan bahwa tidak dapat dilakukan penarikan angsuran pokok, termasuk pembayaran pada saat jatuh tempo, apabila pembayaran dimaksud menyebabkan kewajiban penyediaan modal minimum bank tidak memenuhi ketentuan yang berlaku; f. Terdapat perjanjian penempatan investasi subordinasi yang jelas termasuk jadwal pelunasannya; dan g. Memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia. Modal pelengkap tambahan, dalam perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum, hanya dapat digunakan untuk memperhitungkan risiko pasar dengan memenuhi dua kriteria, yaitu : a. Tidak melebihi 25% dari bagian modal inti yang dialokasikan untuk memperhitungkan risiko pasar; dan
87
Ibid., hal.170.
Universitas Sumatera Utara
b. Jumlah modal pelengkap dan modal pelengkap tambahan sebesar-besarnya 100% dari modal inti. Modal pelengkap yang tidak digunakan atau investasi subordinasi yang melebihi 50% dari modal inti dapat ditambahkan untuk atau digunakan sebagai komponen modal pelengkap tambahan dengan tetap memenuhi syarat seperti dua kriteria tersebut.
Universitas Sumatera Utara