Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL RAPBN 2011 2.1 Pendahuluan Periode awal masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II merupakan periode pemulihan perekonomian dunia pasca krisis global tahun 2008. Peran negara-negara Asia, seperti China dan India, dalam memimpin kebangkitan ekonomi dunia semakin dominan. Indonesia sebagai salah satu negara besar di Asia turut berperan serta mendorong terciptanya kondisi ekonomi kawasan yang semakin kondusif dan stabil. Goncangan ekonomi yang terjadi di Eropa tidak sampai menyurutkan laju perdagangan dan pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat di kawasan tersebut. Dengan demikian, Pemerintah mempunyai modal kuat untuk mengakselerasi sektor-sektor ekonomi agar dapat bergerak lebih cepat, efektif, dan efisien. Hingga memasuki pertengahan tahun 2010, tanda-tanda membaiknya perekonomian dunia semakin terlihat dan jauh lebih optimis. Kinerja beberapa negara pilar perekonomian dunia seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, China, dan India terus menunjukkan perbaikan. Penguatan ekonomi AS antara lain ditandai dengan tingkat ekspansi ekonomi yang mampu melaju pada level 2,4 persen (y-o-y) di kuartal I tahun 2010. Kondisi senada juga terjadi di Jepang dan India, dimana aktivitas produksi dan konsumsi masyarakat cenderung meningkat. Untuk China, laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal I tahun 2010 mencapai 11,9 persen (y-o-y) dan merupakan pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Indikator lainnya yang mengalami perbaikan hingga kuartal II tahun 2010 dapat terlihat jelas dari peningkatan aktivitas perdagangan global, seperti Baltic Dry Index/BDI (indikator distribusi barang antarnegara melalui angkutan laut). Sejalan dengan itu, aktivitas produksi global juga cukup baik. Hal ini terindikasi dari pergerakan Industrial Production Index (IPI) dan Purchasing Managers Index (PMI) yang juga terus meningkat. Langkah Uni Eropa yang mengeluarkan paket penyelamatan atas krisis yang terjadi di kawasan tersebut, telah memberikan dampak positif sehingga kinerja ekonominya berangsurangsur kembali membaik. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator seperti menguatnya konsumsi rumah tangga, membaiknya indeks penjualan retail, dan survei keyakinan konsumen yang mencerminkan optimisme akan terjadinya pemulihan di kawasan tersebut. Dari sisi industri, perbaikan kinerja ekonomi Eropa tercermin dari PMI baik sektor manufaktur maupun jasa yang sudah berada pada fase ekspansi, sejalan dengan kinerja ekspor yang telah memasuki pertumbuhan positif. Pada kuartal I tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Eropa sudah mampu berekspansi sebesar 0,6 persen (y-o-y). Kondisi tersebut telah meningkatkan optimisme akan segera pulihnya ekonomi dunia, walaupun sempat diwarnai dengan turbulensi ekonomi di Eropa. Menurut World Economic Outlook (WEO) Juli 2010, pertumbuhan ekonomi dunia selama tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 4,6 persen (y-o-y) atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya dalam WEO April 2010 yang hanya sebesar 4,2 persen (y-o-y). Perkiraan volume perdagangan dunia tahun 2010 juga lebih tinggi 2,0 persen hingga mencapai 9,0 persen
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-1
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
(y-o-y), dengan perkiraan pertumbuhan ekspor sebesar 8,2 persen (y-o-y) dan impor 7,2 persen (y-o-y) untuk negara maju. Di sisi lain, pertumbuhan ekspor dan impor untuk emerging market diperkirakan lebih tinggi, yang masing-masing mencapai 10,5 persen dan 12,5 persen. Untuk tahun 2011, laju pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia diproyeksikan sedikit melambat, yaitu menjadi 4,3 persen dan 6,3 persen. Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh kontraksi aktivitas perdagangan yang cukup dalam di tahun 2009, sehingga terjadi laju pertumbuhan yang sangat tinggi di tahun 2010. Dengan demikian, memasuki tahun 2011 aktivitas perekonomian dapat dikatakan akan kembali berjalan normal. Sejalan dengan perkembangan positif ekonomi global, kinerja perekonomian domestik juga terus menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Dari sisi ekonomi makro, stabilitas berbagai indikator ekonomi relatif terjaga dengan kecenderungan semakin menguat. Sepanjang Januari—Juli 2010 nilai tukar rupiah terhadap dolar AS cenderung menguat. Penguatan rupiah yang telah berlangsung sejak awal 2010 sempat tertahan di bulan Mei 2010 karena tekanan arus keluar modal portofolio asing terkait dengan krisis Eropa yang telah memicu perilaku risk aversion terhadap aset negara emerging markets termasuk Indonesia. Pada bulan Juni dan Juli, rupiah kembali menguat. Selama periode Januari— Juli tahun 2010, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp9.172, menguat 16,19 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hingga akhir tahun diperkirakan relatif stabil sehingga sepanjang tahun 2010 rata-rata nilai tukar rupiah diperkirakan akan berada pada kisaran Rp9.200/USD. Sementara itu, laju inflasi pada bulan Juli 2010 tercatat sebesar 1,57 persen (m-t-m) lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang berada pada level 0,97 persen. Dengan demikian, laju inflasi selama periode Januari—Juli 2010 sebesar 6,22 persen (y-o-y) atau 4,02 persen (y-t-d). Tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat pada beberapa bulan ke depan sebagai dampak kebijakan kenaikan TDL serta faktor musiman seperti hari besar keagamaan nasional (puasa, lebaran, natal, dan tahun baru). Namun dengan koordinasi antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin baik, laju inflasi sampai akhir tahun 2010 diharapkan masih dalam rentang sasaran inflasi tahun 2010. Dengan perkembangan laju inflasi tersebut, ratarata suku bunga SBI 3 bulan tahun 2010 diperkirakan sekitar 6,5 persen. Kinerja sektor riil dalam periode Januari hingga Juni 2010 juga terus menunjukkan penguatan. Kinerja ekspor-impor barang dan jasa dalam semester I tahun 2010 mengalami peningkatan cukup signifikan, masing-masing sebesar 17,2 persen dan 20,1 persen. Hal ini terutama didukung oleh penguatan kinerja sektor komoditas manufaktur yang semakin membaik, sejalan dengan pulihnya kondisi ekonomi global. Beberapa industri yang tumbuh signifikan antara lain tekstil, pakaian, alat angkut, dan kimia. Sejalan dengan penguatan kinerja ekspor impor tersebut, neraca pembayaran di semester I tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD10,8 miliar dan cadangan devisa menguat hingga mencapai posisi USD78,8 miliar di akhir Juli 2010. Dari sisi konsumsi, pertumbuhan konsumsi rumah tangga di sepanjang Januari-Juni 2010 masih cukup kuat, yang diindikasikan dengan peningkatan konsumsi barang tahan lama (durable goods), seperti mobil, sepeda motor, dan barang elektronik. Selain itu, penjualan retail dalam periode tersebut juga cukup tinggi, khususnya dari kelompok komoditas seperti
II-2
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
makanan dan tembakau, pakaian dan perlengkapan, serta peralatan tulis. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan perbaikan daya beli masyarakat di sepanjang semester I tahun 2010 antara lain didukung oleh realisasi kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri sebesar 5,0 persen, serta kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) 2010. Penyelenggaraan Pilkada juga memberikan sentimen positif terhadap pertumbuhan konsumsi. Dari sisi investasi, penguatan kinerja investasi di sepanjang semester I tahun 2010 terutama didukung oleh realisasi investasi bangunan dan infrastruktur, sebagaimana ditunjukkan oleh tingginya konsumsi semen dan membaiknya impor barang modal dan bahan baku. Selain itu, berbagai penyempurnaan peraturan di bidang infrastruktur dan terobosan program Pemerintah di bidang infrastruktur telah ikut mendorong terbentuknya iklim investasi ke arah yang semakin kondusif. Iklim investasi yang semakin baik dan pulihnya likuiditas di pasar keuangan global diperkirakan mendorong masuknya penanaman modal asing sehingga kinerja neraca sektor swasta mengalami perbaikan, dari defisit USD7,6 miliar pada tahun 2009 menjadi surplus USD0,8 miliar pada tahun 2010. Indikasi tersebut terlihat dari neraca modal dan finansial yang hingga akhir tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD12,9 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus tahun 2009 sebesar USD3,5 miliar. Pada akhirnya, masuknya modal asing menjadi salah satu faktor peningkatan cadangan devisa yang diperkirakan mencapai USD83,2 miliar di tahun 2010. Dengan memperhatikan berbagai perkembangan ekonomi di atas, kinerja perekonomian pada semester I tahun 2010 mencapai 5,9 persen, dan semester II tahun 2010 diperkirakan akan mampu tumbuh sebesar 6,0 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2010 diperkirakan mencapai sekitar 5,9 persen atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2009 yang sebesar 4,5 persen. Perkembangan positif kinerja ekonomi global maupun domestik tersebut, perlu dijadikan momentum untuk melangkah lebih optimis lagi di tahun 2011. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diharapkan mampu berakselerasi pada tingkat yang lebih tinggi dari pencapaian selama ini. Selain itu, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 juga harus lebih berkualitas, dalam artian harus bisa memenuhi tiga syarat, yaitu: (a) mampu membuka lapangan kerja sehingga bisa menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan; (b) bersifat inklusif dan berdimensi pemerataan; serta (c) strukturnya harus ditopang secara proporsional oleh berbagai sektor pendukungnya baik dari pendekatan permintaan agregat maupun penawaran agregat. Dengan memperhatikan perkembangan perekonomian terkini baik global maupun domestik, Pemerintah memperkirakan kinerja perekonomian Indonesia tahun 2011 adalah sebagai berikut: (1) pertumbuhan ekonomi akan meningkat mencapai 6,3 persen; (2) tingkat inflasi akan terkendali pada tingkat 5,3 persen; (3) suku bunga SBI 3 bulan stabil pada kisaran 6,5 persen; (4) nilai tukar rupiah akan berada pada kisaran Rp9.300/USD; (5) harga minyak mentah Indonesia (ICP) rata-rata mencapai USD80,0 per barel; serta (6) lifting minyak mentah Indonesia mencapai 0,970 juta barel per hari. Program pembangunan tahun 2011 akan mengacu pada tema yang tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), yaitu “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”. Program tersebut merupakan dasar pelaksanaan RPJMN 2010-2014 dengan menitikberatkan pada tiga sasaran pembangunan, yakni: (1) Sasaran pembangunan kesejahteraan; (2) Sasaran pembangunan demokrasi; dan (3) Sasaran penegakan hukum.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-3
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Dalam rangka mendukung penciptaan akselerasi kinerja ekonomi sekaligus pencapaian sasaran pembangunan di tahun 2011, Pemerintah telah menetapkan arah kebijakan fiskal tahun 2011 yang berorientasi pada peningkatan kesejahteraan rakyat dengan tetap melanjutkan tiga sasaran utama kebijakannya, yaitu (a) meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkualitas (pro growth); (b) menciptakan dan memperluas lapangan kerja (pro job); dan (c) meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui programprogram jaring pengaman sosial yang berpihak kepada masyarakat miskin (pro poor). Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2011 sebagai instrumen utama kebijakan fiskal akan didesain sesuai dengan fungsinya baik sebagai alat stabilisasi ekonomi, dan alat alokasi dana masyarakat, maupun sebagai alat distribusi pendapatan. Selain itu, kebijakan alokasi anggaran dalam APBN akan diarahkan kepada upaya untuk mendukung kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan ekonomi, memantapkan pengelolaan keuangan negara, serta mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sesuai dengan tema RKP tahun 2011. Dari sisi postur, RAPBN 2011 disusun dengan prinsip dasar optimalisasi sumber-sumber pendapatan negara, terutama melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan, dengan tetap memperhatikan pemberian insentif fiskal pada kegiatan dunia usaha, yang ditopang dengan kebijakan reformasi birokrasi baik dalam bidang perpajakan maupun kepabeanan. Selain itu, berbagai upaya juga akan terus dilakukan untuk meningkatkan produksi sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas sebagai sektor pendorong penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Di sisi belanja negara, arah kebijakan alokasi anggaran dalam RAPBN 2011 akan berorientasi pada pelaksanaan program-program pembangunan yang terfokus pada pembangunan peningkatan kesejahteraan masyarakat, penguatan aspek demokrasi dan penciptaan supremasi hukum, serta penguatan sinergi antara pusat dan daerah. Kebijakan alokasi belanja dalam RAPBN 2011 akan tetap didasarkan pada penganggaran berbasis kinerja dan kerangka pengeluaran jangka menengah, yang merupakan perubahan mendasar dalam proses penganggaran dalam beberapa waktu terakhir. Kebijakan belanja negara juga akan menekankan pada outcome basis, yang selanjutnya diterjemahkan lebih lanjut ke dalam hasil (output) dan program, serta kegiatan, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam rangka menyukseskan program-program pembangunan nasional. Sebagian besar porsi belanja dalam RAPBN 2011 atau sekitar 70 persennya akan dialokasikan untuk belanja Pemerintah pusat dan digunakan untuk mendukung 11 prioritas pembangunan, yaitu: (1) Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola; (2) Pendidikan; (3) Kesehatan; (4) Penanggulangan Kemiskinan; (5) Ketahanan Pangan; (6) Infrastruktur; (7) Iklim Investasi dan Iklim Usaha; (8) Energi; (9) Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana; (10) Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-konflik; serta (11) Kebudayaan, Kreativitas, dan Inovasi Teknologi. Dalam RAPBN tahun 2011, penetapan besaran defisit anggaran mengacu pada upaya tetap terjaganya konsolidasi dan kesinambungan fiskal, serta memperhatikan kemampuan keuangan negara untuk dapat menutup defisit tersebut dari sumber-sumber pembiayaan yang tidak memberatkan di masa kini dan mendatang. Sementara itu, untuk menutup defisit tersebut, Pemerintah akan mengupayakan melalui pengadaan utang domestik dengan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) sebagai sumber pembiayaan utama melalui
II-4
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
beberapa strategi, seperti: (1) Perumusan kebijakan yang sesuai dengan dinamika pasar SBN dan ekonomi makro; (2) Penerbitan SBN secara reguler dengan meminimalkan risiko keuangan yang berasal dari nilai tukar dan suku bunga; dan (3) Diversifikasi instrumen SBN. Dengan memperhatikan berbagai strategi dan kebijakan di atas, pendapatan negara dalam RAPBN 2011 diperkirakan mencapai sebesar Rp1.086,4 triliun, yang berarti mengalami kenaikan 9,5 persen dari APBN-P tahun 2010. Sedangkan belanja negara direncanakan menjadi Rp1.202,0 triliun, yang akan dialokasikan untuk belanja Pemerintah pusat sebesar Rp823,6 triliun (68,5 persen), dan untuk anggaran transfer ke daerah sebesar Rp378,4 triliun (31,5 persen). Defisit anggaran direncanakan sebesar Rp115,7 triliun atau 1,7 persen terhadap PDB.
2.2 Perkembangan Ekonomi 2005 – 2010 2.2.1 Evaluasi dan Kinerja 2005 – 2009 2.2.1.1
Perekonomian Dunia dan Regional
Perkembangan ekonomi domestik tidak dapat lepas dari perkembangan kondisi ekonomi global dan regional. Keterkaitan antara hubungan perdagangan, arus modal, dan investasi yang terjadi saat ini merupakan beberapa faktor eksternal yang akan mempengaruhi kinerja ekonomi domestik. Berdasarkan hal tersebut, perkembangan kondisi ekonomi global dan regional perlu mendapat perhatian sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pembangunan nasional. Tahun 2008 dan 2009 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian global. Gejolak krisis subprime mortgage di AS di tahun 2007 telah menular ke pasar keuangan di berbagai negara dan akhirnya membawa dampak cukup berat bagi kinerja perekonomian secara menyeluruh di negara-negara tersebut. Gejolak pada pasar subprime mortgage pada awalnya mendorong penurunan nilai aset berbagai institusi keuangan global dan kejatuhan pasar modal, dan kemudian diiringi kebangkrutan berbagai perusahaan di negara-negara maju. Tekanan-tekanan tersebut kemudian menjelma menjadi krisis ketenagakerjaan dan daya beli, sehingga berdampak pada pelemahan kinerja sektor riil dan ekonomi secara menyeluruh. Tekanan krisis pada perekonomian global terutama terlihat pada semester kedua tahun 2008 hingga semester pertama 2009. Selama periode tersebut, perekonomian di berbagai negara pada umumnya mengalami perlambatan laju pertumbuhan hingga pertumbuhan ekonomi negatif. Memburuknya kondisi tersebut terlihat dari kinerja perekonomian negara-negara maju dan kemudian meluas ke negara-negara berkembang. Berbagai kebijakan untuk keluar dari krisis telah dilakukan oleh negara-negara di dunia, baik secara bersama sama maupun individual. Dalam hal ini, Pemerintah dan otoritas moneter di masing-masing negara telah mengadopsi kebijakan fiskal dan moneter ekspansif yang antara lain berupa peningkatan defisit dan belanja Pemerintah, penurunan suku bunga, dan bantuan likuiditas. Walaupun tampaknya langkah-langkah tersebut telah memberikan hasil yang cukup baik bagi proses pemulihan ekonomi global, namun kebijakan-kebijakan yang diambil menyisakan tantangan-tantangan baru, khususnya bagi beberapa negara di kawasan Eropa.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-5
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Gejolak krisis subprime mortgage di AS juga memberi dampak terhadap pertumbuhan ekonomi di negara-negara kawasan Eropa. Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Eropa selama empat kuartal berturut-turut berada dalam teritori negatif, sehingga secara keseluruhan pertumbuhan kawasan Eropa mencapai minus 4,1 persen, menurun bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada tahun 2008 sebesar 0,6 persen. Kontraksi ekonomi di kawasan Eropa pada tahun 2009 terutama diakibatkan oleh pertumbuhan negatif Jerman, Inggris, dan Perancis. Pada kuartal I tahun 2009, pertumbuhan ekonomi ketiga negara tersebut mengalami penurunan tajam, masing-masing sebesar minus 6,7 persen, minus 5,5 persen, dan minus 3,9 persen. Pada kuartal-kuartal berikutnya, terjadi perbaikan ekonomi, kendati masih dalam pertumbuhan negatif. Secara keseluruhan untuk tahun 2009, laju pertumbuhan ekonomi Jerman, Inggris dan Perancis, masing-masing mencapai sebesar minus 4,9 persen, minus 4,9 persen, dan minus 2,5 persen (lihat Grafik II.1). Tekanan perekonomian akibat krisis global yang dimulai pada tahun 2008 hingga 2009 ikut dirasakan oleh negara-negara maju kawasan Asia-Pasifik. Pada kuartal I tahun 2009, pertumbuhan ekonomi Jepang dan Korea Selatan jatuh hingga mencapai angka terendah selama dua tahun terakhir, masing-masing mencapai minus 8,9 persen dan minus 4,3 persen. Sedangkan AS dan Kanada mengalami kontraksi dengan angka pertumbuhan terendah pada kuartal II tahun 2009, masing-masing mencapai minus 4,1 persen dan minus 3,8 persen (lihat Grafik II.2).
4
GRAFIK II.1 PERTUMBUHAN EKONOMI DI KAWASAN EROPA (y-o-y, persen)
10 8
2
6 4
Q4 '09
Q3 '09
Q2 '09
Q1 '09
Q4 '08
Q3 '08
Q2 '08
Q1 '08
0 -2
GRAFIK II.2 PERTUMBUHAN NEGARA-NEGARA MAJU KAWASAN ASIA-PASIFIK (y-o-y, persen)
2 0 -2
-4
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
2008
-4
Q2
Q3 2009
Q4
Q1 2010
-6
-6
-8
-8 Sumbe r : Bloomberg
Inggris
Perancis
Je rman
-10
AS
Kanada
Australia
Jepang
Korea Selatan
Sumber : Bloomberg
Perekonomian AS dan Kanada mulai membaik pada kuartal III tahun 2009, sedangkan perekonomian Jepang, Korea Selatan, dan Australia telah membaik semenjak kuartal II tahun 2009. Perekonomian AS dan Kanada telah tumbuh positif pada kuartal IV, sedangkan Jepang belum menunjukkan pertumbuhan yang positif. Perbaikan kondisi perekonomian negara-negara tersebut termasuk Jepang terus berlanjut hingga kuartal I tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi negara-negara maju kawasan Asia Pasifik cenderung melambat pada tahun 2008 dan 2009. Selama tahun 2009, kondisi perekonomian Korea Selatan dan Australia relatif lebih baik bila dibandingkan dengan Jepang, AS, dan Kanada. Australia masih mengalami pertumbuhan positif sebesar 1,3 persen, dan Korea Selatan tumbuh sebesar 0,2 persen. Sedangkan AS, Kanada, dan Jepang justru mengalami pertumbuhan negatif. Penurunan paling tajam dialami oleh Jepang dengan kontraksi sebesar 5,2 persen, sedangkan AS dan Kanada mengalami kontraksi masing-masing sebesar 2,4 persen dan 2,5 persen.
II-6
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Selama masa krisis 2008/2009, ekonomi di kawasan Asia telah menunjukkan performa yang sangat baik dan dapat dipandang sebagai motor pemulihan ekonomi global. Kondisi ini terutama didasarkan pada kinerja ekonomi dua negara besar, China dan India. Walaupun tidak luput dari perlambatan laju pertumbuhan, selama tahun 2009 ekonomi kedua negara tersebut masih mencatat pertumbuhan yang relatif tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan negara lain. China yang pada kuartal I tahun 2009 mencatat pertumbuhan sebesar 6,2 persen (y-o-y), mampu bangkit dan kembali mencatat pertumbuhan 10,7 persen pada kuartal IV 2009. Secara total, laju pertumbuhan China untuk tahun 2009 mencapai 8,7 persen. Hal serupa juga ditunjukkan oleh India, yang telah mengalami pemulihan pertumbuhan ekonomi dari 5,8 persen di kuartal I tahun 2009, hingga mencapai 8,6 persen dan 6,5 persen di kuartal III dan kuartal IV. Laju pertumbuhan ekonomi India untuk tahun 2009 secara keseluruhan mencapai 5,7 persen (lihat Grafik II.3). Di antara negara-negara ASEAN-5, tren pemulihan ekonomi juga terlihat di sepanjang tahun 2009. Pada kuartal I tahun 2009, perekonomian Singapura, Malaysia, dan Thailand mengalami pertumbuhan negatif, masing-masing sebesar minus 8,9 persen, minus 6,2 persen, dan minus 7,1 persen. Sementara itu, Indonesia dan Philipina juga mengalami perlambatan pertumbuhan, namun masih mencatat pertumbuhan positif. Pada kuartal I tahun 2009, ekonomi Indonesia dan Philipina tumbuh masing-masing sebesar 4,5 persen dan 0,5 persen. Di periode berikutnya, pertumbuhan ekonomi di masing masing negara terus membaik, hingga pada kuartal terakhir 2009 mampu tumbuh positif. Secara umum, laju pertumbuhan negara-negara ASEAN-5 di tahun 2009 hanya mencapai 1,7 persen, lebih rendah dari tren pertumbuhan di tahun-tahun sebelum krisis, yaitu di atas 5 persen (lihat Grafik II.4). GRAFIK II.3 PERTUMBUHAN EKONOMI CHINA DAN INDIA (y-o-y, persen)
GRAFIK II.4 PERTUMBUHAN EKONOMI ASEAN-5 (y-o-y, persen)
9
12
7 5
10
3
8
1 -1
6
Q1 '08
Q2 '08
Q3 '08
Q4 '08
Q1 '09
Q2 '09
Q3 '09
Q4 '09
-3
4
-5
2
China
-7
India
-9
0 Q1 '08
Q2 '08
Q3 '08
Q4 '08
Q1 '09
Sumbe r : Bloomberg
Q2 '09
Q3 '09
Q4 '09
-11
Singapura
Malaysia
Philipina
Thailand
Indonesia
Sumber : Bloomberg
Dampak krisis ekonomi global 2008/2009 mencapai puncaknya di tahun 2009. Pertumbuhan perekonomian dunia yang pada beberapa tahun sebelumnya mencapai kisaran 4-5 persen, melambat menjadi hanya 3,0 persen di tahun 2008, dan kemudian mengalami kontraksi di tahun 2009 dengan pertumbuhan minus 0,6 persen. Penurunan pertumbuhan tahun 2009 terutama didorong oleh kontraksi yang dialami oleh negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat dan Eropa. Pada tahun tersebut, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju yang biasanya mencapai sekitar 2,5 hingga 3,0 persen, melambat di tahun 2008 menjadi 0,5 persen, dan kemudian mencapai minus 3,2 persen di tahun 2009. Di lain pihak, pada tahun 2009 pertumbuhan negara-negara berkembang juga mengalami tren serupa melambat hingga 2,5 persen, namun tidak mencapai pertumbuhan negatif. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-7
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
2.2.1.2 Perekonomian Nasional Tekanan eksternal sebagai dampak dari terjadinya krisis global telah mempengaruhi perekonomian Indonesia pada kurun waktu tahun 2005-2009. Dalam kurun waktu tersebut, rata-rata perekonomian Indonesia tumbuh sebesar 5,6 persen (y-o-y). Pada tahun 2005, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,7 persen (y-o-y), yang kemudian sedikit melambat pada tahun berikutnya menjadi sebesar 5,5 persen (y-o-y). Perekonomian Indonesia kembali membaik dan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 6,3 persen (y-o-y) pada tahun 2007. Akibat dari krisis global yang terjadi pada tahun 2008, perekonomian Indonesia melambat menjadi 6,0 persen (y-o-y). Perlambatan tersebut terus berlangsung hingga tahun 2009 dimana perekonomian Indonesia hanya tumbuh sebesar 4,5 persen (y-o-y) (lihat Grafik II.5). GRAFIK II.5 PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2005 - 2009 (y-o-y, persen) 7 6
5,7
6,3 5,5
20
GRAFIK II.6 PERTUMBUHAN PDB PENGGUNAAN 2005 - 2009 (y-o-y, persen) 15,7
15
6,0
10
4,5
5 4
4,9
5
3,3
0
3
-5
2 1
-10
0
-15
2005
2006
Sumbe r: Badan Pusat Statistik
2007
2008
2009
-20
2005
2006
2007
2008
Konsumsi Rumah Tangga
Konsumsi Pemerintah
PMTB
Ek spor
2009 -9,7 -15
Impor
Sumber: Badan Pusat Statistik
Dari sisi penggunaan, yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 adalah konsumsi Pemerintah, diikuti oleh konsumsi rumah tangga dan investasi (lihat Grafik II.6 dan Tabel II.1). Sedangkan dari sisi produksi, sektor yang mendominasi pertumbuhan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor listrik, gas, dan air bersih. Dua sektor tersebut mengalami pertumbuhan dua digit. Konsumsi rumah tangga yang TABEL II.1 mempunyai peran sebesar 58,6 DISTRIBUSI PDB PENGGUNAAN ATAS DASAR HARGA BERLAKU 2008 - 2009 (persen) persen dalam pembentukan PDB tahun 2009 tumbuh sebesar 4,9 Penggunaan 2008 2009 persen, sedikit melambat bila Konsumsi Rumah Tangga 60,6 58,6 Konsumsi Pemerintah 8,4 9,6 dibandingkan dengan tahun 2008 PMTB (Investasi) 27,7 31,1 yang tumbuh sebesar 5,3 persen. 29,8 24,1 Melemahnya daya beli masyarakat Ekspor Impor 28,7 21,3 akibat imbas krisis global menjadi Su m ber : Ba da n Pu sa t St a t ist ik salah satu penyebab perlambatan ini. Melemahnya konsumsi rumah tangga antara lain ditunjukkan oleh menurunnya beberapa indikator konsumsi seperti penerimaan PPN dan penjualan kendaraan bermotor. Namun, perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga mampu ditahan oleh adanya kenaikan gaji dan pemberian gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri/Pensiunan, stimulus fiskal berupa insentif pajak, penyaluran bantuan langsung tunai (BLT), serta bantuan sosial lainnya seperti program subsidi pangan (raskin), program keluarga harapan (PKH), program peningkatan infrastruktur pedesaan (PPIP), program pelayanan kesehatan masyarakat (Yankesmas), bantuan operasional sekolah (BOS), dan program nasional pemberdayaan masyarakat
II-8
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
(PNPM). Pertumbuhan konsumsi rumah tangga disumbangkan oleh konsumsi makanan sebesar 3,6 persen dan konsumsi bukan makanan sebesar 6,0 persen, terkait dengan pelaksanaan kampanye untuk Pemilu, seperti pencetakan kaos, spanduk, dan brosur. Pengeluaran konsumsi Pemerintah selama tahun 2009 tumbuh sebesar 15,7 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya tumbuh sebesar 10,4 persen. Peningkatan ini disebabkan oleh bertambahnya anggaran untuk keperluan pelaksanaan Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden, serta stimulus fiskal. Pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan belanja barang yang meningkat sebesar 21,1 persen dan belanja pegawai sebesar 5,1 persen. Meskipun pertumbuhannya relatif tinggi, peranan konsumsi Pemerintah terhadap total PDB relatif kecil, yaitu hanya sebesar 9,6 persen. Selama tahun 2009, investasi mencatat pertumbuhan sebesar 3,3 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang tumbuh sebesar 11,9 persen sebagai akibat menurunnya kegiatan produksi terkait dengan melemahnya aktivitas global dan menurunnya permintaan domestik. Penurunan kinerja investasi ditunjukkan oleh perlambatan pertumbuhan beberapa indikator, seperti impor barang modal, realisasi PMA-PMDN, kredit investasi dan kredit modal kerja, serta penjualan semen. Pertumbuhan investasi didorong oleh investasi lainnya dari dalam negeri sebesar 7,4 persen dan investasi jenis bangunan sebesar 7,1 persen. Sebaliknya, kontraksi terjadi pada investasi jenis mesin serta perlengkapan luar negeri dan investasi lainnya dari luar negeri yang turun masing-masing sebesar minus 10,8 persen dan minus 11,7 persen. Peranan investasi dalam pembentukan PDB menempati urutan kedua setelah konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 31,1 persen. Sisi eksternal PDB selama tahun 2009 menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Ekspor mengalami kontraksi yang cukup dalam sebagai akibat lemahnya permintaan dunia, dan menurunnya harga minyak serta beberapa komoditas dunia. Meskipun mengalami peningkatan sejak kuartal II tahun 2009, namun peningkatan tersebut masih belum mampu menyamai kinerja ekspor tahun 2008 yang sebesar 9,5 persen, sehingga pertumbuhan ekspor selama tahun 2009 mengalami kontraksi sebesar 9,7 persen. Kontraksi tersebut disumbangkan oleh ekspor barang dan jasa yang masing-masing tumbuh minus 10,6 persen dan minus 2,1 persen. Penurunan kinerja ekspor tersebut karena adanya penurunan nilai ekspor migas dan nonmigas akibat turunnya produksi minyak dan nilai beberapa komoditas utama nonmigas, antara lain nikel, karet dan barang dari karet, kendaraan dan bagiannya, lemak dan minyak hewan, serta kayu dan barang dari kayu. Kinerja ekspor juga sejalan dengan kinerja impor, dimana selama tahun 2009 impor mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 15,0 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan tahun 2008 yang sebesar 10,0 persen. Impor barang dan jasa tumbuh masing-masing minus 18,6 persen dan minus 1,5 persen. Penurunan kinerja impor karena adanya penurunan nilai beberapa komoditas antara lain pupuk, besi dan baja, alumunium, bahan kimia anorganik, gandum-ganduman, perangkat musik, serta kendaraan dan bagiannya. Peranan ekspor dan impor terhadap total PDB masing-masing mencapai 24,1 persen dan 21,3 persen. Dari sisi penawaran, seluruh sektor ekonomi pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan positif, bahkan tiga di antaranya tercatat mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2008, yaitu sektor pertambangan dan penggalian; sektor listrik, gas dan air bersih; serta sektor jasa. Penurunan pertumbuhan yang cukup tajam terjadi pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran (lihat Grafik II.7 dan Tabel II.2).
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-9
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Sektor pertambangan dan penggalian tumbuh sebesar 4,4 persen, jauh melampaui pertumbuhan tahun 2008 yang hanya mencapai 0,7 persen. Peningkatan harga barang tambang nonmigas seperti batu bara, bijih tembaga, bijih emas, bauksit, dan lain-lainnya mampu memacu GRAFIK II.7 subsektor pertambangan PERTUMBUHAN PDB SEKTORAL, 2005-2009 nonmigas untuk tumbuh 20,0 (y-o-y, persen) sebesar 10,6 persen. Sektor pertambangan dan 16,0 2005 2006 2007 2008 penggalian memberikan 2009 peranan sebesar 10,5 12,0 persen terhadap total PDB. 8,0
Jasa lainnya
Keuangan
Trans & Tel.
Perdag, Hotel, Resto.
Konstruksi
Listrik, Gas, Air Bersih
Manufaktur
Pertambangan
Pertanian
Sektor listrik, gas, dan air bersih tumbuh 13,8 persen 4,0 pada tahun 2009 meningkat bila di- 0,0 bandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar 10,9 persen. M e n i n g k a t n y a Sumber : Badan Pusat Statistik pertumbuhan sektor ini disumbangkan oleh subsektor gas kota dan subsektor listrik yang masing-masing tumbuh sebesar 41,0 persen dan 7,0 persen. Tingginya pertumbuhan subsektor gas kota karena langkah substitusi bahan bakar yang dilakukan PT PLN kepada gas sehingga diperlukan ketersediaan gas yang cukup besar. Peranan sektor ini terhadap total PDB adalah sebesar 0,8 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi TABEL II.2 selama tahun 2009 mampu tumbuh DISTRIBUSI PDB SEKTORAL TAHUN, 2008 - 2009 ATAS DASAR HARGA BERLAKU (persen) sebesar 15,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya Sektor 2008 2009 pada tahun sebelumnya yang sebesar 16,6 14,5 15,3 persen. Pertumbuhan sektor ini terutama Pertanian Pertambangan 10,9 10,5 didukung oleh subsektor komunikasi yang 27,9 26,4 pertumbuhannya mencapai 23,8 persen, Industri 0,8 0,8 sebagai dampak dari maraknya Listrik, Gas, & Air bersih penggunaan telepon seluler dan internet. Konstruksi 8,5 9,9 Sedangkan subsektor pengangkutan Perdagangan 14,0 13,4 tumbuh sebesar 5,5 persen, yang didorong Pengangkutan & Komunikasi 6,3 6,3 oleh pertumbuhan angkutan udara sebesar Keuangan 74,0 7,2 11,7 persen, akibat meningkatnya Jasa 9,7 10,2 permintaan akan jasa angkutan udara Sumber: Badan Pusat Statistik selama tahun 2009, khususnya pada musim libur sekolah dan libur hari keagamaan. Walaupun pertumbuhannya tertinggi tetapi peranan sektor ini dalam pembentukan total PDB relatif kecil, yaitu sebesar 6,3 persen. Sektor perdagangan tahun 2009 tumbuh sebesar 1,1 persen, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2008 yang sebesar 6,9 persen. Melemahnya daya
II-10
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
beli masyarakat dan masih tingginya suku bunga ikut mendorong melambatnya pertumbuhan sektor ini. Menurunnya sektor ini dipicu oleh rendahnya pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran. Sektor perdagangan memberikan peranan terbesar ketiga terhadap total PDB, yaitu sebesar 13,4 persen, yang disumbangkan oleh subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 10,6 persen, subsektor restoran sebesar 2,5 persen, dan subsektor hotel sebesar 0,4 persen. Sektor pertanian pada tahun 2009 tumbuh cukup tinggi, yaitu sebesar 4,1 persen, namun lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2008 yang mencapai 4,8 persen. Pertumbuhan sektor ini dipicu oleh pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan sebesar 4,7 persen, akibat dari meningkatnya produksi padi dan palawija, sebagai upaya Pemerintah dalam meningkatkan produksi pangan dalam negeri, dan subsektor perikanan sebesar 5,2 persen. Peningkatan pertumbuhan tanaman bahan makanan ini disebabkan oleh peningkatan penggunaan benih padi varietas tinggi, penurunan tanaman padi yang kekeringan dan banjir, serta penurunan luas tanaman yang terserang hama. Sektor pertanian memberikan peranan terbesar kedua terhadap total PDB, yaitu sebesar 15,3 persen. Sektor industri pengolahan pada tahun 2009 tumbuh sebesar 2,1 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,7 persen. Melambatnya pertumbuhan sektor ini terkait belum pulihnya permintaan produkproduk domestik, terutama industri gas alam cair, industri logam dasar, besi dan baja, industri alat angkut, mesin dan peralatannya, serta industri barang dari kayu, dan hasil hutan lainnya. Perlambatan ini mampu ditahan oleh pertumbuhan yang cukup tinggi pada subsektor industri makanan, minuman, dan tembakau yang mencapai sebesar 11,3 persen, dan subsektor kertas dan barang cetakan sebesar 6,3 persen, sebagai pengaruh adanya kegiatan kampanye dan pelaksanaan Pemilu legislatif dan Presiden. Sektor industri pengolahan memberikan peranan tertinggi terhadap total PDB yaitu sebesar 26,4 persen, yang berasal dari subsektor industri bukan migas sebesar 22,6 persen, dan subsektor industri migas sebesar 3,8 persen. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, Pemerintah telah menetapkan tiga strategi pembangunan ekonomi, yaitu pro growth, pro job dan pro poor. Ketiga strategi ini merupakan pendorong percepatan laju pertumbuhan ekonomi yang dapat memberikan lebih banyak kesempatan kerja sehingga makin banyak keluarga Indonesia yang dapat menikmati hasil-hasil pembangunan dan keluar dari kemiskinan. Pada dasarnya pengangguran dan kemiskinan merupakan dua masalah penting yang banyak dihadapi oleh negara-negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Setiap tahun, Pemerintah selalu memfokuskan program pembangunannya pada penanganan kedua masalah ini. Indikator-indikator sosial yang ada telah mencerminkan perbaikan dalam pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Kondisi perekonomian dunia yang terus membaik pasca krisis finansial global juga berpengaruh terhadap kinerja perekonomian domestik yang terindikasi dari meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi. Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh kebijakan Pemerintah yang ekspansif mampu memperluas terciptanya lapangan kerja baru. Sejak tahun 2005, rata-rata tiap satu persen pertumbuhan ekonomi, dapat menyerap tenaga kerja baru sekitar 400.000 orang. Penyerapan tenaga kerja ini diperkirakan akan semakin
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-11
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
meningkat sejalan dengan program dan kebijakan Pemerintah dalam meningkatkan investasi melalui perbaikan infrastruktur dan berbagai kebijakan lainnya. Perkembangan angkatan kerja, penduduk yang bekerja, dan pengangguran tahun 2005–2010 dapat dilihat pada Grafik II.8. Selama kurun waktu 2005-2009, tercatat pertambahan angkatan kerja dari 105,86 juta orang di tahun 2005 menjadi 113,83 juta orang di tahun 2009 atau naik 7,97 juta orang. Namun, pengangguran turun dari 11,20 persen di tahun 2005 menjadi 7,87 persen di tahun 2009. Penurunan jumlah pengangguran tersebut sejalan dengan penurunan tingkat kemiskinan dari 15,97 persen di tahun 2005 menjadi 14,15 persen di tahun 2009 atau dari 35,10 juta penduduk di tahun 2005 menjadi 32,53 juta penduduk di tahun 2009 (lihat Grafik II.9). GRAFIK II.8 ANGKATAN KERJA, PENDUDUK YANG BEKERJA DAN PENGANGGURAN, 2005 - 2010
GRAFIK II.9 TINGKAT KEMISKINAN, 2005 - 2009
(juta orang)
(persen) 12.00
120.00 115.00
(persen)
(juta orang)
45
20
40
18
9.00
35
16
8.00
30
14
11.00
110.00
10.00
105.00 100.00 95.00 90.00
7.00
85.00 80.00
25
12
20
10
6.00 Feb
Nop
2005
Feb
Agus
2006
Angkatan Kerja
Sumber : Badan Pusat Statistik
Feb
Agus
2007
Penduduk Yang Bekerja
Feb
Agus
2008
Feb
Agus
2009
Feb 2010
Tingkat Pengangguran (RHS)
2005
2006
Kemiskinan (Juta)
2007
2008
2009
Tingkat Ke miskinan (RHS)
Sumber: Badan Pusat Statistik
Keberhasilan penanggulangan kemiskinan tersebut merupakan keberhasilan dari berbagai program pemberdayaan masyarakat yang merupakan bagian dari pemenuhan hak dasar rakyat. Program-program tersebut terus dilakukan untuk memberikan akses yang lebih luas kepada kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah agar dapat menikmati hasilhasil pembangunan. Langkah ini ditempuh antara lain melalui pemberian subsidi, bantuan sosial dan PKH, PNPM Mandiri, dan dana penjaminan kredit/pembiayaan bagi usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program ini dilaksanakan untuk membantu pemenuhan kebutuhan dasar yang tidak atau belum mampu dipenuhi dari kemampuan sendiri. Stabilitas ekonomi makro yang terjaga memberikan andil pada menguatnya nilai tukar rupiah. Hal ini didukung oleh kebijakan fiskal dan moneter yang dijalankan secara konsisten dan berhati-hati. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sepanjang tahun 2005-2009 bergerak fluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2005, rata-rata nilai tukar rupiah sebesar Rp9.705/USD, terdepresiasi 8,57 persen bila dibandingkan dengan nilai tukar tahun sebelumnya. Pada tahun 2006 nilai tukar rupiah menguat sehingga rata-ratanya mencapai Rp9.164/USD dan relatif stabil hingga akhir tahun 2007 dengan rata-rata Rp9.140/USD. Nilai tukar rupiah mulai mengalami tekanan dengan volatilitas yang cenderung meningkat pada kuartal IV tahun 2008. Hal tersebut dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global, gejolak harga komoditas internasional, dan perlambatan ekonomi dunia. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tahun 2008 adalah sebesar Rp9.691/USD, melemah sekitar 6 persen bila dibandingkan dengan nilai tukar pada tahun sebelumnya.
II-12
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Depresiasi nilai tukar rupiah masih berlanjut pada kuartal I tahun 2009 sebagai dampak dari meluasnya krisis keuangan global. Selanjutnya, rupiah secara gradual terus mengalami penguatan sampai akhir tahun 2009, meskipun secara rata-rata masih lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai tukar pada tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2009, rupiah melemah sekitar 7,4 persen dengan rata-rata sebesar Rp10.408/USD. Pergerakan rupiah dalam tahun 2009 ditopang oleh keseimbangan permintaan dan penawaran valuta asing di pasar domestik dan kondisi fundamental perekonomian yang semakin membaik. Di samping itu, imbal hasil rupiah yang tinggi dan jumlah cadangan devisa yang memadai telah memberikan sinyal positif kepada investor mengenai ketahanan perekonomian domestik terhadap tekanan dari luar sehingga rupiah semakin menguat (lihat Grafik II.10). Melemahnya nilai tukar rupiah dan meningkatnya harga minyak mentah dunia pada tahun 2005 hingga mencapai level USD60 per barel, telah mendorong Pemerintah untuk mengambil kebijakan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) hingga dua kali, yaitu pada bulan Maret 2005 dan Oktober 2005. Hal tersebut berdampak pada tingginya inflasi pada tahun 2005 hingga mencapai 17,1 persen. Selanjutnya, laju inflasi relatif stabil dan berada pada kisaran 6,6 persen di tahun 2006 dan 2007. Stabilnya nilai tukar rupiah, lancarnya distribusi barang dan jasa, serta minimalnya dampak kebijakan administered price (hargaharga barang yang dikendalikan Pemerintah) telah berperan positif terhadap stabilnya inflasi tersebut. Tekanan inflasi kembali terjadi pada tahun 2008, sebagai dampak naiknya komoditas pangan internasional dan harga minyak dunia. Meningkatnya harga minyak dunia hingga mencapai lebih dari USD130 per barel pada awal tahun 2008, telah memaksa Pemerintah kembali menaikkan harga BBM bersubsidi rata-rata sekitar 24 persen pada bulan Mei 2008. Dampak kenaikan harga komoditas pangan internasional dan harga minyak dunia telah memberikan tekanan inflasi pada tahun 2008 hingga mencapai sebesar 11,1 persen. Seiring dengan menurunnya harga minyak dunia, pada akhir tahun 2008 Pemerintah telah menurunkan harga premium sebanyak dua kali dan solar sebanyak satu kali. Penurunan harga premium dan solar tersebut kembali dilakukan Pemerintah pada Januari 2009. Kebijakan tersebut telah memberikan dampak positif terhadap rendahnya inflasi tahun 2009 yang berada pada level 2,8 persen (lihat Grafik II.11). Berdasarkan disagregasinya, komponen inti mengalami inflasi sebesar 4,3 persen dan komponen harga bergejolak terjadi inflasi sebesar 3,9 persen, sedangkan komponen harga yang diatur Pemerintah terjadi deflasi sebesar 3,3 persen. Kebijakan Pemerintah menurunkan harga BBM telah berperan signifikan terhadap rendahnya inflasi pada tahun 2009.
miliar USD
10,500
60
10,000
50 40
40
Rp/USD
70 10.408
9.705
30
9.691 9.164
20
9.140
10 0
9,500
2006
2007
2008
Sumber : Bank Indonesia
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
2009
35 Umum Harga Bergejolak
30 25 20
Inti Diatur Pemerintah 11,06%
17,11%
15
9,000
10
8,500
5
8,000 2005
GRAFIK II.11 PERKEMBANGAN INFLASI, 2005 - 2009 (y-o-y, persen)
45
GRAFIK II.10 PERKEMBANGAN KURS DAN CADANGAN DEVISA 2005 - 2009
6,60%
6,59%
2006
2007
2,78%
0 -5
2005
2008
2009
-10 Sumber: Badan Pusat Statistik
II-13
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Sejalan dengan penerapan Inflation Targeting Framework (ITF), kebijakan moneter mengalami perubahan sejak Juli 2005, yang ditandai dengan digunakannya suku bunga Bank Indonesia (BI rate) sebagai instrumen pengendalian moneter. BI rate merupakan jangkar dari penentuan suku bunga SBI 3 bulan, yang digunakan sebagai salah satu dasar penghitungan APBN. BI rate ditetapkan sebesar 8,50 persen pada Juli 2005 dan terus meningkat hingga mencapai 12,75 persen pada akhir tahun 2005. Peningkatan BI rate tersebut ditujukan untuk mengantisipasi tekanan dan ekspektasi inflasi yang meningkat akibat kenaikan harga BBM. Kenaikan BI rate pada tahun tersebut mendorong kenaikan suku bunga SBI 3 bulan dari 8,45 persen menjadi 12,83 persen. Sejalan dengan relatif stabilnya laju inflasi, pada tahun 2006 dan 2007 BI melakukan kebijakan moneter yang cenderung longgar dengan menurunkan BI rate secara bertahap yang diikuti dengan menurunnya suku bunga SBI 3 bulan. Rata-rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2006 dan 2007 masing masing sebesar 11,73 persen dan 8,04 persen. Meningkatnya laju inflasi pada pertengahan tahun 2008 telah mendorong BI untuk menaikkan BI rate hingga mencapai 9,25 persen pada akhir tahun. Kondisi tersebut menyebabkan suku bunga SBI 3 bulan terus meningkat hingga mencapai rata-rata 9,34 persen. Selama tahun 2009, laju inflasi yang relatif terkendali memberikan peluang bagi penurunan BI rate hingga mencapai 6,50 persen pada bulan Agustus. Tingkat suku bunga tersebut terus dipertahankan hingga akhir tahun 2009. Rata-rata BI rate dan suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2009 masing-masing sebesar 7,15 persen dan 7,59 persen (lihat Grafik II.12). GRAFIK II.12 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA BI RATE, SBI 3 BULAN & DEPOSITO, PUAB O/N 2005 - 2009 persen 14 12 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112 2005 Sumber: Bank Indonesia
2006 BI Rate
2007
2008
SBI 3 bulan
Deposito
2009 PUAB O/N
Semakin membaiknya kinerja perekonomian yang diiringi dengan tetap terjaganya stabilitas ekonomi makro turut mempengaruhi optimisme dan kepercayaan investor. Hal ini mendorong investor untuk meningkatkan portofolio dalam bentuk saham dan obligasi, khususnya Surat Utang Negara (SUN). Sejak awal tahun 2005 hingga akhir tahun 2007, pasar modal di Indonesia terus berkembang dengan pesat. Hal tersebut tercermin dari
II-14
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
meningkatnya IHSG dan nilai kapitalisasi pasar saham. Selama tahun 2005-2007, IHSG meningkat 174,5 persen, yaitu dari 1.000,2 poin pada penutupan tahun 2004 menjadi 2.745,8 pada akhir 2007 (lihat Grafik II.13). Demikian pula, kapitalisasi pasar saham telah meningkat dari Rp679,9 triliun pada penutupan tahun 2004 menjadi Rp1.988,3 triliun pada penutupan tahun 2007 (lihat Grafik II.14). poin
GRAFIK II.13 INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG)
GRAFIK II.14 KAPITALISASI PASAR (Miliar Rupiah)
3000 2500
2.500.000,0
2000
2.000.000,0
1500 1000
1.500.000,0
500
1.000.000,0 04‐Jan‐05 18‐Mar‐05 01‐Jun‐05 09‐Aug‐05 19‐Oct‐05 05‐Jan‐06 17‐Mar‐06 02‐Jun‐06 10‐Aug‐06 30‐Oct‐06 10‐Jan‐07 21‐Mar‐07 04‐Jun‐07 10‐Aug‐07 24‐Oct‐07 09‐Jan‐08 27‐Mar‐08 06‐Jun‐08 15‐Aug‐08 03‐Nov‐08 19‐Jan‐09 01‐Apr‐09 12‐Jun‐09 25‐Aug‐09 06‐Nov‐09
0
500.000,0 0,0 Des 2005
Des 2006
Des 2007
Des 2008
Des 2009
Sumber: Bloomberg
Pada tahun 2007, bursa saham secara global mengalami gejolak dan berfluktuasi secara tajam sebagai dampak krisis subprime mortgage menjelang akhir bulan Juli. Indeks bursa saham utama dunia termasuk bursa saham Indonesia berguguran. Setelah sempat menyentuh level tertinggi 2830,26 poin pada tanggal 9 Januari 2008, IHSG terkoreksi hingga 60,73 persen ke level terendahnya di 1.111,39 poin pada 28 Oktober 2008. Pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada posisi 1.355,41 poin. Penurunan IHSG selama tahun 2008 merupakan yang ketiga terbesar setelah China dan India. Sejalan dengan penurunan IHSG, indeks LQ45 dan Jakarta Islamic Index juga terkoreksi masing-masing sebesar 55 persen dan 56 persen. Jika dilihat per sektor, penurunan terbesar terjadi pada sektor pertambangan sebesar 73 persen, disusul sektor pertanian 66 persen. Penurunan IHSG pada kedua sektor ini merupakan faktor dominan atas kejatuhan IHSG. Kondisi fundamental pasar saham domestik sebenarnya cukup kuat. Namun karena keterkaitan (interlink) pasar keuangan antar negara yang cukup kuat, tekanan di pasar global berdampak pada kejatuhan pasar modal domestik di tahun 2008. Ketika muncul goncangan finansial di pasar keuangan AS, terjadi penarikan dana-dana dari bursa domestik (sebagaimana halnya di emerging market lainnya), dan kembali mengalir ke negara-negara maju guna memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan di negaranya. Seiring dengan terjadinya arus modal keluar, IHSG dan aset finansial mengalami penurunan. Pelemahan ini juga terjadi pada bursa lain di kawasan regional. Indeks STI Singapura, PCOMP Philipina, dan SET Thailand masing-masing turun sebesar 49,2 persen, 48,3 persen, dan 47,6 persen. Sementara itu, indeks KLCI Malaysia sedikit lebih baik, yaitu turun 39,3 persen. Kondisi bursa yang masih bergejolak juga membuat beberapa perusahaan menunda melakukan penawaran saham perdana (Initial Public Offering/IPO), sehingga selama tahun 2008 hanya terdapat 17 perusahaan yang melakukan IPO di Bursa Efek Indonesia, dengan dana yang berhasil dihimpun mencapai Rp23,4 triliun. Jumlah perusahaan tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan jumlah perdagangan pada tahun 2007 yang mencapai 24 perusahaan namun dengan jumlah dana yang dihimpun lebih rendah, yaitu Rp17,2 triliun. Sedangkan untuk tahun 2009, nilai emisi saham pada 2009 tercatat Rp16,15 triliun, dengan jumlah emiten sebanyak 19 perusahaan, atau turun 5,26 persen dari posisi 2008 sebanyak
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-15
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
18 emiten. Emisi saham baru (IPO) 2005 disumbang oleh 13 perusahaan senilai Rp3,85 triliun, anjlok 84 persen dari IPO 2008 sebesar Rp24,0 triliun. Pada periode 2009, pergerakan IHSG kembali normal dan berangsur-angsur pulih. Selama tahun 2009, bursa saham Indonesia menunjukkan perkembangan yang membaik jika dibandingkan dengan posisi tahun sebelumnya. Sepanjang tahun 2009, IHSG telah naik sebesar 86,98 persen dan merupakan salah satu bursa saham dunia yang mencatatkan kenaikan indeks saham tertinggi. Kenaikan IHSG 2009 ini disebabkan oleh derasnya capital inflow asing ke pasar saham Indonesia. Dalam pasar obligasi, selama periode 2005-2007 menunjukkan kinerja yang sangat baik. Pasar obligasi swasta telah berkembang dengan sangat pesat, yang ditunjukkan oleh meningkatnya kapitalisasi pasar dari Rp61,3 triliun pada penutupan tahun 2004, menjadi Rp84,9 triliun pada penutupan tahun 2007. Pada periode yang sama, kapitalisasi pasar obligasi negara meningkat dari Rp399,3 triliun menjadi Rp475,6 triliun. Hal ini menunjukkan adanya kepercayaan pasar terhadap kemampuan pengelolaan utang Pemerintah dan kesinambungan APBN. Kinerja obligasi negara juga menunjukkan perkembangan yang positif sepanjang tahun 2007. Pemerintah telah menerbitkan SUN neto sebesar Rp57,1 triliun sesuai dengan kebutuhan pembiayaan APBN dengan suku bunga yang cukup kompetitif. Penerbitan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) sebagai perluasan basis investor dilaksanakan sebanyak dua kali pada tahun 2007. Pada pertengahan tahun 2007, gejolak keuangan global juga telah memberikan tekanan yang cukup kuat pada pasar obligasi Pemerintah, namun pasar SUN tetap terjaga. Secara keseluruhan, sepanjang tahun 2007, strategi yang dijalankan Pemerintah dalam pengelolaan utang telah berjalan dengan baik dengan berkurangnya persentase surat utang dengan tingkat bunga mengambang. Instrumen ini ke depan akan menjadi alat untuk mengelola arus kas Pemerintah agar dapat lebih optimal. Gejolak krisis global tahun 2008 memberikan dampak penurunan pada pasar obligasi. Tercatat nilai kapitalisasi pasar obligasi swasta pada akhir tahun 2008 mencapai sebesar Rp72,9 triliun atau turun 13,8 persen bila dibandingkan dengan nilainya pada akhir tahun 2007 yang berjumlah Rp84,6 triliun. Dalam upaya mencegah turunnya indeks bursa domestik ke level yang lebih dalam, Pemerintah bersama dengan otoritas moneter dan bursa melakukan berbagai upaya diantaranya: (1) menghentikan perdagangan (suspend) di bursa untuk sementara waktu; (2) menetapkan batas auto-rejection untuk perdagangan saham dari simetris 10 persen menjadi batas atas sebesar 20 persen dan batas bawah sebesar 10 persen; (3) memperlonggar aturan penilaian dan pencatatan efek bersifat utang; (4) menerbitkan pedoman yang memperkenankan penggunaan alternatif penilaian efek selain harga pasar (quoted market price); dan (5) memperlonggar ketentuan pembelian kembali saham (buyback) oleh emiten. Kondisi yang sama juga dialami pasar surat utang negara (SUN). Terpuruknya lembagalembaga keuangan seperti Lehman Brothers, telah berimbas pada peningkatan yield SUN 10 tahun dari 10,05 persen (2 Januari 2008) menjadi 20,96 persen (27 Oktober 2008), atau meningkat 1.090 basis poin. Sejalan dengan berbagai upaya yang dilakukan Pemerintah untuk meredam gejolak pasar dan meningkatkan kembali kepercayaan investor, pada akhir tahun 2008 yield SUN mengalami penurunan hingga ke level 11,89 persen (lihat Grafik II.15).
II-16
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
memasuki semester kedua tahun 2008, harga minyak dunia telah menunjukkan tren penurunan. Sementara itu, pemulihan ekonomi dunia yang utamanya didorong oleh pemulihan ekonomi dua raksasa ekonomi, yaitu China dan India, telah memberikan dampak pada naiknya permintaan minyak dunia dalam tahun 2009. Permintaan minyak dunia berfluktuasi dengan kecenderungan meningkat. Peningkatan yang cukup signifikan terutama terjadi dalam paruh kedua tahun 2009. Permintaan minyak mentah dunia turun dari sekitar 84,6 juta barel per hari pada bulan Desember 2008 menjadi 84,3 juta barel per hari pada bulan November 2009. GRAFIK II.17 PERKEMBANGAN PERMINTAAN, PENAWARAN, DAN HARGA MINYAK DUNIA, 2005-2009 juta barel
USD per barel
90
150
88
130
86
110
Rata-rata 2008 = 97.0
84
90 Rata-rata 2007 = 72.3
82
Rata-rata 2006 =, 64.3
Rata-rata 2009 =, 61.6
Rata-rata 2005 = 53.4
70 50
78
30 D-04 Jan-05 F M A M J J A S O N D Jan-06 F M A M J J A S O N D Jan-07 F M A M J J A S O N D Jan-08 F M A M J J A S O N D Jan-09 F M A M J J A S O N D
80
Sumber: Bloomberg
Permintaan
Penawaran
WTI
ICP
Peningkatan permintaan telah mendorong peningkatan harga minyak dunia (WTI), yaitu dari USD42,1 per barel pada bulan Desember 2008 menjadi USD78,3 per barel pada bulan November tahun 2009. Seiring dengan tren pergerakan harga minyak internasional, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude-oil Price/ICP) juga mengalami peningkatan. Dalam semester I tahun 2009 harga minyak ICP mencapai rata-rata sebesar USD51,6 per barel, kemudian meningkat menjadi USD71,6 per barel dalam semester II tahun 2009, sehingga selama tahun 2009 harga rata-rata minyak ICP mencapai USD61,6 per barel. Realisasi lifting minyak Indonesia mengalami penurunan secara gradual sejak tahun 2005 dan mencapai titik terendah pada bulan Mei 2007 yaitu sebesar 0,802 juta barel per hari. Namun demikian, dengan berbagai langkah kebijakan di bidang perminyakan yang ditempuh pemerintah, lifting minyak kembali mengalami peningkatan. Realisasi rata-rata lifting minyak pada tahun 2009 (Desember 2008 – November 2009) adalah sebesar 0,944 juta barel per hari. Masih terbatasnya volume lifting minyak disebabkan oleh berbagai kendala yang dihadapi antara lain (a) faktor penurunan produksi alamiah sebesar + 12 persen per tahun; (b) dampak diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; (c) masalah tata ruang dan tumpang tindih lahan kawasan hutan; dan (d) masalah perpanjangan kontrak KKKS dengan Pemerintah Indonesia yang akan berakhir dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan. Perkembangan harga minyak dan harga komoditi primer di pasar internasional selama tahun 2005 turut mempengaruhi kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2005. Meningkatnya permintaan beberapa komoditi nonmigas terutama produk primer dari
II-18
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
GRAFIK II.18 LIFTING MINYAK INDONESIA, 2005 - 2009
(Ribu barel/hari)
1.180,0 1.130,0 1.080,0 1.030,0
Rata-rata 2005 = 1.006,99
980,0
Rata-rata 2006 = 951,82
930,0
Rata-rata 2009 = 943,89
Rata-rata 2007 = 904,01 Rata-rata 2008 = 870,98
880,0 830,0 780,0 730,0 680,0 D- F 04
A
J
A
O D F
A
J
A
O D F
A
J
A
O D F
A
J
A O D F
A
J
A
O D
Sumber: Kemen ESDM, Kemenkeu
beberapa negara telah mendorong peningkatan harga di pasar dunia. Tingginya harga minyak dunia yang direspon dengan kenaikan harga BBM di dalam negeri telah menyebabkan berkurangnya konsumsi BBM domestik yang pada gilirannya telah mengurangi kebutuhan impor BBM sehingga mengurangi defisit neraca perdagangan migas. Membaiknya indikator eksternal dan internal tersebut telah mempengaruhi kinerja NPI 2005, transaksi berjalan mencatat surplus USD0,3 miliar diikuti transaksi modal dan keuangan yang surplus USD0,3 miliar, mengakibatkan keseimbangan NPI tahun 2005 mencatat surplus sebesar USD0,4 miliar, sehingga cadangan devisa mencapai USD34,7 miliar. Memasuki tahun 2006, kinerja NPI terus membaik dengan surplus sebesar USD14,5 miliar. Tingginya surplus NPI ini didukung oleh surplus neraca berjalan yang mencapai USD10,9 miliar, jauh meningkat dari surplus tahun sebelumnya sebesar USD0,3 miliar. Kinerja NPI yang membaik mendorong peningkatan cadangan devisa dan memungkinkan percepatan pelunasan pembayaran utang IMF sebesar USD7,6 miliar. Secara keseluruhan, cadangan devisa meningkat dari USD34,7 miliar pada tahun 2005 menjadi USD42,6 miliar pada tahun 2006. Pada tahun 2007, NPI mencatat surplus yang cukup besar yaitu mencapai USD12,7 miliar. Surplus NPI ini terkait dengan surplus transaksi berjalan yang mencapai USD10,5 miliar, sedikit lebih rendah dari surplus tahun 2006 (USD10,9 miliar), dan meningkatnya surplus transaksi modal dan finansial, yaitu dari USD3,0 miliar pada 2006 menjadi USD3,6 miliar pada 2007. Sebagai cerminan dari surplus NPI, cadangan devisa meningkat menjadi USD56,9 miliar pada akhir tahun 2007. Krisis keuangan global yang semakin dalam sejak September 2008 memberikan tekanan yang cukup signifikan pada kinerja NPI. Selama 2008 NPI mengalami defisit sebesar USD1,9 miliar, berbeda dari tahun 2007 yang mencatat surplus USD12,7 miliar. Namun, transaksi berjalan masih mampu mencatat surplus meskipun kecil (USD0,1 miliar), turun bila dibandingkan dengan surplus pada 2007 (USD10,5 miliar). Sementara itu, transaksi modal dan finansial mengalami defisit USD1,8 miliar, setelah pada tahun 2007 mencatat
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-19
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
surplus sebesar USD3,6 miliar. Sejalan dengan perkembangan di atas, jumlah cadangan devisa pada akhir periode turun menjadi USD51,6 miliar. Seiring dengan membaiknya prospek ekonomi global dan domestik, kinerja neraca pembayaran tahun 2009, baik dari sisi transaksi berjalan maupun transaksi modal dan finansial, mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya. Membaiknya kinerja neraca pembayaran tersebut antara lain disebabkan oleh mulai meningkatnya permintaan ekspor dan masuknya arus modal, baik berupa investasi langsung maupun portofolio. Neraca transaksi berjalan pada tahun 2009 mencatat surplus USD10,7 miliar, yang didorong oleh kenaikan surplus pada neraca perdagangan. Neraca perdagangan dalam tahun 2009 mengalami surplus USD35,1 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus pada tahun 2008 sebesar USD22,9 miliar. Sementara itu, neraca jasa defisit sebesar USD14,1 miliar, neraca pendapatan defisit sebesar USD15,1 miliar dan transfer surplus sebesar USD4,9 miliar. Neraca transaksi modal dan finansial pada tahun 2009 mencatat surplus sebesar USD3,5 miliar. Surplus tersebut terutama bersumber dari tingginya surplus pada investasi langsung dan investasi portofolio, sejalan dengan meningkatnya investasi langsung di sektor industri pengolahan dan perdagangan, serta membaiknya persepsi risiko terhadap pasar domestik. Surplus pada investasi portofolio ditopang oleh adanya penerbitan obligasi global, sukuk valas, dan obligasi shibosai oleh Pemerintah. Kinerja investasi lainnya terbantu oleh adanya tambahan alokasi hak penarikan khusus atau Special Drawing Rights (SDR) sebesar USD2,8 miliar. Tambahan alokasi SDR tersebut ditujukan untuk memperkuat cadangan devisa Indonesia. Berdasarkan perkembangan besaran-besaran neraca pembayaran tersebut, dalam tahun 2009 keseimbangan umum mengalami surplus USD12,5 miliar sehingga cadangan devisa mencapai USD66,1 miliar. Ringkasan neraca pembayaran Indonesia tahun 2005–2009 dapat dicermati pada Tabel II.3. TABEL II.3 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2005 - 2009 (juta USD) ITEM
2006
2007
278
10.860
10.493
1. Neraca Perdagangan
17.534
29.660
32.754
22.916
35.133
2. Jasa-jasa
-9.122
-9.874
-11.841
-12.998
-14.108
-12.927
-13.790
-15.525
-15.155
-15.140
4.793
4.863
5.104
5.364
4.861
345
3.025
3.591
-1.876
3.548
1. Sektor Publik - Neraca modal - Neraca finansial 2. Sektor Swasta - Neraca modal
4.005 27 3.978 -3.659 307
2.108 89 2.019 917 261
2.988 81 2.907 603 465
1.903 21 1.882 -3.778 273
11.113 11 11.103 -7.565 85
- Neraca finansial
-3.966
656
138
-4.052
-7.650
623
13.884
14.083
-1.750
14.294
A. TRANSAKSI BERJALAN
3. Pendapatan 4. Transfer B. NERACA MODAL DAN FINANSIAL
C. TOTAL (A + B)
2005
2008 126
2009 10.746
D. SELISIH Y ANG BELUM DIPERHITUNGKAN
-179
625
-1.369
-195
-1.788
E. KESEIMBANGAN UMUM (C + D)
444
14.510
12.715
-1.945
12.506
34.724
42.586
56.920
51.639
66.105
Cadangan devisa Sumber: Bank Indonesia
II-20
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
2.2.2 Proyeksi 2010 2.2.2.1 Perekonomian Dunia dan Regional Di awal tahun 2010, pemulihan ekonomi di kawasan Eropa semakin nyata. Pada kuartal I tahun 2010 beberapa negara maju Eropa berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi positif, setelah di tahun 2009 mengalami pertumbuhan ekonomi negatif. Perekonomian Jerman dan Perancis tumbuh masing-masing sebesar 1,6 persen dan 1,2 persen, sedangkan Inggris masih mencatatkan pertumbuhan ekonomi minus 0,2 persen. Namun, pertumbuhan Inggris di kuartal I tahun 2010 ini sudah jauh meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya di kuartal IV tahun 2009 yang sebesar minus 2,9 persen. Untuk keseluruhan kawasan Eropa, laju pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun 2010 mencapai 0,6 persen. Meskipun perekonomian Eropa sudah mulai membaik, namun masih terdapat tantangan, yaitu adanya gejolak ekonomi akibat membengkaknya defisit fiskal dan tingginya utang beberapa negara Eropa. Akibat defisit dan utang yang sangat besar, perekonomian Portugal, Irlandia, Yunani, dan Spanyol (PIGS) mengalami kontraksi. Pada kuartal I tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Portugal mencapai sebesar 1,8 persen, sedangkan Irlandia, Yunani dan Spanyol mencatatkan pertumbuhan negatif, masing-masing minus 0,7 persen, minus 2,5 persen, dan minus 1,3 persen. Sepanjang tahun 2010 pertumbuhan ekonomi PIGS diperkirakan masing-masing mencapai 0,3 persen, minus 1,5 persen, minus 2,0 persen, dan minus 0,4 persen (lihat Grafik II.19 dan Grafik II.20).
4%
GRAFIK II.19 PERTUMBUHAN EKONOMI KUARTALAN PIGS (y-o-y, persen)
8 6
2%
4
0% -2%
GRAFIK II.20 PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUNAN PIGS (y-o-y, persen)
Q1
Q2
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
-4%
Q3 2009
Q4
Q1
2
2010
0 -2
-6%
Portugal
Irlandia
Yunani
Spanyol
-4
-8%
2006 2009
-6
-10% Portugal
Irlandia
Sumber : Bloomberg
Yunani
Spanyol
2007 2010*
2008
-8 Sumber : Bloomberg
Walaupun kawasan Eropa masih menghadapi tekanan krisis fiskal dan pertumbuhan negatif di beberapa negara, namun dampaknya diperkirakan relatif kecil bagi kinerja perekonomian negara maju utama di kawasan tersebut. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi negaranegara maju Eropa diperkirakan akan terus meningkat di tahun 2010. Perekonomian Jerman akan tumbuh sebesar 1,4 persen, Inggris 1,2 persen, dan Perancis 1,4 persen. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi Eropa secara keseluruhan di tahun 2010 diperkirakan sebesar 1,0 persen (lihat Grafik II.21). Pemulihan ekonomi juga terlihat di negara maju kawasan Asia Pasifik. Pada kuartal I tahun 2010, kinerja perekonomian Korea Selatan membaik secara signifikan dengan pertumbuhan yang mencapai 8,1 persen. Setelah mengalami pertumbuhan negatif pada kuartal sebelumnya, di kuartal I tahun 2010 perekonomian Jepang tumbuh positif sebesar 4,6 persen. Hal serupa juga dialami oleh AS yang tumbuh sebesar 2,4 persen, Kanada tumbuh 3,4 persen, dan Australia tumbuh 2,7 persen (lihat Grafik II.22).
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-21
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
GRAFIK II.22 PERTUMBUHAN NEGARA-NEGARA MAJU ASIA PASIFIK (y-o-y, persen)
GRAFIK II.21 PERTUMBUHAN EKONOMI NEGARA-NEGARA MAJU EROPA (y-o-y, persen)
6,0 4,0 3,0
4,0
2,0
2,0
1,0 0,0 -1,0
2005
2006
2007
2008
2009
0,0
2010*
2005
-2,0 -3,0 -4,0
Eropa
Inggris
Perancis
Jerman
2006
2007
2008
2009
2010*
-2,0 -4,0
-5,0
-6,0
-6,0 Sumber : IMF (WEO)
Kanada
Amerika Se rikat
Australia
Je pang
Kore a Se latan
* = Perkiraan
Sumbe r : IMF (WEO)
Untuk tahun 2010, perekonomian AS dan Kanada diperkirakan masing-masing tumbuh sebesar 3,3 persen dan 3,6 persen. Tren pertumbuhan yang positif ini juga dialami oleh negara maju lainnya seperti Australia, Jepang, dan Korea Selatan masing-masing diperkirakan tumbuh sebesar 3,0 persen, 2,4 persen, dan 5,7 persen. Perbaikan laju pertumbuhan ekonomi terlihat lebih jelas di negara-negara berkembang, khususnya di kawasan Asia. Pada kuartal I tahun 2010, pertumbuhan ekonomi China dan India masing-masing mencapai 11,9 persen dan 8,6 persen. Pertumbuhan kedua negara tersebut diperkirakan akan mampu memberikan dorongan positif bagi negara-negara berkembang lain di sekitarnya. Untuk tahun 2010 ekonomi China dan India diperkirakan masing-masing mencapai 10,5 persen dan 9,4 persen (lihat Grafik II.23). Pada kuartal I tahun 2010, Singapura, Malaysia, dan Thailand mencapai pertumbuhan yang sangat tinggi, yaitu masing-masing sebesar 16,9 persen, 10,1 persen, dan 12,0 persen. Angka pertumbuhan yang sangat tinggi tersebut antara lain disebabkan oleh kejatuhan ekonomi yang sangat dalam pada kuartal yang sama tahun sebelumnya dibandingkan dengan kapasitas normalnya. Sementara itu, Indonesia dan Philipina pada kuartal I masing-masing tumbuh 5,7 persen dan 7,3 persen. Di akhir tahun 2010, diperkirakan ekonomi Singapura dan Malaysia masing-masing tumbuh 9,9 persen dan 6,7 persen, sementara Thailand tumbuh 7,0 persen dan Philipina tumbuh sebesar 6,0 persen. Secara kumulatif, pertumbuhan ASEAN-5 pada tahun 2010 diproyeksikan mencapai 6,4 persen, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 1,7 persen (lihat Grafik II.24). GRAFIK II.23 PERTUMBUHAN PDB CHINA DAN INDIA (y-o-y, persen) 14,0 12,0 10,0
13,0
10,0
11,6 10,4 9,2
9,8
9,4
10,5
9,6
8,7 7,3
8,0
9,4
8,0 6,0
6,7
4,0
6,0 4,0
2,0
2,0
0,0
0,0
-2,0
2005 * Angka Perkiraan
II-22
GRAFIK II.24 PERTUMBUHAN PDB ASEAN-5 (y-o-y, persen)
12,0
2006
2007
2008
2009 Cina
2010* India
-4,0
5,5
5,7
6,3
2005
2006
2007
6,4 4,7 2008
ASEAN-5
Malaysia
Philipina
Singapura
Thailand
Indonesia
1,7 2009
2010*
*Perkiraan Sumbe r : IMF (WEO)
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Sejalan dengan proses pemulihan yang terjadi, perekonomian global diperkirakan akan kembali meningkat dan tumbuh sebesar 4,6 persen di tahun 2010 (WEO, Juli 2010). Laju pertumbuhan tersebut relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya sebesar 4,2 persen (WEO, April 2010). Perubahan perkiraan laju pertumbuhan tersebut mengindikasikan optimisme yang lebih baik terhadap prospek perekonomian global di tahun 2010. Pertumbuhan tersebut disumbang oleh pertumbuhan ekonomi negara maju sebesar 2,6 persen dan negara berkembang sebesar 6,8 persen. Apabila disimak dari besarnya pertumbuhan di kedua kelompok negara, terlihat bahwa pada tahun tersebut peran negaranegara berkembang dalam perekonomian global semakin besar. Hal tersebut tentu akan mempengaruhi pola hubungan ekonomi global, khususnya pola perdagangan di periode mendatang (lihat Grafik II.25). Meningkatnya pangsa ekonomi negara berkembang mengisyaratkan potensi peningkatan hubungan kerjasama antarnegara berkembang yang lebih besar (lihat Grafik II.26). Seiring dengan mulai membaiknya kondisi perekonomian global, aktivitas perdagangan antarnegara juga terus meningkat. Hubungan perdagangan tersebut merupakan salah satu karakteristik penting yang mendasari keterkaitan kondisi satu negara dengan negara lain, dan juga kondisi ekonomi global secara keseluruhan. Krisis yang pada awalnya menerpa Amerika Serikat dan beberapa negara maju, menyebabkan permintaan impor atas komoditas negara berkembang juga menurun. Hal tersebut pada gilirannya menyebabkan perlambatan kinerja pertumbuhan negara-negara berkembang. Untuk Indonesia, perbaikan kondisi ekonomi dan pertumbuhan global merupakan sinyal positif bagi perbaikan permintaan atas ekspor Indonesia yang mampu memberikan kontribusi positif bagi perekonomian domestik.
15,0
GRAFIK II.25 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN BARANG DAN JASA (y-o-y, persen)
GRAFIK II.26 KOMPOSISI PDB DUNIA 100% 90%
10,0
8,8
7,7
9,0 7,2
23,7%
25,8%
28,0%
31,0%
30,9%
32,7%
76,3%
74,2%
72,0%
69,0%
69,1%
67,3%
2006
2007
2008
2009
2010
80% 70%
5,0
60%
2,8
50% 0,0 2005
2006
2007
2008
2009
2010
40% 30%
-5,0
-10,0
20% Dunia
Negara Maju
10%
Neg. Berkembang
0% -11,3 -15,0
Sumber: IMF (WEO)
2005
Ne gara Maju
Negara Be rke mbang
Sumber : IMF (WEO)
Pemulihan ekonomi yang terjadi selama tahun 2009, juga tercermin pada perbaikan indikator kegiatan produksi dan perdagangan di berbagai negara. Indeks Produksi Industri beberapa negara dunia menunjukkan tren meningkat sepanjang tahun 2009 (lihat Grafik II.27), demikian pula halnya dengan Purchasing Managers Index (PMI) (lihat Grafik II.28). Perkembangan tersebut mengindikasikan adanya perbaikan permintaan pasar yang diikuti aktivitas produksi di berbagai negara sepanjang tahun 2009. Seiring dengan kondisi tersebut, Baltic Dry Index/BDI (dengan pergerakan pola musimannya) juga menunjukkan tren meningkat. Meningkatnya BDI mengindikasikan adanya perbaikan aktivitas pengapalan antarnegara serta intensitas kegiatan perdagangan antarnegara. Memasuki tahun 2010, indikator-indikator di atas tetap menunjukkan tren positif. Berdasarkan hal tersebut,
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-23
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
poin
GRAFIK II.28 INDIKATOR PERDAGANGAN DAN PERMINTAAN EKONOMI GLOBAL (poin) 70
GRAFIK II.27 INDEKS PRODUKSI INDUSTRI
150 140
Purchasing Manager Index (PMI)
130
110 100 90 80
2008 Eropa
2010 Kore a
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
2009 Amerika Serikat
Nop
Sep
Jul
Agust
Jun
Apr
Mei
Mar
Jan
Feb
Des
Okt
Nop
Sep
Jul
Agust
70
8000 7000
50
6000
40
5000 4000
30
3000
20
2000 10
1000
0
0
Singapura
Sumbe r : Bloomberg
9000
Jl-2008 Ag S O N D J-2009 F M A Me Jn Jl Ag S O N D J-2010 F M A Me Jn
120
60
Baltic Dry Index
Bab II
Chicago
Inggris
Singapura
Baltic Dry
Sumber : Bloomberg
diperkirakan peningkatan permintaan global dan aktivitas perdagangan akan terus membaik di sepanjang tahun 2010. Secara umum intensitas perdagangan GRAFIK II. 29 PERTUMBUHAN NERACA PERDAGANGAN internasional bergerak seiring laju (BARANG DAN JASA) DAN KONTRIBUSI (y-o-y, persen) pertumbuhan ekonomi global. Perlambatan dan pertumbuhan 15,0 ekonomi negatif di tahun 2008 dan 10,0 9,0 8,8 7,6 7,1 2009 diiringi tren pergerakan 2,7 3,8 2,7 3,1 2,8 pertumbuhan volume perdagangan 5,0 6,0 5,2 4,8 4,0 1,9 yang sama. Laju pertumbuhan 0,0 0,9 2005 2006 2007 2008 2009 2010 volume perdagangan barang dan jasa -8,2 -5,0 melambat di tahun 2008 dan Negara Maju Negara Berkembang TOTAL mengalami kontraksi di tahun 2009 -10,0 -2,6 dengan laju pertumbuhan minus 11,3 -11,3 Sumber : IMF (WEO) persen. Namun, seiring dengan -15,0 pemulihan ekonomi tahun 2010, permintaan global juga diperkirakan membaik dan mampu mendorong aktivitas perdagangan internasional dengan laju pertumbuhan 9,0 persen (lihat Grafik II.29). Dari laju pertumbuhan volume perdagangan global tersebut, 3,8 persen disumbang oleh negara berkembang dan 5,2 persen oleh negara maju.
2.2.2.2 Perekonomian Nasional Memasuki tahun 2010, perekonomian domestik menunjukkan kondisi yang semakin membaik setelah melewati fase terendah pada pertengahan tahun 2009. Dalam APBN 2010, asumsi pertumbuhan PDB diperkirakan mencapai 5,5 persen (y-o-y), lebih tinggi bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009 yang sebesar 4,5 persen (y-o-y). Seiring dengan semakin kuatnya fundamental kondisi ekonomi domestik dan didukung oleh membaiknya faktor eksternal, perkiraan pertumbuhan PDB tahun 2010 mengalami koreksi menjadi sebesar 5,8 persen (y-o-y) dalam APBN-P 2010. Dengan melihat kondisi terkini, pertumbuhan PDB diperkirakan dapat mencapai 5,9 persen (y-o-y), meskipun harus diwaspadai ancaman imbas dari krisis yang terjadi di Eropa saat ini (lihat Grafik II.30). Pertumbuhan PDB pada kuartal I tahun 2010 mencapai 5,7 persen (y-o-y), lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama di tahun 2009 yang hanya
II-24
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
7,0
GRAFIK II.31 SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN PDB TAHUN, 2008-2010 (y-o-y, persen)
GRAFIK II.30 PERTUMBUHAN PDB TAHUN, 2007-2010 (y-o-y, persen)
6,0
6,3
6,0
2,0
4,5
1,0
5.5 (APBN)
3,0
-
2007
2008
2009
Sumber : BPS dan Kemenkeu
2010*
5.9 (Outlook)
4,0
5.8 (APBN-P)
5,0
Bab II
25,0 20,0 15,0 10,0 5,0 (5,0) (10,0) (15,0) (20,0) (25,0)
Q1
Q2
Q3
Q4
2008
Konsumsi Rumah Tangga PMTB Impor
Q1
Q2
Q3
Q4
2009
Q1 2010
Konsumsi Pe me rintah Ekspor
Sumber : Badan Pusat Statistik
mencapai 4,5 persen (y-o-y). Sumber-sumber pertumbuhan PDB pada kuartal I tahun 2010 berasal dari konsumsi rumah tangga (3,9 persen), pembentukan modal tetap bruto (7,8 persen), ekspor dan impor (20,0 persen dan 22,6 persen). Sedangkan konsumsi Pemerintah mengalami pertumbuhan negatif sebesar 8,8 persen (lihat Grafik II.31). Konsumsi rumah tangga dan Pemerintah dalam kuartal I tahun 2010 tumbuh lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu masing-masing dari 6,0 persen dan 19,2 persen menjadi 3,9 persen dan minus 8,8 persen. Tingginya pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan Pemerintah pada kuartal I tahun 2009 terkait dengan penyelenggaraan Pemilu dan stimulus fiskal pada periode tersebut. Perlambatan konsumsi rumah tangga dan penurunan konsumsi Pemerintah pada kuartal I tahun 2010 disebabkan oleh tingginya basis perhitungan pada kuartal I tahun 2009. Kinerja investasi pada kuartal I tahun 2010 mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari 3,5 persen pada kuartal I tahun 2009 menjadi 7,8 persen. Adapun komponen investasi yang mengalami peningkatan tajam antara lain investasi lainnya luar negeri (19,7 persen), alat angkutan luar negeri (24,2 persen), dan alat angkutan dalam negeri (16,2 persen). Sedangkan komponen investasi yang mengalami pertumbuhan negatif adalah investasi lainnya dalam negeri (minus 4,8 persen). Meningkatnya permintaan dunia seiring dengan pulihnya perekonomian global mendorong perbaikan pada kinerja ekspor dan impor Indonesia. Pada kuartal I tahun 2010, ekspor dan impor tumbuh positif masing-masing sebesar 20,0 persen dan 22,6 persen. Kondisi ini jauh lebih baik bila dibandingkan dengan kuartal I tahun 2009 yang mengalami pertumbuhan negatif, yaitu ekspor tumbuh minus 18,7 persen dan impor tumbuh minus 24,4 persen. Perbaikan ekonomi terus berlanjut sehingga mampu tumbuh sebesar 6,2 persen (y-o-y) pada kuartal II tahun 2010, tertinggi setelah krisis pada akhir tahun 2008. Tingginya pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun 2010 ditopang oleh konsumsi rumah tangga (5,0 persen), pembentukan modal tetap bruto (8,0 persen), ekspor dan impor (14,6 persen dan 17,7 persen). Sedangkan konsumsi Pemerintah masih mengalami pertumbuhan negatif sebesar 9,0 persen. Selama tahun 2010 PDB menurut pengeluaran diperkirakan tetap tumbuh kuat (lihat Grafik II.32). Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 5,0 persen, yang dipengaruhi oleh semakin membaiknya kondisi ekonomi domestik dan terjaganya laju inflasi, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga. Perkiraan ini juga didukung oleh membaiknya indikator-indikator konsumsi rumah tangga seperti konsumsi listrik, penjualan mobil-motor,
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-25
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
dan penerimaan PPN, serta kredit konsumsi. Konsumsi Pemerintah pada tahun 2010 diperkirakan tumbuh melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya dari 15,7 persen menjadi 2,1 persen. Perlambatan ini disebabkan oleh besarnya pengeluaran Pemerintah pada tahun 2009 untuk program stimulus fiskal dan belanja Pemilu.
25,0
GRAFIK II.31 SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN PDB TAHUN 2008-2010 (y-o-y, persen)
20,0 15,0 10,0
5,0
5,0
17,7 14,6 8,0
(5,0)
Q1
Q2
(10,0)
Q3
Q4
Q1
Q2
2008
(15,0)
Q3
Q4
Q1
Q2 2010 (9,0)
2009
(20,0) (25,0) Konsumsi Rumah Tangga PMTB Impor
Konsumsi Pemerintah Ek spor
Investasi tahun 2010 diperkirakan Sumber : Badan Pusat Statistik tumbuh 8,0 persen meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2009 yang hanya mencapai 3,3 persen. Peningkatan ini didorong oleh membaiknya kondisi perekonomian global dan stabilnya ekonomi domestik sehingga meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi di Indonesia. Sejalan dengan investasi, laju pertumbuhan ekspor dan impor akan meningkat cukup tajam. Ekspor dan impor tahun 2010 diperkirakan tumbuh masing-masing 12,2 persen dan 15,0 persen, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun 2009 yang mengalami pertumbuhan minus 9,7 persen dan minus 15,0 persen. Peningkatan ekspor dan impor ini terjadi karena meningkatnya permintaan global dan aktivitas ekonomi domestik. Dari sisi sektoral, pada kuartal I tahun 2010 sebagian sektor mengalami perlambatan atau penurunan pertumbuhan (lihat Tabel II.4). Pertumbuhan tertinggi pada kuartal I tahun 2010 dicapai oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang tumbuh sebesar 11,9 persen, menurun bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 16,8 persen. Pertumbuhan sektor pengangkutan dan komunikasi didorong oleh pertumbuhan subsektor komunikasi sebesar 17,0 persen, terkait dengan makin meningkatnya jumlah pelanggan seluler dan penggunaan internet. Subsektor lain yang TABEL I I.4
PERTUMBUHAN PDB MENURUT SEKTOR TAHUN 2008-2010 (y-o-y, persen) SEKTOR
2008
2009
2010
I
II
II I
IV
I
II
III
IV
I
II
PERTANIAN
6,4
4,8
3,2
5,1
5,9
2,9
3,3
4,6
3,0
3,1
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
-1,6
-0,4
2,3
2,4
2,6
3,4
6,2
5,2
3,1
3,8
INDUSTRI PENGOLAHAN
4,3
4,2
4,3
1,8
1,5
1,5
1,3
4,2
3,7
4,3
12,3
11,8
10,4
9,3
11,2
15,3
14,5
14,0
8,2
4,8
LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH KONSTRUKSI
8,2
8,3
7,8
5,9
6,2
6,1
7,7
8,0
7,1
7,2
PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN
6,7
7,7
7,6
5,5
0,6
0,0
-0,2
4,2
9,4
9,6
18,1
16,6
15,6
16,1
16,8
17,0
16,4
12,2
11,9
12,9
KEUANGAN
8,3
8,7
8,6
7,4
6,3
5,3
4,9
3,8
5,3
6,1
JASA - JASA
5,5
6,5
7,0
5,9
6,7
7,2
6,0
5,7
4,6
5,3
PENGANGKUTAN DAN KOMUNIKASI
Sumber: Badan Pusat Statistik
II-26
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
meningkat tajam adalah angkutan udara, yaitu sebesar 20,5 persen, yang didorong oleh meningkatnya jumlah penumpang pesawat dan penambahan rute penerbangan. Di sisi lain, subsektor angkutan rel dan angkutan laut justru mengalami kontraksi, dimana masingmasing tumbuh sebesar minus 0,1 persen dan minus 10,4 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran tumbuh 9,4 persen, jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 0,6 persen. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh tingginya pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran sebesar 10,9 persen. Sektor yang paling dominan selama kuartal I tahun 2010 yaitu sektor industri pengolahan, yang tumbuh sebesar 3,7 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada periode yang sama tahun lalu sebesar 1,5 persen. Peningkatan pertumbuhan sektor industri ini terutama disebabkan oleh meningkatnya permintaan barang industri di kawasan Asia dan Amerika. Sumber pendorong pertumbuhan sektor industri pengolahan adalah dari industri nonmigas yang meningkat signifikan sebesar 4,1 persen. Beberapa industri yang mendorong kenaikan industri nonmigas adalah industri alat angkut mesin dan industri semen. Membaiknya kinerja di subsektor industri tersebut juga tercermin dari meningkatnya penjualan kendaraan bermotor dan konsumsi semen. Sektor pertanian yang merupakan sektor dominan kedua setelah industri pengolahan, tumbuh sebesar 3,0 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada kuartal I tahun 2009 sebesar 5,9 persen. Hal ini didorong oleh melambatnya pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan yang hanya tumbuh 1,8 persen, jauh melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada kuartal I tahun 2009 sebesar 7,6 persen. Perlambatan tersebut disebabkan oleh pergeseran panen raya padi dari kuartal I ke kuartal II akibat terjadinya kerusakan pada tanaman padi yang dikarenakan banjir di beberapa wilayah sentra produksi padi.
GRAFIK II.33 PERTUMBUHAN PDB SEKTORAL , 2009-2010 (y-o-y, persen) 2009
2010-APBN
2010-APBN-P
2010-Outlook
12,2
6,2
5,6
Jasa-jasa
Keuangan
Pengangkutan dan Komunikasi
Konstruksi
Industri
Listrik, gas, dan air bersih
4,1
3,2
Pertambangan
Pertanian
3,6
8
7,4
6,6
Perdagangan
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Sumbe r : BPS dan Ke me nterian Ke uangan
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-27
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Pada kuartal II tahun 2010, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian terus meningkat sehingga masing-masing tumbuh 4,3 persen dan 3,1 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh sebesar 12,9 persen yang didukung oleh pertumbuhan subsektor komunikasi sebesar 17,6 persen. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel, dan restoran tetap tumbuh kuat sebesar 9,6 persen. Hingga akhir tahun 2010, pertumbuhan ekonomi sektoral diperkirakan masih terus mengalami penguatan. Sektor-sektor dominan diperkirakan masih tumbuh kuat, yaitu sektor pertanian 3,6 persen, sektor industri pengolahan 4,1 persen, sektor bangunan 7,4 persen, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran 8,0 persen (lihat Grafik II.33). Berdasarkan perkembangan tersebut, laju pertumbuhan PDB hingga akhir tahun 2010 diperkirakan mencapai 5,9 persen (y-o-y). Dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,9 persen pada tahun 2010, maka pertumbuhan lapangan kerja baru diperkirakan mencapai lebih dari 2 persen. Sementara itu, jumlah penduduk yang masuk angkatan kerja setiap tahun diperkirakan juga akan meningkat rata-rata sebesar 1,76 persen. Demikian juga, peningkatan lapangan kerja baru yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan angkatan kerja akan berdampak pada semakin menurunnya tingkat pengangguran. Penurunan tingkat pengangguran ini juga dikarenakan semakin tingginya angkatan kerja yang bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja indonesia (TKI). Tingkat kemiskinan tahun 2010 diharapkan juga terus mengalami penurunan. Tercatat jumlah penduduk miskin tahun 2010 sebesar 31,02 juta orang atau sebesar 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini mengalami penurunan sebesar 1,51 juta orang bila dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada tahun 2009 yang sebesar 32,53 juta orang atau sebesar 14,15 persen dari total penduduk. Sementara itu, di daerah perdesaan penduduk miskin berkurang 0,69 juta orang, dari 20,62 juta orang menjadi 19,93 juta orang sedangkan di daerah perkotaan, penduduk miskin berkurang 0,81 juta orang, dari 11,91 juta orang menjadi 11,10 juta orang. Tekanan inflasi mulai terlihat seiring dengan membaiknya kegiatan ekonomi global dan domestik. Dari faktor luar negeri, imported inflation mulai meningkat sejalan dengan membaiknya perekonomian dunia. Sementara itu, dari dalam negeri, naiknya harga beras, terganggunya distribusi dan pasokan beberapa komoditas pangan khususnya bumbubumbuan, yang antara lain sebagai akibat pengaruh perubahan cuaca serta meningkatnya ekspektasi inflasi, telah memicu kenaikan laju inflasi. Meskipun terjadi deflasi pada bulan Maret tahun 2010 sebesar 0,14 persen (m-t-m), inflasi selama periode Januari-Juli tahun 2010 cenderung meningkat. Dalam periode tersebut, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada Juli tahun 2010 yaitu sebesar 1,57 persen (m-t-m). Dengan perkembangan tersebut, inflasi kumulatif dan inflasi tahunan sampai bulan Juli tahun 2010 masing-masing menjadi sebesar 4,02 persen (y-t-d) dan 6,22 persen (y-o-y), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 0,66 persen (y-t-d) dan 2,71 persen (y-o-y) (lihat Grafik II.34). Bila dilihat dari komponen yang membentuk inflasi, kenaikan laju inflasi tahun 2010 secara tahunan terutama dipicu oleh meningkatnya harga bergejolak (volatile foods). Pada Juli 2010, inflasi tahunan komponen volatile foods meningkat mencapai 16,18 persen (y-o-y), tertinggi sejak bulan November tahun 2008. Kenaikan tersebut didorong oleh meningkatnya
II-28
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
GRAFIK II.34 PERKEMBANGAN INFLASI SAMPAI DENGAN JULI 2010 (y-o-y, persen)
20,0
9,5 8,5 7,5 6,5 5,5 4,5 3,5 2,5 1,5 0,5 -0,5
18,0 16,0
Inflasi yoy
inflasi mtm (RHS)
14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul
2,0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber: Badan Pusat Statistik
harga komoditas pangan seperti beras, cabe merah, cabe rawit dan lain-lain. Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation) juga mengalami kenaikan mencapai 4,15 persen (y-o-y), meskipun kenaikan tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata historisnya. Komponen inflasi harga diatur Pemerintah (administered prices) juga mengalami peningkatan mencapai 3,74 persen (y-o-y), tertinggi sejak bulan Agustus 2008. Peningkatan inflasi komponen ini antara lain dipicu oleh pemberlakuan kebijakan kenaikan TDL dan pembayaran uang sekolah. Nilai tukar rupiah yang cenderung stabil dan minimnya kebijakan Pemerintah di bidang harga diharapkan dapat meredam tingginya laju inflasi pada semester II tahun 2010 (lihat Grafik II.35). Berdasarkan kelompok pengeluaran, sampai dengan bulan Juli tahun 2010 hampir seluruh kelompok pengeluaran memberikan kontribusi terhadap kenaikan inflasi tahunan, dengan GRAFIK II.35 PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN BERDASARKAN KOMPONEN, 2009 - 2010 (y-o-y, persen)
15,0 10,0 5,0
-5,0 2009 -10,0
Inti
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
Des
Nov
Okt
Sep
Agst
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0,0
2010 Diatur Pemerintah
Bergejolak
Sumber: Badan Pusat Statistik
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-29
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, dan kelompok sandang mengalami kenaikan terbesar. Naiknya harga beberapa komoditas pangan antara lain dipicu oleh terganggunya pasokan dan distribusi akibat perubahan cuaca, telah memicu kenaikan kelompok bahan makanan sebesar 14,14 persen (y-o-y) dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 8,24 persen (y-o-y). Di sisi lain, kenaikan permintaan pakaian memasuki tahun ajaran baru telah memicu kenaikan kelompok sandang sebesar 5,19 persen (y-o-y). Sementara itu, selama bulan Juli tahun 2010, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, dan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga mengalami peningkatan cukup signifikan masing-masing sebesar 1,51 persen dan 0,86 persen (m-t-m). Kenaikan kelompok transportasi sebagai dampak meningkatnya tarif jasa perpanjangan STNK. Kebijakan Pemerintah menaikkan tarif dasar listrik (TDL) serta meningkatnya permintaan akan barang dan jasa terkait dengan faktor musiman seperti hari besar keagamaan nasional (puasa, lebaran, natal, dan tahun baru) kiranya patut diwaspadai karena dapat memicu kenaikan laju inflasi pada beberapa bulan mendatang. Di sisi lain, kemungkinan penguatan nilai tukar rupiah pada periode yang sama diharapkan dapat menghambat meningkatnya laju inflasi. Di samping itu, kerja sama antara Pemerintah dan Bank Indonesia yang semakin baik diharapkan dapat menjaga tersedianya pasokan dan terjaminnya distribusi kebutuhan pokok di tengah masyarakat. Dengan memperhatikan potensi risiko laju inflasi beberapa bulan mendatang dan mempertimbangkan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia, maka sampai akhir tahun 2010 laju inflasi diupayakan masih dalam batas rentang sasarannya. Proses pemulihan ekonomi global dan semakin membaiknya fundamental ekonomi domestik yang tercermin dari meningkatnya pertumbuhan ekspor dan investasi telah mendorong apresiasi rupiah pada tahun 2010. Sentimen positif penguatan rupiah juga ditopang oleh GRAFIK II.36 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN CADANGAN DEVISA, 2009 - 2010 (USD miliar) 85,0 80,0 75,0
(Rp/USD) 12.000
Rata-rata S.I- 2009 = Rp11.082/USD
11.500 11.000
70,0
10.500
65,0 60,0 55,0
Rata-rata S.II-2009 = Rp9.733/USD
50,0
Rata-rata S.I- 2010 = Rp9.193/USD
10.000 9.500 9.000
45,0 40,0
8.500
35,0
8.000
Cadangan Devisa
Nilai Tukar Rupiah (RHS)
Sumber : Bank Indonesia
II-30
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
meningkatnya arus modal masuk terkait dengan masih menariknya perbedaan suku bunga domestik dengan suku bunga internasional dan meningkatnya rating Indonesia satu notch di bawah investment grade. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya cadangan devisa hingga mencapai USD78,8 miliar pada Juli 2010. Selama periode Januari–Juli tahun 2010, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mencapai sebesar Rp9.172/USD, mengalami apresiasi 16,19 persen bila dibandingkan dengan nilainya pada periode yang sama tahun 2009 sebesar Rp10.944/USD. Hingga akhir tahun 2010, nilai tukar rupiah diperkirakan relatif stabil yang didukung oleh surplus baik pada neraca transaksi berjalan (current account) maupun pada neraca transaksi modal dan finansial (capital and financial account). Dengan perkembangan tersebut, rata-rata nilai tukar rupiah pada sepanjang tahun 2010 diperkirakan sekitar Rp9.200/USD. Laju inflasi yang relatif terkendali pada bulan Januari-Juli tahun 2010 menjadi pertimbangan Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan suku bunga BI rate pada level 6,50 persen. Dengan perkembangan tersebut, selama bulan Januari-Juli tahun 2010 rata-rata suku bunga SBI 3 bulan adalah 6,58 persen, atau lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi ratarata suku bunga SBI 3 bulan pada periode yang sama tahun 2009 yang sebesar 8,29 persen. Dengan memperhatikan proses pemulihan perekonomian dunia secara umum yang masih terus berlanjut serta mulai meningkatnya laju inflasi pada bulan Agustus-Desember tahun 2010, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan dalam tahun 2010 diperkirakan akan dapat dipertahankan pada kisaran 6,5 persen. Sementara itu, dalam upaya meningkatkan pendalaman pasar keuangan (financial deepening) dan efektivitas operasi moneter, pada bulan Maret tahun 2010 Bank Indonesia mulai melakukan perubahan waktu jadwal lelang (profil jatuh tempo) SBI. Lelang SBI yang semula dilakukan setiap satu minggu sekali diubah menjadi sebulan sekali. Pelaksanaan kebijakan ini efektif diberlakukan pada bulan Juni tahun 2010, sehingga dalam masa transisi selama tiga bulan dari bulan Maret-Juni tahun 2010, lelang SBI secara bertahap yang masih dilaksanakan mingguan akan menjadi dwi-mingguan dan kemudian menjadi bulanan. Kebijakan Bank Indonesia untuk mengubah jadwal lelang SBI mulai berdampak terhadap pergeseran dana dari SBI bertenor 1 dan 6 bulan ke SBI 3 bulan. Sampai dengan bulan Juni 2010, dari total dana SBI sebesar Rp269,65 triliun dana yang ditempatkan pada SBI 3 bulan sebesar 59,0 persen atau Rp159 triliun dan sisanya ditempatkan pada SBI 1 dan 6 bulan (lihat Grafik II.37). Dilihat dari sisi kepemilikannya, porsi kepemilikan asing di SBI juga mengalami peningkatan. Sampai dengan bulan April tahun 2010, kepemilikan asing di SBI mencatat angka tertinggi, yaitu sebesar Rp82,9 triliun atau 24,14 persen dari total dana SBI. Namun, pada bulan Mei tahun 2010, kepemilikan asing mengalami penurunan menjadi Rp36,35 triliun atau 12,16 persen dari total dana SBI. Pada bulan Juni tahun 2010, porsi kepemilikan asing kembali mengalami peningkatan sebesar Rp5,4 triliun menjadi Rp41,81 triliun (lihat Grafik II.38). Sebagai kelanjutan dari kebijakan perpanjangan profil jatuh tempo (maturity profile) SBI, pada tanggal 15 Juni 2010 Bank Indonesia kembali mengeluarkan kebijakan berupa penguatan manajemen moneter dan pengembangan pasar keuangan. Dalam kebijakan tersebut, akan diterapkan minimum one month holding period SBI mulai tanggal 7 Juli 2010, dan penerbitan SBI berjangka waktu 9 bulan dan 12 bulan, masing-masing mulai minggu kedua bulan Agustus tahun 2010 dan minggu kedua bulan September tahun 2010.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-31
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Dengan pelonggaran aturan tersebut, cost of capital dalam penerbitan obligasi korporasi akan semakin murah, dan partisipasi pembiayaan bank melalui pasar modal akan bertambah. Sedangkan bagi masyarakat, ketentuan ini akan meningkatkan akses dalam mendiversifikasi pilihan investasi di pasar modal. Di sisi lain, dengan semakin beragamnya pilihan obligasi akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memperkuat kondisi pasar finansial di Indonesia. Hal tersebut disebabkan dana yang terhimpun melalui obligasi merupakan dana jangka panjang yang relatif tidak rentan terhadap berbagai risiko. Salah satu yang mendukung tetap tingginya prospek emisi obligasi di Indonesia adalah dinaikkannya rating utang Pemerintah oleh Standard and Poors menjadi BB dengan outlook stabil pada bulan Februari tahun 2010. Dengan terus membaiknya perekonomian domestik, Indonesia berharap dapat menjadi investment grade dalam beberapa tahun ke depan, sehingga biaya bunga penerbitan surat utang negara dapat ditekan. Prospek obligasi juga masih diuntungkan oleh kondisi perbankan yang dinilai belum maksimal dalam melakukan fungsinya sebagai institusi intermediasi karena masih tingginya tingkat bunga kredit yang disalurkan, walaupun tingkat suku bunga SBI stabil di level 6,5 persen. Kondisi inilah yang membuat perusahaan dan negara lebih memilih mencari sumber pembiayaan melalui pasar surat utang. Nilai emisi obligasi negara tahun 2010 ditargetkan sebesar Rp175 triliun (gross), naik 21 persen (y-o-y) dari tahun 2009 yang sebesar Rp144,54 triliun. Sementara itu, nilai emisi obligasi negara (net) tahun 2010 sebesar Rp104,37 triliun, meningkat 5 persen (y-o-y) dari tahun 2009 yang sebesar Rp99,3 triliun. Obligasi Pemerintah yang jatuh tempo tahun 2010 mencapai sekitar Rp61 triliun. Meningkatnya ekspektasi inflasi dan suku bunga, serta meningkatnya emisi obligasi Pemerintah akan memicu kenaikan yield obligasi pada tahun ini. Namun di lain pihak, seiring dengan terus membaiknya perekonomian global dan peringkat utang Indonesia, diperkirakan minat beli investor asing pada obligasi Pemerintah RI akan tetap terjaga. Sampai akhir tahun 2010, dana asing diperkirakan masih akan mengalir masuk, yang disebabkan oleh adanya selisih imbal hasil US treasury bonds dan SUN Indonesia yang masih cukup lebar. Per 7 Juli 2010, selisih nilai imbal hasil (yield spread) antara US treasury bonds 10Y dengan SUN 10Y adalah sebesar 5,28 GRAFIK II.39 PERKEMBANGAN PERMINTAAN, PENAWARAN, DAN persen.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
HARGA MINYAK DUNIA, JANUARI-JULI 2010
88
90,0
Juta barrel/hari
87
84,0
86 85
78,0
84 83
72,0
82
USD/barrel
Permintaan minyak dunia yang tinggi pada tahun 2009 diperkirakan akan terus berlangsung pada tahun 2010. Sejalan dengan meningkatnya permintaan minyak dunia tersebut, harga minyak mentah dunia WTI pada tahun 2010 diperkirakan akan berada pada level
81
66,0
80 Jan-10
F
Permintaan
M
A
Penawaran
M
WTI
J
J
Brent
ICP
Sumber : Blommberg
II-33
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
USD79 per barel atau naik sekitar 28 persen dari rata-rata tahun 2009 yang sebesar USD61,7 per barel. Harga minyak mentah Indonesia pada tahun 2010 juga diperkirakan akan mengalami peningkatan. Sampai dengan tujuh bulan pertama tahun 2010, rata-rata harga minyak mentah Indonesia ICP sebesar USD77,4 per barel, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2009 yang GRAFIK II.40 sebesar USD53,5 per barel. LIFTING MINYAK INDONESIA JANUARI-JUNI 2010 Dengan perkembangan tersebut, (ribu barel/hari) rata-rata harga minyak tahun 1.200 2010 diperkirakan mencapai 1.100 1.000 USD80 per barel. 900
800 Sementara itu, realisasi lifting 700 minyak sampai bulan Juni 2010 600 (periode Desember 2009 – Juni 500 2010) sebesar 0,961 juta barel per 400 Des-09 Jan-10 F M A M J hari, lebih tinggi bila dibandingkan dengan lifting pada periode yang Sumber : Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan sama tahun sebelumnya yang sebesar 0,945 juta barel per hari. Lifting minyak dalam tahun 2010 (periode Desember 2009November 2010) diperkirakan sebesar 0,965 juta barel per hari (lihat Grafik II.40).
Berbagai perkembangan ekonomi global dan harga komoditas internasional terutama minyak pada tahun 2010 dapat mempengaruhi besaran-besaran yang terdapat dalam neraca pembayaran. Kinerja neraca pembayaran dalam tahun 2010 diperkirakan masih cukup baik, yang ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor dan aliran modal masuk, walaupun pada saat yang sama, impor juga diperkirakan meningkat. Perbaikan kinerja ekspor terkait dengan kembalinya ekonomi dan volume perdagangan dunia ke jalur pertumbuhan positif. Sejalan dengan itu, ekspor diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 24,2 persen menjadi USD148,7 miliar. Di sisi lain, meningkatnya kegiatan ekonomi dan investasi yang cukup tinggi akan mendorong peningkatan impor bahan baku dan barang modal. Dalam tahun 2010, impor diperkirakan meningkat cukup signifikan yaitu sebesar 35,2 persen menjadi USD114,1 miliar. Dengan kondisi tersebut, neraca perdagangan diperkirakan mengalami surplus USD34,6 miliar. Sementara itu, defisit neraca jasa-jasa diperkirakan mencapai USD16,0 miliar, lebih tinggi sekitar 13,1 persen bila dibandingkan dengan defisit tahun 2009, terutama akibat meningkatnya angkutan impor (freight) dan pengeluaran jasa-jasa lainnya. Defisit neraca pendapatan diperkirakan mencapai USD17,6 miliar, lebih tinggi 16,0 persen bila dibandingkan dengan defisit pada tahun 2009. Sedangkan neraca transfer diperkirakan surplus USD5,0 miliar atau naik 2,0 persen bila dibandingkan dengan surplusnya pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya transfer dari tenaga kerja Indonesia (TKI). Dengan kondisi tersebut, transaksi berjalan pada tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus USD6,1 miliar. Neraca modal dan finansial tahun 2010 diperkirakan mengalami surplus sebesar USD12,9 miliar, lebih tinggi bila dibandingkan dengan surplus tahun 2009 sebesar USD3,5 miliar. Kenaikan surplus neraca modal dan finansial ini ditopang oleh kenaikan surplus neraca sektor publik dan perbaikan kinerja pada sektor swasta yang berubah dari defisit menjadi surplus. Bertambahnya penarikan utang mengakibatkan neraca sektor publik tahun 2010 naik 8,5 persen dari tahun 2009. Iklim investasi yang semakin baik dan pulihnya likuiditas di pasar keuangan global diperkirakan mendorong masuknya penanaman modal asing II-34
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
sehingga kinerja neraca sektor swasta mengalami perbaikan dari defisit USD7,6 miliar pada tahun 2009 menjadi surplus USD0,8 miliar pada tahun 2010. Membaiknya kondisi neraca pembayaran yang tercermin pada peningkatan cadangan devisa diharapkan mampu mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi domestik. Cadangan devisa dalam tahun 2010 diperkirakan mencapai USD83,2 miliar.
2.3 Tantangan dan Sasaran Kebijakan Ekonomi Makro 2011 2.3.1 Tantangan Kebijakan Ekonomi Makro 2.3.1.1
Perekonomian Dunia dan Regional
Pemulihan ekonomi diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2011. Membaiknya pertumbuhan ekonomi dan daya beli yang berlangsung saat ini, serta masih berlanjutnya stimulus ekonomi akan mampu memberikan dorongan positif di sisi permintaan. Selanjutnya, aktivitas perdagangan antar negara juga akan terus meningkat, yang akan memberikan dorongan tambahan bagi pertumbuhan ekonomi di antara negara-negara yang bermitra dagang. Di sisi lain, perbaikan arus likuiditas internasional serta peningkatan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha turut menciptakan iklim ekonomi yang lebih kondusif. Apabila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya, perekonomian negara-negara maju di kawasan Eropa pada tahun 2011 diperkirakan akan tumbuh lebih tinggi. Di kawasan Eropa, perekonomian Jerman akan tumbuh sebesar 1,6 persen, Inggris 2,1 persen, dan Perancis 1,6 persen. Dengan dukungan pertumbuhan negara-negara maju tersebut, kawasan Eropa secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh hingga 1,3 persen. Sementara itu, di kawasan Asia seperti, Jepang dan Korea, pada tahun tersebut diproyeksikan masing masing tumbuh sebesar 1,8 persen dan 5,0 persen. Demikian pula, negara maju di benua Amerika juga masih akan tumbuh walau tidak setinggi pada tahun 2010. Amerika Serikat akan tumbuh sebesar 2,9 persen, sedangkan Kanada tumbuh sebesar 2,8 persen. Pertumbuhan tahun 2011 di negara-negara maju Asia dan Amerika tidak setinggi pertumbuhan pada tahun 2010, lebih disebabkan oleh perhitungan landasan pertumbuhan tahun 2010 terhadap periode kontraksi ekonomi tahun 2009. Laju pemulihan ekonomi global tahun 2011 masih menghadapi beberapa tantangan, antara lain masih terdapat ancaman krisis baru yang dihadapi beberapa negara Eropa, seperti Portugal, Italia, Yunani (Greece), dan Spanyol (PIGS). Berbagai upaya secara individual dan dalam kerja sama antarnegara telah dilaksanakan untuk mengantisipasi potensi krisis tersebut, yang bersumber pada defisit anggaran dan peningkatan beban utang Pemerintah di negara-negara tersebut. Dengan berbagai paket kebijakan yang telah dan akan dikeluarkan dalam menghadapi krisis fiskal, negara PIGS diproyeksikan akan mulai bangkit di tahun 2011. Terkecuali Yunani yang diperkirakan masih akan mengalami pertumbuhan negatif yaitu minus 1,1 persen di tahun 2011, tiga negara PIGS lainnya akan meraih pertumbuhan positif. Portugal diperkirakan tumbuh 0,7 persen, Irlandia 1,9 persen, dan Spanyol 0,9 persen. Berdasarkan perkembangan hingga saat ini serta berbagai pertimbangan lainnya, laju pertumbuhan ekonomi global tahun 2011 diproyeksikan mencapai 4,3 persen. Peningkatan pertumbuhan tersebut bersumber dari pertumbuhan negara maju sebesar 2,4 persen dan negara berkembang sebesar 6,4 persen (lihat Tabel II.5). Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-35
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Pola pertumbuhan ekonomi global di tahun 2011 diikuti oleh pergerakan aktivitas perdagangan. Sementara itu, pertumbuhan volume perdagangan dunia tahun 2011 diproyeksikan mencapai 6,3 persen, lebih lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2010 yaitu sebesar 9,0 persen. Pertumbuhan yang lebih rendah tersebut terutama disebabkan kontraksi aktivitas perdagangan yang cukup dalam di tahun 2009, sehingga terjadi laju pertumbuhan volume perdagangan global yang sangat tinggi di tahun 2010.
T ABEL II.5 PERT UMBUHAN PDB & V OLUME PERDAGANGAN 2010 (persen) Pertum buhan GDP Dunia
2010*
2011**
4,6
4,3
Negara Maju
2,6
2,4
Negara Berkembang
6,8
6,4
Eropa
1 ,0
1 ,3
Inggris
1 ,2
2,1
Perancis
1 ,4
1 ,6
Jerman
1 ,4
1 ,6
A merika Serikat
3,3
2,9
Japan
2,4
1 ,8
Korea
5,7
5 ,0
China
1 0,5
9,6
India
9,4
8,4
A SEAN-5
6,4
5 ,5
201 0* 201 1 ** Pemulihan ekonomi global yang Pertumbuhan V olume Perdagangan diperkirakan akan terus berlanjut pada V ol. Perdagangan Barang dan Jasa Dunia 9,0 6,3 tahun 2011 dengan ditandai oleh Negara Maju 7 ,7 4,8 membaiknya pertumbuhan ekonomi, Neg. Berkembang 1 1 ,5 9,2 turut mempengaruhi minyak dunia */ A ngka Sementara **/ Proy eksi baik dari sisi permintaan maupun dari Sumber: IMF (WEO) sisi penawaran. Suplai minyak dunia diperkirakan akan terus meningkat, yang akan mempengaruhi harga minyak dunia cenderung turun. Selain hal tersebut, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan naiknya harga minyak dunia, antara lain faktor geo politik, yaitu adanya ketegangan dan konflik di negara-negara produsen minyak dunia serta meningkatnya permintaan minyak dunia, sejalan mulai pulihnya perekonomian dunia. Sementara itu, faktor yang menyebabkan stabilnya harga minyak dunia dalam tahun 2011 antara lain cadangan minyak Amerika Serikat dan dunia yang masih berada di atas rata-rata 5 tahun, dan kapasitas cadangan produksi negara-negara OPEC yang turun namun tetap tinggi pada 6 juta barel perhari. Oleh karena itu, EIA (per Juli 2010) memperkirakan harga minyak WTI crude tahun 2011 akan mencapai USD82,5 per barel. Berdasarkan berbagai faktor fundamental tersebut, harga minyak ICP dalam tahun 2011 diperkirakan mencapai sekitar USD80 per barel.
2.3.1.2 Perekonomian Domestik Sejalan dengan perkembangan positif ekonomi global, kinerja perekonomian domestik di sepanjang 2010 juga menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan. Dari sisi ekonomi makro, stabilitas berbagai indikator ekonomi relatif terjaga dengan kecenderungan semakin menguat. Sedangkan dari sisi sektor riil, kinerja berbagai indikator sektor riil seperti konsumsi, investasi, maupun ekspor dan impor juga terus menunjukkan perbaikan dan penguatan yang cukup signifikan. Dengan memperhatikan berbagai perkembangan ekonomi dan keuangan terkini baik secara global maupun domestik, kinerja ekonomi Indonesia di tahun 2011 akan semakin baik dan diperkirakan mampu tumbuh 6,3 persen. Perkiraan ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara ASEAN-5 yang sebesar 5,5 persen.
II-36
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Dalam rangka mempertahankan momentum penguatan ekonomi sekaligus meningkatkan performa ekonomi di tahun 2011, Indonesia perlu mewaspadai dan mengantisipasi berbagai tantangan di tahun depan. Adapun tantangan mendasar yang mungkin muncul di tahun 2011 antara lain adalah peningkatan kualitas pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan serta terjaganya stabilitas ekonomi. Terkait dengan tantangan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi dan mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan, perluasan penyediaan lapangan pekerjaan menjadi sangat penting untuk mengurangi jumlah pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam lima tahun terakhir sudah cukup tinggi dengan rata-rata mencapai 5,6 persen. Bahkan, di tengah kontraksi global pada tahun 2008, Indonesia masih mampu berekspansi dengan baik. Namun, kualitas pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam periode tersebut dianggap masih belum sepenuhnya memenuhi harapan masyarakat. Jumlah pengangguran per Februari 2010 sebesar 8,59 juta orang (7,4 persen) dan tingkat kemiskinan per Maret 2010 mencapai 31,02 juta orang (13,3 persen) perlu terus diturunkan. Untuk memenuhi harapan tersebut, pada tahun 2011 Pemerintah akan berusaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan mampu membuka lapangan kerja baru, serta berdimensi pemerataan. Selain itu, Pemerintah terus berupaya mendorong terciptanya aktivitas ekonomi kreatif agar mampu menciptakan lapangan kerja baru yang lebih luas. Dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi, terdapat tantangan baik yang berasal dari sisi eksternal maupun internal. Salah satu tantangan dari sisi eksternal adalah potensi gejolak moneter internasional sebagai dampak ketidakseimbangan global (global imbalances) dan kecenderungan terus meningkatnya harga minyak dunia. Hal ini pada gilirannya berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi dan kesinambungan fiskal. Sedangkan, dari sisi internal, tantangan yang dihadapi dalam rangka menjaga stabilitas ekonomi adalah menjaga ketersediaan bahan pokok kebutuhan masyarakat melalui peningkatan produksi dan penyempurnaan sistem distribusi. Selain itu, tantangan lainnya yang berpotensi menghadang di tahun 2011 diantaranya adalah menjamin kesinambungan pelaksanaan program reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan angka partisipasi masyarakat pada pendidikan, khususnya jenjang pendidikan tinggi, meningkatkan ketahanan pangan nasional, menjamin ketersediaan dan keterjangkauan terhadap input dan sarana produksi di bidang pertanian, perikanan, dan kehutanan, serta meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah. Tantangan lainnya yang juga tak kalah pentingnya di tahun 2011 mendatang adalah meningkatkan penyediaan infrastruktur baik secara kualitas maupun kuantitas, serta meningkatkan pemanfaatan, ketahanan dan kemandirian sumber energi selain minyak bumi, seperti gas, panas bumi, batubara, dan energi baru terbarukan (EBT) lainnya. Untuk pemanfaatan, ketahanan, dan kemandirian sumber energi di tahun 2011, kebijakan umum yang akan dilakukan Pemerintah menyangkut tiga hal pokok, yaitu: (1) menjamin keamanan pasokan energi melalui intensifikasi eksplorasi dan optimalisasi produksi minyak dan gas bumi, termasuk gas metana batubara; (2) mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap minyak bumi dengan menganekaragamkan atau diversifikasi energi primer, termasuk memanfaatkan EBT serta energi bersih; dan (3) meningkatkan efisiensi dan konservasi (penghematan) pemanfaatan energi, serta pemerataan penyediaan energi sesuai dengan kebutuhan dan daya beli masyarakat.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-37
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Dengan terdeteksinya berbagai tantangan dan permasalahan di atas, diharapkan kemampuan Pemerintah dalam merumuskan berbagai langkah dan kebijakan antisipatif dapat meningkat, sehingga akan tercipta akselerasi kinerja perekonomian nasional yang mampu memberikan daya dukung terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2.3.2 Sasaran Kebijakan Ekonomi Makro Sasaran kebijakan ekonomi makro dalam tahun 2011 meliputi: (1) meningkatnya pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan (2) terjaganya stabilitas ekonomi yang kokoh. Dalam tahun 2011, pertumbuhan ekonomi diperkirakan mencapai sebesar 6,3 persen, yang didukung oleh meningkatnya investasi dan ekspor nonmigas, dan pulihnya sektor produksi terutama sektor industri dan pertanian. Selain itu, Pemerintah terus berusaha menjaga tingkat konsumsi masyarakat, antara lain melalui terkendalinya laju inflasi dan pemberian subsidi energi (listrik dan BBM). Stabilitas ekonomi diupayakan melalui pengendalian laju inflasi dan volatilitas nilai tukar rupiah. Melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabilitas ekonomi yang terjaga, tingkat pengangguran dan kemiskinan diharapkan akan menurun.
2.3.2.1 Pertumbuhan Ekonomi Di dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) GRAFIK II. 41 tahun 2011, Pemerintah telah menetapkan PERTUMBUHAN PDB, 2007 - 2011 (y-o-y, persen) sasaran pertumbuhan ekonomi di tahun 2011 7,0 6,3 6,3 6,0 5,9 sebesar 6,3 persen, lebih tinggi bila 6,0 4,5 dibandingkan dengan perkiraan realisasi 2010 5,0 4,0 yang sebesar 5,9 persen (lihat Grafik II.41). Sasaran tersebut mengacu pada pertumbuhan 3,0 2,0 ekonomi yang berkualitas dengan 1,0 memperhatikan faktor eksternal yang pulih 2007 2008 2009 2010* 2011* relatif lebih cepat, yang ditandai oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan * pe rkiraan volume perdagangan global. Dengan Sumber: Bad an Pusat Statistik pertumbuhan ekonomi yang berkualitas diharapkan mampu menciptakan lapangan kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan menjaga konsumsi rumah tangga, meningkatkan investasi dan ekspor, serta meningkatkan kinerja industri pengolahan dan pertanian. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Penggunaan Pencapaian sasaran pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diupayakan melalui kinerja pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan Pemerintah, investasi (PMTB), serta perdagangan internasional (lihat Tabel II.6). Konsumsi Rumah Tangga Peningkatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada tahun 2011 dipengaruhi oleh beberapa faktor global dan domestik. Perbaikan kondisi ekonomi global secara umum diperkirakan akan berimbas pada aktivitas dunia usaha dan pada gilirannya akan meningkatkan konsumsi rumah tangga. Pemerintah menetapkan sasaran pertumbuhan
II-38
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
konsumsi rumah tangga sebesar 5,1 persen, Tabel II.6 lebih tinggi bila dibandingkan dengan SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN PDB pertumbuhannya pada tahun 2010 yang PENGGUNAAN, TAHUN 2011 sebesar 5,0 persen. Konsumsi rumah (y-o-y, persen) tangga merupakan porsi terbesar dalam Penggunaan 2011 struktur PDB Indonesia, tidak terlepas dari terjaganya laju inflasi, nilai tukar rupiah, Total Konsumsi 5,3 5,1 dan rendahnya suku bunga perbankan Konsumsi Rumah Tangga 6,4 yang berpengaruh pada peningkatan daya Konsumsi Pemerintah 10,0 beli riil masyarakat. Berbagai kebijakan PMTB Ekspor 8,3 dan program pemberdayaan masyarakat, Impor 9,3 serta bantuan sosial bagi masyarakat PDB 6,3 miskin masih terus diluncurkan oleh Sumber: Kementerian Keuangan Pemerintah untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Perbaikan kesejahteraan PNS dan pensiunan diberikan melalui kenaikan gaji pokok dan gaji ke-13 bagi PNS/TNI/Polri/Pensiunan. Selain itu, untuk membantu masyarakat miskin, Pemerintah masih tetap akan melanjutkan kebijakannya, antara lain subsidi pangan dalam bentuk raskin, Jamkesmas, PKH, BOS, dan berbagai subsidi lainnya. Konsumsi Pemerintah Pada tahun 2011, konsumsi Pemerintah diperkirakan tumbuh sebesar 6,4 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya sebesar 2,1 persen. Konsumsi Pemerintah diarahkan untuk tetap mendukung anggaran pendidikan, melanjutkan reformasi birokrasi, dan menjaga kesinambungan program kesejahteraan rakyat, yaitu BOS, PNPM, Jamkesmas, raskin dan PKH. Dari sisi belanja pegawai, adanya kelanjutan kebijakan remunerasi untuk beberapa K/L yang telah dan sedang melakukan reformasi birokrasi juga berpengaruh pada konsumsi Pemerintah. Investasi Pada tahun 2011, laju investasi diperkirakan akan tumbuh sebesar 10,0 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan realisasinya pada tahun 2010 yang sebesar 8,0 persen. Membaiknya likuiditas keuangan global akan mendorong masuknya aliran modal dari luar negeri sehingga menggerakkan kinerja investasi domestik dan daya saing perekonomian nasional. Untuk meningkatkan investasi, akan dilakukan melalui perbaikan kepastian hukum (reformasi regulasi tingkat nasional dan daerah), penyederhanaan prosedur (penerapan Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik/SPIPISE pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu/PTSP di beberapa kota), perbaikan logistik nasional (pengembangan dan penetapan Sistem Logistik Nasional untuk menjamin distribusi barang dan mengurangi ekonomi biaya tinggi), perbaikan sistem informasi (beroperasinya National Single Window/NSW untuk ekspor-impor dan Custom Advanced Trade System/CATS di dry port Cikarang), dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus/KEK (pengembangan KEK di 5 lokasi melalui skema PPP sebelum tahun 2014). Kebutuhan investasi nominal pada tahun 2011 diperkirakan mencapai sebesar Rp2.243,8 triliun. Kebutuhan investasi tersebut akan bersumber dari PMA dan PMDN sebesar 26,8 persen, kredit perbankan sebesar 17,4 persen, pasar modal 16,7 persen, belanja modal Pemerintah 12,4 persen, dan sumber-sumber investasi lainnya (lihat Grafik II.42). Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-39
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
GRAFIK II.42 SUMBER-SUMBER INVESTASI TAHUN, 2011 (persen)
GRAFIK II.43 PERKEMBANGAN INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (persen) 6
30
Kebutuhan Investasi Rp2.203,9 T
25
5
26,8
20 15
3
10
16,7
17,4
5
9,8
12,4
Cape x BUMN
Be lanja Kre d it Mod al Pe rbankan Pe merintah
Sumbe r : Keme nterian Ke uangan
3,77
4,18
2007
2008
4,29
4,17
2010 *
2011 *
2 8,8
8,2
0 PMA/PMDN
5,39
4
Laba Ditahan
Pasar Mod al
1
Lainnya
0 2009
Sumbe r : Kementerian Ke uangan
Investasi yang cukup besar tersebut dibutuhkan untuk meningkatkan output nasional dengan cara yang lebih efisien. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) merupakan ukuran yang digunakan dalam menentukan tingkat efisiensi produksi suatu negara. Nilai ICOR yang rendah menunjukkan bahwa investasi yang dibutuhkan untuk menghasilkan output menjadi semakin efisien. Dalam tahun 2010 dan 2011, nilai ICOR diperkirakan masing-masing sebesar 4,32 dan 4,25, yang berarti lebih efisien bila dibandingkan dengan nilai ICOR tahun 2009 yaitu sebesar 5,32 (lihat Grafik II.43). Ekspor-Impor Laju pertumbuhan ekspor-impor pada tahun 2011 diperkirakan akan semakin membaik seiring dengan mulai pulihnya permintaan global dan meningkatnya kebutuhan domestik. Ekspor diperkirakan tumbuh sebesar 8,3 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun 2010 yang sebesar 12,2 persen. Sementara itu, impor diperkirakan tumbuh 9,3 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhannya pada tahun sebelumnya yang sebesar 15,0 persen. Upaya untuk meningkatkan ekspor ditempuh melalui kebijakan perdagangan luar negeri yang diarahkan pada peningkatan daya saing produk ekspor nonmigas dan diversifikasi pasar. Strategi yang akan dilakukan antara lain: (1) meningkatkan ekspor nonmigas untuk produk-produk yang mempunyai nilai tambah lebih besar, berbasis pada sumber daya alam, serta permintaan pasarnya yang besar, (2) mendorong ekspor produk kreatif dan jasa terutama yang dihasilkan oleh UKM, (3) mendorong upaya diversifikasi pasar tujuan ekspor, (4) menitikberatkan upaya perluasan akses pasar, promosi, dan fasilitasi ekspor nonmigas di kawasan Afrika dan Asia, dan (5) mendorong pemanfaatan berbagai skema perdagangan dan kerjasama perdagangan internasional yang lebih menguntungkan kepentingan nasional. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Sektor Dalam tahun 2011 Pemerintah akan terus memperkuat daya saing ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi. Dari sisi produksi, sektor yang diharapkan menjadi pendorong utama peningkatan pertumbuhan ekonomi adalah sektor industri manufaktur. Hal ini dikarenakan sektor industri manufaktur dapat memberikan nilai tambah yang besar. Di luar sektor industri manufaktur, sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan masih menjadi andalan dalam mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Selain itu, sektor-sektor lain juga diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.
II-40
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional, Pemerintah telah menetapkan kebijakan industri nasional dengan pengelompokan/klaster industri prioritas, yang meliputi: (1) Industri Agro; (2) Industri Alat Angkut; (3) Industri Elektronika dan Telematik; (4) Industri Berbasis Manufaktur; (5) Industri Penunjang Industri Kreatif dan Kreatif Tertentu; dan (6) Industri Kecil dan Menengah Tertentu. Strategi pembangunan sektor industri manufaktur akan diupayakan melalui langkahlangkah peningkatan daya saing dan kebijakan peningkatan iklim usaha, restrukturisasi permesinan, pengembangan kawasan industri khusus, penggunaan produk dalam negeri, pengembangan industri bahan bakar nabati, dan pengembangan standardisasi industri. Dengan strategi dan kebijakan tersebut, laju pertumbuhan sektor industri manufaktur (pengolahan) tahun 2011 diharapkan akan meningkat dan diperkirakan mencapai 4,5 persen. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilar pembangunan ekonomi Indonesia. Pada tahun 2011, pembangunan sektor tersebut juga menjadi bagian dari strategi penting pembangunan ekonomi. Dengan kondisi iklim dan musim tanam yang baik serta didukung oleh program peningkatan produksi pangan, produktivitas dan diversifikasi pertanian secara luas, sektor pertanian (termasuk peternakan, perikanan, dan kehutanan) diproyeksikan mampu tumbuh sebesar 3,8 persen.
Jasa-jasa
Ke uangan
Pe ngangkutan dan Komunikasi
Pe rdagangan
Konstruksi
Listrik, gas, dan air be rsih
Industri
Pe rtambangan
Pe rtanian
Strategi pembangunan sektor pertanian juga akan diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional melalui peningkatan produktivitas dan kualitas lahan pertanian, bantuan/subsidi bibit/benih dan pupuk, penanganan pasca panen, pendanaan bagi pertanian, pengembangan desa mandiri pangan dan penanganan rawan pangan, serta pembangunan irigasi. Strategi peningkatan produksi pangan tersebut akan didukung dengan penyempurnaan langkah-langkah koordinasi, monitoring, dan evaluasi cadangan pangan dan penanganan pangan strategis. Selain itu, peningkatan pertumbuhan subsektor GRAFIK II.44 PERKIRAAN PERTUMBUHAN PDB SEKTORAL perkebunan, perikanan, dan kehutanan TAHUN 2011 (y-o-y, persen) akan dilakukan melalui peremajaan 14 dan pengembangan perkebunan rakyat 12 12,6 10 (termasuk sumber bahan baku energi 8 8,7 8,3 8,2 alternatif), perikanan, kehutanan, 64 6,4 5,7 4,5 pengembangan hutan tanaman dan 2 3,8 3,6 hutan tanaman rakyat, serta 0 pengembangan SDM. Sektor lain yang menjadi prioritas pengembangan adalah sektor pengangkutan dan komunikasi yang Sumber : Kementerian Keuangan diperkirakan tumbuh sebesar 12,6 persen pada tahun 2011. Pertumbuhan sektor ini terutama didukung oleh pengembangan industri otomotif, perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian serta berbagai prasarana terkait. Pertumbuhan ekonomi menurut sektor secara rinci dapat dilihat pada Grafik II.44.
2.3.2.2 Nilai Tukar Pemerintah dan Bank Indonesia terus berupaya menjaga volatilitas nilai tukar rupiah melalui penguatan sinergi kebijakan moneter dan fiskal, penerapan kebijakan moneter yang berhati-
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-41
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
hati, serta pengawasan lalu lintas devisa. Kebijakan ini diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar dan mencegah volatilitas yang berlebihan, serta menjaga kecukupan cadangan devisa untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi. Di samping itu, peningkatan koordinasi kebijakan, serta peningkatan efektivitas peraturan dan monitoring lalu lintas devisa terus dilakukan untuk menopang kebijakan moneter tersebut. Di tingkat internasional dan regional, komitmen untuk mempercepat pemulihan ekonomi disertai dengan perjanjian kerja sama bidang keuangan seperti currency safety net oleh European Central Bank (ECB) semakin memperkuat upaya pemulihan ekonomi global dan regional. Berdasarkan perkembangan ekonomi domestik dan internasional tersebut, serta memperhatikan kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dan Bank Indonesia, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tahun 2011 diperkirakan mencapai rata-rata sebesar Rp9.300/USD.
2.3.2.3 Inflasi Peningkatan kegiatan ekonomi diperkirakan dapat terus diimbangi oleh meningkatnya kapasitas produksi seiring dengan membaiknya investasi. Dengan terjaganya tekanan harga dari sisi permintaan dan penawaran, serta semakin baiknya infrastruktur dan lancarnya distribusi bahan kebutuhan pokok masyarakat, laju inflasi diharapkan dapat dikendalikan. Inflasi yang rendah dan stabil merupakan prasyarat utama bagi tercapainya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Untuk mencapai kondisi tersebut ditengah kuatnya tekanan inflasi yang bersumber dari berbagai faktor eksternal dan faktor internal, diperlukan kebijakan yang tepat demi terjaganya stabilitas makro ekonomi dan pengendalian inflasi ke depan. Pemerintah senantiasa berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam melakukan sinkronisasi kebijakan di bidang fiskal, moneter dan sektoral untuk mengendalikan laju inflasi. Berbagai upaya telah dan terus dilakukan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah, untuk menjamin tersedianya pasokan dan lancarnya distribusi barang dan jasa. Koordinasi yang komprehensif dan terpadu antara pusat dan daerah serta antara Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut diharapkan dapat menjaga kestabilan harga domestik, yang pada akhirnya dapat mengarahkan ekspektasi inflasi masyarakat pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan. Dengan berbagai kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia tersebut, yang didukung dengan koordinasi yang semakin mantap, serta memperhatikan perkembangan ekonomi domestik dan dunia, inflasi tahun 2011 diperkirakan sebesar 5,3 persen.
2.3.2.4 Suku Bunga SBI 3 bulan Relatif stabilnya suku bunga BI rate sepanjang tahun 2010 diperkirakan akan berlanjut di tahun 2011. Kondisi ini antara lain didukung oleh faktor internal berupa relatif terkendalinya laju inflasi yang didukung oleh kebijakan fiskal, moneter, serta sektor riil yang terus semakin membaik. Untuk mengendalikan inflasi dan menyerap kelebihan likuiditas, Bank Indonesia juga akan menggunakan instrumen lainnya di luar suku bunga BI rate, yaitu Giro Wajib Minimum perbankan nasional. Dari faktor eksternal, the Fed diperkirakan masih akan tetap mempertahankan suku bunganya yang relatif rendah. Dengan memperhatikan faktor internal dan eksternal tersebut, serta mempertimbangkan berbagai kebijakan yang akan dilakukan, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan pada tahun 2011 diperkirakan sebesar 6,5 persen.
II-42
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
2.3.2.5 Harga Minyak Pergerakan harga minyak dunia dalam tahun 2011 diperkirakan akan dipengaruhi oleh beberapa faktor fundamental, baik di sisi permintaan maupun penawaran. Suplai minyak dunia dari negara-negara OPEC maupun non-OPEC diperkirakan masih akan meningkat. Hal ini merupakan faktor yang akan menurunkan harga minyak dunia pada tahun 2011. Cadangan minyak Amerika Serikat dan dunia yang diperkirakan masih berada di atas ratarata 5 tahun, meskipun terdapat kecenderungan menurun, dan kapasitas cadangan produksi negara-negara OPEC yang turun namun tetap tinggi pada 6 juta barel per hari, diperkirakan merupakan faktor yang akan menstabilkan harga minyak dunia pada tahun 2011. Faktor geopolitik yaitu ketegangan dan konflik yang masih terjadi di beberapa negara produsen minyak serta peningkatan permintaan minyak dunia akibat perkiraan terus berlanjutnya pemulihan ekonomi dunia merupakan faktor yang dapat meningkatkan harga minyak dalam tahun 2011. Sementara itu, EIA (per Juli 2010) memperkirakan harga minyak WTI crude tahun 2011 sebesar USD 82,5 per barel. Berdasarkan perkiraan berbagai faktor fundamental tersebut serta perkiraan harga minyak dunia oleh beberapa lembaga internasional harga minyak mentah ICP dalam tahun 2011 diperkirakan rata-rata sebesar USD80 per barel.
2.3.2.6 Lifting Minyak Lifting minyak dalam tahun 2011 diperkirakan akan mencapai 0,970 juta barel per hari, sedikit lebih tinggi dari perkiraan realisasinya dalam tahun 2010 sebesar 0,965 juta barel per hari. Dalam upaya mencapai target tersebut Pemerintah mengupayakan langkah antisipasi untuk mencapai target produksi minyak diantaranya melalui ketentuan untuk tidak mematok cost recovery (biaya pengganti kegiatan eksplorasi dan produksi), pemberian keringanan pajak untuk impor peralatan migas, pengoptimalan produksi dari sumur-sumur minyak yang ditelantarkan, dan komunikasi intensif dengan para kontraktor kontrak kerja sama dalam rangka perbaikan kinerja dalam pencapaian target produksi.
2.3.2.7 Neraca Pembayaran Ekonomi global yang semakin pulih, baik di negara-negara berkembang maupun di negaranegara maju, berdampak positif terhadap kinerja Neraca Pembayaran Indonesia. Kondisi ini akan mendorong kenaikan ekspor, tidak hanya ekspor produk berbasis sumber daya alam tetapi juga ekspor produk manufaktur yang memiliki kandungan impor tinggi. Dalam periode yang sama, permintaan domestik diperkirakan juga terus mengalami percepatan sejalan dengan laju pemulihan ekonomi global. Akselerasi permintaan domestik dan pulihnya permintaan dunia akan produk ekspor manufaktur Indonesia yang berkandungan impor tinggi mendorong impor tumbuh lebih cepat dibandingkan ekspor. Sementara itu, transaksi jasa dan pendapatan masih diwarnai oleh defisit yang relatif tinggi sedangkan transaksi transfer berjalan akan mencatat surplus yang cukup tinggi karena pulihnya ekonomi negaranegara yang menjadi tujuan tenaga kerja Indonesia. Dengan kondisi tersebut, surplus transaksi berjalan pada tahun 2011 diperkirakan sebesar USD3,2 miliar. Prospek ekonomi global dan iklim investasi domestik yang membaik akan mendorong kenaikan arus masuk modal berjangka panjang, termasuk PMA, sehingga memperkuat struktur pembiayaan ekonomi dan mengurangi kerentanan terhadap risiko pembalikan modal. Penanaman modal langsung neto akan terus meningkat dan diperkirakan mencapai
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-43
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
USD8,1 miliar. Investasi portofolio diperkirakan surplus sebesar USD5,6 miliar. Di sisi lain, defisit komponen neraca modal dan finansial terjadi pada investasi lainnya yang diperkirakan mencapai USD5,6 miliar. Dengan berbagai perkiraan tersebut, untuk keseluruhan tahun 2011 transaksi neraca modal dan finansial diperkirakan surplus sebesar USD8,3 miliar. Dengan perkembangan tersebut, keseimbangan umum Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun 2011 diperkirakan mencatat surplus USD11,4 miliar, sehingga jumlah cadangan devisa pada akhir 2011 diperkirakan meningkat menjadi USD94,6 miliar. Proyeksi neraca pembayaran tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel II.7. TABEL II.7 NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2010 - 2011 (juta USD) ITEM A. TRANSAKSI BERJALAN
2010*
2011*
6.050
3.174
1. Neraca Perdagangan
34.609
34.221
2. Jasa-jasa
(15.958)
(18.009)
3. Pendapatan
(17.561)
(18.157)
4.960
5.120
12.889
8.263
12.059 45 12.014
4.071 47 4.024
830 62
4.192 93
767
4.099
18.939
11.437
4. Transfer B. NERACA MODAL DAN FINANSIAL 1. Sektor Publik - Neraca modal - Neraca finansial 2. Sektor Swasta - Neraca modal -
Neraca finansial
C. TOTAL (A + B) D. SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN E. KESEIMBANGAN UMUM (C + D) Cadangan devisa
(263)
-
18.676
11.437
83.188
94.625
* Proyeksi Sumber: Bank Indonesia
2.3.2.8 Penanggulangan Kemiskinan dan Pengangguran Dari 11 prioritas pembangunan nasional yang dijabarkan dalam RPJMN 2010-2014, terdapat penanggulangan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan rakyat. Peningkatan kesejahteraan rakyat menuntut tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun juga pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (inklusif) dan berkeadilan. Tantangan utama pembangunan tahun 2011 adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan, yang mampu menciptakan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan. Oleh karenanya, pembangunan ekonomi yang pro growth, pro job, dan pro poor perlu terus dilaksanakan. Cara yang akan ditempuh antara lain memperluas cakupan program pembangunan berbasis masyarakat, serta meningkatkan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan juga lembaga keuangan.
II-44
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Untuk menciptakan pembangunan ekonomi yang berkualitas dan berkeadilan, diperlukan penyempurnaan peraturan ketenagakerjaan, pelaksanaan negosiasi tripartit, serta penyusunan standar kompetensi, penempatan, perlindungan, dan pembiayaan tenaga kerja ke luar negeri. Di samping itu, juga perlu dilakukan program-program yang diarahkan untuk meningkatkan kegiatan ekonomi pro rakyat miskin. Pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diperkirakan mencapai sebesar 6,3 persen, yang akan memungkinkan terbukanya lapangan kerja baru, tidak saja bagi para pencari kerja, tetapi juga angkatan kerja baru. Angkatan kerja baru diperkirakan mencapai sebesar 1,8 juta pekerja. Untuk itu, sumber utama pertumbuhan diharapkan berasal dari kegiatan investasi di sektor riil yang banyak menyerap tenaga kerja. Dengan demikian, pengangguran terbuka dapat diturunkan menjadi 7,0 persen tahun 2011. Sejalan dengan makin luasnya lapangan pekerjaan, pendapatan masyarakat diharapkan juga akan semakin meningkat dan jumlah penduduk miskin akan semakin menurun. Dengan berbagai program dan kebijakan tersebut, tingkat kemiskinan tahun 2011 diperkirakan menurun pada kisaran 11,5–12,5 persen.
2.3.3 Kebijakan Ekonomi Makro 2.3.3.1 Fiskal Kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat yang digunakan oleh Pemerintah dalam rangka mencapai sasaran pembangunan nasional. Kebijakan fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu fungsi alokasi anggaran untuk tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro dalam rangka mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran Pemerintah yang bersifat ekspansif, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal, dapat memberi stimulasi kepada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya dalam kondisi ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan fiskal dapat berperan melalui kebijakan untuk menyeimbangkan kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Sesuai dengan amanat perundang-undangan, penyusunan kebijakan fiskal (APBN) dalam tahun 2011 mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2011 yang membawa tema “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata kelola dan Sinergi Pusat Daerah”. Berdasarkan tema RKP tersebut, kebijakan fiskal tahun 2011 ini terutama ditujukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan secara optimal. Selain itu, pembangunan tata kelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan negara, serta adanya konsistensi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, juga menjadi perhatian utama dalam penyusunan kebijakan fiskal di tahun 2011. Penyusunan RAPBN tahun 2011 didasarkan pada langkah-langkah optimalisasi sumbersumber pendapatan negara, antara lain melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan dengan tetap mempertimbangkan pemberian insentif pada kegiatan dunia usaha, serta ditopang dengan langkah-langkah reformasi birokrasi perpajakan, kepabeanan, dan cukai. Selain itu, juga akan dilakukan langkah-langkah untuk terus meningkatkan produksi sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas guna meningkatkan penerimaan negara
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-45
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
bukan pajak. Di sisi belanja negara, kebijakan alokasi anggaran akan diarahkan untuk melaksanakan program-program pembangunan, guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam RKP 2011, yaitu pembangunan kesejahteraan, perkuatan pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum. Peranan terhadap kebijakan fiskal juga diwujudkan dengan menetapkan defisit tahun 2011 pada tingkat 1,7 persen PDB. Kebijakan pengendalian defisit pada tahun 2011 tersebut merupakan salah satu langkah pokok dalam melanjutkan langkah-langkah konsolidasi fiskal dalam mewujudkan APBN yang sehat dan berkelanjutan. Untuk menutup sasaran defisit dalam tahun 2011, akan diupayakan sumber pembiayaan dari dalam negeri yang didukung sumber pembiayaan luar negeri dengan tetap mempertahankan penurunan rasio utang terhadap PDB secara berkesinambungan (debt sustainability). Untuk mendukung adanya sinergi antara pusat dan daerah, kebijakan transfer ke daerah akan dilakukan melalui penyempurnaan sistem yang lebih transparan dan akuntabel, penyempurnaan formulasi DAU yang dilakukan secara konsisten dan mengarah kepada fungsi pemerataan kemampuan keuangan daerah, serta penyempurnaan terhadap penerapan kriteria penentuan DAK. Dukungan pendanaan di daerah juga akan dilakukan oleh Pemerintah melalui kebijakan pengalihan dana dekonsentrasi secara bertahap, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi pendapatan asli daerah dengan tetap mempertahankan iklim usaha yang kondusif bagi perekonomian daerah.
2.3.3.2 Sektor Riil Perkembangan perekonomian global yang cepat dan dinamis telah mempengaruhi kondisi perekonomian nasional. Fluktuasi harga komoditi utama dan krisis ekonomi global turut memberikan tekanan pada perekonomian nasional. Di tahun 2011 diperkirakan fase krusial dari krisis ekonomi global sudah terlewati, namun upaya pemulihan ekonomi global masih menyisakan tantangan yang harus dihadapi oleh Pemerintah. Upaya menggerakkan sektor riil sebagai salah satu motor penggerak perekonomian juga masih merupakan tantangan dan hambatan di tahun 2011. Kondisi perekonomian global yang masih berada dalam ketidakpastian menyebabkan dukungan kepada sektor riil merupakan hal yang mutlak dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam rangka meningkatkan pertumbuhan perekonomian, Pemerintah telah dan terus akan merancang berbagai program yang diharapkan mampu mendukung pencapaian target pertumbuhan ekonomi 2011. Beberapa poin penting dari strategi ini dilakukan melalui: (1) peningkatan daya tarik investasi; (2) penguatan daya saing ekspor; (3) revitalisasi industri manufaktur; (4) revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan; (5) peningkatan produktivitas dan kompetensi tenaga kerja; dan (6) peningkatan produktivitas dan akses UKM kepada sumber daya produktif. Selain itu, Pemerintah juga akan melanjutkan kebijakan di bidang infrastruktur melalui pembangunan infrastruktur berkelanjutan, kebijakan bidang usaha kecil dan menengah, kebijakan di bidang industri dan perdagangan, dan kebijakan di bidang energi. Kebijakan bidang usaha kecil dan menengah juga akan dilakukan dengan meningkatkan dan memajukan usaha kecil menengah melalui penambahan akses terhadap modal termasuk perluasan Kredit Usaha Rakyat (KUR), meningkatkan bantuan teknis di bidang
II-46
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
pengembangan produk, pemasaran, pelaksanaan kebijakan pemihakan untuk memberikan ruang usaha bagi pengusaha kecil dan menengah, serta menjaga fungsi, keberadaan ,dan efisiensi pasar tradisional. Selain itu, melalui kebijakan industri dan perdagangan, Pemerintah juga akan berusaha untuk mendorong peningkatan daya saing industri nasional, melalui: (1) pembangunan infrastruktur penunjang industri (energi dan pangan); (2) pembangunan industri manufaktur berbasis UKM; (3) peningkatan akses pembiayaan untuk industri manufaktur; (4) pemberian insentif fiskal dan non-fiskal pada industri pioner dan lokasi tertentu; (5) pembukaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan (6) peningkatan kemampuan dan kapasitas SDM serta teknologi untuk menunjang industri agar mampu berkembang dengan optimal.
2.4 Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal 2.4.1 Kebijakan Fiskal 2005-2009 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah salah satu instrumen Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, terkait dengan perannya dalam menyelenggarakan kegiatan perekonomian. Peran tersebut dijabarkan ke dalam 3 fungsi utama, yaitu fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Fungsi-fungsi tersebut dilaksanakan antara lain dengan mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, mendistribusikan barang dan jasa, serta menjaga stabilitas perekonomian. Dalam hal perekonomian nasional, Pemerintah berkewajiban menyelenggarakannya berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sesuai dengan amanat UUD 1945 Amendemen keempat pasal 33. Sejak dilaksanakannya rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) pertama tahun 2005, Pemerintah senantiasa berupaya menjalankan komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi (pro growth), mengurangi pengangguran (pro job), dan mengentaskan kemiskinan (pro poor). Tiga pilar pembangunan tersebut menjadi strategi Pemerintah dalam melaksanakan kebijakan fiskal yang mampu memacu pertumbuhan sektor riil sekaligus menjaga kesinambungan fiskal dan stabilitas ekonomi makro sebagai landasan untuk menopang pertumbuhan yang berkualitas dan berkelanjutan. Stabilitas ekonomi makro diupayakan di antaranya melalui pengendalian tingkat inflasi, nilai tukar yang stabil, suku bunga yang relatif rendah, dan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Upaya untuk mencapai kesinambungan fiskal ditempuh melalui optimalisasi pendapatan negara, peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara, pengelolaan defisit anggaran melalui pembiayaan yang manageable, serta penurunan rasio utang secara bertahap. Secara garis besar ringkasan APBN periode 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel II.8. Realisasi APBN periode 2005-2009 sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian, baik dari dalam maupun luar negeri. Pengaruh dari dalam negeri di antaranya peningkatan laju pertumbuhan ekonomi hingga tahun 2008 dan pelambatan pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada tahun 2009. Sedangkan dari luar negeri, faktor yang sangat berpengaruh adalah krisis energi yang disebabkan oleh melonjaknya harga minyak mentah dunia di akhir tahun 2007 hingga awal tahun 2008. Selain itu, di saat kondisi perekonomian dunia masih belum
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-47
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Tabel II.8 PERKEMBANGAN REALISASI APBN 2005-2009 (triliun rupiah)
KETERANGAN A.
2008
2009
495,2
638,0
707,8
981,6
Penerimaan Dalam Negeri
493,9
636,2
706,1
979,3
847,1
1. Perpajakan
347,0
409,2
491,0
658,7
619,9
II. Hibah
D.
2007
Pendapatan Negara dan Hibah
Tax Ratio (% thd PDB)
C.
2006
I.
2. PNBP B.
2005
848,7
12,7
12,3
12,4
13,3
11,9
146,9
226,9
215,1
320,6
227,1
1,3
1,8
1,7
2,3
1,6
Belanja Negara
509,6
667,1
757,6
985,7
937,3
I.
359,2
440,0
504,6
693.4
628,8
II. Transfer ke Daerah
Belanja Pemerintah Pusat
150,5
226,2
253,3
292,4
308,5
Surplus/(Defisit) Anggaran
(14,4)
(29,1)
(49,8)
(4,1)
% thd PDB
(0,5)
(0,9)
(1,3)
(0,1)
(1,6)
8,9
29,4
42,5
84,1
112,5
Pembiayaan I.
Pembiayaan Dalam Negeri
II. Pembiayaan Luar Negeri
(88,6)
19,1
56,0
66,3
97,3
128,1
(10,3)
(26,6)
(23,9)
(13,2)
(15,5)
Sumber : Kementerian Keuangan
pulih sepenuhnya, di akhir tahun 2008 ekonomi dunia kembali mengalami tekanan akibat terjadinya krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan krisis keuangan global, terutama bagi negara-negara maju. Meskipun demikian, negara-negara berkembang, seperti Indonesia juga merasakan imbas krisis tersebut. Volume ekspor negara berkembang ke negara maju mengalami penurunan, begitu pula dengan aktivitas investasi mengalami kelesuan. Hal tersebut menyebabkan turunnya produktifitas yang pada akhirnya berdampak pada banyaknya perusahaan yang melakukan rasionalisasi, hingga tidak sedikit yang menghentikan kegiatan usahanya. Krisis energi yang mengakibatkan melonjaknya harga minyak dunia sangat mempengaruhi perekonomian dalam negeri, sehingga Pemerintah perlu melakukan penyesuaian terhadap asumsi makro. Akibat perubahan asumsi makro tersebut, pemerintah mengajukan Rancangan Perubahan APBN relatif lebih cepat pada beberapa tahun terakhir. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya peningkatan beberapa pos belanja negara, terutama subsidi bahan bakar minyak dan subsidi listrik. Beberapa parameter yang mendorong terjadinya lonjakan anggaran belanja subsidi, antara lain: (1) kenaikan harga minyak mentah; (2) peningkatan volume konsumsi BBM bersubsidi oleh masyarakat; dan (3) lebih rendahnya jumlah konversi minyak tanah ke LPG dari yang direncanakan. Namun peningkatan belanja tersebut dikompensasi dengan meningkatnya pendapatan negara terutama dari penerimaan pajak penghasilan (PPh) migas dan PNBP sumber daya alam migas. Di samping itu, terdapat pula beberapa pos yang mendapat windfall, diantaranya penerimaan dari laba BUMN dan bea keluar CPO. Untuk mengatasi tekanan beban subsidi, Pemerintah melakukan penyesuaian terhadap harga jual BBM di dalam negeri pada tahun 2008. Sementara itu, dalam rangka mengurangi dampak krisis global yang disebabkan krisis subprime mortgage, Pemerintah telah menempuh kebijakan countercyclical berupa pemberian stimulus fiskal pada tahun 2009, baik dari sisi pendapatan maupun dari sisi belanja melalui insentif perpajakan, kebijakan untuk penguatan sektor riil dan dukungan
II-48
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
infrastruktur. Program stimulus fiskal tersebut ditujukan untuk: (a) memelihara daya beli masyarakat; (b) menjaga daya tahan perusahaan/sektor usaha dalam menghadapi krisis global; serta (c) meningkatkan daya serap tenaga kerja dan mengurangi PHK melalui kebijakan pembangunan infrastruktur padat karya. Kebijakan countercyclical tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan tingkat defisit agar tidak melampaui batas defisit kumulatif 3 persen dari PDB, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam periode 2005-2009, defisit APBN dapat dijaga pada level kurang dari 2 persen terhadap PDB. Pada tahun 2007, defisit APBN mencapai Rp49,8 triliun atau 1,3 persen terhadap PDB. Sedangkan pada tahun 2008, defisit APBN mengalami penurunan menjadi Rp4,1 triliun atau 0,1 persen terhadap PDB. Penurunan defisit anggaran dalam tahun 2008 terutama disebabkan oleh relatif rendahnya realisasi belanja Kementerian/Lembaga (K/L), serta terjadinya lonjakan penerimaan perpajakan yang realisasinya mencapai 13,3 persen terhadap PDB. Selanjutnya, di tahun 2009 defisit APBN kembali mengalami kenaikan menjadi Rp88,6 triliun atau 1,58 persen dari PDB. Di sisi kebijakan fiskal, Pemerintah berupaya untuk terus memacu peningkatan pendapatan negara Grafik II.45 yang masih belum optimal, serta berupaya PERKEMBANGAN PENDAPATAN NEGARA memantapkan basis perpajakan yang lebih (triliun Rp) 700 baik. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi 600 500 pendapatan negara mulai dari tahun 2005 400 terus mengalami peningkatan. Kinerja yang 300 cukup baik terjadi pada tahun 2008, dimana 200 100 realisasi pendapatan negara dan hibah 0 meningkat 38,6 persen atau naik Rp273,8 2005 2006 2007 2008 2009 triliun. Sementara itu, realisasi pendapatan PERPAJAKAN PNBP HIBAH negara dan hibah pada tahun 2009 Sumber: Kementerian Ke uangan mengalami penurunan sebesar 13,5 persen menjadi Rp848,7 triliun. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh penurunan realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP, terutama karena terjadinya pelambatan kegiatan perekonomian sebagai dampak dari krisis ekonomi dunia. Sumber penerimaan terbesar dari pendapatan negara dan hibah berasal dari penerimaan perpajakan. Pada tahun 2009, kontribusi penerimaan perpajakan tersebut mencapai 73,0 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontribusinya pada tahun 2008 yang hanya sebesar 67,1 persen. Namun , secara nominal penerimaan perpajakan tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 5,9 persen. Penurunan penerimaan perpajakan dalam tahun 2009 terutama berasal dari penurunan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar 48,6 persen. Hal ini disebabkan oleh terjadinya penurunan kegiatan ekspor dan impor sebesar 9,7 persen dan 15 persen akibat krisis keuangan global. Di samping itu, krisis keuangan global juga sejalan dengan penurunan harga minyak di pasar internasional, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan penerimaan PPh migas sebesar 43,1 persen. Sebaliknya, penerimaan perpajakan nonmigas tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar 4,4 persen. Peningkatan tersebut didukung oleh kebijakan reformasi administrasi perpajakan, langkah-langkah intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan yang berkelanjutan. Realisasi PNBP dalam tahun 2009 mencapai Rp227,1 triliun atau mengalami penurunan 29,1 persen bila dibandingkan dengan realisasi dalam tahun
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-49
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
2008. Penurunan penerimaan tersebut terutama disebabkan oleh lebih rendahnya penerimaan SDA minyak bumi sebesar 46,7 persen, sebagai dampak dari turunnya harga minyak mentah Indonesia (ICP) di tahun 2009, meskipun lifting minyak mentah mengalami peningkatan. Dalam tahun 2008, rata-rata ICP (Desember 2007 – November 2008) mencapai USD101,4 per barel, sedangkan dalam tahun 2009 rata-rata ICP hanya mencapai USD58,5 per barel.
Grafik II.46 PERKEMBANGAN BELANJA NEGARA (triliun Rp)
1200 1000 800 600 400 200 0 2005 BELANJA NEGARA
2006
2007
BELANJA PEMERINTAH PUSAT
2008
2009
TRANSFER KE DAERAH
Sumbe r: Ke menterian Ke uangan
Pada sisi belanja, komitmen Pemerintah untuk mengimplementasikan tiga strategi pembangunan, yaitu pertumbuhan yang tinggi, penciptaan lapangan kerja, dan pengurangan kemiskinan dilakukan secara komprehensif. Strategi pro growth ditempuh dengan meningkatkan dan mempercepat pertumbuhan ekonomi, di antaranya melalui upaya menarik investasi dan bisnis, serta peningkatan ekspor dengan didukung langkah perbaikan iklim investasi. Strategi pro job dilakukan guna menciptakan lapangan kerja yang lebih luas. Sementara itu, strategi pro poor diarahkan untuk melaksanakan program-program pengentasan kemiskinan, peningkatan daya beli masyarakat, dan perlindungan sosial. Dalam upaya mendukung strategi pembangunan tersebut, pengelolaan belanja negara memegang peranan yang cukup penting dalam rangka mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Selama periode 2005-2009, kebijakan belanja negara utamanya diarahkan pada penajaman alokasi anggaran melalui pengalokasian belanja negara yang lebih produktif, terarah dan tepat sasaran, serta perumusan kebijakan alokasi transfer ke daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, baik dalam jangka pendek maupun jangka menengah. Sejalan dengan hal tersebut, realisasi belanja negara terus mengalami peningkatan secara nominal selama periode 2005-2009. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi belanja, dilakukan kebijakan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting) dan kerangka pengeluaran jangka menengah (medium term expenditure framework) secara bertahap. Pada sisi lain, Pemerintah tetap menjaga anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN sesuai dengan amanat UUD tahun 1945. Di samping itu, kebijakan fiskal juga diarahkan untuk mengoptimalkan sumber-sumber pembiayaan, baik dari utang maupun nonutang. Di sisi belanja negara, pengelolaan fiskal juga diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan, yaitu dengan meningkatkan pendapatan masyarakat dan pemenuhan kebutuhan dasar. Pemerintah terus melanjutkan berbagai program pengentasan kemiskinan (poverty alleviation) melalui program-program prioritas diantaranya Askeskin/Jamkesmas, Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Subsidi Pangan, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Program Keluarga Harapan (PKH). BOS diprioritaskan untuk program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun. Di sisi lain, pemberian bantuan tunai bersyarat melalui PKH dilaksanakan dengan meningkatkan akses rumah tangga miskin terhadap layanan pendidikan dan kesehatan.
II-50
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Program ini pada tahun 2009 mencakup sekitar 720.000 RTS di 13 provinsi dengan total dana sebesar Rp1,1 triliun. Selain program-program rutin dalam pemberian bantuan dan perlindungan sosial, terdapat program BLT yang diluncurkan pada tahun 2006 dan 2008 untuk mengurangi bertambahnya beban pengeluaran rumah tangga miskin akibat kenaikan harga BBM bersubsidi. Sasaran dari penerima BLT adalah sekitar 18,5 juta RTS. Berbagai program pemberdayaan masyarakat yang telah ditempuh tersebut diantaranya diarahkan untuk mengurangi angka kemiskinan. Pada akhir tahun 2009, program ini telah berhasil mengurangi jumlah masyarakat miskin di Indonesia hingga mencapai sekitar 14,2 persen dari total penduduk. Di tengah upaya untuk mengurangi kemiskinan tersebut, Pemerintah juga tetap berupaya memberikan stimulus fiskal, sehingga pertumbuhan ekonomi tetap positif pada level 4,5 persen dalam tahun 2009. Untuk mendukung strategi tersebut, Pemerintah menempuh kebijakan countercyclical melalui pemberian stimulus fiskal guna mengurangi dampak krisis yang berakibat pada pelambatan pertumbuhan ekonomi. Stimulus fiskal dilakukan dengan menggunakan instrumen pendapatan dan belanja negara yang antara lain diwujudkan dalam bentuk pemberian insentif perpajakan dan tambahan belanja negara terutama untuk pembangunan infrastruktur. Stimulus fiskal merupakan bagian dari kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk mempengaruhi permintaan agregat (aggregate demand) yang diharapkan akan mempengaruhi aktivitas perekonomian dalam jangka pendek. Pada tahun 2009, defisit APBN meningkat menjadi Rp88,6 triliun atau sekitar 1,6 persen terhadap PDB, yang berarti jauh lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi defisit APBN 2008 yang hanya mencapai 0,1 persen PDB. Peningkatan realisasi defisit APBN tahun 2009 tersebut disebabkan oleh kebijakan ekspansi fiskal melalui program stimulus fiskal. Untuk menutup defisit anggaran, kebijakan pembiayaan diprioritaskan pada pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri guna mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri. Kondisi ini terlihat dari proporsi pembiayaan dalam negeri terhadap total pembiayaan yang cenderung meningkat, bahkan telah melebihi proporsi pembiayaan yang bersumber dari luar negeri sejak tahun 2006. Hal ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk secara konsisten mengembangkan pasar obligasi nasional. Dengan berkembangnya pasar Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri, maka pemerintah akan lebih fleksibel dalam mencari alternatif sumber pembiayaan yang relatif murah dan berisiko lebih rendah. Dalam lima tahun terakhir, pembiayaan luar negeri neto tercatat negatif, yang berarti bahwa penarikan pinjaman luar negeri lebih rendah dibandingkan dengan pembayaran cicilan pokok utang luar negeri. Hal ini menunjukkan komitmen Pemerintah untuk mengurangi beban utang luar negeri melalui pembatasan pinjaman luar negeri.
2.4.2 Kebijakan Fiskal dan Perkiraan Realisasi APBN-P 2010 Tema RKP 2010 adalah “Pemulihan Perekonomian Nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat”. Tema tersebut menjadi pedoman dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana yang telah ditetapkan dalam APBN-P 2010, seperti yang ditunjukkan dalam Tabel II.9. Postur APBN-P 2010 tersebut disusun berdasarkan perkembangan pendapatan dan belanja negara, serta pokok-pokok kebijakan fiskal yang sudah ditetapkan oleh Pemerintah.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-51
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Tabel II.9 Seiring dengan meningkatnya RINGKASAN APBN TAHUN 2010 aktivitas perdagangan dunia, (triliun rupiah) kondisi perekonomian domestik % thd Uraian APBN APBN-P APBN-P pada tahun 2010 mulai menunjukkan adanya proses A. Pendapatan Negara dan Hibah 949.656,1 992.398,8 104,5 I. Penerimaan Dalam Negeri 948.149,3 990.502,3 104,5 pemulihan. Dalam rangka 1. Penerimaan Perpajakan 742.738,0 743.325,9 100,1 mempercepat proses pemulihan 2. PenerimaanNegara Bukan Pajak 205.411,3 247.176,4 120,3 II. Hibah 1.506,8 1.896,5 125,9 ekonomi tersebut, Pemerintah Negara 1.047.666,1 1.126.146,4 107,5 tetap memberikan dukungan B. Belanja I. Belanja Pemerintah Pusat 725.243,1 781.533,5 107,8 II. Transfer ke Daerah 322.423,0 344.612,9 106,9 insentif perpajakan bagi dunia (98.010,0) (133.747,7) 136,5 usaha yang diberikan dalam C. Surplus / (Defisit Anggaran) 98.009,9 133.747,7 136,5 bentuk: (1) penurunan tarif PPh D. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri 107.891,5 133.903,2 124,1 Badan dari 28 persen menjadi 25 II. Pembiayaan Luar Negeri (9.881,5) (155,5) 1,6 persen; (2) pemberian fasilitas Sumber : Kementerian Keuangan penurunan tarif PPh Badan sebesar 5 persen dari tarif normal bagi perusahaan masuk bursa yang minimal 40 persen sahamnya dimiliki oleh publik; dan (3)pemberian subsidi pajak dalam bentuk pajak ditanggung Pemerintah (DTP) yaitu PPN DTP, PPh DTP, dan bea masuk DTP. Khusus di bidang kepabeanan, dukungan fiskal juga diberikan dalam bentuk pemberian insentif untuk sektor perdagangan dan industri dan perbaikan fasilitas kepabeanan.
Dukungan fiskal yang diberikan Pemerintah dalam bentuk insentif perpajakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan penerimaan perpajakan. Secara umum, kebijakan perpajakan pada tahun 2010 adalah melanjutkan dan mempertahankan kebijakan-kebijakan tahun sebelumnya antara lain dengan perbaikan administrasi perpajakan dan peraturan perundang-undangan. Selain itu, Pemerintah tetap melakukan berbagai upaya tambahan (extra effort) yang ditujukan untuk optimalisasi penerimaan perpajakan. Sebagai tindak lanjut dari kebijakan sunset policy yang telah diakhiri pada Februari 2009, Pemerintah melakukan kegiatan yang menitikberatkan pada law enforcement dan pembinaan kepada wajib pajak. Di bidang kepabeanan cukai, pada tahun 2010 Pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau yang diikuti dengan penyederhanaan golongan batasan produksi dan menaikkan tarif cukai Etil Alkohol (EA) dan Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA), serta pengenaan bea keluar atas biji kakao. Dengan didukung berbagai kebijakan tersebut di atas, Pemerintah memperkirakan penerimaan perpajakan dalam APBN-P tahun 2010 mencapai Rp743,3 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 2009, perkiraan penerimaan tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp123,4 triliun atau 19,9 persen. Sumber utama peningkatan penerimaan tersebut diharapkan dari pajak penghasilan (PPh) dan cukai, yaitu masingmasing sebesar 14,7 persen dan 8,0 persen. Dengan kenaikan penerimaan perpajakan tersebut, tax ratio dalam tahun 2010 diperkirakan sebesar 11,9 persen. Pada sisi lain, kebijakan di bidang PNBP yang ditempuh dalam tahun 2010 antara lain adalah optimalisasi penerimaan SDA terutama dari migas, peningkatan kinerja BUMN, dan optimalisasi PNBP dari K/L. Kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan untuk mengamankan target PNBP yang diperkirakan mencapai Rp247,2 triliun. Apabila dibandingkan dengan pencapaian di tahun 2009, perkiraan PNBP pada dalam APBN-P 2010 mengalami kenaikan sebesar Rp20,0 triliun atau 8,8 persen. Peningkatan tersebut terutama berasal dari kenaikan
II-52
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
penerimaan SDA minyak dan gas bumi sebesar 20,7 persen, yaitu dari Rp125,8 triliun menjadi Rp151,7 triliun sebagai akibat kenaikan harga ICP dari USD61,6 per barel menjadi USD80 per barel. Di sisi belanja negara, kebijakan belanja negara merupakan salah satu transmisi untuk melaksanakan program-program prioritas pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Pada tahun 2010, kebijakan belanja negara terutama diprioritaskan pada (1) peningkatan kesejahteraan pegawai; (2) mendukung operasional pemerintahan dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik; (3) mendukung peningkatan infrastruktur; (4) perlindungan sosial bagi masyarakat miskin; dan (5) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah dan antardaerah. Sesuai dengan tujuan tersebut, belanja negara dalam APBN-P 2010 diperkirakan akan mencapai Rp1.126,1 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja di tahun 2009, perkiraan di tahun 2010 tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp188,8 triliun atau 18,0 persen. Peningkatan tersebut terutama ditujukan untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, serta mempercepat pelaksanaan program prioritas pembangunan nasional sebagai bentuk komitmen Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mengurangi pengangguran, serta menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional yang lebih baik. Peningkatan pada belanja negara terutama berasal dari kenaikan belanja Pemerintah pusat yang diperkirakan mencapai Rp781,5 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasinya di 2009, belanja Pemerintah pusat mengalami kenaikan Rp152,7 triliun atau 24,3 persen. Perkiraan kenaikan tersebut dipengaruhi antara lain: (1) kebijakan Pemerintah untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa, yaitu dengan mempertahankan harga BBM, penyesuaian yang lebih rendah terhadap rencana kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk dan tarif daya listrik; (2) kenaikan subsidi harga beras akibat penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) beras serta penambahan volume alokasi beras bersubsidi kepada rumah tangga sasaran; dan (3) penambahan anggaran belanja untuk program-program prioritas dan mendesak. Sementara itu, dalam APBN-P tahun 2010 transfer ke daerah diperkirakan mencapai sebesar Rp344,6 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasi 2009, jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp36,0 triliun atau 11,7 persen. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan dana bagi hasil (DBH) ke daerah dalam rangka mendukung penguatan desentralisasi fiskal dan percepatan pembangunan daerah. Langkah strategis tersebut ditempuh guna mendukung percepatan pemerataan pembangunan dan perluasan kesempatan kerja di daerah, serta mengoptimalkan pelaksanaan kebijakan desentralisasi fiskal. Berdasarkan pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit anggaran diperkirakan akan mencapai 2,1 persen terhadap PDB, lebih tinggi dari realisasinya dalam tahun 2009 sebesar 1,6 persen terhadap PDB. Lebih tingginya defisit tersebut terutama disebabkan oleh ekspansi fiskal Pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Guna menutup defisit APBN tersebut, Pemerintah memprioritaskan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri. Dalam APBN-P tahun 2010, pembiayaan diperkirakan mencapai Rp133,7 triliun. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun 2009, APBN-P tersebut mengalami kenaikan sebesar Rp21,2 triliun atau 18,8 persen. Penyesuaian pembiayaan dalam tahun 2010 dilakukan untuk mengantisipasi perubahan defisit di tahun
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-53
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
2010. Dalam rangka mendorong semangat kemandirian dalam pembiayaan defisit, pemerintah berupaya menurunkan rasio utang terhadap PDB hingga menjadi sekitar 27,8 persen di akhir tahun 2010.
2.4.3 Asumsi Dasar RAPBN Tahun 2011 Proyeksi perekonomian nasional pada tahun 2011 akan sangat dipengaruhi oleh percepatan perbaikan ekonomi global dan kemampuan dalam mengelola perekonomian nasional ke depan. Proyeksi indikator perekonomian Indonesia dalam tahun 2011 sebagai basis perhitungan RAPBN 2011 dapat dilihat pada Tabel II.10.
2.4.4 Kebijakan RAPBN 2011 Tema yang ditetapkan dalam RKP tahun 2011 adalah “Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”. Untuk mendukung perencanaan tersebut, pemerintah akan memfokuskan pada tiga langkah utama, yaitu: (a) melanjutkan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera, (b) memperkuat pilar-pilar demokrasi, dan (c) memperkuat dimensi keadilan di semua bidang.
TABEL II.10 ASUMSI EKONOMI MAKRO 2010-2011
Indikator Ekonomi
2010 Perk. APBN-P Real
2011 RAPBN
1 . Pertumbuhan Ekonomi (%)
5,8
5,9
6,3
2. Inflasi (%)
5,3
5,3
5,3
9.200
9.200
9.300
4. Suku Bunga SBI-3 Bulan (%)
6,5
6,5
6,5
5. Harga Miny ak ICP (USD)
80
80
80
0,965
0,965
0,97 0
3. Nilai Tukar (Rp/USD)
6. Lifting Miny ak (juta barel/hari) Sumber : Kementerian Keuangan
Seiring membaiknya perekonomian dunia, berbagai masalah dan tantangan baru akan dihadapi Pemerintah. Tantangan pokok pembangunan tahun 2011 adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan secara optimal. Tantangan lainnya yang juga dinilai penting adalah membangun tata kelola yang baik untuk dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan keuangan negara. Selain itu, untuk menjaga konsistensi kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan sinergi antara pusat dan daerah. Hal ini sangat penting, dalam rangka mengelola pembangunan daerah dan menyediakan pelayanan umum yang terbaik bagi masyarakat di daerah. Arah kebijakan fiskal dalam tahun 2011 adalah untuk mendukung sasaran pembangunan 2011 dalam bentuk: (a) pembangunan kesejahteraan; (b) pembangunan demokrasi; dan (c) penegakan hukum. Ketiga sasaran pembangunan tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Pertama, melanjutkan pembangunan menuju Indonesia sejahtera, sasaran di bidang ekonomi akan ditujukan untuk mencapai tingkat pertumbuhan pada kisaran 6,3 persen, pengendalian tingkat inflasi pada kisaran 5,3 persen, serta penurunan tingkat pengangguran menjadi sekitar 7,0 persen dan kemiskinan menjadi 11,5 sampai 12,5 persen. Sementara itu, sasaran di bidang pendidikan akan ditujukan untuk menurunkan angka buta aksara, meningkatkan angka partisipasi sekolah mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi, serta mengurangi disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan. Pada
II-54
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
bidang lainnya, sasaran pembangunan akan ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan, meningkatkan produksi energi dan listrik, serta pembangunan infrastruktur jalan serta jaringan prasarana dan penyediaan sarana transportasi; Kedua, sasaran penguatan pembangunan demokrasi akan ditujukan pada peningkatan kualitas demokrasi Indonesia; Ketiga, sasaran penegakan hukum ditujukan pada tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum dan terjaganya ketertiban umum. Untuk mencapai sasaran pembangunan dalam tahun 2011 tersebut, peran kebijakan fiskal sangat dibutuhkan dengan memanfaatkan secara optimal sumber-sumber pendapatan negara, pengalokasian belanja negara secara efisien dan efektif dalam melaksanakan program-program pembangunan, serta memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang layak dan berisiko rendah. Peran kebijakan fiskal tersebut diwujudkan dengan menetapkan defisit RAPBN 2011 pada tingkat 1,7 persen terhadap PDB. Hal tersebut didasarkan pada upaya optimalisasi sumber-sumber pendapatan negara, terutama melalui ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan serta ditopang langkah-langkah reformasi birokrasi di bidang perpajakan. Selain kebijakan perpajakan, Pemerintah juga melakukan langkahlangkah untuk terus meningkatkan produksi sumber daya alam, baik migas maupun nonmigas, guna meningkatkan PNBP. Di samping itu, dalam rangka menutup defisit dalam tahun 2011, Pemerintah mengutamakan sumber pembiayaan dari dalam negeri dan mengurangi sumber pembiayaan luar negeri dengan tetap mempertahankan penurunan rasio utang terhadap PDB secara bertahap untuk menjaga kesinambungan fiskal. Dalam tahun 2011, pendapatan negara dan hibah diperkirakan mencapai Rp1.086,4 triliun meningkat sebesar Rp94,0 triliun atau 9,5 persen jika dibandingkan dengan perkiraan di APBN-P 2010 yang sebagian besar didukung oleh penerimaan perpajakan. Penerimaan perpajakan dalam tahun 2011 diperkirakan akan mencapai Rp839,5 triliun (12,0 persen terhadap PDB), yang berarti mengalami kenaikan sebesar 12,9 persen dari target APBN-P 2010. Untuk mencapai target perpajakan dalam tahun 2011 tersebut, Pemerintah akan tetap melanjutkan upaya perbaikan administrasi perpajakan, melanjutkan program reformasi perpajakan jilid II dan melakukan berbagai upaya tambahan (extra effort). Dalam rangka perbaikan administrasi perpajakan, dilakukan pula pengalihan BPHTB serta PBB sektor perkotaan dan pedesaan menjadi pajak daerah sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dalam tahun 2011, PNBP diperkirakan akan mencapai Rp243,1 triliun, yang berarti mengalami penurunan 1,7 persen dari perkiraan realisasinya di APBN-P 2010. Kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh penurunan PNBP sumber daya alam (SDA) yang berasal dari migas dan nonmigas. PNBP SDA Migas diperkirakan sebesar Rp145,3 triliun dan PNBP SDA nonmigas diperkirakan sebesar Rp12,9 triliun. Untuk mencapai target PNBP di tahun 2011, Pemerintah akan mengambil beberapa kebijakan, diantaranya: Pertama, peningkatan pengusahaan migas nasional, penyediaan pasokan migas dan penerapan efisiensi cost recovery migas berdasarkan ketentuan yang ada. Kedua, peningkatan inventarisasi kuasa pertambangan, pengawasan produksi dan penjualan mineral dan batubara secara terpadu, pembuatan patokan harga batubara sebagai acuan oleh KP dan PKP2B, penatausahaan hasil hutan berbasis teknologi informasi, pelaksanaan skema kemitraan antara perusahaan perikanan asing dengan pelaku perikanan domestik, dan peningkatan investasi pengembangan panas bumi dengan dukungan kebijakan fiskal dan nonfiskal. Ketiga, peningkatan kinerja BUMN dan penerapan pay-out ratio yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing BUMN. Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-55
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Dalam upaya mendukung tujuan pembangunan nasional, belanja negara tahun 2011 diproyeksikan akan mencapai Rp1.202,0 triliun atau meningkat 6,7 persen dari APBN-P 2010. Peningkatan belanja negara ini utamanya dipengaruhi oleh peningkatan belanja Pemerintah pusat sebesar 5,4 persen menjadi Rp823,6 triliun, serta peningkatan transfer ke daerah 9,8 persen menjadi Rp378,4 triliun, yang utamanya bersumber dari peningkatan dana alokasi umum dan dana alokasi khusus. Alokasi belanja Pemerintah pusat dalam tahun 2011 akan diarahkan antara lain untuk: (1) perbaikan kesejahteraan aparatur negara dan pensiunan; (2) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi; (3) penyelenggaraan kegiatan operasional pemerintah yang lancar sambil terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; (4) pencapaian pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui pembangunan infrastruktur untuk domestic connectivity dan pengembangan KEK serta kelancaran distribusi barang, jasa dan informasi; (5) pengalokasian anggaran subsidi yang lebih tepat sasaran; (6) perlindungan sosial kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah; dan (7) pemberdayaan masyarakat. Sejalan dengan meningkatnya belanja pusat, transfer ke daerah juga mengalami peningkatan. Peningkatan tersebut ditujukan untuk: (i) meningkatkan kapasitas fiskal daerah; (ii) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah; (iii) menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sesuai pembagian urusan pemerintahan; (iv) meningkatkan kualitas pelayanan publik; (v) mendukung kesinambungan fiskal nasional; (vi) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (vii) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan (viii) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah. Dalam rangka membiayai defisit GRAFIK II.47 RAPBN 2011 sebesar 1,7 persen dari PERKEMBANGAN DEFISIT APBN, 2005 - 2011 PDB, sumber pembiayaan utama (persen terhadap PDB) diharapkan berasal dari dalam negeri, 0,0 baik melalui utang maupun nonutang. ‐0,5 Pembiayaan nonutang direncanakan ‐1,0 bersumber dari rekening dana investasi ‐1,5 dan hasil pengelolaan aset yang ‐2,0 dikombinasikan dengan kebijakan ‐2,5 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 dukungan investasi pemerintah, APBN-P RAPBN terutama untuk infrastruktur dan Sumber : Kementerian Keuangan pembiayaan UMKM. Pembiayaan utang bersumber dari penerbitan SBN dan pinjaman luar negeri yang terdiri atas pinjaman program dan pinjaman proyek. Pembiayaan dalam negeri dalam tahun 2011 diperkirakan sebesar Rp118,7 triliun, sedangkan pembiayaan luar negeri diperkirakan sebesar minus Rp3,0 triliun. Perkembangan defisit periode 20042011 dapat dilihat pada Grafik II.47. Meskipun terbatas, Pemerintah terus mengupayakan sumber pembiayaan nonutang, terutama dari rekening dana investasi (RDI) dan hasil pengelolaan aset. Di sisi lain, Pemerintah juga akan terus mendukung pembiayaan infrastruktur dalam bentuk investasi Pemerintah dan fasilitas likuiditas perumahan, serta penjaminan infrastruktur. Selain itu Pemerintah juga akan melanjutkan pembiayaan untuk revitalisasi program kredit usaha rakyat (KUR) guna meningkatkan kapasitas penjaminan.
II-56
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Strategi pengelolaan utang dalam tahun 2011 akan diarahkan melalui: (a) penerapan frontloading strategy secara terukur dalam penerbitan SBN untuk memanfaatkan momentum pasar di awal tahun; (b) penerbitan SBN secara reguler untuk meningkatkan likuiditas pasar sekunder, memberikan certainty dan predictability di pasar keuangan, serta pengembangan pasar; (c) diversifikasi instrumen SBN untuk meningkatkan basis investor dan daya serap pasar; (d) penerapan crisis management protocol dalam rangka menjaga stabilitas pasar surat berharga; serta (e) pengelolaan risiko fiskal utang untuk menurunkan tekanan (exposure) terhadap risiko suku bunga, nilai tukar, dan risiko pembiayaan kembali. Kebijakan fiskal dalam pengelolaan APBN pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai instrumen kebijakan Pemerintah dalam melakukan alokasi, distribusi, dan stabilisasi perekonomian nasional. Kebijakan keuangan negara yang tertuang dalam APBN pada dasarnya memuat rencana kerja dan anggaran Pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, mengalokasikan sumber-sumber ekonomi, mendistribusikan barang dan jasa, serta menjaga stabilisasi dan akselerasi kinerja ekonomi. Oleh karena itu, strategi dan pengelolaan APBN memegang peranan yang cukup penting dalam rangka mencapai sasaransasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Dalam Tabel II.11 dapat dilihat secara menyeluruh RAPBN 2011.
2.4.5 Kebijakan Fiskal 2011 2.4.5.1 Kebijakan Alokasi Kebijakan alokasi dalam RAPBN 2011 diarahkan untuk mendukung terwujudnya efisiensi dan efektivitas dalam perekonomian. Kebijakan tersebut dilakukan Pemerintah terutama melalui pengalokasian anggaran belanja negara untuk mendukung penyediaan barang dan jasa secara langsung dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik. Pelaksanaan kebijakan alokasi tersebut dilakukan Pemerintah dengan mendukung program-program pembangunan antara lain reformasi birokrasi dan tata kelola, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan, peningkatan infrastruktur, tersedianya sumber energi yang memadai, konservasi lingkungan hidup dan pengelolaan bencana, serta mendorong terwujudnya inovasi teknologi. Guna mendukung program-program pembangunan tersebut, pengalokasian pengeluaran di bidang reformasi birokrasi dan tata kelola akan difokuskan terutama untuk: (a) meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; (b) meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; dan (c) meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui sinergi pusat dan daerah dan pengembangan data kependudukan yang akurat. Sementara itu kebijakan pengalokasian pengeluaran di bidang pendidikan akan dipusatkan pada upaya: (a) meningkatkan rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas; (b) menurunkan angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke atas; dan (c) meningkatkan angka partisipasi siswa dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Di bidang kesehatan, kebijakan pengalokasian pengeluaran akan difokuskan pada upaya untuk: (a) meningkatkan pelaksanaan upaya kesehatan masyarakat preventif yang terpadu; (b) meningkatkan jumlah kota yang memiliki rumah sakit standar kelas dunia (world class); (c) meningkatkan persentase ketersediaan obat dan vaksin; serta (d) meningkatkan persentase penduduk yang memiliki jaminan kesehatan.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-57
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Tabel II.11 RINGKASAN APBN 2010 - 2011 (dalam triliun rupiah) 2010 APBN-P A. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH I.
RAPBN
992,4
1 .086,4
PENERIMAAN DALAM NEGERI
990,5
1 .082,6
1 . PENERIMAAN PERPAJAKAN
7 43,3
839,5
1 1 ,9
1 2,0
b. Pajak Perdagangan Internasional
7 20,8 22,6
81 6,4 23,1
2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
247 ,2
243,1
1 64,7
1 58,2
b. Bagian Laba BUMN
29,5
26,6
c. PNBP Lainny a
43,5 9,5
43,4 1 4,9
1 ,9
3,7
1 .1 26,1 7 81 ,5 366,1 41 5,4
1 .202,0 823,6 41 0,4 41 3,2
Tax Ratio (% thd PDB) a. Pajak Dalam Negeri
a. Penerimaan SDA
d. Pendapatan BLU II. HIBAH B. BELANJA NEGARA I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1. Belanja K/L 2. Belanja Non K/L II. TRANSFER KE DAERAH
344,6
37 8,4
1 . Dana Perimbangan
31 4,4
329,1
a. Dana Bagi Hasil
89,6
82,0
b. Dana Alokasi Umum
203,6
221 ,9
c. Dana Alokasi Khusus
21 ,1
25,2
30,2
49,3
(28,1 )
0,7
2. Dana Otonomi Khusus dan Peny esuaian C. KESEIMBANGAN PRIMER D. SURPLUS DEFISIT ANGGARAN (A - B) % Defisit Terhadap PDB E. PEMBIAY AAN (I + II) I.
2011
PEMBIAY AAN DALAM NEGERI
II. PEMBIAY AAN LUAR NEGERI (neto)
(1 33,7 )
(1 1 5,7 )
(2,1 )
(1 ,7 )
1 33,7
1 1 5,7
1 33,9
1 1 8,7
(0,2)
(3,0)
Sumber : Kementerian Keuangan
II-58
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Sementara itu untuk bidang infrastruktur, pemerintah akan mengalokasikan pengeluaran dalam rangka: (a) mendukung ketahanan pangan nasional; (b) mengoptimalkan layanan irigasi dan rawa; dan (c) meningkatkan keterhubungan antarwilayah (domestic connectivity).
2.4.5.2 Kebijakan Distribusi Kebijakan distribusi dalam RAPBN 2011 diarahkan untuk pemerataan pendapatan serta pemerataan barang dan jasa pada masyarakat, mendistribusikan kemakmuran dan mewujudkan keadilan guna mengurangi kesenjangan ekonomi dan pembangunan. Di sisi belanja negara, fungsi distribusi dalam RAPBN 2011 ditempuh antara lain melalui program perlindungan sosial bagi masyarakat miskin, program nasional pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Dalam tahun 2011, perlindungan sosial bagi masyarakat miskin dilakukan antara lain melalui: (1) peningkatan pelayanan sosial dasar bagi masyarakat; (2) pemberian beasiswa untuk siswa miskin; dan (3) subsidi beras untuk rumah tangga sasaran. Untuk mendukung kebijakan distribusi, program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM) akan lebih ditujukan untuk: (1) peningkatan keberdayaan masyarakat dan PNPM perdesaan; (2) penanggulangan kemiskinan perkotaan (PNPM perkotaan); (3) percepatan pembangunan infrastruktur perdesaan; (4) pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP); (5) percepatan pembangunan daerah tertinggal; dan (6) pemberdayaan keluarga dan fakir miskin melalui peningkatan keterampilan usaha. Dalam pemberdayaan usaha mikro dan kecil, kebijakan distribusi dilakukan antara lain dengan: (1) penyediaan skema penjaminan kredit UMKM, termasuk KUR; (2) penyediaan dana bergulir untuk kegiatan produktif skala usaha mikro; (3) pemberdayaan ekonomi, sosial dan budaya pelaku usaha perikanan dan masyarakat pesisir; (4) pengembangan agroindustri perdesaan; (5) pengembangan kawasan trasmigrasi kota terpadu mandiri; dan (6) percepatan pembangunan daerah tertinggal. Sementara itu, kebijakan transfer ke daerah dalam tahun 2011 diarahkan untuk: (a) meningkatkan kapasitas fiskal daerah; (b) mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah serta antar daerah; (c) menyelaraskan kebutuhan pendanaan di daerah sesuai pembagian urusan pemerintahan; (d) meningkatkan kualitas pelayanan publik: (e) mendukung kesinambungan fiskal nasional; (f) meningkatkan kemampuan daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah; (g) meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya nasional; dan (h) meningkatkan sinkronisasi antara rencana pembangunan nasional dengan rencana pembangunan daerah.
2.4.5.3 Kebijakan Stabilisasi Kebijakan stabilisasi diarahkan untuk menjaga dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian sesuai peran pemerintah sebagai stabilisator perekonomian. Dari sisi makro, Pemerintah sebagai otoritas fiskal dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian dilakukan dengan menjaga laju pertumbuhan ekonomi pada level yang cukup tinggi melalui peningkatan kualitas belanja negara. Pada sisi pendapatan, Pemerintah senantiasa mengupayakan peningkatan penerimaan perpajakan untuk membiayai program-program
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-59
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
pembangunan. Hal ini dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan dengan tetap menjaga iklim investasi dan kesinambungan dunia usaha. Sementara itu pada sisi belanja, Pemerintah mengupayakan alokasi anggaran untuk mendukung ketahanan pangan dengan: (a) memelihara swasembada beras dan meningkatkan tingkat swasembada bahan pangan utama lainnya untuk mengurangi impor; (b) membangun dan meningkatkan luas layanan infrastruktur sumberdaya air dan irigasi; (c) menurunkan jumlah penduduk dan daerah yang rawan pangan; dan (d) menjaga stabilitas harga pangan dalam negeri tetap terjangkau. Sedangkan kebijakan stabilisasi melalui subsidi diarahkan antara lain untuk: (1) menjaga stabilitas harga barang dan jasa, (2) memberikan perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, (3) menjaga daya beli konsumen, dan (4) menjaga ketersediaan barang dan jasa. Adapun pada sisi pembiayaan ditempuh dengan pengelolaan pembiayaan dalam batas yang manageable melalui upaya (a) mencari sumber pembiayaan yang berisiko rendah; (b) menggali sumber pembiayaan dari dalam negeri dan pengurangan pinjaman luar negeri secara bertahap; (c) pemanfaatan pinjaman untuk kegiatan produktif.
2.4.6 Dampak Makro APBN 2.4.6.1 Pengendalian Defisit Gabungan RAPBN dan RAPBD Dalam melaksanakan fungsi stabilisasi, distribusi, dan alokasi, Pemerintah senantiasa mengarahkan kebijakan fiskal yang ekspansif dan sekaligus melakukan konsolidasi fiskal. Krisis ekonomi global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir telah berpengaruh pada aktivitas sektor swasta dalam perekonomian nasional. Hal tersebut menyebabkan Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah proaktif untuk menjamin proses pemulihan dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi agar dapat terus berjalan, diantaranya dengan mendukung pembangunan infrastruktur guna mendorong pertumbuhan ekonomi, menggerakkan sektor riil, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi tingkat kemiskinan. Pada RAPBN 2011, dengan pendapatan negara dan hibah sebesar Rp1.086,4 triliun atau 15,5 persen PDB dan belanja negara sebesar Rp 1.202,0 triliun atau sebesar 17,2 persen PDB, defisit anggaran diperkirakan sebesar Rp115,7 triliun atau 1,7 persen PDB. Rencana defisit anggaran tahun 2011 tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan defisit anggaran pada APBN-P 2010. Sejak tahun 2006, besaran defisit mulai agak diperlonggar dengan memberikan ruang fiskal (fiscal space) untuk melakukan ekspansi. Sedangkan pada sisi lain, upaya untuk mengadakan pengendalian defisit tetap dilakukan guna mewujudkan ketahanan fiskal yang berkesinambungan. Adapun upaya Pemerintah untuk melakukan pengendalian dan pemantauan defisit anggaran secara nasional dilakukan melalui pembatasan defisit APBD dan pinjaman daerah setiap tahun oleh Kementerian Keuangan. Sejalan dengan target defisit RAPBN 2011 sebesar 1,7 persen PDB, anggaran transfer ke daerah pada tahun 2011 diperkirakan akan meningkat 9,8 persen menjadi Rp378,4 triliun bila dibandingkan dengan anggarannya pada APBN-P tahun 2010. Dengan meningkatnya alokasi transfer ke daerah diharapkan sumber-sumber pendapatan daerah juga akan meningkat. Dengan adanya peningkatan pendapatan daerah dalam APBD, pada tahun 2011 pemerintah daerah juga diharapkan lebih memprioritaskan belanja daerah untuk mendorong peningkatan pembangunan, peningkatan kualitas pelayanan publik serta perbaikan tingkat
II-60
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
Boks II.1 Ruang Fiskal (Fiscal Space) Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki oleh Pemerintah dalam mengalokasikan APBN bagi kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas pembangunan nasional. Dengan demikian semakin besar fiscal space yang tersedia, makin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh Pemerintah untuk meningkatkan alokasi belanja negara pada kegiatan-kegiatan yang menjadi prioritas nasional seperti pembangunan proyek-proyek infrastruktur. Fiscal space dapat diperoleh dengan mengurangi total pengeluaran belanja non-discretionary/terikat seperti belanja pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan pengeluaran yang dialokasikan untuk daerah. Penciptaan ruang fiskal (fiscal space), dapat ditempuh melalui beberapa langkah diantaranya sebagai berikut: (a) meningkatkan pendapatan negara baik yang berasal dari penerimaan perpajakan maupun bukan pajak (PNBP); (b) melakukan penajaman prioritas belanja negara, dengan melakukan pemotongan belanja negara yang kurang menjadi prioritas, penurunan belanja subsidi, dan penurunan berkala pembayaran bunga utang; dan (c) meningkatkan efisiensi, dengan melakukan pemberantasan korupsi, peningkatan kualitas SDM PNS, peningkatan tata kelola yang baik, dan pengurangan biaya-biaya overhead administratif. Fiscal space Indonesia dari tahun 2005-2011 dapat dilihat pada grafik berikut. persen 25 20 15 10 5
5,40
4,34
4,65
4,38
4,80
5,00
4,88
0 2005
2006
2007
Government Expenditure
2008
2009
Non-Discretionary Spending
2010 APBN-P
2011 RAPBN
Fiscal Space
Sebagaimana terlihat pada grafik di atas, fiscal space Indonesia terus mengalami peningkatan selama periode 2005-2011. Fiscal space meningkat dari 4,34 persen dari GDP pada tahun 2005 menjadi 4,88 persen pada tahun 2011, atau rata-rata kenaikan tiap tahun sebesar 0,09 persen terhadap GDP. Peningkatan fiscal space tersebut tidak lepas dari kebijakan fiskal yang dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara serta pengendalian belanja negara. Kebijakan Pendapatan Negara. Perkembangan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode 2005-2011 menunjukkan adanya tren kenaikan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 14,0 persen. Pertumbuhan tersebut terjadi baik pada penerimaan dalam negeri maupun hibah yang masing-masing rata-rata tumbuh sebesar 14,0 persen dan 19,2 persen. Secara lebih rinci, dalam periode 2005-2011, pertumbuhan penerimaan dalam negeri didukung oleh pertumbuhan penerimaan perpajakan yang rata-rata tumbuh sebesar 15,9 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) 8,8 persen. Peningkatan realisasi
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-61
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
pendapatan negara dan hibah tersebut tidak lepas dari perkembangan kondisi makroekonomi, dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah selama periode 2005-2011 baik di bidang perpajakan maupun PNBP. Secara umum, kebijakan perpajakan diarahkan untuk terus meningkatkan penerimaan tanpa membebani perkembangan dunia usaha. Dalam hal ini, tiga strategi yang diterapkan Pemerintah adalah dengan melakukan (a) reformasi di bidang administrasi; (b) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; (c) reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi; dan (d) peningkatan manajemen sumber daya manusia serta peningkatan teknologi informasi dan komunikasi. Sementara itu di bidang PNBP, kebijakan yang telah diambil lebih diarahkan untuk mengoptimalkan penerimaan dengan menerapkan kebijakan antara lain: (1) peningkatan produksi/lifting migas; (2) peningkatan kinerja BUMN; (3) melakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundang-undangan; (4) identifikasi potensi PNBP; dan (5) peningkatan pengawasan PNBP kementerian negara/lembaga Kebijakan Belanja Negara. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir (2005–2011), anggaran belanja Pemerintah pusat mengalami peningkatan rata-rata 14,7 persen per tahun, yaitu dari Rp361,2 triliun (13,0 persen terhadap PDB) dalam tahun 2005 menjadi sebesar Rp823,6 triliun (11,8 persen terhadap PDB) dalam RAPBN tahun 2011. Perkembangan volume anggaran belanja Pemerintah pusat dalam kurun waktu tersebut, di samping dipengaruhi oleh perkembangan berbagai indikator ekonomi makro juga sangat dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan fiskal di bidang belanja negara yang dilakukan oleh Pemerintah. Beberapa kebijakan tersebut diantaranya: (1) penghematan belanja K/L dengan penajaman prioritas kegiatan dan penundaan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak prioritas; (2) penghematan anggaran belanja subsidi BBM dan subsidi listrik, melalui perbaikan parameter produksi dan berbagai parameter lainnya pada perhitungan subsidi BBM dan subsidi listrik, serta peningkatan efisiensi PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Kebijakan penghematan anggaran belanja subsidi ini telah berhasil menurunkan rasio subsidi terhadap belanja Pemerintah pusat dari 33,4 persen dalam tahun 2005 menjadi sekitar 22,4 persen dari rencana anggaran belanja Pemerintah pusat dalam RAPBN tahun 2011; (3) penghematan anggaran transfer ke daerah, khususnya untuk kegiatan-kegiatan yang dibiayai dengan dana infrastruktur sarana dan prasarana; (4) perbaikan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah, diutamakan melalui kompetisi dan persaingan sehat; (5) menaikkan alokasi pembiayaan infrastruktur, dari Rp26,1 triliun pada tahun 2005 menjadi Rp139,4 triliun pada tahun 2011. Kebijakan-kebijakan di bidang belanja negara ini telah berhasil menurunkan anggaran non-discretionary spending dan meningkatkan discretionary spending dari 23,6 persen pada tahun 2005 menjadi 29,9 persen pada RAPBN tahun 2011. Perkembangan realisasi pendapatan negara dan hibah dalam periode 2005-2011 menunjukkan adanya tren kenaikan dengan rata-rata sebesar 14,0 persen. Dalam periode tersebut, kenaikan penerimaan dalam negeri didukung oleh penerimaan perpajakan yang rata-rata meningkat sebesar 15,9 persen dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar 8,8 persen. Dalam kurun waktu yang sama, anggaran belanja Pemerintah pusat mengalami peningkatan rata-rata 14,7 persen per tahun, yaitu dari Rp361,2 triliun dalam tahun 2005 menjadi sebesar Rp823,6 triliun dalam RAPBN tahun 2011. Perkembangan volume anggaran belanja negara dalam kurun waktu tersebut, di samping dipengaruhi oleh perkembangan berbagai indikator ekonomi makro, juga sangat dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan untuk pengendalian, penajaman, serta peningkatan efisiensi dan efektivitas belanja negara. Kebijakan di bidang belanja negara tersebut telah berhasil menurunkan anggaran non-discretionary spending
II-62
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
dan meningkatkan discretionary spending dari 23,6 persen pada tahun 2005 menjadi 29,9 persen pada RAPBN tahun 2011.
kesejahteraan masyarakat di daerah. Untuk mencapai target-target pembangunan di daerah, total defisit konsolidasi RAPBD tahun 2011 diperkirakan akan sebesar 0,3 persen terhadap PDB. Dengan target defisit RAPBD tahun 2011 tersebut serta target defisit RAPBN 2011 sebesar 1,7 persen terhadap PDB, maka kumulatif defisit RAPBD dan RAPBN tahun 2011 diperkirakan sebesar 2,0 persen terhadap PDB.
2.4.6.2 Dampak Ekonomi RAPBN Tahun 2011 APBN merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal Pemerintah untuk mengarahkan perekonomian nasional. Mengingat kebijakan fiskal melalui APBN merupakan bagian integral dari perilaku perekonomian secara keseluruhan, besaran-besaran pada APBN secara langsung maupun tak langsung akan mempunyai dampak yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum, dampak kebijakan APBN terhadap ekonomi makro dapat diamati dari pengaruhnya terhadap tiga hal pokok yaitu: (a) sektor riil; (b) moneter; dan (c) cadangan devisa. Dalam rangka mendorong aktivitas perekonomian, kebijakan anggaran negara mempunyai peranan yang cukup penting terutama pada saat dunia usaha belum sepenuhnya pulih akibat krisis ekonomi. Instrumen kebijakan yang dilakukan Pemerintah melalui APBN, dilakukan baik dari sisi penerimaan maupun sisi belanja. Dari sisi penerimaan, Pemerintah dapat mendorong aktivitas perekonomian melalui kebijakan perpajakan. Sementara itu, dari sisi belanja, alokasi anggaran diharapkan dapat mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan pengangguran dan kemiskinan. Untuk mengetahui dampak besaran APBN pada sektor riil, transaksi pengeluaran APBN dikelompokkan sebagai pengeluaran konsumsi Pemerintah dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Dampak APBN terhadap sektor riil dapat dilihat dalam Grafik II.48. GRAFIK II.48 DAMPAK PADA SEKTOR RIIL 2005-2011 (trliun rupiah)
1.000,0 750,0
420,7
500,0 294,2 250,0
460,1
133,8
613,7
178,6
209,0
170,1
100,2
119,6
320,5
340,5
399,5
443,6
2006
2007
2008
2009
68,2
226,0
533,3
819,2 734,3
555,7
610,1
APBN-P 2010
RAPBN 2011
2005
Sumber : Kementerian Keuangan
Konsumsi Pemerintah
Pembentukan Modal Tetap Bruto
Komponen konsumsi Pemerintah dalam RAPBN 2011 diperkirakan mencapai Rp610,1 triliun atau sekitar 8,7 persen terhadap PDB. Secara nominal, besarnya konsumsi Pemerintah menunjukkan peningkatan 9,8 persen bila dibandingkan dengan konsumsi Pemerintah dalam APBN-P 2010. Peningkatan terbesar terjadi pada komponen belanja barang sebesar
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-63
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
16,8 persen yang pada tahun 2011 sekitar Rp131,5 triliun (1,9 persen terhadap PDB), lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengeluarannya di tahun 2010. Sementara itu, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) Pemerintah dalam RAPBN 2011 mencapai Rp209,0 triliun atau sekitar 3,0 persen terhadap PDB, lebih tinggi 17,0 persen bila dibandingkan dengan APBN-P 2010 sebesar Rp178,6 triliun (2,9 persen terhadap PDB). Sumber utama PMTB Pemerintah dalam tahun 2010 berasal dari belanja modal Pemerintah pusat. Peningkatan belanja modal dalam tahun 2011, sejalan dengan upaya Pemerintah untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi 2011 yang lebih tinggi. Transaksi keuangan Pemerintah dalam APBN juga berpengaruh terhadap sektor moneter. Transaksi dalam APBN dapat dikelompokkan berdasarkan transaksi keuangan dalam bentuk rupiah dan valuta asing. Dengan mengelompokkan transaksi keuangan Pemerintah yang menggunakan rupiah, diperkirakan akan berdampak pada ekspansi/kontraksi rupiah dalam perekonomian. Secara rinci dampak APBN terhadap rupiah dalam APBN 2007—2010 dan RAPBN 2011 dapat dilihat dalam Grafik II.49. GRAFIK II.49 DAMPAK PADA RUPIAH, 2005 - 2011 (triliun rupiah)
1.400 1.200
956,7
1.000 800 600 400
637,6 490,3
386,1
491,7
730,7
816,4
811,8
916,1
1.100,1 953,2
1.169,1 1.020,6
575,3
200 0 -200
(104,2)
-400 2005
(146,0) 2006
Sumber : Kementerian Keuangan
(155,5) 2007
(144,9) 2008
Penerimaan Rupiah
(99,7) 2009
(146,9) APBN-P 2010
Pengeluaran Rupiah
(148,5) RAPBN 2011
Kontraksi/(Ekspansi)
Pada tahun 2011, total penerimaan rupiah Pemerintah diperkirakan mencapai sekitar Rp1.020,6 triliun (14,6 persen terhadap PDB), lebih tinggi 7,1 persen bila dibandingkan dengan total penerimaan rupiah dalam APBN-P 2010 sebesar Rp953,2 triliun (15,2 persen terhadap PDB). Sumber utama penerimaan rupiah Pemerintah dalam RAPBN 2011 diperkirakan berasal dari penerimaan nonmigas. Sebagian besar penerimaan nonmigas berasal dari penerimaan perpajakan dalam bentuk rupiah. Secara keseluruhan, pengeluaran rupiah dalam RAPBN 2011 mencapai sekitar Rp1.169,4 triliun (16,7 persen terhadap PDB), terutama dialokasikan untuk belanja operasional (pegawai, barang, bunga utang, subsidi, bantuan sosial, dan lainnya). Komponen pengeluaran operasional mengalami penurunan bila dibandingkan dengan komponen pengeluaran operasional pada APBN-P 2010, baik secara nominal maupun proporsinya terhadap PDB. Penurunan yang signifikan terjadi pada komponen subsidi dari sebesar Rp201,3 triliun pada APBN-P 2010, turun menjadi Rp184,8 triliun pada RAPBN 2011. Hal yang sama terjadi pada komponen belanja lainnya yang turun dari Rp32,9 triliun pada APBN-P 2010, menjadi Rp26,3 triliun pada RAPBN 2011. Sementara itu, komponen belanja pegawai meningkat menjadi Rp180,6 triliun atau sekitar 2,6 persen terhadap PDB. Hal ini sejalan dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan PNS, TNI, Polri, dan Pensiunan melalui
II-64
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
GRAFIK II.50 DAMPAK PADA VALAS, 2005-2011 (triliun rupiah) 140
112.9
120 100
89.6
80 60 40
62.5
74.6 101.2
72.8
72.4
65.6 126.1 89.5
81.8
73.0
20 0 -20
(10.3)
-40 2005
(26.6) 2006
Sumber : Kementerian Keuangan
77.9
(23.9) 2007
Transaksi Berjalan
68.9
9.0
(9.4)
(13.2) 2008
16.6
2009
APBN-P 2010
Transaksi Modal Pemerintah
RAPBN 2011 Dampak Valas
pemberian gaji ke-13 dan kenaikan gaji pokok sebesar 10 persen serta pemberian remunerasi untuk K/L yang telah siap melaksanakan reformasi birokrasi. Begitu juga komponen belanja bunga utang dalam negeri mengalami peningkatan menjadi Rp80,4 triliun (1,1 persen terhadap PDB), disebabkan oleh tambahan penerbitan SBN. Transaksi keuangan Pemerintah dalam RAPBN 2011 secara total diperkirakan berdampak ekspansif, yaitu sebesar Rp148,5 triliun (2,1 persen terhadap PDB), lebih tinggi bila dibandingkan dengan dampaknya pada APBN-P 2010 sebesar Rp146,9 triliun (2,3 persen terhadap PDB). Dampak APBN terhadap transaksi valuta asing (valas) dapat dilihat pada Grafik II.50. Pada tahun 2011, penerimaan valas Pemerintah dari transaksi berjalan diperkirakan mencapai sekitar Rp68,9 triliun yang diperkirakan mengalami penurunan 5,6 persen dari APBN-P 2010, terutama dari turunnya penerimaan yang bersumber dari ekspor migas. Sementara itu, transaksi modal Pemerintah di tahun 2011 diperkirakan sebesar 9,0 triliun atau mengalami penurunan 46,0 persen bila dibandingkan dengan APBN-P 2010. Penurunan tersebut terutama disebabkan lebih rendahnya sumber pembiayaan pembangunan dari luar negeri. Dengan demikian, secara keseluruhan dampak valas pada tahun 2011 adalah positif sebesar Rp77,9 triliun (1,1 persen terhadap PDB), lebih rendah bila dibandingkan dengan dampaknya pada APBN-P 2010 yang sebesar Rp89,6 triliun (1,4 persen terhadap PDB). Dengan demikian, diperkirakan dampak APBN pada penambahan valas di tahun 2011 akan mengalami penurunan dibandingkan dari tahun sebelumnya.
2.4.7 Proyeksi Fiskal Jangka Menengah 2.4.7.1
Kerangka APBN Jangka Menengah
Kerangka APBN Jangka Menengah atau Medium Term Budget Framework (MTBF) merupakan kerangka penganggaran jangka menengah yang meliputi kerangka pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam jangka menengah yang disajikan secara terbuka kepada publik. MTBF menyajikan ringkasan mengenai: (a) proyeksi indikator ekonomi makro yang menjadi dasar penyusunan RAPBN; (b) prioritas APBN; (c) sasaran dan tujuan yang hendak dicapai pemerintah melalui kebijakan fiskal ke depan; dan (d) proyeksi mengenai sumbersumber pembiayaan yang tersedia dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan. Angka-angka
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-65
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
proyeksi yang termuat dalam MTBF, setiap tahun akan diperbaharui, dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi aktual ekonomi makro dan berbagai kebijakan fiskal yang ditempuh pemerintah. Dengan adanya MTBF, Pemerintah diharapkan dapat menyelaraskan antara perencanaan dengan penganggaran, termasuk juga antara kebutuhan dengan kebijakan belanja negara serta alternatif pendanaannya, sehingga dalam pengalokasian anggaran diharapkan memenuhi aspek efisiensi, efektivitas dan terjaminnya kesinambungan fiskal. Penyusunan MTBF dilakukan berdasarkan proyeksi asumsi makro jangka menengah dan kebijakan jangka menengah di bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Dalam penetapan kerangka asumsi makro jangka menengah, Pemerintah senantiasa mempertimbangkan faktor internal dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kinerja ekonomi makro nasional dalam jangka menengah, antara lain: (a) tetap terkendalinya konsolidasi fiskal guna mendukung fiscal sustainability; (b) penyerapan belanja negara yang diupayakan semakin optimal; (c) rasio utang terhadap PDB yang cenderung menurun; (d) pembangunan infrastruktur semakin berkualitas; dan (e) penerapan target inflasi (inflation targeting) yang terkendali. Sedangkan faktor eksternal diperkirakan cukup kondusif bagi perkembangan ekonomi makro nasional, yaitu: (a) perekonomian global yang diperkirakan tumbuh pada level yang moderat; (b) harga minyak mentah internasional yang diperkirakan cenderung relatif stabil; dan (c) pemulihan perekonomian global. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas, proyeksi asumsi makro jangka menengah dapat dilihat pada Tabel II.12. Di samping proyeksi asumsi makro jangka menengah, penyusunan MTBF juga dipengaruhi oleh kebijakan jangka menengah di bidang pendapatan, belanja dan pembiayaan. Kebijakan di bidang perpajakan meliputi: (a) ekstensifikasi dan intensifikasi perpajakan; (b) menggali dan memperbaiki basis pajak; (c) meningkatkan penyuluhan dan pelayanan kepada wajib pajak; dan (d) melanjutkan penyempurnaan kelembagaan dan reformasi perpajakan dan kepabeanan. Tabel II.12 KERANGKA ASUMSI MAKRO JANGKA MENENGAH, 2010 - 2014
Uraian Pertumbuhan Ekonomi (%) Inflasi (%) SBI 3 Bulan (%) Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) Harga Minyak (US$) Produksi Minyak (MBCD)
APBN-P 2010 5,8 5,3 6,5 9.200 80 0,965
RAPBN 2011 6,3 5,3 6,5 9.300 80 0,970
2012
2013
2014
6,4 - 6,9 4,0 - 6,0 6,0 - 7,5 9.250 - 9.750 65 - 85 0,990
6,7 - 7,4 3,5 - 5,5 5,5 - 7,0 9.250 - 9.850 70 - 90 1,000
7,0 - 7,7 3,5 - 5,5 5,5 - 6,5 9.250 - 9.850 80 - 100 1,010
Sumber : Kementerian Keuangan
Sementara itu, kebijakan di bidang PNBP dilakukan antara lain dengan: (a) mendorong terciptanya iklim investasi yang kondusif; (b) mengevaluasi dan memperbaiki peraturan, sistem dan prosedur PNBP K/L; dan (c) meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan dan penyetoran PNBP ke kas negara. Pada sisi belanja, kebijakan belanja pemerintah pusat diarahkan untuk: (a) meningkatkan kesejahteraan pegawai; (b) meningkatkan kualitas pelayanan publik; (c) menjaga stabilitas
II-66
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
harga komoditas strategis; (d) memberikan perlindungan kepada masyarakat; dan (e) meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur. Dalam perencanaan jangka menengah, kebijakan transfer ke daerah masih ditekankan untuk menjaga konsistensi dan kesinambungan proses konsolidasi desentralisasi fiskal sebagai upaya pemantapan penyelenggaraan otonomi daerah. Kebijakan tersebut selain diprioritaskan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat dan daerah (vertical fiscal imbalance), dan antardaerah (horizontal fiscal imbalance), juga untuk mengurangi kesenjangan pelayanan publik antardaerah (public service provision gap), serta meningkatkan kualitas alokasi belanja ke daerah. Arah kebijakan pembiayaan dalam jangka menengah dititikberatkan pada: (a) optimalisasi sumber-sumber pembiayaan dalam negeri; (b) penurunan stok utang secara bertahap; dan (c) pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. Upaya penurunan stok utang luar negeri dilakukan dengan penurunan outstanding, baik secara persentase terhadap PDB maupun secara nominal, terutama dari pinjaman luar negeri. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperkokoh ketahanan fiskal dalam menghadapi dinamika perekonomian global. Perkiraan besaran APBN dalam kerangka jangka menengah dapat dilihat dalam Tabel II.13. Tabel II.13 KERANGKA APBN JANGKA MENENGAH, 2010 - 2014 (persen thd PDB) Uraian
APBN-P 2010
RAPBN 2011
2012
2013
2014
A. Pendapatan Negara dan Hibah
16,9
15,5
16,0-16,2
16,4-16,6
16,9-17,1
B. Belanja Negara
20,1
17,2
17,5-17,7
17,8-18,0
18,1-18,3
0,4
0,0
0,2-0,4
0,4-0,6
0,5-0,7
(2,1)
(1,7)
(1,7) - (1,5)
(1,5) - (1,3)
(1,3) - (1,1)
2,1
1,7
1,5 - 1,7
1,3 -1,5
1,1 - 1,3
C. Keseimbangan Primer D. Surplus / (Defisit) E. Pembiayaan Sumber : Kementerian Keuangan
2.4.7.2 Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM) dan Penganggaran Berbasis Kinerja (PBK) Sesuai amanat paket perundang-undangan di bidang keuangan negara (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara), pengelolaan keuangan negara sejak tahun anggaran 2005 mengalami perubahan cukup mendasar, terutama dari sisi pendekatan penganggarannya, diantaranya adalah: (a) penerapan anggaran terpadu (unified budget); (b) pendekatan penyusunan pengeluaran jangka menengah-KPJM (medium term expenditure framework); dan (c) pendekatan penyusunan penganggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Pembaharuan sistem penganggaran ini diharapkan dapat mewujudkan pelaksanaan anggaran yang lebih efektif, efisien, transparan, dan akuntabel.
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-67
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Dasar pertimbangan penerapan KPJM dilandasi hal-hal sebagai berikut: (a) perlunya membangun sistem yang terintegrasi mencakup serangkaian proses perumusan kebijakan, perencanaan dan penganggaran; (b) perlunya mengembangkan sistem penganggaran yang lebih responsif sekaligus mampu mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik serta pemanfaatan sumber daya yang efisien; dan (c) perlunya membangun sistem penganggaran yang mampu mengantisipasi dampak dimasa mendatang atas kebijakan yang ditempuh saat ini. KPJM dapat memberi manfaat berupa: (a) meningkatnya predictability dan kesinambungan pembiayaan suatu program/kegiatan; (b) mendorong peningkatan kinerja K/L dalam memberikan pelayanan kepada publik; dan (c) memudahkan penyusunan perencanaan K/L pada tahun-tahun berikutnya. Penyusunan KPJM perlu mempertimbangkan sistem PBK yang merupakan suatu pendekatan yang menekankan pada pencapaian suatu hasil output dan outcome tertentu atas alokasi anggaran yang disediakan kepada seluruh unit kerja pemerintah yang pendanaannya berasal dari dana publik dalam APBN. Paradigma PBK tidak hanya terfokus pada penggunaan biaya sebagai input, melainkan juga pada hasil yang ingin dicapai atas alokasi anggaran tersebut. Dengan demikian, PBK dibutuhkan untuk mengintegrasikan antara perencanaan dan penganggaran. Dalam rangka implementasi penganggaran berbasis kinerja dan KPJM yang mulai diterapkan pada tahun 2009 dan 2010, walaupun masih terbatas pada 6 (enam) K/L sebagai pilot project, namun hal tersebut diharapkan dapat semakin diperluas pada seluruh K/L di tahun 2011. Untuk mendukung implementasi hal tersebut, telah di tempuh langkahlangkah penyempurnaan yang tertuang dalam Boks II.2. Boks II.2. Penganggaran Berbasis Kinerja dan KPJM Tujuan utama diterapkannya Pengganggaran Berbasis Kinerja (PBK) adalah mendorong terwujudnya efisiensi dan efektivitas pada serangkaian proses penganggaran. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyelaraskan antara penganggaran dengan perencanaan, serta arah kebijakan fiskal yang ditetapkan Pemerintah. Dengan demikian, dalam penyusunan besaran alokasi anggaran senantiasa didasarkan pada analisis kebutuhan dalam rangka pencapaian target yang telah ditetapkan, sehingga akan tercipta adanya kesesuaian antara besaran alokasi anggaran dengan target yang hendak dicapai. Dalam rangka mendukung implementasi PBK tersebut, langkah–langkah yang telah ditempuh antara lain: 1 . Penataan kembali struktur program dan kegiatan. a. Penataan program dan kegiatan K/L dengan mengacu pada tugas dan fungsi K/L dan sesuai dengan hakekat pelayanan publik yang dibebankan pada masing-masing K/L; b. Program dan kegiatan ditata secara spesifik, sehingga masing-masing hanya merupakan representasi satu unit organisasi saja. Pola proses penataan tersebut dilaksanakan dari atas ke bawah (top down) sesuai dengan prinsip penganggaran yang berorientasi pada kebijakan. Dalam hal ini pelaksanaan program dan kegiatan pada level bawah merupakan refleksi dari pelaksanaan kebijakan yang dirumuskan di level atas melalui penataan secara menurun (cascading) mulai dari tingkat K/L sampai dengan unit kerja terbawah dalam struktur organisasi K/L. Program dan kegiatan mencerminkan day to day
II-68
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Bab II
operation melalui struktur organisasi yang ada. Prinsip tersebut dimaksudkan untuk menghindari over lapping dalam pelaksanaan kegiatan dan memudahkan pengukuran kinerja pada masing-masing unit organisasi; c . Program dan kegiatan penunjang diintegrasikan dalam program dan kegiatan pokok. d. Mengintegrasikan program untuk dapat menampung belanja rutin dan pembangunan secara terpadu. 2. Melakukan pengukuran kinerja. Pengukuran kinerja dalam sistem penganggaran didasarkan pada hasil (outcomes-focused budgeting). Pengukuran kinerja tidak hanya dari sisi efektivitas dan efisiensi saja, tetapi mencakup kualitas output atau outcome yang dihasilkan. Pengukuran efektivitas dan efisiensi menekankan pada terwujudnya output yang optimal yang dipenuhi dengan harga yang wajar (efisien). Sementara itu, pada sisi lain cara pengukuran tersebut disertai dengan pengukuran kualitas yang menekankan terwujudnya kualitas output atau outcome yang memadai. 3. Penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah (KPJM). KPJM adalah model penganggaran untuk menyelaraskan antara kebijakan, perencanaan dan penganggaran. Model KPJM disusun sebagai instrumen perencanaan penganggaran untuk mencapai suatu target/sasaran tertentu yang telah dirumuskan sebagai indikator kinerja terukur yang akan dicapai dalam kurun waktu yang lebih dari satu tahun anggaran. Dengan demikian, KPJM merupakan instrumen untuk menjamin terciptanya konsistensi perencanaan penganggaran dalam periode 3 sampai dengan 5 tahun ke depan untuk menjaga kesinambungan fiskal pada program-program prioritas. KPJM menggambarkan konsekuensi besaran pembiayaan anggaran yang dibutuhkan untuk mencapai target kebijakan tertentu. Hal yang paling krusial dalam penerapan KPJM pada tataran perencanaan penganggaran adalah kejelasan definisi tentang tugas pokok dan fungsi organisasi serta program prioritas nasional yang tercantum dalam RPJM dan RKP. Hasil yang diharapkan dari program prioritas tersebut merupakan tanggung jawab organisasi dalam pencapaiannya. 4. Penyempurnaan bentuk formulir RKA-KL beserta cara pengisiannya. Berbagai penyempurnaan tersebut di atas akan diakomodasi dalam formulir RKA-KL, sehingga mencakup pendekatan anggaran terpadu, anggaran dalam kerangka jangka menengah, dan anggaran berbasis kinerja secara lebih komprehensif. Implementasi KPJM dalam sistem perencanaan penganggaran diharapkan akan mendorong upaya serius Pemerintah untuk: a. Mendisiplinkan kebijakan pengeluaran, b. Menjamin kesinambungan fiskal (fiscal sustainability), c . Meningkatkan transparansi kebijakan pengeluaran, d. Meningkatkan akuntabilitas kebijakan dan prediksi kebutuhan pendanaan dalam beberapa tahun ke depan, e. Meningkatkan akurasi dan konsistensi guna mencapai target prioritas jangka menengah. Mulai tahun 2009, Pemerintah telah menetapkan 6 (enam) K/L sebagai pilot project untuk penerapan KPJM secara penuh, yaitu meliputi: (a) Kementerian Keuangan; (b) Kementerian
Nota Keuangan dan RAPBN 2011
II-69
Bab II
Perkembangan Ekonomi dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal RAPBN 2011
Pendidikan Nasional; (c) Kementerian Pekerjaan Umum; (d) Kementerian Kesehatan; (e) Kementerian Pertanian; dan (f) Bappenas. Sementara itu, untuk tahun 2011 diharapkan dapat diimplementasikan pada seluruh K/L. Sementara itu, beberapa kendala yang cukup mendasar dalam penerapan PBK dan KPJM antara lain sebagai berikut: a. Perlunya upaya yang serius untuk menyelaraskan pemahaman mengenai perubahan pola pikir baik dari K/L maupun pihak-pihak terkait dari input based ke performance based dalam proses restrukturisasi program dan kegiatan; b. Konsistensi dan kesinambungan dalam pendanaan program-program prioritas hanya dimungkinkan pada level internal pemerintah sedangkan proses penetapannya masih memerlukan persetujuan DPR.
II-70
Nota Keuangan dan RAPBN 2011