BAB II MEDIASI PADA UMUMNYA
A. Pengertian Mediasi Kata mediasi berasal dari bahasa Inggris ”mediation”, yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau penyelesaian sengketa penengah. 21 Mediasi merupakan proses negosiasi penyelesaian masalah dimana suatu pihak luar, tidak berpihak, netral tidak bekerja bersama para pihak yang bersengketa untuk membantu mereka guna mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan. Tidak seperti halnya dengan para hakim dan arbiter, mediator mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak, malahan para pihak memberi kuasa pada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan problem diantara mereka. 22 Mediasi merupakan suatu proses damai dimana para pihak yang bersengketa menyerahkan penyelesaiannya kepada seorang mediator (seseorang yang mengatur pertemuan antara dua pihak atau lebih yang bersengketa) untuk mencapai hasil akhir yang adil, tanpa membuang biaya yang terlalu besar, akan tetapi tetap efektif dan diterima sepenuhnya oleh kedua belah pihak yang bersengketa secara sukarela. Mediasi merupakan tata cara berdasarkan “itikad baik” dimana para pihak yang bersengketa menyampaikan saran-saran melalui
21
.Rachmadi Usman,SH, Pilihan Penyelesaian Sengketa Diluar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung,2003, hal 79. 22
. Gary Goodpaster, op cit, hal. 241.
jalur yang bagaimana sengketa akan diselesaikan oleh mediator, karena mereka sendiri tidak mampu melakukannya. Melalui kebebasan ini dimungkinkan kepada mediator memberikan penyelesaian yang inovatif melalui suatu bentuk penyelesaian yang tidak dapat dilakukan oleh pengadilan, akan tetapi para pihak yang bersengketa memperoleh manfaat yang saling menguntungkan. 23 Berikut akan dikemukakan makna mediasi secara etimologi dan terminology yang diberikan oleh beberapa ahli. Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berati ada ditengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antar pihak. Berada ditengah juga bermakna mediator harus berada dalam posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Ia harus mampu menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari para pihak yang bersengketa. Dalam Collins English Dictionary and Thesaurus disebutkan bahwa mediasi adalah kegiatan menjembatani antara dua pihak yang bersengketa guna menghasilkan kesepakatan (agreement). Kegiatan ini dilakukan oleh mediator sebagai pihak yang ikut membantu mencari berbagai alternatif penyelesaian sengketa. Posisi mediator dalam hal ini adalah mendorong para pihak untuk mencari kesepakatan-kesepakatan yang dapat mengakhiri perselisihan dan persengketaan. Penjelasan mediasi dari sisi kebahasaan (etimologi) lebih menekankan kepada keberadaan pihak ketiga yang menjembatani para pihak 23
. Priyatna Abdurrasyid, op cit, hal. 34-45
bersengketa untuk menyelesaikan perselisihannya, dimana hal ini sangat penting untuk membedakan dengan bentuk-bentuk lainnya seperti arbitrase, negosiasi, adjudikasi dan lain-lain. Penjelasan kebahasaan ini masih sangat umum sifatnya dan belum menggambarkan secara konkret esensi dan kegiatan mediasi secara menyeluruh. Kemudian dalam pengertian mediasi secara terminology yang banyak diungkapkan para ahli resolusi konflik. Dimana para ahli resolusi konflik juga beragam dalam memberikan definisi mediasi sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Yang antara lain: 1. Laurence Bolle menyatakan ”mediation is a decision making process in the which the parties are assisted by a meediator; the mediator attempt to improve the process of decision making and to assist the parties the reachan outcome to which of them can assent. 2. J. Folberg dan A. Taylor memaknai mediasi dengan ”The process by which the participant, together with the the assistance of a neutral person, systematically isolate dispute in order to develop option, consider alternatif, and reach consensual settlement that will accommodate their need”. Pengertian yang diberikan dua ahli di atas lebih menggambarkan esensi kegiatan mediasi dan peran mediator sebagai pihak ketiga. Bolle menekankan bahwa mediasi adalah proses pengambilan keputusan yang dilakukan para pihak dibantu pihak ketiga sebagai mediator. Pernyataan Bolle menunjukkan bahwa kewenangan pengambilan keputusan sepenuhnya berada ditangan para pihak, dan mediator hanyalah membantu para pihak dalam proses pengambilan keputusan
tersebut. Kehadiran mediator menjadi amat penting karena ia dapat membantu dan mengupayakan proses pengambilan keputusan menjadi lebih baik, sehingga menghasilkan outcome yang dapat diterima oleh mereka yang tertikai. J. Folberg dan A. Taylor lebih menekankan konsep mediasi pada upaya yang dilakukan mediator dalam menjalankan mediasi. Kedua ahli ini menyatakan bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur mediasi dilakukan secara bersamasama oleh para pihak yang bersengketa dan dibantu oleh para pihak yang netral. Mediator dapat mengembangkan dan menawarkan pilihan penyelesaian sengketa, dan para pihak dapat pula mempertimbangkan tawaran mediator sebagai suatu alternatif menuju kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa. Ada beberapa batasan pengertian mediasi yang dikemukakan oleh para ahli. Gary Goodpaster mengemukakan mediasi adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak. Namun, dalam hal ini para pihak menguasakan kepada mediator untuk membantu
mereka
menyelesaikan
persoalan-persoalan
diantara
mereka.
Asumsinya bahwa pihak ketiga akan mampu mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan memberikan pengetahuan atau informasi, atau dengan menggunakan proses negosiasi yang lebih efektif, dan dengan demikian
membantu
para
peserta
untuk
menyelesaikan
persoalan-persoalan
yang
dipersengketakan. 24 Hal yang senada juga dikemukakan Christopher W. Moore, mediasi adalah intervensi dalam sebuah sengketa atau negosiasi oleh pihak ketiga yang bisa diterima pihak yang bersengketa, bukan merupakan bagian dari kedua belah pihak dan bersifat netral. Pihak ketiga ini tidak mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan. Dia bertugas untuk membantu pihak-pihak yang bertikai agar secara sukarela mau mencapai kata sepakat yang diterima oleh masing-masing pihak dalam sebuah persengketaan. 25 Jacqueline M. Nolan Haley, juga mengemukakan batasan mediasi yaitu: ”mediation is generally understood to be a short-term structured, taskoriented, participatory intervention process. Disputing parties work with a neutral third party, the mediator, to reach a mutually acceptable agreement. Unlike the adjudication process, where a third party intervenor imposes a decision, no such compulsion exists in mediation. The mediator aids the parties in reaching a consensus. It is the parties themselves who shape their agreement”. Dalam Black’s Law Dictionary, dikatakan bahwa : ”mediation is private, informal dispute resolution process in which a neutral third person, the mediator, helps, disputing parties to reach an agreement”. ”the mediator has no power to impose a decission on the parties”. Selanjutnya, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, mengatakan bahwa: ”Mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan menggunakan jasa seorang mediator atau penengah; sama seperti konsiliasi. Mediator, penengah adalah seseorang yang menjalankan fungsi sebagai penengah terhadap pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketanya”. 24
. Rachmadi Usman, loc. cit.
25
Ibid, hal 80.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, memberikan batasan bahwa ”mediasi adalah proses pengikutsertakan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Mediator adalah perantara (penghubung, penengah) bagi pihak-pihak yang bersengketa itu”. Pengertian mediasi yang diberikan Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung tiga unsur penting, pertama, mediasi merupakan proses penyelesaian perselisihan atau sengketa yang terjadi antara dua pihak atau lebih. Kedua, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa adalah pihak-pihak yang berasal dari luar pihak yang bersengketa. Ketiga, pihak yang terlibat dalam penyelesaian sengketa tersebut bertindak sebagai penasihat dan tidak memiliki kewenangan apa-apa dalam pengambilan keputusan. Dalam kaitan dengan mediasi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyatakan: ”Dalam hal sengketa atau beda pendapat setelah diadakan pertemuan langsung oleh para pihak (negosiasi) dalam 14 (empat belas) hari juga tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih penasehat ahli maupun melalui seorang mediator” 26. PERMA Nomor 1 Tahun 2008 tentang perubahan atas PERMA Nomor 2 Tahun 2003 tentang prosedur Mediasi di Pengadilan juga memberikan definisi tentang mediasi yakni dalam pasal 1 ayat 7, yang berbunyi ”mediasi adalah cara penyelesaian
sengketa
melalui
proses
perundingan
untuk
memperoleh
kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator”. Kemudian Masyarakat 26
. Pasal 6 ayat (2) jo (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian Sengketa.
Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia juga menyatakan bahwa terdapat banyak pengertian mediasi, tapi secara umum mediasi merupakan bentuk dari Alternatife Dispute Resolution (ADR) atau alternatif penyelesaian sengketa. Penyebutan alternatif penyelesaian sengketa ini dikarenakan mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa disamping pengadilan yang bersifat tidak memutus cepat dan murah dan memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa memperoleh keadilan atau penyelesaian yang memuaskan. Dalam proses mediasi ini membutuhkan pihak ketiga (mediator) yang dipilih oleh beberapa pihak. Dari beberapa rumusan batasan mediasi diatas, dapat disimpulkan bahwa mediasi adalah cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan, melalui perundingan yang melibatkan pihak keriga yang bersikap netral (non-intervensi) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak-pihak yang bersengketa, serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa, serta diterima kehadirannya oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak ketiga tersebut disebut ”mediator” atau ”penengah” yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Dengan perkataan lain, mediator disini hanya bertindak sebagai fasilisator saja. Dengan mediasi diharapkan dicapai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang dihadapi para pihak, yang selanjutnya akan dituangkan sebagai kesepakatan bersama pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator, tetapi ditangan para pihak yang bersengketa.
Sedangkan pemutusan perkara, baik melalui pengadilan maupun arbitrase, bersifat formal, memaksa, melihat kebelakang, berciri pertentangan dan berdasar hak-hak. Artinya, bila para pihak me-litigasi suatu sengketa, proses pemutusan perkara diatur ketentuan-ketentuan yang ketat dan suatu konklusi pihak ketiga menyangkut kejadian-kejadian yang lampau dan hak serta kewajiban legal masing-masing pihak akan menentukan hasilnya. Kebalikannya, mediasi sifatnya tidak formal sukarela, melihat kedepan, koperatif dan berdasarkan kepentingan. Seseorang mediator membantu pihakpihak yang bersedia merangkai suatu kesepakatan yang memandang kedepan, memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan memenuhi standar kejujuran mereka sendiri. Seperti halnya para hakim dan arbiter, mediator harus tidak berpihak dan netral, serta mereka tidak mencampuri untuk memutuskan dan menetapkan suatu keluaran subtantif, para pihak sendiri memutuskan apakah mereka akan setuju atau tidak. 27 Mediasi menyediakan suatu metode bagi para pihak yang bersengketa untuk mengimplementasikan pilihan mereka sendiri yang disertai dengan kepedulian dan usaha untuk memperbaiki kembali pemikiran mereka demi menghasilkan suatu keputusan yang baik bagi kedua belah pihak dengan mengontrol hidup mereka dalam memecahkan sengketa yang mereka hadapi. Dalam mediasi, para pihak ditempatkan sebagai partisipan yang aktif dalam proses pembuatan keputusan dan membiarkan mereka untuk berpartisipasi secara langsung dalam menyelesaikan sengketa mereka demi kepentingan mereka 27
. Gary goodpaster, op cit, hal 242-243.
di masa yang akan datang. Dalam mediasi yang bersifat informal, para pihak diberi kesempatan untuk mengekspresikan emosi-emosi mereka dengan berusaha mencari identitas dari kepentingan fundamental mereka, untuk kemudian menyederhanakan kebingungan emosi mereka tersebut. Sebagai alternatif untuk menemukan suatu keputusan akhir bagi para pihak yang bersengketa, mediasi menyediakan suatu mekanisme, dimana para pihak yang bersengketa diarahkan untuk mampu membuat keputusan mereka sendiri. Sebuah kesepakatan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa menjadi tujuan utama dilakukannya proses mediasi. Tujuan tersebut tidak lain adalah agar para pihak mampu menghentikan ke-chaos-an emosi yang ditimbulkan oleh suatu sengketa yang mungkin dapat berlanjut menjadi satu hal yang berdampak negatif bagi kehidupan mereka di masa yang akan datang, seperti halnya jika mereka menyerahkan penyelesaian penyelesaian sengketa mereka pada jalur litigasi. Mediasi adalah proses terkontrol, dimana pihak yang netral dan objektif dapat diterima oleh kedua belah pihak yang bersengketa, membantu para pihak tersebut untuk menemukan kesepakatan yang dapat diterima oleh keduanya untuk mengakhiri sengketa diantara mereka. Dengan catatan para pihak tetap memiliki kebebasan dalam menentukan kehendak mereka untuk menemukan penyelesaian sengketanya. Mediasi pada dasarnya adalah bagian dari proses negosiasi, yang tidak mempermasalahkan keberadaan pihak ketiga untuk membantu mereka membuat keputusan.
Tujuan dari pada seorang mediator tidak hanya sekedar membantu para pihak untuk menyelesaian sengketa mereka, tetapi lebih dari itu, dengan mengidentifikasi kepentingan-kepentingan para pihak, dengan berorientasi pada masa yang akan datang, seorang mediator dapat saling bertukar pikiran yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang pada akhirnya membuat mereka merasa bahwa mereka telah menemukan standard keadilan personal. 28
B. Mediasi Sebagai Sarana Penyelesaian Sengketa Para Pihak Setiap masyarakat mengandung konflik di dalam dirinya atau dengan kata lain konflik merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat. Sebagai gejala sosial konflik adalah suatu proses sosial dimana setiap orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan atau kekuasaan. 29 Sebuah konflik akan berubah atau berkembang menjadi sebuah sengketa bila mana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain. Ini berarti sengketa merupakan kelanjutan dari konflik.
28
. Mediation: “A process to Regain Control Artikel.http://www.mediate.com/. P.1.available on 4 oktober 2006. 29
Of
Your
. Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar, Rajawali, Jakarta, 1982, hal 95.
Life”.
Berkenaan dengan itu, berikut ini beberapa tipologi penanganan konflik yang dalam ADR dikelompokkan menjadi beberapa tahapan: 30 -
Penghindaran Konflik (Conflict avoidance)
-
Pencegahan Konflik (Conflict prevention)
-
Pengelolaan Konflik (Conflict management)
-
Resolusi Konflik (Conflict resolution)
-
Penyelesaian Konflik (Conflict settlement) Demikianpun ”kata konflik” dalam ADR bisa dilihat sebagai: 31
1. Konflik sebagai persepsi Konflik diyakini dan dipahami ada disebabkan kebutuhan, kepentingan, keinginan, atau nilai-nilai dari seseorang berbeda / tidak sama dengan orang lain. 2. Konflik sebagai perasaan Konflik sebagai reaksi emosional terhadap situasi atau interaksi yang memperlihatkan
adanya ketidaksesuaian
atau
ketidakcocokan.
Reaksi
emosional ini diwujudkan dengan rasa takut, sedih, pahit, marah, dan keputusan atau campuran perasaan-perasaan di atas. 3. Konflik sebagai tindakan Konflik sebagai tindakan merupakan ekspresi perasaan dan pengartikulasian dari persepsi ke dalam suatu tindakan, untuk mendapatkan suatu kebutuhan
30
. Mas Achmad Sentosa & wiwik Awiati, Mediasi dan Perdamaian, Mahkamah Agung RI, 2004, hal. 29 31
. ibid
(kebutuhan dasar, kepentingan dan kebutuhan akan identitas) yang memasuki wilayah orang lain. Dengan ilustrasi beberapa konflik tersebut, kemudian bagaimana cara pencegahan dan penyelesaian sengketanya, hendaknya kita cermati, bahwa cara terbaik agar sengketa tidak terjadi adalah menjamin bahwa masing-masing pihak mengetahui apa yang diinginkan pihak lain dan menangkap dengan jelas, misalnya perjanjian tertulis diantara para pihak. Di samping itu meningkatkan pengetahuan masing-masing pihak tentang kepentingan orang lain akan dapat menurunkan peluang terjadinya suatu sengketa. Perlu diingatkan bahwa sengketa dapat dengan mudah terjadi, apabila masing-masing pihak tidak salingmengenal antara satu sama lain dan bila mereka memaksakan format bisnisnya yang baru atau bila mereka berasal dari budaya yang berbeda. Sedangkan cara penyelesaian sengketa menurut Richard Hill ada empat, yaitu : pertama, satu pihak atau lebih sepakat untuk menerima suatu situasi, dimana kepentingan mereka tidak terpenuhi seluruhnya. Kedua, pihak-pihak mengajukan situasi atau persyaratan secara lengkap kepada orang atau panel, yang akan memutuskan kepentingan mana yang harus dipenuhi dan kepentingan mana yang tidak dipenuhi. Pada umumnya, orang atau panel yang tidak memihak tersebut akan merujuk kepada aturan-aturan atau pedoman yang telah ada dan yang telah disepakati oleh semua pihak atau sedikitnya sudah diketahui oleh semua pihak. Ketiga, persepsi satu pihak atau pihak lain berubah, sehingga tidak ada perbedaan kepentingan. Keempat, kepentingan suatu pihak atau kepentingan pihak lain berubah, sehingga tidak ada perbedaan kepentingan.
Cara menyelesaikan sengketa (konflik) yang telah diekspresikan dan dimanifestasikan kedalam bentuk tuntutan, sanggahan atau pembelaan tidak lagi konflik terbatas pada persepsi dan perasaan, tetapi sebagai suatu aksi atau tindakan dengan mendasarkan pada norma-norma hukum atau peraturan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pendekatanpendekatan konsensual (melalui consensus), ajudikatif (Pengadilan atau arbitrase), atau kombinasi antara konsensual dan ajudikatif (hibrida). Dalam proses penyelesaian sengketanya menggunakan opsi atau kombinasi bentuk-bentuk ADR sebagai proses penyelesaian sengketa, tergantung pada tahap atau bentuk-bentuk mana akhirnya keputusan tercapai. Dari segi pembagian Alternatife Dispute Resolution, dibagi dalam dua bentuk yaitu Alternatif to Litigation terdiri atas negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan alternatife to adjudication terdiri atas negosiasi dan mediasi. Dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan, bahwa mediasi merupakan sarana penyelesaian sengketa dan suatu strategi dalam proses penyelesaian sengketa. Sebagai suatu strategi mediasi adalah sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan asas kesukarelaan dengan bantuan mediator bertujuan untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa. Dengan menggunakan mediasi sebagai sarana dan strategi penyelesaian sengketa maka akan didapatkan keuntungan seperti yang disebutkan oleh Christopher W. Moore, yaitu keputusan yang hemat, penyelesaian secara cepat,
hasil-hasil yang memuaskan bagi semua pihak, kesepakatan-kesepakatan komprehensif dan ”Customized”, Praktek dan belajar prosedur-prosedur penyelesaian masalah secara kreatif, tingkat pengendalian lebih besar dan hasil yang bisa diduga, pemberdayaan individu (Personal Empowermen). Melestarikan hubungan yang sudah berjalan atau mengakhiri hubungan dengan cara yang lebih ramah, keputusan-keputusan yang bisa dilaksanakan, kesepakatan yang lebih baik daripada hanya menerima hasil kompromi atau prosedur menang kalah, keputusan berlaku tanpa mengenal waktu. 32 Di samping kelebihan-kelebihan penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa, Munir Fuady menyebutkan juga kelemahan-kelemahan penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa, yaitu : 1. Biasa memakan waktu yang lama. 2. Mekanisme eksekusi yang sulit, karena cara eksekusi putusan hanya seperti kekuatan eksekusi suatu kontrak. 3. Sangat digantungkan dari itikad baik para pihak untuk menyelesaikan sengketanya sampai selesai. 4. Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik, terutama jika informasi dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya. 5. Jika lawyer tidak dilibatkan dalam proses mediasi, kemungkinan adanya faktafakta hukum yang penting tidak disampaikan kepada mediator, sehingga putusannya menjadi bias. 33 32
. Rahmadi Usman, Op.cit, hal 83-85
33
. Ibid, hal 86.
C. Kritik Mendunia Terhadap Peradilan Yang dimaksud dengan kritik ”mendunia” adalah kritik yang merata di seluruh penjuru dunia. Memang benar, terutama sejak tahun 1960, muncul berbagai kritik yang ditujukan terhadap kedudukan dan keberadaan peradilan. Seluruh pelosok dunia melancarkan kritik atas peran peradilan. Oleh karena itu perlu diperingatkan, kritik yang muncul terhadap peradilan bukan gejala yang tumbuh di Indonesia saja. Tetapi menyeluruh dan merata di seluruh dunia. Apalagi setelah tahun 1980. Kritik yang dilontarkan semakin deras bertubi-tubi. Tidak hanya di negara-negara berkembang. Di Negara-negara industri maju, jauh lebih gencar kritik yang diajukan masyarakat pencari keadilan. Bahkan terutama dari kelompok ekonomi. Kalangan masyarakat Amerika menuding, hancurnya perekonomian nasional, disebabkan mahalnya biaya peradilan. Seperti yang ditulis Tony MC Adams ”Law has become a very big American business”. Pada tahun 1985, total pendapatan pengacara di Amerika, berjumlah $ 64,5 miliar. 34 Kenyataan atas kritik yang menganggap bahwa mahalnya biaya berperkara ikut mempengaruhi kehidupan perekonomian bukan hanya terjadi di Amerika, melainkan terjadi di semua negara. Kritik tergantung dari berbagai negara terangkum dalam uraian sebagai berikut: 1. Lambatnya penyelesaian sengketa. Penyelesaian sengketa melalui litigasi pada umumnya adalah lambat (waste of time). Proses pemeriksaan bersifat sangat formal (formalistic) dan teknis
34
. M.Yahya Harahap, Op.cit, hal 239
(technically). Selain dari pada itu, arus perkara semakin deras, sehingga peradilan dijejali dengan beban yang terlampau banyak (overloaded). Kenyataan tentang lambatnya penyelesaian perkara telah dikemukakan oleh J. David Reitzel ”the is a long wait for litigants to get trial”. Jangankan untuk memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap. Untuk memulai pemeriksaan saja, harus antri dan menunggu. Kenyataan itupun telah dikemukakan oleh Heteger Muller ”the advent of litigious society and the increasing case loads and delays that this generate are already matterr of public concern”. 2. Mahalnya biaya perkara. Para pihak menganggap bahwa biaya perkara sangat mahal, apalagi dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa. Semakin lama penyelesaian suatu perkara akan semakin besar biaya yang akan dikeluarkan. Orang berperkara di Pengadilan harus mengerahkan segala sumber daya, waktu dan pikiran (litigation paralize people). 3. Peradilan tidak tanggap. Pengadilan
sering
dianggap
kurang
tanggap
dan
kurang
responsif
(unresponsive) dalam menyelesaikan perkara. Hal itu disebabkan karena pengadilan dianggap kurang tanggap membela dan melindungi kepentingan suatu kebutuhan para pihak yang berperkara dan umum atau masyarakat menganggap pengadilan sering tidak berlaku adil (unfair). 4. Putusan Pengadilan sering tidak menyelesaikan masalah.
Sering putusan pengadilan tidak mampu memberi penyelesaian yang memuaskan kepada para pihak. Putusan pengadilan tidak mampu memberi kedamaian dan ketentraman kepada pihak-pihak yang berperkara. Yang muncul dari putusan pengadilan: -
Tidak bersifat PROBLEM SOLVING di antara pihak yang bersengketa,
-
Tetapi menempatkan kedua belah pihak pada dua sisi ujung yang saling berhadapan: 1. Menempatkan salah satu pihak pada posisi PEMEGANG (the winner), 2. Dan menyudutkan pihak yang lain sebagai pihak yang KALAH (the losser).
-
Selanjutnya, dalam posisi ada pihak yang menang dan kalah, bukan kedamaian dan ketentraman yang timbul, tetapi pada diri pihak yang kalah, timbul dendam dan kebencian.
Di samping itu ada pula putusan Pengadilan yang membingungkan dan tidak memberi kepastian hukum (uncertanty) serta sulit untuk diprediksikan (unpredictable). 5. Kemampuan hakim yang bersifat generalis. Para Hakim dianggap hanya memiliki pengetahuan yang sangat terbatas, hanya pengetahuan dibidang hukum saja, sehingga sangat mustahil akan bisa menyelesaikan sengketa atau perkara yang mengandung kompleksitas diberbagai bidang. Sebenarnya masih banyak kritik yang dapat dikemukakan akan tetapi dari deskripsi yang telah diuraikan di atas dapat memberikan gambaran betapa
kompleknya permasalahan yang ada di lembaga peradilan tersebut. Meskipun kedudukannya dan kebenarannya sebagai pressure valve and the last ressort dalam mencari kebenaran dan keadilan, kritikan-kritikan tersebut dapat mengurangi kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan. Sifat formal dan teknis pada lembaga peradilan sering mengakibatkan penyelesaian sengketa yang berlarut-larut, sehingga membutuhkan waktu yang lama. Apalagi dalam sengketa bisnis, dituntut suatu penyelesaian sengketa yang cepat dan biaya murah serta bersifat informal procedure. Jika kecaman yang diarahkan ke Pengadilan dihubungkan dengan ungkapan – ungkapan yang melekat pada Pengadilan, masih pastaskah mempertahankan Pengadilan sebagai the first resort and the last ressort penyelesaian sengketa bisnis pada masa mendatang? Apakah tidak perlu dicari dan dikembangkan bentuk-bentuk penyelesaian baru sebagai alternatif seperti Alternatif Dispute Resolution (ADR) yang berada di luar Pengadilan, dimana prinsip dari ADR salah satunya adalah cepat dan biaya murah. Kritikan yang dilancarkan kepada lembaga Pengadilan memang tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di Negara-negara industri maju. Tetapi perkembangan masyarakat yang menuntut kecepatan, kerahasiaan, efisien dan efektif serta menjaga kelangsungan hubungan yang telah ada, tidak dapat memberikan win – win solution dan menghendaki penyelesaian yang lebih menekankan pada keadilan seperti dalam konsep penyelesaian sengketa alternatif mendapat sambutan yang positif, terutama di dunia bisnis.
D. Mediasi di Berbagai Negara 1. Proses Mediasi di Amerika Serikat Penerapan ADR di Amerika Serikat yang pada umumnya merujuk kepada alternatif-alternatif adjudikasi pengadilan atas konflik seperti negosiasi, mediasi, arbitrasi, mini-trial dan summary jury trial, dilatar belakangi oleh faktor-faktor gerakan reformasi pada awal tahun 1970, dimana saat itu banyak pengamat dalam bidang hukum dan masyarakat akademis, mulai merasa keprihatinan serius mengenai efek negatif yang semakin meningkat dari litigasi. 35 Thomas J. Harron berkata bahwa masyarakat Amerika Serikat sudah jemu mencari penyelesaian sengketa melalui litigasi (badan peradilan). Mereka tidak puas atas sistem peradilan (dissattisfied with the judicial system). Karena cara penyelesaian sengketa yang melekat pada sistem peradilan sangat bertele-tele (the delay inherent in a system / dengan cara-cara yang sangat merugikan). 36 Oleh karena itu, orang mulai mencari alternatif terhadap ajudikasi pengadilan atas konflik, seperti court coungestion, biaya hukum yang tinggi dan waktu menunggu di pengadilan telah menjadi cara hidup bagi orang Amerika yang mengupayakan sistem judicial baik secara suka rela (voluntarily) maupun tidak suka rela (involuntarily) 37. Mereka mencipta Alternatif Dispute Resolution (ADR) sebagai
35
. Bismar Nasution, “Menuju Penyelersaian Sengketa Alternatif”, Makalah, disampaikan pada seminar Pemantapan Lembaga Penyelesaian Sengketa Alternatif Bidang Kelautan dan Perikanan, tanggal 18Juni 2003, Medan, hal. 5 36
. Rachmadi Usman, Op.cit, hal. 35
37
. Bismar Nasution, Op.cit, hal. 4
pilihan. Litigasi ditempatkan sebagai the least resort (upaya akhir). Alternatif Dispute Resolution (ADR) ditempatkan sebagai the first resort (upaya utama). Selama presentasi Pound Converence pada tahun 1976 tentang ketidakpuasan publik terhadap sistem pengadilan, Profesor Harvard Frank E.A. Sander menawarkan pendekatan inovatif, yang dapat mempermudah permintaan yang meningkat kepada pengadilan-pengadilan di seluruh wilayah negara. Dengan memberi
nama
konsepnya
multy-door
court-house,
Profesor
Sander
menginginkan satu Pengadilan yang besar yang menyediakan program Penyelesaian Sengketa dengan banyak pintu (multy doors) atau program dimana perkara-perkara dapat di diagnosa dan dirujuk melalui pintu yang tepat untuk penyelesaian perkara-perkara tersebut. Program-program ini dapat dilakukan di dalam atau di luar gedung Pengadilan, dan dapat meliputi litigasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase dan pelayanan-pelayanan sosial dan pemerintahan. 38 Program percobaan di Mahkamah Agung DC dibentuk pada tahun 1985. Empat tahun kemudian, dibulan Februari 1989. Mantan Ketua Hakim (Pengadilan) B. Ugast menyatakan percobaan berhasil dan memilih program tersebut sebagai operasi penuh Divisi dari Pengadilan. Pada saat itu, Ketua Hakim (Pengadilan) Eugane Hamilton telah membuat juga prioritas pelayanan penyelesaian perselisihan. 39 Dalam tahun 1985, Pusat Intake dan Referral adalah program pertama multy door yang dibentuk di dalam Pengadilan-pengadilan yang lebih tinggi. Staf 38
. Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Naskah Akademis, mengenai: Court Dispute Resolution, 2003, hal.20 39
. Ibid, hal 21
dan suka relawan yang terlatih disediakan untuk membantu penduduk daerah. Metropolitan Columbia untuk mempertimbangkan pilihan (opsi) bentuk penyelesaian perkara. Jika Intake Specialist tidak mampu mengkonsiliasikan perkara, penduduk yang berperkara tersebut direfer ke Pelayanan Masyarakat dan Hukum yang tepat. 40 Dalam tahun yang sama, program Mediasi terhadap perkara-perkara kecil menjadi yang pertama dari multiple doors. Sehari-hari para pekerja mereka tersebut di Pengadilan Perkara Kecil untuk membantu para pihak mencapai penyelesaian yang memuaskan dan bermutu. Sebagai tambahan, dalam tahun 1991 para Mediator Perkara Kecil memulai untuk me Mediasikan tumpukan perkara dengan gugatan yang besarnya tidak lebih dari $ 25.000. hampir 47 % dari perkara kecil yang memasuki mediasi telah diselesaikan dengan bantuan pihak ketiga yang netral. 41 Program Mediasi Keluarga mulai beroperasi pada akhir tahun 1985. Pada mulanya perkara masuk ke Mediasi Keluarga atas dasar kesukarelaan dan melibatkan permasalahan penghidupan anak, penjagaan, kunjungan resmi, penghidupan pasangan suami-istri dan bagian harta kekayaan. Mediasi dapat dilakukan sebelum pendaftaran perkara diajukan secara formal di Pengadilan, atau setiap saat setelah perkara didaftarkan di Pengadilan, bahkan pada saat perkara tersebut telah diperiksa. Persoalan pajak dan rumah penginapan juga di Mediasikan oleh para Mediator Keluarga yang dilatih khusus. Kasus-kasus yang 40
. Ibid
41
. Ibid
tidak dapat untuk di Mediasikan adalah kasus yang menyangkut penggunaan senjata-senjata, luka parah / kecelakaan oleh satu pihak kepada pihak yang lain, kekerasan yang berulang, penyiksaan terhadap anak, atau kurang keseimbangan kekuatan para pihak dalam suatu perjanjian. 42 Dalam upaya yang berkesinambungan untuk mendidik masyarakat hukum mengenai teknik ADR dan untuk mengurangi jumlah perkara perdata yang sudah lama di Pengadilan. Untuk satu minggu setiap tahun dari 1987 sampai 1989, semua pemeriksaan perdata Pengadilan Perdata ditunda untuk satu minggu dan Mediator suka rela menyelesaikan antara 700-900 kasus selama periode lima hari. Minggu ini yang disebut minggu penyelesaian perkara (settlement week). 43 Keberhasilan dari minggu penyelesaian (settlement week) menyemangati Pengadilan untuk menyediakan Mediasi bahkan untuk perkara yang kompleks sekalipun. Atas permintaan dari salah satu pihak saja, Pengadilan memerintahkan seluruh pihak untuk berpartisipasi paling tidak untuk satu resi Mediasi. Lima puluh tiga persen dari kasus-kasus ini terselesaikan melalui Mediasi. 44 Pada akhir tahun 1989, Pengadilan memulai merencanakan Program Pengurangan Penundaan Perdata secara komprehensif. Pengadilan mengantisipasi bahwa program ini mempunyai proses perkara perdata ke Pengadilan Tinggi, sesuai dengan pedoman ABA untuk menyelesaiakan perkara tepat pada waktunya. Program penundaan perdata meliputi penggunaan proses perkara secara otomatis,
42
. Ibid
43
. Ibid, hal 22
44
. Ibid
tigas-tugas rutin pengurangan, pengelolaan kasus yang berbeda, dan gabungan penggunaan Lembaga Mediasi, Arbitrase dan Evaluasi kasus secara netral. 45 Untuk membantu konversi Program Pengurangan Penundaan Perkara Perdata, Divisi multi-door me Mediasikan kurang lebih 3.100 kasus-kasus perdata yang telah lama tertunda antara Oktober 1989 dan Januari 1991, dan telah diselesaikan kurang lebih setengahnya.
2. Proses Mediasi di Canada. 46 Pemerintahan Canada juga memperkenalkan Mediasi yang dikenal dengan nama Court Connected ADR dan diprakarsai oleh Departement General Attorney Court Connected ADR mendayagunakan hukum acara Perdata Mahkamah Agung di antaranya bahwa para pihak yang berperkara wajib memilih mediator paling lama 10 hari setelah perkara dimajukan. Mediator di Negara bagian tersebut ada sebanyak 14.000.
Ontario Pemerintahan Negara bagian Ontario di Canada meluncurkan suatu program Mediasi yang disponsori oleh Departement General Attorney di Ontario. Proyek sebelumnya dilakukan di Peradilan Propinsi Toronto di Ottawa. Sekarang ini diperluas ke beberapa wilayah propinsi misalnya di Winse.
45
. Ibid, hal. 23
46
. Diringkas dari Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Naskah, hal.
24-26
Mediasi di Ontario disebut dengan nama Court Connected ADR yang memperkenalkan Rooster of Mediators (List Mediators) yang artinya bahwa sejumlah nama-nama mediator dibuat dalam satu list tersendiri yang dapat dipilih oleh pihak-pihak yang berperkara. Ketentuan Court Connected di Ontario ini menyatakan bahwa para pihak yang berperkara harus telah memilih mediator yang terdaftar dalam list mediator, paling lama 30 hari setelah perkara dimajukan ke Pengadilan. Apabila para pihak tidak dapat memilih mediator atau tidak ada kesempatan di antara mereka, maka koordinator Mediasi lokal menunjuk sendiri mediator. Mediator yang terdaftar di list mediator telah mendapat pendidikan dari profesinya dan bukan berasal dari Hakim. Selanjutnya apabila para pihak telah memilih seorang mediator maka menurut ketentuan para pihak tersebut harus telah menyiapkan dalam waktu paling lama 7 hari Statement of Issues. Statement of Issues ini berisi fakta-fakta dan Hukum (Faktual and legal Issues) juga harus dicantumkan posisi dan kepentingan para pihak. Dalam hal kehadiran para pihak yang berperkara dalam sesi Mediasi menurut ketentuan Court Connected ADR Ontario mewajibkan para pihak yang berperkara disertai Kuasa atau Penasehat Hukumnya kecuali ditentukan lain oeh Hakim dengan alasan-alasan tertentu. Biaya perkara sehubungan dengan Mediasi ini ditanggung oleh para pihak berdasarkan yang dikembangkan oleh Mediasi di Ontario.
3. Proses Mediasi di Singapura 47 Singapura mempunyai Lembaga Mediasi yang berada di luar Pengadilan yang disebut dengan Singapore Mediation Center (SMC) dan Lembaga Mediasi di dalam Pengadilan yang disebut dengan Court Dispute Resolution. a. Mediasi di Luar Pengadilan Singapore Mediation Center (SMC) Pusat Mediasi Singapura SMC (Singapore Mediation Center) adalah organisasi yang tidak mengambil keuntungan yang didirikan pada tahun 1997 untuk memberikan pelayanan Mediasi komersil. SMC adalah suatu organisasi yang mempunyai struktur sebagaimana halnya Perusahaan (Perseroan Terbatas) yang dijamin oleh Akademi Hukum Singapura. Budget SMC diperoleh sebagian dari Pemerintah Singapura melalui Departemen Hukum. Fungsi-fungsi SMC (Pusat Mediasi Singapura) meliputi : 1). Memberikan pelayanan-pelayanan Mediasi dan alternatif penyelesaian perselisihan lain (ADR); 2). Menyediakan fasilitas untuk negosiasi, Mediasi dan bentuk lainnya dari ADR; 3). Menyediakan pelatihan negosiasi dan keahlian berMediasi; 4). Menjaga akreditasi para mediator; 5). Memberikan pelayanan konsultasi untuk pencegahan perkara, management perkara dan mekanisme ADR; dan 6). Meningkatkan pelayanan Mediasi dan ADR yang lain.
47
. Diringkas dari Puslitbang Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung RI, Naskah, hal
26-50.
Pusat Mediasi Singapura dalam memberikan pelayanan mediasi di dukung oleh Peradilan Singapura. Pengadilan merujuk perkara-perkara yang tepat untuk di Mediasikan di Pusat Mediasi Singapura. Mahkamah Agung dan Pengadilanpengadilan bahkan keduanya telah mengeluarkan peraturan pendaftaran perkara untuk tidak mengajukan gugatan atau pembayaran uang kembali biaya sidang untuk para pengguna pelayanan Pusat Mediasi Singapura. Mahkamah Agung menyediakan penterjemah untuk Pusat Mediasi Singapura, untuk membantu SMC dalam memperluas pelayanannya untuk para pihak yang berperkara bagi yang tidak dapat berbahasa Inggris. Untuk memajukan penggunaan teknologi dalam penyelesaian perkara, dan untuk memfasilitasi perkara yang di Mediasikan yang melibatkan pihak asing yang tidak dapat menghadiri proses Mediasi di Singapura Mahkamah
Agung
telah
mengembangkan
penggunaan
fasilitas-fasilitas
Pengadilan Teknologi dan Chamber Technology Mahkamah Agung, untun keperluan Mediasi di bawah naungan Pusat Mediasi Singapura. Jenis-jenis perkara yang di Mediasikan di SMC termasuk perkara bank, perkara konstruksi, perkara kontrak yang meliputi penjualan properti, perkara kontrak yang berhubungan dengan pensuplaian barang-barang atau jasa, perkara perusahaan, perkara perceraian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan perceraian, perkara keluarga, perkara teknoligi informasi, perkara asuransi, gugatan perbuatan melawan hukum, perkara persekutuan (perusahaan), gugatan ganti rugi, perkara perkapalan, perkara sewa menyewa. Kira-kira 75 % perkara yang dimediasikan di SMC diselesaikan dengan damai.
Biaya Mediasi, masing-masing pihak diminta untuk membayar Pusat Mediasi Singapura dan biaya administrasi 55250 (Rp. 1.164.482.500,-) untuk mendukung pemberian pelayanan dan administrasi. Sebagai tambahan, para pihak akan juga membayar biaya Mediasi yang dikeluarkan oleh SMC : 1. Biaya Mediator; 2. Penyewaan Gedung; 3. Makanan dan minuman untuk makan siang dan penyegaran kembali untuk mediator dan sampai 3 orang wakil dari masing-masing pihak. Umumnya, biaya mediator akan dikenakan berdasar ukuran tertentu, demikian pula bila ada permintaan khusus para pihak untuk dua mediator yang ditunjuk. Clausula Mediasi yang merujuk perkara untuk di Mediasikan di Pusat Mediasi Singapura (SMC) telah terhubung dalam forum perjanjian jual beli berdasarkan Peraturan Pengembangan Perumahan. Attorney-General’s Chamber juga telah merekomendasikan clausula mediasi supaya dimasukkan dalam kontrak-kontrak pemerintah yang merujuk perkara untuk di Mediasikan di SMC. Pusat Mediasi Singapura memberi saran kepada perusahaan untuk memasukkan klausula Mediasi di dalam kontrak. Proses Mediasi di SMC 1. Proses Mediasi Proses Mediasi di SMC diatur dalam Prosedur Mediasi yang menentukan sebagai berikut:
1). Para pihak yang bersengketa, yang mempunyai keinginan yang sama dengan Mediasi, mengirim permohonan Mediasi kepada SMC. Permohonan tersebut sebaiknya memuat duduk perkaranya, namanama serta alamat-alamat dan nomor-nomor telepon para pihak yang berperkara, para wakil dan para penasehat hukum mereka yang dapat dihubungi. Permohonan untuk Mediasi juga dapat diajukan melalui elektronik ke website SMC. 2). Dalam hal ini tidak semua pihak yang bersengketa mempunyai keinginan untuk Mediasi, SMC akan : a). Dalam waktu 14 hari dari tanggal permohonan, para pihak yang tetap menginginkan mediasi, diyakinkan untuk berpartisipasi dalam proses Mediasi; dan b). Dalam waktu 12 hari dari tanggal permohonan, keterangan semua pihak diperoleh apakah Mediasi dapat diproses. 3). Proses Mediasi akan melibatkan para pihak, para wakil mereka dan / atau para penasehat (jika ada) dan Mediator atau Para Mediator. Mediasi akan dilaksanakan berdasarkan kepercayaan, dan seluruh komunikasi berlangsung berasaskan ”tanpa prasangka”. 2. Perjanjian Mediasi Sebelum dibawa ke Mediasi, para pihak membuat perjanjian (”Perjanjian Mediasi”). 3.Para Pihak
1). Umumnya, masing-masing pihak sebaiknya menghadiri sendiri (in person) proses
mediasi.
Dalam
suatu
perkara
perusahaan,
para
pihak
dimungkinkan menunjuk wakil-wakil mereka untuk bertindak dalam proses Mediasi. Para pihak melalui wakil-wakilnya dapat meminta nasehat seorang yang ahli jika diperlukan untuk menyelesaikan suatu perkara. Para pihak akan hadir di SMC untuk Mediasi, dalam waktu yang disebutkan secara terperinci oleh SMC, nama-nama dari para wakil dan para penasehat yang menghadiri Mediasi. 2). Mediator setelah berkonsultasi dengan para pihak, akan menentukan langkah-langkah yang akan diambil selama proses Mediasi. Dengan penandatanganan perjanjian Mediasi, para pihak dianggap telah menerima perjanjian tersebut dan akan mengikat mereka dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan Prosedur Mediasi. 4. Mediator 1). Dengan penandatanganan perjanjian (mengikatkan diri kedalam perjanjian) oleh para pihak, SMC akan menunjuk seseorang untuk bertindak sebagai mediator atau beberapa orang sebagai para mediator. 2). SMC akan memilih seseorang yang terbaik dalam pandangannya sebagai mediator untuk menyelesaikan suatu perkara. Dalam hal salah satu para pihak mempunyai alasan-alasan untuk mengajukan keberatan terhadap mediator tersebut, SMC akan memilih mediator lain. 3). Seseorang yang dipilih sebagai Mediator dapat menarik diri dengan alasan yang patut demi mencegah kesan prasangka. SMC, setelah menerima relas
pemberitahuan, akan menunjuk orang lain sebagai mediator, kecuali para pihak memutuskan kebijaksanaan lain. 4). Tugas Mediator : a). Seseorang yang dipilih sebagai Mediator akan memberitahukan kerahasiaan sebelum memulai Mediasi; b). Menjaga dan mempertahankan jangka waktu tertentu sebagaimana dalam Perjanjian Mediasi dan Peraturan Pelaksanaan sebagaimana dalam Amex B; c). Membantu para pihak untuk membuat perjanjian perdamaian secara tertulis; dan d). Pada umumnya para pihak difasilitasi untuk bernegosiasi dengan memberi petunjuk berdiskusi dengan tujuan untuk menemukan solusi yang bermutu yang dapat diterima semua pihak. Kecuali atas permintaan seluruh pihak yang terlibat, Mediator tidak akan memberikan pendapatnya untuk solusi atas perkara tersebut. 5). Mediator sebaiknya tidak bertindak untuk salah satu pihak yang berperkara pada
suatu
waktu
tertentu
dalam
hubungannya
dengan
pokok
permasalahan yang di Mediasikan. Mediator dan SMC bukan merupakan perwakilan, atau bertindak dalam suatu kapasitas untuk salah satu para pihak. Mediasi bukan perwakilan SMC. 5. SMC 1). SMC akan membuat hal-hal yang diperlukan untuk mediasi, meliputi : a). Memilih Mediator atau Para Mediator;
b). Mengatur tempat pertemuan dan menentukan tanggal untuk Mediator; c). Mengatur pertukaran dari ringkasan dari kasus-kasus dan dokumendokumen; dan d). Menyediakan pendukung administrasi umum. 2). SMC akan membantu dalam pembuatan Perjanjian Mediasi. 6. Pertukaran Informasi 1). Para pihak akan melakukan pertukaran melalui SMC, sekurang-kurangnya lima hari sebelum Mediasi dimulai, sebagai berikut: a). Ringkasan singkat (ringkasan) yang memuat perkara tersebut; dan b). Menyalin semua dokumen yang ditentukan dalam ringkasan tersebut. 2). Masing-masing pihak mungkin juga mengirimkan dokumen ke mediator melalui SMC, atau membawanya langsung ke bagian dokumen Mediasi dengan memberitahukan bahwa dokumen tersebut bersifat rahasia dan hanya dapat diketahui Mediator, dan menyatakan secara tegas dan tertulis bahwa dokumen-dokumen tersebut supaya disimpan secara rahasia oleh mediator dan SMC. 3). Para pihak sebaiknya mencoba untuk setuju kepada jumlah halaman yang dikandung dalam ringkasan mereka masing-masing dan pada jumlah halaman yang mendukung dokumen yang diserahkan. Para pihak juga sebaiknya mencoba untuk setuju pada pengaturan penggabungan dokumen-dokumen.
4). Bila ringkasan tebal diserahkan dalam bentuk rekaman elektronik, itu harus tidak boleh lebih dari 5 MB dalam ukuran file dan harus dalam satu format sebagai berikut: a) Acrobat 4.0 Dokumen Format Portable (i.e pdf file) atau b) Microsoft Word 2000 atau versi terbaru (i.e word file) 5). Dimana sebuah dokumen (lain daripada ringkasan) diserahkan dalam bentuk rekaman elektronik, itu tidak boleh melebihi 5 MB dalam ukuran file dan harus dalam satu format sebagai berikut: a) Acrobat 4.0 bentuk Dokumen Portable (i.e Word file) b) Microsoft Word 2000 atau versi terbaru (i.e Word file) c) Microsoft Excel 2000 atau versi terbaru (i.e Excel file) d) Microsoft Power Point 2000 atau versi terbaru (i.e Power Point file) e) Image document (i.e gift atau jpeg file); atau f) Hypertext marked language document (i.e html atau htm file) 7. Mediasi 1). Mediasi akan dilaksanakan secara rahasia, dan tidak akan dibuat salinan atau rekaman resmi. Tidak akan dibuat rekaman audio-visual dalam proses. Hanya Mediator, para pihak dan atau wakil-wakil mereka dan para penasehat yang diizinkan untuk hadir selama Mediasi. 2).
Semua
komunikasi
dilakukan
dalam
proses
Mediasi,
meliputi
pemberitahuan kerahasiaan informasi. Pendapat-pendapat secara cepat, keras berdasarkan ”tanpa prasangka” sebaiknya tidak dipakai dalam suatu proses.
3). Mediator mungkin memperoleh penasehat yang ahli dalam persoalanpersoalan tehnis. 4). Mediator mungkin memimpin pertemuan gabungan (joint session) dengan masing-masing pihak, baik sebelum maupun selama Mediasi. 5). Dalam hal perdamaian tidak dapat dicapai, dan atas permintaan dari semua pihak dan jika Mediator sutuju, Mediator akan membuat rekomendasi tertulis atas perkara tersebut. 8. Persetujuan Perdamaian 1). Tidak ada perdamaian yang dicapai dalam Mediasi kecuali ditanda tangani oleh para pihak. 2). Untuk menghindari keraguan, perdamaian yang telah dibuat secara tertulis mungkin juga dibuat dalam bentuk rekaman elektronik. 3). Untuk menghindari keraguan, perdamaian yang telah dibuat secara tertulis lalu dibuat dalam bentuk sebuah rekaman elektronik, dimungkinkan ditandatangani dengan mempergunakan tanda tangan elektronik.
9. Pengakhiran 1). Salah satu pihak mungkin menarik diri dari Mediasi pada suatu waktu tertentu dengan mengajukan permohonan secara tertulis pengunduran diri kepada Mediator dan pihak lainnya. 2). Mediasi berakhir pada saat: a) satu pihak mengundurkan diri dari Mediasi; b) perjanjian perdamaian secara tertulis telah dicapai;
c) Mediator memutuskan bahwa melanjutkan proses mediasi adalah mustahil untuk untuk menghasilkan perdamaian; atau d) Mediator memutuskan bahwa ia sebaiknya mengundurkan diri dari Mediasi dengan suatu alasan yang dinyatakan dalam Peraturan Pelaksanaan (Code of conduct). 10. Tetap dalam proses Bila para pihak setuju kebijaksanaan lain, Mediasi tidak akan mencegah untuk memulai lagi atas dasar suatu permohonan; 11. Kerahasiaan 1). Semua pihak yang terlibat dalam Mediasi akan menjaga kerahasiaan dan tidak mempergunakan suatu perbedaan atau tujuan yang tersembunyi. a) fakta-fakta yang terungkap dalam Mediasi; b) suatu pendapat, atau saran-saran atau usulan-usulan untuk perdamaian yang dibuat oleh pihak lain dalam proses Mediasi; c) saran-saran, usulan-usulan atau pandangan-pandangan yang sangat tepat oleh Mediator; d) fakta bahwa pihak lain mempunyai atau tidak mempunyai keinginan untuk menerima suatu usulan untuk perdamaian yang dibuat oleh Mediator; dan e) semua informasi (baik lisan maupun tulisan) dibuat untuk atau yang timbul
dalam
hubungan
dengan
Mediasi,
meliputi
perjanjian
perdamaian, kecuali demi kepentingan pelaksanaan dalam mewujudkan perjanjian perdamaian;
f) semua dokumen (meliputi semua dokumen yang disimpan secara elektronik) atau informasi lain yang dihasilkan dengan atau timbul dalam hubungan dengan Mediasi akan dijaga, dan tidak dapat digunakan sebagai bukti, kecuali dokumen tersebut dimiliki dalam suatu peristiwa tertentu; g) para pihak tidak akan memanggil mediator atau SMC (atau pegawai, pegawai negri atau perwakilan) sebagai seorang saksi, konsultan, arbitral atau ahli dalam suatu tindakan yang berhubungan dengan sengketa tersebut.
12. Tidak melakukan tuntutan 1) Mediator tidak akan berbohong terhadap para pihak untuk suatu tindakan atau sesuatu yang lain dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan mediasi. 2) SMC tidak akan berbohong kepada para pihak untuk suatu tindakan atau sesuatu yang lain dalam hubungannya dengan pemberian pelayanan mediasi. 3) para pihak tidak akan menuntut Mediator dan atau SMC, pegawai negeri dan para pegawai lainnya untuk suatu permasalahan dalam hubungannya dengan: a) Mediasi b) Pelayanan yang disediakan oleh Mediator dan atau SMC; dan atau c) Perselisihan antara para pihak
13. Interpretasi Interpretasi pemberian pelayanan dalam prosedur Mediasi dibuat oleh SMC. b. Mediasi Di Dalam Pengadilan 1. Sifat Dasar Mediasi Satu kunci spesifik Singapura yang dipunyai dan telah muncul untuk mempercepat Mediasi yang diangkat sebagai forum penyelesaian adalah suatu sifat yang unik. 2. Pembaharuan Lembaga Terhadap ADR (Alternatif Dispute Resolution) a. Pengadilan Pembaharuan ADR di Singapura dapat dilihat dari perubahanperubahan yang telah dibuat terhadap sistem Hukum Singapura yang dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan hukum (Administrasi Pengadilan). Mahkamah Agung dan Pengadilan-Pengadilan bawahan Singapura tahun terakhir ini telah berhasil membersihkan tumpukan perkara dan mengurangi waktu yang lama untuk penyelesaian perkara tersebut. Hal ini terjadi karena perubahan sistem managemen perkara perdata yang pro aktif yang ditetapkan oleh Pengadilan. b. Mediasi yang berada pada Pengadilan Pada level pengadilan bawahan bentuk Mediasi yang berada di Pengadilan tersebut dikenal sebagai Court Disputes Resolution (CDR). Pada tahun 1994, diperkenalkan Juridiksi Perdata Pengadilan Bawahan dibagi antara District Court (Pengadilan District), Magistrate Court (Pengadilan Magistrate). Pengadilan District memiliki Juridiksi Perdata
Original (asli) terhadap perkara gugatan yang timbul dari kontrak atau perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan hutang/piutang atau kerusakan kerugian yang dituntut tidak lebih dari $100.000 untuk Pengadilan District dan $30.000 untuk Pengadilan Magistrate. Dengan dikenakan petunjuk praktek No. 3 Tahun 1994 oleh Pengadilan Bawahan, konfrens Penyelesaian Perkara, dikenal sebagai CDR, dilembagakan untuk seluruh gugatan-gugatan perdata kecuali jika ada panggilan dan petunjuk yang telah dikeluarkan sebelum 1 Nopember 1994. CDR dipimpin oleh Hakim District, dan dilaksanakan berdasarkan asas tanpa prasangka, dan petunjuk-petunjuk praktek membuatnya lebih jelas dipahami dengan menyatakan sebagai berikut: ”Hakim District atau Magistrate yang menyidangkan konfrens, apabila tidak terjadi kesepakatan atau gagal tidak akan menjadi orang yang memeriksa dan mengadili perkara tersebut di dalam proses persidangan adjudikasi”. Dalam praktek Pengadilan bawahan telah menunjuk seorang Hakim District untuk menyidangkan CDR. Para pihak diberitahu tanggal sidang CDR tersebut di surat panggilan, untuk diberitahu petunjuk (Summons For Direction). Atas pemberitahuan tanggal sidang konfrens, para pihak diharuskan untuk mengajukan opening statement sebagaimana telah ditulis pada petunjuk praktek No. 4 Tahun 1993 yang menyatakan sebagai berikut: ”Opening statement yang tepat merupakan bantuan yang besar terhadap Pengadilan ketika menyelesaikan perkara yang masih mentah dari segi fakta maupun hukumannya. Karena itu Hakim diminta agar
mampu menilai dan mengindentifikasi pokok perkaranya, dan apa yang harus diperhatikan ketika mendengar para pihak disimak dalam membaca bukti-bukti yang dilampirkan. Opening statement juga menolong memperjelas persoalan-persoalan diantara para penasehat hukum dari para pihak yang berperkara sehingga dengan demikian tidak membuang-buang waktu untuk memeriksa bukti-bukti, melalui suatu sidang (konfrens), tentang apa yang tidak dipersoalkan atau yang irrelevant”. Praktek CDR di Pengadilan Bawahan telah memperoleh hasil yang cukup berarti sebagai contoh, dari 1333 kasus yang telah diajukan di CDR tahun 1995, 80 % dapat didamaikan. c. Magistrate Complaint (Gugatan di Magistrate) Sejak pertengahan Maret 1996, untuk pihak-pihak yang berperkara telah disediakan seorang mediator daripada berproses di Magistrate. Surat pemberitahuan dikeluarkan pada pihak tergugat, dan pihak tergugat dan penggugat menghadap di Magistrate atau Pegawai Senior atau seorang anggota Group Pendukung Pengadilan (Court Support Group) yang bertindak sebagai mediator. Dalam hal ini tidak dicapai kesepakatan Magistrate mengeluarkan panggilan kepada para pihak dan menetapkan suatu hari persidangan untuk memeriksa perkara tersebut. d. Perkara Kecil (Small Claim) Sejak ada Mediasi di Pengadilan Bawahan, Tribunal Perkara kecil telah menyelesaikan perkara-perkara melalui proses mediasi. e. Pengadilan Keluarga
Tahun
1995
Pengadilan
Keluarga
dibentuk
berdasarkan
Reorganisasi dan sistem Hukum yang berhubungan dengan perkaraperkara
keluarga.
Mediasi
diperkenalkan
untuk
perkara-perkara
perceraian, dan masalah-masalah pembagian harta bersama. Sekarang ini tergantung jenis perkara yang diajukan, Mediasi dilakukan oleh penterjemah Pengadilan, penasehat yang telah dilatih oleh Pengadilan dan Panitera Pengadilan. Normalnya kasus-kasus tersebut dibagi menurut berat ringannya perkara. Masalah-masalah yang membutuhkan aspek hukum misalnya yang mencakup pemeliharaan dan penjagaan anak diMediasikan oleh Panitera sebagai seorang pegawaiyang berhubungan dengan hukum atau terlibat dengan Pengadilan. Kasus-kasus yang meliputi persoalanpersoalan emosional di Mediasikan oleh satu dari tiga penasehat yang terlatih. Gugatan yang berhubungan dengan perkara-perkara perkawinan ditangani oleh penterjemah Pengadilan yang biasanya membantu para pihak untuk mengisi formulir gugatan dan formulir waktu Mediasi.