BAB II PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN DELI SERDANG
A. PENGATURAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN DALAM HUKUM NASIONAL Bahwa dalam rangka menetapkan langkah dan arah dalam menangani dan menyelesaikan sengketa, konflik dan perkara Pertanahan secara efektif telah ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan RI No.11 Tahun 2009 Tentang Kebijakan dan Strategi Kepala BPN RI Menangani dan Menyelesaikan Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan Tahun 2009, dimana sistem penanganan masalah Pertanahan dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.34 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan. Salah satu metode penyelesaian kasus pertanahan ditetapkan melalui Mediasi dimana mekanisme Pelaksanaan Mediasi diatur di dalam Petunjuk Teknis
Badan
Pertanahan
Nasional
Republik
Indonesia
Nomor
:
05/JUKNIS/D.V/2007 (Keputusan Kepala BPN RI No.34 Tahun 2007) tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi yang dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 31 Mei 2007. Putusan mediasi juga bisa bersifat mengikat dan dapat langsung dilaksanakan (landasan hukumnya Pasal 1338 dan Pasal 1320 KUH Perdata). Penyelesaian sengketa tanah (atau sengketa perdata pada umumnya) dimungkinkan untuk menggunakan dua macam cara penyelesaian yaitu melalui
Universitas Sumatera Utara
pengadilan dan diluar pengadilan. Meskipun, UUPA sama sekali tidak menyebut bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa tanah, kecuali ketentuan pidana Bab III Pasal 57 ayat (1) yang menyebutkan ancaman pidana untuk yang melanggar Pasal 15 UUPA selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah). Ayat (2) menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang dimaksud dalam Pasal 19, 22, 24, 26 ayat 1, 46, 47, 48, 49, ayat 3, dan 50 ayat 2 dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturan perundang-undangannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 10.000. Jika melihat ketentuan pasal ini, adanya ancaman pidana menunjukkan jika sengketa tanah terjadi akan diselesaikan melalui pengadilan. Tidak adanya ketentuan tentang penyelesaian sengketa tanah ini dalam UUPA dan karakteristik penyelesaian sengketa di pengadilan biasa yang sering mengecewakan pencari keadilan, mendorong berbagai kalangan mengusulkan pentingnya pengadilan mendorong berbagai kalangan mengusulkan pentingnya pengadilan khususnya agraria. Tentu saja, ketentuan ini tidak menutup kemungkinan penyelesaian sengketa tanah secara non-litigasi. Ada beberapa alasan mengapa penyelesaian alternatif sengketa tanah perlu dikedepankan, yaitu: 1. ketidakpuasan terhadap peran pengadilan dalam menyelesaikan sengketa tanah yang terlalu formal, lama, mahal dan tidak berkeadilan; 2. perlu tersedianya mekanisme penyelesaian sengketa tanah yang lebih fleksibel dan responsif bagi para pihak yang sedang bersengketa;
Universitas Sumatera Utara
3. mendorong masyarakat untuk ikut menyelesaikan sengketa tanah secara partisipatif; dan 4. memperluas akses untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Alternative Dispute Resolution (ADR) adalah merupakan istilah asing yang masih perlu dicarikan padanannya dalam bahasa Indonesia. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia telah diperkenalkan dalam berbagai forum oleh berbagai pihak. Beberapa diantaranya yang telah dapat diindentifikasi adalah: penyelesaian sengketa alternatif 36 , alternatif penyelesaian sengketa (APS) 37 , mekanisme alternatif penyelesaian sengketa (MAPS) 38 dan pilihan penyelesaian sengketa (PPS) 39 . Ada dua pemahaman yang berbeda terhadap arti ADR tersebut. Pertama, ADR diartikan sebagai alternative to litigation dan yang kedua ADR diartikan dengan alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari kedua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang
36
Perhatikan Erman Rajagukguk, Arbitrase Dalam Putusan Pengadilan (Jakarta: Chandra Pratama, 2000); Perhatikan juga Ali Budiharjo dkk, Reformasi Hukum di Indonesia (Jakarta: Cyber Consult, 1999); Baca juga Suyud Margono, ADR & Arbitrase. Proses Pelembagaan dan Aspek-Aspek Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000).dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84 37 Lihat UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; Baca juga Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengeadilan (Negoisasi, Mediasi, Konsultasi dan Arbitrase) (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2001), hlm. 25-26. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84 38 Lihat Takdir Rahmadi, Mekanisme alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Konteks Masyarakat Indonesia Masa Kini, makalah disajikan dalam Seminar Sehari Alternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Kasus-Kasus Tanah, Perburuhan dan Lingkungan, Diselenggarakan Oleh Studi dan Advokasi Masyarakat bekerjasama dengan Dewan Pimpinan Pusat IKADIN, di Jakarta, 11 Agustus 1994. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84 39 Lihat UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaaan Lingkungan Hidup. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 84
Universitas Sumatera Utara
menjadi acuan (alternative to litigation), maka seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Tetapi apabila ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, maka hanya mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif saja yang merupakan ADR. Sedangkan arbitrase yang bersifat ajudikasi tidak termasuk di dalamnya, karena sama halnya dengan pengadilan cenderung menghasilkan putusan dengan solusi menang-kalah (win-lose). Sebelum mencari padanan istilah yang tepat dalam bahasa Indonesia terlebih dahulu diperlukan penyamaan persepsi tentang konsep dan pemahaman terhadap ADR tersebut. Ada dua pemahaman yang berbeda terhadap arti ADR tersebut. Pertama, ADR diartikan sebagai alternative to litigation dan yang kedua ADR diartikan dengan alternative to adjudication. Pemilihan terhadap salah satu dari kedua pengertian tersebut menimbulkan implikasi yang berbeda. Apabila pengertian pertama yang menjadi acuan (alternative to litigation), maka seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan termasuk arbitrase merupakan bagian dari ADR. Tetapi apabila ADR diartikan sebagai alternative to adjudication, maka hanya mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif saja yang merupakan ADR. Sedangkan arbitrase yang bersifat ajudikasi tidak termasuk di dalamnya, karena sama halnya dengan pengadilan cenderung menghasilkan putusan dengan solusi menang-kalah (win-lose).
Universitas Sumatera Utara
Jika dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, maka Indonesia juga merupakan salah satu penganut dari pandangan yang kedua, karena undang-undang tersebut memisahkan secara tegas istilah arbitrase dengan alternatif penyelesaian sengketa. Dalam konteks studi ini akan digunakan penyelesaian sengketa alternatif dalam arti alternative to adjudication, dengan tidak mengurangi arti dan kebenaran istilah-istilah lainnya. Tujuan dari pengembangan penyelesaian sengketa alternatif adalah untuk memberikan forum bagi pihak-pihak untuk bekerja kearah kesepakatan sukarela dalam mengambil keputusan mengenai sengketa yang dihadapinya. Dengan demikian penyelesaian sengketa alternatif adalah merupakan sarana yang potensial untuk memperbaiki hubungan di antara pihak-pihak yang bersengketa. Bermacam-macam alasan mengapa seorang menggunakan penyelesaian sengketa alternatif. Disamping berperan sebagai sarana penyelesaian sengketa yang potensial untuk menghindari biaya tinggi, keterlambatan dan ketidakpastian yang melekat pada sistem litigasi, juga dimaksudkan sebagai sarana untuk memperbaiki komunikasi di antara pihak-pihak. Oleh karena putusan diambil berdasarkan kesepakatan, maka hasilnya adalah win-win, sehingga penyelesaian sengketa bersifat tuntas (tidak semu). Keputusan untuk menggunakan metode penyelesaian sengketa alternatif tergantung pada pertimbangan para pihak. Hanya saja sekurang-kurangnya ada 2 (dua) hal yang perlu dipertimbangkan untuk menggunakan penyelesaian sengketa
Universitas Sumatera Utara
alternatif. Pertama, prosedur penyelesaian sengketa alternatif lebih tepat guna dari pada prosedur litigasi dan kedua, perlu ditentukan pilihan bentuk mana dari penyelesaian sengketa alternatif yang paling tepat digunakan untuk jenis sengketa yang dihadapi. Perlu diketahui bahwa menurut W. Moore dan James Creighton ada beberapa pertanyaan lanjutan yang harus dijawab sebagai bahan pertimbangan bagi pihakpihak untuk menggunakan pola penyelesaian sengketa alternatif, yaitu: 40 1. Berapa besar kekuatan relatif yang dimiliki oleh pihak-pihak yang terlibat, dan bagaimana pentingnya persengketaan ini bagi setiap pihak? Sumber kekuatan meliputi: a. Kekuasaan atau wewenang formal, yaitu wewenang yang diberikan secara legal untuk menetapkan kebijakan, menyusun peraturan, memberi izin dan lain-lain. b. Keahlian atau kekuatan informasi, yaitu memiliki akses atau hubungan dengan orang-orang yang berilmu atau memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh orang lain. c. Kekuatan prosedural, yaitu kontrol terhadap prosedur pengambilan keputusan. d. Kekuatan asosiasi, yaitu kekuatan yang berasal dari berasosiasi dengan orangorang yang berkuasa.
40
Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negoisasi, Mediasi, Konsultasi dan Arbitrase) (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama; 2001), hlm. 41-43. dalam Runtung Sitepu, Desertasi : Keberhasilan dan Kegagalan Penyelesaian Sengketa Alternatif, Program Pascasarjana USU Medan 2002, hal 88
Universitas Sumatera Utara
e. Kekuatan
dari
penguasaan
sumber
daya,
yaitu
kemampuan
untuk
menyebabkan sesuatu yang berbahaya atau menolak mementahkan manfaat dari penyelesaian sengketa. f. Kekuatan yang diperoleh dari mengusahakan orang lain, yaitu kemampuan untuk menimbulkan ketidakenakan bagi pihak lain. g. Kekuatan habitual atau yang diperoleh dari kebiasaan, yaitu kekuatan atau kekuasaan dari berlakunya status quo atau sebagaimana biasa sesuatu dilakukan. h. Kekuatan moral, yaitu kemampuan untuk meningkatkan konflik dalam sudut pandang nilai sumber kekuatan lainnya. i. Kekuatan
pribadi,
yaitu
atribut-atribut
pribadi
atau
keahlian
yang
memperbesar sumber-sumber keahlian lainnya. 2. Memperhitungkan kekuatan relatif dan komitmen dari tiap pihak apabila persengketaan ini terus berlangsung sampai sekarang. Prosedur manakah yang kelihatannya paling baik untuk penyelesaiannya? 3. Dengan mempertimbangkan kekuatan relatif dan komitmen yang diberikan oleh satu pihak, jika persengketaan tersebut harus berlangsung sampai sekarang, hasilhasil atau akibat substantive apa yang paling mungkin terjadi dan berapa besar peluang relatif (relative probabilities)? 4. Dengan mempertimbangkan perkiraan atau ramalan anda dalam pertanyaan nomor dua dan tiga, berapa besar keuntungan/ biaya potensial dari prosedur yang
Universitas Sumatera Utara
diterapkan saat ini dan bagaimana suatu persengketaan akan diselesaikan. Keuntungan dan biaya-biaya tersebut bisa mencakup: a. Biaya proses (staf, waktu, penundaan, biaya hukum dan lain-lain); b. Dampak terhadap hubungan antara anda/ organisasi anda dan pihak-pihak lain; c. Keuntungan finansial atau liability; d. Resiko peningkatan/ penurunan yang diakibatkan oleh hasil penyelesaian yang tidak bisa diterima; e. Menetapkan prosedur hukum; f. Dampak-dampak politik; g. Dukungan internal/ moral. 5. Apakah penggunaan prosedur yang ditetapkan sudah dicarikan pembenarannya (dijustifikasi)? 6. Mekanisme alternatif penyelesaian sengketa mana yang paling sesuai untuk menangani persengketaan ini? Moore menggolongkan tipologi mediator menjadi tiga kategori, 41 yaitu: 1. Mediator jaringan sosial (social network mediator) yaitu mediator yang dipilih karena adanya jaringan atau hubungan sosial. Jika terjadi sengketa tanah antar tetangga, para pihak akan memilih seseorang yang dikenal baik oleh keduanya untuk menengahi sengketa dan memberikan saran pemecahannya. Para pihak
41
Sudharto P. Hadi, Resolusi Konflik Lingkungan, (Semarang: BP Undip, 2006), hlm. 103.
Universitas Sumatera Utara
percaya bahwa jika yang memediasi adalah orang yang dikenal keduanya akan menjamin proses perundingan berjalan lancar. Dengan kata lain, mediator hubungan sosial berasal dari orang yang dikenal dan dipercaya oleh para pihak. 2. Mediator otoritatif (authoritative mediator) adalah mediator yang dipilih karena yang bersangkutan memiliki otoritas atau kewenangan. Kewenangan ini dapat dibaca sebagai pihak yang memiliki kekuasaan untuk mengatur dan memerintah, seperti mediator dari pejabat, anggota legislatif dan sejenisnya. Pemilihan mediator yang ‘berwenang’ ini biasanya dijadikan sebagai strategi untuk mengikat pihak-pihak yang bersengketa agar tidak main-main dan melaksanakan hasil-hasil perundingan. Selain itu, para pihak juga berharap adanya tindak lanjut dari pemerintah bila memang obyek yang dipersengketakan berupa kebijakan dari pihak yang berwenang. 3. Mediator independen (independent mediator) yaitu mediator yang dipilih karena professional. Para pihak memilihnya bukan karena hubungan sosial, atau karena memiliki otoritas tetapi semata-mata karena yang bersangkutan memiliki keahlian, integritas, berpengalaman dan profesional. Mediator independen ini di negara-negara maju biasanya berkumpul pada asosiasi-asosiasi, lembaga perguruan tinggi, atau lembaga-lembaga non-geverment yang memang berprofesi sebagai mediator mandiri.
Universitas Sumatera Utara
B. PENERAPAN MEDIASI DALAM SENGKETA PERTANAHAN STUDI KASUS DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN DELI SERDANG Mediasi akan bekerjasama secara meyakinkan bila dilaksanakan secara pribadi dan rahasia. Kerahasian akan membantu mediator untuk membangun kepercayaan dan mengembangkan laporan konstruktif dengan pihak-pihak. Kerahasian juga akan membuat aman bagi pihak-pihak untuk memberikan informasi, juga akan menciptakan kondisi aman di mana pihak-pihak dapat mengemukakan kebutuhan dan kepentingannya tanpa kekhawatiran akan dirugikan. Oleh karenanya kerahasian harus tetap dijaga dalam mediasi. Untuk itu sebelum memulai sebuah proses maka hal terpenting harus dilakukan oleh mediator adalah untuk menanamkan kepercayaan para pihak terhadap dirinya. Agar para pihak benar-benar percaya sepenuh hati bahwa mediator yang netral (tidak memihak), dapat menjaga kerahasian dan mempunyai kemampuan menyelesaikan sengketa mereka dengan tuntas. Bermacam-macam cara dilakukan mediator untuk menanamkan kepercayaan tersebut. Salah satu diantaranya adalah dengan memperkenalkan diri dan melakukan penelusuran interkoneksi dengan para pihak. Mungkin dari segi hubungan kekeluargaan, pendidikan, agama, profesi, hobi dan apa saja yang dirasa dapat memperdekat jarak dengan para pihak yang bersangkutan. Seorang mediator hendaklah tetap bersikap netral, berbicara dengan bahasa para pihak, membina hubungan, mendengar secara aktif, menekankan pada
Universitas Sumatera Utara
keuntungan potensial bukan pada kerugian yang diperoleh, meminimalkan perbedaan-perbedaan dan menitikberatkan kepada persamaan. 42 Inti aktifitas dalam proses mediasi adalah pertukaran informasi dan tawar menawar. Proses mediasi biasanya dimulai dengan semua pihak yang bertikai memberitahukan kisah mereka. Agar peran yang dimainkan oleh seorang mediator itu dapat membantu para pihak yang bersengketa dapat mencapai penyelesaian, maka mediator itu harus menggunakan serangkaian taktik (kiat) dalam sebuah forum mediasi. Sebagai suatu bukti bahwa proses mediasi mengambil peran dalam penyelesaian sengketa pertanahan studi kasus di Kantor Pertanahan Deli Serdang, berdasarkan data sengketa pertanahan yang terjadi pada Tahun 2009 di Kabupaten Deli Serdang, bahwa dari 37 sengketa pertanahan 21 kasus diantaranya diupayakan melalui mediasi dengan berpedoman kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan No.34 Tahun 2007 Juknis No.05/JUKNIS/D.V/2007, dan dalam tulisan ini dapat dikelompokkan menjadi 4 kelompok sengketa dengan 3 tipologi sengketa (menurut Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 1997) sebagai berikut: I. Sengketa antara PTPN dengan Masyarakat (Tipologi sengketa Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Tipologi tanah obyek Landreform vide Keputusan Kepala BPN No. 34 Tahun 2007)
42
Joni Emirzon, Op. Cit., hlm. 87.
Universitas Sumatera Utara
1.
Sengketa antara Saudara Ali Amin, dkk versus PTPN II. Pokok permasalahannya adalah Sdr. Ali Amin mengajukan keberatan atas peringatan pihak PT.PN II Perk. Sei Semayang yang menyatakan bahwa atas tanah yang diusahai oleh saudara Ali Amin berdasarkan SHM No. 495/Desa Sei Mencirim, merupakan bagian dari areal HGU sesuai dengan keputusan Ka. BPN No. 42/HGU/BPN/2002 tentang Pemberian Perpanjangan Jangka Waktu HGU atas tanah terletak di Kab. Deli Serdang, Prov. SU. Upaya Penyelesaiannya, telah dilaksanakan penelitian lapangan oleh petugas Kantah Kab. Deli Serdang pada hari / tgl : Jum’at, 20 Maret 2009, bersama-sama dengan pihak PTPN II Perk. Sei Semayang, Sekretaris Desa Sei Mencirim dan Sdr. Ali Amin, yang hasilnya ada indikasi bahwa SHM No. 495/ Desa Sei Mencirim, saat ini merupakan bagian dari areal HGU PTPN II Perk. Sei Semayang. Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut diupayakan melalui mediasi dan telah diselesaikan dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 (TOTS-5)
2. Sengketa antara Sodi Keliat, Ketua Pengurus Gerakan Masyarakat Tani Batu Kober (GMTBK) versus PTPN IV. Pokok permasalahannya adalah tuntutan atas tanah garapan yang diklaim telah diokupasi oleh PTPN IV atas tanah garapan masyarakat desa Batu Kober yang terletak di Desa Batu Kober Kec. Bangun Purba, Kab. Deli Serdang, seluas 75 Ha.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, atas sengketa tanah tersebut selain berperkara di lembaga peradilan, juga telah beberapa kali dilakukan upaya penanganannya, baik oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang, Pemerintah Propinsi Sumatera Utara serta DPRD Kabupaten Deli Serdang maupun DPRD Propinsi Sumatera Utara, melalui mediasi namun tidak mencapai penyelesaian, karena tuntutan masyarakat tidak mendasar. Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masuk dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 (TOTS-6), dan penyelesaiannya menunggu proses mediasi lebih lanjut. 3. Sengketa antara Masyarakat Desa Sei Gelugur versus PT. Perk. Nusantara II Adm Kebun Sei Semayang/perkebunan Sei Glugur Pokok permasalahannya adalah adanya klaim/ keberatan masyarakat desa Sei Gelugur atas batas areal HGU atas batas areal HGU dan penguasaan tanah PTPN Adm. Kebun Sei Semayang/ Perkebunan Sei Gelugur dengan tanah masyarakat desa Sei Glugur, yang terletak di dusun III, Desa Sei Glugur Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang, seluas ± 3 m2. Upaya Penyelesaiannyaadalah bahwa dalam rangka penanganan sengketa batas tanah tersebut telah dilaksanakan rapat di Aula Kantah Kab. DS pada tanggal 11 Juni 2009 yang ditindak lanjuti dengan peninjauan/ penelitian lapangan tgl 25 Juni 2009, dimana berdasarkan penelitian lapangan diketahui bahwa atas tanah yang di klaim masy.desa Sei Gelugur dikuasai masyarakat dengan menanaminya
Universitas Sumatera Utara
dengan tanaman palawija, padi sawah dan sebahagian tanaman keras, berupa coklat. 4. Sengketa antara Arun Tarigan versus PTPN IV Kebun Bangun Purba. Pokok permasalahannya adalah klaim saudara Arun Tarigan bahwa atas tanah hak milik No. 40/ Damak Maliho, terdaftar atas nama Kartarina. Seluas 16.949 m2, yang telah dikuasainya semenjak tahun 1984, dikuasai secara paksa oleh PTPN IV kebun Bangun Purba, yang menyatakan bahwa atas letak bidang tanah tsb. Merupakan bahagian dari areal HGU. Upaya Penyelesaiannya , telah diupayakan untuk mengundang pihak-pihak yang bersengketa dalam rangka upaya mediasi.
II. Sengketa antara kelompok masyarakat dengan individu (Tipologi sengketa Penguasaan dan pemilikan vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007). 1. Sengketa antara Saudara Drs. Fachruddin Parinduri versus Sudigo dkk (semula terdaftar atas nama Lasmi) Pokok permasalahannya adalah Sdr. Drs. Fachruddin Parinduri memohonkan pembatalan Sertipikat Hal Milik No. 623/Pematang Johar & Sertifikat Hak Milik No. 624/Pematang Johar, masing-masing terdaftar atas nama Sudigo dkk. (semula terdaftar an. Lasmi), terletak di Desa Pematang Johar Kec. Lab. Deli, Kab. Deli Serdang serta memohonkan penerbitan sertifikat an. Drs. Fachruddin Parinduri berdasarkan putusan Lembaga Peradilan sebagaimana disebutkan dalam Berita Acara Eksekusi No. 19/Eks. 2008/13/Pdt.G/2007/PN.LP tgl. 04 November 2008.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, telah dilaksanakan penelitian lapangan oleh petugas Kakantah Kab. Deli Serdang pada hari/tgl: Kamis, 19 Maret 2009, dimana atas tanah sengketa telah ditembok keliling oleh Sdr. Drs. Fachruddin Parinduri Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut telah diselesaikan dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 (TOTS-3) 2. Sengketa antara H. Sugeng Sugiharto dkk, atas nama Forum Masyarakat Peduli Asset Negara, Kec. Lubuk Pakam, Kab. Deli Serdang versus Manuntun Siahaan dan Lim-Nao Lai/ Lukas alias Kasim Pokok permasalahannya Klaim dari forum masyarakat Peduli Asset Negara, Kec. Lubuk Pakam bahwa tanah yang terletak di Jln. Imam Bonjol/ sebelah kanan menuju arah Simpang Pantai Labu merupakan tanah negara atau tanah yang dikuasai oleh PU Bina Marga/ PU Cipta Karya Cab. Dinas Deli Serdang, bukan tanah yang dimiliki oleh Lim-Nao Lai/ Lukas alias Kasim sebagaimana yang telah beralih kepada Manuntun Siahaan sebagai pemenang lelang dari lelang yang dilakukan oleh Bank Bumi Daya Upaya Penyelesaiannya, atas sengketa tanah tersebut, ada surat Sdr. Mindo RH Siahaan tanggal 13 Februari 2009 yang memohonkan agar tidak dilakukan pelayanan pertanahan terhadap tanah dimaksud. 3. Sengketa antara Iskandar, Ketua Dewan Pimpinan Kecamatan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kec. Percut Sei Tuan, kab. Deli Serdang selaku kuasa Arbi, dkk versus Herry Maulana Tampubolon.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahannya adalah adanya sengketa pemilikan dan penguasaan antara Herry Maulana Tampubolon dengan Arbi dkk atas tanah persawahan dan tambak ikan di Paluh Ketuk dan Paluh Badak, Dusun VII Desa Tj. Rejo. Upaya penyelesaiannya, mengidentifikasi masalah sengketa tersebut dalam rangka penyelesaian melalui mediasi apabila dimungkinkan. 4. Sengketa antara Ramli Nasution versus Masyarakat pasar III Desa Marindal I Pokok permasalahannya adalah adanya klaim ahli waris Alm. Ismail Nasution, atas nama sdr. Ramli Nasution dkk atas tanah yang terletak di Pasar III Desa Marindal I, dimana saat ini atas tanah yang dipersengketakan tersebut Dipergunakan oleh masyarakat Desa Marindal I sebagai lapangan bola, dimana atas tanah tsb diklaim Ahli Waris Alm. Ismail Nasution, sementara masyarakat desa Marindal I menyatakan bahwa atas tanah tersebut adalah bekas areal HGU PTPN II Kebun Marindal yang telah dikeluarkan dari HGU dan dipergunakan sebagai fasilitas sosial. Upaya Penyelesaiannya, dalam rangka penanganan dan penyelesaian sengketa tanah yang dituntut/ klaim oleh ahli waris Alm. Ismail Nasution, telah dilakukan penelitian lapangan dan rapat untuk ketiga kali, dimana pada pelaksanaan rapat yang ketiga pada tanggal Agustus 2008, belum juga tercapai penyelesaian atas sengketa tersebut, namun disarankan agar mengajukan penyelesaian melalui Lembaga Peradilan. 5. Sengketa antara T Bea Zuladi & T. Achdiani Zuladi, selaku kuasa ahli waris Alm Tengku Kocik Al Rivai Zulad (11 orang) versus Ngasup Tarigan dkk.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahannya adalah ahli waris Alm. Tengku Kocik al Rival Zulad Al Rival Zulad mengklaim atas tanah yang terletak di Pasar 4-5
desa Hulu,
Kecamatan Namorambe, Kab. DS merupakan tanah peninggalan Alm. Tengku Kocik Al Rivai Zulad (mantan Kepala Kantor KRPT Agraria Sumut), yang mendasarkan tuntutannya atas surat keterangan tentang pembagian dan penerimaan tanah sawah/ ladang No. 317 Namorambe/DS tanggal 18 Oktober 1952, dimana saat ini telah menjadi tanah kavlingan Mawar Selatan yang dikelola oleh Evawati Tarigan, dkk. Upaya Penyelesaiannya. berdasarkan surat-nya Sdr. T. Bea Zuladi & T. Achdiani Zuladi telah memohonkan agar Kakantah Kab. DS tidak menerbitkan Sertifikat Hak Atas tanah diatas tanah sengketa tsb, karena berdasarkan putusan Lembaga Peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap, atas tanah tersebut di nyatakan sebagai tanah ahli waris Alm. Tengku Kocik Al Rivai Zulad, dan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang diupayakan melalui mediasi. 6. Sengketa antara Hj. Asnar dkk selaku ahli waris dari Alm OK Alaudin versus Ahli waris Alm. O.K. Awaludin Pokok permasalahannya adalah sengketa pemilikan dan penguasaan atas tanah warisan dari Alm. OK. Amir Basjah, yang terletak di Desa Klambir dan Ds. Pematang Biara, Kec. Pantai Labu, Kab. Deli Serdang, seluas ± 7,2 Ha.
Universitas Sumatera Utara
III. Sengketa antara individu dengan individu (Tipologi Penguasaan dan Pemilikan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007) 1. Sengketa antara HMD. Sakti Hasibuan, SH. Advokat/ Konsultan Hukum pada HMD. D. Sakti Hasibuan, SH & Associate, selaku kuasa dari Zubaidah Nasution, dkk (sebagian dari ahli waris alm. Derlan Lubis) dengan Ir. Andi Taufik Lubis juga selaku ahli waris alm. Derlan Lubis. Pokok permasalahan adalah klaim penguasaan dan pemilikan atas tanah Hak Milik No. 281/ Bandar Khalifah, terdaftar an. Ir. Andy Taufik Lubis (yang sebelumnya terdaftar atas nama Derian Lubis), yang merupakan warisan dari alm. Derlan Lubis, masih dalam pengumpulan data lebih lanjut apabila memungkinkan akan diupayakan penyelesaian melalui mediasi.. 2. Sengketa antara Rose Herawaty, ahli waris Alm. H. Bahar Datuk Paduko versus Ruslan br Sitompul. Pokok permasalahannya adalah sengketa pemilikan dan penguasaan atas tanah terletak di Desa Dang Klambir, Kec. Tj. Morawa, Kab. Deli Serdang seluas ± 8.840 m2 terkait alas hak berupa SKT yang diterbitkan Bupati DS. Upaya Penyelesaiannya, telah dilakukan mediasi dikantor Bupati DS, namun belum memperoleh kesepakatan para pihak yang bersengketa, bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masih dalam proses penelitian data-data dan mediasi lebih lanjut 3. Sengketa antara Nurmansyah Saragih selaku Kepala Desa Petumbuken dengan Sdr. Selamat Saragih.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahan adalah Sdr. Nurmasyah Saragih selaku Kepala Desa Petumbuken, Kec. Galang mengajukan keberatan atas penerbitan SHM No. 24 / Desa Petumbuken, terdaftar an. Selamat Saragih, terletak di dusun I Desa Petumbuken, kec. Galang, Kab. Deli Serdang, yang menyatakan bahwa atas tanah Hak Milik tsb. Merupakan bagian dari tanah wakaf mesjid raya Petumbukan atas dasar Surat Kurnia (Soerat Koernia) tanggal 3 Februari 1948 dari Tengku Permaisuri Kerajaan Negeri Serdang. Upaya Penyelesaiannya, oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, bertempat di ruang rapat Kakantah Deli Serdang, tgl 04 Mrt 2009, telah dilakukan upaya mediasi, namun tidak tercapai kesepakatan diantara para pihak, dan menyatakan akan tetap melakukan upaya penyelesaian melalui Lembaga Peradilan dimana atas sengketa tanah tersebut, Saudara Nurmansyah Sembiring selaku kades petumbukan telah mengajukan gugatan ke PN-LP, yang terdaftar pada register perkara No. 14/Pdt.G/2009/PN-LP, dimana Kakantah Kab. DS sebagai tergugat II. Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut telah diselesaikan dalam Target Operasi Tuntas Sengketa BPN Periode II tahun 2009 (TOTS-2) 4. Sengketa antara Hans Daniel Lengkong versus Marhasak Hendriko Marpaung. Pokok permasalahannya adalah permohonan blokir atas SHM No. 119/Mdn Krio, seluas 13.639 m2, terdaftar an. Hans Daniel Lengkong, terletak di Desa Medan Krio, Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang terkait tindakan wanprestasi atas perikatan yang telah disepakati atas objek SHM No. 119/Mdn Krio dimaksud.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, terhadap permasalahan tanah tersebut telah diupayakan untuk diselesaikan melalui mediasi sebagaimana dalam surat und. Rapat Kakantah DS No. 570.868/03/2009 tgl 03-03-2009, namun pada rapat yang dijadwalkan tanggal 11 Maret 2009, para pihak tidak hadir. Bahwa atas SHM No. 119/Mdn Krio tsb sebelumnya telah berubah menjadi Sert. HGB No. 564/Mdn Krio dan saat ini telah dipecah sempurna menjadi sert.HGB No.565 s/d 677/Mdn Krio. Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masih dalam proses penelitian data-data dan mediasi lebih lanjut 5. Sengketa antara Raja Royatul Asial Sitorus, selaku kuasa Ng. Boen Liong versus Saudara Rochim. Pokok permasalahannya adalah sengketa tanah HM No. 42/Sampali, terdaftar an. NG Boen Loing (sebelumnya an. Johannes Leo dan Poltak Hasiholan Simanjuntak), seluas ± 1.596 m2, antara Raja Roy Aslal Sitorus, selaku kuasa Ng Boen Liong, yang terletak di Pasar III Lorong 23, Desa Sampali, Kec. PS. Sei Tuan Kab. D. Serdang dengan saudara Rochim dimana bidang tanah dimaksud telah dikuasai tanpa hak oleh Sdr. Rochim dengan alasan tanah dimaksud telah dibeli dengan ganti rugi dari sdr. Hadi Sumarno berdasarkan SKT yang diterbitkan oleh Kades Sampali dan diketahui oleh Camat Percut Sei Tuan pada tahun 1991. Upaya Penyelesaiannya : Atas sengketa tanah tersebut merupakan salah satu kasus tanah yang diusulkan sebagai target Operasi Sidik Sengketa tahun 2009. Bahwa terhadap sengketa tanah tersebut masih dalam proses penelitian data-data dan pengumpulan data
Universitas Sumatera Utara
6. Sengketa antara Nursima Saragih versus Edi Susanto. Pokok permasalahannya adalah permohonan untuk tidak melakukan pelayanan pertanahan penerbitan sertifikat hak, atas tanah yang terletak di dusun III Desa Paya Geli, Kec. Sunggal, Kab. Deli Serdang (Perumahan Paya Sari PLN) seluas ± 120 m2, yang diklaim merupakan tanah kepunyaan Sdri. Nursima Saragih, yang diperoleh berdasarkan Persetujuan Jual Beli tanggal 22 Agustus 2006, antara Sdr. Edi Susanto dengan Sdri. Nursima Saragih, yang diperbuat dihadapan Yusrizal, SH., Notaris di Medan. Adapun yang menjadi dasar permohonan sdri. Nursima Saragih adalah sehubungan dengan adanya itikad tidak baik dari sdr. Edi Susanto untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana telah diperjanjikan pada Persetujuan Jual Beli tanggal 22 Agustus 2006 dan atas tindakan wan prestasi tsb Sdri. Nursima Saragih telah menyatakan keberatannya dan menggugat Sdr. Edi Susanto secara perdata ke PN. Medan sebagaimana telah diputus sesuai putusan No. 76/Pdt.G/2007/PN-Mdn tanggal 21 Agustus 2007. Upaya Penyelesaiannya , telah melakukan koordinasi dengan saksi terkait , terkait sengketa tanah tsb untuk dijadikan bahan pertimbangan jika terdapat permohonan hak atas tanah dimaksud. 7. Sengketa antara Ir. Jusuf Ruslim, yang bertindak untuk diri sendiri dan atas nama Ir. David, SE versus Wan Wahyudin. Pokok permasalahannya adalah sengketa penguasaan dan pemilikan atas tanah yang terletak di dusun I, desa Durian kec. Pantai Labu, Kab. Deli Serdang, seluas ± 8.764 m2 dan ± 4.770 m2 antara Ir. Jusuf Ruslim dan Ir. David, SE., dimana atas
Universitas Sumatera Utara
tanah yang diperolehnya oleh Ir. Jusuf Ruslim dan Ir. David, SE., berdasarkan Surat Penyerahan Hak Atas Tanah dengan Cara Ganti Rugi tanggal 5 Juni 2006 diperbuat di bawah tangan yang diketahui oleh Kepala Desa Durian dan Camat Pantai Labu, dimana diklaim oleh Wan Mahyudin merupakan tanah warisan dari orang tuanya. Upaya Penyelesaiannya, telah dilakukan mediasi pada tanggal 9 Juli 2009 di kantah Kab. DS, namun belum tercapai kesepakatan penyelesaian diantara para pihak, namun masing-masing pihak sepakat untuk tetap melaksanakan upaya damai. 8. Sengketa antara Ngarijan Salim versus Bee Robin dan Febrina Sionader Pokok permasalahannya adalah sengketa tanah antara Ngarijan Salim dengan Bee Robin dan Febrina Sionader atas HGB No.417/ Helvetia, terdaftar an. PT. Mestika Mandala Perdana sebagai akibat adanya perjanjian hutang-piutang antara para pihak yang telah berperkara melalui Lembaga Peradilan, dimana berdasarkan Surat Panitera/ sekretaris PN-LP Nomor: W2.U4.818/PDT/01.10/VI/2008 tanggal 18 Juni 2008 perihal penggantian sertifikat dan penggantian akta notaris yang tidak ditemukan lagi dalam perkara No.28/Eks/2007/18/Pdt.G/2003/PN.LP, yang telah memerintahkan Kakantah Kab. Deli Serdang untuk menerbitkan HGB No. 417/ Helvetia, dimaksud, dimana berdasarkan surat sdr. Febrina Sionader dan bee robin tanggal 24 April 2009 dan tanggal 29 Mei 2009 menyampaikan bahwa asli, sertifikat HGB No. 417/Helvetia ada pada mereka.
Universitas Sumatera Utara
Upaya Penyelesaiannya, telah dilakukan upaya penanganannya secara mediasi, yang dihadiri oleh Sdr. Febrina Sionader dan Bee Robin serta OK Nazrin Madjrul, SH, advokat pada kantor Advokat Pengacara OK Nazrin Madjrul,SH. & Rekan, selaku kuasa Ngarijam Salim, namun tidak tercapai kata sepakat diantara kedua belah pihak. 9. Sengketa antara Marwan, SH, Advokat pada LPPH Pemuda Pancasila Sumatera Utara selaku kuasa Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan versus Ahli Waris Magdalena Tejo. Pokok permasalahannya adalah Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan mengklaim bahwa atas tanah yang terletak di jalan Medan Tanjung Morawa seluas ± 1.960,4 m2 adalah kepunyaan Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan yang dikuasai berdasarkan Surat Djual Beli tanggal 23 Maret 1971. Bahwa atas sengketa tanah tsb sebelumnya telah berperkara di lembaga peradilan dan telah mempunyai putusan yang berkekuatan hukum tetap yang memenangkan pihak ahli waris Alm. Magdalena Tejo, namun berdasarkan klaim Norma Liswaty Kasim dkk, Ahli waris Alm Samin Tarigan, putusannya tidak ada menetapkan tentang kepemilikan tanah tsb. Upaya Penyelesaiannya, atas letak bidang tanah yang menjadi obyek sengketa/ perkara terkena proyek pembebasan jalan menuju ke Bandara Kwala Namu. 10. Sengketa antara Porang Tampubolon selaku kuasa Muhammad Hazrad dkk, ahli waris Alm. M. jum’at & Almh. Sadiem versus Sampin alias Sampo.
Universitas Sumatera Utara
Pokok permasalahannya adalah tuntutan/klaim sdr. Muhammad Hazrad dkk, ahli waris Alm. M. jum’at & Almh. Sadiem bahwa atas tanah HM No.113/Cemara, yang terdaftar atas nama Sampin, merupakan kepunyaan yang sah dari para ahli waris, yang dimohonkan penerbitan haknya secara tidak sah oleh sdr. Sampin.
IV. Sengketa antara masyarakat dengan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota (Tipologi sengketa Pengadaan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007) 1. Sengketa antara Larasati dan Pungut, selaku ahli waris Alm Dasimin Tukidjo versus Pemprov Sumut cq. Pemkab Deli Serdang cq. Kadis Dikbud & Olahraga Kabupaten Deli Serdang. Pokok permasalahannya tuntutan ahli waris Alm, Dasimin Tukidjo/ masyarakat Desa Kolam, atas tanah seluas ± 1.812 m2 yang saat ini dikuasai oleh Pemprovsu cq. Pemkab DS cq. Kadis Dikbud & olah raga Kab Deli Serdang yang diatasnya terdapat bangunan SD Negeri No. 104201 di Desa Kolam. Adapun dasar tuntutannya adalah Surat Keterangan Tanah (SKT) Bupati DS No. 30855/A/IV/14 an. Dasimin Tukidjo, yang diterbitkan tgl. 15 Januari 1974. 2. Sengketa antara Zulham/ M. Syarifudin versus PT. Kereta Api (Persero) Pokok permasalahannya adalah sengketa pemilikan dan penguasaan antara atas tanah yang terletak di sekitar pinggir rel kereta api di desa Aras Kabu, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang, seluas 1.294 m2, dimana Zulham/ M. Syarifudin
Universitas Sumatera Utara
mengklaim bahwa dasar penguasaan atas tanah tersebut adalah alas hak/buktibukti yang kuat. Terhadap sengketa tersebut perlu diupayakan mediasi karena sengketa tanah tersebut timbul sebagai akibat penegakan hukum yang dilaksanakan oleh PT. KAI dalam rangka pengamanan asset di sekitar jalur kereta api.43 Satu diantara kasus-kasus sengketa pertanahan Di Kabupaten Deli Serdang yang terjadi sebelum tahun 2009 adalah, misalnya, kasus yang terjadi berkenaan dengan tuntutan rakyat di Helvetia dimana rakyat menuntut kembali tanah yang diambil oleh Komando Daerah Militer I Bukit Barisan (BB) pada tahun 1967 seluas 166,5 ha dengan jumlah rakyat yang berhak 530 KK. Pada tahun 1972 Kodam II BB (sekarang Kodam I BB) mengembalikan tanah tersebut kepada rakyat melalui Pemda TK II Deli Serdang, dipecah menjadi kapling-kapling perumahan sebanyak 695 persil, lengkap dengan sarana jalan dan sarana umum, 250 persil diberikan dan sudah diterima rakyat yang berhak, tetapi masih terdapat 280 KK yang belum menerima, sedangkan 415 persil diberikan kepada yang tidak berhak (pihak lain). Sampai sekarang seluas 106,5 ha dikuasai (dimanfaatkan) oleh Kodam I BB. Oleh karena itu rakyat menuntut agar : a). Persil-persil yang diberikan kepada yang tidak berhak/pihak lain sejumlah 445 persil supaya ditinjau kembali; b) Tanah seluas 106,5 ha yang sampai saat ini dikuasai oleh Kodam I BB dan pihak ketiga dapat diselesaikan dengan mengembalikan tanah yang kosong kepada rakyat diberikan
43
Sumber data Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang Rekapitulasi Data Sengketa, Konflik Tahun 2009
Universitas Sumatera Utara
ganti kerugian terhadap tanah yang dikuasai oleh Kodam I BB dan pihak ketiga, atau Kodam I BB maupun pihak ketiga mengganti tanah tersebut di lokasi lain yang senilai dengan tanah tersebut, dan agar rakyat diberikan ganti kerugian sebagai akibat tidak dapat memanen selama 32 tahun. Dari 37 Sengketa Pertanahan di Deli Serdang pada tahun 2009, ternyata sebanyak 21 (dua puluh satu) sengketa di upayakan penyelesaiannya melalui jalur mediasi, walaupun tidak semua sengketa yang diselesaikan melalui jalur mediasi berhasil, tetapi para pihak yang bersengketa lebih memilih mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa pertanahan di Kab. Deli Serdang. Di samping kasus-kasus yang dilaporkan pada tim di atas, sejumlah kasus juga diadukan kepada BPN Sumatera Utara dan Lembaga Bantuan Hukum Sumatera Utara. Ada beberapa kasus pertanahan yang diadukan kepada Kanwil BPN Sumatera Utara yang dimohonkan penyelesaiannya. Dari beberapa kasus yang dilaporkan atau diadukan tersebut, tercatat pada tahun 1996 ada 33 (tiga puluh tiga) kasus. Jika diamati, kasus-kasus sengketa pertanahan yang terjadi antara warga masyarakat yang satu dengan yang lain, baik sengketa antara warga dengan kelompok warga atau warga dengan warga. Persengketaan terjadi pula antara warga dengan pemerintah, dan sengketa terjadi juga antara warga dengan perusahaan perkebunan. Selama tahun 1996 tercatat dalam register yang dibuat oleh Kanwil BPN Sumatera Utara 15 kasus sengketa antara warga masyarakat, 13 kasus sengketa antara warga masyarakat
Universitas Sumatera Utara
dengan pemerintah, dan 5 kasus sengketa antara warga dengan perusahaan perkebunan. Dari data di atas tidak ada sengketa yang diadukan langsung atau dituntut ke pengadilan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memang enggan berperkara di pengadilan dan lebih memilih cara penyelesaian sengketanya melalui jalur di luar pengadilan. Dari
pengaduan-pengaduan
atau
laporan-laporan
tersebut
di
atas
sesungguhnya BPN dapat berperan untuk mengambil kesempatan sebagai lembaga penengah atau mediator sehingga dengan perannya tersebut permasalahan atau persengketaan dapat diselesaikan. Namun demikian, tampaknya usaha-usaha ini belum diwujudkan secara optimal oleh BPN, karena setelah diadakan pengecekan atau pemeriksaan oleh BPN, baik pemeriksaan di lapangan maupun administrasi (pemeriksaan berkas-berkas), pada akhirnya BPN selalu menyarankan untuk diselesaikan melalui proses pengadilan. Saran BPN dapat dipahami karena menempatkan posisi sebagai mediator juga tidak mudah, karena disamping eksistensi sebagai mediator itu harus dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, mediator harus dituntut mempunyai kemampuan-kemampuan professional sebagai mediator dan hal ini memerlukan pengetahuan tentang teknik-teknik mediasi yang perlu dipelajari dan dibekalkan kepada pejabat-pejabat di BPN yang bertugas di bidang penyelesaian sengketa pertanahan Bahwa dalam pelaksanaan mediasi di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang yang didasarkan kepada Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Universitas Sumatera Utara
Nasional No.34 Tahun 2007 Juknis No.05/JUKNIS/D.V/2007, tipe mediator Badan Pertanahan Nasional adalah autoritative mediator sehingga sulit menghindarkan sikap apriori pihak-pihak yang bersengketa yang dapat menghambat proses mediasi, termasuk cenderung tidak terbukanya para pihak, sulit mencairkan suasana diantara para pihak, yang berakibat sulitnya menarik garis merah permasalahan sengketa yang ada. Bahwa mediasi akan lebih efektif apabila mediator autoritative BPN dapat didampingi oleh mediator independen ataupun mediator jaring sosial untuk lebih menjaga kepercayaan pihak-pihak dalam mengemukakan pendapat maupun opsi dalam penyelesaiannya. Sehingga kwantitas sengketa yang dapat diselesaikan melalui mediasi dapat ditingkatkan yang pada akhirnya dapat meminimalisir jumlah sengketa pertanahan yang ada. Bahwa akan tetapi dari data tersebut diatas dapat kita lihat upaya penyelesaian sengketa pertanahan melalui mediasi telah diterapkan dengan sangat signifikan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang. Meskipun dari jumlah sengketa yang berhasil diselesaikan masih sangat minim akan tetapi setidak-tidaknya perbaikan mekanisme mediasi akan dapat dilaksanakan untuk mencapai hasil mediasi yang maksimal baik dari segi kwantitas maupun kwalitasnya. Bahwa dari data diatas juga dapat dilihat dengan pengelompokan sengketa berdasarkan pihak-pihak maupun berdasarkan tipologi sengketa akan lebih mudah mencari akar permasalahan sengketa pertanahan sehingga upaya
Universitas Sumatera Utara
penyelesaiannya dapat lebih mudah dicari menurut hukum yang berlaku maupun atas opsi-opsi kesepakatan para pihak. Berdasarkan data tersebut juga dapat dilihat bahwa sengketa-sengketa yang dapat diupayakan melalui mediasi adalah : 1. Sengketa antara PTPN dengan Masyarakat (Tipologi sengketa Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Tipologi tanah obyek Landreform vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007) Jika melihat substansi sengketa ini, lebih memungkinkan untuk diselesaikan dengan mediasi karena dilihat dari sejarah perolehan tanahnya juga luas areal tanah yang disengketakan terkadang melibatkan kelompok masyarakat, akan sulit diselesaikan dengan proses litigasi, untuk itu cara mediasi yang diupayakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang adalah tepat. 2. Sengketa antara kelompok masyarakat dengan individu (Tipologi sengketa Penguasaan dan pemilikan vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007). Secara tinjauan hukum, permasalahan dan persoalan inilah yang selama ini banyak ditemui dimasyarakat, terutama di masyarakat Sumatera Utara, bahwa tanah itu bersifat sakral yang harus dipertahankan; khususnya di Kabupaten Deli Serdang, dengan pendekat konsepsional Mediasi hal ini dapat diselesaikan dan merupakan suatu keberhasilan yang sangat memberikan arti akan pentingnya peran mediasi itu dalam menangani permasalahan pertanahan seperti ini.
Universitas Sumatera Utara
3. Sengketa antara individu dengan individu (Tipologi Penguasaan dan Pemilikan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007) 4. Sengketa antara masyarakat dengan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota (Tipologi sengketa Pengadaan Tanah vide Keputusan Kepala BPN No.34 Tahun 2007)
Universitas Sumatera Utara