contohnya adalah negara Malaysia yang mempunyai wilayah finansial centre yaitu di Labuan.
BAB III HUBUNGAN ANTARA TAX HAVEN DENGAN TINDAK PIDANA MONEY LAUNDERING
A. Money Laundering sebagai Suatu Kejahatan Terorganisir Internasional.
Universitas Sumatera Utara
Kegiatan Money Laundering secara universal dewasa ini telah digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Bahkan, karena modus operandinya yang umumnya bersifat lintas negara (cross border), maka Money Laundering telah dianggap sebagai tindak pidana internasional (international crime). Karena itu, kejahatan noney laundring ini diatur pula secara internasional. Seperti terlihat dalam Pasal 3 ayat (1) dari United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance (Konvensi PBB) yang disahkan sejak tanggal 19 Desember 1988, dan mulai berlaku efektif sejak November 1990. Indonesia telah meratifikasi konvensi ini sejak tanggal 31 Januari 1997 dengan Undng-Undang Nomor 8 Tahun 1996. Pengertian Money Laundering diberikan secara komprehensif oleh Pasal 3 dari konvensi PBB tersebut, yaitu sebagai berikut : “Money Laundering berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan sengaja dalam hal-hal sebagai berikut
42
:
1. Konversi atau pengalihan barang, yang diketahui bahw barang tersebut berasal dari suatu kegiatan kriminal atau ikut berpartisipasi terhadap kegiatan tersebut, dengan tujuan untuk menyembunyikan sifat melawan hukum dari barang tersebut, ataupun membantu seseorang yang terlibat sebagai
perantara
dalam
kegiatan
tersebut
untuk
menghilangkan
konsekuensi hukum dari kegiatan tersebut.
42
Munir Fuady., Op.Cit., hal 149-150.
Universitas Sumatera Utara
2. Menyembunyikan
keadaan
yang
sebenarnya,
sumbernya,
lokasi,
pengalihan, pergerakan, hak-hak yang berkenaan dengan kepemilikan atau barang-barang, dimana yang bersangkutan mengetahui bahwa barang tersebut dari kegiatan kriminal, atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. 3. Perolehan, penguasaan atau pemanfaatan dari barang-barang dimana pada waktu menerimanya, yang bersangkutan mengetahui bahwa barang tersebut berasal dari tindakan kriminal atau ikut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. 4. Segala tindakan partisipasi dalam kegiatan untuk melaksanakan percobaan untuk
melaksanakan,
membantu,
bersekongkol,
memfasilitasi,
dan
memberikan nasihat terhadap tindakan-tindakan tersebut diatas.” Tindak pidana pencucian uang dianggap terjadi apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut
43
:
1. Terdapatnya uang sebagai hasil dari suatu kejahatan tertentu. 2. Uang tersebut digunakan atau diputar ke dalam transaksi-transaksi keuangan atau bisnis. 3. Transaksi-transaksi tersebut dilakukan dengan tujuan : a.
Melanjutkan aktivitas kriminalnya dengan tujuan memperbanyak kekayaan.
43
Ibid., hal 150.
Universitas Sumatera Utara
b.
Menyembunyikan kepemilikan atas kekayaan yang diperoleh dari aktivitas kejahatan.
c.
Menghindar dari kewajiban pelaporan sebagaimana dipersyaratkan oleh hukum di negara-negara tertentu. Sesungguhnya model kejahatan yang menghasilkan uang kotor yang
kemudian uang tersebut diputihkan tersebut banyak ragamnya, tetapi pada prinsipnya uang kotor tersebut berasal dari 3 (tiga) kelompok kegiatan illegal, yaitu sebagai berikut 44: 1. Uang yang berasal dari kegiatan kriminal. Misalnya uang dari pencurian, perampokan, penipuan, perdagangan, narkotika, korupsi, atau penyogokan. 2. Uang yang berasal dari kegiatan penghindaran pajak. Misalnya, uang penghindaran/penggelapan pajak yang dilakukan di Cayman Islands dan negara Tax Haven lainnya. 3. Uang yang berasal dari penyimpangan berbagai aturan lain. Misalnya uang hasil dari kegiatan penyimpangan dibidang ekspor-impor (seperti pemalsuan dokumen, pemalsuan volume barang, peyelundupan, atau penggelapan bea masuk atau pajak ekspor), atau uang dari kegiatan penyimpangan di bidang perdagangan umum, semisal pemalsuan perhitungan harga, mutu, jumlah, atau berat barang, dan sebagainya. Seperti yang sudah disebutkan bahwa kegiatan Money Laundering secara universal dewasa ini telah digolongkan sebagai suatu tindak pidana.
44
Ibid., hal 151.
Universitas Sumatera Utara
Bahkan, karena modus operandinya yang umumnya bersifat lintas negara (cross boarder), maka Money Laundering telah dianggap sebagai tindak pidana internasional. Karena kejahatan Money Laundering ini diatur pula secara internasional, seperti yang terlihat dalam Pasal 3 ayat (1) dari United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance (Konvensi PBB) yang disahkan sejak tanggal 19 Desember 1988 dan mulai berlaku efektif sejak November 1990. Indonesia telah meratifikasi konvensi ini sejak tanggal 31 Januari 1997 dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 45. Dewasa ini tempat-tempat seperti Offshore banking, merupakan surga bagi para pelaku pemutihan uang yang telah meluas ke tempat-tempat lain, seperti Swiss, Luxemburg, Lichtenstein, Sibgapura, Hongkong, Macao, Panama, Antille Belanda, Cayman Islands, Cook Islands, Canatry, Channel, Belize, Gibraltar, dan lain-lain. Dinegara-negara yang disebut belakangan , di samping terdapat fasilitas bebas pajak, atau kemudahan mendirikan perusahaan termasuk kemudahan mendirikan bank, juga memiliki prinsip kerahasiaan bank yang kuat, serta pengawasan bank yang longgar, sehingga sangat aman bagi pelaku kejahatan pemutihan uang. Hal yang sama juga terjadi di negara-negara lain seperti negara Kepulauan Antigua, Bermuda, atau negara dan kepulauan seperti Channel Islands, Gibraltar, Austria, dan Lebanon.
45
Pasal 3 ayat (1) dari United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substance, diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996.
Universitas Sumatera Utara
Di negara-negara ASEAN kegiatan untuk memberantas kegiatan Money Laundering ini juga gencar dilakukan. Bahkan, negara Philipina selangkah lebih maju dibandingkan dengan negara-negara anggota ASEAN lainnya, karena Philipina yang paling duluan mempunyai Undang-Undang Khusus yang mengatur tentang Penyitaan atas Aset yang didapatkan secara tidak legal dari lalu lintas perdagangan obat bius 46.
B. Hubungan yang Ditimbulkan Antara Negara Tax Haven dengan Tindak Pidana Money Laundering. Uang ‘kotor’ merupakan buah dari berbagai jenis kegiatan kriminal misalnya perdagangan obat-obatan terlarang, penjualan senjata rahasia, pemalsuan, perlindungan usaha gelap , penyelundupan, penggelapan, insider trading (perdagangan orang dalam), penipuan komputer dan lain-lain. Imbalan dari kegiatan tersebut biasanya dapat berupa salah satu dari dua bentuk yaitu bentuk tunai atau transfer uang. Umumnya hal yang sangat mudah untuk membuktikan bahwa uang tunai telah diperoleh secara illegal kecuali tentu saja uang itu dipalsukan atau ditempa. Namun hanya sejumlah kecil uang tunai dapat dibawa tanpa menimbulkan kecurigaan dan jumlah kecil bukan yang diharapkan oleh para penjahat besar. Uang tunai dalam jumlah besar biasanya dibayar melalui pengiriman uang yang memerlukan dana yang dibayarkan ke rekening bank penerima pembayaran. Dan pencucian uang adalah proses hasil 46
Larry Schlesinger, “Tax Haven acts to combat Money Laundering”, 18 November 2002, diperoleh dari www.accountancyage.com, terakhir kali diakses pada tanggal 10 Maret 2010.
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana yang diterima oleh lembaga keuangan ke rekening yang dibuka di bawah kendali para penjahat 47. Pencucian uang dapat terjadi di mana saja di dunia tetapi penjahat umumnya akan mencari daerah-daerah seperti negara bebas pajak luar negeri di mana disadari ada resiko yang rendah dalam hal pendeteksian yang lemah dan undang-undang pemerintah yang kurang efektif atau mencari 'teman' (orang dalam) di suatu tempat di dalam bank / keuangan lembaga yang bersedia membantu mereka. Negara bebas pajak
lepas pantai (Offshore Tax Havens) telah
dilihat sebagai tempat yang sempurna untuk mencuci uang haram. Selain dari kontrol yang minimal, negara bebas pajak itu juga diperhitungkan bisa mendapatkan dua keuntungan lebih lanjut 48: 1.
Undang-undang kerahasiaan bank berarti bahwa permintaan informasi keuangan dari pemerintah luar negeri sering ditolak. Dan pada kesempatan ketika informasi itu akan datang, peneliti menemukan bahwa perusahaan yang sedang mereka selidiki telah didirikan dan terdaftar tanpa mengungkapkan pemegang saham, direktur atau pemilik. Pada saat yang sama itulah biasanya dalam kasus ini uang curian yang bersangkutan telah pindah.
47
Tax Haven dan Money Laundering, diperoleh dari www.google.co.id, diakses pada tanggal 12 Januari 2010.
terakhir kali
48
Jesse Schmidt., Legal Offshore Tax Havens, (Ocale, Florida : Penerbit Atlantic Publishing Company, 2008), hal.25
Universitas Sumatera Utara
2.
Negara bebas pajak biasanya tidak memberikan bunga atas rekening bank non-penduduk yang meninggalkan rekeningnya dengan keputusan apakah untuk menyatakan atau tidak kepada otoritas pajak mereka sendiri. Tetapi bukan hanya penjahat yang tertarik kepada negara bebas pajak
maupun Offshore centre. Banyak orang-orang kaya yang memarkiran kekayaan mereka di negara Tax Haven jauh dari penyelidik otoritas pajak di negara mereka sendiri. Dan mereka juga berguna sebagai pusat perusahaanperusahaan multinasional. Perusahaan
multi-nasional
besar
merasa
nyaman
untuk
'memaksimalkan' keuntungan mereka pada perdagangan luar negeri mereka dengan mengarahkan dokumen yang berkaitan dengan transaksi ini melalui negara bebas pajak lepas pantai. Contoh bagaimana hal ini dilakukan berasal dari Jaringan Keadilan Pajak (Tax Justice Network) 49. TJN telah menemukan bahwa perusahaan pisang yang besar telah menciptakan struktur yang rumit untuk memindahkan keuntungan mereka melalui anak perusahaan ke pusat keuangan (Offshore centre) luar negeri untuk menghindari pembayaran pajak yang lebih tinggi di negara-negara di mana pisang ditanam dan dijual. Seikat pisang mungkin akan meninggalkan Kolombia dengan harga £13 termasuk biaya tenaga kerja dan biaya produksi. Hanya keuntungan £1 yang diperoleh di sini jika di negara di mana tingkat pajak perusahaan adalah 30%. Kemudian, perusahaan mendobrak serangkaian negara pusat lepas pantai dengan tingkat
49
Ibid., hal 35
Universitas Sumatera Utara
perpajakan perusahaan
nol, pisang dapat lewat
melalui berbagai anak
perusahaan yang semuanya mengenakan biaya atas 'jasa' misalnya untuk menggunakan jaringan pembelian mereka £8, jasa keuangan £8, penggunaan nama merek £4, £4 biaya asuransi, biaya manajemen £6, biaya pengiriman £17. Dengan semua 'layanan yang diberikan' total biaya seikat pisang ini yang mulai dari harga£13 dan sekarang secara fisik tiba di UK pada harga £60. Sekarang perusahaan menjual pisang ke pasar swalayan besar untuk membuat keuntungan £1 dengan harga £61 di negara yang mengenakan pajak perusahaan sebesar 30%. Dengan cara ini banyak perusahaan-perusahaan multinasional membuat keuntungan besar tanpa pajak melalui penggunaan negara bebas pajak untuk merugikan negara produsen dan konsumen 50. Hasil lain dari perhitungan negara lepas pantai ini adalah bahwa sekitar 60% dari perdagangan global kini terdiri dari transaksi internal dalam perusahaan-perusahaan transnasional dan perhitungan yang luas dan industri hukum telah berkembang dalam 10 tahun terakhir transfer dengan menghitung harga dan membenarkannya kepada otoritas pajak. Tax Havens hadir dalam berbagai bentuk dan mereka dapat ditemukan di seluruh dunia. Ini mungkin mengejutkan banyak orang mengetahui bahwa Inggris bertanggung jawab atas beberapa negara yang bergantung kepadanya yang beroperasi di pusat perbankan luar negeri. Terlepas dari tiga negara ketergantungan seperti Guernsey, Isle of Man dan Jersey, UK juga bertanggung jawab untuk wilayah
50
Ibid., hal 39
Universitas Sumatera Utara
Luar Negeri berikut yaitu Anguilla, Bermuda, British Antarctic Territory, British Indian Ocean Territory, British Virgin Islands, Cayman Islands, Falkland Isles, Gibraltar, Montserrat, Pitcairn, Henderson, Ducie and Oeno Islands, St. Helena and St Helena Dependencies (Ascension and Tristan da Cunha), South Georgia and South Sandwich Islands, Sovereign Base Areas of Akrotiri and Dhekelia in Cyprus, and the Turks and Caicos Islands. Banyak dari negara-negara kepulauan ini telah berhasil menarik sejumlah besar uang asing dan salah satu dari mereka adalah Cayman Islands yang kini menjadi pusat keuangan terbesar ke-5 di dunia setelah London, New York, Tokyo dan Zurich. Di sana, hanya dalam satu gedung kantor perumahan yang berkedudukan hukum di George Town, ibukota sementara 18.000 perusahaan yang terdaftar 51. Salah satu pusat lepas pantai yang terkenal yang berada di tengahtengah Samudera Pasifik, adalah pulau Nauru. Di sana, jika Anda memiliki cadangan $ 25,000 (£ 16,600) anda dapat mengatur bank Anda sendiri dan menikmati hidup dengan sedikit atau tanpa regulasi. Bahkan diperkirakan hampir 400 bank yang beroperasi di sana dari kotak surat pemerintahan yang sama. Itu terjadi di Nauru pada tahun 1998 yang menurut Bank Sentral Rusia $ 70bn (£ 46.5bn) telah menghilang dan tidak pernah terlihat lagi. Ada beberapa cara bagi seseorang atau suatu perusahaan memelihara keamanan dan kenyamanan kekayaannya dengan memanfaatkan keberadaan 51
Ibid., hal 74.
Universitas Sumatera Utara
Tax Havens. Menurut buku Tolleys Tax Havens (2000) ada empat cara untuk melakukannya antara lain 52 : 1.
Personal Residency, yaitu dengan memindahkan domisili ke negara Tax Havens. Sejak abad ke-20 banyak orang kaya yang berpindah dari negara yang tinggi pajaknya ke negara yang pajaknya rendah karena di banyak negara dasar pengenaan pajak adalah tempat tinggal wajib pajak. Para pengusaha Indonesia pun ada yang memindahkan domisili perseorangan dan perusahaannya ke Singapura atau negara lain.
2.
Trading and Other Business Activity, yaitu dengan mendirikan perusahaan lokal atau special purpose vehicle company (SPV) di negara tersebut. Keberadaan perusahaan lokal ini biasanya tidak ada secara fisik atau tidak membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Perusahaan asing ini dapat memudahkan terjadinya Transfer Pricing untuk menghindari pajak di dalam negeri.
3.
Asset Holding, yaitu dengan menggunakan trust company untuk mengelola kekayaannya di luar. Misalnya yang dilakukan oleh salah satu tersangka kasus Bank Century.
4.
Financial Intermediary, yaitu dana yang dihimpun di negara rendah pajak kemudian disalurkan ke berbagai negara yang pajaknya lebih tinggi. Hal ini berhasil dilakukan Cayman Island, wilayah kecil dengan
penduduk tidak lebih dari 60.000 orang, tetapi memiliki sekitar 350 Offshore 52
Mark P Hampton, Tolley Tax Haven (USA: Penerbit Big Island Media Corporation, 2000),
hal 28.
Universitas Sumatera Utara
bank. Pada negara atau wilayah Tax Havens tindak pidana perpajakan biasanya bukan merupakan tindak pidana asal (predicate crime) dari tindak pidana pencucian uang seperti di Malaysia, Singapura, dan Swiss. Di Indonesia tindak pidana di bidang perpajakan merupakan salah satu predicate crime dari tindak pidana pencucian uang. Biasanya pertukaran informasi terkait dengan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana perpajakan sangat sulit dilakukan. Mengingat beberapa ciri negara Tax Havens sebagaimana disebutkan di atas, negara Tax Havens biasanya juga dimanfaatkan oleh pelaku tindak pidana untuk melakukan pencucian uang 53. C. Pencegahan Secara Hukum terhadap Tindak Pidana Money Laundring Pada tahun 1989 terbentuk Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) yang pertama kali mempertimbangkan tindakan apa yang diperlukan untuk melawan pencucian uang oleh penjahat internasional. Untuk tujuan ini mereka mendirikan Financial Action Task Force (FATF) yang berbasis di Paris. Itu dibentuk dengan menyusun serangkaian standar universal yang meliputi penegakan hukum, regulasi keuangan dan kerjasama internasional. Daftar ini akhirnya menyelesaikan
40 rekomendasi yang
sekarang telah diadopsi oleh 32 negara anggota. Yang sekarang ini berarti bahwa, secara anonim tidak akan ada lagi
nomor rekening bank bisa
ditoleransi semua negara-negara OECD akan memiliki interpretasi yang 53
Tax Haven Countries dan Money Laundering diperoleh dari www.google.co.id terakhir kali diakses tanggal 12 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
umum dari uang 'kotor' dan permintaan informasi dari satu pemerintah OECD yang lain akan ditangani dengan segera. Pedoman ini sekarang juga mewajibkan bank untuk menjadi polisi dan sehingga mereka berada di garis depan menangani kejahatan ini. Mereka harus melaksanakan Customer Due Diligence (CDD) yang mengharuskan mereka untuk menerapkan prinsip 'know your customer' yang mencakup mencari tahu tujuan dari setiap rekening dan kemudian melakukan pemantauan profil. Dan setiap transaksi yang mencurigakan harus segera dilaporkan kepada Financial Intelligence Unit (FIU). Tapi ini bukan hanya bank-bank yang dapat digunakan untuk 'membersihkan' uang, pengacara, akuntan, toko-toko taruhan, kasino, dealer mobil, agen real estate, dealer di logam mulia, perusahaan asuransi dan sekuritas
semuanya dapat terlibat dan kelompok-kelompok ini sekarang
semua sudah termasuk yang mengharuskan mereka untuk memiliki petugas kepatuhan mereka sendiri 54. Setelah 9 sampai 11 peraturan keuangan internasional dan kerjasama mengambil kekuatan yang lebih besar. AS langsung mengancam sanksi terhadap negara-negara dan lembaga-lembaga yang gagal untuk bekerjasama. Hasilnya, ratusan rekening bank dibekukan dan mencari asalusul dana mereka diberikan prioritas utama. Hal ini membawa kita kepada
54
Lucio Velo, The World Tax Haven, (USA: Penerbit White Star, 2001), hal 43.
Universitas Sumatera Utara
fakta bahwa tidak selalu melalui pencucian uang kelompok teroris yang menerima sebagian besar dana mereka tetapi sering dari sumber yang sah 55. OECD sekarang ingin semua negara untuk mengadopsi kode etik mereka secara seragam dan menyulitkan bagi semua pelaku kejahatan untuk menikmati buah dari tindakan ilegal mereka. Awalnya pada tahun 2001, 23 yurisdiksi dinilai tidak mengikuti persyaratan dan ditetapkan sebagai Wilayah Negara Non-Kooperatif. Namun, setelah terus-menerus dipantau semua negara-negara ini, termasuk Nauru, kini telah dihapus dari daftar ini. Langkah-langkah yang dibentuk oleh OECD harus dapat mengatasi masalah pencucian uang ini sehubungan dengan lebih banyak negara mulai untuk mengatasi masalah tersebut. Namun, walaupun cara ini memperketat peraturan
keuangan
IMF
memperkirakan
bahwa
$1
triliun
($1.000.000.000.000) dicuci setiap tahun setara dengan 3% dari Pendapatan Nasional Bruto global 56. Dan tampaknya bukan hanya bebas pajak luar negeri yang memiliki terus menangani masalah ini. Beberapa negara-negara OECD masih tidak mengelola untuk menegakkan hukum yang sudah diterapkan, di AS diperkirakan hampir 2 juta perusahaan setiap tahun masih berdiri tanpa perlu identitas orang-orang di belakang mereka. Jason Sharman, seorang akademik dari Universitas Griffith di Australia's Gold Coast ini juga baru-baru ini 55
Daniel J. Mitcell. “Tax Havens are not Money Laundering Centres”, diperoleh dari
[email protected], terakhir kali diakses pada tanggal 16 Februari 2010. 56
Lucio Velo., Op. Cit., hal 49.
Universitas Sumatera Utara
menemukan sistem keamanan di beberapa negara. Dilengkapi dengan komputer pribadi dan anggaran yang sederhana, ia menguji kesulitan dalam menyiapkan rekening bank anonim di seluruh dunia dengan hasil yang mencolok. Temuannya menunjukkan bahwa pusat dengan standar tertinggi adalah pusat lepas pantai pulau kecil. Di ujung skala yaitu Somalia, dan yang paling buruk dari semua adalah Amerika Serikat, di mana penyedia layanan sudah siap untuk menyiapkan rekening bank anonim tanpa identifikasi yang tepat. Kebanyakan penyedia Inggris diperlukan surat-surat yang tepat tetapi dalam satu kasus mendirikan sebuah perusahaan anonim dalam waktu kurang dari satu hari dengan biaya hanya lebih dari £500 57. Membawa standar di seluruh dunia dan mempertahankannya merupakan hal yang terpenting dalam menangani kejahatan keuangan. Tapi kaum bawah meyakini bahwa beberapa pemain utama di dunia kaya tidak mampu mengatasi masalah secara efektif sendiri. Kesederhanaan itu tidak cukup baik sama sekali. Pada waktu yang sama meskipun OECD melangkah lebih jauh. Operasi tingkat lapangan semua bermain sangat baik dan harus mencegah 'pencucian uang' di masa depan, tetapi bagaimana dengan orang yang telah menyelinap melalui net. Semua bank sekarang sudah bisa mengakses daftar Politically Exposed Persons (PEP) yang berisi nama semua menteri pemerintah di semua negara di dunia. Tentunya tidak akan sulit untuk pergi
57
Antony Sanfield Grinsberg., Op.Cit., hal 23.
Universitas Sumatera Utara
ke belakang dan menghasilkan 'Siapa Siapa' di masa lalu pemerintah. Dan ditemani dengan penyelidik FATF ini bisa mencari di mana saja account pribadi dan 'menggali' ke depan melalui perusahaan dan rekening dana klien untuk mencari uang yang mungkin telah dicuri di masa lalu. Dengan cara ini, misalnya, penggelapan uang oleh menteri dalam pemerintahan Marcos dari Filipina dan Mobutu dari Zaire mungkin bisa dilacak dan kemudian jika terbukti telah dicuri dikirim kembali ke negara asal. Dengan cara ini pelaku kejahatan keuangan di masa lalu maupun sekarang tidak akan pernah bisa istirahat berpikir mereka telah mengalahkan sistem. Dan pada saat yang sama pusat lepas pantai akan menerima kehormatan dan beberapa negara-negara termiskin di dunia akan melihat uang curian dipulangkan dan menjadi modal untuk mengatasi kekurangan sosial di sana 58. Sementara itu berlangsungnya kontraksi ekonomi global telah memberikan dorongan dalam upaya untuk mengatasi kerahasiaan bank di Tax Haven. OECD ingin mengurangi defisit anggaran dan penghindaran pajak yang dilihat berpotensi dapat memainkan peran yang bernilai dalam membantu mencapai hal ini. Dan politik itu tidak membawa beban. Pada saat yang sama US sub-prime mengalami krisis pinjaman yang berakibat pada pembekuan pasar uang di pusat-pusat perbankan lepas pantai telah terungkap. Baik negara-negara OECD dan Tax Haven sekarang telah membuat perjanjian di bawah naungan OECD Global Forum on Transparansi
58
Ken H. Finkelstein., Op.Cit., hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
dan Pertukaran Informasi yang menangani isu-isu yang berkaitan dengan penerapan standar internasional dan menghilangkan hambatan dalam pertukaran informasi bank untuk kepentingan perpajakan 59. Akibatnya negara-negara non-OECD sekarang mendaftar untuk informasi perjanjian pajak baru. 56 negara termasuk semua negara OECD dan Jersey, Guernsey dan Isle of Man miliki sekarang secara substansial menerapkan standar yang disepakati secara internasional ini yang memerlukan informasi berdasarkan permintaan dalam semua masalah perpajakan untuk pelaksanaan undang-undang pajak domestik. Sekitar 30 yurisdiksi telah berkomitmen untuk standar ini dan akan segera menerapkannya. Untuk tiga alasan, mungkin sekarang saatnya untuk individuindividu dari negara-negara OECD untuk memulangkan bank luar negeri dan rekening mereka. Yang pertama adalah bahwa negara Tax Haven kecil tidak mungkin untuk menjamin deposito bank-bank jika ada masalah, yang kedua adalah bahwa tingkat suku bunga rendah berarti menginvestasikan uang tunai dengan tidak ada hasil atau menganggur, dan ketiga aparat pajak sekarang memiliki kewenangan dan mungkin mengerahkan hukuman berat pada salah satu warga negara mereka yang memiliki uang yang disimpan dalam negara bebas pajak dan merupakan uang haram.
59
OECD Tax Haven., 22 April 2001, diperoleh dari www.google.co.id, diakses tanggal 15 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
Dari berbagai cara untuk mencegah terjadi kejahatan Money Laundering di berbagai negara, dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) kelompok cara pencegahan yaitu sebagai berikut 60 : 1. Know Your Customer Know Your Customer merupakan suatu prinsip di mana pihak petugas di bidang keuangan (seperti bankir, manajer investasi, dan lain-lain) harus mengetahui betul atau berusaha mengetahui siapakah nasabahnya itu. Apakah dia merupakan orang baik-baik atau dia orang yang jahat. Apabila ada indikasi bahwa dia adalah orang jahat, maka harus dilakukan pengawasan terhadapnya. Prinsip ini membebankna tanggung jawab hukum sampai batas-batas tertentu kepada pihak petugas di bidang keuangan tersebut. Program Know Your Customer ini dioperasionalisasi antara lain lewat identifikasi nasabah yang lebih intens, termasuk identifikasi tentang sumber pendapatan atau aset yang berhubungan dengan kegiatan usaha, jenis dan kegiatan usaha, referensi dari pihak yang sudah dikenal oleh bank atau melakukan interview dengan mendalam, atau bila perlu dilakukan kunjungan ke tempat nasabah untuk mengetahui kebenaran data nasabah yang bersangkutan. Terdapat berbagai modus yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan tersebut untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan tersebut, salah satunya adalah dengan memasukkan hasil tindak
60
Munir Fuady., Op.Cit., hal. 160
Universitas Sumatera Utara
pidana tersebut ke dalam sistem keuangan (financial system), terutama ke dalam sistem perbankan. Dengan demikian asal usul harta kekayaan tersebut tidak dapat dilacak oleh penegak hukum. Modus inilah yang disebut dengan pencucian uang (Money Laundering). Sebagai salah satu entry bagi masuknya uang hasil tindak kejahatan, bank harus mengurangi risiko digunakannya sebagai sarana pencucian uang dengan cara mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau transaksi dan memelihara profil nasabah, serta melaporkan adanya transaksi keuangan yang mencurigakan (suspicious transactions) yang dilakukan oleh pihak yang menggunakan jasa bank. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah atau lebih dikenal umum dengan Know Your Customer Principle (KYC Principle) ini didasari pertimbangan bahwa KYC tidak saja penting dalam rangka pemberantasan pencucian uang, melainkan juga dalam rangka penerapan prudential banking untuk melindungi bank dari berbagai risiko dalam berhubungan dengan nasabah dan counter-party. Di sektor perbankan, inisiatif untuk memerangi pencucian uang secara aktif dan serius telah dimulai sejak Bank Indonesia mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 3/10/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principles) pada tanggal 18 Juni 2001. Penerapan ketentuan tersebut dilakukan
Universitas Sumatera Utara
berdasarkan antara lain 40 rekomendasi FATF dan core principle no. 15 dari Basel Committee on Banking Supervision. 61 2. Kecurigaan dan Pelaporan Menurut prinsip ini, harus ada kecurigaan tertentu jika terjadi : a. Transaksi besar yang tidak wajar; b. Transfer uang yang terjadi dalam jumlah yang sangat besar, atau c. Transaksi-transaksi
lain
dimana
terdapat
petunjuk-petunjuk
mencurigakan yang terkenal dengan petunjuk ‘bendera merah’ (red flag), antara lain : 1) Data nasabah yang diragukan kebenarannya; 2) Adanya transaksi (tunai dan transfer) yang tidak sejalan dengan kegiatan usaha nasabah; 3) Transfer dana dari dan ke luar negeri yang menyimpang dari kebiasaan; 4) Permintaan kredit dengan jaminan yang tidak lazim misalnya jaminan tersebut dalam bentuk tunai. Kemudian kecurigaan-kecurigaan tersebut dilaporkan kepada pajabat yang berwenang atas transfer dan kecurigaan yang tidak wajar tersebut.
61
Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001 tentang Prinsip Mengenal Nasabah sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/21/PBI/2003 tanggal 17 Oktober 2003.
Universitas Sumatera Utara
3. Ancaman Pidana Karena tindakan Money Laundering ini sudah merupakan tindak pidana, maka di banyak negara tindakan ini diancam dengan hukum pidana. Di Amerika Serikat misalnya dalam Undang-Undang Tahun 1986 untuk kejahatan money lauundring ini diancam dengan hukuman 20 (dua puluh) tahun penjara dan 10 (sepuluh) tahun penjara, bergantung dari jasa kegiatan Money Laundering yang dilakukan 62. Sementara di Indonesia sendiri, pada prinsipnya menganut rezim devisa bebas, bisa juga relatif aman sebagai tempat mencuci uang, sehingga disinyalir banyak uang haram beredar di Indonesia. Namun demikian, di Indonesia kegiatan Money Laundering dapat dijerat dengan berbagai ketentuan yang menyangkut dengan pidana atau acara pidana, yaitu dengan Undang-Undang sebagai berikut : a. Undang-Undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 seperti yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, Pasal 42 yang menyatakan sebagai berikut 63: 1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau
62
Munir Fuady, Op.Cit, hal 160-162
63
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Universitas Sumatera Utara
hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. 2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa agung, atau Ketua Mahkamah Agung. 3) Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. b. Undang-Undang Hukum Acara Pidana Nomor 8 Tahun 1981, Pasal 39 ayat (1), yang menyatakan sebagai berikut 64 :
(1) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
a) benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b) benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c) benda
yang
dipergunakan
untuk
menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
64
Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Universitas Sumatera Utara
d) benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana; e) benda lain yang mempunyai hubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.
(2) Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1). c. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi 65. d. Undang-Undang Narkotika Nomor 9 Tahun 1976 66 e. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996, yang meratifikasi Konvensi Jenewa 67. f. Undang-Undang Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 yang oleh Pasal 31 diberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk memerintahkan bank untuk menghentikan sementara sebagian atau
65
Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 66
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika.
67
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 8 Tahun 1996. Tentang Pengesahan Convention On Psychotropic. Substances 1971 (Konvensi Psikotropika 1971)
Universitas Sumatera Utara
seluruh kegiatan transaksi menakala ada dugaan bahwa hal tersebut merupakan tindak pidana di bidang perbankan 68. g. Undang-Undang Lalu Lintas Devisa Nomor 24 Tahun 1999, yang antara lain memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk meminta keterangan dan data mengenai Lalu Lintas Devisa 69. h. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana), khususnya Pasal 480 dan Pasal 481 tentang Penadahan 70. i. Secara Internasional juga terdapat di konvensi yang disebut dengan The United Nations Convention Against Illicit Traffic Narcotic, Drug, and Psychotropic Substances, yang biasanya disebut dengan The Vienna Convention, yang dideklarasikan di Vienna pada tanggal 19 Desember 1988. Konvensi ini mewajibkan para anggotanya (termasuk negara-negara industri G7) untuk menyatakan pidana terhadap pelaku tindakan tertentu yang berhubungan dengan narkotik dan Money Laundering. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Vienna ini dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1996 71.
68
Pasal 31 Undang-Undang Nomor Republik Indonesia 23 Tahun 1999 tentang UndangUndang Bank Indonesia. 69
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999, tentang Lalu Lintas Devisa
70
Pasal 480 dan Pasal 481 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tentang Penadahan.
71
The United Nations Convention Against Illicit Traffic Narcotic, Drug, and Psychotropic Substance, 1988.
Universitas Sumatera Utara
Disamping itu, dengan melihat kepada berbagai kepentingan seperti juga yang terjadi di banyak negara lain, maka ketentuan tentang pemberantasan Money Laundering akan berhadapan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Ketentuan tentang rahasia bank dalam Undang-Undang Perbankan. 2. Ketentuan di bidang perpajakan yang melarang pengusutan asal-usul deposito berjangka untuk kepentingan pajak. 3. Ketentuan di bidang Ekspor dan Impor dan Lalu Lintas Devisa, yang pada prinsipnya menganut azas kebebasan devisa. 4. Ketentuan keimigrasian yang pada prinsipnya membebaskan orang untuk membawa uang ke dalam wilayah Indonesia. 5. Ketentuan tentang kerahasiaan antara klien dengan konsultan/lawyer. Secara Internasional, dalam pertemuannya di Basel (Swiss) pada bulan Desember 1988. Committee on Banking Regulations and Supervisory Practices dari kelompok 10 (sepuluh)
negara-negara industri telah
merekomendasikan prinsip-prinsip pencegahan terhadap kegiatan Money Laundering ini. Pada pokoknya, prinsip-prinsip pencegahan tersebut adalah sebagai berikut
72
:
1. Prinsip Identifikasi Nasabah Dalam hal ini sama dengan prinsip Know your Customer bahwa setiap nasabah mesti dilakukan identifikasi agar didapati suatu identitas yang
72
Munir Fuady., Op.cit., hal 208.
Universitas Sumatera Utara
benar. Karena itu, bank-bank atau lemaga-lembaga keuangan tidak boleh melayani nasabah yang identitasnya tidak jelas atau diragukan. 2. Prinsip Taat Hukum Bank-bank atau lembaga keuangan sudah seharusnya mempunyai komitmen yang kuat untuk menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum yang berlaku dan keadilan serta standar etika yang hidup di tengahtengah masyarakat. Sudah seharusnya mereka tidak mentolerir nasabah yang melakukan kegiatan yang diduga terkait dengan Money Laundering. beberapa bank di Amerika Serikat bahkan sampai memasang alat berupa kamera video untuk merekam setiap transaksi yang mencurigakan. 3. Prinsip Kerja Sama dengan Pihak Berwenang Dalam hal ini bank-bank atau lembaga keuangan mestilah bekerja sama dengan pihak yang wajib di bidang penegakan hukum dalam memberantas kejahatan Money Laundering dalam batas-batas yang tidak melanggar prinsip kerahasiaan bank atau kerahasiaan nasabah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Prinsip Kedispinan Pelaporan Bank-bank atau lembaga keuangan wajib mempunyai Policy (kebijakan) yang jelas tentang pelaporan dan mengkomunikasikan hal ini secara insentif kepada karyawannya. Harus dikembangkan prosedur spesifik dalam pengidentifikasian masalah, penyimpanan data internal dan audit internal. Di Amerika Serikat yang mesti dilaporkan adalah setiap
Universitas Sumatera Utara
transaksi yang bernilai US $ 10.000 atau lebih atau transaksi-transaksi yang mencurigakan 73.
Melengkapi langkah 7 tahun yang lalu dengan berdirinya Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)
merupakan
momentum terciptanya rezim anti pencucian uang. Cikal bakal FATF adalah G-7 Summit di Paris tahun 1989 yang merasa perlu mengatasi praktik pencucian uang di pusat-pusat keuangan internasional. Untuk pertama kalinya April 1990 mereka mengeluarkan aksi dan langkah teknis guna memberantas praktik-praktik yang merugikan tersebut. Ketika itu anggotanya baru terdiri dari 26 negara dan dua organisasi internasional.
Pada evaluasi Juni 2001, OECD lewat FATF memasukkan Indonesia sebagai satu di antara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif (noncooperative Countries and territories, NCCT) dalam memberantas praktik pencucian uang (Money Laundering).
73
Ibid., hal 162-163
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KEDUDUKAN HUKUM INDONESIA DI ANTARA NEGARA TAX HAVEN A. Kedudukan Hukum Indonesia di antara Negara-negara Tax Haven Telah disebutkan bahwa Indonesia memberlakukan prinsip perlindungan rahasia bank yang terbilang moderat dan tidak ada kemudahan pajak yang khusus bagi deposito atau tabungan Offshore. Karena itu, jelas bahwa Indonesia tidak termasuk ke dalam kelompok negara-negara Tax Haven tersebut 74. Ini berarti pula bahwa pihak asing tidak akan tertarik untuk menyimpan dananya di Indonesia. Akan tetapi sebaliknya, bagi orang-orang di Indonesia yang ingin memanfaatkan negara-negara Tax Haven untuk menyimpan dananya tentu hal ini tidak dilarang, meskipun terkadang ada persyaratan administratif yang harus dilakukan di Indonesia 75. Seseorang yang berada di Indonesia dapat saja membuka rekening di bank-bank negara Tax Haven, dengan ketentuan bahwa rekening itu akan berlaku hukum dimana kegiatan itu dilakukan, yaitu hukum di negara Tax Haven yang bersangkutan. Dengan demikian, di negara tersebut dia akan mendapat fasilitas pajak (bebas atau tarif rendah). Demikian juga dia akan mendapat fasilitas penjagaan rahasia bank yang ketat. Akan tetapi, di Indonesia sendiri bunga dari deposito di luar negeri tetap dianggap sebagai suatu bentuk penghasilan sehingga
74
Munir Fuady., Op.Cit., hal 213.
75
Tax Haven, 28 Juli 2001., diperoleh dari www.hukumonline.com, terakhir diakses tanggal 16 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
terkena pajak penghasilan (PPh). Hanya saja, dalam praktek akan sulit diketahui apakah seseorang mempunyai rekening di bank-bank di luar negeri. Dewasa ini banyak orang Indonesia yang mempunyai rekening di negaranegara Tax Haven. Yang paling banyak adalah di negara Singapura. Mungkin karena kedekatan geografisnya dengan Indonesia. Disamping itu, banyak juga deposan Indonesia yang mempunyai uangnya di Hongkong, Swiss, atau bahkan di Cayman Islands. Disamping itu untuk dapat memberikan kemudahan bagi deposan di Indonesia dan juga deposan luar negeri, bank-bank di Indonesia dapat membuka cabangnya di luar negeri, termasuk membuka cabangnya di negaranegara Tax Haven. Untuk itu, bagi cabang-cabang yang bersangkutan, berlaku hukum di mana cabang bank tersebut berada, disamping tunduk juga terhadap kebijakan dan hukum di negara di mana kantor pusatnya berada. Dewasa ini banyak bank-bank di Indonesia yang mempunyai cabang di Singapore, Hongkong, atau Cayman Islands 76. Selain cabang bank, orang-orang Indonesia dapat pula membuat perusahaan di negara-negara Tax Haven seperti Cayman Island tersebut. Bahkan, ada yang justru membentuk holding company yang berada di negara-negara Tax Haven tersebut, sehingga setiap profit atau dividen yang diterima akan mendapat fasilitas bebas pajak atau pajak yang rate-nya sangat rendah. Biasanya, mendirikan perusahaan di negara-negara Tax Haven sangat mudah bahkan terlewat mudah, dimana syarat permodalannya tidak ketat, prosedur pendiriannya 76
Tax haven, 12 Januari 2008, diperoleh dari www.wikipedia.com, terakhir kali diakses pada tanggal 14 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
mudah dan tidak berbelit-belit, serta tidak memakan waktu yang lama dengan biaya yang rendah. Bahkan kehadiran fisik dari bank atau perusahaan tersebut di negara yang bersangkutan sama sekali tidak diperlukan. Misalnya, perusahaan tersebut dapat menumpang alamatnya disalah satu kantor pengacara disana, atau cukup dengan alamat PO Box kantor pos saja. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Lalu Lintas Devisa Nomor 24 Tahun 1999, terdapat kewajiban lapor ke Bank Indonesia terhadap arus dana ke luar ataupun masuk Indonesia tersebut. Akan tetapi ketentuan ini hanya dimaksudkan agar Bank Indonesia sekedar mengetahui besarnya arus dana ke luar atau masuk tersebut, bukan untk mengontrol devisa apalagi untuk melarangnya 77.
Disamping itu adanya rencana Ditjen Pajak untuk mengeluarkan daftar kawasan Tax Haven sesuai dengan kriteria sendiri dan mewaspadai investasi yang tercatat di Offshore centre tersebut merupakan langkah positif. Langkah ini terkait dengan perkembangan global yang dipelopori negara OECD dalam Sidang G-20 Summit 3 April 2009 di London. Keputusan penting di antaranya membatasi operasional Tax Haven dan mendorong terciptanya transparansi dan pertukaran informasi perpajakan serta penerapannya sesuai dengan standar pajak internasional 78.
77
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999, tentang Lalu Lintas Devisa.
78
Tax Haven Countries,10 Maret 2009, diperoleh dari www.ortax.com diakses tanggal 17 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
Hal itu akan ikut mereformasi sistem moneter dan keuangan global yang telah mengalami kekacauan dan berpuncak pada munculnya krisis finansial global sejak 2007 sampai saat ini. Pada evaluasi April 2009 Financial Action Task Force (FATF) menentukan empat negara Filipina, Malaysia (Labuan), Uruguay dan Kostarika yang masuk dalam kelompok negara yang tidak kooperatif (black list). Keputusan ini mengakhiri hampir setengah abad era kejayaan Offshore centre dari yang klasik di Swiss sampai yang modern di puluhan negara eks persemakmuran Inggis atau Prancis (Mauritius, British Virgin Island atau Cayman Island) 79.
Keputusan ini telah mengusik ketenangan mereka yang selama ini menjadi tempat aman untuk berteduh atau surga bagi pemilik uang haram yang ingin menghindari pajak. Sanksi black list ini ikut mendorong otoritas moneter dan hukum Indonesia untuk mempercepat implementasi kebijakan rezim anti pencucian uang sesuai dengan norma global FATF. Implementasi kebijakan ini sudah dimulai pascareformasi di antaranya melalui PBI 28 Oktober 1999 tentang Pemantauan Kegiatan Lalu Lintas Devisa Bank dan Lembaga Keuangan Non Bank.
Sebagai tindak lanjut dari UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar, tepatnya 7 tahun lalu yaitu 12 April 2002 terbit UU No. 15 tahun 2002 yang disahkan 12 April 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Bersamaan dengan ini maka dibentuklah lembaga independen
79
Jesse Schmidt.,Op. Cit., hal. 26.
Universitas Sumatera Utara
PPATK. Sebelum resmi beroperasi 18 Oktober 2003 badan ini melanjutkan tugas Unit Khusus Investigasi Keuangan Bank Indonesia (UKIP-BI)80.
Kehadiran PPATK terus dilengkapi dengan seperangkat hukum dan peraturan terkait. Yakni Surat Edaran Bank (SEBI) Nomor 3 Tanggal 13 Juni 2001 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas Devisa oleh Bank. SEBI ini menetapkan bahwa bank wajib melaporkan transaksi keuangan oleh nasabah secara bulanan. Transaksi di atas US $10.000 (ekuivalen) harus dilaporkan secara individu yang berisi perincian tentang kategori, jenis rekening, pelaku dan hubungan keuangan antarpelaku transaksi, jenis valuta, dan tujuan transaksi. Batasan transaksi US $10.000 ini setidaknya sama dengan batasan yang diterapkan oleh AS sejak tahun 1970 yang mewajibkan bank harus melaporkan penerimaan di atas US $10.000 dan menggolongkannya sebagai transaksi mencurigakan (suspicious transaction) 81.
Dilanjutkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3 Tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (know your customer principles). Dua hari kemudian Indonesia bergabung dalam kelompok regional anti pencucian uang Asia Pasifik (Asia Pacific Group on Money Laundering,
80
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3 tahun 2001 tentang Pelaporan Kegiatan Lalu Lintas
Devisa. 81
Offshore Tax_Havens, diperoleh dari www.escapeartist.com, terakhir kali diakses pada tanggal 17 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
APGML). Dengan berbagai langkah teknis dan kebijakan hukum ini maka 7 tahun setelah PPATK berdiri maka Indonesia tetap lolos dari black list 82.
FATF akan terus memonitor perkembangan dengan mengacuh pada 40 prinsip dan komitmen globalnya. OECD menetapkan 40 komitmen yang harus diterapkan guna menentukan keluar masuknya sebuah negara ke dalam daftar NCCT, dan ini bergantung pada kemauan negara tersebut. Sebanyak 40 buah rekomendasi antipencucian uang ini dimonitor oleh FATF (satgasnya OECD untuk anti pencucian uang).
Ka-subdit Ditjen Pajak mengungkapkan bahwa Indonesia menggolongkan negara Tax Haven sebagai negara yang tidak mengenakan pajak penghasilan, mengenakan tarif pajak lebih rendah 20% dari Indonesia dan negara yang tidak memiliki tax treaty dengan Indonesia.
Berakhirnya Tax Haven berdampak positif bagi pemasukan pajak Indonesia khususnya dari golongan nasabah kaya (high net worth individual, HNWI). sehingga kontribusinya bagi penerimaan pajak akan naik. Meski ada pendapat sebaliknya. Jika seluruh negara telah menerapkan globalisasi standar pajak internasional dan membuka kerahasiaan nasabah maka hal ini positif, meski perlu waktu.
82
Internal Revenue Service., Tax Haven Information Book (USA : Penerbit Books Of Business), hal. 13.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan G-20 Summit ini perlu dicermati oleh pemerintah agar bisa menarik manfaat dari globalisasi standar pajak internasional dan dibukanya rahasia nasabah (bank secrecy) di Tax Haven kawasan Offshore centre. Terdapat potensi untuk mengenakan pajak bagi nasabah yang hengkang dari Tax Haven dan tentu saja ini membutuhkan peningkatan kualitas dan kuantitas aparat pajak.
Selain nasabah kaya juga masih ada potensi lain yaitu perusahaanperusahaan asal Indonesia yang juga mendirikan perusahaan di Tax Haven untuk berbagai tujuan bisnis. Tidak heran jika saat ini terdapat ratusan perusahaan usia balita tetapi punya aset puluhan triliun rupiah dan berdomisili di Tax Haven.
Perusahaan itu laksana "bayi bongsor" yang perlu diperhatikan eksistensinya secara positif demi kemaslahatan negara tanpa merugikan dunia usaha. Akhir-akhir ini fokus pengambil kebijakan dan pelaku pasar tertuju pada Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) yang merupakan organisasi internasional beranggotakan 30 negara maju yang bertugas membantu negara anggotanya dalam menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan tata pemerintahan dalam ekonomi global 83.
Yang menjadi salah satu tantangan OECD adalah masalah Tax Havens. Menurut Sekretaris Jenderal OECD Jose Angel Gurria, jumlah uang yang disembunyikan oleh perseorangan dan korporasi di negara atau wilayah Tax Havens untuk menghindari pajak atau menghindar dari ketidakstabilan politik 83
Ken H.Finkelstein., Op.Cit. hal. 14.
Universitas Sumatera Utara
berkisar antara USD5-7 triliun. Pada awal April 2009 ini OECD mengadakan pertemuan dan mengumumkan laporan perkembangan negara-negara surga perpajakan atau Tax Havens.Tulisan ini menguraikan seputar masalah Tax Havens Countries and territories.
Laporan
OECD
ini
menjelaskan
perkembangan
implementasi
International Agreed Standard on Exchange of Information for Tax Purposes. Salah satu ukuran yang dipergunakan untuk menyusun daftar tersebut adalah banyaknya perjanjian yang dibuat mengenai pertukaran informasi mengenai masalah perpajakan.
Sudah tentu implementasi perjanjian tersebut juga dilihat. Cayman Island walaupun sudah membuat delapan perjanjian, Antigua and Barbuda serta Nederland Antilles tujuh perjanjian masih dimasukkan ke dalam wilayah yang belum menerapkan standar secara substansial. Dalam laporannya, OECD mengelompokkan negara-negara ke dalam empat kelompok 84.
Pertama, negara yang sudah menerapkan standar itu secara substansial (40 negara). Kedua, Tax Havens Countries yang sudah sepakat untuk menerapkan standar internasional, tetapi secara substansial belum menerapkannya (34 negara). Ketiga, financial center lain yang sepakat untuk menerapkan standar internasional tersebut, tetapi belum menerapkannya secara substansial (8 negara). Keempat, 84
Lucio Velo, Op.Cit., hal. 12.
Universitas Sumatera Utara
negara-negara yang belum memberikan komitmen untuk menerapkan standar tersebut (4 negara) 85.
Ada empat negara tetangga yang masuk dalam watchlist OECD tersebut. Singapura dan Brunei termasuk negara kelompok ketiga bersama Swiss, Luksemburg, Guatemala, dll, sementara Malaysia (Labuan) dan Filipina termasuk kelompok keempat bersama Kosta Rika dan Uruguay. Indonesia tidak termasuk dalam daftar mana pun.
Salah satu tantangan yang dihadapi OECD adalah banyaknya Tax Havens Countries atau territories yang dapat mengganggu negara lain. Pada Tax Havens country atau territory biasanya undang-undang dan kebijakannya dapat dipergunakan untuk menghindari atau mengelabui ketentuan pajak dari negara lain. Pada Desember 2008 The United States Government Accountability Office menggunakan beberapa kriteria untuk menentukan Tax Havens, yaitu tidak ada pajak atau pajak hanya nominal saja, tidak adanya pertukaran informasi perpajakan dengan negara lain, tidak ada transparansi dalam pelaksanaan undangundang dan peraturan pelaksanaannya, tidak ada kewajiban bagi badan usaha asing untuk berada secara fisik pada negara itu, mempromosikan negara atau wilayahnya sebagai Offshore financial center.
Tax Havens merupakan kenyataan yang sudah berlangsung berabad-abad. Fenomena Tax Havens timbul sebagai reaksi manusia sebagai homo ekonomikus 85
Antony Sanfield Ginsberg., Op.Cit., hal.29.
Universitas Sumatera Utara
terhadap ketentuan pajak di negara tempatnya tinggal yang lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak di negara Tax Havens. Oleh karena itu, mereka memindahkan uangnya ke negara Tax Havens. Negara atau wilayah Tax Havens banyak yang merupakan negara kecil yang keadaan politik dan ekonominya stabil serta didukung oleh prasarana yang baik. Misalnya Swiss, Singapura,dan Hong Kong.
Sebagian negara Tax Havens merupakan atau memiliki suatu Offshore financial center seperti yang dimiliki Malaysia di Labuan. Banyak negara Tax Havens ini yang kurang transparan dan ketentuan rahasia banknya ketat sehingga mempersulit kerja sama internasional dalam bentuk pertukaran informasi. Oleh karena itulah pada 2004 OECD dengan dukungan negara G-20 dan United Nations Committee of Experts on International Cooperation in Tax Matters menyepakati Internationally Agreed Tax Standard 86.
Ini standar internasional yang mensyaratkan adanya pertukaran informasi atas dasar permintaan mengenai segala masalah yang terkait dengan perpajakan untuk kepentingan administrasi dan penegakan hukum perpajakan. Kesepakatan ini mengabaikan kepentingan perpajakan domestik dan ketentuan rahasia bank dari negara yang diminta. Kesepakatan itu juga memberikan perlindungan yang ketat terhadap informasi yang dipertukarkan.
86
Jesse Schmidt, Op.Cit., hal. 24
Universitas Sumatera Utara
Indonesia tidak termasuk di dalam daftar OECD tersebut. Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya. Pertama, Indonesia bukanlah Tax Havens. Sebaliknya Indonesia merupakan korban yang uangnya banyak dilarikan ke negara Tax Havens. Misalnya berdasarkan penelitian dari perusahaan Merril Lynch dan Capgemini beberapa tahun yang lalu dapat diketahui bahwa sepertiga dari orang kaya (high networth individual) yang ada di Singapura berasal dari Indonesia.
Kekayaan yang ditanamkan di Singapura diperkirakan sekitar USD 70 miliar. Untuk mengejar uang yang ditanam di luar negeri seperti di Singapura bukanlah perkara mudah karena negara yang menerima penempatan dana tersebut sering tidak kooperatif. Di samping itu, Indonesia juga tidak memiliki Offshore financial center atau Offshore bank karena dalam sistem perbankan di Indonesia tidak dikenal adanya Offshore bank 87.
Offshore bank adalah bank yang hanya boleh menghimpun dana dari luar negeri, kemudian menyalurkannya ke luar negeri saja (out-out Offshore bank) atau di wilayah tertentu diperbolehkan juga menyalurkan dananya ke dalam negeri tempat bank itu berada. Di samping itu, tindak pidana perpajakan merupakan salah satu tindak pidana asal dari tindak pidana pencucian uang.
Inilah yang harus dicari solusinya agar Indonesia tak selalu menjadi korban dari skema adanya Tax Haven dalam sistem keuangan internasional. 87
Ibid., hal 45.
Universitas Sumatera Utara
B. Keuntungan dan Kerugian yang diterima Negara Tax Haven dan Negara Non Tax Haven Penertiban atas negara-negara yang menjadi tempat Tax Haven (memberikan pajak rendah dan tidak transparan) memberikan keuntungan bagi Indonesia. Namun, untuk memanfaatkan keuntungan tersebut, dibutuhkan petugas pajak yang kompeten. Dalam pertemuan G20, salah satu kesepakatan yang dicapai adalah penertiban negara-negara Tax Haven. Beberapa negara yang diidentifikasi menjadi Tax Haven di antaranya Malaysia, Singapura, Filipina, Hong Kong, dan Liechtenstein 88. Indonesia merupakan negara yang dikelilingi oleh banyak negara yang menjadi Tax Haven seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Filipina, Hong Kong, atau Makau masuk dalam daftar negara-negara Tax Haven menurut daftar yang diterbitkan OECD (Organization for Economic Cooperation and Development). Bagi Indonesia, penertiban negara Tax Haven membawa keuntungan karena penerimaan pajak menjadi semakin optimal. Selama ini, ada potensi pajak yang belum tergali. Jika Tax Haven ditertibkan, diharapkan tidak ada lagi penghindaran pajak melalui Transfer Pricing (pembayaran pajak di negara yang menerapkan tarif lebih rendah). Penertiban Tax Haven akan membantu Indonesia dalam meningkatkan penerimaan pajak, akan membantu negara seperti Indonesia, yang sedang meningkatkan kapasitas, karena mempermudah dan mempercepat
88
Lucio Velo., Op.Cit., hal 32.
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk meningkatkan potensi pajak. Akan tetapi, dibutuhkan aparat pajak yang lebih kompeten untuk memanfaatkan potensi tersebut dan yang memiliki integritas dan mampu mendeteksi operasional perusahaan yang complicated. Untuk mendapatkan sumber daya manusia yang kompeten. Pada lampiran KMK 650/KMK.04/1994 terdapat daftar negara-negara yang dikategorikan sebagai Tax Haven Countries (THC) antara lain Argentina, Bahama, Bahrain dan sebagainya, dan itu merupakan versi dari Indonesia karena lain negara lain pula kebijakan dan definisinya mengenai THC. Istilah ini berkaitan dengan Transfer Pricing dan skema penghindaran pajak secara Internasional lainnya (Treaty Shopping, Thin Capitalization dan lain-lain). Negara yang tergolong THC ini dengan sengaja memberikan fasilitas perpajakan agar WP negara lain mengalihkan penghasilannya. Dengan demikian negara lain tersebut terancam penerimaan pajaknya. Jika ditanya apa keuntungan perusahaan yang memanfaatkan THC ini jelas supaya pajaknya kecil. Tindakan ini dikategorikan sebagai Tax Avoidance yang pasti dengan cara yang cerdas. Legal atau Ilegal belum dapat dipastikan karena setahu penulis belum ada ketentuan yang jelas mengenai Tax Avoidance dengan cara ini 89. Pada negara-negara tax heaven biasanya menerapkan peraturan bahwa mereka merahasiakan segala informasi-informasi dari perusahaan-perusahaan yang berdomisili di negara tersebut bahkan untuk kepentingan pemerintah negara lain dalam hal penegakan hukum. Biasanya informasi-informasi perusahaan 89
Antony Sanfield Ginsberg., Op.Cit., hal. 16.
Universitas Sumatera Utara
tersebut berupa informasi keuangan, sehingga pemerintah negara lain yang ingin menelusuri transaksi keuangan suatu perusahaan di negara-negara Tax Haven (TH) sangatlah sulit untuk di-trace. Keuntungan bagi negara-negara TH adalah mereka mendapatkan investasi dari uang yang masuk ke negara tersebut. Dari karakteristik tersebut negara-negara TH banyak mendirikan lembaga-lembaga keuangan termasuk bank. Tidak hanya di bidang perpajakan saja (Tax Avoidance yang umumnya dianggap legal) melainkan juga kejahatan keuangan lainnya kayak money laundry juga digemari di negara-negara TH. Di Indonesia peraturan tentang Transfer Pricing (TP) belum advance seperti negara lain. Belum ada aturan khusus seperti GAAR (General Accepted for Anti-Avoidance Rule) di negara-negara eropa. Sekarang ini lebih dari 400.000 perusahaan dunia memiliki alamat di sebuah pulau kecil di British Virgin Islands. Namun, jangan membayangkan alamat itu berwujud kantor-kantor mewah. Wujud ”perusahaan” di sana hanya berupa setumpuk dokumen yang berjejalan di gedung kumuh berlantai dua. Perusahaan yang hanya tercantum di atas secarik dokumen ini disebut sebagai perusahaan kertas (paper company)90. Sebagian besar perusahaan di pusat finansial di Karibia itu tidak memiliki pegawai. Semua melaksanakan bisnisnya nun jauh dari Lautan Karibia, sebagian besar juga berniat menghindari pajak di tanah air asalnya.
90
Lucio Velo., Op.Cit., hal. 12
Universitas Sumatera Utara
British Virgin Islands (BVI) menerima keberadaan paper company dengan tangan terbuka. Tentu saja karena para pebisnis asing itu menyumbangkan lebih dari setengah pendapatan Pemerintah BVI. Kedatangan para pebisnis asing itu juga menjadikan BVI sebagai salah satu tempat yang paling makmur di kawasan. Diperkirakan ada aset sekitar 7,3 triliun dollar AS disembunyikan di beberapa pusat finansial di dunia, selain di BVI, oleh perusahaan dan orang kaya. Mereka melakukan itu untuk melindungi operasional mereka. Salah satu tujuan utama adalah mengurangi beban pajak yang seharusnya mereka bayar. Walau markas nyata dan bisnis utama mereka ada di AS, misalnya, bisnis mereka tercatat bermarkas di Tax Haven. Ini bertujuan menghindari pajak penghasilan yang bisa mencapai 50 persen di negara maju. Perusahaan yang beralamat di wilayah Tax Haven biasanya menjadi alat saja untuk menghindari pajak di negara asalnya. Selain itu, di wilayah Tax Haven juga dapat dilakukan pengelabuan nilai aset, pencucian uang hasil kejahatan, serta pengalihan aset. Sekarang, tempattempat seperti itu mendapat sorotan dan kecaman yang belum pernah mereka alami sebelumnya 91. Organisasi
Kerja
Sama
Ekonomi
dan
Pembangunan
(OECD)
mengidentifikasikan tiga faktor yang membuat sebuah wilayah hukum dapat dikelompokkan menjadi Tax Haven. Pertama, pajak yang sangat rendah, bahkan tidak ada pajak, dan menyediakan diri sebagai tempat pelarian bagi warga asing yang menghindari pajak. Kedua, ada perlindungan ketat terhadap informasi
91
Ken. H. Finkelstein., Op.Cit., Hal. 125
Universitas Sumatera Utara
mengenai nasabah. Dengan perlindungan ini, perusahaan atau individu memiliki keuntungan dengan menyembunyikan data sebenarnya dari otoritas pajak di negara asalnya dan hal itu sah menurut perundang-undangan di Tax Haven. Faktor ketiga adalah tidak adanya transparansi dalam operasi Tax Haven ini. Ada beberapa alasan mengapa sebuah negara atau wilayah ingin menjadi Tax Haven. Beberapa negara menyatakan mereka tidak perlu membebankan pajak terlalu tinggi seperti yang dilakukan negara maju untuk memenuhi target penerimaan negara. Beberapa Tax Haven menawarkan pajak rendah sebagai penarik bagi konglomerat negara lain untuk datang dan melakukan alih teknologi. Banyak negara maju menyatakan Tax Haven bertindak tidak adil dengan mengurangi pajak yang seharusnya menjadi hak mereka. Beberapa kelompok juga menyatakan bahwa para pencuci uang menggunakan Tax Haven secara masif 92. Para pemimpin G-20 memperingatkan negara yang menolak berbagi informasi pajak akan mendapatkan sanksi berat. Sasaran G-20 adalah Tax Haven, yang melindungi korporasi penghindar pajak. Karena didera krisis finansial yang cukup hebat, negara-negara maju menginginkan agar pajak yang seharusnya menjadi hak mereka tetap jadi hak mereka. Beberapa angka fantastis terlibat dalam permainan global, terkait Tax Haven. Antara 30-40 persen dari aktivitas perdagangan global, yang tidak tercatat pada rekening bank, atau perusahaan transaksi perdagangan, tetapi di Tax Haven 93.
92
93
Jesse Schmidt., Op.Cit., hal. 12. Antony Sanfield Ginsberg, Op.Cit, hal 23
Universitas Sumatera Utara
Di AS saja, 100 miliar dollar AS pendapatan pajak hilang setiap tahun karena penggelapan pajak. Boston Consulting Group (BCG) memperkirakan ada aliran dana sebesar 7,3 triliun dollar AS ke pusat finansial di luar AS. Di BVI, perusahaan terdaftar di Komisi Jasa Finansial (FSC) setempat yang berlokasi berseberangan dengan toko pemasok alat tulis kantor. Sebuah plakat di depannya bertuliskan ”Waspada, Integritas dan Terpercaya”. Pemerintah menyatakan FSC terlibat tindakan pencucian uang, tetapi tidak memiliki kemampuan melakukan investigasi. Laporan keuangan tidak diharuskan disimpan. Dokumen perusahaan tidak melampirkan identitas pemegang saham maupun susunan dewan direksi 94. Keadaan yang sangat ”permisif” itu membuat BVI sebagai salah satu tempat pendaftaran perusahaan terbesar di dunia. Demikian pula Delaware di AS, sebagian besar perusahaan menganggapnya tempat yang sangat penting untuk berbisnis. Menurut OECD, bersama beberapa wilayah lainnya, BVI tidak memberikan informasi mengenai pajak untuk kepentingan perusahaan dari negara lain. Karena itu, BVI dimasukkan ke dalam daftar abu-abu Tax Haven 95. Empat wilayah yurisdiksi lainnya masuk daftar hitam OECD, yakni Filipina, Uruguay, Kosta Rika, dan Labuan di Malaysia. Salah satu cara untuk keluar dari daftar itu adalah menandatangani setidaknya 12 kesepakatan mengenai kewajiban pertukaran informasi perpajakan dengan negara lain. Beberapa negara
94
95
Hoyt. L. Barber., Op.Cit., hal 24. Ibid, hal 36.
Universitas Sumatera Utara
atau teritorial tax haven bergegas setelah munculnya ancaman OECD 96. Maklum, di BVI, misalnya, sebanyak 24.000 orang khawatir kehidupan ekonomi mereka akan berakhir. Pendapatan dari pendaftaran perusahaan asing sudah dapat digunakan untuk membangun universitas dan sebuah rumah sakit di situ. Beberapa wilayah yang termasuk daftar hitam OECD akan kehilangan dukungan dari Bank Dunia dan IMF. Banyak kepulauan di Karibia yang masuk dalam daftar abu-abu, termasuk Monako, Liechtenstein, Panama, Bermuda dan beberapa kepulauan di Pasifik. Tempat-tempat itu akan diawasi dan dapat memperoleh sanksi jika tidak dapat memenuhi aturan perpajakan. C. Rekomendasi atas Hukum Indonesia Ke Depan Perhatian yang meningkat atas tax haven juga terjadi setelah OECD mengeluarkan laporan terbaru tentang tax haven yang didasarkan atas beberapa kriteria seperti dari tidak adanya pungutan pajak atau pajak yang rendah, kurangnya pertukaran
informasi,
kurangnya
transparansi dan ketiadaan
persyaratan untuk kegiatan yang substantial. Belum lama ini OECD, lewat Secretary General Angel Gurria, mengeluarkan pernyataan bahwa tax haven telah merugikan negara-negara berkembang dalam hal pajak Ada dua hal yang dapat dilakukan pemerintah sehubungan dengan tax haven yakni : 1. Menyebutkan definisi tax haven, dan 2. Membuat peraturan tentang perlakuan perpajakan atas tax haven
96
Lee Hadnum, Op.Cit., hal.14.
Universitas Sumatera Utara
Kriteria dari tax haven dari Indonesia mungkin kurang tepat jika membandingkannya dengan kriteria dari negara maju karena umumnya investor asal negara maju menggunakan tax haven sebagai perantara untuk berinvestasi di negara berkembang. Indonesia dapat saja mencontoh Brazil sebagai sesama negara berkembang dalam masalah tax haven. Brazil di tahun 2008 mengesahkan UU yang menjelaskan definisi tax haven serta perlakuan pajak atas tax haven. Secara umum definisi tax haven di Brazil meliputi juridiksi yang tidak mengenakan pajak atau mengenakan pajak kurang dari 20%, namun UU baru tersebut menjelaskan bahwa definisi tax haven juga meliputi negara yang tidak mengungkapkan akses atas informasi terhadap kepemilikan perusahaan yang berdiri di negara tersebut, atau menjelaskan beneficial owner atas penghasilan dari perusahaan tersebut. UU baru di Brazil juga mengubah peraturan transfer pricing yang menetapkan bahwa transaksi yang dilakukan oleh residen di Brasil dengan individu atau badan hukum yang mengambil keuntungan dari favourable tax regime, tanpa memandang asal dan hubungannya akan diatur dengan peraturan transfer pricing. Favourable tax regime didefinisikan selain mencakup definisi atas tax haven juga mencakup negara yang menyediakan keuntungan pajak tanpa kegiatan ekonomi substantial dalam wilayahnya serta negara yang tidak memberikan akses atas informasi kepemilikan barang atau transaksi yang dilakukan disana. Indonesia dapat saja menjelaskan kriteria atas tax haven
Universitas Sumatera Utara
dengan menggunakan ketentuan serupa ketentuan di Brazil dengan mengacu pada UU PPh. Satu contoh lain dari Brazil atas transaksi yang melibatkan tax haven adalah penerapan tarif pajak yang lebih tinggi sehingga contohnya atas pembayaran royalti, bunga, jasa serta capital gain kepada tax haven akan dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi. Penerapan tarif pajak yang lebih tinggi di Indonesia atas transaksi dengan tax haven akan dibatasi oleh UU PPh, pasal 26, sebesar 20 % atau sesuai dengan tax treaty. Indonesia tidak dapat menerapkan tarif pajak sebesar 20% terhadap negara yang disebut sebagai tax haven seperti Singapura dan Swiss karena adanya tax treaty antara Indonesia dengan Singapura, yang diratifikasi tahun 1991, serta tax treaty dengan Swiss yang diratifkasi tahun 2009, yang menurunkan tarif pajak atas pembayaran yang dilakukan. Indonesia juga membuat tax treaty dengan Labuan, Malaysia, yang juga disebut sebagai tax haven. Pemerintah bahkan sampai sekarang belum meratifikasi perubahan tax treaty dengan Malaysia dimana perubahan tersebut mengeluarkan Labuan dari cakupan tax treaty seperti tarif pajak yang lebih rendah. Di masa lalu, Indonesia juga pernah membuat tax treaty dengan Mauritius, yang juga digolongkan sebagai tax haven, dan membatalkannya di tahun 2005. Pemerintah Amerika Serikat, didukung Barack Obama, telah membuat rancangan UU (Stop Tax Haven Abuse Act) yang membatasi penggunaan tax
Universitas Sumatera Utara
haven pada wajib pajak Amerika. Salah satu isi rancangan UU itu adalah menyebutkan negara yang masuk dalam tax haven, persyaratan disclosure yang lebih luas serta sanksi yang lebih keras atas penghindaran pajak lewat tax haven. Satu hal yang dapat dilakukan Indonesia adalah membuat peraturan transfer pricing yang lebih baik dan melakukan penegakan peraturan transfer pricing dengan baik. Peraturan dan penegakan aturan transfer pricing di Indonesia tertinggal jauh dibanding China dan India (Global Transfer Pricing Survey – EY, 2006) bahkan peraturan transfer pricing di Indonesia sekarang tertinggal dibandingkan Singapura. Tanpa adanya pembuatan dan penegakan peraturan transfer pricing yang baik, pembuatan definisi tax haven akan tidak banyak berguna karena meskipun transfer pricing dapat digunakan untuk tujuan positif namun transfer pricing dapat digunakan untuk menghindari pajak dengan menggunakan metode transfer pricing. Selain peraturan transfer pricing, renegosiasi atau perubahan tax treaty serta segera meratifikasinya juga dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan tax haven. Terhadap hukum Indonesia sendiri masih terdapat tumpang tindih antara hukum-hukum perpajakan itu sendiri, dimana seorang subjek pajak dapat dikenakan pajak berkali-kali yang mana hal ini akan merugikan subjek pajak itu sendiri, dan akibatnya Negara-negara berkembang seperti Indonesia memang masih rentan terhadap penghindaran pajak khususnya yang dilakukan oleh para pengusaha-pengusaha kaya yang tidak ingin asetnya atau harta kekayaannya
Universitas Sumatera Utara
terancam oleh beban pajak yang dirasa cukup tinggi dan berlipat-lipat. Oleh karena itu mereka, terkadang memindahkan aset tersebut ke negara yang lebih aman. Disinilah peran pemerintah sangat diperlukan untuk mencegah pemindahan aset yang dapat dikenakan pajak tersebut. Guna merealisasikan pembayaran pajak secara menyeluruh oleh wajib pajak, pemerintah sebaiknya tidak hanya membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan itu tetapi lebih kepada pengawasan dan penerapan hukum tersebut di lapangan apakah telah sesuai dengan yang telah diundangkan 97. Mungkin yang dapat dilakukan oleh Indonesia dalam menangkal atau menertibkan Tax Haven adalah dengan mengenakan pajak khusus terhadap mereka yang mengalihkan domisilinya ke negara Tax Haven. Di Perancis, wajib pajak tidak diperbolehkan mengurangkan pembayaran bunga, royalti, dan jasajasa ke perusahaan di Tax Haven kecuali dapat dibuktikan bahwa transaksi tersebut dapat dibuktikan valid, genuine dan bonafide. Ini dapat dicontoh oleh Indonesia, karena untuk menangkal pengalihan pajak ke negara Tax Haven dapat dilakukan dengan dua ketentuan yaitu pendekatan yurisdiksi, yang berusaha untuk menentukan negara atau daerah mana saja yang dianggap sebagai negara Tax Haven atau pendekatan transaksi, yang menentukan kategori penghasilan yang diperoleh atau diterima oleh perusahaan luar negeri terkendali apakah perusahaan yang dimaksud berdomisili di negara Tax Haven atau dinegara dengan pajak tinggi.
97
Harian Kontan, Perlakuan Pajak Tax Havens, 18 Mei 2009, hal. 13
Universitas Sumatera Utara
Terhadap hukum Indonesia sendiri perlu ada dilakukan peninjauan ulang apakah perlu dilakukan perubahan baik dalam bentuk formil maupun materil karena pengaturan perpajakan di Indonesia dianggap masih jauh dari sempurna, namun yang perlu ditingkatkan adalah pengawasan terhadap wajib pajak itu sendiri dan perusahaan-perusahaan yang merupakan wajib pajak yang hendak melarikan pajak atau menghindari pajak wajib diberi sanksi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1.
Tax Haven Country (Negara Tax haven) adalah merupakan suatu istilah yang menyatakan bahwa sebuah negara atau teritori yang menjadi tempat berlindung bagi para pembayar pajak sehingga para pembayar pajak ini dapat menghindarkan pembayaran pajaknya. Suatu Negara atau wilayah dapat dikategorikan sebagai Tax Heaven Country, menurut Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Cooperation Development atau OECD), jika memenuhi salah satu faktor:
a. Pajaknya sangat rendah, bahkan tidak ada pajak yang dikenakan, dengan tujuan untuk menyediakan negara/wilayahnya sebagai negara/wilayah
tempat
pelarian
warga
asing
yang
akan
menghindarkan pajak. b. Memiliki fasilitas perlindungan yang sangat ketat terhadap informasi nasabah. c. Tidak adanya transparansi dalam operasi tax heaven tersebut.
Tax Haven merupakan Negara yang memberikan kemudahan di bidang perpajakan dan dibidang perbankan. Sistem perpajakan yang
Universitas Sumatera Utara
diberlakukan di Negara Tax Haven tidak sama dengan Negara-negara pada umumnya karena Negara Tax Haven tidak memberlakukan pajak sebagaimana mestinya. Tax Haven umumnya merupakan negara yang tidak mengenakan pajak atas suatu kegiatan ekonomi di negaranya, dan kalaupun ada pajak yang dikenakan hanya pada rate yang relatif rendah dan hanya dikenakan terhadap bidang usaha atau perusahaan tertentu saja. Hal ini justru menguntungkan orang-orang yang melakukan kegiatan ekonomi di Tax Haven seperti melakukan investasi atau penanaman modal, mendirikan perusahaan, dan lain-lain. Selain itu banyak lagi kenudahan yang ditawarkan oleh negara Tax Haven seperti prosedur pendirian perusahaan yang tidak berbelit-belit, keuntungan dari segi pendapatan karena pajak yang dikenakan nol atau rendah, kerahasiaan bank yang ketat yang hampir tidak memungkinkan dibuka informasi mengenai data nasabah. Prinsip kerahasiaan bank di negara Tax Haven sangat kuat, hal ini dilakukan guna meningkatkan kepercayaan nasabag terhadap bank yang didirikan atau membuka cabang di Tax Haven.
Jika dilihat dari kemudahan pajaknya, maka negara Tax Haven dapat dikategorikan dalam 5 (lima) bentuk yaitu :
a. Negara bebas pajak b. Negara dengan sistem pajak teritorial
Universitas Sumatera Utara
c. Negara dengan sistem pajak rendah d. Negara yang hanya membebankan pajak-pajak tertentu e. Negara yang hanya membebaskan pajak untuk perusahaan tertentu saja.
2. Dengan diberlakukannya sistem kerahasiaan bank yang sangat ketat dan sistem perpajakan yang tidak membebankan pajak atau meringankan pajak, maka negara Tax Haven sangat rentan terhadap tindak pidana yakni menjadi surga bagi pelaku-pelaku tindak pidana pencucian uang (Money Laundering). dikatakan demikian karena negara Tax Haven menjadi transit atau tempat penyimpanan uang-uang panas seperti uang yang berasal dari perdagangan obat-obatan terlarang, senjata illegal, uang hasil korupsi, dan lain-lain. Karena pajak bagi sebagian kalangan masih dianggap sebagai beban investasi maka sangat wajar bila para pengusaha berusaha untuk menghindari beban pajak dengan melakukan perencanaan pajak yang efektif. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh para pengusaha tersebut untuk menghindari pajak salah satunya adalah dengan melakukan kegiatan ekonomi di negara Tax Haven seperti Transfer Pricing, Captive Banking, Thin Capitalization, mendirikan Holding Companies, dan lain-lain. Dan bahkan terkadang kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan di negara Tax Haven berindikasi adanya Tindak Pidana Money Laundering.
Universitas Sumatera Utara
3. Indonesia sendiri bukanlah negara Tax Haven yang dimaksud, karena Indonesia masih membebankan pajak standar Internasional, oleh karena itu Indonesia dapat dikatakan menerima kerugian dengan hadirnya negara Tax Haven ini, karena Indonesia juga merupakan korban dari negara Tax Haven, yang uangnya banyak sekali dilarikan ke Tax Haven. Ini jelas merugikan pihak negara non Tax Haven karena investasi akan berpindah ke negara Tax Haven. Tax Haven merupakan masalah yang telah menjadi perhatian dunia sekarang ini karena mereka enggan untuk membagi informasi manakala dibutuhkan oleh negara lain guna pemeriksaan baik di bidang perpajakan maupun diduga terjadi tindak pidana Money Laundering.
B. Saran Dengan melihat kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran, sebagai berikut: 1.
Pro dan kontra bermunculan seiring dengan maraknya kehadiran negara Tax Haven ini, namun hal ini perlu disikapi secara bijak oleh pemerintah Indonesia, karena jika mengambil langkah yang salah hanya akan menyebabkan kerugian di dalam negeri. Mengenai sistem perpajakan yang diterapkan di Indonesia perlu di kaji ulang lagi apakah beban pajak yang dikenakan terhadap para Wajib Pajak dirasa cukup tinggi atau tidak, karena jika Wajib Pajak khususnya kalangan pebisnis dan pengusaha merasa Indonesia mengenakan pajak yang tinggi terhadap penghasilan
Universitas Sumatera Utara
mereka, maka mereka pada akhirnya akan beralih ke negara yang pajaknya lebih rendah yang mana akan menguntungkan usaha mereka. Hal ini tentu saja akan merugikan Indonesia karena pajak akan berpindah ke negara lain. Maka masalah ini patut menjadi perhatian pemerintah Indonesia dengan mengerahkan aparat-aparat pajak di negara Tax Haven guna memantau. 2.
Guna mengatasi banyaknya pendapatan pajak yang dilarikan oleh Wajib Pajak ke negara Tax Haven, mungkin yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah secepatnya membuat peraturan yang mengatur mengenai tax haven itu, seperti yang telah dilakukan beberapa negara seperti Brazil, Cina, Jepang. Dan salah satu yang dapat dilakukan adalah mengenakan
pajak
khusus
terhadap
mereka
yang
mengalihkan
domisilinya ke negara Tax Haven. 3.
Terhadap tindak pidana money Laundering yang kerap dilakukan di negara Tax Haven maka, pemerintah harus lebih menggalakan prinsip Know Your Customer, dan melakukan pengawasan rutin terhadap perbankan khususnya di Indonesia guna mencegah terjadinya Money Laundering di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara