BAB II PENGATURAN MONEY LAUNDERING PADA PERUSAHAAN ASURANSI
A. Sejarah dan Perkembangan Praktik Money laundering Problematika pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “money laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata, problematik uang haram iu sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara. Sebagai suatu fenomena kejahaan yang menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”, ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan, yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, tetapi pada pihak lain, apakah akan membiarkan kejahaan pencucian uang ini terus merajalela. Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uang hitam dari usaha kejahatan dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang Polandia. Lansky seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui usaha binatu (laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama “money laundering”. 28
28
http//:www.khn.go.id.J.E.Sahetapy,diakses tanggal 7 Februri 2010.
Universitas Sumatera Utara
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak ahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran. Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan obat bius yang mencapai miliaran rupiah. Karenanya, kemudian muncul istilah “narco dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik.
29
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor perbankan, dewasa ini banyak bank telah menjadi sasarna utama untuk kegiatan pencucian uang disebabkan sektor inilah yang banyak menawarkan jasa-jasa instrumen
dalam
lalu
lintas
keuangan
yang
dapat
digunakan
untuk
menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi perbankan dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak malampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan. Melalui mekanisme ini maka dana hasil kejahaan bergerak dari suatu negara ke negara lain yang belum mempunyai sistem hukum
29
A.S.Mamoedin, Analisis Kejahatan Perbankan,Jakarta:Rafflesia,1997,hal.291
Universitas Sumatera Utara
yang cukup kuat untuk menanggulangi kegiatan pencucian uang atau bahkan bergerak ke negara yang menerapkan ketentuan rahasia bank secara sangat ketat. Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank diperkirakan hampir mencapai nilai sebesar US$ 1.500 miliar per tahun. Sementara itu, menurut Associated Press kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius, prositusi, korupsi, dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan kegiatan ini mampu menyerap nilai US$ 600 miliar per tahun ini berarti sama dengan 5% GDP seluruh dunia. 30 Namun, menurut Michael Camdessus (Managing Director IMF), memperkirakan volume dari cross-border money laundering adalah antara 2% sampai dengan 5% dari gross domestic product (GDP) dunia. Bahkan, batas terbawah dari kisaran tersebut, yaitu jumlah yang dihasilkan dari kegiatan narcotics trafficking, arm trafficking, bank fraud, securities fraud, counterfeiting, dan kejahatan yang sejenis dengan kejahatan tersebut, di cuci diseluruh dunia setiap tahun mencapai jumlah hampir US $ 600 miliar.
30
Yunus husein, “money kita”.Jakarta:Rafflesia,Juni 2001,hal.31 31
laundering:Sampai
31
Dimana
Langkah
Negara
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), perkiraan atas jumlah yang dicuci setiap tahun di seluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba (illicit drug trade) berkisar antara US$ 300 miliar dan US$ 500 miliar.
32
Besarnya pasar perdagangan gelap di Kanada diperkirakan antaran $ 7 miliar sampai dengan $ 10 miliar. Menurut para ahli bahwa antara 50% - 70% dari hasil penjualan dengan $ 10 miliar. Menurut para ahli bahwa anara 50% - 70% dari hasil penjualan narkoba tersedia untuk dicuci dan kemudian diinvestasikan. Apabila diasumsikan bahwa 50% - 70% uang yang dicuci di Kanada berasal dari perdagangan gelap narkoba, jumlah uang haram (illicit funds) yang dicuci di Kanada setiap ahun adalah anara $ 5 miliar dan $ 14 miliar.
33
B. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang 1. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi, baik dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut, antara lain, berupa tindak pidana korupsi; penyuapan (bribery); penyelundupan barang, tenaga kerja, dan imigran; perbankan; perdagangan gelap narkotika dan pskotropika; perdagangan budak, wanita dan anak; perdagangan senjaa gelap; 32 33
Ibid.hal.4 Ibid.hal.6
Universitas Sumatera Utara
penculikan; terorisme; pencurian, penggelapan; penipuan; dan berbagai kejahatan kerah putih.
34
Kejahatan-kejahatan tersebut telah melibatkan atau menghasilkan harta kekayaan yang sangat besar jumlahnya. Hara kekayaan yang berasal dari berbagai kejahatan atau tindak pidana tersebut pada umumnya tidak langsung dibelanjakan atau digunakan oleh para pelaku kejahatan karena apabila langsung digunakan, akan mudah dilacak oleh penegak hukum mengenai sumber diperolehnya harta kekayaan tersebut. Biasanya para pelaku kejahatan terlebih dahulu mengupayakan agar harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan tersebut masuk ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama kedalam
sistem perbankan (banking
system). Dengan cara demikian, asal usul harga kekayaan tersebut diharapkan tidak dapat dilacak oleh para penegak hukum. Upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenal sebagai pencucian uang (money laundering).35 Bagi organisasi kejahatan, harta kekayaan sebagai hasil kejahatan ibarat darah dalam satu tubuh, dalam pengertian apabila aliran harta kekayaan melalui sistem perbankan internasioanl yang dilakukan diputuskan, orgnaisasi kejahatan tersebut lama kelamaan akan menjadi lemah, berkurang aktivitasnya, bahkan menjadi mati. Oleh karena itu, harta kekayaan merupakan bagian yang sangat 34
Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana pencucian
Uang 35
Mochammad Anwar, Hukum Pidana ekonomi. Bandung: alumni. 2003, hal 132.
Universitas Sumatera Utara
penting bagi suatu organisasi kejahatan. Untuk itu, terdapat suatu dorongan bagi organisasi kejahatan melakukan pencucian uang agar asal usul harta kekayaan yang sangat dibutuhkan tersebut sulit atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. Perbuatan pencucian uang disamping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang telah menjadi perhatian internasional. Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara unuk mencegah dan memberantas praktik pencucian uang termasuk dengan cara melakukan kerja sama internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral. Terkait konteks kepentingan nasional ditetapkannya Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan penegasan bahwa pemerintah dan sektor swasta bukan merupakan bagian dari masalah, melainkan bagian dari penyelesaian masalah, baik di sektor ekonomi, keuangan, maupun perbankan. Pertama-tama, usaha yang harus ditempuh oleh suatu negara untuk dapat mencegah dan memberantas praktik pencucian uang adalah dengan membentuk undang-undang yang melarang perbuatan pencucian uang dan menghukum dengan berat para pelaku kejahatan tersebut. Dengan adanya undang-undang tersebut diharapkan tindak pidana pencucian uang dapat dicegah atau diberantas,
Universitas Sumatera Utara
antara lain, kriminalisasi atas semua perbuatan dalam setiap tahap proses pencucian uang yang terdiri atas :
36
a. Penempatan (placement) Yakni upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial sysem) atau upaya menempatkan uang giral (cheque, wesel bank, sertifikat deposito, dan lain-lain) kembali ke dalam sistem keuangan, terutama sistem perbankan. b. Transfer (layering) Yakni upaya menransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placement) ke penyedia jasa keuangan yang lain. Dengan dilakukan layering akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal usul harta kekayaan tersebut. c. Menggunakan harta kekayaan (Integration) Yakni upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
36
Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana pencucian
Uang
Universitas Sumatera Utara
Penyedia jasa keuangan diatas diartikan sebagai penyedia jasa dibidang keuangan termasuk, tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana pensiun, dan perusahaan asuransi. Adapun yang dimaksud dengan :
37
1) Bank adalah bank sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai perbankan. 2) Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai lembaga pembiayaan. 3) Efek, kustodian, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan efek, pengelola reksa dana, rekening efek, reksa dana, dan wali amanat adalah efek, kustodian, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, perusahaan efek, pengelola reksa dana, rekening efek, reksa dana, dan wali amanat sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pasar modal. 4) Pedagangan valuta asing adalah pedagang valuta asing sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang valuta asing. 5) Dana pensiun adalah dana pensiun sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai dana pensiun.
37
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
6) Perusahaan asuransi adalah perusahaan asuransi sebagaimana dimaksud dalam
peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
mengenai
perusahaan asuransi. Berkaitan dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, dalam undang-undang ini dibentuk pula Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang disingkat dengan PPATK, yang bertugas : 38 1) Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang diperoleh PPATK sesuai dengan undang-undang ini. 2) Memantau catatan dalam buku daftar pengecualian yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan. 3) Membuat pedoman mengenai tata cara pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. 4) Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang tentang informasi yang diperoleh oleh PPATK sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini. 5) Mengeluarkan pedoman dan publikan kepada penyedia jasa keuangan tentang kewajibannya yang ditentukan dalam undang-undang ini atau dengan peraturan perundang-undangan lain dan membantu dalam mendeteksi perilaku nasabah yang mencurigakan. 6) Memberikan rekomendasi kepada pemerintah mengenai upaya-upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
38
Yusuf saprudin Op.Cit, hal 55.
Universitas Sumatera Utara
7) Melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada kepolisian dan kejaksaan. 8) Membuat dan memberikan laporan mengenai hasil analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala enam bulan sekali kepada presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, dan lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap penyedia jasa keuangan.
Disamping itu, untuk memperlancar proses peradilan tindak pidana pencucian uang, undang-undang ini mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara untuk dapat meminta pemblokiran harta kekayaan kepada penyedia jasa keuangan. Undangundang ini juga mengatur kewenangan penyidik, penuntut umum, atau hakim untuk meminta keterangan dari penyedia jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK, tersangka, atau terdakwa. Selain kekhususan diatas, undang-undang inipun mengatur mengenai persidangan tanpa kehadiran terdakwa. Dalam hal tedakwa yang telah dipanggil tiga kali secara sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak hadir, majelis hakim dnegna putusan sela dapat meneruskan pemeriksaan dengna tanpa kehadiran terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
2. Latar Belakang Pembentukan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 Perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya dibidang komunikasi telah menyebabkan terintegrasinya sistem keuangan termasuk sistem perbankan yang menawarkan mekanisme lalu lintasa dana antar negara yang dapat dilakukan dalam waktu yang sangat singkat. Keadaan ini disamping mempunyai dampak positif, juga membawa dampak negatif bagi kehidupan masyarakat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak pidana yang berskala nasional ataupun internasional, dengan memanfaatkan sistem keuangan termasuk sistem perbankan untuk menyembunyikan atau mengaburkan asal usul dana hasil tindak pidana (money laundering). Berkenaan dengan itu, dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Namun ketentuan dalam undang-undang tersebut dirasakan belum memenuhi standar internasional serta perkembangan proses peradilan tindak pidana pencucian uang sehingga perlu diubah agar upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dapat berjalan secara efektif. Perubahan dalam undang-undang ini, antara lain, meliputi : a.
39
Cakupan pengertian penyedia jasa keuangan diperluas tidak hanya bagi setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan, tetapi juga meliputi
39
Penjelasan Undang-Undang Nomr 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Universitas Sumatera Utara
jasa lainnya yang terkait dengan keuangan. Hal ini dimaksud untuk mengantisipasi pelaku tindak pidana pencucian uang yang memanfaatkan bentuk penyedia jasa keuangan yang ada di masyarakat, tetapi belum diwajibkan menyampaikan laporan transaksi keuangan dan sekaligus mengantisipasi munculnya bentuk penyedia jasa keunagan baru yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002. b.
Pengertian
transaksi
keuangan
mencurigakan
diperluas
dengan
mencantumkan transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. c.
Pembatasan jumlah hasil tindak pidana sebesar Rp. 500.000.000,00 atau lebih atau nilai yang setara yang diperoleh dari tindak pidana dihapus karena tidak sesuai dengan prinsip yang berlaku umum bahwa untuk menentukan suatu perbuatan dapat dipidana tidak bergantung pada besar atau kecilnya hasil tindak pidana yang diperoleh.
d.
Cakupan tindak pidana asal (predicate crime) diperluas untuk mencegah berkembangnya tindak pidana yang menghasilkan harta kekayaan di mana pelaku tindak pidana berupaya menyembunyikan atau menyamarkan asal usul hasil tindak pidana, tetapi perbuatan tersebut tindak pidana.
Universitas Sumatera Utara
Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait yang mempidana tindak pidana asal, antara lain :
40
1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika; 2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika; 3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan 4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 5) Jangka waktu penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan dipersingkat, yang semuala 14 hari kerja menjadi tidak lebih dari 3 hari kerja setelah penyedia jasa keuangan mengetahui adanya unsur transaksi keuangan mencurigakan. Hal ini dimaksudkan agar harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang dapat segera dilacak. 6) Penambahan ketentuan baru yang menjamin kerahasiaan penyusunan dan penyampaian laporan transaksi keuangan mencurigakan yang disampaikan kepada PPATK atau penyidik (anti-tipping off). Hal ini dimaksudkan, antara lain, untuk mencegah berpindahnya hasil tindak pidana dan
40
Yunus husein, Implementasi Undang-Undang Nomr 15 dan Kaitannya dengan perundang-undangan yang lainnya. Disampaikan dalam rangka Lokakarya terbatas khusus untuk hakim mengenai UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang diselenggarakan oleh Pusdiklat MA-RI bekerjasama dengan Pusat Pengkajian Hukum. Jakarta, 29 Oktober 2002.hal.7.
Universitas Sumatera Utara
lolosnya pelaku tindak pidana pencucian uang sehingga mengurangi efektivitas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang. 7) Ketentuan kerja sama bantuan timbal balik di bidang hukum (mutual legal assistance) dipertegas agar menjadi dasar bagi penegak hukum Indonesia menerima dan membentikan bantuan dalam rangka pengakan hukum pidana pencucian uang. Dengan adanya ketentuan kerja sama bantuan timbal balik merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia memberikan komitmennya
bagi
komunitas
internasional
untuk
bersama-sama
mencegah dan membetantas tindak pidana pencucian uang. Kerja sama internasioanl telah dilakukan dalam forum yang tidak hanya bilateral, tetapi juga regional dan multilateral sebagai strategi untuk memberantas kekuatan ekonomi para pelaku kejahatan yang tergabung dalam kejahatan yang erorganisasi. Namun, pelaksanaan kerja sama bantuan timbal balik harus tetap memperhatikan hukum nasional masing-masing negara serta kepentingan nasional terutama tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negaera Republik Indonesia Tahun 1945. Perubahan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang karena undang-undang tersebut dalam perjalanan dan kenyataannya belum menampung seluruh aspirasi masyarakat dan perkembangan hukum pidana mengenai pencucian uang serta standar internasional. Disamping itu, undang-undang tersebut telah mendapatkan perhatian dari dunia intenasional khususnya Financial Actioan task Force on Money Laundering (FATF), dan telah
Universitas Sumatera Utara
merekomendasikan yang berkaitan dengan pencegahan pendanaan teorisme. Dalam kaitan dengan upaya pencegahan dna pemberantasan tindak pidana pencucian uang, Indonesia menyadari arti pentingnya rekomendasi dan standar yang berlaku secara internasional tersebut. Rekomendasi tersebut menjadi bagi penting dalam merumuskan kebijakan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Upaya Indonesia untuk memenuhi rekomendasi tersebut harus dilaksanakan secara maksimal, mengingat sejak Juni 2001 telah dimasukkan dalam daftar Non-cooperative Countries and Territories (NCCT’s) bersama-sama dengan beberapa negara lainnya oleh FATF, bahkan sampai sekarang Indonesia masih dikategorikan dalam NCCT’s sebagai rehasil review yang dilakukan oleh FATF. 41 Untuk memberi gambaran mengenai Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 yang baru saja ditetapkan dewan menjadi undang-undang, akan disampaikan kembali pokok-pokok pikiran yang menjadi dasar ditetapkannya rancangan undang-undang tersebut dan prinsipprinsip pokok pengaturan materi rancangan undang-undang sebagai berikut. 42 Pertama, kerja sama bantuan timbal balik dengan negara lain melalui forum bilateral aau multilateral dalam masalah tindak pidana pencucian uang dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Adapun bentuk kerja sama bantuan timbal balik dengan negara lain tersebut, antara lain,
41
Adrian sutedi.Op.Cit,hal.11
42
Penjelasan Undang-Undang Nomr 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Penjelasan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Universitas Sumatera Utara
pengambilan barang bukti dan pan pernaytaan seseorang, termasuk pelaksanaan surat rogatori. Kedua,
dicantumkannya “azas double criminality” dalam Rancangan
Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang baru saja disetujui untuk ditetapkan dan disahkan menjadi undang-undang Hukum Pidana Indonesia, yakni bahwa seseorang yang melakukan suatu perbuatan pidana di suatu negara, hanya dapat dipidana apabila perbuatan tersebut merupakan suatu tindak pidana di Indonesia. Ketiga, adanya larangan bagi pejabat atau pegawai penyedia jasa keuangan memberitahukan kepada orang lain atau kepada pengguna jasa keuangan mengenai laporan transaksi keuangan mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.
C. Peraturan Khusus Dalam Undang-Undang Money Laundering Sebagaimana halnya dengan berbagai peraturan perundangan-perundangan yang mengatur tentang tindak pidana yang tersebar di luar KUHP, maka dalam pengaturan tindak pidana pencucian uang juga memberlakukan aturan khusus, antara lain: 43 1. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan adalah sebagai instansi yang independen untuk menganalisis tindak pidana pencucian uang (Pasal 18 ayat (2))
43
Adrian sutedi.Op.cit,hal.188.
Universitas Sumatera Utara
2. Penyedia jasa keuangan, pejabat, serta pegawainya yang mempunyai kewajiban melaporkan transaksi keuangan tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana (Pasal 15, 13, dan 43) 3. Pemblokiran harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana oleh Penyedia Jasa Keuangan atas perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim (Pasal 32 ayat (1)) 4. Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya tidak berlaku dalam hal pemeriksaan tindak pidana pencucian uang (Pasal 33 ayat (2)) 5. Beban pembuktian terbalik bagi terdakwa (pasal 35) 6. Pemeriksaan tanpa kehadiran terdakwa (in absentia) (pasal 36) 7. Harta kekayaan terdakwa yang telah disita dan terdakwanya kemudian meninggal dunia sebelum putusan hakim, dapat dirampas untuk Negara (Pasal 37) 8. Kewajiban merahasiakan identitas pelapor bagi PPATK, penyidik, penunutut umum, atau hakim (Pasal 29 dan 41) 9. Ancaman pidana penjara dan denda mengatur asas minimum (Pasal 3, 6, 8, 9, dan 10) 10. Melakukan percobaan, pembantuan, permufakatan jahat tindak [pidana pencucian uang, dipidana sama dengan delik yang sudah selesai dilakukan (Pasal 3 ayat (2)) 11. Korporasi dapat dijatuhi pidana (Pasal 4 dan 5)
Universitas Sumatera Utara
12. Terpidana yang tidak mampu membayar pidana denda, diganti dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun (Pasal 11). Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa aturan khusus yang menyimpang dari aturan-aturan umum, baik dalam hukum pidana maupun hukum perdata. Tindak pidana pencucian uang sebagai tindak pidana yang masih baru dikenal memerlukan sosialisasi agar pemahaman dan kesatuan pendapat sehingga dalam penanganannya tidak ada perbedaan penafsiran.
D. Kejahatan Money Laundering pada Perusahaan Asuransi Kejahatan di bidang asuransi terbilang kejahatan yang rumit. Lazimnya dilakukan oleh mereka yang mengerti seluk beluk bisnis perasuransian, yang bisa dilakukan oleh orang dalam persahaan maupum orang luar atau tertanggung. Terkadang juga diinisiasi oleh perantara yakni agen atau broker asuransi. Kejahatan ini dapat dilakukan paling tidak karena beberapa faktor. Pertama, adanya faktor baik sekedar mencari uang, mengatasi kerugian menjalankan bisnis, desakan ekonomi atau kebutuhan sehari-hari, atau bermotif kejahatan murni. Kedua, adanya kesempatan dan peluang. Misalnya kondisi polis yang terlalu umum sehingga celah yang bisa diterobos oleh tertanggung, atau sebaliknya perusahaan mengakali tertanggung.
Universitas Sumatera Utara
Ketiga, lemahnya pengawasan dari regulator dan otoritas asuransi. Akibatnya lemahnya pengawasan membuat perusahaan asuransi kerap melakukan Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) dengan tertanggungnya untuk mengakali terjadinya suatu klaim. Keempat, sebab-sebab di luar kendali perusahaan maupun tertanggungnya sendiri. Misalnya pihak yang mengaku sebagai agen asuransi tertentu dan menjual polis tertentu, namun ternyata polis yang di jual adalah fiktif. Menurut Ketua Umum Dewan Asuransi Indonesia, Hot Bonar Sinaga, kejahatan asuransi memiliki beberapa modus yang secara teknis memungkinkan terciptanya kejahatan tersebut. Seperti melakukan mispresentation, dimana sang tertanggung menyampaikan fakta yang tidak benar termasuk diantaranya bukti palsu. Terkadang pelaku melakukan kejahatan asuransi dengan menyembunyikan fakta material, prilaku ini biasa dikenal dalam asuransi sebagai non disclosure. Bahkan tertanggung bisa saja menciptakan kerugian yang disengaja misalnya membakar rumah atau menabrakkan mobil sendiri. Jenis kejahatan asuransi ini biasanya dilakukan oleh para tertanggung, moral hazard inilah yang di kenal dengan penipuan klaim (frudulent claim). Perusahaan asuransi juga kerap melakukan rekayasa keuangan (financial engeneering) seperti mengecilkan jumlah cadangan agar perusahaan bisa mencetak laba. Cara yang biasa disebut under reserve ini sering ditempuh oleh perusahaan asuransi jiwa. Cara lain ditempuh perusahaan dengan menyajikan laporan keuangan kepada Direktorat Asuransi Dirjen Lembaga Keuangan Departemen Keuangan. Bahkan puncak kejahatan asuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi adalah perusahaan
Universitas Sumatera Utara
seolah-olah telah membayar klaim namun sebenarnya klaim tersebut belum diterima tertanggung. 44 Kejahatan di dalam asuransi dapat digolongkan ke dalam dua bagian, antara lain tindak pidana dalam usaha perasuransian dan tindak pidana asuransi yang ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam hukum terdapat suatu azas penting yang dikenal dengan lex specialis derogat legi generalis. Secara sederhana hal ini berarti aturan yang bersifat khusus mengenyampingkan aturan yang bersifat umum. 45 Hal ini di atur dalam Pasal 63 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tang berbunyi: “Jika bagi sesuatu perbuatan yang terancam oleh ketentuan pidana umum pada ketentuan pidana yang istimewa, maka ketentuan pidana istimewa itu saja yangakan diberlakukan.”
Aturan hukum yang mengandung lex specialis derogat legi generalis, berlaku bukan hanya menyikapi perbuatan-perbuatan yang termasuk ke dalam aturan pidana yang terdapat dalam KUHP, tetapi juga bahkan terutama terhadap aturan pidana yang terdapat dalam undang-undang yang di atur di luar KUHP. Bahkan sepanjang di atu sebaliknya, azas ini juga berlaku terhadap sesama
44
Fahmi Aulia,Op.Cit. hal.50
45
Chirul Huda dan Lukman Hakim, Tindak Pidana Dalam Bisnis Asuransi. Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, hal.35
Universitas Sumatera Utara
undang-undang di luar KUHP. Hal ini didasrkan pada ketentuan Pasal 103 KUHP yang menentukan: “ketentuan dari delapan bab yang pertama dari Buku ini berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum menurut peraturan perundangundangan lain, kecuali kalau undang-undang (Wet) tindakan Umum Pemerintahan Algemene Maatregelen van Bestuur atau Ordonansi menentukan peraturan lain.”
Sepanjang sutu peraturan perundang-undangan memuat aturan pidana yang khusus, maka mengenai hal yang sama yang secara umum diatur dalam KUHP (atau Undang-Undang di luar KUHP yang memiliki sifat lebih umum), menjadi tidak abah atau valid lagi, termasuk salah satunya tindak pidana pada asuransi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Undang-undang ini selain memuat kebijakan sosial berkenaan dengan usaha perasuransian, juga memuat kebijakan kriminal mengenai tindak pidana asuransi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian ini adalah undang-undang administratif (administratief wet), sehingga penggunaan hukum pidana dalam hal ini mestinya semata-mata untuk mengamankan normanorma administratif tersebut. Ketika rumusan tindak pidana ditujukan untuk mengamankan ketentuan administratif
yang berisi larangan, maka ketentuan
afministratif tersebut menjadi inti dari tindak pidana. Dengan demikian pada dasarnya rumusan perbuatannya terdapat dalam ketentuan administratif tetapi ancaman pidananya terdapat dalam ketentuan pidana.
Universitas Sumatera Utara
Ketentuan pidana dalam undang-undang tersebut bukan hanya berisi tindak pidana administratif, tetapi juga tindak pidana lain yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan ketentuan administratif tesebut. Dengan demikian dari perumusan pidananya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian bukan saja berisi norma pidana administratif tetapi juga sebagai hukum pidana khusus. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian mengecualikan ketentuan-ketentuan pidana yang umum yang terdapat dalam KUHP. Selain kejahatan yang tersebut di atas, kejahatan lain yang cukup menyita perhatian yang terjadi pada perusahaan asuransi yang berkembang pesat pada saat ini adalah tindak pidana pencucian uang (money laundering), terutama pada tahap placement dan integration, sebagai contoh pembayaran premi secara tunai untuk polis asuransi, yang kemudian dibatalkan untuk mendapatkan pengembalian premi atau pembayaran klaim. Terbukti selama dua tahun terakhir telah terjadi pelaporan transaksi mencurigakan sebanyak 1.182 kasus yang seluruhnya di laporkan oleh 25 perusahaan asuransi, sekitar 1.180 kasus pelaporan transaksi mencurigakan berasal dari perusahaan asuransi jiwa dan hanya 2 dari asuransi kerugian. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 sebagaimana di atur di dalam Pasal 2 angka 1 disebutkan bahwa : “hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana meliputi korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang asuransi, narkotika,
Universitas Sumatera Utara
psikotropika, perdagangan manusia, perdagangan senjata gelap, penculikan, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.” Biasanya perusahaan asuransi jiwa lebih rawan dijadikan tempat pencucian uang (money laundering). Hal ini disebabkan karena premi asuransi jiwa yang bernilai besar memungkinkan seseorang memanfaatkan asuransi jiwa sebagai medium pencucian uang hasil kejahatan. 46 Indikasi adanya pencucian uang pada usaha asuransi jiwa patut diwaspadai pada nasabah dengan pertanggungan besar, namun jangka waktunya sangat singkat sedangkan untuk asuransi kerugian, hal itu sangat sukar terjadi karena nilai preminya rata-rata hanya seperseribu dari nilai barang yang diasuransikan. Hal ini diperkuat oleh Ketua Dewan Asuransi Indonesia, Hot Bonar Sinaga. Menurut dia, besarnya premi pada asuransi jiwa berjangka pendek dapat dimanfaatkan tertanggung atau pemodal untuk memasukkan uang hasil kejahatan pada mekanisme perbankan yang ilegal. Apalagi kalau nasabah ngotot membayar premi sekaligus meskipun jangka waktu pembayarannya sampai lima tahun. 47 Ditambahkan pula oleh Firdaus bahwa perusahaan asuransi jiwa diharapkan dapat menerapkan aspek prudential atau kehati-hatian kepada 46
http//:www.kompas.com. Asuransi Jiwa Rawan Terhadap pencucian Uang. Diakses tanggal 30 Januari 2010 47
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
nasabahnya. Umumnya money laundering lewat asuransi jiwa karena transaksinya dilakukan lewat individu. Pembeli dana biasa membeli produk asuransi jiwa misalnya untuk sepuluh tahun. Ketika itu si pembeli mengatakan akan mencicil asuransi dengan premi tiap bulan misalnya Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). Selanjutnya pihak asuransi menghitung santunannya yaitu misalnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah), namu tak berapa lama pemegang polis mengatakan akan melunasi premi sekaligus sehingga tidak mencicil premi lage. Selang beberapa bulan si pembeli asuransi mebarik dananya lagi walaupun dikenai denda, dengan alasan untuk keperluan seperti membeli properti. Selanjutnya mereka akan menaruh dananya di bank dengan alasan habis mencairkan asuransi. 48 Modus yang digunakan oleh para pelaku money laundering melalui jasa asuransi adalah dengan membeli polis asuransi jiwa dengan premi tinggi yang langsung dibayarkan pada penutupan polis tersebut. Selang beberapa waktu, polis akan dibatalkan, dan premi yang dibayarkan akan dikembalikan walaupun dikurangi denda. Modus lain yaitu pembelian polis asuransi jiwa jenis unit linked dengan jumlah premi besar yang di bayar secara reguler dimana pemegang polis adalah perusahaan berbadan hukum dan tertanggung adalah pimpinan perusahaan tersebut. Perusahaan didirikan berdekatan dengan waktu pengajuan polis,
48
http//:www.balispost.co.id. Tak Laporkan Transaksi Mencurigakan-Lembaga keuangan Diancam Sanksi. Diakses tanggal 30 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
sehingga besar kemungkinan dana untuk membayar premi bukan hasil dari usaha perusahaan. Jumlah modal disetor perusahaan juga tidak menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar premi tersebut. Jadi, diduga dana untuk membayar premi berasal dari dana lain yangtidak sah dengan penngunaan nama perusahaan sebagai pemegang polis mengindikasikan usaha tertanggung untuk menyamarkan asal usul dana seolah-olah berasal dari kegiatan bisnis yang sah. 49 Selanjutnya dengan suatu single premium insurance bond. Para pelaku money laundering membeli produk-produk ini dan menjualnya kembali dengan diskon, sisa nilainya dapat diperoleh oleh pencuci uang yang dimaksud dengan bentuk cek yang berdih (sanitied check) dari suatu perusahaan asuransi. single premium insurance bond memiliki pula keuntungan yang lain sebagai sarana pencucian uang karena padat dugunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan. 50 Aspek problematik dari indusri asuransi adalahbahwa persentase yang signifikan produk-produk asuransi dijual melalui lembaga intermediasi. Para Pialang (brokers) sering kali menjadi hanya satu-satunya penghubung (personal contact) dengan nasabah. 51
49
http//:www.ppatk.go.id. Refleksi Akhir Tahun 2006 Pusat pelaporan dan analisis Transaksi Keuangan. Diakses tanggal 12 Januari 2010. 50
51
Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hal.133 Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Terkait dengan konteks Indonesia, memang belum ada laporan resmi mengenai profil kejahatan asuransi sekaligus terlibat dalam tindak pidana pencucian uang. Pengaturannya di dalam Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang pun masih relatif sedikit. Hal tersebutlah yang antara lain menyulitkan untuk mengidentifikasi adanya kegiatan money laundering dalam asuransi. Adapun contoh kasus money laundering pada persahaan asuransi yaitu kasus Perusahaan Umum Kehutanan Negara (Perum Perhutani) dan PT Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJB), dimana terdakwa mantan Direktur Umum Perum Perhutani Sondang Gultom dan tiga terdakwa lainnya dari PT AJB diduga melakukan penipuan dan praktik pencucian money laundering terkait dengan perubahan program asuransi.. Jaksa Penuntut Umum Teguh Suhendro menyatakan terdapat kerjasama antara PT AJB dan Perum Perhutani yang sudah berlangsung sejak 1998 dengan nama asuransi rawat inap dan pemberdayaan plus yang diganti dengan program kesejahteraan karyawan dengan dana senilai Rp 23 milyar. Asuransi rawat inap dan program kesejahteraan karyawan tersebut tidak jadi dilaksanakan akan tetapi uang untuk program asuransi tersebut sudah keluar. Menurut kerjasama itu uang dikeluarkan untuk biaya-biaya seperti persekot premi lalu dana tersebut diserahkan kepada Kim Eng Securities untuk diserahkan kepada terdakwa Sondang Gultom. Berdasarkan bukti transfer senilai 3 milyar, uang tersebut telah masuk ke rekening terdakwa.
Universitas Sumatera Utara
Kasus ini berawal saat Perum Perhutani menaruh polis asuransi Rp 20 milyar di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera pada 2006. Saat jangka waktu polis habis, ternyata uang tak bisa dicairkan. Namun, saat itu Perhutani tak melaporkannya ke polisi. Bareskrim Polri justru mengetahui kasus itu dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. Setelah di usut, ternyata ada dana yang digelapkan mantan Direktur Utama Bumiputera Soeseno Haryosaputra sebesar Rp 12 miliar. Pada saat kasus tersebut sedang diperiksa, program asuransi rawat inap tersebut masih berjalan. Dakwaan yang diberikan kepada Sondang Gultom adalah penerimaan pasif dalam UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam KUHP dan tentang informasi atau data yang tidak benar dalam UU Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.
52
E. Tahap-Tahap dan Proses Money laundering pada Perusahaan Asuransi Secara umum terdapat beberapa tahap dalam melakukan usaha pencucian uang, yaitu :
53
52
http//:www.unisosdem.org. Khresna Guntarto, Kerjasama Bumiputera dan perum Perhutani Diduga Lahan Cuci Uang. Diakses Tanggal 5 Februari 2010. 53
Munir Fuady.Hukum Perbankan di Indonesia, Seri buku Ketiga, Bandunt:PT.Citra Aditya Bakti,1999,hal.80
Universitas Sumatera Utara
1.
Placement Tahap ini merupakan tahap pertama, yaitu pemilik uang tersebut
mendepositokan uang haram tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system). Karena uang itu sudah masuk ke dalam sistem keuangan perbankan, berarti uang itu juga telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan. Oleh karena uang yang telah ditempatkan di suatu bank itu selanjutnya dapat lagi dipindahkan ke bank lain, baik di negara tersebut maupun di negara lain, unag tersebut bukan saja telah masuk ke dalam sistem keuangan negara yang bersangkutan, melainkan juga telah masuhk ke dalam sisem keuangan global atau internasional. Jadi, placement adalah upaya menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu kegiatan tindak pidana ke dalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini, antara lain : a. Menempatkan dana pada bank atau perusahaan jasa keuangan lain. Kadang-kadang
kegiatan
ini
diikuti
dengan
pengajuan
kredit/pembiayaan. b. Menyetorkan uang pada bank atau perusahaan jasa keuangan lain sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail. c. Menyelundupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain. d. Membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan sehingga mengubah kas menjadi kredit/pembiayaan.
Universitas Sumatera Utara
e. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi atau membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan/hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui bank atau perusahaan jasa keuangan lain. Melalui
“placement” dimaksudkan “the physical disposal of cash
proceeds derived from illegal activity”. Dengan perkataan lain, fase pertama dari proses pencucian uang haram ialah memindahkan uang haram dari sumber di mana uang itu diperoleh untuk menghindarkan jejaknya. Atau secara lebih sederhana agar sumber uang tersebut tidak diketahui oleh pihak penegak hukum. Metode yang paling penting dari “placement” ini adalah apa yang disebut sebagai “smurfing”. Melalui “smurfing” ini, maka keharusan untuk melaporkan transaksi uang tunai sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dikelabui atau dihindari.
2. Layering Layering adalah memisahkan hasil tindak pidana dari sumbernya, yaitu tindak
pidananya
melalui
beberapa
tahap
transaksi
keuangan
untuk
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul dana. Dalam kegiatan ini terdapat proses pemindahan dana dari beberapa rekening aau lokasi tertentu sebagai hasil placement ke tempat lain melalui serangkaian transaksi yang kompleks dan didesain untuk menyamrakan dan menghilangkan jejak sumber dana tersebut. Bentuk kegiatan ini, antara lain :
Universitas Sumatera Utara
a.
Transfer dana dari satu bank ke bank lain dan atau antar wilayah/negara.
b.
Penggunaan simpanan tunai sebagai agunan untuk mendukung transaksi yang sah.
c.
Memindahkan uang tunai lintas batas negara, baik melalui jaringan kegiatan usaha yang sah maupun shell company. Jadi, dalam layering, pekerjaan dari pihak pencuci uang (laundered) belum
berakhir dengan ditempatkannya uang tersebut ke dalam sistem keuangan dengan melakukan placement, seperti diterangkan di atas. Jumlah uang haram yang sangat besar, yang ditempatkan di suatu bank, tetapi tidak dapat dijelaskan asal usulnya itu, akan sangat menarik perhatian otoritas moneter negara yang bersangkutan, yang pada gilirannya akan perhaian para penegak hukum. Oleh karena itu, setelah dilakukan placement, maka uang tersebut perlu dipindahkan lagi dari satu bank ke bank yang lain, dan dari negara yang satu negara ke negara yang lain sampai beberapa kali, yang sering kali pelaksanaannya dilakukan dengan cara memecahmecah jumlahnya sehingga dengan pemecahan dan pemindahan beberapa kali itu asal usul uang tersebut tidak mungkin lagi dapat dilacak oleh otoritas moneter atau oleh para penegak hukum. Sering kali nasabah penyimpan dana yang tercatat di bank justru bukan pemilik yang sesungguhnya dari uang tersebut. Nasabah penyimpan dana itu mungkin sudah merupakan lapis yang kesekian apabila diurut dari sejak pangkalnya, yaitu pemilik yang sesungguhnya dari uang yang ditempatkan itu. Dari urutan mereka yang dilalui oleh pemilik yang sesungguhnya dari uang itu sampai pada lapis yang terakhir, yaitu nasabah penyimpan dana yang secara resmi
Universitas Sumatera Utara
tercatat di bank tersebut, maka pemakaian lapisan-lapisan yang demikian itu dapat pula disebut layering. Melalui “layering” dimaksudkan “separating illicit proceeds from their source by creating complex layers of financial transactions designed to disguise the audit trail and provide anonymity”. Hubungan antara “placement” dan “layering” adalah jelas. Setiap prosedur “placement” yang berarti mengubah lokasi fisik atau sifat haram dari uang itu adalah juga salah satu bentuk “layering”. Strategi “layering” pada umumnya meliputi, antara lain, dengan mengubah uang tunai menjadi aset fisik, seperti kendaraan bermotor, barangbarang perhiasan dari emas atau batu-batu permata yang mahal, atau “real estate”, atau instrumen keuangan seperti “money orders”, cashier cheques or securities and multiple electronic transfer of funds to so called ‘bank secrecy havens’, such as Switzerland or the Cayman Islands”. 3. Integration Integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang telah tampak sah, baik untuk dinikmati langsung, diinvestasikan ke dalam berbagai bentuk kekayaan materiil atau keuangan, dipergunakan untuk membiayai kegiatan bisnis yang sah, maupun untuk membiayai kembali kegiatan tindak pidana. Dalam melakukan pencucian uang, pelaku tidak terlalu mempertimbangkan hasil yang akan diperoleh dan besarnya biaya yang harus dikeluarkan karena tujuan utamanya adalah untuk menyamarkan atau menghilangkan asal usul uang sehingga hasil akhirnya dapat dinikmati atau digunakan secara aman. Ketiga kegiatan tersebut di atas dapat terjadi secara terpisah atau simultan, namun
Universitas Sumatera Utara
umumnya dilakukan secara tumpang tindih. Modus operandi pencucian uang dari waktu ke waktu semakin kompleks dengan menggunakan teknologi dan rekayasa keuangan yang cukup rumit. Hal ini terjadi, baik pada tahap placement, layering, maupun intergration sehingga penanganannya pun menjadi semakin sulit dan membutuhkan peningkaan kemampuan (capacity building) secara sistematis dan berkesinmabungan. Pemilihan modus operandi pencucian uang bergantung dari kebutuhan pelaku tindak pidana. Jadi, dalam integration, begitu uang tersebut telah dapat diupayakan proses pencuciannya berhasil melalui cara layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan uang yang telah menjadi halal (clean money) yang digunakan untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasi kejahatan dari penjahat atau organisasi kejahatan yang mengendalikan uang tersebut. Kesemua
perbuatan
dalam
proses
pencucian
yang
haram
ini
memungkinkan para raja uang haram ini menggunakan dana yang begitu besar itu dalam rangka mempertahankan ruang lingkup kejahatan mereka atau untuk terus berproses dalam dunia kejahatan yang terutama menyangkut narkotik. Untuk menghadapi cara-cara yang digunakan para pejabat ini dengan para pembantu mereka melalui perbagai transaksi yang tidak jelas dalam rangka menghalalkan uang mereka dalam jumlah yang besar, maka ada tiga permasalahan yang harus ditangani jika ingin menggagalkan praktik kotor pencucian uang haram. Yang pertama ialah kerahasiaan bank, kerahasiaan financial secara pribadi, dan efisiensi
Universitas Sumatera Utara
transaksi. Sedangkan proses pencucian uang, menurut Anwar Nasution, 54 ada empat faktor yang dilakukan dalam proses pencucian uang. Pertama, baik merahasiakan siapa pemilik yang sebenarnya maupun sumber uang hasil kejahatan itu. Kedua, mengubah bentuknya sehingga mudah dibawa kemanamana. Ketiga, merahasiakan proses pencucian uang itu sehingga menyulikan pelacakannya oleh petugas hukum. Keempat, mudah diawasi oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya. Proses pencucian uang dilakukan melalui tiga proses. 55 Pertama, disebut sebagai “immersion” atau “membenamkan” uang haram sehingga tidak tampak dari permukaan. Dalam proses ini, uang hasil kejahatan ditempatkan dan dikonsolidasikan dalam bentuk dan tempat yang sulit oleh sistem pengawasan petugas hukum. Karena menggunakan sistem pembayaran yang sah, proses “pembenaman” uang yang sah dilakukan melalui rekening koran, wesel pos (postal orders) ravel’s check, surat berharga atas unjuk, ataupun instrumen keuangan lainnya yang mudah dikonversi ke dalam bentuk uang tunai dan tabungan pada sistem perbankan. Instrumen lain yang sering digunakan menutupi pemilik ataupun sumber uang haram adalah penggunaaan transaksi kegiatan yang memang sulit dilacak dan pajaki. Kesukaran itu mungkin bersumber dari sifat transaksi daripada kegiatan tersebut yang tidak memerlukan identitas baik pembeli maupun penjual komoditi yang diperjualbelikan. Berapa besarnya volume ataupun
54
Anwar Nasution,”Sistem Keuangan dan Proses Money laundering”, dalam Jurnal hukum Bisnis,Volume 3.1998,hal.13 55
Adrian Sutedi.Op.Cit,hal.23
Universitas Sumatera Utara
nilai transaksi sulit ditaksir karena transaksi bersifat “cash and carry” ataupun karena tidak ada standar harga yang baku. Pelacakan semakin sulit dilakukan jika transaksi lebih banyak menggunakan uang tunai. Kegiatan transaksi uang secara tunai tersebut, antara lain, seperti pedagang eceran. Termasuk di dalamnya seperti restoran, bar dan klab malam, persewaan alat-alat hiburan ataupun perjudian, serta pelacuran yang dilegalisasi. Perdagangan batu mulia serta permata, barang antik, uang, ataupun perangko tua, yang tidak memiliki standar harga yang baku, juga termasuk dalam kelompok ini. Jika sistem peyedia jasa keuangan tidak dapat dipercaya, masyarakat kembali pada sistem tradisional. Erosi kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan terjadi karena kegoncangan sistem politik sosial ataupun karena adanya sistem devisa yang dikontrol ketat oleh pemerintah. Dalam sistem tradisional itu, baik uang maupun barang berharga dijual ataupun digunakan oleh pemiliknya kepada pedagang emas ataupun valuta asing di suatu tempat ataupun di suatu negara. Pada gilirannya pedagang tersebut memberikan surat bukti penyimpanan, baik uang maupun barang berharga itu. Surat bukti tersebut dapat diuangkan kembali oleh pemegangnya pada jaringan yang dimiliki oleh pedagang emas dan valuta asing yang mengeluarkan surat berharga itu di tempat lain di mancanegara. Biaya transaksi yang dipungut oleh jaringan pedagang seperti itu lebih mahal daripada biaya yang dipungut oleh sistem perbankan. Sistem seperti ini disebut “uang terbang”. Pada tahap kedua, uang haram yang telah dibenamkan di bawah “permukaan air” tersebut diberi sabun dan diacak. Proses penyabunan dan
Universitas Sumatera Utara
pengacakan dilakukan, baik dengan memanfaatkan Undang-Undang Kerahasiaan Bank maupun celah-celah peluang hukum, sistem politik yang “busuk”, kelemahan administrasi serta sistem pembayaran ataupun sistem perbankan yang ada diberbagai negara. Dengan demikian, peranan para ahli hukum serta pengacara, konsultan, dan akuntan sangat menonjol dalam proses tersebut. Disamping itu, uang haram dipindah-pindahkan dari sau rekening ke lain rekening bank, baik dalam negeri maupun melalui transaksi antarnegara. Tujuan transaksi tersebut adalah untuk semakin menutup identitas pemilik yang sebenarnya ataupun sumber uang harram tersebut. Untuk melayani transaksi semacam itu, pemilik uang haram membentuk prasarana jaraingan transaksi internasional yang sangat kompleks. Prasarana dapat berupa perusahaan gadungan yang sengaja dibentuk dan beroperasi di mancanegara, apakah dimiliki sendiri oleh pemilik uang haram ataupun cukup dapat dikontrol olehnya. Prasarana tersebut termasuk jaringan pedagang emas dan valuta asing pada sistem “uang terbang”. Transaksi juga dapat dilakukan melalui rekening perwalian (trust), baik milik pengacara, akuntan, maupun klien pemilik uang haram. Tahap ketiga, proses pencucian uang haram disebut sebagai proses pengeringan atau repatriasi dan integrasi. Pada tahap ini uang haram telah “dicuci” bersih dimasukkan kembali ke dalam sirkulasi dalam bentuk yang menurut aturan hukum, telah berubah menjadi legal dan sudah membayar kewajiban pajak.
Universitas Sumatera Utara
Kompleksitas tiap tahap proses pencucian uang dan besar kecilnya jaringan prasarana yang diperlukan untuk mendukung berganung pada volume uang haram yang akan di-“putihkan”. Sebagai contoh, uang haram jumlah besar hasil kejahatan kelompok gangster Al Capone, 56 diputihkan oleh Mayer Lansky, baik melalui perjudian legal maupun “offshore banking”. Untuk keperluan tersebut, kelompok Al Capone mengembangkan pusat perjudian, pelacuran, serta bisnis hiburan di Las Vegas dan Nevada, dua negara bagian yang melegalisasi bisnis seperti itu. Dalam sekejap mata, Mayer Lansky membuat Havana (pada masa Pemerintahan Presiden Fugencio Batista) menjadi pusat perjudian, hiburan, dan ”offshore banking”. Tujuan utama “offshore banking” adalah untuk menjadi pelabuhan tempat transit uang haram. Setelah Cuba jatuh ke tangan rezim komunis dibawah Presiden Fidel Castro, Meyer Lansky pindah ke Bahama yang dikembangkannya sebagai pusat perjudian dan hiburan serta “offshore banking” baru. Dewasa ini, pusat-pusat “offshore banking” telah menjalar luas ke berbagai negara miskin lainnya. Pada awalnya negara tempat penyimpanagan uang haram adalah Swiss, Luxembourg, Lichtenstein, Hong Kong, dan Singapura. Daftar ini semakin bertambah dengan masuknya Panama. Antille Belanda, dan Cayman Islands yang sekarang nyatanya paling disukai oleh bank-bank, baik swasta maupun BUMN. Selain menawarkan bebas pajak, negara-negara miskin
56
http//:www.khn.go.id.J.E.Sahetapy,diakses tanggal 7 Februri 2010.
Universitas Sumatera Utara
tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk mengawasi bank ataupun transaksi keuangan masyarakat sehingga merupakan tempat yang sangat ideal bagi kegiatan pemutihan uang. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, pencucian uang adalah kejahatan yang melibatkan upaya untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatan. Para penjahat menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatannya melalui proses penempatan (placement), pelapisan (layering), atau menggabungkannya (integration). Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 tahun 2003 sebagaimana di atur di dalam Pasal 2 angka 1 telah dicantumkan bahwa kejahatan di bidang asuransi merupakan kejahatan asal (predicate offences) yang dapat mengakibatkan terjadinya tindak pidan pencucian uang. Dengan perubahan ini, pemerintah Indonesia telah mengembangkan pendekatan baru dalam memerangi kejahatan di bidang asuransi. 57 Placement adalah sebuah tindakan dimana dana yang diperoleh dari hasil kejahatan ditempatkan atau disimpan di dalam sistem keuangan. Di dalam proses placement terdapat pergerakan fisik uang. Contoh placement dengan kejahatan asuransi.
57
Adrian sutedi. Op.Cit, hal.41.
Universitas Sumatera Utara
1) Melakukan pembayaran premi asuransi jiwa dalam jumlah besar dalam jangka waktu yang relatif singkat dengan pembayaran tunai. 2) Pembelian kontrak lump-sum yang besar dimana secara historis pemegang polis terebut biasanya melakukannya dalam jumlah tidak besar atau kontrak dengan pembayaran reguler. Layering adalah modus dimana pihak pemegang dana melakukan berbagai macan tindakan untuk mengaburkan kepemilikan atas dana miliknya. Biasanya pada modus ini pihak pemilik dana akan memerintahkan kepada penyedia jasa keuangan untuk melakukan pemindahan dana pada beberapa rekening di bank lain atau penyedia jasa keuangan lainnya, baik dengan menggunakan nama pemilik sendiri maupun nama yang berbeda. Kegiatan layering juga dapat dilakukan dengan mengubah bentuk harta hasil kejahatan menjadi bentuk harta yang lain tanpa melalui bantuan perbankan. Contoh layering terkait dengan kejahatan asuransi adalah: 1) Pembeli jasa asuransi terlihat memiliki polis-polis yang sama yang berasal dari berbagai perusahaan asuransi lainnya. 2) Pengalihan manfaat atas suatu produk asuransi kepada pihak lain yang nyata atau tidak ada hubungannya sama sekali. Integration adalah tahap akhir dimana pelaku tindak kejahatan menarik/menggunakan harta yang telah di-placement atau layering bagi kepentingan yang diinginkannya atau menggabungkan hasil harta kejahatan
Universitas Sumatera Utara
dengan harta kekayaannya yang sah. Contoh integration terkait dengan kejahatan asuransi adalah: 1) Melakukan pembelian produk-produk asuransi dan menjualnya kembali dengan diskon pada produk asuransi single premium insurance bond. Sisa nilai yang diperoleh dimaksudkan dalam bentuk cek yang bersih dari suatu perusahaan asuransi. hasil tersebut selanjutnya dugunakan untuk mendirikan kegiatan usaha yang baru dan apabila kekurangan dana maka produk single premium insurance bond dapat digunakan sebagai jaminan untuk memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga keuangan. 2) Melakukan pembayaran premi yang cukup besar yang langsung dibayarkan pada saat penutupan polis yang kemudian dibatalkan. Premi yang
dibayarkan
dikembalikan
walupun
dikurangi
denda.
Hasil
pengembalian premi kemudian diinvestasikan ke dalam usaha lain yang sah yang selanjutnya akan membeli produk asuransi lagi untuk mengamankan perusahaannya. Terkait dengan hukuman bagi pelaku pencucian uang, maka setiap orang, orang-perseorangan, atau korporasi (termasuk perusahaan asuransi) yang melakukan tindak pidana pencucian uang dapat dikenai hukuman penjara selama 5 tahun sampai dengan 10 tahun dan denda antara Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas milyar rupiah). Hukuman yang sama juga berlaku bagi pihak yang mendukung kejahatan pencucian uang.
Universitas Sumatera Utara
Pidana pokok yang dapat diberikan pada sebuah perusahaan adalah denda maksimal yang dapat ditambah sepertiga. Selain hukuman denda, tambahan hukuman yang dapat diberikan pada perusahaan adalah pencabutan izin usaha atau bahkan pembubaran dan likuidasi perusahaan atas keterlibatannya dalam money laundering.
H. Money Laundering Pasif pada Perusahaan Asuransi
Secara yuridis dalam UU No 23 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai penyempurnaan dari UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindakan Pidana Pencucian Uang, di mana pencucian uang dibedakan dalam dua tindak pidana.
58
Pertama, tindak pidana aktif, di mana seseorang dengan sengaja menempatkan, mentransfer, menghibahkan, membayarkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan uang-uang hasil tindak pidana dengan tujuan mengaburkan atau menyembunyikan asal usul uang itu, sehingga muncul seolaholah sebagai uang yang sah.
59
Kedua, dalam pasal lain juga disebutkan tentang tindak pidana pencucian pasif yang dikenakan kepada setiap orang yang menerima atau menguasai
58
http//:www.kompas.com. Curiga pencucian Uang,PPATK Periksa Unit Link. Diakses tanggal 5 Februari 2010. 59
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
penempatan, pentransferan, pembayaran, penerima hibah, sumbangan, penitipan, penukaran uang-uang yang berasal dari tindak pidana itu, dengan tujuan sama yaitu untuk mengaburkan, menyembunyikan asal-usulnya.
60
Hal tersebut dianggap juga sama dengan melakukan pencucian uang. Sanksinya cukup berat, dimulai dari hukuman penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, dengan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Dikatakan money laundering secara pasif karena pelakunya bukanlah orang yang melakukan tindak pidana dan memperoleh uang hasil kejahatan tersebut, melainkan orang yang menerima dan menguasai uang hasil kejahatan tersebut
dalam
bentuk
penempatan,
pentransferan,
pembayaran,
hibah,
sumbangan, penitipan, atau pertukaran yang selanjutnya akan dicuci untuk mengaburkan asal-usul uang tersebut atau dengan kata lain membuat uang tersebut seakan-akan nerasal dari sumber yang sah.
Menurut Yenti Garnasih, money laundering itu kejahatan ganda. Ada kejahatan inti dan ada money laundering yang sebenarnya merupakan kejahatan lanjutan. Di Indonesia terdapat 24 bentuk kejahatan ditambah semua kejahatan yang ancaman pidananya empat tahun ke atas yang terkait dengan money laundering salah satunya di bidang asuransi. Seringkali perusahaan asuransi
60
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
dijadikan sebagai kendaraan pada tindak pidana pencucian uang ini, apakah melalui penempatan, pembayaraan, maupun penitipan dari kejahatan inti pencucian uang tersebut, hal ini juga dinamakan money laundering. Sepintas sama seperti penadahan yang diatur dalam Pasal 480 KUHP. Kalau Pasal 480 KUHP, dianggap kejahatan apabila orang dianggap menerima hasil kejahatan. Jadi yang dipidana adalah orang yang menerima. Sementara untuk money laundering, pelaku money laundering, pelaku sebenarnya adalah yang melakukan kejahatan inti, misalnya korupsi, kemudian dia mencuci hasil kejahatannya dengan melakukam pembelian polis pada perusahan asuransi. 61
61
http//:www.kompas.com. Budiman Tanuredjo, Yenti Garnasih dan Pencucian Uang. Diakses tanggal 3 Februari 2010.
Universitas Sumatera Utara