Edisi XXI/2014
Kepala BKF, Andin Hadiyanto:
“Kebijakan Fiskal Menuju Ekonomi Inklusif” Workshop Manajemen Kinerja Transforming the Indonesian Ministry of Finance 2014-2025
Foto: Edi Juliana
Prioritas dan Rasionalisasi Inisiatif Strategis
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
1
Editorial Edisi XXI/2014
Redaksi Diterbitkan Oleh: Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Pelindung Menteri Keuangan Pengarah Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Penanggung Jawab Kepala Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan Redaktur Supendi, Herry Siswanto, Dianita Suliastuti, Eka Saputra, Herry Hernawan, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan Penyunting/Editor I Made Edi Juliana, Agus Dwiatmoko, Susmianti, Misnilawaty Sidabutar, Azharuddin, Eman Adhi Patra, Wardah Adina Kontributor Tetap Manajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai Desain Grafis & Fotografer Bagus Wijaya, Loka Yoga Hapsara, Tri Mundi Atmoko, Nico Ady Hasiholan Rajagukguk Pencetakan dan Distribusi Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Alamat Redaksi: Gedung Djuanda I Lt. 5 Jl Dr. Wahidin Raya No. 1 Jakarta 10710 Kotak Pos 21 Telp. 021 3449230 pst 6139 Fax. 021 3517020 Website: www.kemenkeu.go.id Email:
[email protected];
[email protected]
Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial 11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan yang dimuat.
2
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
Early Warning WAKTU terus berlalu dan kini kita sudah sampai pada periode kinerja semester dua tahun 2014. Realisasi kinerja yang masih jauh dari target perlu dilakukan extra effort sedangkan target tahunan yang saat ini sudah tercapai perlu di evaluasi kembali agar diperoleh prestasi yang gemilang. Tahun ini merupakan tahun yang penuh tantangan bagi pencapaian kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Selain defisit anggaran pemerintah yang cukup besar, kita juga akan menghadapi arah kebijakan pemimpin nasional yang baru. Ke depan, tantangan akan semakin besar lagi, di tengah era perdagangan bebas asia dan ketidakpastian perekonomian global. Menyikapi hal tersebut, maka perlu strategi yang jitu serta ide cemerlang untuk mengatasi dan mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di masa depan yang berdampak terhadap perekonomian mendatang. Berbagai indikasi negatif yang dianggap sebagai warning, perlu dipandang secara bijak dan positif sebagai suatu peluang perbaikan yang dikemas dalam berbagai strategi yang efektif. Tidak hanya kemampuan menyusun strategi, keseragaman pemahaman eksekusi strategi perlu juga dipertajam khususnya di level para eksekutif. Peningkatan kapasitas para eksekutif menjadi hal yang mutlak dilakukan dimana salah satunya diwujudkan melalui executive training yang dilakukan secara intens di Kemenkeu. Seluruh strategi yang ditetapkan Kemenkeu ditujukan untuk mencapai visi Kemenkeu menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad 21. Oleh karenanya, perlu upaya konkret dari seluruh jajaran Kementerian Keuangan agar dapat selalu meningkatkan dan menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia sesuai dengan yang telah ditargetkan. Untuk itu, diperlukan kebijakan fiskal yang tepat guna mengendalikan defisit anggaran sehingga target pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Ketidakpastian ekonomi global, keterbatasan anggaran, transisi kepemimpinan nasional, serta semakin besarnya tuntutan stakeholder perlu diantisipasi secara cermat guna meminimalisasi risiko yang mungkin ditimbulkan. Berbagai program terobosan yang tepat untuk memitigasi kejadian yang tidak diinginkan perlu segera dirancang dan diimplementasikan dengan mempertimbangkan kapabilitas organisasi. Strategi yang telah diterjemahkan melalui Balanced Scorecard untuk mencapai visi Kemenkeu, perlu dijaga agar tetap on-track. Perubahan dan ketidakpastian kondisi internal dan eksternal, apapun itu, tidak boleh mengganggu kinerja Kemenkeu secara keseluruhan. Proses monitoring dan evaluasi capaian kinerja yang telah berjalan bertahun-tahun, hendaknya tidak dijadikan sekadar rutinitas kegiatan saja. Pembahasan capaian kinerja semestinya hanya merupakan bagian kecil dari proses evaluasi kinerja, selebihnya yang perlu lebih difokuskan adalah pembahasan rencana tindak dan implikasi yang bersifat strategis untuk pencapaian visi organisasi. Jika hal ini dapat dilakukan, fungsi Balanced Scorecard sebagai early warning system akan sangat dirasakan manfaatnya bagi Kemenkeu. [Rachmad Arijanto]
Foto: Edi Juliana
Laporan Utama
“Workshop Manajemen Kinerja” Kementerian Keuangan telah menerapkan sistem manajemen kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) sejak tahun 2008. Layaknya perkembangan manusia, mulai belajar merangkak, berjalan dan kemudian bisa berlari, begitu juga penerapan BSC di Kementerian Keuangan. Awalnya, Menteri Keuangan dan seluruh jajaran eselon I bersama para pengelola kinerja mulai mengenal dan membangun BSC didampingi konsultan. Berbekal pengalaman implentasi dalam beberapa tahun, Kementerian Keuangan mulai membangun BSC secara mandiri sejak tahun 2010.
SEIRING berjalannya waktu, teori BSC semakin berkembang. Dalam rangka meningkatkan kualitas implementasi pengelolaan kinerja selama ini, perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan wawasan baik level pimpinan maupun para pengelola kinerja dalam bentuk workshop. Sejalan dengan hal tersebut, Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan bekerja sama dengan Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan melaksanakan program “Enhancing Balanced Scorecard-Based Performance Management System Implementation in MOF Workshops”. Program ini dilaksanakan selama periode Maret – Juni 2014. Program ini merupakan bagian dari dukungan terhadap revitalisasi manajemen kinerja sebagaimana diamanatkan
dalam Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan yang difasilitasi oleh Palladium Group. Palladium Group merupakan perusahaan jasa konsultansi berskala internasional, bergerak di bidang eksekusi strategi organisasi yang didirikan oleh Robert Kaplan dan David Norton, penemu BSC. Tujuan program ini adalah untuk memperkaya wawasan pimpinan terkait eksekusi strategi dan meningkatkan kapasitas pengelola kinerja dalam pengembangan implementasi sistem manajemen kinerja ke depan. Diharapkan hal ini juga dapat mendorong Kemenkeu menjadi salah satu institusi publik di Asia Tenggara yang mendapatkan penghargaan BSC Hall of Fame dari Palladium Group.
Materi workshop bersifat tailor-made yang didasarkan pada hasil kajian awal agar lebih sesuai dengan kondisi terkini dan aplikatif. Materi tersebut diperoleh berdasarkan umpan balik reviu terhadap dokumen terkait pengelolaan kinerja dan Strategy Focused Organization (SFO) Assessment. Reviu ini dilakukan melalui penyebaran kuesioner secara online kepada responden pilihan serta wawancara dengan Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, Pejabat Eselon I, dan beberapa Pejabat Eselon II di lingkungan Kementerian Keuangan. Workshop dibagi dalam tiga tahap, yaitu BSC Awareness Executive Session, OSM Enhancement Training, dan Enhanching The Strategy Management System Towards Obtaining Breakthrough Results Training. Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
3
Laporan Utama
BSC Awareness Executive Session Workshop dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 22 April 2014 pukul 10.00 s.d. 15.00 WIB di Gedung Djuanda I. Kegiatan dihadiri oleh Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan I dan II, Para Pimpinan Unit Eselon I, serta Staf Ahli Menteri. Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Jenderal yang salah satunya menyampaikan bahwa tujuan workshop ini adalah untuk mereview kembali implementasi BSC di Kementerian Keuangan dan memperkaya wawasan pimpinan tentang sistem manajemen kinerja berbasis BSC.
Dalam kesempatan itu Menteri Keuangan berpesan agar dengan adanya kegiatan ini dapat memperkaya wawasan pimpinan untuk melakukan eksekusi strategi berdasarkan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu, rapat pimpinan kinerja agar diarahkan untuk membahas solusi dan upaya yang akan dilakukan terhadap target kinerja yang belum tercapai, sehingga pembahasan dapat lebih efektif. Materi workshop meliputi eksekusi strategi, BSC, kepemimpinan untuk eksekusi dan visi strategi, menerjemahkan strategi, menyelaraskan organisasi dan pegawai, strategi pemerintah dan Office of Strategy Management. Dalam kesempatan tersebut juga dipaparkan mengenai hasil SFO Assesment yang menggambarkan implementasi manajemen kinerja di Kementerian Keuangan.
OSM Enhancement Training Workshop dilaksanakan pada hari Senin s.d Rabu tanggal 12 s.d.14 Mei 2014 di Bandung. Peserta kegiatan ini meliputi perwakilan pengelola kinerja organisasi tingkat Kementerian dan unit eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengembangkan kapasitas pengelola kinerja organisasi guna mengoptimalkan fungsi pengelolaan kinerja berbasis BSC dan per-
4
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
siapan pelaksanaan training untuk masing-masing unit eselon I. Materi workshop meliputi Struktur, fungsi dan kompetensi OSM, peran OSM, Diskusi dan presentasi kelompok serta summary training dan persiapan training eselon I. Materi juga diperkaya dengan berbagai perkembangan terkini BSC yang lebih menekankan ke unsur strategi bukan sekadar monitoring IKU. Hasil pembahasan digunakan untuk meningkatkan kualitas OSM di Kementerian Keuangan.
Enhanching The Strategy Management System Towards Obtaining Breakthrough Results Training Workshop untuk masing-masing unit eselon I dilaksanakan secara berseri antara tanggal 3 s.d. 23 Juni 2014 dengan durasi per unit eselon I selama 4 jam. Peserta meliputi Eselon I, II dan perwakilan eselon III dan IV di masing-masing unit eselon I. Tujuan dari kegiatan ini adalah meningkatkan awareness para pimpinan di msing-masing unit eselon I terhadap sistem management strategi di Kementerian Keuangan. Setiap sesi dibuka oleh pimpinan unit eselon I atau diwakili oleh Sekretaris eselon I. Materi workshop meliputi strategy management trends and misperceptions, strategy cascading and alignment, strategy monitoring and learning, role of OSM/ Performance Manager dan diskusi sesuai dengan kebutuhan masing-masing unit eselon I. Tahun 2014 adalah saat dimana dilaksanakannya penyusunan Perancanaan Strategis (Renstra) K/L 2015-2019, dimana dalam dokumen tersebut terdapat sasaran strategis dan indikator kinerja. Diharapkan dengan adanya serangkaian workshop ini, dapat memperkaya wawasan yang mendukung peningkatan kualitas penyusunan renstra Kementerian Keuangan dan di masing-masing unit eselon I. [Susmianti, Herry Hernawan]
Laporan Khusus
Pengendalian Defisit Anggaran Kondisi perekonomian saat ini baik domestik maupun global masih diliputi oleh ketidak pastian. Hal ini menyebabkan berbagai asumsi dan parameter yang digunakan dalam penyusunan APBN menjadi sangat dinamis dan terus berubah. Perubahan tersebut sangat mempengaruhi kondisi APBN 2014 secara keseluruhan sehingga memberikan tekanan yang berat terhadap APBN 2014. Oleh karena itu, diperlukan suatu langkah yang harus dilakukan untuk merevisi berbagai asumsi dan perkiraan dalam APBN 2014 sehingga menjadi lebih realistis dan sesuai kondisi perekonomian. Tekanan yang kuat pada perekonomian tersebut secara langsung sangat berpengaruh terhadap APBN 2014 baik di sisi pendapatan, belanja, maupun defisit dan pembiayaan.
Kondisi APBN 2014 dan APBN Perubahan 2014 Melemahnya pertumbuhan ekonomi secara langsung berdampak terhadap penurunan penerimaan di sektor perpajakan. Sementara itu, sektor belanja negara meningkat cukup signifikan terutama pada beban subsidi energi yang meningkat pesat akibat dari meningkatnya konsumsi BBM dan pelemahan kurs rupiah. Sebagai akibat dari berbagai tekanan fiskal tersebut, maka pemerintah mengajukan rancangan perubahan APBN 2014, yang telah ditetapkan oleh DPR pada pertengahan bulan Juni lalu. Perubahan APBN 2014 tersebut menyebabkan revisi pada pendapatan negara dari semula sebesar Rp1.667 Triliun menjadi Rp1.635 Triliun atau turun sekitar Rp32 Triliun. Sementara itu, di sisi belanja negara terdapat peningkatan sekitar Rp34 Triliun dari semula dalam APBN 2014 ditetapkan sebesar Rp1.842,5 Triliun direvisi dalam APBNP menjadi Rp 1.876,8 Triliun.
Berharga Negara maupun pinjaman luar negeri. Defisit anggaran dapat diklasifikasikan terdiri dari dua elemen, yaitu defisit struktural (structural deficit) dan defisit siklikal (cyclical deficit). Defisit struktural adalah suatu keadaan dimana pengeluaran negara lebih besar dari pada penerimaan negara dan berlangsung dalam kurun waktu yang lama sehingga menjadi terstruktur sebagai akibat dari ketidakseimbangan fundamental antara penerimaan dan pengeluaran negara. Dalam kondisi seperti ini, perlu perbaikan dan reformasi dalam kebijakan fiskal sehingga defisit struktural dapat diperbaiki. Berbeda dengan defisit struktural, defisit siklikal merupakan defisit sebagai
konsekuensi dari kebijakan fiskal yang diambil dan terjadi mengikuti siklus perekonomian. Pada titik terendah dalam siklus perekonomian, maka akan terdapat tingkat pengangguran yang tinggi yang berdampak pada penerimaan Negara seperti pajak menjadi rendah dan pengeluaran Negara seperti belanja sosial dan pembangunan menjadi tinggi. Demikian pula apabila siklus perekonomian dalam posisi puncak, maka akan terjadi kondisi yang sebaliknya. Defisit siklikal sangat terkait erat dengan kebijakan fiskal pemerintah. Pemerintah dapat mengambil kebijakan fiskal procyclical maupun countercyclical. Kebijakan fiskal procyclical adalah kebijakan fiskal yang diambil berdasarkan siklus perekonomian alami dan bukan berupaya untuk
Defisit Anggaran dan Ketahanan Fiskal Berkurangnya pendapatan negara dan meningkatnya belanja negara memiliki konsekuensi membengkaknya defisit anggaran. Hal ini berdampak terhadap peningkatan jumlah pembiayaan yang harus dipenuhi melalui utang maupun non utang, baik yang bersumber dari dalam negeri terutama penerbitan Surat Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
5
Laporan Khusus
memperbaiki kemerosotan ekonomi akibat resesi. Sebaliknya, kebijakan ekonomi atau keuangan disebut countercyclical jika bekerja melawan kecenderungan siklikal dalam perekonomian. Kebijakan ini diambil untuk meredam dan mendinginkan perekonomian ketika berada dalam kondisi booming atau overheating, serta merangsang perekonomian dengan defisit dan stimulus secara besar-besaran ketika perekonomian berada dalam kondisi penurunan atau resesi.
Defisit anggaran selain sangat berpengaruh terhadap kesinambungan fiskal, juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Pengaruh Defisit Terhadap Perekonomian Defisit anggaran selain sangat berpengaruh terhadap kesinambungan fiskal, juga sangat berpengaruh terhadap perekonomian secara keseluruhan. Salah satu pengaruh defisit terhadap perekonomian antara lain adanya peningkatan pinjaman oleh pemerintah terhadap swasta baik dalam bentuk obligasi Negara. Akibatnya, pemerintah harus mengalokasikan dana yang cukup besar untuk membayar bunga utang sehingga akan menurunkan kapasitas fiskal pemerintah untuk mendanai pembangunan.
akan meningkatkan prospek bisnis yang berdampak pada peningkatan investasi. Efek ini yang dikenal sebagai crowding in. Selain itu, defisit anggaran juga dapat digunakan untuk mendanai pembangunan infrastruktur sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak serta meningkatkan kemampuan pemerintah untuk membayar utang.
Selain itu, yang menjadi kekhawatiran utama tentang defisit adalah crowding out. Crowding out terjadi ketika pengeluaran defisit menyebabkan kenaikan tingkat suku bunga. Hal inilah yang kemudian menyebabkan investasi turun sehingga berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi. Defisit anggaran tidak selalu berarti buruk. Ketika perekonomian mengalami resesi, pengeluaran defisit melalui pemotongan pajak atau peningkatan pengeluaran pemerintah melalui paket stimulus (seperti pembelian barang dan jasa oleh pemerintah) dapat menghentikan hambatan ekonomi dan menghidupkan kembali perekonomian secara langsung. Dengan demikian, defisit anggaran dapat membantu kita untuk menstabilkan perekonomian. Setelah perekonomian kembali stabil, maka kedua hal tersebut
6
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
Kebijakan Fiskal Dalam Rangka Pengendalian Defisit APBN Kebijakan fiskal perlu dikelola secara prudent dan akuntabel dengan tetap memperhatikan kesinambungan fiskal dan menghindarinya defisit struktural. Hal ini diperlukan terutama pada saat kondisi perekonomian yang relatif belum stabil akhir-akhir ini. Dalam menjaga kesinambungan fiskal tersebut, maka defisit anggaran masih harus dikendalikan sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu lebih kecil dari angka 3 persen terhadap PDB. Dengan asumsi defisit Pemerintah Daerah sebesar 0,5 persen terhadap PDB, maka defisit anggaran negara tidak boleh melebihi angka 2,5 persen terhadap PDB. Meskipun penerimaan negara saat ini sedikit meleset dari target dan belanja negara meningkat cukup signifikan sebagai akibat membengkaknya subsidi, maka pemerintah tetap berpegang teguh pada aturan dengan menetapkan defisit anggaran dalam APBNP 2014
sebesar 2,4 persen terhadap PDB. Kebijakan fiskal tersebut diambil untuk menjaga kehati-hatian dan kesinambungan fiskal untuk masa mendatang. Dalam rangka mempertahankan defisit berada di level yang aman, pemerintah menetapkan kebijakan fiskal baik dari sisi penerimaan maupun belanja. Dari sisi penerimaan, pemerintah mengupayakan untuk terus menggenjot penerimaan negara baik dari perpajakan maupun penerimaan negara bukan pajak. Hal ini dilakukan dengan upaya optimalisasi penerimaan perpajakan, lifting minyak bumi, penerimaan dari laba BUMN, dan pengendalian cost recovery migas. Sementara itu di sisi belanja, pemerintah melakukan berbagai upaya berupa pengetatan anggaran dan penghematan belanja. Belanja pemerintah pusat dikendalikan dengan melakukan pemotongan terhadap belanja Kementerian/Lembaga sebesar Rp43 Triliun dari Rp638 Triliun menjadi Rp596 Triliun. Penghematan tersebut dilakukan melalui efisiensi belanja barang, namun tetap mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Sementara itu, untuk belanja modal diupayakan untuk tetap dipertahankan terutama yang berhubungan dengan pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Kebijakan lain yang cukup penting adalah pengendalian subsidi energi baik BBM maupun listrik. Pemerintah terus berupaya untuk mengendalikan volume subsidi energi sehingga tidak membebani anggaran yang lebih besar. Dengan berbagai kebijakan fiskal tersebut, diharapkan defisit anggaran dapat dikendalikan sehingga tetap berada dalam batas aman, mengingat hal ini penting untuk menciptakan ketahanan dan kesinambungan fiskal untuk masa mendatang.
Mahpud Sujai
Peneliti Madya pada Pusat Kebijakan APBN, Badan Kebijakan Fiskal
Profil
Kuncinya Koordinasi dan Komunikasi
SENYUM ramah selalu menghiasi wajah sosok berperawakan tinggi yang sudah meniti karir di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama 23 tahun ini. Kini, pria berkacamata kelahiran Bojonegoro 46 tahun lalu tersebut, dipercaya sebagai Kepala Bagian Organisasi dan Tata Laksana (Kabag Organta) DJP sekaligus sebagai Manajer Kinerja Organisasi DJP. Hantriono Joko Susilo, yang akrab disapa Hantri berbagi cerita kepada tim buletin kinerja di ruang kerjanya mengenai pengalamannya mengelola kinerja di DJP. Dengan gayanya yang santai serta diselingi canda dan tawa, pria yang memperoleh gelar Master of Taxation (M. Tax) dari Denver University ini menjelaskan secara rinci peran sekaligus harapannya terhadap implementasi pengelolaan kinerja di DJP.
Foto: Edi Juliana
Sebagai Kabag Organta DJP, suami dari Wahju Handajani ini memiliki 3 tugas utama yaitu terkait organisasi, tatalaksana, serta pengukuran kinerja. Saat ini, DJP memiliki SDM lebih kurang 33 ribu pegawai, yang tersebar di seluruh penjuru nusantara mulai dari Kantor Pusat dan 31 Kantor Wilayah DJP (Kanwil DJP) yang membawahi 331 Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Mengelola kinerja pada unit dengan jumlah pegawai yang cukup besar tentunya akan menghadapi berbagai tantangan tersendiri. “Tantangan dalam rangka mencapai sesuatu merupakan hal wajar, namun tantangan yang dihadapi sampai saat ini masih manageble dan dapat diselesaikan” ujarnya lantang. Langkah awal dan utama adalah memetakan tantangan tersebut dan kemudian mencari solusi untuk menyelesaikannya. Menurutnya, ada 4 tantangan yang dihadapinya dalam mengelola kinerja DJP. Tantangan pertama Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
7
Profil
bahwa apabila strategi-strategi tersebut di eksekusi dengan baik maka ultimate goal DJP akan tercapai.
Foto: Edi Juliana
Tantangan yang kedua adalah Internalisasi dan Implementasi strategi. Peta Strategi DJP yang telah ditetapkan harus dapat diyakini oleh seluruh pegawai bahwa strategi yang dituangkan dalam peta strategi tersebut dapat dieksekusi dan diimplementasikan di lapangan sampai pada level terendah kantor vertikal.
“Hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain.” H a ntr io no J o k o S us il o
adalah bagaimana menyusun strategi, sasaran strategi, dan kemudian memvisualisasikan ke dalam peta strategi dan juga membuat pengukurannya (IKU) yang tepat. DJP merupakan unit dengan fungsi yang unik, meliputi pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum, sehingga strategy theme DJP harus meliputi ketiga fungsi tersebut. Ketika membuat sasaran strategis dari masing-masing tema tersebut, kita harus memastikan masing-masing sasaran strategis tersebut mempunyai hubungan sebab akibat yang kuat pada setiap perspektif, dan juga memastikan
8
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
Tantangan selanjutnya adalah melakukan komunikasi aktif dan meyakinkan para stakeholder baik atasan maupun seluruh pimpinan kantor vertikal agar strategi dan implementasinya dikelola dengan baik dan mendapatkan dukungan dari seluruh pimpinan pada setiap level. Dan tantangan yang terakhir adalah me-manage agar setiap sasaran strategis (SS) dapat tercapai yang tercermin dalam capaian IKU, khususnya yang menjadi ultimate goal DJP. Kuncinya adalah adanya komunikasi dan koordinasi setiap saat dengan para Sub Manjer Kinerja Organisasi (SMKO) untuk memantau capaian IKU. “Melalui koordinasi dan komunikasi, setiap hambatan yang ada dalam pencapaian kinerja didiskusikan bersama untuk mencari solusinya” ujarnya lagi. Hal penting lainnya adalah menjaga quality assurance. Bagian Organta DJP bekerjasama dengan SMKO melakukan program reviu SS dan IKU serta sampling validasi capaian IKU pada beberapa kantor vertikal. Agar cakupan pelaksanaannya semakin luas, SMKO juga diminta untuk melaksanakan kegiatan serupa di lingkup organisasi masing-masing. Ke depan diharapkan fungsi Strategic Management Office (SMO) di DJP maupun Kemenkeu dapat semakin optimal. “Perlu dibentuk suatu unit yang secara
khusus memiliki tugas yang terintegrasi mulai dari menyusun rencana strategis, implementasi strategi, manajemen inisiatif, pengukuran kinerja, sampai dengan change management-nya” tegasnya dengan semangat. Di level Kemenkeu, penyusunan peta strategi hendaknya dapat diselesaikan lebih awal, karena harus dicascade pada setiap unit level eselon I. Hal ini juga untuk memudahkan penyusunan inisiatif strategis yang berdampak pada kebutuhan anggaran. Pengalaman lain yang dirasakannya sebagai manajer kinerja adalah kesempatan untuk mengikuti forum rapat pimpinan baik di lingkungan DJP maupun Kemenkeu. “Ini merupakan anugerah tersendiri dapat mengikuti Rapat Pimpinan Kinerja yang dihadiri oleh Menteri Keuangan, Wakil Menteri Keuangan, dan Para Pejabat Eselon I, yang merupakan level tertinggi di Kementerian Keuangan” imbuhnya. Hal ini merupakan kesempatan yang baik bagi seluruh manajer kinerja untuk dapat belajar dari para pimpinan bagaimana cara berkomunikasi, berdiskusi, dan mengambil keputusan terkait keputusan-keputusan yang strategis. Di tengah kesehariannya yang super sibuk di kantor, keluarga adalah hal yang terpenting. Dengan keterbatasan waktu untuk dapat bertemu keluarga, maka hal tersebut harus dapat dioptimalkan dan berkualitas. Tipsnya adalah berangkat bekerja setelah kedua anaknya bangun sehingga mereka tidak mencari kedua orang tuanya setelah bangun tidur dan tahu bahwa kedua orang tuanya berangkat bekerja. Hal lainnya adalah mengoptimalkan hari libur untuk makan bersama keluarga dan bercengkerama dengan dengan anak dan istri. Di ujung wawancara, pria yang hobi tenis meja dan volleyball ini berbagi motto hidup yaitu “Hidup itu harus bermanfaat bagi orang lain”, sehingga setiap tindakan itu hendaklah dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain. [Agus DW, Rachmad Arijanto]
Klinik Kinerja
Frequently Asked Questions
1
Apakah dapat dilakukan perubahan terhadap Kontrak Kinerja yang telah ditetapkan pada awal tahun?
rus menantang dan dapat dicapai serta disesuaikan dengan perkembangan organisasi dan selalu disempurnakan dari tahun ke tahun.
Kontrak Kinerja (KK) yang telah ditetapkan pada awal tahun dapat diubah. Namun, setiap perubahan yang dilakukan atas KK harus mendapat persetujuan dari atasan, kecuali perubahan yang terjadi pada target tahunan (peningkatan atau penurunan target) yang diakibatkan adanya perubahan dasar penghitungan target sesuai UU APBN/APBN-P. Perubahan KK yang dilakukan meliputi perubahan SS, IKU, target IKU, trajectory target, atau IS. Dalam revisi KMK 454 tahun 2011 terdapat dua jenis perubahan KK yaitu addendum kontrak kinerja dan kontrak kinerja komplemen.
KK komplemen merupakan KK baru yang harus ditetapkan oleh pegawai pada tahun berjalan yang disebabkan: 1. Pegawai yang mutasi/promosi dalam lingkungan Kementerian Keuangan. 2. Perubahan organisasi yang mengakibatkan adanya perubahan tugas dan fungsi. 3. Pegawai yang pada tahun berjalan dipekerjakan/diperbantukan/tugas belajar kemudian kembali bertugas. Pergantian/mutasi pemegang jabatan tidak memiliki konsekuensi penandatanganan ulang kontrak kinerja bawahannya.
2
3
Apa perbedaan addendum kontrak kinerja dan kontrak kinerja komplemen?
Kapan batas waktu addendum KK dan KK komplemen dapat dilakukan?
Usulan addendum KK dapat disampaikan paling lambat tanggal 20 Juli tahun berjalan. Khusus untuk addendum KK yang disebabkan oleh ketentuan perundang-undangan dan kebijakan Menteri Keuangan, usulan dapat disampaikan paling lambat tanggal 20 Oktober tahun berjalan. Untuk addendum KK karena adanya perubahan komposisi pegawai, dapat dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak adanya perubahan komposisi pegawai. Penetapan KK Komplemen dilakukan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah tanggal penetapan Surat Pernyataan Melaksanakan Tugas (SPMT) selambat-lambatnya 18 Oktober tahun berjalan. Pegawai yang telah melewati batas waktu penetapan KK, wajib meneruskan KK pegawai sebelumnya (tidak menyusun KK baru/komplemen). [Hening Indreswari]
Addendum KK merupakan perubahan sebagian pada KK yang telah ditandatangani baik meliputi SS, IKU, target IKU, trajectory target dan IS. Addendum KK tidak merevisi target dan indeks capaian IKU pada periode sebelumnya. Maksudnya, perubahan KK hanya berlaku untuk periode selanjutnya setelah addendum KK, sedangkan untuk periode sebelumnya, target dan indeks capaian IKU tetap mengacu pada KK sebelum addendum. Addendum KK wajib dilakukan apabila terjadi perubahan target berupa peningkatan target tahunan pada tahun berjalan beserta trajectory pada periode berikutnya yang disebabkan oleh capaian IKU pada Semester I telah mencapai/melebihi target tahunan. Hal ini sesuai dengan prinsip realistic dan continously improved dimana target IKU haBuletin Kinerja - Edisi XXI/2014
9
Wawancara
Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Andin Hadiyanto
“Kebijakan Fiskal Menuju Ekonomi Inklusif” UNDANG-UNDANG APBN-P Tahun 2014 telah ditetapkan oleh DPR pada pertengahan Juni 2014. Berbagai penyesuaian terhadap indikator ekonomi makro yang telah diproyeksikan, harus segera direalisasikan demi merespon realitas ekonomi yang terjadi. Badan Kebijakan Fiskal (BKF), sebagai institusi yang memproyeksikan dan merekomendasikan kebijakan fiskal, dituntut responsif menjawab dinamika perubahan yang terjadi. Bagaimana peran BKF dalam mengantisipasi perubahan APBN tersebut serta tantangan dan kendala yang dihadapi, berikut kita simak petikan wawancara Tim Buletin Kinerja dengan Bapak Andin Hadiyanto, yang saat ini menjabat Kepala Badan Kebijakan Fiskal.
Faktor apa saja yang secara dominan mempengaruhi kinerja APBN kita selama ini? Kinerja pelaksanaan APBN secara umum dipengaruhi oleh perekonomian nasional yang turut menentukan pencapaian sasaran-sasaran APBN. Selain itu, juga dipengaruhi oleh kinerja aparatur pemerintah dalam mendukung pencapaian target yang telah ditetapkan dalam APBN, terutama terkait dengan keakuratan antara perencanaan anggaran dengan output dan outcome, sebagaimana yang dituangkan dalam rencana kinerja anggarannya. Kinerja perekonomian nasional tahun 2013 dan 2014 masih mengalami tantangan yang cukup berat sehubungan dengan kondisi pemulihan pertumbuhan perekonomian global yang masih lemah, stabilitas keuangan global yang belum pasti terkait dengan dampak kebijakan pengurangan stimulus moneter di negara maju, serta masih relatif rendahnya harga komoditas internasional yang sangat mempengaruhi
10
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
kinerja pendapatan negara dan ekspor Indonesia. Hal tersebut membawa dampak terhadap perubahan besaran asumsi ekonomi makro yang dipakai sebagai dasar penyusunan APBN 2014, antara lain: sasaran pertumbuhan ekonomi menjadi lebih rendah, dari 6,0% menjadi 5,5%. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melemah dari Rp10.500 menjadi Rp11.600, dan lifting minyak turun dari 870 ribu barel per hari menjadi 818 ribu barel per hari. Hal tersebut pada gilirannya membawa dampak kepada meningkatnya tekanan terhadap defisit APBN kita, yang diperkirakan jauh melebihi target sebesar 1,7% PDB, terutama sehubungan dengan lebih rendahnya penerimaan pajak dan meningkatnya belanja subsidi. Untuk itu, Pemerintah melakukan langkah-langkah mempercepat pengajuan APBN-P 2014 untuk mengamankan sustainabilitas fiskal kita, terutama dalam menjaga defisit APBN dalam batas yang aman. Kita ingin memastikan bahwa belanja negara yang ada dapat dibiayai oleh pendapatan negara yang telah disesuaikan, tanpa menambah jumlah utang secara signifikan. Dengan melakukan berbagai langkah optimalisasi kebijakan pendapatan negara, terutama dari sisi perpajakan serta efisiensi belanja negara maka defisit yang direncanakan dalam APBN-P dapat ditekan menjadi 2,4 persen PDB. Upaya tersebut sangat bermanfaat dalam menjaga kepercayaan pasar, dimana Indonesia masih dapat mempertahankan keberlanjutan fiskalnya di tengah kondisi perekonomian yang masih diliputi ketidakpastian. Dampak positifnya adalah kepercayaan investor tetap tinggi sehingga tidak terjadi spekulasi di pasar yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian nasional. Selanjutnya, dari sisi pelaksanaan anggaran, dukungan kinerja aparatur pemerintah san-
gat mempengaruhi kualitas dan efektivitas anggaran negara dalam mencapai target output dan outcome yang dituangkan dalam rencana kinerja anggaran K/L. Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi anggaran yang baik sangat mempengaruhi kualitas anggaran dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional. Kami melihat, berdasarkan hasil evaluasi, bimbingan, dan pemantauan anggaran yang dilakukan Itjen, evaluasi kinerja oleh KemenPAN, serta audit oleh BPK, kualitas kinerja anggaran di Kemenkeu semakin memuaskan. Demikian pula di K/L dan daerah-daerah senantiasa menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan.
Langkah apa saja yang direkomendasikan BKF agar defisit anggaran tidak menyimpang jauh dari yang telah diproyeksikan? Hal yang utama adalah menjaga disiplin anggaran. Berbagai kebijakan dan langkah optimalisasi pendapatan negara, baik perpajakan maupun bukan pajak yang sudah dicanangkan selalu dimonitor dan dievaluasi dengan baik, dicermati perkembangannya dari waktu ke waktu, serta dibahas hal yang menjadi kendala pencapaiannya di lapangan. Permasalahannya menjadi cukup kompleks terutama terkait penerimaan negara bukan pajak yang sebagian besar di luar kendali Kemenkeu. Termasuk dalam hal ini percepatan perbaikan regulasi yang diperlukan, baik di internal Kemenkeu maupun yang terkait dengan K/L lain. Demikian pula dari sisi belanja negara, pemantauan penyerapan anggaran tidak hanya dilakukan dari besaran penyerapannya, tetapi juga distribusi anggaran antar waktu yang sangat mempengaruhi kualitas pelaksanaan anggaran serta cash flow pemerintah. Selain itu, kebijakan yang terkait dengan upaya
Wawancara
Foto: Edi Juliana
“Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin mengakar, semakin merata, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas”
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
11
Wawancara
pengurangan subsidi, terutama subsidi BBM, perlu dikoordinasikan secara intensif di tingkat nasional. Dalam tataran yang lebih luas, tentunya Kemenkeu sebagai otoritas fiskal senantiasa bekerja sama dengan otoritas moneter (Bank Indonesia) dan otoritas lain, selalu bersinergi menjaga stabilitas ekonomi nasional seperti kurs, inflasi, dan suku bunga. Demikian pula, Kemenkeu mengupayakan kebijakan insentif fiskal dapat mendorong perbaikan di sektor riil untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan mengendalikan defisit transaksi berjalan melalui peningkatan ekspor. Langkah-langkah tersebut diharapkan dapat mendorong perbaikan ekonomi nasional yang berdampak positif bagi anggaran kita, sehingga sasaran defisit anggaran dapat dicapai.
Tantangan apa saja yang dihadapi dan bagaimana cara mengatasinya? Terkait dengan disiplin anggaran, tantangan utama yang dihadapi berada mulai dari tataran perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi anggaran. Ditjen Anggaran telah banyak melakukan terobosan dalam perbaikan perencanaan anggaran, bekerja sama dengan Bappenas. Demikian pula dalam hubungan kerja dengan parlemen. Prinsip Let the manager manage dalam kaitannya dalam perencanaan anggaran K/L juga meningkatkan kualitas pelaksanaan anggaran kita. Hal yang masih perlu terus diperbaiki di masa mendatang yaitu penerapan yang lebih optimal atas performance based budgeting dan medium term expenditure framework anggaran kita. Dalam konteks perekonomian nasional, tantangan eksternal yaitu pemulihan ekonomi dunia 2014 lebih rendah dari yang diproyeksikan di awal tahun, berbagai faktor geopolitik di Ukraina dan beberapa negara lain, serta antisipasi gejolak di pasar keuangan global sebagai dampak kebijakan moneter negara maju masih belum ada kepastian. Dari sisi internal, tantangan utamanya antara lain yaitu potensi tekanan defisit fiskal karena perubahan asumsi makro, potensi
12
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
tekanan defisit transaksi berjalan terutama sebagai akibat melambatnya ekspor minerba dan meningkatnya impor migas, serta fluktuasi nilai tukar dan potensi capital outflow. Langkah-langkah kebijakan dalam jangka pendek tentunya melanjutkan upaya menjaga stabilitas ekonomi dengan menjaga stabilitas nilai tukar, menjaga distribusi pasokan dan ketersediaan barang untuk menjaga inflasi, serta langkah-langkah koordinasi peningkatan ekspor dan pengendalian impor. Yang juga sangat penting yaitu memperkuat fondasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang, melalui upaya-upaya dalam mengaddress issue supply constrains, seperti peningkatan kemampuan sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur, upaya menjaga ketahanan energi dan ketahanan pangan. Dalam hal ini, peranan kebijakan fiskal sangat penting dalam mendorong sektor swasta untuk berpartisipasi lebih optimal dalam area tersebut. Hal tersebut tentunya juga dibarengi dengan perbaikan regulasi dan iklim investasi yang dilakukan oleh semua sektor termasuk pemerintah daerah. Pada akhirnya kata kuncinya terletak pada komitmen dan koordinasi yang perlu terus kita jaga dan tingkatkan.
Bagaimana arah kebijakan BKF dalam rangka mengawal visi Kemenkeu sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21? Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengindikasikan adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin mengakar, merata, dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat luas. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi harus cukup tinggi untuk mengurangi pengangguran dan menurunkan kemiskinan. Dalam kerangka itu, penambahan alokasi belanja dan inovasi kebijakan untuk infrastruktur terus dikembangkan. Saat ini masih ada gap yang cukup besar antara kemampuan kita menyediakan anggaran dan kebutuhan infrastruktur. Selain melalui tambahan alokasi angaran negara, upaya
pengembangan infrastruktur dapat dilakukan dengan mendorong partisipasi swasta. Institusi-institusi untuk itu telah dibangun, seperti PT. SMI, PT.PII yang memfasilitasi pengembangan infrastruktur melalui KPS. Kebijakan dukungan kelayakan infrastruktur (Viability Gap Fund) dan dana Geothermal Revolving Fund telah dibuat dan disediakan anggarannya. Saat ini sedang kita bangun PPP Center di Kemenkeu. Regulasi terkait percepatan pembangunan infrastruktur juga sudah diperbaiki. Untuk itu, ke depan, perlu adanya political will dan komitmen yang kuat dalam mengimplementasikan dan mengoptimalkan berbagai langkah yang telah disiapkan tersebut. Peranan kebijakan fiskal dalam mendukung pengembangan UMKM akan terus dioptimalkan, baik melalui mekanisme perpajakan, maupun dukungan program pengembangan kredit, dan asuransi. Skema dukungan pengembangan insentif keuangan untuk sektor pertanian, mekanisme asuransi pertanian, serta berbagai mekanisme subsidi untuk pertanian dievaluasi dan dikembangkan. Selain itu, berbagai upaya pengembangan kebijakan keuangan inklusif yang saat ini kerangka kebijakannya telah selesai disusun akan terus didorong implementasinya. Kebijakan bantuan sosial perlu terus dievaluasi efektivitasnya agar lebih tepat program dan tepat sasaran. Demikian pula terkait kebijakan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan yang mulai dicanangkan pada akhir tahun 2013. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan pengelolaan yang sangat baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara signifikan. Dari sisi fiskal, pemerintah juga perlu memastikan bahwa kebutuhan penganggarannya dalam jangka panjang dapat dikelola dengan baik dan sustainable. Kesalahan mekanisme penganggaran dapat mengakibatkan beban anggaran yang sangat besar dan sulit dikontrol. Untuk itu, evaluasi implikasi anggaran dan perbaikan mekanisme kontribusi pemerintah dalam program tersebut akan diintensifkan. [Azharudin, Supendi]
KPPBC Tipe Madya Pabean A Bekasi
Pencocokan dokumen dengan barang yang akan keluar dari KB
Foto: Edi Juliana
Foto: Edi Juliana
Potret
Menuai Hasil Relaksasi Kebijakan
Foto: Edi Juliana
KETIDAKPASTIAN perekonomian global yang masih dirasakan di tahun 2013, tentu saja berdampak pada aktivitas perekonomian nasional. Jika kondisi ini berlanjut, dikhawatirkan dapat mengganggu pertumbuhan perekonomian Indonesia serta berpotensi menimbulkan Pemutusan hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Untuk itu, di Bulan Agustus 2013, pemerintah melalui Kemenkeu menetapkan empat kebijakan terkait pertumbuhan dan stabilitas ekonomi yang salah satunya terkait relaksasi kebijakan pada kawasan berikat (KB).
Kepala KPPBC Tipe Madya Pabean A Bekasi, Yamiral Azis Santoro, IR
“Kami telah terakreditasi dengan memperolah sertifikasi ISO 9001:2008.”
Menjelang setahun implementasi relaksasi kebijakan ini, perlu ditinjau apakah implementasi kebijakan ini sesuai harapan? Apa saja yang dilakukan Kemenkeu dalam hal ini KPPBC DJBC selaku kantor pelayanan sekaligus pengawasan di KB? serta, adakah kendala-kendala teknis yang ditemui?. Untuk menjawab berbagai pertanyaan tersebut, tim Buletin Kinerja bertandang ke KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi yang menangani KB terbesar di Indonesia. Seperti biasa, laju kendaraan akan tersendat ketika mengarah ke/dari Jakarta ke daerah Industri di daerah Bekasi di pagi atau sore hari. Namun kondisi ini tidak menghalangi semangat kami untuk sampai di Kantor berbalut cat hijau yang beralamat di Jl. Sumatera Blok D5 Kaw. Industri MM2100 Cikarang Barat, Bekasi.
Relaksasi Kebijakan Revisi PMK terkait KB acap kali dilakukan perubahan dalam rangka menyikapi situasi perubahan perkembangan perekonomian, baik nasional maupun global. Semenjak diterbitkannya PMK nomor 291/1997 beserta perubahannya, perusahaan dalam KB dapat melakukan penjualan lokal maksimum 50% dari realisasi ekspor dan penjualan ke KB/Kawasan ekonomi khusus lainnya. Seiring dengan
pengembalian fungsi KB sebagai basis ekspor, maka sejak Januari 2012 diberlakukan PMK nomor 147/2011 yang ketentuannya membatasi penjualan lokal maksimum menjadi hanya sebesar 25%. Kondisi ini menimbulkan kepanikan bagi pengusaha pengguna fasilitas KB. Lebihlebih lagi kala itu pasar internasional sedang lesu. Kelonggaran pembatasan diberikan pada pengusaha dimana batasan maksimal kuota domestik 25% dari realisasi ekspor tidak serta merta diterapkan di tahun 2012. Di tahun ini, perusahaan pengguna fasilitas masih bisa menjual barangnya lebih dari 25%. Over quota atau kelebihan penjualan diatas 25% ini menjadi pengurang penjualan di pasar lokal tahun 2013. “Tahun 2012 pasar lokal yang sudah terbentuk sebesar 50% harus dipangkas menjadi 25%. Namun eksekusi PMK 147 tidak harus seketika itu, tahun 2012 dia boleh menjual di atas 25%, tapi over quota-nya (kelebihan dari 25%) mengurangi jatah di tahun 2013”, demikian penjelasan Kepala Kantor KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi. Jika pengurangan penjualan terjadi di tahun 2013, dan terjadi over quota lagi di tahun 2013, maka di tahun 2014 penBuletin Kinerja - Edisi XXI/2014
13
Potret
Pelayanan di KPPBC Tipe Madya Pabean A Bekasi jualan lokal perusahaan tersebut adalah mendekati 0%. Jika kondisi ini terjadi, dan pasar global juga lesu, maka besar kemungkinan perusahaan akan tutup dan akirnya berimbas pada PHK. Menanggapi fenomena ini, pemerintah melalui Kemenkeu, mengeluarkan dan merevisi empat PMK sebagai bagian dari paket kebijakan ekonomi pemerintah. Salah satunya adalah relaksasi kebijakan pada KB yang dituangkan dalam PMK No 120/PMK.04/2013. Relaksasi ini memberikan alokasi tambahan perusahaan KB untuk memasarkan hasil produksi ke pasar lokal hingga 50% dari sebelumnya maksimal 25%. Selain itu, perusahaan KB dalam pelaksanaan kegiatannya dapat mensubkontrakkan sebagian kegiatan utamanya baik pada perusahaan KB lain maupun perusahaan lokal. Sejauh ini, implikasi dari implementasi relaksasi kebijakan ini memperoleh hasil yang cukup memuaskan. Nilai ekspor perusahaan KB naik menjadi Rp 102,24T di tahun 2013 dari Rp. 96,82T di tahun 2012. Ini menunjukkan peningkatan nilai ekspor 5,6%. Dilihat dari nilai bea masuk juga terjadi peningkatan menjadi Rp 192,48T periode sept 2013 – mei 2014, dari Rp 184,70T pada periode sept 2012 – mei 2013. Nilai ini menggambarkan adanya kenaikan penjualan lokal setelah adanya relaksasi.
14
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
Foto: Edi Juliana
perluas melalui informasi online, mailing list, website, dan email.
Inisiatif Strategis Disisi lain, relaksasi kebijakan KB juga mengatur simplifikasi prosedur perizinan yang semula berada di Kantor Wilayah DJBC dialihkan wewenangnya ke Kantor Pela-yanan (KPPBC). Simplifikasi prosedur perizinan ini berimplikasi pada bertambah banyaknya perijinan yang masuk ke KPPBC. Pertambahan secara signifikan terjadi terutama di KPPBC Bekasi dari rata-rata 130 pelayanan perijinan per hari di tahun 2012 meningkat menjadi 198 pelayanan per hari di tahun 2013. Peningkatan pelayan terutama perijinan ini membutuhkan atensi khusus. KPPBC Bekasi telah berinisiatif membuat sistem perijinan secara elektronik yang dapat membantu simplifikasi pelayanan. Sistem ini akhirnya bisa dijalankan pada pertengahan tahun 2012, bahkan telah digunakan oleh KPPBC di daerah lain. Selain aplikasi pelayanan perijinan, KPPBC Bekasi mencoba untuk bisa sejalan dengan kinerja stakeholder-nya. Berbagai inovasi dalam rangka optimalisasi pelayanan telah dilakukan mulai dari aplikasi BC 2.3 PDE, BC 2.4 dan 2.5 Disket, Office Automation, Sistem Monitoring KPPT, Touchscreen Information Display, sampai aplikasi SMS Gateway yang memungkinkan pengusaha dapat memonitor progres pengajuan layanan melalui sms. Pengembangan sistem layanan juga di-
KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi terus berupaya dalam meningkatkan pelayanan kepada stakeholder. “Selain dari pada itu, kami juga telah terakreditasi dengan memperolah sertifikasi ISO 9001:2008. Dalam ISO ini terdapat lima jenis layanan yang telah sesuai dengan standar manajemen mutu”, ungkap Kepala Kantor KPPBC Tipe Madya Pabean Bekasi.
Sebaran KB memerlukan sentuhan teknologi Segenap inisiatif yang telah dilakukan masih belum cukup. Hampir semua perusahaan dalam KB sudah membuat manajemen yang sangat efisien. Proses produksi mereka dapat dihitung dalam hitungan jam, karena mereka menerapkan sistem manajemen just in time. Untuk itu pengurusan administrasi kepabeanan dalam KB yang saat ini masih manual, harus segera dapat dilakukan secara online sehingga dapat mempermudah dan real time. Ada kendala demografi terkait sebaran Tempat Penimbunan Berikat (TPB). Sembilan puluh persen TPB di daerah Bekasi adalah di kawasan industri. Jumlah TPB dibandingkan dengan jumlah SDM tidak seimbang, satu-satunya yang bisa menangani adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Harapan Harapan relaksasi bersambut baik. Ditengah kendala yang dihadapi, terlihat kebijakan yang ditetapkan memberikan harapan yang baik, misalnya peningkatan jumlah dokumen perijinan dan nilai bea masuk. Dari data tersebut terlihat terjadi peningkatan pada pengajuan lokal yang dilakukan oleh pengusaha pengguna fasilitas KB. Kegiatan ini menunjukkan peningkatan kegiatan produksi. Tentunya juga mengindikasikan adanya harapan guna meminimalisasi resiko terjadinya PHK dikarenakan peningkatan permintaan pasar lokal. [Edi Juliana, Herry Hernawan]
Ragam Kinerja
Transforming the Indonesian Ministry of Finance 2014-2025 led by a number of distinguished leaders such as Ibu Sri Mulyani and Bapak Agus Martowardojo and now Bapak Chatib Basri. To this end, our Ministry has delivered transformational change along a number of critical dimensions. For example: a clean and open government effort has been implemented in critical areas, e.g. fiscal transparency, an accountability culture has been built, and the Balanced Scorecard implemented; high-quality human resources have been developed, e.g. 67 percent of employees have university degrees and above.
The IMOF has been transforming itself towards becoming a world-class institution,
2014 is a very critical year, not only because it is the implementation year of the
IMOF transformation journey but also the new president will be appointed in this year and Indonesia is now a G20 country. As such, the aspiration for the Ministry of Finance has grown. The IMOF aspires to become the ‘engine of Indonesia’s inclusive economic growth in the 21st century’. With this new vision, IMOF has updated its mission to better reflect its core activities and mandates. The new mission for IMOF is to: achieve high levels of tax, excise, and duty compliance through excellent service and rigorous law enforcement; implement prudent fiscal policies; manage the central balance sheet with minimum risk; ensure revenue funds are distributed efficiently and effectively; and attract and develop
Foto: Dok. Biro KLI
THE Indonesian Ministry of Finance (IMOF) has been supporting the nation’s financial health and economic growth for decades. In recent years, Indonesia’s GDP growth has stabilized at around 6 percent p.a. Tax revenue has maintained pace with this growth, consistently staying at 11-12 percent of GDP, while customs and excise revenues have steadily increased by 17 percent p.a. Many factors have contributed to this success, however, effective management of the nation’s finances by the IMOF has undoubtedly played a key role in supporting Indonesia economic development.
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
15
Ragam Kinerja
best-in-class talent by offering a competitive employee value proposition. Continuing to strengthen and build on previous transformation efforts, a comprehensive institutional transformation study was carried out from April to December 2013 with a stress on 5 themes: Taxation, Customs and Excise, Budgeting, Treasury and Central Secretariat (HRM, Organisation and IT). Interactions with more than 24,000 internal stakeholders and more than 80 external stakeholders, and analysis of hundreds of documents revealed the need for a number of priority shifts at IMOF in order to deliver transformation at scale: The Ministry has a strong accountability culture – it must make this culture more ‘outcome or
(2015-2019); Institutionalize breakthroughs in the long-run (2019-2025). Examples of the key milestones that will mark the journey towards creating a world class Ministry of Finance are as follows: a) Better, more efficient service to taxpayers, e.g. 25 million e-filers by 2019; b) Increased ease of doing business in Indonesia, e.g. dwelling time under customs clearance for import reduced by 40 percent; c) A significantly more streamlined budget system for Indonesia, e.g. 800 line items versus 192,000 today; d) Significantly more efficient cash management, e.g. 100 percent public sector payment paid through electronic channels; e) Integrated IT architecture Blueprint, for all units in the Ministry; and f) Strengthened strategic role of our central organiza-
The successful implementation of the transformation agenda would lead the previous success of the IMOF, with its strong presence and influence across Indonesia, to deliver reform and transformation more proactively at scale.
output-oriented’; the set of key processes which are already efficient – must be made simpler, more streamlined, and efficient by digitizing at scale; the Ministry must be more appreciative of the achievements of its cadre of people; help develop and empower them to become ‘best-in-class’ leaders and help them acquire and build the critical capabilities that are required to accelerate transformation; the organization structure, must be made more ‘fit-for-purpose’ and effective. Assisted by McKinsey, a team of 30 global subject matter experts and 300 ministry staff engaged themselves in minilabs and over 60 working sessions to design a blueprint and strategic roadmap along with 87 strategic initiatives. The Blueprint lays down three horizons for reform that will help achieve the vision of this Ministry: Build consensus to reform (2013-2014); Establish operational and service excellence at scale
16
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
tions (Secretary General), empowered unit organizations. To govern transformation going forward, the Ministry of Finance has established a Central Transformation Office ~CTO (KMK No: 198/KMK.01/2014 and 199/ KMK.01/2014) – an entity at the highest level responsible for putting in place a systematic approach for driving progress and delivering results from the implementation of the IMOF blue print. The CTO’s Chair of the streering Committee is the Finance Minister. The Chairman of the organising committee is the Secretariat General, and the Daily Chairman of the organising committee is the Expert Staff of the Finance Minister in the field of Organisation, Bureaucracy and Information Technology. CTO requires the development of Program Management Office (PMO) to support each Echelon I in implementing transformation agenda (blue print) at each unit
level. The role of this transformation office will be assisting leadership fast, quick decision making, tracking and monitoring the implementation and performance; debottlenecking problematic situations and taking corrective action and supporting internal and external stakeholder engagement. However, there will be several potential challenges in implementing the blueprint. Among those are the existing structural/ systemic challenges in securing leadership commitment for long period reform agenda; HRM capacity in promoting budget policy and HR policy that follow strategy; revitalizing the existing performance management system based on the BSC towards more outcome based culture; promoting the whole of IMOF governance in the 21st century particularly in implementing integrated IT system in the IMOF. Thus, as the transformation journey has begun, the IMOF need to kindly get people buy in to discuss and engage with any potential support from internal and external stakeholders to succeed the Ministry Institutional Transformation agenda 20142025. The application the IMOF transformation initiatives are becoming increasingly urgent given the Indonesian economic policy challenges in the world economic scene was not easy. In the Joint Seminar on Structural Policy Challenges in Indonesia organised by Indonesian Fiscal Policy Office on 5 December 2013, OECD predicted that without the implementation of the Institutional Transformation strategy to cope with the existed structural challenges, the Indonesian economy would require a longer time to become a high-income country. Furthermore, the successful implementation of the transformation agenda would lead the previous success of the IMOF, with its strong presence and influence across Indonesia, to deliver reform and transformation more proactively at scale. By Adi Budiarso, DBA Kabid Pemeriksaan Bisnis dan Penilai Publik, PPAJP
Rujukan
Prioritas dan Rasionalisasi Inisiatif Strategis Tuntutan stakeholder dan customer yang semakin meningkat dari tahun ke tahun memaksa organisasi harus mampu adaptif dan kreatif berpikir untuk menyusun program dan kegiatan terobosan (breakthrough). Terobosan dalam konteks Balanced Scorecard dikenal dengan terminologi inisiatif strategis (IS). Banyaknya keterbatasan sumberdaya mengharuskan organisasi menentukan prioritas dan rasionalisasi dalam penyusunan IS.
PENENTUAN prioritas merupakan proses pemilihan IS berdasarkan aspek manfaat tertinggi, biaya terendah, waktu terpendek dan implementasi termudah untuk dilakukan. Sedangkan rasionalisasi merupakan proses menyelaraskan itemitem suatu IS yang relevan dengan apa yang hendak dicapai. Singkat kata, prioritas adalah memilih kegiatan yang akan dilakukan dan yang tidak dilakukan, sedangkan rasionalisasi adalah memilih apa yang perlu dibiayai dan apa yang tidak perlu dibiayai dari suatu kegiatan sehingga biaya yang dianggarkan benar-benar telah mencerminkan kebutuhan pendanaan yang paling efisien. Rasionalisasi juga merupakan proses penyelarasan antar IS, sehingga IS yang disusun tidak saling berbenturan atau berseberangan. Proses penentuan prioritas dan rasionalisasi IS dapat digambarkan sebagai berikut:
Apakah pencapaian target memerlukan IS
Sebagai ilustrasi proses penentuan prioritas dan rasionalisasi IS pada tim nasional Indonesia yang memiliki cita-cita masuk dalam piala dunia tahun 2018. Disusunlah sasaran strategis peningkatan minat terhadap sepakbola dan peningkatan skill pemain. Peningkatan minat terhadap sepakbola diharapkan dapat membuka akses seluas-luasnya untuk mendapatkan pemain terbaik, namun dikarenakan minat terhadap sepakbola sudah cukup tinggi maka tidak diperlukan adanya suatu IS. Sedangkan dalam rangka peningkatan skill pemain, timnas tidak bisa hanya mengandalkan frekuensi latihan yang lebih intensif, menegakkan disiplin pemain dan merekruit pemain terbaik, karena hal tersebut hukumnya adalah wajib dan sudah dilakukan selama ini. Begitu juga dengan pembangunan sekolah sepak-
Apakah kegiatan yang disusun di luar business as usual?
Prioritasisasi Rasionalisasi
IS dengan manfaat terbesar, biaya terendah, implementasi termudah, dan waktu pelaksanaan tercepat
bola bertaraf internasional, selain membutuhkan dana yang besar, manfaatnya baru dapat dirasakan dalam jangka panjang. Lagi pula sekarang tren pembangunan sekolah sepakbola sudah mulai meningkat di daerah-daerah sehingga pemerintah tidak perlu mendirikan sekolah khusus melainkan mendorong agar kurikulum yang ada berkualitas. Adapun IS selain hal tersebut yang dapat disusun untuk meningkatkan skill pemain adalah: 1. Penerapan sport science, antara lain dengan pembangunan footbanaut training box. agar penggunaannya dapat maksimal sebelum tahun 2018, maka pembangunannya diusahakan selesai dalam jangka 1 tahun. dengan membangun training box diharapkan adanya akselerasi peningkatan skill pemain. 1 jam berlatih di training box sama dengan 5 jam berlatih di lapangan konvensional. Begitu juga dengan ketahanan fisik dan juga postur tubuh yang kurang mendukung, diharapkan dengan sport science Indonesia dapat mengandalkan strategi kecepatan dengan ketahanan fisik sebagai kelebihan yang dapat dioptimalkan. 2. Berlatih di football academy di Brazil. Ini untuk melakukan transfer knowledge sekaligus benchmarking bagaimana pola latihan di Brazil. Diharapkan dengan latihan selama 1 tahun, timnas dapat mengambil manfaat yang besar dari negara yang terkenal hebat dengan sepakbolanya tersebut. Ketika berlatih, prioritas utama bukanBuletin Kinerja - Edisi XXI/2014
17
Rujukan
lah akomodasi yang mewah, namun menekankan pada kelayakan akomodasi dan latihan yang serius selama 1 tahun. Sehingga pada awalnya dianggarkan sebesar Rp.50 M dengan akomodasi hotel bintang 4, dapat dirasionalkan menjadi Rp.30 M dengan akomodasi hotel bintang 3.
3. Pertandingan uji coba dengan klub/ negara lain ditujukan untuk menguji sejauh mana keberhasilan latihan dan strategi yang cocok bagi timnas. Awalnya direncanakan 1 kali dalam sebulan, namun hal ini tidak selaras dengan inisiatif lainnya yang menekankan pada banyaknya latihan dan peningkatan
skill. Uji coba hanya sebagai bentuk evaluasi dan membutuhkan dana yang lumayan besar sehingga tidak efektif jika terlalu sering dilakukan, sehingga dapat dirasionalkan menjadi 1 kali dalam 4 bulan agar dapat dilakukan efesiensi untuk mendukung IS yang lainnya. [Eman AP]
Selingan
Quiz Ada 9 garis dengan ukuran yang sama sebagaimana gambar di samping. Susunlah kesembilan garis tersebut agar membentuk 7 segitiga sama sisi yang masing-masing memiliki luas bidang yang sama! Setiap titik garis harus bertemu.
Gambarkanlah susunan tersebut! Dapatkan bingkisan menarik bagi 5 pemenang dengan mengirimkan jawaban yang benar beserta identitas (nama, jabatan, unit kerja, alamat kantor) ke
[email protected] dengan subject/perihal email “Jawaban Quiz Buletin Kinerja XXI” atau dikirim ke: Bidang Program dan Kegiatan IV Pushaka d/a: Gedung Djuanda I Lantai 5, Jl. Wahidin Raya No.1 Jakarta 10710. Jawaban dapat kami terima paling lambat tanggal 10 Oktober 2014.
Daftar Pembaca Setia Buletin Kinerja Edisi XX 2014 yang Beruntung: 1) Muhamad Zakiyudin, Pelaksana pada PKPPIM BKF; 2) Franky H. Malau, Pelaksana Pemeriksa KPPBC TMP A Bekasi; 3) Noer Anggraini, Kasi Portofolio dan Risiko Pembiayaan Syariah DJPU; 4) Samuel Julian, Pelaksana pada Set. Komwas Perpajakan; 5) Putut Suyoso Tricahyono, Kepala Kantor KPPN Benteng; 6) Seto Hernawan, Pelaksana pada PPAJP Setjen; 7) Ardin S., Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan KPP Pratama Mamuju; 8) Immanuel Christian T., Bendahara Pengeluaran BDK Medan; 9) Muhtar Salim, Kepala Bagian Umum Kanwil DJPB Kalimantan Selatan; 10) Jerri Falson, Direktorat KND-DJKN.
18
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
Foto: Edi Juliana
Lensa Peristiwa
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
19
Kata Mereka
APBN-P dan Revisi Target
Foto: Edi Juliana
Yon Arsal Kepala Subdirektorat Potensi Perpajakan, Dit. Potensi Kepatuhan dan Penerimaan DJP PENURUNAN target penerimaan pajak pada APBNP 2014 secara umum tidak merubah kebijakan terkait proses bisnis maupun target kinerja DJP lainnya di tahun 2014 ini. Pada dasarnya target penerimaan pajak pada APBNP 2014 telah di evaluasi terlebih dahulu, baik atas strategi yang telah ditetapkan di awal tahun 2014 maupun terhadap kondisi riil perekonomian saat ini. Terkait adanya perubahan target tersebut, DJP akan melakukan re-distribusi target penerimaan pajak pada seluruh unit kantor vertikal. Peran pusat dalam hal koordinasi, pengarahan, bimbingan serta monitoring tetap terus ditingkatkan terutama untuk mengoptimalkan
sektor yang telah ditetapkan sebagai fokus penerimaan pajak di tahun 2014. Sedangkan untuk sektor lainnya diminta kepada seluruh Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan untuk terus melakukan sinergi regional mengingat masing-masing daerah memiliki sektor unggulan yang berbeda.
n
Foto: Dok. DJPB
ia
Buletin Kinerja - Edisi XXI/2014
rencana kegiatan yang akan dilakukan pada sisa tahun berjalan. Dari sisi internal, target IKU yang terkena dampak APBN-P salah satu contohnya adalah “Persentase penyerapan anggaran dan pencapaian output belanja”, sehingga Ditjen Perbendaharaan perlu melakukan reformulasi inisiatif strategis yang lebih inovatif dalam rangka mencapai output yang optimal dengan anggaran yang lebih efisien. Dengan adanya dinamika tersebut, DJPB tidak serta merta langsung mengusulkan adanya perubahan target kinerja, tetapi akan lebih mengedepankan dan mengintensifkan “dialog kinerja” (Performance Dialogue). Melalui kegiatan ini, akan dirumuskan kembali strategi-strategi untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan. Kegiatan ini dilakukan setiap bulan dan dimonitor tindaklanjutnya oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan bersama para eselon II Ditjen Perbendaharaan sebagaimana prinsip Strategy Focused Organization.
ul
20
PENETAPAN APBN-P 2014 memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap pencapaian target penyerapan anggaran Kementerian Negara/ Lembaga (K/L). Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap pencapaian salah satu target IKU yang telah ditetapkan dalam Kontrak Kinerja Kemenkeu-One DJPB, yaitu IKU “Deviasi antara rencana dan realisasi pe- nyerapan anggaran K/L”. IKU ini merupakan joint IKU antara DJPB dengan DJA. IKU ini dirasakan semakin menantang pada tahun 2014 ini karena adanya penyesuaian anggaran sehingga K/L harus melakukan perencanaan ulang terhadap
iJ
Syafriadi Kepala Bagian Organisasi dan Tatalaksana, Set. DJPB
Ed
kendali, sebagaimana tercermin pada IKU “Persentase Pencapaian Target Effective Cost” dan IKU “Persentase Pemenuhan Target Risiko Portofolio Utang”. Pencapaian target-target di atas pastinya tidak mudah dan memerlukan extra effort, mengingat terdapat berbagai tantangan antara lain : volatilitas nilai tukar Rupiah, kenaikan tingkat inflasi, dan rencana perubahan suku bunga acuan oleh The Fed dan European Central Bank yang dapat mempengaruhi aliran investasi ke emerging market, termasuk Indonesia. Namun demikian, dengan penerapan strategi utang yang tepat, diharapkan target kinerja di atas dapat tercapai dengan baik.
o:
SALAH satu dampak dari ditetapkannya APBN-P 2014 adalah peningkatan target pembiayaan melalui utang yang harus dipenuhi oleh DJPU, menjadi lebih dari Rp400 triliun. Dari sisi IKU, perubahan ini tidak berdampak pada adendum kontrak kinerja DJPU, mengingat target IKU terkait hal tersebut bukan berupa angka absolut, namun berupa persentase sehingga dapat langsung disesuaikan. Disamping itu, meskipun terdapat peningkatan target, utang tetap harus dikelola secara prudent untuk mendukung kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Dengan demikian, setiap pengadaan utang harus tetap berada pada koridor biaya minimal dan risiko yang ter-
t Fo
Foto: Eman AP
Herry Indratno Kasubbag Pengelolaan Kinerja, Sekretariat DJPU