BAB II FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PEMBLOKIRAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN DELI SERDANG A. Kedudukan Sertifikat Hak Atas Tanah Dalam Pendaftaranan Tanah Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan adanya kepastian mengenai siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Untuk menjamin kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah tersebut di Indonesia, maka kepada Negara diwajibkan untuk menyelenggarakan suatu Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia, demikian ketentuan yang diatur dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960, yang untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pendaftaran tanah berarti mencatat hak-hak yang dipegang dan dimiliki oleh seorang, baik itu perorangan atau kelompok ataupun suatu lembaga atas sebidang tanah oleh Pejabat yang berwenang dan karenanya berhak untuk mengeluarkan suatu surat bukti hak atas kepemilikannya tersebut. Hak-hak ini ada bermacam-macam, dimana yang salah satunya menjadi adalah hak milik. 42 A.P. Parlindungan mengemukakan, Pendaftaran Tanah pertama kali didirikan oleh kantor kadaster, yang dibentuk pada masa Pemerintah Hindia Belanda, dan berlakunya sampai terbentuknya 42
Selanjutnya juga diatur di dalam Pasal-pasal 31 ayat (1), 35 ayat (1), 46, 55, 69, dan 167 dari Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan dari PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mewajibkan kepada pemegang hak milik dan hak-hak lainnya baik secara perorangan maupun badan hukum untuk mendaftarkan haknya di kantor pertanahan setempat.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 (sekarang PP No. 24 Tahun 1997), yang pada masanya dipusatkan di beberapa kota di pusat-pusat perdagangan ataupun di mana masyarakat Barat sudah berkembang. Dan pendaftaran yang dilakukan pada waktu itu, hanyalah pendaftaran terhadap hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum yang terdapat di dalam KUHPerdata. Walaupun pada masa itu ada orang-orang Bumiputera yang mempunyai hak-hak atas tanah yang berstatus hak-hak Barat. Selain daripada orang-orang yang termasuk dalam golongan Eropah dan golongan Timur Asing termasuk golongan Cina. Untuk golongan Bumiputera tidak ada suatu hukum pendaftaran tanah yang bersifat uniform, sungguhpun ada secara sporadis kita ketemukan beberapa pendaftaran yang sederhana dan belum sempurna, seperti geran Sultan Deli, geran Lama, geran Kejuruan, pendaftaran tanah yang terdapat di kepulauan Lingga, Riau, di daerah Yogyakarta dan Surakarta dan di lain-lain daerah yang sudah berkembang dan menirukan sistem pendaftaran kadaster. 43 Selanjutnya, A.P. Parlindungan menyatakan, oleh karena belum semua tanah di Indonesia terdaftar maka apa yang selama ini dilaksanakan dan masih saja didapati di tengah-tengah masyarakat, baik surat-surat yang dibuat oleh para Notaris ataupun atas surat-surat yang dibuat oleh para Camat dengan berbagai ragam, untuk menciptakan bukti tertulis dari tanah-tanah yang mereka kuasai, tanpa melalui prosedur PP Nomor 10 Tahun 1961. Tanah-tanah tersebut ada yang belum dikonversi, maupun tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan kemudian telah diduduki oleh rakyat baik dengan sengaja ataupun diatur oleh kepala-kepala desa dan disahkan oleh para camat, seolah-olah tanah tersebut telah merupakan hak seseorang ataupun termasuk kategori hak-hak Adat. 44
43
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia…, Op. Cit., hal. 3. Ibid., hal. 3, lihat juga hal 3-4. Demikian pula dikenal di daerah Sumatera Utara “Akta Camat” (surat yang dibuat oleh Camat baik sebagai bukti hak ataupun peralihan hak yang dibuat oleh atau di hadapan Camat). Camat tersebut mungkin PPAT tetapi tidak membuat akta tanah (akta PPAT). Demikian juga akta-akta yang dibuat oleh Notaris bukan sebagai PPAT. 44
Universitas Sumatera Utara
Dimana pendaftaran tanah yang pada mulanya diselenggarakan pada waktu itu merupakan rechts kadaster, yang bertujuan memberikan kepastian hak, yaitu: 45 1. Untuk memungkinkan orang-orang yang mempunyai tanah dengan mudah membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apa hak yang dipunyainya, letak tanah dan luas tanah; 2. Untuk memungkinkan kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ingin ketahui berkenaan dengan sebidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditur dan sebagainya. Dalam PP Nomor 24 Tahun 1997, Lembaran Negara 1997 Nomor 59, tanggal 8 Juli 1997, yang mulai berlaku pada tanggal 8 Oktober 1997, yang merupakan pemerintah pemerintah yang mengenai Pendaftaran Tanah dan telah berlaku secara uniform dan nasional, yang dalam Pasal 1 ayat (1) telah dikatakan dan dijelaskan tentang pengertian daripada pendaftaran tanah. Dalam hal itu kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 3, bahwa pendaftaran bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum pemegang hak atas hak tanah dengan menginformasikannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam perbuatan hukum mengenai hak atas tanah serta terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Sebagaimana dikemukakan A.P. Parlindungan berikut ini: Pendaftaran adalah berisikan sejumlah dokumen yang berkaitan, yang merupakan sejumlah rangkaian dari proses yang mendahuluinya sehingga suatu bidang tanah terdaftar, dan demikian pula prosedur apa yang harus dilaksanakan dan demikian pula hal-hal yang menghalangi pendaftaran tersebut ataupun larangan-larangan bagi para pejabat yang bertanggung jawab dalam pendaftaran hak tersebut. Pendaftaran ini melalui suatu ketentuan yang 45
Ibid., hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
sangat teliti dan terarah sehingga tidak mungkin asal saja, lebih-lebih lagi bukan tujuan pendaftaran tersebut untuk sekedar diterbitkannya bukti pendaftaran tanah saja (Sertifikat hak atas tanah). 46 Dengan adanya Pendaftaran Tanah tersebut, maka seseorang dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai, berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibebani dengan hak-hak tanggungan dan lain sebagainya. Hal yang demikian ini disebut dengan asas publisitas atau dalam hal ini disebut dengan sistem publikasi. Dengan diterbitkannya PP Nomor 24 Tahun 1997, sebagai penyempurnaan dari PP Nomor 10 Tahun 1961, maka Pendaftaran Tanah diselenggarakan dalam rangka memberikan jaminan akan kepastian hukum dalam bidang pertanahan dan bahwa sistem yang dianut adalah sistem publikasi negatif yang bertendensi positif karena akan menghasilkan surat-surat bukti yang berlaku sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat. Dalam sistem negatif, bahwa sertifikat tersebut hanya atau dapat dipandang sebagai suatu bukti permulaan saja, belum menjadi sebagai suatu yang final sebagai bukti hak atas tanahnya, atau dengan kata lain, bahwa sertifikat itu adalah sebagai salah
satu
alat
pembuktian
yang
kuat,
sehingga
setiap
orang
dapat
mempersoalkannya. Dan mengandung unsur positif, yaitu bahwa pada lain pihak untuk secara seimbang memberikan kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik untuk menguasai sebidang tanah dan didaftar sebagai pemegang hak dalam buku tanah, dengan diterbitkannya sertifikat sebagai salah satu alat bukti yang kuat. Sebagaimana dikemukakan Boedi Harsono berikut ini: 46
A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia…, op. cit., hal. 8
Universitas Sumatera Utara
Sistem publikasi yang digunakan UUPA dan PP 24/1997 adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif. Sistemnya bukan negatif murni, karena dinyatakan dalam Pasal 19 ayat (2) huruf, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Demikian juga dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2), 32 ayat (2) dan 38 ayat (2). Bukan publikasi negatif yang murni. Sistem publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak. Juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam pasal-pasal UUPA tersebut, bahwa sertifikat merupakan alat bukti yang kuat. 47 Hal ini terlihat pada ketentuan-ketentuan mengatur prosedur pengumpulan sampai penyajian data fisik dan data yuridis yang diperlukan serta pemeliharaannya dan penerbitan sertifikat haknya, biarpun sistem publikasinya negatif, tetapi kegiatankegiatan yang bersangkutan dilaksanakan secara seksama, agar data yang disajikan sejauh mungkin dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Selanjutnya secara lebih tegas lagi dikemukan Abdurrahman, para petugas pendaftaran tidaklah bersikap pasif atau Lijdelijk”, artinya mereka menerima begitu saja apa yang diajukan dan dikatakan oleh pihak-pihak yang meminta pendaftaran. Kita telah mengetahui, bahwa baik pada pembukuan untuk pertama kali maupun pada pendaftaran atau pencatatan “perubahan-perubahan”nya, kemudian para petugas pelaksanaan diwajibkan untuk mengadakan penelitian seperlunya untuk mencegah terjadinya kekeliruan. Batas-batas tanah ditetapkan dengan memakai sistem “contradictoire delimitatie” sebelum tanah dan haknya dibukukan diadakan pengumuman, perselisihan-perselisihan diajukan ke pengadilan kalau tidak dapat
47
Boedi Harsono, Hukum Agraria: Sejarah Pembentukan Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1997, hal. 480.
Universitas Sumatera Utara
diselesaikan sendiri oleh yang berkepentingan. Sejauh mungkin diadakan usahausaha agar keterangan-keterangan yang ada pada tata usaha Kantor Pendaftaran Tanah itu selalu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Hal ini merupakan tuntutan daripada ketentuan UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Bahwa keterangan-keterangan yang ada pada KPT mempunyai kekuatan hukum dan suratsurat tanda bukti yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang kuat. 48 Berdasarkan hal tersebut maka Boedi Harsono yang juga penunjuk pada pendapat dari pada Muntoha sebagai orang yang merencanakan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menyatakan bahwa sistem yang dipergunakan bukanlah sistem negatif yang murni melainkan sistem negatif dengan tendens positif. Pengertian negatif di sini adalah bahwa keterangan-keterangan yang ada itu jika ternyata tidak benar masih dapat diubah dan dibetulkan.49 Mariam Darus Badrulzaman dan Abdurrahman mengemukakan, Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh UUPA adalah sistem campuran antara sistem positif dan sistem negatif. Alasannya adalah bahwa pemilik yang sebenarnya mendapat perlindungan hukum, sedangkan sistem positif ternyata dengan adanya campur tangan pemerintah, yaitu PPAT dan Bagian Pendaftaran Tanah meneliti kebenaran setiap peralihan hak dan tanah. 50 Pendaftaran tanah di dalam UUPA tidak menganut sistem negatif murni tetapi sistem negatif bertendensi positif. Pengertian bertendensi positif ialah adanya peran
48
Abdurrahman, Op. Cit., hal. 94, 95. Boedi Harsono dalam Sumindo, Y.W., dan Ninik Widyanti, Op. Cit., hal.144.. 50 Mariam Darus Badrulzaman dan Abdurrahman, dalam Sulardi, op. cit., hal. 2005, hal. 152. 49
Universitas Sumatera Utara
aktif pelaksana pendaftaran tanah. Peran aktif itu misalnya: menyelidiki asal tanah dengan sangat teliti (Pasal 3 ayat (2) PP No. 10 Tahun 1961, dan pengumuman selama 3 (tiga) bulan untuk pendaftaran tanah pertama kali (Pasal 6 ayat (1) PP No. 10 Tahun 1961). Ciri-ciri sistem negatif betendensi positif dalam hal pendaftaran tanah seperti yang dianut UUPA adalah sebagai berikut: 51 1. Nama pemilik tanah yang tercantum dalam daftar buku tanah adalah pemilik tanah yang benar dan dilindungi hukum, dan merupakan tanda bukti hak yang tertinggi. 2. Setiap peritiwa balik nama melalui peneliti seksama, syarat-syarat dan prosedur berdasarkan asas keterbukaan (openbaar heidsbeginsel). 3. Setiap bidang tanah (persil) batas-batasnya diukur dan digambar dalam peta pendaftaran dengan skala 1 : 1.000. Ukuran tersebut memungkinkan untuk meneliti kembali batas-batas persil bila kemudian hari terjadi sengketa batas. 4. Pemilik tanah yang tercantum dalam buku tanah dan sertifikat masih dapat diganggu-gugat melalui Pengadilan Negeri oleh Badan Pertanahan Nasional. 5. Pemerintah tidak menyediakan dana untuk pembayaran ganti kerugian kepada masyarakat karena kesalahan administrasi pendaftaran tanah. Masyarakat yang dirugikan dapat menuntut melalui Pengadilan Negeri untuk mendapatkan haknya. Menurut Subekti Pasal 32 PP Nomor 24 Tahun 1997 Tahun 1997 bahwa dalam jangka waktu 5 tahun setelah diterbitkan sertifikat hak atas tanah oleh pemerintah, maka pihak lain tidak dapat mengajukan gugatan lagi. Dalam hal ini bukan karena lewat waktu 5 tahun menjadi verjaring bagi bezitter, melainkan karena
51
Boedi Harsono dalam Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbi IBLAM, Jakarta, 2005, hal.
151-152.
Universitas Sumatera Utara
sikap pihak lain yang menunjukkan bahwa ia sudah tidak berniat lagi mempergunakannya (rechtsverwerking). 52 Namun sebaliknya mengingat adanya asas point de interest point de action (orang yang berkepentingan berhak memajukan tuntutan) yang dikaitkan dengan tidak adanya undang-undang yang dapat dijadikan landasan hukumnya, maka ketentuan ini secara yuridis kenyataannya tidak dapat dilaksanakan. 53 Sertifikat hak atas tanah memang merupakan surat tanda bukti hak atas tanah yang dapat digunakan sebagai alat pembuktian ketentuan Pasal 1 angka (20) PP Nomor 24 Tahun 1997 yang menyatakan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Namun, walaupun demikian tingginya kedudukan sertifikat hak atas tanah sebagai alat pembuktian yang kuat tetap saja diperlakukan sebagai alat bukti awal. Hal ini didasari kemungkinan adanya alat bukti pihak lain yang lebih berwenang mengalahkannya. 54 Jadi, selain sertifikat hak atas tanah masih ada alat bukti lain yang dapat menggugurkannya. Sebagaimana yang dikemukakan Moch. Isnaini, bahwa sertifikat hak atas tanah bukan merupakan satu-satunya alat bukti yang bersifat mutlak, justeru sebaliknya baru merupakan alat bukti awal yang setiap saat dapat digugurkan pihak lain yang terbukti memang lebih berwenang. 55
52
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, PT. Intermasa, Jakarta, Cetakan ke 24, 1992,
hal. 187. 53
S. Chandra (I), Op. Cit., hal. 22. Ibid., hal. 23. 55 Moch. Isnaini, Op. Cit., hal. 56. 54
Universitas Sumatera Utara
Adapun, kegiatan pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 PP No. 24 Tahun 1997. Di dalam pasal tersebut menjelaskan tentang kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada saat pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi: a. Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik. Pengumpulan dan pengolahan data fisik dilakukan melalui kegiatan pengukuran dan pemetaan, kegiatan tersebut meliputi: pembuatan peta dasar pendaftaran, penetapan batas-batas bidang tanah, dan pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah serta pembuatan peta pendaftaran, pembuatan daftar tanah, pembuatan surat ukur b. Pembuktian hak dan pembukuannya Untuk keperluan pendaftaran hak atas tanah, maka diperlukan pembuktian hak dengan cara: untuk hak atas tanah yang baru, harus dibuktikan dengan keputusan pemberian hak dari pejabat yang berwenang, apabila hak tersebut berasal dari tanah negara. Untuk tanah Hak Milik, HGB, HGU dan Hak Pakai atas tanah negara dibuktikan dengan akta PPAT. c. Sertifikat Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis, yang data di dalamnya sesuai dengan surat ukur dan buku tanah.
Universitas Sumatera Utara
d. Penyajian Data Fisik dan Yuridis. Dalam rangka penyajian data fisik dan data yuridis atas tanah, BPN/Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum. Penyajian data fisik dan data yuridis dimaksudkan agar setiap orang berkepentingan mengetahui data fisik dan data yuridis atas suatu tanah. Bagi instansi tertentu hal ini dapat mendukung kelancaran pelaksanaan tugasnya. Tata cara dan persyaratan untuk memperoleh keterangan tentang data fisik dan data yuridis ditetapkan oleh Menteri. e. Penyimpanan Daflar Umum dan Dokumen. Penyimpanan daftar umum dan dokumen-dokumen yang digunakan sebagai dasar pendaftaran hak tanah, disimpan di kantor BPN/Kantor Pertanahan, orang ataupun instansi yang berkepentingan untuk memeriksa dokumen tanah yang menyangkut data fisik dan data yuridis maka pemeriksaan tersebut wajib dilakukan di Kantor BPN/Kantor Pertanahan. Persyaratan pendaftaran tanah pertama kali dan pelaksanaannya di Kantor Pertanahan sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2005 tentang Standar Prosedur Operasi Pengaturan dan Pelayanan di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional, yaitu: 1. Surat Permohonan dan Surat kuasa, jika permohonannya dikuasakan. 2. Identitas diri para pemilik tanah/pemohon dan atau kuasanya (untuk perseorangan: fotocopy KTP dan KK yang masih berlaku atau untuk Badan
Universitas Sumatera Utara
Hukum: fotocopy Akta Pendirian Perseroan dan Perubahan-perubahannya) (telah dilegalisir pejabat yang berwenang). 3. Bukti tertulis yang membuktikan adanya hak yang bersangkutan, yaitu: a. surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Swapraja yang bersangkutan, atau b. sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PMA No. 9/1959, atau c. surat keputusan pemberian hak milik dan Pejabat yang berwenang, baik sebelum ataupun sejak berlakunya UUPA, yang tidak disertai kewajiban untuk mendaftarkan hak yang diberikan, tetapi telah dipenuhi semua kewajiban yang disebut didalamnya, atau d. Petuk Pajak Bumi/Landrente, girik, pipil, kikitir dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP No. 10/1961, atau e. akta pemindahan hak yang dibuat di bawah tangan yang dibubuhi tanda kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuat sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau f.
akta pemindahan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau
g. akta ikrar wakaf/akta pengganti ikrar wakaf/surat ikrar wakaf yang dibuat sebelum atau sejak mulai dilaksanakan PP No. 28/1977 dengan disertai alas hak yang diwakafkan, atau
Universitas Sumatera Utara
h. risalah lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang berwenang, yang tanahnya belum dibukukan dengan disertai alas hak yang dialihkan, atau i.
surat penunjukan atau pembelian kaveling tanah pengganti tanah yang diambil oleh Pemerintah Daerah, atau
j.
surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yang dialihkan (dilegalisir pejabat yang berwenang), atau
k. lain-1ain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagai mana dimaksud dalam Pasal II, VI, dan VII Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, atau 1. Surat-surat bukti kepemilikan lainnya yang terbit dan berlaku sebelum diberlakukannya UUPA. atau 4. Bukti lainnya. apahila tidak ada surat bukti kepemilikan: Surat Pernyataan Penguasaan fisik lehih dari 20 tahun secara terus menerus dan surat keterangan Kades/Lurah disaksikan oleh 2 orang tetua adat/penduduk setempat. 5. Surat Pernyataan telah memasang tanda batas. 6. Fotocopy SPPT PBB tahun berjalan. 7. Fotocopy SK izin Lokasi dan Sket Lokasi (apabila pemohon adalah Badan Hukum).
Universitas Sumatera Utara
B. Jenis Sertifikat Hak Atas Tanah Jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang dapat dimohon di kantor pertanahan ditentukan oleh subyek hak atas tanah dan tujuan penggunaan obyek hak atas tanah sepanjang dibolehkan undang-undang, sehingga dapat dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah sesuai ketentuan Pasal 16 UUPA yang disebut, antara lain: hak milik, hak guna ushaa, hak guna bangunan, dan hak pakai. Selain sertifikat hak kepemilikan hak atas tanah tersebut, ada juga sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diterbitkan kantor pertanahan dan tidak diatur dalam Pasal 16 UUPA, yaitu sertifikat hak milik tanah wakaf, hak milik satuan rumah susun, dan hak pengelolaan. Bermacam jenis sertifikat kepemilikan hak atas tanah yang diatur di dalam Pasal 16 itu sejalan dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA yang menyatakan, “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan macammacam hak atas tanah permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.” Sertifikat sebagai tanda bukti pemilikan hak atas tanah yang diterbitkan oleh kantor pertanahan berdasarkan ketentuan UUPA, yakni sertifikat hak milik, sertifikat hak guna bangunan, sertifikat hak guna usaha, dan sertifikat hak pakai, yakni sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Sertifikat Hak Milik Sertifikat hak milik merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya untuk memiliki, menggunakan, mengambil manfaat lahan tanahnya secara turun temurun, terkuat dan terpenuh (Pasal 20 ayat (1) UUPA). Khusus terhadap hak milik atas tanah ditentukan lain, yaitu adanya unsur turunan, terkuat dan terpenuh dibandingkan hak lainnya, namun harus diartikan senafas dengan fungsi sosial tanah, selain itu juga dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan hutang melalui pembebanan hak tanggungan. 56 Menurut ketentuan Pasal 8 ayat (1) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 bahwa hak milik dapat dipunyai oleh setiap warga negara Indonesia tanpa menyebutkan perbedaan suku atau etnis. 57 Khusus terhadap badan keagamaan dan badan sosial yang ditetapkan pemerintah dapat diberikan sertifikat hak milik dalam jangka waktu sepanjang tanahnya masih dipergunakan sesuai tugas pokok dan fungsinya serta diakui dan dilindungi. 58
2. Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) Sertifikat hak guna usaha merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna mengusahakan tanah di sektor pertanian, peternakan, atau perikanan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara (Pasal 28 ayat (1) UUPA). 56
Lihat, Pasal 20 ayat (2), Pasal 25, dan Pasal 26 UUPA. S. Chandra (I), Op. Cit., hal. 23-24. 58 Pasal 19 UUPA. 57
Universitas Sumatera Utara
Sertifikat hak guna usaha (HGU) hanya dapat diberikan atas tanah yang dikuasai langsung oleh negara, misalnya melalui pelepasan hak atas tanah, bangunan, dan tanaman di atasnya kepada negara sesuai peraturan perundang-undangan (Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah) (selanjutnya ditulis PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah). Secara umum HGU dapat diberikan kepada subyek hak dengan luas paling sedikit 5 hektar dalam jangka waktu 25 tahun dan perpanjangan 25 tahun, dan sesudah jangka waktu HGU dan perpanjangannya berakhir, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan Hak Guna Usaha di atas tanah yang sama. HGU dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain atau dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan. 59 Selanjutnya dinyatakan, orang perorangan hanya dapat mempunyai HGU maksimum 25 hektar, sedangkan luas maksimum untuk badan hukum masing-masing ditetapkan oleh Menteri. 60 Sedangkan badan hukum asing hanya dapat mempunyai HGU melalui penanaman modal asing bersifat patungan didirikan menurut hukum Indonesia berkedudukan di Indonesia. 61 Perpanjangan jangka waktu hak tidaklah menghentikan berlakunya hak yang bersangkutan, melainkan hak itu terus berlangsung menyambung pada jangka waktu
59
Lihat, Pasal 28, 29 dan Pasal 30 ayat (1) UUPA jo. Pasal 2, 8, 15 dan Pasal 16 PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 60 Lihat, Pasal 5 PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah 61 Lihat, Pasal 9 PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah.
Universitas Sumatera Utara
hak semula. Hal ini penting artinya untuk kepentingan hak-hak pihak lain yang membebani HGU, misalnya Hak Tanggungan, yang akan hapus dengan sendirinya apabila HGU itu hapus. 62 Di mana untuk lebih menjamin kepastian dari kepentingan hak-hak pihak lain yang membebani HGU, selanjutnya pada Pasal 11 ayat (1) ditegaskan untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan atau pembaharuan Hak Guna Usaha dapat dilakukan sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu, pada saat pertama kali mengajukan permohonan Hak Guna Usaha. 63 Demikian juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007) dinyatakan, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh hak atas tanah (Pasal 21 huruf a). Selanjutnya dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a dinyatakan: (1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanaman modal, berupa: a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh lima) tahun. 62
Lihat, Penjelasan Pasal 8 PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas
63
Lihat, Pasal 11 ayat (1) PP No. 40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas
Tanah. Tanah.
Universitas Sumatera Utara
Dari ketentuan di atas, dinyatakan HGU diperoleh dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbaharui selama 35 (tiga puluh lima) tahun. Sebelum berakhir jangka waktu hak guna usaha dapat diperpanjang dan jika telah berakhir hanya dapat diajukan permohonan baru, sepanjang pemegang hak masih memenuhi syarat dan tanahnya masih diusahakan secara layak, dengan catatan bahwa harus sesuai dengan perkembangan rencana penggunaan dan peruntukan tanah bersangkutan pada saat itu. 64 HGU yang tidak lagi diusahakan pemegangnya maka dalam jangka waktu satu tahun harus melepaskan atau mengalihkan haknya kepada negara atau pihak lain, dengan sanksi bahwa haknya hapus demi hukum, sedangkan bangunan, tanaman dan benda-benda di atasnya dapat dibongkar sendiri ataupun diganti rugi oleh negara, nilainya diputuskan oleh Presiden. 65 Apabila bekas pemegang hak lalai dalam memenuhi kewajibannya, maka bangunan dan benda-benda yang ada di atas bekas hak tersebut dibongkar oleh pemerintah atas biaya bekas pemegang hak. 66
64
S. Chandra (I) Op. Cit., hal. 25. Lihat, Pasal 30 ayat (2) UUPA jo Pasal 18 PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 66 Muhammad Yamin dan Abd. Rahim Lubis, Op. Cit. hal..149. Selanjutnya dinyatakan, bila memang ketentuan ini nanti dikeluarkan Keppres pelaksanaannya, sulit membayangkan betapa ramainya persoalan perpanjangan/pembaharuan hak ini. Apalagi seperti di Pontianak nyaris sepanjang Jalan Protokol kota ini deretan bangunan yang ada merupakan hak yang terbatas jangka waktunya (HGB maupun HP), apakah kelak bangunan-bangunan yang ada harus dibongkar paksa hanya karena tidak diperpanjang/diperbaharui haknya. Tentunya para pemegang hak sejak dini pantas waspada terhadap keberadaan hak tanahnya, dan bila memang sudah berakhir tidak ada pilihan lain kecuali cepat-cepat memperpanjangnya, serta bila akan berakhir dua tahun harus mengajukan perpanjangan sejak sekarang. 65
Universitas Sumatera Utara
3. Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) Sertifikat hak guna bangunan merupakan surat tanda bukti hak atas tanah bagi pemegangnya guna membangun dan menggunakan bangunan yang berdiri di atas tanah kepunyaan pihak lain guna tempat tinggal atau tempat usaha (Pasal 35 UUPA). Hak guna bangunan (HGB) diberikan dengan luas tidak melebihi batas maksimum (ceiling) jangka waktu paling lama 30 tahun dan perpanjangan 20 tahun, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dijadikan jaminan utang melalui pembebanan hak tanggungan. 67 HGB dapat dipunyai oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, digunakan untuk tempat tinggal, atau tempat usaha sepanjang tidak mengganggu fungsi sosial tanah. 68 HGB dapat diberikan atas tanah hak milik atau hak pengelolaan atau tanah negara, dengan ketentuan apabila hak guna bangunan hapus maka hak atas tanahnya kembali kepada penguasa asalnya. 69 Dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, dinyatakan: (1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanaman modal, berupa: 67
Lihat, Pasal 35 s/d 39 UUPA jo Pasal 19, 25, 33, dan Pasal 34 PP No.40 Tahun 1999 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 68 Lihat, Pasal 31 dan Pasal 32 PP No.40 Tahun 1999 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 69 Lihat, Pasal 21 dan Pasal 36 PP No.40 Tahun 1999 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah.
Universitas Sumatera Utara
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; Sebelum jangka waktu HGB berakhir maka dapat diperpanjang, dan ketika haknya telah berakhir hanya dapat diperbaharui sepanjang pemegang hak masih memenuhi syarat, tanahnya masih diusahakan secara layak dan harus disesuaikan dengan perkembangan rencana pengunaan, serta peruntukan tanah bersangkutan pada saat itu. Pengalihan hak atas tanah HGB yang berdiri atas hak pengelolaan harus mendapat izin atau persetujuan tertulis dari penguasa hak pengelolaannya. 70
4. Sertifikat Hak Pakai Sertifikat hak pakai merupakan surat tanda bukti pemilikan hak atas tanah untuk memungut hasil atas tanah yang bukan kepunyaan pemegangnya (Pasal 41 UUPA). Sertifikat hak pakai dapat dipunyai oleh negara Indonesia, warga negara asing yang bekerja dan bertempat tinggal di Indonesia, badan hukum Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia, departemen, lembaga non departemen pemerintahan pusat dan daerah, perwakilan negara asing, perwakilan organisasi internasional, badan keagamaan dan badan sosial. 71 Dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c UU Penanaman Modal No. 25 Tahun 2007, dinyatakan: 70 71
Lihat, Pasal 26 PP No.40 Tahun 1999 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. Pasal 42 UUPA jo Pasal 39 PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas
Tanah.
Universitas Sumatera Utara
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbaharui kembali atas permohonan penanaman modal, berupa: c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (tempat puluh lima) tahun dapat diperbaharui selama 25 (dua puluh lima) tahun. Khusus terhadap pemilikan rumah tempat tinggal warga negara asing di Indonesia, lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1996; Permenag/Ka.BPN Nomor 7; Nomor 8 Tahun 1996; SE. Menteri Negara Agraria/Ka.BPN Nomor 110-2871 Tanggal 8 Oktober 1996; SE. Menteri Negara Perumahan Rakyat No.124/UM/0101/M/12/97 Tanggal, 11 Desember 1997. 72 Sertifikat hak pakai dapat diberikan kepada badan hukum publik seperti departemen, lembaga pemerintahan Indonesia di pusat dan daerah, perwakilan negara asing, perwakilan badan internasional, badan keagamaan, dan badan sosial yaitu selama masih dipergunakan bagi keperluan tugas pokok dan fungsinya. 73 Hak pakai atas tanah hak pengelolaan diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun atau diperbaharui atas persetujuan pemegang hak pengelolaannya. 74 Hak pakai atas tanah hak milik diberikan jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui
72
S. Chandra (I) Op. Cit., hal. 27. Lihat, Pasal 41 ayat (2) UUPA jo Pasal 45 ayat (3) PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 74 Lihat, Pasal 42 s/d Pasal 48 PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 73
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan akta kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak miliknya. 75 Hak pakai atas tanah negara diberikan jangka waktu paling jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang selama 20 tahun atau dapat diperbaharui atas permohonan pemegang hak pakai dengan ketentuan bahwa masih memenuhi persyaratan untuk pemberian hak pakai atas tanah negara. 76 Sertifikat hak pakai dapat beralih dan dialihkan sepanjang dimungkinkan dalam perjanjian oleh para pihak yang bersangkutan dengan ketentuan bahwa terlebih dahulu mendapat persetujuan dari penguasa hak atas tanahnya, dalam hal ini persetujuan tertulis dari pemegang hak miliknya atau dari pemegang hak pengelolaannya atau atas tanah negara dengan izin tertulis dari pejabat berwenang. 77
C. Faktor-Faktor Penyebab Pemblokiran Sertifikat Hak Atas Tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang Sebagaimana dikemukakan bahwa dengan adanya pendaftaran tanah, maka seseorang dapat dengan mudah memperoleh keterangan yang berkenaan dengan sebidang tanah, seperti hak apa yang dipunyai, berapa luasnya, lokasi tanahnya dimana dan apakah dibebani dengan hak-hak tanggungan dan lain sebagainya. Sertifikat hak atas tanah hanya sebagai suatu bukti permulaan saja, belum menjadi sebagai suatu yang final sebagai bukti hak atas tanahnya, atau dengan kata
75
Lihat, Pasal 49 PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. Lihat, Pasal 48 PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 77 Lihat, Pasal 43 UUPA jo Pasal 54 PP No.40 Tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. 76
Universitas Sumatera Utara
lain, bahwa sertifikat itu adalah sebagai salah satu alat pembuktian yang kuat, sehingga setiap orang masih dapat menggugat atas pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan apabila mempunyai bukti yang kuat atas tanah tersebut. Oleh karena itu, Kantor Pertanahan atas dasar permohonan para pihak dapat melakukan penolakan pendaftaran peralihan dan pembebanan hak atas tanah, atau dilakukan pemblokiran sertifikat hak atas tanah. Faktor-faktor penyebab pemblokiran sertifikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Deli Serdang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Hak Atas Tanah dalam Sengketa di Pengadilan Kepala kantor Pertanahan wajib menolak melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak atas tanah terdaftar di kantor pertanahan apabila hak atas tanah bersangkutan menjadi obyek sengketa. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal Pasal 45 ayat (1) huruf c PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan: Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap. Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang dan pemilik hak atas tanah maka pendaftaran tanah di Indonesia menggunakan asas publisitas negatif dimaksudkan agar pihak yang berkepentingan berkesempatan memajukan gugatan ke Pengadilan, dan asas publisitas positif pendaftaran tanah digunakan ketika sertifikat hak atas tanah telah
Universitas Sumatera Utara
diterbitkan Kantor Pertanahan maka berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang tidak terbukti sebaliknya (Penjelasan Umum Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997). Asas publisitas negatif dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada setiap orang atau badan hukum, yang merasa berhak mempunyai sesuatu hak atas tanah agar menyampaikan gugatan ke pengadilan setempat dan meneruskan salinannya kepada Kantor Pertanahan, untuk dibubuhi catatan sita di buku tanah dan di daftar umum lainnya sebagai obyek sedang diperkarakan. Catatan sita juga dapat dibuat disertifikat bersangkutan atas permohonan penyidik atau penyelidik. Kantor Pertanahan dapat melakukan catatan sita, sesuai ketentuan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah (PMNA/Ka.BPN No.3 Tahun 1997) sebagai berikut: Pasal 126 PMNA/Ka.BPN No.3 Tahun 1997: (1) Pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan. (2) Catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir.
Universitas Sumatera Utara
(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan, maka perintah tersebut dicatat dalam buku tanah. (4) Catatan mengenai perintah status quo tersebut pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada Kepala Kantor Pertanahan. Pasal 127 PMNA/Ka.BPN No.3 Tahun 1997: (1) Penyitaan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dalam rangka penyidikan atau penuntutan perbuatan pidana dicatat dalam buku tanah dan daftar umum lainnya serta, kalau mungkin, pada sertifikatnya, berdasarkan salinan resmi surat penyitaan yang dikeluarkan oleh penyidik yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Catatan mengenai penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihapus setelah sita tersebut dibatalkan/diangkat atau penyidikan perbuatan pidana yang bersangkutan dihentikan sesuai ketentuan yang berlaku atau sesudah ada putusan mengenai perkara pidana yang bersangkutan. Berdasarkan ketentuan di atas, atas dasar perintah hakim pengadilan maka Kepala Kantor pertanahan dapat membuat catatan di dalam buku tanah dan daftar
Universitas Sumatera Utara
umum bersangkutan status quo, namun dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal pencatatan tersebut tidak diikuti dengan putusan sita jaminan dari hakim pengadilan, catatan sita tersebut hapus dengan sendirinya. Sesuai ketentuan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997, maka selama sita jaminan masih melekat atas hak atas tanah sebagaimana catatan sita di dalam buku tanah dan daftar umum lainnya maka Kepala Kantor Pertanahan menolak setiap permohonan perubahan pemeliharaan data fisik maupun data yuridis bersangkutan. Catatan sita di buku tanah dan daftar umum lainnya dalam perkara perdata maupun pidana hanya dapat dibatalkan atau diangkat sita setelah perkaranya dihentikan atau perkaranya sudah diputuskan hakim dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dibuktikan dengan surat perintah angkat sita sesuai dengan salinan resmi berita acara eksekusi panitera pengadilan bersangkutan. Terhadap sita blokir yang tidak dilanjutkan ke pengadilan maka dalam jangka waktu 30 hari pihak bersangkutan dapat melakukan pengangkatan sita atas permohonan sendiri kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan bukti dalam bentuk akta perdamaian para pihak bersengketa. Dengan demikian, karena terjadinya sengketa hak atas tanah di pengadilan maka atas dasar permohonan Hakim pengadilan dapat dilakukan pemblokiran sertifikat hak atas tanah oleh Kantor Pertanahan.
Universitas Sumatera Utara
2. Hak Atas Tanah disita jurusita Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dalam kaitan pelunasan Piutang Negara Pemblokiran sertifikat hak atas tanah sebagaimana dikemukakan di atas dapat dilakukan atas dasar tanah tersebut menjadi sengketa yang dilanjutkan dengan sita jaminan yang dimohonkan oleh Hakim Pengadilan kepada Kantor Pertanahan untuk diblokir hak atas tanah tersebut sampai adanya putusan pengadilan. Selain itu, hak atas tanah debitur/penjamin hutang dalam kaitan pelunasan piutang negara dapat disita oleh jurusita Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) pada Kantor Lelang Negara, dalam hal ini Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Utusan Piutang dan Negara juncto Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 300/KMK/01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara menyebutkan, yang dimaksud dengan Piutang Negara atau hutang kepada Negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Negara atau Badan-badan Negara yang sumber pendapatnya berasal dari negara, baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau sebab apapun. Dalam rangka pengamanan piutang negara, maka Panitia Urusan Piutang Negara dapat melakukan pemblokiran barang jaminan dan atau harta kekayaan lain milik debitur/penjamin hutang. Pemblokiran terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan lain milik debitur/penanggung hutang dilaksanakan dengan menerbitkan
Universitas Sumatera Utara
Surat Pemblokiran yang ditandantangani oleh Kepala Kantor Pelayanan (KPKNL) dan ditujukan kepada instansi yang berwenang atau Kantor Pertanahan untuk barang jaminan atau kekayaan lain dari debitur adalah hak atas tanah. 78 Berdasarkan surat permohonan pemblokiran yang dilakukan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara kepada Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang, Nomor S-2811/WPL.01/KP.02/2002, disebutkan dalam rangka pengurusan piutang negara, dengan ini diberitahukan bahwa barang jaminan di bawah jaminan di bawah ini telah disita oleh Jurusita Piutang Negara pada KP2LN (sekarang KPKNL) Medan, dengan ini dimohon agar penyitaan tersebut didaftarkan/ dicatatkan di dalam buku yang dipergunakan untuk itu. Adapun barang jaminan dimaksud adalah sebidang tanah Sertifikat Hak Milik No.10 tanggal 09 September 1988 atas nama Siap seluas 740 m2 terletak di Jalan Raya Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara, sesuai dengan Berita Acara Penyitaan No. BA.169/AP/PUPNG.02.01/2002 tanggal 14 Nopember 2002. 79 Pemblokiran tersebut akan dicabut oleh Kantor Lelang Negara yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan Deli Serdang, apabila: a. Piutang Negara dinyatakan lunas; b. Pengurusan Piutang Negara dinyatakan selesai;
78
Pasal 87 dan Pasal 91 Keputusan Menteri Nomor Nomor 300/KMK/01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara. 79 Hasil wawancara dengan Ibu Sontiah Siahaan, S.H., C.N., Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, tanggal 17 Desember 2009, di Lubuk Pakam.
Universitas Sumatera Utara
c. Hak atas tanah tersebut tidak atau tidak lagi merupakan jaminan penyelesaian hutang; d. Hak atas tanah telah disita lebih dahulu oleh instansi lain yang berwenang; atau e. Hak atas tanah diketahui mengandung cacat hukum berdasarkan keputusan Kantor Pertanahan 80 Dengan demikian atas dasar pelunasan piutang negara, maka dapat dilakukan pemblokiran hak atas tanah milik debitur/penanggung hutang yang dimohonkan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) melalui KPKNL kepada Kepala Kantor Pertanahan.
3. Inisiatif Pembeli karena Belum Balik Nama Selanjutnya dalam pemblokiran sertifikat hak atas tanah pada Kantor Pertanahan Deli Serdang juga terjadi karena dimohonkan atas inisiatif pembeli sendiri yang telah melaksanakan jual beli atas tanah dengan Akta Perikatan Jual Beli di hadapan Notaris. Jabatan Notaris, sesuai ketentuan Pasal 1 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, adalah berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, 80
Lihat, Pasal 92 Keputusan Menteri Nomor Nomor 300/KMK/01/2002 tentang Pengurusan Piutang Negara.
Universitas Sumatera Utara
menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Pada dasarnya jual beli atas tanah yang bersertifikat sesuai dengan ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo PP No. 37 Tahun 1997 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), harus dilakukan dengan Akta Jual Beli PPAT di hadapan PPAT dan dilanjutkan pendaftarannya (balik nama) pada Kantor Pertanahan. Sehingga dengan dilakukannya jual beli hak atas tanah di hadapan PPAT dan dilanjutkan pendaftarannya (balik nama) pada Kantor Pertanahan, maka hak atas tanah dicatatkan beralih kepada pembeli atas tanah tersebut. PPAT sesuai dengan ketentuan Pasal 39 PP No. 24 tentang Pendaftaran Tanah, dilarang untuk melakukan jual beli atas tanah, apabila: a) Mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertifikat asli hak yang bersangkutan atau sertifikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan ; atau b) Mengenai bidang tanah yang belum terdaftar kepadanya tidak disampaikan sebagai berikut: 1. Surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa tanah yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dan 2. Surat Keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dari Kantor Pertanahan atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dan Kantor Pertanahan surat keterangan dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. Jadi, untuk tanah yang belum terdaftar (belum bersertifikat) agar dapat dibuat Akta Jual Beli PPAT maka terlebih dahulu harus dilakukan pendaftaran haknya.
Universitas Sumatera Utara
Jual beli atas tanah terdaftar selain dilakukan para pihak dengan Akta Jual Beli di hadapan PPAT (dengan menggunakan blangko PPAT), sering juga dilakukan di hadapan Notaris dengan “Akta Perikatan Jual Beli”. Chairani Bustami mengemukakan, Akta Perikatan Jual Beli yang dibuat oleh Notaris pada umumnya itu merupakan awal dari suatu akta jual beli yang akan dibuat di hadapan PPAT. Dengan adanya ketentuan Pasal 19 UUPA juncto Pasal 19 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, maka setiap perikatan jual beli diletakkan ketentuan mengenai kuasa. Artinya setiap penjual selalu memberikan kuasa kepada pihak pembeli baik dalam Akta Perikatan Jual Beli atau dalam suatu akta tersendiri, untuk pada saatnya nanti melangsungkan sendiri jual beli yang definitif di hadapan PPAT. Dalam hal seperti ini pihak penerima kuasa (pembeli) di hadapan PPAT akan bertindak selaku kuasa dari penjual (boleh juga ditunjuk orang lain misalnya pegawai Notaris) mewakili penjual karena adanya blanco volmacht di dalam akta tersebut. Akta Perikatan Jual Beli pada umumnya dibuat karena alasan, antara lain: a. Adanya syarat yang belum dipenuhi untuk melangsungkan jual beli dengan Akta Jual Beli PPAT. b. Tidak ada syarat yang menghalangi dibuatnya Akta Jual Beli PPAT namun pihakpihak senantiasa meminta dibuatkan Akta Perikatan Jual Beli di hadapan Notaris. 81
81
Chairani Bustami, Aspek-Aspek Hukum Yang Terkait Dalam Akta Perikatan Jual Beli Yang Dibuat Notaris Dalam Kota Medan, Tesis, Program Pascasarjana, USU, Medan, 2002, hal. 27-28.
Universitas Sumatera Utara
Notaris dalam pembuatan Akta Perikatan Jual Beli pada dasarnya adalah menerjemahkan jual beli yang hendak dilakukan oleh para pihak dan dapat mengakomodasikan kepentingan para pihak, sehingga memberikan jaminan atau kepastian secara hukum. Hal ini dimaksudkan adalah kehendak penjual dan pembeli yang dituangkan dalam suatu akta Notaris benar-benar merupakan suatu perwujudan dari suatu akta yang berkekuatan hukum dan dapat untuk dijadikan sebagai bukti bagi pihak ketiga lainnya. Hanya saja dalam hal ini Akta Perikatan Jual Beli atas tanah yang dibuat Notaris belum sebagai jual beli definitif, dan tidak terdaftar (Balik Nama) pada Kantor Pertanahan. Oleh karena alasan tersebut, maka pihak pembeli atas dasar inisiatif sendiri memohonkan pemblokiran atas sertifikat hak tanah yang dibeli tersebut kepada Kantor Pertanahan. Berdasarkan permohonan pemblokiran yang dimohonkan atas inisiatif pembeli yang telah melakukan jual beli atas tanah di hadapan Notaris yang diajukan Pemohon kepada Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang dengan Surat Permohonan tanggal 05 Maret 2007 dinyatakan bahwa, sehubungan dengan sudah dialihkannya kepemilikan Tanah berikut segala sesuatu yang ada di atasnya atas Tanah seluas 134 M2 yang terletak di Desa Kenangan, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara setempat dikenal dengan Jalan Kepodang II No.292 Perumnas Mandala Medan sesuai dengan Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 7188 yang sekarang ini masih tercatat atas nama Haji Muhammad Yunus Sabil (Photo Copy terlampir) kepada saya Ir. Suria Darma Ginting Suka berdasarkan ”Akta
Universitas Sumatera Utara
Pengikatan Jual Beli” Nomor: 04 tertanggal 03 Maret 2007 yang dibuat dihadapan Dana Barus, SH Notaris Deli Serdang (Photo Copy terlampir), maka sebelum dilakukan Pembuatan Akta Jual Beli Definitif untuk proses Balik Nama, saya mohon agar ”Sertifikat” tersebut dapat diblokir. Pengangkatan/Pencabutan Blokir nantinya dapat dilakukan kembali bilamana ada bukti tertulis dari saya pemohon. 82
4. Sertifikat Hak Atas Tanah Hilang Pemblokiran juga dapat dilakukan Kantor Pertanahan atas dasar permohonan pemilik hak atas tanah yang sertifikatnya hilang, sehingga pemilik memohonkan kepada Kantor Pertanahan untuk diblokir sertifikat hak atas tanah yang hilang tersebut. Menurut keterangan nara sumber pada Kantor Pertanahan Deli Serdang, dalam hal terjadinya pelaporan sertifikat hilang, maka Kantor Pertanahan akan memintakan pada pemohon untuk terlebih dahulu melaporkan kehilangan sertifikat tersebut kepada Kantor Polisi setempat serta membuat pengumuman kehilangan di surat kabar setempat selama kurang lebih satu bulan. Sehingga atas dasar surat keterangan dari kepolisian tersebut, maka Kantor Pertanahan dapat melakukan pemblokiran. 83
82
Hasil wawancara dengan Ibu Sontiah Siahaan, S.H., C.N., Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, tanggal 17 Desember 2009, di Lubuk Pakam. 83 Hasil wawancara dengan Ibu Sontiah Siahaan, S.H., C.N., Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, tanggal 17 Desember 2009, di Lubuk Pakam.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal surat tanah telah ditemukan maka pihak pemohon pemblokiran tersebut harus melakukan pencabutan blokir tersebut secara tertulis kepada Kepala Kantor Pertanahan, sebagaimana dalam Surat pencabutan pemblokiran tanggal 21 Agustus 2003 yang diajukan oleh Norma Sari Hasibuan kepada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, dengan pernyataan sebagai berikut: ”Sehubungan beberapa tahun yang lalu saya pernah memblokir sertifikat hak milik Nomor 590, Desa Medan Krio, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang Surat Ukur Nomor: 167/Medan Krio/2002. Tanggal 04 (empat) Juni 2002 (duaribu dua), terdaftar atas nama Tom Iskandar, Nur Megasari, Tondi Asmara, Nurfiah, Chairani, Yuslina, Andi Sulaiman dan Ridho Ikhsan, yang mana hak saya atas Sertifikat tersebut saya peroleh berdasarkan Akta Pengikatan Diri Untuk Melakukan Jual Beli, Nomor 05, tanggal 9 (sembilan) April 2002 (duaribu dua), dibuat dihadapan Masnita Dewi, Sarjana Hukum, Notaris di Deli Serdang. Bahwa sertifikat tersebut sudah ditemukan, dan dengan ini saya mencabut blokir tersebut, sehingga blokir tersebut saya nyatakan tidak berlaku lagi. 84 Dengan adanya pencabutan pemblokiran maka telah dapat dilakukan peralihan ataupun pendaftaran balik nama atas tanah tersebut. Kemudian juga mengingat peralihan hak yang dilakukan adalah dengan Akta Perikatan Jual Beli
84
Hasil wawancara dengan Ibu Sontiah Siahaan, S.H., C.N., Kepala Seksi Permasalahan dan Sengketa Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang, tanggal 17 Desember 2009, di Lubuk Pakam.
Universitas Sumatera Utara
74
Notaris, maka untuk dapat dilakukan pendaftaran balik nama terlebih dahulu harus dilaksanakan jual beli yang definitif dengan pembuatan Akta Jual Beli di hadapan PPAT, dan atas dasar Akta Jual Beli PPAT tersebut pendaftaran balik nama atas tanah tersebut dilakukan di Kantor Pertanahan.
74
Universitas Sumatera Utara