BAB II PERAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA A.
Pengertian Mediasi Istilah Mediasi tidak mudah untuk didefinisikan secara lengkap dan
menyeluruh, karena cakupannya cukup luas. Mediasi tidak memberikan suatu model yang dapat diuraikan secara terperinnci dan dibedakan dari pengambilan putusan lainnya. 17 Berikut akan dikemukakan makna Mediasi secara Etimologi dan terminology yang diberikan oleh beberapa ahli. Secara etimologi, istilah Mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti ada ditengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antar pihak. Berada ditengah juga bermakna mediator harus berada dalam posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa. Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa mediasi adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan kesepakatan( agreement ). Kegiatan ini dilakukan oleh mediator sebagai pihak yang ikut membantu mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa. Posisi mediator dalam hal ini adalah mendorong 17
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam presfektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional,( Jakarta : Kencana, 2009), h. 1.
Universitas Sumatera Utara
para pihak untuk mencapai kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengakhiri perselisihan dan persengketaan. 18 Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan ( etimologi) lebih menekankan kepada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak nersengketa untuk menyelesaikan perselisihannnya, dimana hal ini sangat pentting untuk membedakan dengan bentuk-bentuk lainnya seperti arbitrase, negosiasi, adjudikasi dan lain—lain. Penjelasan kebahasaan ini masih sangat umum sifatnya dan belum menggambarkan secara konkret esensi dan kegiatan mediasi secara menyeluruh. Kemudian dalam pengertian mediasi secara terminology yang banyak diungkapkan para ahli resolusi konflik. Dimana para ahli resolusi konflik juga beragam dalam memberikan definisi mediasi sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Yang antara lain: 1. Laurence Bolle menyatakan” mediation is a decision making process in the which the parties are assisted by a mediator; the mediator attempt to improve the process of decision making and to assist the parties the reach an outcome to wich of them can assent.”19 ( mediasai adalah proses pembuatan keputusan dimana para pihak yang dibantu oleh seorang mediator. mediator berusaha untuk meningkatkan proses dari pembuatan kesepakatan dan untuk membantu para pihak untuk menjangkau hasil dari persetujuan diantara mereka).
18
Lourna Gilmour, Collins English Dictionary and Thesaurus, dalam buku Syahrizal Abbas, ibid, h. 2. 19
Laurence Bolle, Mediation:principles,process,and practice,( New York ), h. 1.
Universitas Sumatera Utara
2. J. Folberg dan A. Taylor memaknai mediasi dengan” the process by wich the participant, together with the assistance of a neutral person, systematically isolate dispute in order to develop option, consider alternatif, and reach consensual settlement that will accommodate their need.” 20 ( suatu proses antara para pihak, bersama-sama dengan bantuan seorang orang yang netral, yang secara sistematis mengisolasikan perselisihan dalam rangka mengembagkan pilihan, mempertimbangkan alternatif, dan menjangkau
consensual
penyelesaian
yang
akan
mengakomodasi
kebutuhan mereka).
Pengertian yang diberikan dua ahli di atas lebih menggambarkan esensi kegiatan mediasi dan peran mediator sebagai pihak ketiga. Bolle menekankan bahwa mediasi adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak dibantu pihak ketiga sebagai mediator. Pernyataan Bolle menunjukkan bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya berada ditangan para pihak, dan mediator hanyalah membantu para pihak dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Kehadiran mediator menjadi amat penting karena ia dapat membantu dan mengupayakan proses pengambilan keputusan menjadi lebih baik, sehingga menghasilkan outcome yang dapat diterima oleh mereka yang bertikai.
20
J. Folberg dan A Taylor, mediation : A Comprehensive guide to resolving conflict without litigation dalam buku Syahrizal Abbas, Op.cit, h. 4.
Universitas Sumatera Utara
J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersamasama oleh pihak yang bersengketa dan dibantu oleh pihak yang netral. Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa, dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa. Alternatif penyelesaian yang ditawarkan mediator diharapkan mampu mengakomodasikan kepentingan para pihak yang bersengketa. Dimana mediator dapat membawa para pihak mencapai kesepakatan tanpa merasa ada pihak yang menang atau pihak yang kalah( win-win solution).21
Garry Goopaster memberikan definisi mediasi sebagai proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang yang tidak memihak (imparsial) bekerja sama dengan pihak-pihak ang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian yang memuaskan. Garry Goopaster mencoba mengeksplorasikan lebih jauh makna mediasi tidak hanya dalam pengertian bahasa, tetapi juga ia menggambarkan proses kegiatan mediasi, kedudukan dan peran pihak ketiga, serta tujuan dilakukannya mediasi. Goopaster jelas juga menekankan bahwa mediasi adalah proses negoisasi, dimana pihak ketiga mediasi adalah proses negoisasi, dimana pihak ketiga melakukan dialog dengan pihak bersengketa dan mencoba mencari kemungkinan penyelesaian sengketa 21
Gary Gopaster, Negosiasi dan Mediasi: sebuah pedoman Negosiasi dan penyelesaian sengketa melalui Negosiasi,( Jakarta :ELIPS Project,1993), h.201.
Universitas Sumatera Utara
tersebut keberadaan pihak ketiga ditujukan untuk membantu pihak bersengketa mencari jalan pemecahannya, sehingga menuju perjanjian atau kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak.
Kata Mediasi juga berasal dari bahasa Inggris “mediation”, yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi, dimana yang menengahinya dinamakan mediator.
Mediasi adalah suatu proses, dimana seseorang pihak ketiga netral, yang disebut dengan “ mediator” mendengarkan sengketa diantara dua pihak atau lebih dan mencoba untuk membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka tanpa memikirkan keuntungan dari adanya kasus itu. Makna mediasi sering dikaitkan dengan makna arbitrase. Arbitrase adalah bentuk lain dari pada penyelesaian sengketa dengan menggunakan pihak ketiga ( sebagai lawan dari proses litigasi dan penilaian hakim juri ). Dalam arbitrase, arbitrator mendengarkan fakta-fakta yang dihadirkan oleh setiap pihak dan kemudian membuat suatu kepuutusan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kerugian yanng diderita oleh penggugat, dan berapa banyak orang yang harus bertanggung jawab membayar kerugian tersebut kepada penggugat, jika ada pembayaran yang dapat dibayar. 22
22
Adrianne Krikorian, Litigate or Mediate: Mediation as an alternative to lawsuits, 4 oktober 2006, artikel, http://www.mediate.com, diakses pada tanggal 8 Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
Stephen R. Marsh, seorang mediator ahli dari Amerika, dalam artikelnya yang berjudul “ What is Mediation” memberikan beberapa pengertian mediasi sebagai berikut: 1.
mediation is school yard intervention. From pre – school playgroup though twelve grade, mediation is part of education community and is supervise by school teachers and accomplish by specially trained per group mediators in the same classes as the parties in conflict. in a growing number of schools, a mediator is a student in federally support initiative to reduce conflict and violance in school. ( mediasi adalah bentuk intervensi sekolah, mediasi adalah bagian dari masyarakat berpendidikan, yang mana dikontrol oleh guru-guru sekolah, dan dilakukan oleh seorang spesialis yang telah dilatih oleh beberapa mediator untuk mengatasi sengketa antar kelas.
2. mediation is a part of the juvenile criminal justice system, for non- violent offender, victim-offender, mediation is a processs where community volunteers, under the control of the criminal justice system caseworkers, help both sides humanize and rehabilitate each other. In many comunitites, mediator is an unpaid volunteer with three to six hours of training in a state support program who help kid get back on the right track. ( mediasi adalah bagian dari system peradilan kejahatan anak. Bagi pelaku criminal tanpa kekerasan, korban kejahatan, mediasi adalah sebuah proses, di mana komunitas sukarela yang berada dibawah pengawasan dari
Universitas Sumatera Utara
pegawai sistem peradilan pidana, yang membantu kedua belah pihak untuk menjadi lebih manusiawi dan merehabilitasi mereka satu sama lain. Dibanyak komunitas, mediator merupakan tenaga sukarela tanpa bayaran, telah melewati tiga sampai enam jam program pelatihan yang mendukung, yang mana menolong anak-anak untuk kembali kejalan yang benar). 3. mediation is a part of family counselling for people getting divorced, mediation is a way for families who are break up into parts tolearn to deal with the changes in roles, duties and occasion and face those change with emotional balance. To man mediation is special from of family counselling handled by licensed family counsellor and therapist. ( mediasi adalah bagian dari usaha konseling keluarga bagi orang-orang yang mengalami perceraian,. Mediasi adalah sebuah jalan bagi para keluarga yang terpecah dalam hal mempelajari bagaimana menghadapi perubahan peranan, kewajiban-kewajiban, dan keadaan-keadaan. Mediasi juga memberi pelajaran tentang bagaimana para pihak yang bercerai menghadapi perubahan tersebut dengan keseimbangan emosi. Dalam hal ini mediasi adalah bentuk special dari konseling yang ditangani oleh konselor keluarga yang berlisensi dan ahli terapi. 4. mediation is the part of the civil law system where parties to lawsuits are support in resolution negotiation aimed at heping them find their own best interest. To most bar association, mediation is something practiced by
Universitas Sumatera Utara
attorneys who have been trought a fourty hour program and who go faster negotiations. ( mediasi adalah bagian dari sistem hukum pidana, dimana para pihak dalam suatu perkara hukum didukung untuk menegosiasikan penyelesaian perkaranya yang bertendensi untuk membantu para pihak tersebut menemukan
keinginan
mereka
sendiri.
Banyak
asosiasi
hukum
memandang mediasi sebagai sesuatu hal yang dipraktekkan oleh seorang pengacara yang telah melalui program pelatihan selama kurang dari empat puluh jam dan dapat melakukan negosiasi dengan lebih cepat). 5. mediation is a part of comuntiy accomplishment and conflict resolution, a place wherevolunteers, often with the better business burear or community alternatif ddispute resolution centers, resolves conflict and problem that if not would end a small claim court. to many mediation is analternatif to the formal justice system, not a part of it, accomplish by” real human being” rather than attorneys. (mediasi adalah bagian dari aksi komunitas dan penyelesaian sengketa, satu tempat dimana para sukarelawan dari kantor bisnis atau dari komunitas pusat alternatif penyelesaian sengketa, yang menyelesaiakan sengketa masalah yang tidak dapat terselesaikan melalui pengadilan. Dalam banyak hal mediasi adalah suatu alternatif dari system peradilan yang formal, mediasi bukan bagian dari system peradilan formal tersebut, hanya dilakukan oleh seorang individu yang benar-benar mampu bertindak lebih dari hanya sebagai pengacara.
Universitas Sumatera Utara
6. mediation is a labor conflict resolution tool expected a finding a better way. Drawing from a wide group of talent and skill, labor mediation seeks to end conflict andimprove feeling in the work place. to many, mediation is a way ti get the bottom line and to find compromise without fighting using a group of mediation who disregard definition other than experience. ( mediasi adalah alat penyelesaian sengketa perburuhan yang bertujuan untuk menemukan jalan yang lebih baik, dikontrol oleh sekelompok besar orang-orang yang memiliki talenta dan keahlian, mediasi perburuhan mendorong untuk diakhirinya konflik dan meningkatkan perasaan ditempat kerja. Dalam banyak hal mediasi adalah jalan untuk menemukan kesepakatan tanpa harus berkelahi dengan menggunakan sekelompok mediator yang tidak memperhatikan definisi lebih dari pengalaman). 7. institutiond mediation is conflict avoidance, a from of human resources management that aims to resolve conflict and improve communication between those served and the institusion and between the different members of the institusion. To many inlarge hospital churches and other diverse organitation, mediation is methodof make surecommunitcation and that problem are resolved rather than disregarded, make well rather than allowed to irritate. ( mediasi institusional adalah alat mencegah sengketa, sebuah bentuk managemen
dari
sumberdaya
manusia
yang
bertujuan
untuk
menyelesaikan sengketa dan meningkat komunikasi diantara para pihak dan institusi tersebut dan antara anggota—anggota yang berbeda—beda
Universitas Sumatera Utara
dengan institusi tersebut. Di banyak Rumah Sakit, gereja dan organisasi lainnya mediasi juga bertujuan membentuk keadaan menjadi tenang daripada menyakiti orang lain.) 8. mediation is what diplomat do to prevent countries from gaoing to war or to help coutries at war find peace. From the middle East to Bosnia , mediation is the resolution, by political means, of armed conflict. ( mediasi adalah suatu hal yang dilakukan oleh para diplomat sebagai usaha untuk mencegah peperangan diantar Negara –negara atau untuk membantu Negara- Negara yang ber[erang dalam menemukan titik perdamian
PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan memeberikan definisi tentang mediasi yakni dalam pasal 1 angka 6,yang isinya sebagai berikut;
Angka 6 : “Mediasi adalah penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan bantuan pihak ketiga. 23
PERMA No.1 Tahun 2008 tentang perubahan atas PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan juga memberikan definisi tentang mediasi yakni dalam pasal 1 ayat 7, yang isinya ” Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak
23
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Hukum Adat pada Fakultas Hukum, diucapkan di Hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara oleh Runtung.
Universitas Sumatera Utara
dengan dibantu oleh mediator”.24 Kemudian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia ( MAPPI ) Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga menyatakan bahwa terdapat banyak pengertian mediasi , tapi secara umum mediasi merupakan bentuk dari alternatife dispute resolution ( ADR ) atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersipat tidak memutus cepat dan murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaska. Dalam proses Mediasi ini dibutuhkan pihak ketiga (Mediator) yang dipilih oleh beberapa pihak. 25 Ada beberapa batasan mediasi yang dikemukakan oleh para ahli. Gary Good paster, mengemukakan: “Mediasi adalah proses negoisasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak(“impartial”) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antar pihak. Namun, dalam hal ini para pihak menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan-persoalan diantara mereka. Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan dinamika social hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak dengan memberikan pengetahuan atau informasi, Atau dengan menggunakan proses negoisasi yang lebih efektif, dan dengan demikian membantu persoalan yang dipesengketakan.” 26
24
D.S. Dewi, IMPLEMENTASI PERMA No.01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Artikel pada Seminar pelatihan Hakim Mediator, 2010, www.google.com. Diakses pada tanggal 1 Juli 2010. 25
Masyarakat pemantau peradilan Indonesia.Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, artikel, www.pemantauperadilan.com, diakses pada tanggal 5 Juli 2010. 26 Rachmadi Usman h. 79.
Universitas Sumatera Utara
Jacqualine M. Nollan Haley juga mengemukakan batasan mediasi sebagai berikut: “ mediation is generally understood to be a short – term structured, task – oriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement. Unlike the adjudication process, where a third party itervenor imposes a decision, no such compulsion exist in mediation. The mediator aids the parties in reaching a consensus. It is the parties them selves who shape their agreement” 27 ( Penyelesaian sengketa dengan penengahan biasanya dipahami untuk menjadi struktur singkat, tugas- yang diorientasikan,para pihak memiliki andil dalam proses. Membantu para pihak bekerja dengan suatu pihak ketiga netral, mediator, untuk menjangkau suatu persetujuan yang bisa diterima. Tidak sama dengan proses putusan hakim, dimana pihak ketiga memaksakan suatu keputusan, tidak ada paksaan seperti itu di dalam penyelesaian sengketa dengan mediasi. mediator menopang para pihak di dalam mencapai suatu kesepakatan. Dimana para pihak lah yang menentukan sendiri kesepakatan diantara mereka). Kemudian Kimberly K. Kovach Mrumuskan batasan mediasi tersebut adalah: “facilitation negotiation it is a process by wich a neutral third party, the mediator assist disputing parties in reaching a mutually satisfactory resolution”. 28 (Memfasilitasi untuk bernegoisasi. Yang mana proses nya berjalan dengan pihak ketiga, seorang mediator, untuk mendapatkan kesepakatan yang saling menguntungkan). Mark E. Roszkowski, dalam buku Business Law, Principle, Cases and Policy mengemukakan: “ mediation is a relatively informal process in wich a neutral third party, the mediator, helps to resolve a dispute. In many respect, therefore, mediator can
27 28
Nollan Halley dan M. Jaqueline,dalam skripsi Ririn Bidasari Tahun 2006. Op.Cit. Kimberly K. Kovach, dalam skripsi Ririn Bidasari. Op.Cit
Universitas Sumatera Utara
be considered as structured negotiation in which the mediator facilitates the process”. 29 ( Mediasi adalah suatu proses informal yang didalamnya terdapat suatu pihak ketiga yang netral, Mediator, membantu ke arah memecahkan suatu perselisihan. Di dalam rasa saling menghargai, oleh karena itu, penengah dapat menyusun untuk memperlakukan sebagai negosiasi di mana penengah untuk memudahkan proses). Selanjutnya, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, mengatakan bahwa: “ mediation, mediasi : salah satu alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan dengan menggunnakan jasa seorang mediator atau penengah; sama seperti konsiliasi. Mediator, penengah adalah seseoarang yang menjalankan fungsi sebagai penengah terhadap pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketanya”. 30
Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberikan batasan bahwa “mediasi adalah proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat, sedangkan mediator adalah perantara (penghubung , penengah) bagi pihak-pihak yang bersengketa itu”. 31 Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting, pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang 29
Mark E. Roszkowski, dalam buku Business Law, Principle, Cases and Policy sebagaimana dikutip Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani.. seri hukum Bisnis : Hukum Arbitrase, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000), h. 33. 30 Tim Penyunting Kamus Hukum Ekonomi ELIPS. Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, (Jakarta: ELIPS Project, 1997), h. 111. 31 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, 1998), h. 569.
Universitas Sumatera Utara
terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagaii penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan. 32 Dalam kaitan dengan mediasi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan: “Dalam hal sengketa atau beda pendapat setelah diadakan pertemuan langsung oleh para pihak (negosiasi) dalam 14 ( empat belas ) hari juga tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator”. 33 Dari beberapa rumusan batasan mediasi diatas, dapat disimpulkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan, melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral ( non-intervensi) dan tidak berpihak ( impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa, serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa, serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut “ mediator” atau “penengah” yang tugasnya hanya
membantu pihak—pihak
yang
bersengketa dalam menyelesaikan
masalahnya dan tidak memppunyai kewenangan unntuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain, mediator disini hanya bertindak sebagai fasilitator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tetapi ditangan para pihak yang bersengketa. 32
Syahrizal Abbas, Op.Cit, h. 3. Pasal 6 ayat (2) Undang-undang Nomor. 30 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa 33
Universitas Sumatera Utara
Sedangkan pemutusan perkara, baik melalui pengadilan maupun arbitrase, sebagaimana yang telah di jelaskan pada bab sebelumnya, bersifat formal, memaksa, melihat kebelakang, berciri pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak me-litigasi suatu sengketa, proses pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan ketat dan suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya. Kebalikannya, mediasi sifatnya tidak formal sukarela, melihat kedepan, koperatif dan berdasar kepentingan. Seseorang mediator membantu pihak-pihak yang bersedia merangkai suatu kesepakatan yang memandang kedepan, memenuhi kebutuhan- kebutuhannya dan memenuhi standar kejujuran mereka sendiri. Seperti halnya para hakim dan arbiter, mediator harus tidak berpihak dan netral, serta mereka tidak mencampuri untuk memutuskan dan menetapkan suatu keluaran subtantif, para pihak sendiri memutuskan apakah mereka akan setuju atau tidak. 34 Mediasi menyediakan suatu metode bagi para pihak yang bersengketa untuk mengimplementasikan pilihan mereka sendiri yang disertai dengan kepedulian dan usaha untuk memperbaiki kembali pemikiran mereka demi menghasilkan suatu keputusan yang baik bagi kedua belah pihak dengan mengontrol hidup mereka dalam memecahkan sengketa yang mereka hadapi.
34
Gary Goodfaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa dalam seri dasar-dasar Hukum ekonomi 2: Arbitrase Indonesia: Ghalia Indonesia, hlm 12-13 dan Gary Goodfaster,1999 seri Dasar Hukum Ekonomi 9: Panduan Negoisasi dan Mediasi, diterjemahkan Nogar Simanjuntak , Jakarta: Project ELIPS , h. 242-243.
Universitas Sumatera Utara
Dalam mediasi, para pihak ditempatkan sebagai partisipan yang aktif dalam proses pembuatan keputusan dan membiarkan mereka untuk berpartisipasi secara langsung dalam menyelesaikan sengketa mereka demi kepentingan mereka di masa yang akan datang. Dalam mediasi yang bersifat informal, para pihak diberi kesempatan untuk mengekspresikan emosi-emosi mereka dengan berusaha mencari idientitas dari kepentingan fundamental mereka, untuk kemudian menyederhanakan kebingungan emosi mereka tersebut. Sebagai alternatif untuk menemukan suatu keputusan akhir bagi para pihak yang bersengketa, mediasi menyediakan suatu mekanisme, di mana para pihak yang bersengketa diarahkan unntuk mampu membuat keputusan mereka sendiri. Sebuah kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa menjadi tujuan utama dilakukannya proses mediasi. Tujuan tersebut tidak lain adalah agar para pihak mampu menghentikan ke-chaos-an emosi yang dirimbulkan oleh satu sengketa yang mungkin dapat berlanjut menjadi satu hal yang berdampak negatif bagi kehidupan mereka di masa yang akan dating, seperti halya jika mereka menyerahkan penyelesaian sengketa mereka pada jalur litigasi. 35 Mediasi adalah proses terkontrol, dimana pihak yang netral dan objektif dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, membantu para pihak tersebut untuk menemukan kesepakatan yang dapat diterima oleh keduanya untuk mengakhiri sengketa diantara mereka. Dengan catatan para pihak tetap memiliki kebebasan dalam menentukan kehendak mereka untuk menemukan penyelesaian 35
Mediation: “A process to Regain Control Of Your Life”, 4 oktober 2006. Artikel.http:// www.mediate.com/,h.1 diakses pada tanggal 25 juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
sengketanya. Mediasi pada dasarnya adalah bagian dari proses negoisasi, yang tiidak mempermasalahkan keberadaan pihak ketiga untuk membantu mereka membuat keputusan. Tujuan dari pada seorang mediator tidak hanya sekedar, membantu para pihak untuk menyelesaikan sengketa mereka, tetapi lebih dari itu, dengan mengidentifikasi kepentingan –kepentingan para pihak, dengan berorientasi pada masa yang akan dating, seorang mediator dapat saling bertukar pkiran yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang pada akhirnya membuat mereka merasa bahawa mereka telah menemukan standard keadilan personal. 36 B.
Sejarah Perkembangan Mediasi 1. Sejarah Mediasi di Dunia Pada masa pemerintahan Norman King, di Inggris banyak sengketa yang
ditangani oleh seorang atau kelompok orang yangh bertindak sebagai penengah , berusaha membantu para pihak yang bersengeketa untuk membicarakan jalan keluar yang terbaik untuk sengketa mereka. Pada saat itu proses tersebut disebut “ The Thing”atau dalam dunia modern saat
ini dikenal dengan nama
Mediasi(mediation) namun dalam pelaksanaannya ternyata the things kurang berjalan dengan baik kemudian Norman King mengubah proses the thing tersebut menjadi law judge ( keadilan dalam hukum) dalam periode ini dimulai babak baru system hukum yang sekarang dikenal common law system. Orang-orang yang menginginkan membuat keputusan bisnis tidak menyukai resiko yang diakibatkan oleh penyelesaian sengketa melalui pengadilan 36
Ibid, h. 3.
Universitas Sumatera Utara
karena didalamnya mengandung kekerasan. Kenudaian mereka merancang system penyelesaian sengketa khusus bagi mereka yang disebut dengan “law merchant”( hukum bisnis). Metode umum yang biasa digunakan dalam hukum bisnis dulu adalah arbitrase. Dalam arbitrase, para pihak akan menghadirkan kasus mereka kepada seorang arbitrator yang akan membuat keputusan atas kasus kerja mereka. Seperti layaknya seorang hakim oposisi dari hakim pengadilan . sebuah alternatif lain yang biasa digunakan selain arbitrase adalah “ summary jury trial” ( pengadilan juri). Dimana metode ini para pihak menggunakan seorang jrui privat yang dapat dipercaya. Para pihak akan mendapat suatu putusan hanya dalam kapsitas mereka sebagai pihak yang menyerahkan segala urusannya kepada hakim juri pengadilan. Kemudian di Amerika perkembangan mediasi sangat pesat sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat terdapat 220 pusat mediasi (mediation center) yang beroperasi diseluruh empat puluh Negara bagian. Setiap mediation centers mempunyai jaringan yang melaksanakan operasi pada setiap wilayah Negara bagian. Sebagian besar dana mediation center didukung oleh pemerintah dan sebagian lagi dari dana swadaya masyarakat (LSM) atau dari biaya administrasi yang dibayar pihak pemakai. Sengketa yang banyak dibawa kelembaga mediasi adalah sengeketa bisnis, seperti sengeketa kontrak, keluhan konsumen, tanggung jawab produksi, konstruksi, konfilk antara karyawan dan majikan. Dalam dunia bisnis mediasi
Universitas Sumatera Utara
dianggap sebagai salah satu pilihan terbaik diantara system dan bentuk alternatif penyelesaian yang ada. 37 Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi yang biasa dilakukan di Amerika, antara lain sebagai berikut: 38 1.
ada dua pihak yang bersengketa, yaitu pihak penggugat atau pemohon( clainmant/pliantif) dan pihak tergugat (respondent/ defendant). Status para pihak dalam mediasi sebenarnya tidak begitu prinsipil, karena dalam proses bias terjadi pergeseran.
2.
adanya persetujuan penyelesaian mediasi, yang didalamnya terdapat pernyataan submission to mediation atau consent to mediation ( pernyataan kesediaaan untuk menyerahkan penyelesaian sengketa kepada mediasi) formalitas submission to mediation mensyaratkan adanya kesepakatan kedua belah pihak yang bersengketa dengan menandatangani formulir submission to mediation.
3.
Uraian sengketa ditulis dalam formulir submission yang menyangkut 3 (tiga) pokok bagian, yaitu: a.
masalah apa yang dituntut
b.
penyelesaian yang diinginkan
c.
jumlah ganti rugi yang diminta
37
Sujud Margono, ADR dan Arbitrase(proses pelembagaan dan aspek hukum), (Jakarta: Ghali Indonesia, 2000) , h. 71. 38 Ibid., h. 72.
Universitas Sumatera Utara
4.
kedudukan dan peran para meditor, pada dasarnya tidak ada cara yang dianggap paling benar untuk menggambarkan kedudukan dan peran mediator.akan tetapi secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut: a. mediator berada ditengah para pihak b. mediator mengisolasi proses mediasi c. mediator tidak berperan sebagai hakim d. mediator harus mampu menekankan reaksi yang timbul e.
pemeriksaan yang dilakukan mediator bersifat konfidensial dan
hasil
kesepakatannya
dirumuskan
dalam
akta
kompromis. Sedangkan di Negara-negara asia seperti Jepang , Korea selatan dan Hingkong mediasi cukuppopuler, namun istemnya selalu bersifat koneksitas dengan konsiliasi dan arbitrase. Bila mediasi gagal, proses penyelesaian sengketa tidak langsung dihentikan, tetapi langsung dilanjutkan dengan konsiliasi, dan mediator bertindak sebagai konsiliator. Bila konsultasi gagal, proses penyelesaian langsung dilanjutkan melalui arbitrase dan konsiliator bertindak sebagai arbiter. 39 Sedangkan di Australia, mediasi berkembang menjadi suatu proses yang berkoneksitas dengan pengadilan, dimana yang bertindak sebagai mediator pada umumnya
adalah
pejabat
pengadilan
yang
kompromi
penyelesaiannya
bersifat”cumpolsory”(memaksa) kepada kedua belah pihak. 40 2. Sejarah Mediasi Di Indonesia Penyelesaian Konflik ( sengketa ) secara damai telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat Indonesia merasakan penyelesaian sengketa secara damai telah menghantarkan mereka pada 39 40
Ibid, h. 76. Ibid., h. 77.
Universitas Sumatera Utara
kehidupan yang harmonis, adil, seimbang, dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan
(komunalis)
dalam
masyarakat.
Masyarakat
mengupayakan
penyelesaian sengketa mereka secara cepat dengan tetap menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan tidak merampas atau menekan individual. 41 Masyarakat Indonesia, sebagaimana masyarakat lainnya di dunia, merasakan bahwa konflik atau sengketa yang muncul dalam masyarakat tidak boleh dibiarkan terus menerus, tetapi harus diupayakan jalan penyelesaiannya. Dampak dari konflik tidak hanya memperburuk hubungan antar para pihak, tetapi juga dapat mengganggu keharmonisan social dalam masyarakat. Musyawarah mufakat merupakan falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap pengambilan keputusan, termasuk penyelesaian sengketa. Musyawarah mufakat sebagai nilai filosofi bangsa dijelmakan dalam dasar Negara, yaitu Pancasila. Dalam sila keempat Pancasila disebutkan, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Nilai tertingi ini, kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945 dan sejumlah peraturan perundang-undangan dibawahnya. Prinsip musyawarah mufakat merupakan nilai dasar yang digunakan pihak bersengketa dalam mencari solusi terutama diluar jalur pengadilan. Nilai musyawarah mufakat terkonkretkan dalam sejumlah bentuk alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi, arbitrase, negoisasi, fasilitasi, dan berbagai bentuk penyelesaian sengketa lainnya. Dalam sejarah perundang-undangan Indonesia prinsip musyawarah mufakat yang berujung damai juga digunakan dilingkungan peadilan, terutama 41
Syahrizal Abbas, Op.Cit, h. 283.
Universitas Sumatera Utara
dalam penyelesaian sengketa perdata. Hal ini terlihat dari sejumlah peraturan perundang-undangan sejak masa Kolonial Belanda sampai sekarang masih memuat asas musyawarah damai sebagai salah satu asas perdilan di Indonesia. Bahkan akhir-akhir ini muncul dorongan kuat dari berbagai pihak untuk memperteguh prinsip damai melalui mediasi dan arbitrase dalam penyelesaian sengketa. Dorongan ini didasarkan pada sejumlah pertimbangan antara lain, penyelesaian sengketa melalui pengadilan memrlukan waktu yang cukup lama, melahirkan pihak menang kalah, cenderung mempersulit hubungan para pihak pasca lahirnya putusan hakim, dan para pihak tidak leluasa mengupayakn opsi penyelesaian sengketa mereka. Berikut akan dikemukakan sejumlah perundang-undangan yang menjadi data yurisdis bagi penerapan mediasi di pengadilan maupun diluar pengadilan. Mediasi dengan landasan musyawarah menuju kesepakatan damai, mendapat pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum Hindia-Belanda maupun dalam produk hukum setelah Indonesia merdeka sampai saat ini pengaturan alternatif penyelesaian sengketa dalam aturan hukum sangat penting, mengingat Indonesia adalah Negara hokum (rechstaat). Dalam Negara hukum tindakan lembaga Negara dan aparatur Negara harus memiliki landasan hukum, karena tindakan Negara atau aparatur Negara yang tidak ada dasar hukumnya dapat dibatalkan atau batal demi hukum. Mediasi sebagai institusi penyelesaian sengketa dapat dilakukan oleh hakim ( aparatur Negara ) di pengadilan atau pihak lain di luar pengadilan, sehingga keberadaanya memerlukan aturan hukum .
Universitas Sumatera Utara
Berikut beberapa penjelasan sejarah lahirnya mediasi di Indonesia sehingga mediasi sampai saat ini masih dilaksanakan: a. Masa Kolonial Belanda Pada masa kolonial belanda pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya damai lebih bnayak ditunjukkan pada proses damai dilingkungan peradilan, sedangkan penyelesaian sengketa diluar pengadilan, Kolonial Belanda lebih cenderung memberikan kesempatan pada hukum adapt. Belanda meyakini bahwa hukum adapt. Belanda meyakini bahwa hukum adapt mampu menyelesaikan sengketa pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi pihak penguasa Kolonial Belanda. Hukum adat adalah hukum yang hidup (living law) dan keberadaanya
menyatu dengan masyarakat pribumi. Masyarakat Indonesia
(pribumi) tidak dapat dilepaskan dari kehidupan adat mereka termasuk dalam penyelesaian kasus hukum. Pada masa kolonial belanda lembaga peradilan diberikan kesempatan untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan hanya sebatas kasus-kasus keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian, jual beli, sewa menyewa dan berbagai aktifitas bisnis lainnya. 42 Hakim diharapkan mengambil peran maksimal dalam proses mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hakim yang baik berusaha maksimal dengan memberikan sejumlah saran agar upaya perdamaian berhasil diwujudkan. Kesepakatan damai tidak hanya bermanfaat bagi para pihak, tetapi juga memberikan kemudahan bagi hakim dalam mempercepat penyelesaian sengketa yang menjadi tugasnya.
42
R. Tresna, Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1997), hlm. 298.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pasal 130 HIR (Het Indonesich Reglement, Staatsblad 1941:44) atau pasal 154 R.bg , atau pasal 31 Rv. Disebutkan bahwa hakim atau majelis hakim
akan
mengusahakan
perdamaian
sebelum
perkara
mereka
diputuskan.secara lengkap ketentuan pasal ini adalah: 1. Jika pada hari yang ditentukan, kedua
belah pihak datang maka
pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka 2. Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai maka pada waktu bersidang diperbuat sebuah surat akta tentang itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menepati perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai keputusan biasa. 3. Keputusan yang demikian itu tidak dapat diizinkan banding. jika pada waktu mencoba akan mendamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai juru bahasa, mka peraturan pasal berikut dituruti untuk itu. 43 Ketentuan dalam pasal 30 HIR/154 R.Bg/31 Rv menggambarkan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur damai merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa di pengadilan, upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak boleh memutuskan perkara sebelum upaya mediasi dilakukan terlebih dahulu. Bila kedua belah pihak bersetuju menempuh jalur damai, maka hakim harus segera melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga mereka sendiri menemukan bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan
43
Reno Soeharjo, Reglement Indonesia Yang Diperbaharui S. 1941 No. 44 HIR (Bogor: Politeia,1995), h. 43.
Universitas Sumatera Utara
sengketa mereka. Kesepakatan tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta perdamaian, sehingga memudahkan para pihak melaksanakan kesepakattan itu. Akta damai memiliki kekuatan hukum sama dengan Vonnies hakim, sehingga ia dapat dipaksakan kepada para pihak jika salah satu diantara mereka enggan melaksanakan isi kesepakatan tersebut. Para pihhak tidak benar melakukan banding terhadap akta perdamaian yang dibuat dari hasil mediasi. Dalam sejarah hukum penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal dengan “ dading”. Peraturan perundang-undangan pada masa Belanda juga mengatur penyelesaian sengketa melalui upaya damai diluar pengadilan. Uupaya tersebut dikenal dengan Arbitrase. Ketentuan mengenai hak ini diatur dalam pasal 615651( reglement op de rechtsvordering, staatblad 874:52), atau pasal 377 HIR (Het Herziene Indonesich Reglement, staatblad 1941:44) atau pasal 154 R.bg atau pasal 31 Rv. Ketentuan dari pasal-pasal ini antara lain berbunyi: jika orang bangsa bumiputera dan orang timur asing hendak menyuruh memutuskan perselisihannya oleh juru pemisah, maka dalam hal itu mereka wajib menurut peraturan mengadili perkara bagi bangsa Eropa.44 R. Tresna berkomentar bahwa pasal 377 HIR, pada dasarnya memberikan peluang bagi para pihak bersengketa untuk meminta bantuan atau jasa baik dari pihak bersengketa untuk meminta bantuan atau jasa baik dari pihak ketiga guna menyelesaikan perselisihan mereka. Pihak ketiga dikenal dengan scheidsgerecht atau pengadilan wasit. Scheidsgerecht tidak berbeda dengan pengadilan biasa, kecuali orang yang mengadili perkara bukanlah hakim, melainkan seorang atau 44
R. Tresna, Op .Cit, h. 295.
Universitas Sumatera Utara
beberapa orang yang dipilih oleh pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka. keputusan dari pengadilan wasit atau Scheidsgerecht sama kekuatannya dengan putusan pengadilan(Vonies Hakim, kecuali dalam pelaksanaannya memerlukan keterangan dari hakim. Hakim pengadilan dapat memberikan pengesahan atau menolak memberikan pengesahan jika ditemukan kesalahan
formil
yang
menurut
Undang-undang
dapat
membatalkan keputusan yang dibuat oleh Scheidsgerecht atau pengadilan wasit. Hakim dalam memberikan pengesahan terhadap keputusan Scheidsgerecht tidak boleh mempertimbangkan apakah isi putusan wasit itu betul atau salah, karena penyelesaian sengketa dengan bantuan wasit atau arbitrase hanya mungkin digunakan bila kedua belah pihak menginginkannya. Menurut ketentuan HIR penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya dapat dilakukan biala memenuhi persyaratan: 1. Para pihak ketika membuat perjanjian menyebutkan bahwa bila terjadi perselisihan dikemudian hari, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Arbitrase. 2. Para pihak bersepakat ketika terjadinya perselisihan untuk menyerahkan perkaranya kepada wasit (arbiter) dan tidak mengajukan perkara tersebut kepada hakim pengadilan. 45 Perkara yang dapat diselesaikan oleh arbiter adalah perkara yang berkaitan dengan urusan perniagaan (zaken die in handel zijn), dan bukan urusan yang menyangkut dengan ketertiban umum. Dalam pasal 616 Reglement Hukum Acara 45
Ibid., h. 297.
Universitas Sumatera Utara
Perdata yang berlaku pada van raad van justice dan Hooggerechtshof menyebutkan beberapa perkara yang tidak dapat diadili oleh pengadilan wasit( arbittrase), diantaranya perceraian dan kedudukan hukum seseorang.Arbitrase atau compromisoir bending paling banyak digunakan dalam perdagangan besar yang memuat perjanjia pangkal ( standard contracten). Dalam perjanjian itu dinyatakan bahwa bila terjadi perselisihan dalam perdagangan, maka akan diselesaikan melalui pengadilan wasit( arbitrase). b. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang Dalam pasal 24 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan, peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Ketentuan pasal 24 UUD 1945 mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa yang terjadi dikalangan masyarakat dilakukan melalui jalur pengadilan( litigasi ). Badan
peradilan
adalah
pemegang
kekuasaan
kehakiman
yang
mewujudkan hukum dan keadilan. Meskipun demikian, sistem hukum Indonesia juga membuka peluang menyelesaikan sengketa diluar jalur pengadilan (nonlitigasi). Green menyebutkan dua model penyelesaian sengketa ini dengan metode penyelesaian sengketa dalam bentuk formal dan Informal. Dalam peradilan di Indonesia , proses penyelesaian perkara/ sengketa menganut asas sederhana, cepat dan biaya ringan. Ketentuan ini diatur dalam pasal 4 ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok kekuasaan kehakiman
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana telah diubah dalam UU No. 35 Tahun 1999 tentang perubahan atas UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Asas ini berlaku pada lembaga pemegang kekuasaan kehakiman yang terdiri atas Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya. Penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan mengalami kendala dalam praktik peradilan, karena banyaknya perkara yang masuk, terbatasnya tenaga hakim, dan minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga peradilan tingkat pertama yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/kota. Penumpukan perkara tidak hanya terjadi pada tingkat pertama dan banding, tetapi juga pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan system hukum Indonesia memberikan peluang setiap perkara dapat dimintakan upaya hukumnya, baik upaya banding, kasasi dan bahkan peninjauan kembali. Akibat tersendatnya perwujudan atas asas ini telah mengakibatkan pencari keadilan mengalami kesulitan mengakses keadilan (acces to justice) guna mendapatkan hak-hak secara cepat. Keadaan ini tentu tidak dapat dibiarkan, karena berdampak buruk pada penegakkan hukum di Indonesia . Menghadapi tantangan yang begitu besar, system hukum Indonesia sebenarnya memiliki aturan hukum yag dapat digunakan untuk menyelesaikan sengketa secara cepat baik dilingkungan peradilan maupun diluar pengadilan. Dilingkungan peradilan dapat ditempuh jalur damai melalui jalur mediasi, dimana hakim teribat untuk mendamaikan para pihak yang bersngketa. Diluar pengadilan
Universitas Sumatera Utara
dapat ditempuh jalur arbitrase, mediasi, negosiasi atau fasilitas sebagai bentuk alternatif penyelesaian sengketa. 46 Dalam pasal 4 ayat (2) dan pasal 5 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman disebutkan peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapaiinya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan. Dalam kaitannya dengan penyelesaian sengketa dengan upaya damai ditegaskan dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang peradilan Agama. Dalam pasal 56 disebutkan pengadilan tidak boleh menolak untuk memutus atau memeriksa perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya. Keputusan yang diambil hakim tidak menutup kemungkinann usaha penyelesaian perkara secara damai. Dalam sengketa keluarga misalnya, upaya damai dipengadilan diatur dalam pasa 39 UU No. 1 Tahun 1974, pasal 65 UU No. 7 Tahun 1989, pasal 115, 131, 143, dan 141 KHI , serta pasal 32 PP Np. 9 Tahun 1975. dimana ketentuan yang termuat dalam pasal ini meminta hakim untuk menawarkan atau mengupayakan perdamaian para pihak sebelum perkara dijatuhkan, karena penyelesaian perkara melalui kesepakatan damai jauh lebih baik jika dibandingkan dengan Vonnies hakim. Dalam ketentuan diatas belum ditulis konkrit mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa, baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Ketentuan mediasi baru ditemukan dalam UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, Peraturan
46
Syahrizal abbas, Op.cit, hlm293
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2004 tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup diluar pengadilan dan Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Dimana penyelesaian sengketa di luar pengadilan menganut prinsip sama-sama menguntungkan (win-win solution), dimana berbeda dengan yang dianut diluar pengadilan menang-kalah. Undangundang ini memberikan dorongan kepada para pihak yang bersengketa agar menunjukan itikad baik, karena tanpa itikad baik apapun yang diputuskan diluar pengadilan tidak akan dapat dilaksanakan. UU No. 30 Tahun 1999 ini mengatur dua hal utama, yaitu arbitrase dan alternatif penyelesaian sengket. Dan dari ketentuan pasal 1 bahwa sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase dan alternatif sengketa adalah sengketa perdata dan bukan sengketa yang dimasukkan dalam hukum public. Arbitrase hanya dapat diterapkan dalam sengketa yang berkaitan dengan kontrak/ perjanjian bisnis yang didalamnya memuat secara tertulis perjanjian arbitrase. Dan dalam padal 2 UU No. 30 Tahun 1999 menyebutkan mengenai objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa adalah sengeketa perdata. Dari ketentuan pasal 1 dan 2 UU No. 30 Tahun 1999 dapat dipahami beberapa hal antara lain:
Universitas Sumatera Utara
1. Objek sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa adalah sengketa perdata, dan sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut undang-undang tidak dapat diadakan perdamian. 2. Sengketa tersebut baru dapat diselesaikan melalui arbitrase bila dalam perjanjian tertulis secara tegas menyatakan bahwa bila terjadi sengketa atau beda pendapat timbul atau mungkin timbul dari suatu hubungan hukum akan diselesaikan melalui arbitrase. 47 Pengaturan mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa diluar pengadilan juga ditemukan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 54 Tahun 2004 tentang lembaga peyedia jasa pelayanan Penyelesaian sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan. PP ini hanya mengatur penyelesaian sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan. Penyelesaian sengeketa dapat dilakukan melalui proses mediasi atau arbitrase. PP ini telah meletakkan konsep yang jelas mengenai mediasi, mediator, persyaratan mediator dan beberapa hal seputar mekanisme mediasi dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup. Jadi pengaturan mediasi dalam PP ini jauh lebih lengkap bial dibandingkan dengan UU No. 30 Tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Kedua peraturan perundangan-undangan diatas, yaitu UU No. 30 Tahun 1999 dan PP No. 54 Tahun 2000 mengatur sejumlah ketentuan mediasi diluar pengadilan. Ketentuan mengenai mediasi diluar pengadilan diatur dalam 47
Ibid, h. 296.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan. Perma ini menempatkan mediasi sebagai bagian dari proses penyelesaian perkara yang diajukan para pihak ke pengadilan. Hakim tidak secara langsung menyelesaikan perkara melalui proses peradilan ( litigasi ), tetapi harus terlebih dahulu diupayakan mediasi ( nonlitigasi). Mediasi menjadi suatu kewajiban yang harus ditempuh hakim adalah memutuskan perkara dipengadilan. Keberadaan mediasi di lembaga peradilan juga bermanfaat secara kelembagaan dimana mediasi dapat dijadikan instrument yang efektif untuk mengatasi penumpukan perkara dipengadilan, terutama pada tingkat banding dan kasasi di Mahkamah Agung. Kesepakatan penyelesaian sengketa melalui proses mediasi tidak dapat diajukan banding, sehingga perkara tidak akan menumpuk. Dengan demikian pengadilan dapat memberikan akses keadilan ( access to justice) secara cepat kepada masyarakat. Disamping Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 Mahkamah Agung juga telah mengeluarkan PERMA No.01 Tahun 2008 perubahan atas PERMA No. 2 Tahun 2003. dimana dalam PERMA No.01 Tahun 2008 keleluasaan waktu dalam pelaksanaan mediasi diberikan sehingga diharapkan terjadinya efektifitas secara menyeluruh terhadap pelaksanaan mediasi itu sendiri dalam rangka menguranginya penumpukan perkara di Pengadilan sehingga putusan oleh hakim dapat dilakukan lebih objektif. Serta dengan adanya perubahan atas PERMA No.2 Tahun 2003 diharapkan mediasi akan menjadi salah satu upaya peyelesaian sengketa yang menguntungkan para pihak.
Universitas Sumatera Utara
C.
Mediasi Dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia 1. Mediasi Dalam Hukum Acara Perdata Indonesia (HIR/RBg)
Hukum acara Perdata Indonesia yang sepanjang ini berlaku, mengatur tentang perdamaian dalam menyelesaikan sengketa perdata yang dilakukan melalui jalur medeiasi. Meski perkara telah diajukan kepengadilan, namun pada saat persidangan pertama kali digelar dengan dihadiri oleh kedua belah pihak baik tergugat (kuasanya) maupun penggugat (kuasanya), hakim wajib menanyakan pada kedua belah pihak apakah mereka telah menempuh jalur mediasi, apakah para pihak yang bersengketa akan melakukan perdamaian yerlebig dahulu. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg.
Pasal tersebut mendorong para pihak yang bersengketa untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri sambil menunggu peraturan perundang-undangan dan dengan memperhatikan wewenang Mahkamah Agung dalam mengatur acara peradilan yang belum cukup diatur oleh peraturan perundang-undangan.
Maka demi kepastian, ketertiban, dan kelancaran dalam proses mendamaikan para pihak dalam menyelesaikan suatu sengketa perdata, pasal 130 HIR maupun Pasal 154 RBg masih dijadikan landasan peraturan untuk pelaksanaan mediasi. Adapun isi dari pasal 130 HIR/154 RBg sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Apabila pada hari yang telah ditentukan, kedua belah pihak hadir, maka pengadilan dengan perantaraan Ketua siding berusaha memperdamaikan mereka. 2. Jika perdamaian tercapai pada waktu persidangan, dibuat suatu aktaperdamaian yang mana kedua belah pihak dihukum akan melaksanakan perjanjian itu; akta-perdamaian itu berkekuatan dan dijalankan sebagai putusan yang biasa. 3. Terhadap putusan sedemikian itu tidak dapat dimohonkan banding. 4. Dalam usaha untuk memperdamaikan kedua belah pihak, diperlukan bantuan seorang juru bahasa maka untuk itu diturut peraturan pasal berikut (bila mediasi tidak tercapai maka pemeriksaan perkara dilanjutkan pada persidangan selanjutnya sesuai dengan pasal 131 HIR/155 RBg).
Mengenai prosedur pelaksanaan mediasi tidak diatur secara jelas dan terperinci oleh HIR/RBg, maka oleh karena itu Mahkamah Agung mengambil kebijakan dengan mengeluarkan PERMA yang mengatur khusus tentang prosedur mediasi sebagai peraturan yang menjalankan amanat Pasal 130 HIR/154 RBg.
2. Mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung di Indonesia (PERMA)
Selain landasan formil yang diatur dalam HIR/RBg, sebenarnya ada usaha MA untuk mengintegrasikan mediasi ke dalam sistem peradilan ke arah yang lebih bersifat memaksa. Awalnya , MA mengeluarkan SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai.
Universitas Sumatera Utara
Namun, dirasakan keberadaan SEMA ini tidak jauh berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 130 HIR 154 R.bg. Kemudian, MA melakukan penyempurnaan dengan mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2003. Dalam konsiderannya, dikemukakan beberapa alasan yang melatarbelakangi penerbitan PERMA tersebut, antara lain:
a. Untuk mengurangi adanya penumpukan perkara di pengadilan b. Proses mediasi lebih cepat, tidak formalistis dan teknis. c. Biaya yang relatif murah atau minimal cost. d. Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR/154 RBg) belum lengkap, sehingga perlu disempurnakan. e. Dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan atau dapat memberi penyelesaian yang lebih memuaskan atas penyelesaian sengketa, karena penyelesaian sengketa lebih mengutamakan pendekatan kemanusiaan dan persaudaraan berdasarkan perundingan dan kesepakatan daripada pendekatan hukum dan bargaining power.
Menurut PERMA No.2 Tahun 2003, yang dimaksud dengan mediasi adalah proses penyelesaian sengketa di pengadilan melalui perundingan antara pihak yang berperkara dengan dibantu oleh mediator yang memiliki kedudukan dan fungsi sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak memihak (imparsial) dan sebagai pembantu atau penolong (helper) untuk mencari berbagai kemungkinan
Universitas Sumatera Utara
atau alternatif penyelesaian sengketa yang terbaik dan saling menguntungkan kepada para pihak.
Pada prinsipnya, ada 2 jenis mediasi, yaitu di luar dan di dalam pengadilan. Mediasi yang berada di dalam pengadilan diatur oleh PERMA ini. Namun ada juga mediasi di luar pengadilan dimana mediasi yang dilakukan diluar pengadilan diatur dalam UU No.30 Tahun 1999 atau UU arbitrase yang tertulis secara jelas didalam pasal 6 ayat 1 – ayat 9. Dan mediasi di luar pengadilan di Indonesia terdapat dalam beberapa Undang-undang, seperti UU tentang Lingkungan, UU tentang Kehutanan, UU tentang Ketenagakerjaan dan UU tentang Perlindungan Konsumen. 48
Pemilihan proses mediasi sebagai penyelesaian sengketa pada dasarnya tidak hanya disebabkan oleh biaya yang lebih murah dibandingkan dengan berperkara melalui pengadilan. Proses mediasi berjalan dengan 2 prinsip yang penting. Pertama, adanya prinsip win-win solution, bukan win-lose solution. Di sini, para pihak “sama-sama menang” tidak saja dalam arti ekonomi atau keuangan, melainkan termasuk juga kemenangan moril dan reputasi (nama baik dan kepercayaan). Kedua, mediasi memiliki prinsip bahwa putusan tidak mengutamakan pertimbangan dan alasan hukum, melainkan atas dasar kesejajaran kepatutan dan rasa keadilan.
48
Muharyanto, efektifitas PERMA No.1 Tahun 2008 tentang Mediasi, 10 mei 2010 artikel, .http//muharyanto.blogspot.com, h.1, diakses pada tanggal 12 Juli 2010.
Universitas Sumatera Utara
Selain mempersingkat waktu penyelesaian sengketa sehingga mengurangi beban psikologis yang akan mempengaruhi berbagai sikap dan kegiatan pihak yang berperkara, proses mediasi juga menimbulkan efek sosial, yaitu semakin mempererat hubungan sosial atau hubungan persaudaraan. Melalui mediasi, dapat dihindari cara-cara berperkara melalui pengadilan yang mungkin menimbulkkan keretakan hubungan antara pihak-pihak yang berperkara. Hal ini disebabkan oleh proses mediasi yang berjalan lebih informal dan terkontrol oleh para pihak. Dalam proses mediasi ini lebih merefleksikan kepentingan prioritas para pihak dan mempertahankan kelanjutan hubungan para pihak.
Dengan berjalannya pelaksanaan dari PERMA No. 2 Tahun 2003 dan setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003, ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun 2003 perlu direvisi dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan. Perma No.01 Tahun 2008 terbit setelah melalui sebuah kajian oleh tim yang dibentuk Mahkamah Agung Salah satu lembaga yang intens mengikuti kajian mediasi ini adalah Indonesia Institute For Conflict Transformation (IIFCT). 49 PERMA No. 01 Tahun 2008 terdiri dari VIII Bab dan 27 pasal yang telah ditetapkan oleh Ketua Makamah Agung pada tanggal 31 Juli 2008, PERMA No. 01 Tahun 2008 membawa beberapa perubahan penting, bahkan menimbulkan 49
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
implikasi hukum jika tidak dijalani. Misalnya, memungkinan para pihak menempuh mediasi pada tingkat banding atau kasasi Perubahan-perubahan itu penting dipahami oleh para hakim, penasihat hukum, advokat, pencari keadilan, dan mereka yang berkecimpung sebagai mediator atau arbiter. 50 Menurut PERMA No. 01 Tahun 2008, mediasi perlu didayagunakan pada proses berperkara dipengadilan karena : 51
a. Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar
kepada para pihak
menemukan penyelesaian
yang
memuaskan dan memenuhi rasa keadilan. b. dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan dalam penyelesaian sengketa di samping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif). c. mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian yang dapat diintensifkan dengan cara mengintegrasikan proses mediasi ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.
Hal ini berbeda dengan substansi dari PERMA Nomor 2 Tahun 2003, dimana Mediasi hanya diwajibkan pada saat perkara belum masuk ke pengadilan saja (hanya ditawarkan pada awal). Mediasi dalam PERMA Nomor 2 tahun 2003, 50 51
Ibid. Konsiderans pada PERMA Nomor 1Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
merupakan mediasi yang di adopsi dari proses perdamaian di pengadilan. Sedangkan PERMA No.01 Tahun 2008 muncul karena PERMA No. 2 Tahun 2003 memiliki kelemahan, ada beberapa hal yang perlu penyempurnaan Mulai tahun 2006 dibentuk working group team untuk meneliti hal-hal yang perlu disempurnakan. Produk akhirnya adalah PERMA No.01 Tahun 2008. Working group ini terdiri dari beberapa pihak, mulai sektor kehakiman, advokat, maupun organisasi yang selama ini concern terhadap mediasi yaitu IICT (Indonesian Institute for Conflict Transformation), dan dari Pusat Mediasi Nasional (PMN). Tidak seperti PERMA No.2 Tahun 2003 yang hanya mengadopsi dari proses perdamaian di pengadilan. Terbitnya PERMA No.01 Tahun 2008 ini sebagai suatu yang positif untuk membantu masyarakat, advokat, dan hakim untuk lebih memahami mediasi Jika dibandingkan dengan PERMA No.2 Tahun 2003, PERMA No.01 Tahun 2008 memang lebih komprehensif, Jumlah pasal juga jauh lebih banyak dan lebih detail mengatur proses mediasi di pengadilan. Walaupun lebih detail, lebih lengkap belum tentu lebih baik. Karena mediasi sebagai salah satu cara penyelesaian sengketa, merupakan proses yang seharusnya fleksible dan memberikan kesempatan luas kepada para pihak untuk melakukan perundingan atau mediasi itu sendiri agar mencapai hasil yang diinginkan. Seringkali pengaturan yang rigid atau detail akan memberikan beban kepada para pihak. Hal tersebut merupakan salah satu efek jika sebuah aturan diatur dengan rigid dan detail. Salah satu ketentuan yang menarik dari PERMA No.01 Tahun 2008 adalah pasal 2 ayat (3) yang menyatakan bahwa:
Universitas Sumatera Utara
“Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 130 HIR yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.52 Ketentuan ini perlu diperhatikan berbagai pihak, oleh karenanya, hakim dalam pertimbangan putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan. 53 Dan semua putusan pengadilan dapat batal demi hukum jika tidak melakukan prosedur mediasi yang didasarkan PERMA No.01 tahun 2008, dan PERMA No.01 Tahun 2008 mencoba memberikan pengaturan yang lebih komprehensif, lebih lengkap, lebih detail sehubungan dengan proses mediasi di pengadilan. Diarahkannya para pihak yang berpekara untuk menempuh proses perdamaian secara detail, juga disertai pemberian sebuah konsekuensi, bagi pelanggaran, terhadap tata cara yang harus dilakukan, yaitu sanksi putusan batal demi hukum atas sebuah putusan hakim yang tidak mengikuti atau mengabaikan PERMA No.01 Tahun 2008 ini. Jika melihat perbandingan yang telah diuraikan diatas, maka PERMA No.2 Tahun 2003 tidak memberikan sanksi, kemudian dalam PERMA No.2 Tahun 2003, banyak aspek yang tidak diatur terutama mediasi di tingkat banding 52
Pasal 2 ayat (3) PERMA No. 01 TAhun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan 53
Syahrizal Abbas, Op.Cit, h. 311.
Universitas Sumatera Utara
dan kasasi, sedangkan PERMA No.01 Tahun 2008 mengatur kemungkinan mengenai hal itu. Perubahan mendasar dalam PERMA No.01 Tahun 2008, dapat dilihat dalam Pasal 4 menentukan perkara yang dapat diupayakan mediasi adalah semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama, kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan komisi Pengawas Persaingan Usaha. 54 Dimana dalam pasal ini memberikan batasan perkara apa saja yang bisa dimediasi. Namun ketentuan tersebut belum menentukan kreteria secara spesifik mengenai perkara apa yang bisa dimediasi atau tidak bisa di mediasi. Pendekatan Perma ini adalah pendekatan yang sangat luas. Dalam Perma ini, semua perkara selama tidak masuk dalam kreteria yang dikecualikan, diharuskan untuk menempuh mediasi terlebih dahulu. Kewajiban mediasi bagi pihak yang berpekara bermakna cukup luas. Para pihak diwajibkan untuk melakukan mediasi dalam menyelesaikan perkara-perkara sepanjang tidak dikecualikan dalam pasal 4 yaitu pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas keputusan BPSK, dan keputusan KPPU. Semua sengketa perdata wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. PERMA No.01 Tahun 2008 tidak melihat pada nilai perkara, tidak melihat apakah perkara ini punya kesempatan untuk diselesaikan melalui mediasi atau tidak, tidak melihat motivasi para pihaknya, tidak melihat apa yang mendasari iktikad para pihak 54
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
mengajukan perkara, tidak melihat apakah para pihak punya sincerity (kemauan atau ketulusan hati untuk bermediasi atau tidak). Tidak melihat dan menjadi persoalan berapa banyak pihak yang terlibat dalam perkara dan dimana keberadaan para pihak, sehingga dapat dikatakan PERMA No.01 Tahun 2008 memiliki pendekatan yang sangat luas. Dalam PERMA No.01 Tahun 2008, Peran mediator menurut pasal 5 menegaskan, ada kewajiban bagi setiap orang yang menjalankan fungsi mediator untuk memiliki sertifikat, ini menunjukan keseriusan penyelesaian sengketa melalui mediasi secara professional. Mediator harus merupakan orang yang qualified dan memiliki integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses mediasi. Namun mengingat bahwa PERMA No.01 Tahun 2008 mewajibkan dan menentukan sanksi (pasal 2), maka perlu dipertimbangkan ketersedian dari Sumber daya Manusianya untuk dapat menjalankan mediasi dengan baik. Adanya kewajiban menjalankan mediasi, membuat hakim dapat menunda proses persidangan perkara. Dan dalam pelaksanaan mediasi para pihak diberi kebebasan untuk memilih mediator yang disediakan pengadilan atau mediator diluar pengadilan. Untuk memudahkan memilih mediator, ketua pengadilan minimal menyediakan daftar nama mediator sedikitnya 5 ( lima ) nama yang disertai latar belakang pendidikan atau pengalaman mediator. Ketua Pengadilan mengevaluasi mediator dan memperbaharui daftar setiap tahun .(pasal 9 Ayat 7
Universitas Sumatera Utara
PERMA No.01 Tahun 2008). 55 Jadi telah bagitu detail PERMA No. 01 Tahun 2008 mengurai pelaksanaan mediasi itu sendiri sampai dengan penanda tanganan akta perdamaian yang dihasilkan dari proses mediasi tersebut. D. Peran Mediasi dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata Mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 mempunyai peran penting dalam menyelesaikan sengketa perdata. Mediasi dapat dilakukan sebelum perkara diajukan ke Pengadilan maupun setelah perkara diajukan ke Pengadilan. Sesuai dengan hukum acara perdata maka pada saat pertama kali sidang perkara digelar maka hakim wajib menanyakan kepada kedua belah pihak, apakah para pihak yang bersengketa telah melakukan upaya mediasi guna mencapai perdamaian. Walaupun sebelum perkara diajukan ke Pengadilan para pihak yang bersengketa telah berupaya melakukan mediasi namun tidak juga mencapai kesepakatan untuk berdamai, Hakim Ketua pada saat sidang pertama perkara tersebut digelar tetap harus menanyakan dan menawarkan kepada para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketa mereka melalui upaya mediasi. 56 Sengketa perdata adalah sengketa-sengketa mengenai masalah yang terjadi diantara para pihak atau lebih sering disebut sebagai sengketa privat karena hukum perdata adalah hukum privat. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa perdata melalui upaya mediasi lebih menguntungkan bagi para pihak dari pada penyelesaian sengketa perdata melalui putusan pengadilan. Melalui mediasi, para pihak yang bersengketa dapat menentukan sendiri jalan dan solusi yang akan 55 56
Ibid, h. 313. Pasal 154 R.bg/130 HIR
Universitas Sumatera Utara
mereka pilih sebagai kesepakatan untuk mengakhiri sengketa mereka. Melalui mediasi para pihak yang bersengketa dapat menemukan win-win solution yang akan menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan hakim mediator di Pengadilan Negeri Medan yaitu Bapak E.T. Pasaribu pada tanggal 7 Juli 2010 lokasi PN Medan Ruangan Bapak E.T. Pasaribu, dapat diketahui peran mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para pihak yang bersengketa. Hakim Mediator, Bapak E.T. Pasaribu menyatakan bahwa ia sebagai mediator telah mengupayakan penyelesaian sengketa melalui mediasi, namun umumnya para pihak yang bersengketa enggan menyelesaikan sengketa mereka. Hal ini terbukti dari tidak tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai sengketa yang terjadi diantara mereka. Menurut D.S. Dewi yang merupakan salah satu hakim mediator di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kunci keberhasilan mediasi dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut : 57 1. Itikad baik dari : a. Prinsipal (para pihak) b.Penasihat Hukum 2. Keahlian Mediator 3. Kordinasi administrasi PP/Mediator/Majelis 4. Kebijakan Pimpinan
57
D.S. Dewi, Op.Cit
Universitas Sumatera Utara
5. Sarana dan Prasarana Mediasi memiliki peranan dalam menyelesaikan sengketa perdata. Melalui mediasi sengketa perdata dapat diselesaikan dengan lebih menguntungkan. Menurut M. Yahya Harahap, penyelesain sengketa perdata melalui perdamaian (Mediasi adalah salah satu cara untuk menuju perdamaian) mengandung berbagai keuntungan, diantaranya: 1. Penyelesaian bersifat informal Melalui mediasi sengketa perdata diselesaikan melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan hukum (legal term) kepada pendekatan yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas pembuktian kearah persamaan persepsi yang saling menguntungkan. 58
2. Yang menyelesaikan Sengketa adalah para pihak sendiri Penyelesaian tidak diserahkan kepada kemauan dan kehendak hakim, hakim mediator hanya berperan sebagai pihak ketiga yang menjadi perantara bagi kedua belah pihak yang bersengketa untuk berdamai, namun keputusan kesepakatan ada ditangan para pihak yang bersengketa tersebut. Sengketa diselesaikan oleh para pihak sesuai dengan kemauan mereka sendiri, karena merekalah yang lebih tahu hal yang sebenarnya dan sesungguhnya atas sengketa yang terjadi diantara mereka. 59
58 59
M. Yahya Harahap, Hukum acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 236. Ibid, h. 237.
Universitas Sumatera Utara
3. Jangka waktu penyelesaian pendek Pada umumnya penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi memakan waktu yang lebih singkat dari pada menyelesaikan sengketa perdata di Pengadilan melalui putusan Hakim Pengadilan. Biasanya mediasi hanya berjangka waktu satu atau dua minggu, atau paling lama satu bulan. 60 Asal ada itikad baik dari masing-masing para pihak maka mediasi dapat segera menghasilkan kesepakatan sebagai penyelesaian atas sengketa yang terjadi. 4. Biaya ringan Biaya yang dikeluarkan pada saat menyelesaikan sengketa perdata melaui mediasi lebih ringan/murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan bila sengketa perdata harus diselesaikan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde). 5. Aturan pembuktian tidak perlu Mediasi merupakan upaya penyelesaian sengketa perdata yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian diantara para pihak, tidak ada pertarungan sengit dalam menyelesaikan sengketa perdata melalui mediasi, sehingga tidak ada perdebatan yang menjatuhkan pihak lawan dengan system dan prinsip pembuktian yang formil dan menjemukan seperti dipengadilan. Perdebatan memang ada namun tidak sesengit ketika sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan. 61
60 61
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
6. Proses penyelesaian bersifat konfidensial Penyelesaian melalui perdamaian benar-benar bersifat rahasia atau konfidensial, yaitu :
62
a. Penyelesaian tertutup untuk umum b. Yang tahu hanya mediator, konsiliator atau advisor maupun ahli yang bertindak membantu penyelesaian. Dengan demikian, tetap terjaga nama baik para pihak dalam pergaulan masyarakat. Tidak demikian halnya dengan penyelesaian melalui pengadilan. 7. Hubungan para pihak bersifat kooperatif Mediasi menggunakan hati nurani para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya, oleh karena itulah kerja sama yang baik dapat
terjalin
guna
menemukan
solusi dan kesepakatan untuk
menyelesaikan sengketa tersebut. Persaudaraan dan kerja sama adalah cirri dari perdamaian sehingga dapat menjauhkan pihak-pihak yang bersengketa dari dendam dan permusuhan. 63 8. Komunikasi dan fokus penyelesaian Dalam penyelesaian perdamaian terwujud komunikasi aktif antara para pihak. Dalam komunikasi itu, terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik
62 63
Ibid. Ibid.
Universitas Sumatera Utara
untuk masa depan. Melalui komunikasi itu, apa yang mereka selesaikan bukan masa lalu tetapi untuk mas yang akan datang. 64 9. Hasil yang dituju sama menang Hasil yang dicari dan dituju para pihak dalam penyelesaian perdamaian, dapat dikatakan sangat luhur, yaitu : 65 a. Sama-sama menang yang disebut konsep win-win solution,dengan menjauhkan diri dari sifat egoistic dan serakah, mau menang sendiri, b. Dengan demikian, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. 10. Bebas emosi dan dendam Penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi yang tujuannya dalah perdamaian, meredam sikap emosional tinggi dan bergejolak, kea rah suasana bebas emosi selama berlangsung penyelesaian maupun setelah penyelesaian dicapai. Tidak diikuti dendam dan kebencian, tetapirasa kekeluargaan dan persaudaraan. 66 Van Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil. 67 Berdasarkan pendapat Van Apeldoorn tersebut maka dapat diketahui bahwa mediasi memiliki peranan dalam menyelesaikan sengketa perdata, peranan mediasi tersebut adalah untuk 64
Ibid. Ibid, h. 238. 66 Ibid. 67 Van Apeldoorn dalam Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum, (Medan: Kelompok studi Hukum dan Masyrakat Fakultas Hukum USU, 1988), h. 50. 65
Universitas Sumatera Utara
menyelesaikan sengketa perdata secara damai sehingga dapat ditemukannya winwin solution yang tidak akan merugikan bagi masing-masing pihak yang bersengketa. Dengan penyelesaian sengketa perdata secara damai melalui mediasi maka tercapailah tujuan hukum sebagaimana yang dimaksudkan oleh pernyataan Van Apeldoorn. Selain pendapat van Apeldoorn, melalui hukum acara perdata juga dapat dilihat bahwa mediasi berperan dalam mewujudkan perdamaian guna mencapai tujuan hukum. Dengan diaturnya mediasi dalam pasal 154 Rbg/130 HIR maka jelaslah dapat diketahui bahwa hukum acara perdata menghendaki perdamaian. Bukan hanya dalam hukum acara perdata, dalam hukum Islam, dikenal adanya istilah yaitu mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hukum Islam menghendaki adanya jalan damai dalam menyelesaikan sengketa. Maka dari pada itu, mediasi merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Sebuah firman Allah menyatakan “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” 68 Berdasarkan firman Allah tersebut dapatlah disimpulkan bahwa hukum Islam menghendaki penyelesain sengketa secara damai. Hal ini tentu sejalan dengan tujuan hukum yang dikemukakan oleh Van Apeldoorn dan Hukum acara perdata sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 154 R.Bg/130 HIR. Dan dengan jalan damai masalah atau sengketa diharapkan dapat lebih menghasilkan 68
QS. al-Hujurat (49) : 10
Universitas Sumatera Utara
keputusan yang menguntungkan para pihak(win-win solution), karena putusan dengan jalan perdamaian oleh para pihak yang bersengketa biasanya lebih objektif, karena didalamnya kedua belah pihak bertemu dengan itikad baik untuk mencari jalan keluar atas masalah-masalahnya. Peranan mediasi dalam menyelesaikan sengketa perdata sudah jelas begitu penting. Secara bagan seperti berikut dapat digambarkan bagaimana mediasi berperan dalam menyelesaikan sengketa perdata. SENGKETA PERDATA
MEDIASI (Sebagai alternatif penyelesaian sengketa)
KESEPAKATAN (Win-win Solution)
TUJUAN HUKUM (berdasarkan tujuan Hukum Islam, Hukum Acara Perdata dan teori Van Apeldoorn)
Universitas Sumatera Utara