Jurnal Notariil, VOL. 1, No. 1, NOVEMBER 2016, 14-36 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jn
PERAN NILAI LOKAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN (SEBUAH ANALISIS MODEL MEDIASI PERDATA) Lahmuddin Zuhri Universitas Samawa
[email protected]
Abstrak
Masyarakat di nusantara memandang tanah bukan hanya dalam perspektif ekonomi saja tetapi juga dalam perspektif yang lain yaitu dalam perspektif religiusitas (ketauhitan) budaya dan ekologi. Masyarakat di nusantara melihat alam (tanah) adalah anugrah sekaligus amanah yang harus dipelihara dan dijaga. Peran nilai lokal dalam penyelesaian sengketa pertanahan dapat mejadi model mediasi perdata dalam berbagai kasus agraria nasional. Pendekatan antropologi hukum menjadi hal yang menarik untuk digunakan karena masyarakat Indonesia dengan beraneka ragam budaya, yang dapat memberi penjelasan dari data empiris dan pranata hukum dalam struktur masyarakat. Kedepan penyelesaian sengketa pertanahan dengan model mediasi perdata yang mangacu kepada nilai nilai kearifan lokal. Dengan prinsip musyawarah bertujuan melibatkan atau mengajak semua pihak untuk berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat, sehingga kesetiaan dan ketaatan masyarakat terhadap apa yang disepakati bersama akan dijaga pula secara bersama-sama, karena kesepakatan tadi adalah buah dari pikiran dan pendapat bersama dalam nuansa kekeluargaan dan saling memuliakan. Nilai lokal ini diharapkan dapat menjaga kesatuan yang bulat dan utuh antara Manusia, Alam dan Tuhan, dalam nuansa spiritual, perdamaian dan persaudaraan. Kata Kunci: Nilai Lokal, Sengketa Pertanahan, Mediasi dan Perdamaian.
Abstract
People in the archipelago menandang ground not only in an economic perspective, but also in another perspective, namely in the perspective of religiosity (ketauhitan) culture and ecology. Community in the archipelago to see nature (land) is the grace of trust that must be at the same time maintained and guarded. The role of local values in penyelesaan land disputes could form the model of civil mediation in various national agrarian cases. Approaches form the legal anthropological interesting things to use for people of Indonesia with a wide range of cultures, which can give an explanation of empirical data and legal order in the structure of society. Kedeapan sengkta land settlement with the civil mediation model mangacu to the values of local wisdom. With the principle of consultation to involve or invite all interested parties to participate in public life, so that loyalty and obedience of the people against what was agreed together will be maintained as well as bersamama together, as the agreement was the fruit of their thoughts and opinions together in shades of kinship and mutual glorify , Local value is expected to maintain the unity of the round and intact between Man, Nature and God, in nuanasa spritul, peace and brotherhood. Keywords: Local Values, Land Dispute Mediation.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 15
1. PENDAHULUAN sebuah
model
di atas, maka ada hal yang tidak boleh mediasi
perdata
dilupakan,
yaitu
dengan
dalam penyelesaian sengketa pertanahan.
memperhatikan
Keberadaan “mediasi” sebagai salah
hukum adat (nilai lokal) itu sendiri.
satu bentuk mekanisme penyelesaian
Artinya nilai lokal suatu daerah sangat
sengketa alternatif (alternative dispute
memperhatikan setiap persoalan yang
resolution) bukanlah sesuatu hal yang
dihadapkan kepadanya secara khusus
asing dalam kehidupan masyarakat
dengan
termasuk masyarakat adat dengan
persoalan/masalah tidak sama dengan
berbagai
karena
soal yang lainnya sekalipun serupa2.
penyelesaian sengketa itu merupakan
Lebih lanjut dijelaskan bahwa setiap
bagian dari norma sosial yang hidup,
persoalan perlu mendapat perlakuan
atau paling tidak, pernah hidup dalam
yang
masyarakat. Kondisi ini dapat ditelusuri
individualisasinya tersebut. Pengatu-
dari
rannya tidak dibuat secara apriori, akan
nilai
kenyataan
lokalnya,
bahwa
kehidupan
masyarakat lebih berorientasi pada
sifat
selalu
pendirian
khusus
konkret
bahwa
sesuai
dari
setiap
dengan
tetapi selalu situasional dan individual.
keseimbangan dan keharmonisan, yang
Disamping sifatnya yang konkret ju-
intinya adalah bahwa semua orang
ga perlu diperhatikan sifatnya yang su-
merasa dihormati, dihargai, dan tidak
pel, artinya nilai nilai lokal dalam dirinya
ada yang dikalahkan kepentingannya.
dibangun dengan asas-asas yang pokok
Menurut
M.
Dawam
Rahardjo,
saja. Soal-soal yang detail diserahkan
dinyatakan, bahwa keseimbangan dan
kepada pengolahan asas-asas pokok itu
keharmonisan itu telah mengalami
dengan memperhatikan situasi kondisi
pengikisan ketika proses modernisasi
dan waktu yang dihadapi. Misalnya di
be rlan gsung. 1 ,
dis amping
Bali dikenal dengan asas desa, kala,
dipergunakannya salah satu alternatif
dan patra dengan tujuan mencapai sua-
penyelesaian sengketa seperti tersebut
sana masyarakat yang aman tenteram
terus
1
Maria S.W. Sumardjono, Nurhasan Ismail, Isharyanto. 2008. Mediasi Sengketa Tanah, Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Pertanahan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal. 9. 2 Moh. Koesnoe. 1992. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), Cetakan I, Penerbit Mandar Maju. Bandung. hal. 10-11.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 16
sejahtera, baik antara para pihak yang
Indonesia
bersengketa maupun masyarakat seca-
pe n tin g
ra keseluruhan. Oleh karena itu, dalam
pandangan
suasana demikian dalam nilai lokal
bangsa
(hukum adat) dipertahankan suatu sua-
sebagian pakar hukum Indonesia yang
sana di mana setiap sengketa mempe-
ingin
roleh penyelesaian yang tuntas, yaitu
institusi atau nilai-nilai yang hidup
penyelesaian menyeluruh yang dapat
dalam masyarakat untuk menjawab
menjawab segala aspek yang ada dan
berbagai persoalan kemasyarakatan
yang mungkin ada dikemudian hari.
dan
Dalam hubungan ini perlu diperhatikan
Musyawarah untuk mencapai mufakat
penerapan asas kerja: rukun, patut,
merupakan
laras 3 .
dianggap jik a
menarik
dik aitk an
kelompok
Indonesia
de n g an
elite
dan
angraria proses
politik
pemikiran
mengaktualisasikan
konflik
dan
berbagai
masa
kini.
penyelesaian
penyelesaian
sengketa dan pengambilan Keputusan
sengketa ini perlu diungkapkan, dengan
yang dianggap berakar pada berbagai
mengingat konflik dalam masyarakat,
masyarakat
yang mana dalam menyelesaiannya
musyawarah
oleh penguasa cenderung mengabaikan
digunakan oleh masyarakat dalam
kearifan lokal yang ada, namun justru
penyelesaian
lebih
memilih model litigasi yang
konflik, di Indonesia gaya prosedur
membawa konsekuensi munculnya rasa
penyelesaian sengketa ini kemudian
permusuhan karena ada unsur kalah
diberi bentuk hukum melalui Undang-
menang yang dikemas untuk mencari
undang Nomor 30 Tahun 1999
dan
Model
Studi tentang alternatif penyelesaian
cara
lain
permasalahan
biasa atau
Penyelesaian Sengketa, adalah sebagai
sengketa atau yang sering dikenal
berikut:
dengan alternative dispute resolution
1) Coercion
(yang selanjutnya disingkat ADR) di 4
ada
selain
tentang Arbitrase dan Alternatif
keadilan.
3
nusantara4,
(tindakan
kekerasan)
sebagai aksi yang bersifat unilateral
Ibid, hal.11-12.
Hadimulyo. 1997. Mempertimbangkan ADR Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Cetakan Pertama. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Jakarta. hal. xiii.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 17
dengan mengandalkan kekuatan fisik
Kedua belah pihak secara
dan kekerasan, seperti "melakukan
setuju untuk diintervensi/dicampuri.
tindakan hukum sendiri (self helf)"
Penengah bisanya sebuah lembaga
atau dalam bentuk perang antar
yang netral, atau seseorang yang
suku (warfare);
berwibawa/bermartabat.
1. Negotiation,
artinya
ada
dua
kelompok utama sebagai pembuat
Jadi keberadaan “mediasi” sebagai
keputusan dalam penyelesaian satu
s a l ah
masalah untuk mana kedua belah
penyelesaian
pi h ak
( alternative
s e tu ju
t an pa
prinsip
ban tu an
satu
b e n tu k
me k an is m e
sengketa
dispute
alternatif
resolution )
kelompok ketiga. Dalam situasi ini
bukanlah sesuatu hal yang asing,
kedua belah pihak mencoba untuk
karena
membujuk satu sama lain. "Mereka
merupakan bagian dari norma sosial
mencari tidak untuk meraih suatu
yang hidup, atau paling tidak, pernah
solusi dalam kaitan dengan aturan,
hidup dalam masyarakat. Kondisi ini
tetapi untuk menciptakan aturan di
dapat ditelusuri dari kenyataan bahwa
mana
kehidupan
mereka dapat mengorganisir
penyelesaian
konflik
masyarakat
itu
lebih
hubungan mereka dengan yang
berorientasi pada keseimbangan dan
lainnya. Selanjutnya dikenal dengan
keharmonisan, yang intinya adalah
pengaturan diadik.
bahwa semua orang merasa dihormati,
2. Mediation, artinya sudah melibatkan
dihargai, dan tidak ada yang dikalahkan
campur tangan pihak ketiga dalam
kepentingannya. Menurut M. Dawam
sengketa untuk menopang prinsip-
Rahardjo,
prinsip dalam mencapai persetujuan.
keseimbangan dan keharmonisan itu
Dengan mengabaikan apakah prinsip
telah mengalami erosi ketika proses
-prinsip memohon bantuan mediator/
modernisasi berlangsung5.
penengah atau apakah ia ditugaskan
oleh seseorang dalam wewenang.
dinyatakan,
Penyelesaian
melibatkan
sengketa
masyarakat,
5
bahwa
yang
disamping
Maria S.W. Sumardjono, Nurhasan Ismail, Isharyanto. 2008. Mediasi Sengketa Tanah, Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Pertanahan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta. Hal. 9.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 18
dipergunakannya salah satu alternatif
dan
penyelesaian sengketa seperti tersebut
Tenggara7 contoh komunitas masyarakat
diatas, maka ada hal yang tidak boleh
hukum
dilupakan,
menerapkan mekanisme penyelesaian
yaitu
dengan
selalu
hukum
adat
adat
Kei
yang
di
Maluku
memiliki
dan
memperhatikan sifat konkret dari nilai
sengketa/konflik, sebagai berikut:
lokal (hukum adat) itu sendiri. Artinya
1) Hukum Adat Banjar di Kalimantan
nilai lokal sangat memperhatikan setiap
Selatan dengan Adat Badamai adalah
persoalan yang dihadapkan kepadanya
salah satu
secara khusus dengan pendirian bahwa
sengketa
setiap soal tidak sama dengan soal
masyarakat Banjar 8
bentuk penyelesaian
lazim
dllakukan
oleh
yang lainnya sekalipun serupa6. Lebih
2) Hukum Adat Dayak di Kalimantan
lanjut dijelaskan bahwa setiap soal
Tengah yang dalam penerapan
perlu mendapat perlakuan yang khusus
hukum adat Dayak Juga menerapkan
sesuai dengan individualisasinya.
asas kekeluargaan, dimana para
Kita bisa melihat beberapa contoh
pihak (pelaku dan korban) selalu
mediasi yang menggunakan kearifan
diupayakan untuk menyelesaikan
lokal di berbagai daerah di nusantara
permasalahan
yang menggunakan pendekatan hukum
secara damai.
mereka
sendiri
adat dalam melakukan mediasi, hal ini
3) Hukum Adat Gampong di Nangroe
sangat apik diulas oleh Ahmad Syaufi
Aceh Darussalam, masyarakat Aceh
dalam penelitian disertasinya, mengulas
memililiki pola
mengenai mediasi dalam hukum adat
penyelesaian (sengketa), baik konflik
banjar Kalimantan selatan, hukum adat
vertikal maupun horizontal. Pola
Dayak di kalimantan tengah, hukum adat
penyelesaian
Gampong di Nangroe Aceh Darussalam
Aceh
tersendiri dalam
dalam
dikenal
6
masyarakat
dengan
pola
Moh. Koesnoe. 1992. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), Cetakan I, Penerbit Mandar Maju. Bandung. hal. 10-11. 7 Ahmad Syaufi. Mediasi Penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana berasfek berikatan. (ringkasan naskah disertasi ujian terbuka) PDIH-FHUB. Malang, 2013 hlm 95-105 8 Affani Daud, Islam dan Masyarakat Banjar: Analisa Kebudayaan Banjar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,1997), hlm 198.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 19
penyelesaian adat gam. 4) H u k u m
Mat
Kei
hukum bagi masyarakat.
di
Maluku
Tenggara, pada masyarakat adat suku
PENYELESAIAN SENGKETA
Kei (Evav) di Maluku Tenggara dianut
1) Penyelesaian
sengketa
dengan
hukum Larvul Ngabal. Secara harfiah,
menggunakan
istilah Larvul berarti "darah merah",
pendekatan nilai lokal merupakan
sedangkan Ngabal berarti "tombak dari
salah
Bali".
penyelesaian sengketa, karena nilai
satu
model
alternatif
dan model
lokal mampu memperhatikan setiap Peran nilai lokal dirasa efektif oleh sebagian
masyarakat,
terutama
komunitas masyarakat adat yang masih
memepertahankan
nilai
kearifan
persoalan
yang
dihadapkan
kepadanya
secara
khusus
dan
holistik9.
2) Model penyelesaian sengketa ini
lokalnya, mereka tidak mau terkotak
perlu
dalam sekat formalistik yang mengurung
mengingat
sengkata
mereka, sehingga mereka jauh dari
mas y arak at
s e ma k in
yang namanya keadilan substantif, sejak
ditambah
hukum memiliki watak formal, maka
cenderung mengabaikan kearifan
citra
lokal yang ada, namun justru lebih
sebagai
institusi
yang
diungkapkan,
dengan
dengan dalam me lu as ,
penguasa
mempertahankan status quo-pun cukup
me milih
besar, yang muncul dalam persoalan
membawa konsekuensi munculnya
legalitas. Dengan demikian, soal legalitas
rasa permusuhan karena ada unsur
atau kepastian hukum menjadi masalah
kalah menang yang dikemas untuk
besar tersendiri dalam hukum positif, dan ini
mencari keadilan. Selaras dengan
akan menghambat dinamika nilai-nilai
itu, apa yang dikemukakan oleh
kearifan lokal masyarakat, sehingga tidak
Ehrlich menekankan bahwa "hukum
jarang terjadi benturan antara legalitas
yang hidup", yaitu hukum yang
mo de l
li tig as i
y an g
kepastian hukum dengan kemanfaatan 9
Moh. Koesnoe. 1992. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), Cetakan I, Penerbit Mandar Maju. Bandung. hal. 10-11.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 20
nyata hidup dalam masyarakat, terus
Ehrlich. Hukum yang hidup ini
berevolusi melebihi hukum negara
meliputi hukum yang muncul dari
yang kaku dan tidak bergerak. Tu-
kebiasan-kebiasaan yang berlaku
gas
hukum adalah untuk
dalam masyarakat dan hukum yang
memecahkan ketegangan yang terus
terbentuk karena berlangsungnya
-menerus ini. Ilmu hukum berada di-
interaksi sosial yang melibatkan
antara penerapan dan pembuatan
sejumlah
undang-undang,
dari
Hukum tidak ditemukan sebagai
produk
sesuatu yang tersurat dalam aturan,
pen dorong
akan tetapi sesuatu yang identik
ilmu
keduanya
menghasilkan
peraturan
3)
kemudian
sebagai
anggota
perkembangan-perkembangan
dengan
sosial10. Apa yang dikemukakan oleh
anggota masyarakat, antar kelompok
Ehrlich11,
mengenai "hukum yang
masyarakat, dalam penelitian ini
hidup", yaitu hukum yang nyata
adalah Masyarakat indonesia secara
hidup dalam masyarakat, hal ini
umum. Masyarakat hukum adat di
diperkuat oleh Friedrich Carl Von
Indonesia
Savigny, menyatakan “Das recht wird
kolalitasnya merasakan penyelesaian
nicht gemacht, est ist und wirh mit
sengketa secara damai mengantarkan
dem volke” (hukum itu tidak dibuat,
mereka
melainkan tumbuh dan berkembang
harmonis,
bersama masyarakat). Lebih lanjut ia
terpeliharanya nilai kebersamaan
menyatakan:
(komunal) dalam masyarakat. Itulah
“Hukum
adalah
perilaku
masyarakat.
dengan
pada
dari
manusia
nilai -nilai
kehidupan
adil,
atau
yang
seimbang,
cerminan masyarakat/jiwa rakyat/
spirit
penelitian
ini,
jiwa bangsa”.
menaris
Kehidupan masyarakat dengan nilai
keadialan formal, menjadi keadilan
lokalnya sangat dekat dengan konsep
material milik masyarakat dangan
“hukum yang hidup” (living law) dari
nilai nilai lokalnya. Tulisan ini ingin
hegemoni negara
10
ingin atas
Bernard L Tanya, 2007, Teori Hukum Strategi Tertip Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cet 2, Surabaya: CV Kita, hal 165 11 Op Cit, Bernard L Tanya, 2007 hal 121
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 21
mengulas tentang peran nilai lokal
sebuah konsep intelektual, tetapi
dal am
sen gke ta
lebih melihat hukum adalah sebuah
pertanahan, kemudian dari itu, ingin
institusional interaksional manusia,
membuat model bahwa nilai lokal
menurut Eugen Ehrlich “masyarakat
dapat
adalah
penye les aian
dijadikan
s uatu
model
ide
umum
yang
penyelesaian sengketa pertanahan
menandakan
secara
sosial, yaitu keluarga, desa, lembaga
nasional.
merupakan
Penelitian
ini
yuridis-
kajian
sosial,
semua
dapat
negara,
hubungan
bangsa,
sistem
antropologis terkait berperannya nilai
ekonomi
lokal dalam penyelesaan sengketa
Pendekatan
pertanahan termasuk konflik agraria
dapat memberi penjelasan dari data
di indonesia.
e mpiris
4) pendekatan
antropologi
hukum
dan
sebagainya.
Antropologi
de n gan
me n gan alis i s
hubungan-hubungan
kausal
fakta,
masyarakat
diketahui kedudukan pranata hukum
dengan
akhirnya
dari
berdasarkan pada kenyataan bahwa Indonesia
sehingga
hukum
dapat
yang
dalam struktur masyarakat, sehingga
merajut dalam putaran sejarah
dalam kegiatan antropologi hukum
menjadi suatu negara bangsa 12.
dapat dipadukan pengetahuan ilmu
Melalui
antropologi
hukum adat yang bersifat dogmatis-
diperoleh gambaran yang sangat
normatif dengan kenyataan yang
kompleks mengenai pluralitas dan
ada13.
beraneka
ragam
budaya
pendekatan
heterogenitas
dari
“masyarakat
Indonesia”
dan
kompleks
5) Wolfgang Friedmann14 menjelaskan bahwa
pada
dasarnya
norma
“kebudayaan Indonesia”. Kajian ini
hukum selalu diambil dari fakta-
ingin
fakta
melihat
hukum
bukanlah
sosial
yang
12
ada
dalam
Budiono Kosumohamidjoyo, Kebinekaan Masyarakat Indonesia, Suatu Problematika Filsafat Kebudayaan, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), hlm 45 13 Valerina Jaqualine Leonore Kriekhoff. 1991, “Kedudukan tanah dati sebagai tanah adat di Maluku Tengah, suatu kajuan dengan memanfaatkan pendekatan entropologi hukum”. Disertasi. Program doktor Ilmu Hukum Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. Hal 57 14 Wolfang Friedmann, Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis atas Teori-teori Hukum, jilid II, Terjemahan Mohammad Arifin dari Legal Thoery, (Jakarta: Raja Rgafindo Persada, 1996), hlm 105
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 22
keyakinan
asosiasi
rakyat.
mereka
pada
kehidupan
Perlindungan yang dilakukan oleh
h ar mo n is ,
negara dengan menggunakan hukum
terpeliharanya nilal komunal. Kajian
yang
antropologi hukum dan pluralisme
mengekspresikan
sifat
a dil ,
memaksa seyogianya tidak perlu
hukum
dilakukan.
membongkar
Lembaga
hukum
dalam
s e imb an g
yang
tulisan
d an
ini
ingin
hegemoni
dan
seharusnya melaksanakan ketentuan
sentralisme hukum negara (hukum
-ketentuan hukum selalu di dasar-
positif), seperti spirit dari penelitian ini,
kan atas "fakta-fakta hukum" so-
ingin mengkritisi hegemoni negara atas
sial ( Tatsachen des Rechts ) yakni
keadialan formal, menjadi keadilan
fakta-fakta
material milik masyarakat dengan nilai
hukum
yang
men-
dasari semua hukum berdasarkan
pada
kebiasaan,
k e pe milik an ,
nilai lokalnya.
dominasi,
pe rny ata an
dan
kemauan, keempat faktor tersebut
Nilai Lokal dan Sistem Nilai Masyarakat
dalam penerapannya selalu memiliki
Analisa pluralisme hukum ini oleh
keterkaitan hukum masing-masing
penulis untuk melihat posisi nilai lokal
atau saling mengawasi.
masyarakat
di
nusantara
sebagai
sebuah sistem nilai masyarakat yang masih cukup dalam intaksinya dengan
2. PEMBAHASAN dengan
hukum nasional. Pluralisme hukum
sebaran nilai-nilai lokalnya, dalam
dalam masyarakat dalam tulisan ini,
putusan sejarah sudah terbiasa dengan
peneliti amati dari posisi nilai lokal
berbagai perubahan, termasuk sengketa
sebagi sebuah sistem nilai masyarakat
pertanahan dalam masyarakat. Seperti
yang masih hidup dalam masyarakat, di
yang disebut pada bagian akhir dari bab
sisi lain ada hukum nasional, hal ini
pendahuluan di atas bahwa nilai lokal
akan mempengaruhi efektivitas hukum,
nusantara
sehingga peneliti perlu melihat tentang
Masyarakat
nusantara
merasakan penyelesaian
sengketa secara damai mengantarkan
berlaku
atau
tidaknya hukum itu
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 23
(hukum posotif), suatu kaidah dapat
hukum yang sesungguhnya dan aturan
dikatakan efektif apabila kaidah-kaidah
tentang bagaimana institusi harus
hukum itu berlaku secara faktual jika
bertindak.
para
dapat
budaya hukum (legal culture), friedman
mengaplikasikannya dalam kehidupan
menegaskan bahwa budaya hukum itu
mereka. Terkait
sendiri merupakan bagian dari budaya
warga
masyarakat dengan
bahasan
Selanjutnya
efektifitas hukum atau keberlakuan
dalam
hukum ini, Bruggink15 membedakan
kebiasaan, opini, cara bertindak dan
atas 3 (tiga), yakni keberlakuan hukum
berpikir tentang sesuatu hal dan lain
dalam arti empiris, normative atau
sebagainya.
umum
yang
meliputi
Berkaitan dengan konteks budaya
formal dan evaluatif. Lawrence M. Friedman16 dalam legal
sistem
arti
mengenai
me ndisk ripsikan
ten tang
hukum, kekuatan sosial non hukum ikut
berperan dominan dalam menentukan
efektivitas hukum atau keberlakuan
warna
dan
hukum ditegaskan bahwa efektivitas
Sehingga
kaidah hukum dipengaruhi oleh 3 (tiga)
bu day a
keberlakuan
hukum.
dapat
dikatakan
bahwa
hukum
me n jadi
m ot or
structure,
penggerak dan memberi masukan-
substance dan culture . Penjelasan
masukan kepada struktur dan substansi
Friedman
memberikan
hukum dalam memperkuat sistem
pemahaman bahwa struktur dalam
hukum, seperti tekanan dan pola
suatu sistem hukum memiliki kaitan
politik, ekonomi, budaya, termasuk
dengan kerangka sistem lainnya dalam
ekologi dapat mempengaruhi kinerja
pengaturan guna menerapkan proses
sistem hukum.
komponen
dasar di
yaitu
atas
hukum dengan batasan yang jelas.
Melalui
pendekatan
Sedangkan substansi dalam sistem
diperoleh
gambaran
hukum berkaitan dengan aturan-aturan
kompleks
mengenai pluralitas dan
15
antropologi yang
sangat
JJ. H. Bruggink, Refleksi tentang Hukum, terjemahan Arif Sidarta. (Bandung. Citra Aditya Bakti). 1996. Hal 145-150 16 Lawrence M Friendman, The Legal System: A sosil Sciance Perspektif. (terjemaahan M. Khozim). (Bandung: Nusa Media). Hal. 12-18
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 24
masyarakat
dan sistem hukum adat dapat tetap
Indonesia dan kompleks kebudayaan.
berlaku selama diizinkan oleh sistem
Menunjukkan kecenderungan untuk
hukum negara dan dilaksanakan
dapat
sesuai dengan
heterogenitas
dari
memberikan
penghargaan
kepada adanya variasi kebudayaan yang di dalamnya ada nilai lokal (hukum adat)
dari
masing-masing
bentuk
yang
di
persyaratkan oleh negara; 3) Setiap
penggambaran
pengkajian
hukum
ataupun
adat
yang
masyarakat di nusantara17. Oleh karena
dilakukan, dalam arti pengkajian
itu masalah dalam penelitian akan
yang dilakukan oleh para ahli hukum
relevan dikaji dari
atau
konsep pluralisme
pengusung hukum negara
hukum seperti yang diungkapkan oleh
lainnya harus mengikuti klasifikasi
Hooker18, yaitu yang berkaitan dengan
hukum yang dianut oleh sistem
situasi khusus ketika hukum negara
hukum negara.
“mengakui” beberapa bentuk “hukum suatu
Terkait dengan ini, Surya Prakash
apabila
Sinha mengemukakan dengan istilah
terdapat salah satu dari tiga kondisi
Legal Polycentricity. It rejects the single
seperti di bawah ini:
velue approach to matters of morals
1) Sistem hukum nasional secara politik
and law as well as the radical relativism
adat”.
Dinyatakan,
pluralisme
hukum
bahwa terjadi
memiliki
of values and it accepts moral plural-
kemampuan untuk menghancurkan
ism. Artinya legal Policentricity menolak
sistem masyarakat adat;
pendekatan nilai tunggal pada persoa-
lebih
berkuasa
karena
2) Terdapat pertentangan kewajiban
lan-persoalan moral dan hukum, seperti
aturan yang dibuat oleh sistem
pada relativisme yang radikal pada nilai
hukum negara secara mutlak berlaku
-nilai dan sebaliknya menerima plural-
17
Pluralisme hukum berkaitan dengan situasi ketika hukum negara mengakui atau tidak atas keberadaan hukum yang ada di masyarakat adat/kebiasaan, lihat Lawrence M Friendman, The Legal System: A sosil Sciance Perspektif. (terjemaahan M. Khozim). (Bandung: Nusa Media, 2000) hlm 19 18 John Griffiths. “Memahami Pluralisme Hukum, sebuah Deskripsi Konseptual”, dalam Pluralisme Hukum Sebuah Pendekatan Interdisiplin, terjem. Andri Akbar, AL. Andang L Binawan, Bernadinus Stenly, Eds. Riyadi Terre, Didin Suryadin, Cetakan Pertama. (Jakarta: Huma). 2005, Hal. 81.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 25
isme moral. Lebih lanjut disebutkan:
mengerti interaksi antara kelompok
this approach opens the way for max-
atas dan kelompok bawah, menghindari
imizing the legitimacy of legal order,
pertentangan Marxis pada penumpasan
promoting tolerance, promoting a non-
musuh kelas-kelas untuk mencapai
coercive methodology by expanding the
masyarakat
freedom to choose one’s own preferred
menghindari hak keutamaan dalam
value, promotes stability by providing
perspektif kesatuan.
yang
bebas,
dan
individuals and associations their own
Relevansi konsep dan pemikiran
morally preferred space, provides a
pluralisme hukum yang diungkapkan itu
framework for understanding the inter-
juga akan dirasa cocok dengan kondisi
action between dominant groups and
Indonesia sebagai bangsa yang sangat
subordinate groups, avoids the Marxist
majemuk.
contradiction of crushing class enemies
bangs a
to attain a freer society, and avoids the
memperhitungkan
necessity of having a privileged unitary
kemajemukan
perspective20.
pembangunan
Konsekuensinya
Indonesia itu
bahwa
harus
dapat
sekalian
unsur
dalam
usaha
sesuai
dengan
Secara bebas dapat diterjemahkan:
perkembangan zaman 21. Memahami
Pendekatan ini membuka cara untuk
posisi dan kapasitas
hukum dalam
pada
struktur masyarakat, maka pertama-
ketertiban hukum, mengembangkan
tama harus dipahami kehidupan sosial
toleransi, mengembangkan kebebasan
dan budaya masyarakat tersebut secara
metodol ogi
perkemban gan
utuh. Relevan dengan paham plural-
kebebasan untuk memilih pemilikan
isme hukum ialah paham hukum post-
salah
ada,
modern, yang menggugat kenetralan
yang
dan keobjektifan peran dari hukum, ha-
dan
kim dan penegak hukum lainnya teruta-
asosiasi-asosiasi yang memiliki ruang
ma dalam keberpihakan hukum dan
moral, pemberian kerangka kerja untuk
penegak hukum terhadap golongan ter-
memaksimalkan
satu
legitimasi
oleh
nilai-nilai
mengembangkan diberikan
20
oleh
yang
stabilitas
para
individu
Ibid. Hal 347
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 26
tentu atau keberpihakan hukum ter-
bersifat laten (latent) dan perselisihan-
hadap politik dan ideologi tertentu22.
perselisihan yang telah mengemuka
Sehingga
lokal
(manifest). Konflik atau perselisihan
sebagai model pengelesaan sengkta
yang telah mengemuka disebut sebagai
perdata (pertanahan/agraria) menjadi
sengketa. Konflik bersifat laten jika
menarik untuk diangkat kedalam sistem
pihak lain yang tidak terlibat belum
hukum nasional. Kita ketahui bahwa
mengetahui atau menyadari adanya
sengketa pertanahan adalah hal yang
konflik. Konflik hanya dirasakan oleh
mewabah di indonesia. Istilah sengketa
para
atau dispute (dalam bagasa inggris).
pandang telah mengemuka jika salah
Sebagian sarjana berpendapat bahwa
satu pihak atau para pihak yang terlibat
secara konseptual tidak terdapat perbe-
telah
daan antara konflik dan sengketa.
yang membuat pihak yang tidak terlibat
Keduanya merupakan konsep yang sa-
mengetahui atau menyadari adanya
ma mendeskripsikan situasi dan kondisi
permasalahan. Tindakan-tindakan salah
di mana orang-orang sedang mengala-
satu atau para pihak dapat terjadi da-
mi perselisihan yang bersifat faktual
lam bingkai hukum, misalnya satu pihak
maupun perselisihan-perselisihan yang
telah mengajukan gugatan ke pengadi-
ada pada persepsi mereka saja. Akan
lan, atau melakukan unjuk rasa secara
tetapi, sebagian lain sarjana ber-
damai untuk menentang sikap atau po-
pendapat,
konflik
sisi pihak lawannya. Namun, tindakan-
(conflict) dapat dibedakan dari istilah
tindakan para pihak dapat juga terjadi
sengketa (dispute).
di luar bingkai hukum, misalnya saling
mengangkat
bahwa
nilai
istilah
pihak yang bertikai. Konflik di
melakukan
tindakan-tindakan
Pertama, istilah konflik mengandung
pukul, perkelahian, pembakaran, pe-
pengertian yang lebih luas daripada
rusakan, hingga pembunuhan atau
sengketa karena konflik dapat men-
perang antarnegara dalam konteks in-
cakup perselisihan-perselisihan yang
ternasional.
22
Munir Fuady. Filsafat dan Teori Hukum Postmodern. Cetakan ke I. (Bandung PT. Citra Aditya Bakti). 2005. Hal. 8
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 27
Kedua, konflik merujuk pada perse-
ditemukan
dan
digunakan
dalam
lisihan-perselisihan yang para pihaknya
kepustakaan ilmu hukum, misalnya
sudah maupun belum teridentifikasi
sengketa perdata, sengketa dagang,
atau dapat diidentifikasi secara jelas.
sengketa keluarga, sengketa produsen
Seseorang dapat mengalami konflik
dan konsumen, dan sengketa tata
dengan orang-orang di lingkungannya
usaha
atau kondisi-kondisi sosial dan ekonomi
penyelesaian sengketa (dispute resolu-
yang tidak sesuai dengan prinsip-
tion) lebih sering digunakan dalam ling-
prinsip pribadinya, sehingga ia men-
kungan ilmu hukum23.
negara,
sehingga
istilah
galami konflik dengan lingkungan so-
Fakta bahwa dalam penyelesaian-
sialnya. Dalam situasi seperti ini,
penyelesaian hukum dalam kehidupan
seseorang berhadapan dengan pihak-
empirik masyarakat kita tidak selalu di-
pihak yang belum diidentifikasikan
pengaruhi oleh garis batas yang kaku
secara jelas. Sebaliknya, dalam sebuah
antara konsep hukum privat dan kon-
sengketa para pihaknya sudah dapat
sep hukum pidana sebagaimana halnya
diidentifikasikan secara jelas. Siapa
sistem hukum Barat juga tercermin dari
melawan siapa sudah dapat diidentifi-
pengamatan Barat Bagir Manan24, man-
kasi dengan jelas.
tan Ketua Mahkamah Agung Republik
Ketiga, istilah konflik lebih sering
Indonesia, sebagai berikut:
ditemukan dalam kepustakaan ilmu-
Perdamaian dalam sistem adat-
ilmu sosial dan politik daripada dalam
istiadat maupun hukum adat kita tid-
kepustakaan
dalam
ak terbatas pada sengketa perdata.
kepustakaan antropologi, sosiologi, dan
Perdamaian juga lazim dalam per-
ilmu politik dapat ditemukan istilah
buatan (perkara) yang bersifat kep-
resolusi konflik (conflict resolution)1.
idanaan. Tidak jarang perbuatan
Sebaliknya, istilah sengketa lebih sering
yang dapat di pidana diselesaikan
ilmu
hukum,
23
SudartoP.Hadi, 2004, Resolusi Konflik, Badan Penerbit Univ. Diponegoro, Semarang.Di program Pasca Universitas Andalas, program Studi Pembangunan Wilayah Pedesaan, Program kekhususan Politik Lokal, terdapat mata kuliah yang bernama Resolusi Konflik dan Politik Lokal. 24 Bagir Manan,2006, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, dalam Varia Peradilan No. 248 Juli 2006, hlm. 10-11.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 28
secara kekeluargaan, dalam hal ter-
galaman di negara-negara lain, seperti
jadi kematian akibat perkelahian atau
Amerika Serikat dan Kanada, sengketa
pertengkaran, perdamaian, terjadi
soal pelaksanaan tata ruang kota atau
melalui kompensasi terhadap keluar-
wilayah dapat diselesaikan melalui me-
ga korban. Kompensasi tidak semata
diasi, oleh sebab itu, pendekatan yang
bersifat materil.
serupa dapat juga diterapkan di Indo-
Dapat juga bersifat immaterial seper-
nesia. Keberadaan mediasi dalam sis-
ti denda adat, kewajiban melakukan
tem hukum dan politik harus dilihat se-
sesuatu untuk memulihkan keseim-
bagai
bangan magis. Bahkan, pernyataan
mewujudkan rasa keadilan seluas-
penyesalan dan permohonan maaf yang
luasnya.
salah
satu
upaya
untuk
tulus dan diterima oleh pihak keluarga
Keadilan dapat dicapai dengan cara
korban tidak jarang menjadi dasar
memutus melalui pengadilan atau ar-
perdamaian yang penting. Lebih dari
bitrase, tetapi juga dapat diwujudkan
itu, upaya damai semacam ini harus
melalui cara-cara musyawarah mufakat
membawa konsekuensi hukum, yaitu
seperti negoisasi dan mediasi. Sistem
menutup
dicapai
hukum harus menyediakan beberapa
perdamaian. Doktrin yang mengatakan,
cara penyelesaian sengketa untuk
sifat pidana tidak hapus sehingga
mewujudkan
perkara akan tetap diteruskan walau-
demikian dalam situasi konkret, para
pun ada perdamaian, mestinya diha-
pihak bersengketa yang menentukan
puskan.
apakah permasalahan mereka harus
perkara
begitu
Lapangan hukum publik lainnya seperti hukum tata ruang, hukum agraria, hukum
sumber
daya
alam
yang
k e ad i l a n .
Dengan
diselesaikan melalui pengadilan, arbitrase atau negoisasi dan mediasi. Menyelesaikan sengketa
melalui
kewenangan instansi pemerintahannya
cara konsensus atau mufakat. Paling
sangat dominan, penggunaan mediasi
tidak ada dua pandangan teoritis kom-
sebagai cara penyelesaian sengketa
petitif yang dapat menjelaskan atau
sangat terbuka dan dimungkinkan. Pen-
menjawab permasalahan esensial ini.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 29
Pandangan teoritis pertama merujuk
bagai salah satu bangsa yang amat
pada kebudayaan sebagai faktor domi-
menjunjung tinggi nilai-nilai pendeka-
nan. Masyarakat yang mewarisi tradisi
tan konsensus dalam penyelesaian per-
kebudayaan yang menekankan nilai
soalan-persoalan dalam masyarakat.
penting keharmonisan dan kebersa-
Dalam beberapa masyarakat nusantara
maan dalam kehidupan akan lebih
dapat dijumpai istilah-istilah yang
dapat menerima dan menggunakan
menggambarkan nilai lokal yang pent-
cara konsensus dalam penyelesaian
ing guna membangun konsensus atau
sengketa. Kebudayaan dapat dibentuk
mufakat dalam penyelesaian persoalan.
atau dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
Sebagai
antara lain agama. Syahrizal Abbas25
masyarakat Minangkabau di temui
melihat bahwa nilai-nilai islam seperti
ungkapan: “bulek air dek pembuluh,
arti penting saling memaafkan
dan
bulek kato dek mufakat” (bulat air ka-
konsep islah (perdamaian) merupakan
rena bambu, bulat kata karena mufa-
faktor normatif yang menjadi pen-
kat). Ungkapan ini mengandung arti
dorong bagi penganut Islam agar
bahwa
menempuh penyelesaian sengketa me-
diselesaikan dengan cara mufakat para
lalui pendekatan mufakat para pihak di
pihak yang hadir dalam sebuah forum.
samping pendekatan memutus. Namun,
Bahkan para pendiri negara Indonesia
konsep islah tidak boleh dilakukan jika
memiliki keyakinan bahwa pendekatan
bertujuan untuk menghalalkan yang ha-
musyawarah mufakat merupakan nilai
ram atau mengharamkan yang halal.
leluhur bangsa yang kemudian sebagai
contoh
sesuatu
persoalan
masalah
dalam
dapat
cara pengambilan keputusan politik Nilai Lokal Dalam Penyelesaan
tingkat nasional sebagaimana dirumus-
Sengketa Pertanahan
kan dalam sila ke-4 Pancasila.
Bangsa Indonesia secara normatif dan historis, juga dapat di pandang se-
Pada sisi lain adalah penting sistem hukum
dan
politik
25
menyediakan
Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektiof Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, CIDA, ( Banda Aceh: Dep. Agama Rep. Indonesia, 2009), hlm. 143 dan 163.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 30
berbagai sarana dan proses yang dapat
pendekatan mufakat pada dasarnya
di gunakan oleh masyarakat yang se-
merupakan suatu cara penyelesaian
dang dalam konflik atau sengketa, un-
sengketa pertanahan.
tuk menyalurkan aspirasi mereka dan
Peraturan Presiden No. 10 Tahun
memperjuangkan kepentingan mereka.
2006 tentang Badan Pertanahan Na-
Jika sistem hukum dan sistem politik
sional, diterbitkan tidak terlepas dari
tidak menyediakan sarana dan proses
gejala semakin populernya istilah medi-
semacam itu, maka keadaan ini dapat
asi dalam lingkup ilmu hukum dan para
memicu munculnya tindak kekerasan
pembuat kebijakan maupun peraturan
dalam sebuah konflik atau sengketa.
perundang-undangan di Indonesia. Tid-
Mediasi dalam penyelesaian konflik
ak ada ketentuan hukum yang rinci ten-
pertanahan, berdasarkan ketentuan
tang
Pasal 23 c Peraturan Presiden Republik
konteks sengketa pertahanan. Ketentu-
Indonesia No. 10 Tahun 2006 tentang
an yang ada hanya berbentuk Petunjuk
Badan Pertanahan Nasional, menga-
Teknis yang diterbitkan oleh Badan Per-
takan bahwa Deputi Bidang Pengkajian
tahanan
dan Penanganan Sengketa dan Konflik
D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksa-
pada Badan Pertanahan Nasional me-
naan Mediasi. Dari Konsiderans Petun-
nyelenggarakan fungsi pelaksanaan al-
juk Teknis tersebut dapat diketahui,
ternatif
masalah,
bahwa salah satu undang-undang yang
sengketa, dan konflik pertanahan me-
menjadi dasar adalah Undang-Undang
lalui bentuk mediasi, fasilitasi dan
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
lainnya. Ketentuan Pasal 23 Peraturan
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Presiden No. 10 Tahun 2006 memper-
Undang-Undang
lihatkan kebijakan pemerintah untuk
mengatur bahwa penggunaan arbitrase
menggunakan mediasi sebagai salah
maupun
satu cara untuk penyelesaian sengketa
sengketa bersifat sukarela, dengan
pertanahan, sebelum keluarnya pera-
demikian, penggunaan mediasi untuk
turan President No. 10 Tahun 2006,
sengketa pertahanan juga bersifat su-
p e n y e le s a i a n
penggunaan
Nasional
ini
alternatif
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
mediasi
No.
dalam
05/Juknis/
secara
tegas
penyelesaian
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 31
Alternatif
karela. Penyelesaian sengketa atau yang sering dikenal dengan
alternative
Penyelesaian
Sengketa,
adalah sebagai berikut: 1) Coercion
(tindakan
kekerasan)
dispute resolution (yang selanjutnya
sebagai aksi yang bersifat unilateral
disingkat ADR) di Indonesia dianggap
dengan mengandalkan kekuatan fisik
menarik dan penting jika dikaitkan
dan kekerasan, seperti "melakukan
dengan pandangan kelompok elite
tindakan hukum sendiri (self helf)"
politik bangsa Indonesia dan pemikiran
atau dalam bentuk perang antar
sebagian pakar hukum Indonesia yang
suku (warfare);
ingin mengaktualisasikan berbagai
2) Negotiation,
artinya
ada
dua
institusi atau nilai-nilai yang hidup
kelompok utama sebagai pembuat
dalam masyarakat hukum adat untuk
keputusan dalam penyelesaian satu
menjawab
masalah untuk mana kedua belah
berbagai
kemasyarakatan
persoalan
bangsa Indonesia
pih ak
s e tu ju
t an pa
ban tu an
masa kini. Musyawarah untuk mencapai
kelompok ketiga. Dalam situasi ini
suatu mufakat merupakan proses
kedua belah pihak mencoba untuk
penyelesaian
dan
membujuk satu sama lain. " Mereka
pengambilan Keputusan yang dianggap
mencari tidak untuk meraih suatu
berakar pada berbagai masyarakat
solusi dalam kaitan dengan aturan,
hukum adat26, selain musyawarah ada
tetapi untuk menciptakan aturan di
cara
mana
lain
biasa
sengketa
digunakan
oleh
mereka dapat mengorganisir
penyelesaian
hubungan mereka dengan yang
permasalahan atau konflik, di Indonesia
lainnya. Selanjutnya dikenal dengan
gaya prosedur penyelesaian sengketa
pengaturan diadik.
masyarakat
dalam
ini kemudian diberi bentuk hukum
3) Mediation, artinya sudah melibatkan
melalui Undang-undang Nomor 30
campur tangan pihak ketiga dalam
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
sengketa untuk menopang prinsip-
26
Hadimulyo. 1997. Mempertimbangkan ADR Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Cetakan Pertama. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM). Jakarta. hal. xiii.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 32
prinsip dalam mencapai persetujuan.
diperhatikan penerapan asas kerja:
Dengan mengabaikan apakah prinsip
rukun, patut, dan laras28.
-prinsip memohon bantuan mediator/
Peran nilai lokal dirasa efektif oleh
penengah atau apakah ia ditugaskan
sebagian
masyarakat,
terutama
oleh seseorang dalam wewenang.
komunitas masyarakat adat yang masih
Kedua belah pihak secara prinsip
memepertahankan
setuju untuk diintervensi/dicampuri.
lokalnya, mereka tidak mau terkotak
Penengah bisanya sebuah lembaga
dalam sekat formalistik yang mengurung
yang netral, atau seseorang yang
mereka, sehingga mereka jauh dari
berwibawa/bermartabat.
yang namanya keadilan substantif, sejak
nilai
kearifan
hukum memiliki watak formal, maka Nilai lokal sangat memperhatikan
citra institusi yang mempertahankan
setiap persoalan yang dihadapkan
status quo-pun cukup besar, yang muncul
kepadanya secara khusus dengan
dalam persoalan legalitas.
pendirian bahwa setiap soal tidak sama
demikian, soal legalitas atau kepastian
dengan soal yang lainnya sekalipun
hukum menjadi masalah besar tersendiri
serupa27. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
dalam hukum positif, dan ini akan
setiap soal perlu mendapat perlakuan
menghambat dinamika nilai-nilai kearipan
khusus sesuai dengan individualisasinya
lokal masyarakat, sehingga tidak jarang
tersebut. Pengaturannya tidak dibuat
terjadi benturan antara legalitas kepastian
secara apriori, akan tetapi selalu situa-
hukum dengan kemanfaatan hukum bagi
sional dan individual, sehingga seng-
masyarakat.
Dengan
keta memperoleh penyelesaian yang
Paparan yang terjadi di Banjar
tuntas, yaitu penyelesaian menyeluruh
Kalimantan selatan, Kalimantan Tengah,
yang dapat menjawab segala aspek
Nangroe Aceh Darussalam dan Kei di
yang ada dan yang mungkin ada dike-
Maluku Tenggara adalah bukti nyata
mudian hari. Dalam hubungan ini perlu
sesungguhnya kemauan dan kekuatan nilai
27
Moh. Koesnoe. 1992. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), Cetakan I, Penerbit Mandar Maju. Bandung. hal. 10-11. 28 Ibid, hal.11-12.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 33
lokal untuk mengurus diri sendiri itu tetap
tidak
merusak
fungsi
asli
alam,
ada dan bertahan dalam masyarakat,
memperhatikan daya dukung alam,
kendati dipinggirkan oleh berbagai bentuk
mengelola alam secara berkelanjutan,
dan persyaratan formal. Dalam masyarakat
karena masyarkat di nusantara melihat
Sumbawa NTB ada nilai lokal Krik Slamat
alam adalah anugrah sekaligus amanah
sebagai basis nilai keariafan lokal masyarakat
yang harus di pelihara dan di jaga.
sumbawa berusaha menyelamatkan
Sehingga model penyelsaian sengkta
komunitas masyarakat dari sekat formalistik
pertanahan adalah mengacu kepada
hukum positif menuju hukum yang lebih peka
kesatuan yang bulat dan utuh antara
terhadap nilai dan rasa keadilan manyarakat,
Manusia, Alam dan Tuhan, dalam
yang dalam peneliti ini akan membahas
perdamaian dan persaudaraan.
mengenai nilai kearifan lokal masyarakat
Makna damai adalah misi totalitas
sebagai sarana mediasi perdata dalam bidang
menebarkan rahmat dan mewujudkan
agraria29.
kedamaian bagi seluruh alam, yang di
merupakan tujuan hidup masyarakat di
nusantara menandang tanah sarana
nusantara. Model penyelesaian seketa
produksi bukan hanya dalam perspektif
angraria berbasis nilai kearifan lokal
ekonomi
dalam
masyarakat
perspektif yang lain yaitu dalam
pertimbangan:
perspektif religiusitas (ketauhitan),
1. Sedapat mingkin memuaskan para
serta dalam perspektif budaya yang
pihak, dan tidak ada pihak yang
melahirkan intraksi sosial sesama
merasa menang dan kalah dalam
mereka guna membangun peradaban
penyelesaian sengketa mereka.
Secara
u mu m
saja
masy arak at
tetapi
juga
yang melindungi eksistensi budaya dan peradaban masyarakat, dan yang tidak kalah penting adalah dalam perspektif ekologi yaitu mengelola alam dengan
dilandaskan
oleh
2. Mengantarkan pada ketentraman hati dan kepuasan batin. 3. Dapat memperkuat tali silaturahmi para pihak yang berkonflik.
29
Lahmuddin Zuhri. 2015. Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Atas Sumber Daya Alam (SDA) di Kabupaten Sumbawa. Jurnal Hukum Prasada. Program Magisrel Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Warmadewa. Dempasar. Vol 3. No 1. Hal 1-21. September 2015
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 34
musyawarah sebagai salah satu
disepakati bersama akan dijaga pula
prinsip dasar menjiwai masyarakat
secara
beradab, melalui musyawarah setiap
kesepakatan tadi adalah buah dari
masalah yang menyangkut kepentingan
pikiran dan pendapat bersama dalam
umum dan kepentingan rakyat dapat
nuansa
ditemukan suatu jalan keluar yang
memuliakan. Artinya jika ada pihak
sebaik-baiknya setelah semua pihak
yang melanggar sama saja memecah
mengemukak an
dan
persaudaraan dan kekerabatan, serta
pikiran mereka yang wajib didengar
tidak menghormati sesama. Sehingga
dalam membuat sesuatu keputusan,
timbul
sehingga dapat mencerminkan per-
melasanakan apa yang sudah menjadi
timbangan yang objektif dan bijaksa-
konsensus bersama tadi. Hal ini senada
na untuk kepentingan bersama bagi
dengan apa yang dikemukakan oleh
eksistensi komunitas. Musyawara dapat
Satjipto Rahardjo bahwa Indonesia
diakhiri dengan kebulatan pendapat atau
yang
kesepakatan bersama (konsensus). Hal
mengutamakan
ini berbeda dengan demokrasi liberal
daripada supremasi hukum dalam
yang berpegang pada suara mayoritas
membangun
yang berakhir dengan kekalahan suara
artinya titik tekan dalam berhukum
bagi suatu pihak dan kemenangan bagi
adalah nilai moral daripada aspek
pihak lain.
formalitas
peraturan
undangan
biasa,
pandangan
Lebih lanjut prinsip musyawarah
bersamama-sama,
kekeluargaan
rasa
malu
majemuk
dan
jika
seharusnya supremasi
hukum
di
karena
saling
tidak
lebih moral
Indonesia
perundang -
yang
kemudian
bertujuan melibatkan atau mengajak
diintegrasikan dalam sistem hukum
semua pihak untuk berperan serta
Indonesia, sehingga nilai-nilai moral
dalam kehidupan bermasyarakat, se-
menjiwai substansi hukum, struktur
hingga
hukum serta kultur hukum30.
kesetiaan
masyarakat
dan
terhadap
ketaatan apa
yang
30
Suteki. 2012. Legal pluralisme dan implikasi metodologisnya: sebuah pendekatan terhadap hukum yang multifacet. (Makalah dalam kongres ilmu hukum Indonesia) Semarang: FH UNDIP. Hal 5
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 35
Manusia, Alam dan Tuhan, dalam
3. SIMPULAN sen gketa
nuansa perdamaian dan persaudaraan.
pertanahan ini perlu diungkapkan,
Penyelesaian seketa angraria berbasis
dengan mengingat konflik angtaria
nilai
dalam masyarakat cendrung terabaikan.
didasarkan
Negara belum memfungsikan pranata
pertama, berupaya sedapat mungkin
sosial dan budaya dalam hal ini nilai
memuaskan para pihak, dan tidak ada
kearifan lokal sebaga media resolisi
pihak yang merasa menang dan kalah
konflik/sengketa peranahan. Namun
dalam penyelesaian sengketa mereka.
justru lebih memilih model litigasi yang
Kedua,
membawa konsekuensi munculnya rasa
ketentraman hati dan kepuasan batin.
permusuhan karena ada unsur kalah
Ketiga,
menang yang dikemas untuk mencari
silaturahmi
keadilan.
bersengketa/berkonflik.
Model
penyeles aian
kearifan
lokal
pada
masyarakat
pertimban gan :
mengantarkan dapat
pada
memperkuat
para
pihak
tali
yang
Keempat,
Masyarakat di nusantara menandang
kesepakatan adalah buah dari pikiran
tanah sarana produksi bukan hanya
dan pendapat bersama dalam nuansa
dalam perspektif ekonomi saja tetapi
kekeluargaan dan saling memuliakan.
juga dalam perspektif yang lain yaitu dalam
perspektif
religiusitas
UCAPAN TERIMA KASIH
(ketauhitan), serta dalam perspektif
Penulis mengucapkan terima kasih
budaya yang melahirkan intraksi sosial
kepada Mitra Bestari atas masukan-
sesama mereka guna membangun
masukan yang telah diberikan untuk
peradaban yang melindungi eksistensi
perbaikan substansi artikel saya ini.
budaya dan peradaban masyarakat, dan yang tidak kalah penting adalah
DAFTAR PUSTAKA
dalam perspektif ekologi.
Ahmad Syaufi. Mediasi Penal sebagai alternatif penyelesaian perkara pidana berasfek berikatan. (ringkasan naskah disertasi ujian terbuka) PDIHFHUB. Malang, 2013.
Model
penyelsaian
sengketa
pertanahan adalah mengacu kepada kesatuan yang bulat dan utuh antara
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X
Jurnal Notariil, Vol. 1, No. 1 November 2016, 36 Affani Daud, 1997. Islam dan Masyarakat
Banjar: Analisa Kebudayaan Banjar.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) Bagir Manan, 2006, “Mediasi Sebagai Alternatif Menyelesaikan Sengketa”, dalam Varia Peradilan No. 248 Juli 2006. Bernard L Tanya, 2007, Teori Hukum Strategi Tertip Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cet 2, Surabaya: CV Kita Budiono Kosumohamidjoyo, 2000. Kebinekaan Masyarakat Indonesia, Suatu Problematika Filsafat Kebudayaan, Jakarta: PT Grasindo. Hadimulyo. 1997. Mempertimbangkan ADR Kajian Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Cetakan Pertama. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat. Jakarta: LSAM. JJ. H. Bruggink, 1996. Refleksi tentang Hukum, terjemahan Arif Sidarta. Bandung: Citra Aditya Bakti. John Griffiths, 2005. “Memahami Pluralisme Hukum, sebuah Deskripsi Konseptual”, dalam Pluralisme Hukum Sebuah Pendekatan Interdisiplin, terjem. Andri Akbar, AL. Andang L Binawan, Bernadinus Stenly, Eds. Riyadi Terre, Didin Suryadin, Cetakan Pertama. Jakarta: Huma. Lahmuddin Zuhri, 2015. Perlindungan Hak-
Hak Masyarakat Atas Sumber Daya Alam (SDA) di Kabupaten Sumbawa.
Jurnal Hukum Prasada. Program Magisrel Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Warmadewa. Dempasar. Vol 3. No 1. Hal 1-21. September 2015 Lawrence M Friendman, The Legal System: A sosil Sciance Perspektif. (terjemaahan M. Khozim). Bandung: Nusa Media.
Maria S.W. Sumardjono, Nurhasan Ismail, Isharyanto. 2008. Mediasi Sengketa Tanah, Potensi Penerapan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Bidang Pertanahan.. Jakarta: Penerbit Buku Kompas Moh. Koesnoe. 1992. Hukum Adat Sebagai Suatu Model Hukum. Bagian I (Historis), Cetakan I. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Munir Fuady, 2005. Filsafat dan Teori Hukum Postmodern. Cetakan ke I. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Suteki. 2012. Legal pluralisme dan implikasi
metodologisnya: sebuah pendekatan terhadap hukum yang multifacet.
(Makalah dalam kongres ilmu hukum Indonesia) Semarang: FH UNDIP. Syahrizal Abbas, 2009. Mediasi Dalam Perspektiof Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, CIDA. Banda Aceh: Dep. Agama Rep. Indonesia. Sudarto P.Hadi, 2004. Resolusi Konflik, Semarang: Badan Penerbit Univ. Diponegoro. Valerina Jaqualine Leonore Kriekhoff, 1991.
“Kedudukan tanah dati sebagai tanah adat di Maluku Tengah, suatu kajuan dengan memanfaatkan pendekatan entropologi hukum”. Disertasi.
Program doktor Ilmu Hukum Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia. Wolfang Friedmann, 1996. Teori dan Filsafat Hukum, Telaah Kritis atas Teoriteori Hukum, jilid II, Terjemahan Mohammad Arifin dari Legal Thoery. Jakarta: Raja Rgafindo Persada.
Copyright © 2016 Jurnal Notariil P-ISSN: 2540-797X