BAB II PERAN KANTOR PERTANAHAN DALAM RANGKA PENYELESAIAN SENGKETA TANAH SECARA MEDIASI DI KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN
A. Peranan Kantor Badan Pertanahan Kota Medan Badan Pertanahan Nasional (disingkat BPN) adalah lembaga pemerintah non kementerian di Indonesia yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. BPN dahulu dikenal dengan sebutan Kantor Agraria. BPN diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional. Kantor Pertanahan Kota Medan Jl. Karya Jasa Pangkalan Mansyur MedanTelp. (061) 7861447 Pada era 1960 sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. Ketika dalam naungan kementerian agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kantah, namun ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria sampai ketingkat Kantah. Disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami peubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek
1. Visi dan Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Visi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional sendiri mempunyai visi yaitu menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia khususnya di Kabupaten Kota Medan dan Sekitarnya. Misi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan juga mempunyai misi, antara lain: a. Peningkatan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dan bermartabat dalam berkaitan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4). b. Perwujudan tatanan kehidupan bersama yang harmonis dengan menggatasi berbagai sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh tanah air dan penatan perangkat hukum dan system pengolahan pertanah sehingga tidak melahirkan sengketa dan perkara dikemudian hari. c. Keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Indonesi dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi yang akan datang terhadap tanah sebagai sumber kesejahteraan. d. Menguatkan lembaga pertanahan sesuai dengan jiwa, semangat, prinsip dan aturan yang tertuang dalam UUPA dan aspirasi rakyat secara luas.
2. Tugas Pokok dan Fungsi BPN Tugas Pokok Dalam
melaksanakan
tugas
sebagaimana
yang
dimaksud,
BPN
mempunyai tugas pokok, antara lain: a. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). b. Meningkatkan pelaksanaan dan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh c. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah. d. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik pertanahan secara sistematis. e. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Fungsi Badan Pertanahan Nasional Adapun fungsi Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Medan sendiri, antara lain: a. Pengolahan data dan informasi dibidang pertanahan. b. Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah serta pembatalan dan penghentian hubungan hukum antar orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. c. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan dibidang pertanaha
d. Kerjasama dengan lembaga-lembaga lain dan melakukan pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah. e. Pembinaan fungsional dan pembinaan lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan dan melakukan latihan sumber daya manusia di bidang pertanahan. Dalam rangka membangun kepercayaan publik (trust building), salah satu yang dilakukan oleh BPN adalah melakukan percepatan penanganan dan penyelesaian kasus-kasus pertanahan sebagaimana diamantkan dalam Tap MPR IX/MPR/2001 yang juga merupakan bagian dari 11 Agenda Prioritas BPN RI dengan berlandaskan 4 (4mpat) prinsip kebijakan pertanahan. Peyelesaian konflik pertanahan berdasarkan Pera turan Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan terdiri dari : 1. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan untuk melaksanakan putusan pengadilan; BPN RI wajib melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali terdapat alasan yang sah untuk tidak melaksanakannya, yaitu : a) Terhadap obyek putusan terdapat putusa n lain yang bertentangan; b) Terhadap obyek putusan sedang diletakkan sita jaminan; c) Terhadap obyek putusan sedang menjadi obyek gugatan dalam perkara lain; d) Alasan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. 2. Penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan di luar pengadilan; dapat berupa perbuatan hukum administrasi pertanahan meliputi :
a) Pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi; b) Pencatatan dalam Sertipikat dan/atau Buku Tanah serta Daftar Umum lainnya; dan c) Penerbitan surat atau keputusan administrasi pertanahan lainnya karena terdapat cacat hukum administrasi dalam penerbitannya. Dalam melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa dan konflik pertenahan, BPN RI menetapkan beberapa keriteria terhadap kasus pertanahan yang dinyatakan selesai sebagaimana disebutkan dalam Pasal 72 Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011, yaitu : a. Kriteria Satu (K-1) berupa penerbitan Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan dan pemberitahuan kepada semua pihak yang bersengketa; Direktorat Konflik Pertanahan Badan Pertanahan Nasional RI 2012 15 b. Kriteria Dua (K-2) berupa Penerbitan Surat Keputusan tentang pemberian hak atas tanah, pembatalan sertipikat hak atas tanah, pencatatan dalam buku tanah, atau perbuatan hukum lainnya sesuai Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan; c. Kriteria Tiga (K-3) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang ditindaklanjuti mediasi oleh BPN sampai pada kesepakatan berdamai atau kesepakatan yang lain yang disetujui oleh para pihak; d. Kriteria Empat (K-4) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan
yang
intinya
menyatakan
bahwa
penyelesaian
kasus
pertanahan akan melalui proses perkara di pengadilan, karena tidak adanya kesepakatan untuk berdamai; e.
Kriteria Lima (K-5) berupa Surat Pemberitahuan Penyelesaian Kasus Pertanahan yang menyatakan bahwa penyelesaian kasus pertanahan yang telah ditangani bukan termasuk kewenangan BPN dan dipersilakan untuk diselesaikan melalui instansi lain. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden, yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional, dalam Pasal 3 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi, antara lain : 1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan. 2. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum 3. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah wilayah khusus 4. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah Sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya Catur Tertib Pertanahan yang meliputi : 15
15
H.Ali Achmad Chomzah, Hukum Agraria (Pertanahan) Indonesia, Jilid I, Jakarta : Prestasi Pustakaraya, 2004, hal : 71
1. Tertib Hukum Pertanahan Dewasa ini banyak sekali terjadi penguasaan pemilikan dan penggunaan tanah oleh orang-orang/badan hukum yang melanggar ketentuan perundangan agraria yang berlaku, karenanya perlu diambil langkah-langkah : a. Mengadakan penyuluhan/penerangan kepada masyarakat mengenai Tertib Hukum Pertanahan guna tercapainya Kepastian Hukum yang meliputi penertiban penguasaan dan pemilikan tanah berdasarkan Peraturan Perundangan Agraria yang berlaku. Dalam pengertian pelaksanaan tertib hukum pertanian sudah tercakup pelaksanaan tertib dokumentasi dan administrasi tanah. b. Mengenai sanksi hukum atas pelanggaran-pelanggaran yang terjadi c. Melengkapi peraturan perundangan di bidang pertanian d. Meningkatkan pengawasan intern di bidang pelaksanaan tugas keagrariaan. e. Mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang sengaja melakukan penyelewengan. f. Kebersamaan mengadakan interopeksi. Dengan usaha-usaha tersebut, maka akan terwujud adanya Tertib Hukum Pertanahan yang menimbulkan Kepastian Hukum Pertanahan dan Hak-hak serta penggunaannya, yang kesemuannya itu akan menciptakan suasana ketentraman dalam masyarakat dan pengayoman masyarakat dari tindakantindakan semenamena serta persengketaan-persengketaan, sehingga mendorong gairah kerja.
2. Tertib Administrasi Pertanahan Dewasa ini, masih terasa adanya keluh kesah dari masyarakat, tentang hal berurusan dengan aparat pertanahan, khususnya dalam hal : a. Pelayanan urusan yang menyangkut tanah masih berbelit-belit dan biaya relatif mahal. b. Masih terjadi adanya pungutan-pungutan tambahan Dengan demikian maka yang disebut Tertib Administrasi Pertanahan adalah merupakan keadaan dimana : a. Untuk setiap bidang telah tersedia mengenai aspek-aspek ukuran fisik, penguasaan penggunaan, jenis hak dan kepastian hukumnya yang dikelola dalam sistem Informasi Pertanahan yang lengkap. b. Terdapat mekanisme prosedur, tata kerja pelayanan di bidang pertanahan yang sederhana, cepat dan massal tetapi menjamin kepastian hukum yang dilaksanakan secara tertib dan konsisten. c. Penyimpanan warkah-warkah yang berkaitan dengan pemberian hak dan pemanfaatan tanah dilaksanakan secara tertib, beraturan dan terjamin keamanaannya. 3. Tertib Penggunaan Tanah Sampai
sekarang
masih
banyak
tanah-tanah
yang
belum
diusahakan/dipergunakan sesuai dengan kemampuan dan peruntukkannya, sehingga bertentangan dengan fungsi sosial dari tanah itu sendiri. Dengan demikian yang disebut Tertib Penggunaan Tanah adalah merupakan keadaan dimana :
a. Tanah telah digunakan secara lestari, serasi dan seimbang. Sesuai dengan potensi guna berbagai kegiatan kehidupan dan pengharapan diperlukan untuk menunjang terwujudnya Tujuan Nasional b. Penggunaan tanah di daerah perkotaan dapat menciptakan suasana aman, tertib, lancar dan sehat. c. Tidak terdapat pembentukan kepentingan antara sektor dalam peruntukkan tanah d. Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup Dewasa ini, banyak sekali orang/badan-badan hukum yang mempunyai atau menguasai tanah yang tidak memperhatikan dan melakukan usaha-usaha untuk mencegah kerusakan-kerusakan dan kehilangan kesuburan tanah. Pada lain pihak, kepadatan penduduk yang melampaui batas tampung wilayah, telah mendorong untuk mempergunakan tanah tanpa mengindahkan batas kemampuan keadaan tanah dan faktor lingkungan hidup. Dengan demikian, unsur-unsur yang berhubungan dengan azas-azas Tataguna Tanah dan keselamatan hidup sudah benar-benar ditinggalkan guna mengejar kebutuhan hidup yang mendesak dan bersifat sementara. Oleh karena itu, maka yang disebut Tertib Pemeliharaan Tanah dan Lingkungan Hidup adalah merupakan keadaan di mana : a. Penanganan bidang pertanahan telah dapat menunjang kelestarian hidup b. Pemberian hak atas tanah dan pengarahan penggunaan telah dapat menunjang terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan bernuansa lingkungan
c. Semua pihak yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah melaksanakan kewajiban sehubungan dengan pemeliharaan tanah tersebut. Catur Tertib Pertanahan ini merupakan kebijakan bidang pertanahan yang dijadikan “landasan”, sekaligus “sasaran” untuk mengadakan penataan kembali penggunaan dan pemilikan tanah serta program-program khusus di bidang agraria untuk usaha meningkatkan kemampuan petani-petani yang tidak bertanah atau mempunyai tanah yang sangat sempit. Badan Pertanahan Nasional bertugas untuk mengelola
dan
mengembangkan
administrasi
pertanahan
yang
meliputi
Pengaturan Penggunaan, Penguasaan, Pemilikan dan Pengelolaan Tanah (P4T), penguasaan hak-hak atas tanah, pengukuran dan pendaftaran tanah dan lain-lain yang berkaitan dengan masalah pertanahan, sehingga BPN sangat berperan aktif dalam mewujudkan penggunaan tanah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dengan melaksanakan fungsinya di bidang pertanahan sebagai lembaga non Departemen pembantu Presiden.
B. Pengaturan Kewenangan Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Medan Menyelesaikan Sengketa Pertanahan Bahwa dalam rangka menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI No.11 Tahun 2009 Tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI Menangani dan Menyelesaikan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Tahun 2009, dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan lembaga pemerintahan yang bertugas untuk melaksanakan dan mengembangkan administrasi pertanahan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, penyelesaian masalah pertanahan merupakan salah satu fungsi yang menjadi kewenangan BPN. Penyelesaian sengketa tanah melalui mediasi oleh BPN perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundangundangan. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk mediator didalam penyelesaian sengketa pertanahan, karena pertanahan dikuasai oleh aspek hukum publik dan hukum privat maka tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi, hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak saja yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-pembatasan hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi tersebut tidak melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif dilapangan. Penyelesaian sengketa tanah mencakup baik penanganan masalah pertanahan oleh BPN sendiri maupun penanganan tindak lanjut penyelesaian masalah oleh lembaga lain. Berkait dengan masalah pertanahan yang diajukan, BPN mempunyai kewenangan atas prakarsanya sendiri untuk menyelesaikan permasalahan yang dimaksud. Dasar hukum kewenangan BPN sebagaimana telah dikemukakan secara eksplisit, tercantum dalam
Keputusan Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (1) PMNA / KBPN No. 1 Tahun 1999 tentang Tatacara Penanganan Sengketa Pertanahan, sengketa pertanahan adalah perbedaan pendapat mengenai: a. Keabsahan suatu hak; b. Pemberian hak atas tanah; c. Pendaftaran hak atas tanah termasuk peralihannya dan penerbitan tanda bukti haknya antara pihak-pihak yang berkepentingan. Penanganan masalah pertanahan melalui lembaga mediasi oleh BPN biasanya didasarkan dua prinsip utama, yaitu: a. Kebenaran-kebenaran
formal
dari
fakta-fakta
yang
mendasari
permasalahan yang bersangkutan; b. Keinginan yang bebas dari para pihak yang bersengketa terhadap objek yang disengketakan Untuk mengetahui kasus posisinya tersebut perlu dilakukan penelitian dan pengkajian secara yuridis, fisik, maupun administrasi. Putusan penyelesaian sengketa atau masalah tanah merupakan hasil pengujian dari kebenaran fakta objek yang disengketakan. Output-nya adalah suatu rumusan penyelesaian masalah berdasarkan aspek benar atau salah, das Sollen atau das Sein. Dalam rangka penyelesaian masalah sengketa tersebut untuk memberikan perlakuan yang seimbang kepada para pihak diberikan kesempatan secara transparan untuk mengajukan pendapatnya mengenai permasalahan tersebut. Di samping itu, dalam
kasus-kasus tertentu kepada mereka dapat diberikan kebebasan untuk menentukan sendiri rumusan penyelesaian masalahnya. Dalam hal ini BPN hanya menindaklanjuti pelaksanaan putusan secara administratif sebagai rumusan penyelesaian masalah yang telah mereka sepakati. Berdasarkan kewenangan penyelesaian masalah dengan cara mediasi itu dapat memberikan pengaruh terhadap putusan penyelesaian masalah sehingga disamping dapat mewujudkan keadilan dan kemanfaatan, sekaligus juga dalam rangka kepastian dan perlindungan hukum, dengan demikian mediasi oleh BPN bersifat autoritatif. 16 Pertanahan pada hakikatnya mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam hidup dan kehidupan manusia secara pribadi, dalam pergaulan masyarakat maupun bagi Negara. Dalam kehidupannya secara pribadi, hidup dan kehidupan manusia tidak terpisahkan dengan tanah. Sepanjang hidupnya manusia selalu berhubungan dengan tanah dan diatas tanahlah manusia melakukan kegiatan maupun mencari penghidupan. Oleh karena itu, hubungan manusia dengan tanah sangat erat. Tanah merupakan sumber kemakmuran dan kebahagiaan, baik secara lahiriah maupun batiniah. Bagi masyarakat dan bangsa Indonesia pada umumnya diyakini bahwa tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Oleh karena itu, hak penguasaan yang tertinggi atas tanah diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hak Bangsa Indonesia. Implikasinya dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah secara pribadi harus 16
Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012
memperhatikan kepentingan bangsa atau kepentingan yang lebih besar dalam masyarakat. Hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Dalam pengertian sumber kemakmuran, tanah tersebut merupakan kekayaan nasional. Dari konsep hubungan yang demikian ini, hubungan bangsa Indonesia dengan tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia bersifat abadi.selain itu bagi Negara, tanah dalam pengertian kewilayahan merupakan yuridiksi serta berbagai unsur persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut dapat dimengerti bahwa pengelolaan pertanahan dapat dilihat dari aspek publik dan aspek privat. Dari aspek publik, tanah dikuasai oleh Negara untuk dipergunakan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat. Berdasarkan hal ini Negara mempunyai kewenangan mengatur bidang pertanahan. Dari aspek privat, hak-hak tanah mengandung kewenangan bagi pemegang hak untuk menggunakan tanah tersebut dan melakukan perbuatanperbuatan hukum. Jadi, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah oleh pemegang hak dibatasi dengan peraturan perundang-undangan. Kepentingan masyarakat maupun kepentingan Negara inilah yang menyebabkan sengketa dibidang pertanahan tidak dapat sepenuhnya diselesaikan dengan melalui lembaga mediasi secara murni. Penyelesaian sengketa pertanahan termasuk melalui mediasi oleh Badan Pertanahan Nasional perlu dilandasi dengan kewenangan-kewenangan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Hal ini penting sebagai landasan BPN untuk menjadi mediator di dalam penyelesaian sengketa pertanahan, oleh
karena pertanahan dikuasai aspek hukum publik dan hukum privat, tidak semua sengketa pertanahan dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Hanya sengketa pertanahan yang dalam kewenangan sepenuhnya dari pemegang hak yang dapat diselesaikan melalui lembaga mediasi. Oleh karena itu, kesepakatan dalam rangka penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan pembatasan-pembatasan. Hal ini dimaksudkan agar putusan mediasi tersebut tidak melanggar hukum serta dapat dilaksanakan secara efektif di lapangan. Apabila adanya penyelesaian pasti dengan sendirinya ada permasalahan yang harus diselesaikan, kasus tersebut bersumber pada sengketa perdata yang berhubungan dengan masalah tanah, dan dalam sengketa tersebut menyangkut pihak-pihak yaitu pihak penggugat dan pihak tergugat. Dalam masalah sengketa tanah seperti halnya dengan masalah sengketa perdata lainnya, umumnya terdapat seorang individu yang merasa haknya di rugikan atau dilanggar oleh seorang individu lainnya. Pada umumnya prosedur penyelesaian sengketa tanah melalui lembaga mediasi ini dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa yaitu dengan jalan menunjuk BPN sebagai seorang mediator dan disaksikan oleh saksi-saksi. 17 Berdasarkan ketentuan Pasal 12 PMNA/KaBPN No. 3 Tahun 1999, Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional memberi keputusan mengenai pembatalan keputusan pemberian hak atas tanah yang telah dikeluarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang terdapat cacat hukum dalam penerbitannya. Selanjutnya berdasarkan Pasal 106, 107 dan 112 PMNA/KaBPN 17
Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012
No. 3 Tahun 1999, keputusan pembatalan hak atas tanah karena cacat hukum administrasi dalam penerbitannya dapat dilakukan karena permohonan yang berkepentingan atau oleh pejabat yang berwenang tanpa permohonan. Pengertian cacat administrasi antara lain karena data yuridis dan data fisik tidak benar. Berdasarkan hasil penelitian, terhadap permohonan pembatalan hak atas tanah, Kepala Kantor Pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik serta memeriksa kelayakan permohonan tersebut sebelum proses lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 18Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Indonesia juga merupakan salah satu penganut dari pandangan
yang kedua, karena undang-undang tersebut
memisahkan secara tegas istilah arbitrase dengan alternatif penyelesaian sengketa. Dalam konteks studi ini akan digunakan penyelesaian sengketa alternatif dalam arti alternative to adjudication, dengan tidak mengurangi arti dan kebenaran istilah-istilah lainnya. Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja kearah kesepakatan sukarela dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian penyelesaian sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Bermacam-macam alasan mengapa seorang menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Disamping berperan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang potensial untuk menghindari biaya tinggi, 18
Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012
keterlambatan dan ketidakpastian yang melekat pada sistem litigasi, juga dimaksudkan sebagai sarana untuk memperbaiki komunikasi di antara pihakpihak. Oleh karena putusan diambil berdasarkan kesepakatan, maka hasilnya adalah win-win, sehingga penyelesaian sengketa bersifat tuntas (tidak semu). Keputusan untuk menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif tergantung pada pertimbangan para pihak. Hanya saja sekurang-kurangnya ada 2 (dua) hal yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Pertama, prosedur penyelesaian sengketa alternatif lebih tepat guna dari pada prosedur litigasi dan kedua, perlu ditentukan pilihan bentuk mana dari penyelesaian sengketa alternatif yang paling tepat digunakan untuk jenis sengketa yang dihadapi. Dari pengaduan-pengaduan atau laporan-laporan tersebut di atas sesungguhnya BPN dapat berperan untuk mengambil kesempatan sebagai lembaga
penengah
permasalahan
atau
atau
mediator
persengketaan
sehingga dapat
dengan
diselesaikan.
perannya Namun
tersebut demikian,
tampaknya usaha-usaha ini belum diwujudkan secara optimal oleh BPN, karena setelah diadakan pengecekan atau pemeriksaan oleh BPN, baik pemeriksaan di lapangan maupun administrasi (pemeriksaan berkas-berkas), pada akhirnya BPN selalu menyarankan untuk diselesaikan melalui proses pengadilan. Saran BPN dapat dipahami karena menempatkan posisi sebagai mediator juga tidak mudah, karena disamping eksistensi sebagai mediator itu harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, mediator harus dituntut mempunyai kemampuan-kemampuan professional sebagai mediator dan hal ini
memerlukan pengetahuan tentang teknik-teknik mediasi yang perlu dipelajari dan dibekalkan kepada pejabat-pejabat di BPN yang bertugas di bidang penyelesaian sengketa pertanahan. Bahwa dalam pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kota Medan yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Juknis No.05/JUKNIS/D.V/2007, tipe mediator Badan Pertanahan Nasional adalah autoritative mediator sehingga sulit menghindarkan sikap apriori pihak-pihak yang bersengketa yang dapat menghambat proses mediasi, termasuk cenderung tidak terbukanya para pihak, sulit mencairkan suasana diantara para pihak, yang berakibat sulitnya menarik garis merah permasalahan sengketa yang ada. Bahwa mediasi akan lebih efektif apabila mediator autoritative BPN dapat didampingi oleh mediator independen ataupun mediator jaring sosial untuk lebih menjaga kepercayaan pihak-pihak dalam mengemukakan pendapat maupun opsi dalam penyelesaiannya. Sehingga kwantitas sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meminimalisir jumlah sengketa pertanahan yang ada. Bahwa akan tetapi dari data tersebut diatas dapat kita lihat upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi telah diterapkan dengan sangat signifikan oleh Kantor Pertanahan Kota Medan.
Meskipun dari jumlah sengketa yang berhasil diselesaikan masih sangat minim akan tetapi setidak-tidaknya perbaikan mekanisme mediasi akan dapat dilaksanakan untuk mencapai hasil mediasi yang maksimal baik dari segi kwantitas maupun kwalitasnya 19.
19
Wawancara, Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara (SKP) Kantor Pertanahan Kota Medan, tanggal 21 November 2012