BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA PENIPUAN SEBAGAI KEJAHATAN ASAL MENURUT UNDANG–UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Pada umumnya tindak pidana penipuan sudah diatur dalam Pasal 378 sampai dengan Pasal 394 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sebagaimana dirumuskan Pasal 378 KUHP, penipuan berarti perbuatan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau kebohongan yang dapat menyebabkan orang lain dengan mudah menyerahkan barang, uang atau kekayaannya. Dalam tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 2 yang dimana hasil tindak pidana itu diklasifikasikan dalam 25 (dua puluh lima) kelompok kejahatan (predicat crime) dimana pada huruf (r) mengatur tentang penipuan. A. Tindak Pidana Penipuan Dalam Hukum Pidana Indonesia a. Pengertian dan unsur –unsur tindak pidana Pembentukan undang–undang kita telah menggunakan perkataan “Strafbaarfeit” untuk menyebutkan apa yang kiat sebagai “tindak Pidana”di dalam KUHP tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya dimaksud dengan perkataan “Strafbaarfeit”tersebut. Pengertian tindak pidana belum ada kesatuan pendapat diantara para sarjana, dalam garis besarnya perbedaab pendapat tersebut terbagi dalam dua aliran atau dua pandangan monistis dan pandangan dualistis. Menurut Moeljatno, pandangan monistis adalah bahwa para sarjana melihat keseluruhan (tumpukan)
Universitas Sumatera Utara
syarat untuk adanya pidana itu kesemuanya itu merupakan sifat dari perbuatan, sedangkan pandangan dualistis adalah membedakan dengan tegas dapat dipidananya perbuatan dan dipidana orangnya, dan sejalan ini dipisahkan, maka pengertian perbuatan pidana tidak meliputi pertanggungjawaban pidana. 71 Berdasarkan pengertian dan pemisahan pandangan tersebut berikut ini akan disebutkan pendapat para sarjana berdasarkan pandangan mereka masing– masing sehingga jelas letak perbedaannya. 1. Aliran Monistis Menurut Simon, Strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Van Hamel mengatakan bahwa Strafbaarfeit adalah kelakuan yang dirumuskan dalam Undang-undang, yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Tindak pidana menurut E. Mezger adalah keseluruhan syarat untuk adanya pidana. Menurut Karni, Delik itu mengandung perbuatan yang mengandung perlawanan hak, yang dilakukan dengan salah dosa, oleh orang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan patut dipertanggungjawabkan. Dan menurut definisi pendek Wirjono Prodjodikoro, tindak pidana berarti perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.
71
Sudarto, Hukum Pidana, Jilid. I A-B, (Purwokerto : Fakultas Hukum Unsoed. Tahun. 1991, Hal. 25
Universitas Sumatera Utara
Jadi jelas sekali dari definisi-definisi tersebut diatas tidak adanya “pemisahan antara Criminal Act dan Criminal Responsibility”. 72 2. Aliran Dualistis Pompe berpendapat bahwa menurut hukum positif, Strafbaarfeit adalah tidak lain dari pada feit, yang diancam pidana dalam ketentuan undang-undang, selanjutnya menurut beliau bahwa menurut teori Strafbaarfeit itu adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum dilakukan dengan kesalahan dan diancam pidana. Menurut Moeljatno, perbuatan pidana sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana, barang siapa melanggar larangan tersebut. “Pandangan golongan dualistis ini mengadakan pemisahan antara dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana dan dapat dipertanggungjawabkannya si pembuat”. 73 Penggolongan pandangan para sarjana tersebut diatas juga merupakan penggolongan terhadap unsur-unsur tindak pidana yang terbagi menjadi dua yaitu: 1. Aliran Monistis Menurut pendapat D. Simons, unsur-unsur Strafbaarfeit adalah: a. Perbuatan manusia b. Diancam dengan pidana c. Melawan hukum d. Dilakukan dengan kesalahan e. Oleh orang yang mampu bertanggung jawab Selanjutnya Simon menyebutkan adalah unsur objektif dan unsur subjektif. Yang disebut sebagai unsur objektif adalah : 72 73
Ibid, hal 26 Ibid, hal 27-28
Universitas Sumatera Utara
a. Perbuatan orang b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan-perbuatan itu “seperti dalam Pasal 281 KUHP sifat “Openbaar” atau “dimuka umum”. Segi subjektif dari Strafbaarfeit adalah : a. Orangnya mampu bertanggung jawab b. Adalah kesalahan (dolus atau culpa) perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan.” Menurut Van Hamel, “unsur-unsur Strafbaarfeit adalah : a. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang b. Bersifat melawan hukum c. Dilakukan dengan kesalahan d. Patut dipidana.” 74 Menurut E. Mezger, “unsur-unsur tindak pidana adalah : a. Perbuatan dalam arti yang luar dari manusia b. Sifat melawan hukum c. Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang d. Diancam dengan pidana.” 75 2. Aliran Dualistis Menurut H.B. Vos, Strafbaarfeit hanya dirumuskan : 1. Kelakuan manusia 74 75
Ibid, hal 26 Ibid
Universitas Sumatera Utara
2. Diancam pidana dalam undang-undang Kemudian menurut Moeljatno, perbuatan pidana memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Perbuatan manusia 2. Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil) 3. Bersifat melawan hukum (syarat materil) Syarat formil tersebut harus ada, hal ini disebabkan karena : Adanya asas legalitas yang tersimpul dalam pasal 1 KUHP, syarat materil itu harus ada pula, karena perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan, oleh karena bertentangan dengan atau menghambat tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh masyarakat itu. Selanjutnya Moeljatno berpendapat : “Bahwa kesalahan dan kemampuan bertanggungjawab dari si pembuat tidak orang yang berbuat.” 76 Jadi untuk memungkinkan adanya pemidanaan secara wajar, apabila diikuti pendirian Moeljatno, maka tidak cukup apabila seseorang itu telah. Melakukan perbuatan pidana belaka atau disamping itu pada orang tersebut harus ada kesalahan dan bertanggung jawab. Jika seseorang melakukan tindak pidana kejahatan dan harus masuk ke dalam persidangan. Hukum Acara Pidana akan memberi keterangan seperti: rangkaian peraturan hukum yang menentukan bagaimana cara-cara mengajukan ke depan pengadilan, perkara-perkara
76
Ibid, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
kepidanaan dan bagimana cara menjatuhkan hukuman oleh hakim, jika ada orang yang disangka melanggar aturan hukum pidana yang telah ditetapkan sebelum perbuatan melanggar hukum itu terjadi, dengan lain perkataan: Hukum Acara Pidana ialah hukum yang mengatur tata cara bagaimana alat-alat negara (Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan) harus bertindak jika terjadi pelanggaran. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan sesuatu tindak pidana berhak dianggap tidak bersalah sampai dapat dibuktikan menurut aturanaturan hukum yang berlaku, dan si tersangka dalam sidang itu diberikan segala jaminan hukum yang telah ditentukan dan yang telah diperlukan untuk pembelaan. Lapangan kepidanaan meliputi hal pengusutan, penuntutan, penyelidikan, penahanan, pemasyarakatan dan lain-lain. Perkara pidana ialah perkara tentang pelanggaran atau kejahatan terhadap suatu kepentingan, umum, perbuatan mana di ancam dengan hukuman yang bersifat suatu penderitaan. b. Pengertian Penipuan dalam KUHP
Berdasarkan teori dalam hukum pidana mengenai penipuan, terdapat 2 (dua) sudut pandang yang harus diperhatikan, yakni menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia dan menurut pengertian yuridis, penjelasannya adalah sebagai berikut : 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan, atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan berarti proses,
Universitas Sumatera Utara
perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengecoh) 77. Dengan demikian, berarti yang terlibat dalam penipuan adalah 2 (dua) pihak, yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tertipu. Jadi, penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesatkan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok. 2. Menurut Pengertian Yuridis Pengertian tindak pidana penipuan adalah dengan melihat dari segi hukum sampai saat ini belum ada, kecuali yang dirumuskan dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu defenisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana. Penipuan menurut Pasal 378 KUHP yang dirumuskan sebagai berikut : “Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat Tahun.” 78 Pidana bagi tindak pidana penipuan adalah pidana penjara maksimum empat tahun tanpa alternatif denda.Jadi, delik penipuan dipandang lebih berat daripada delik penggelapan karena pada delik penggelapan ada alternatif denda. Oleh karena itu, penuntut umum yang menyusun dakwaan primair dan subsidair kedua pasal ini harus mencantumkan tindak pidana penipuan pada dakwaan 77
Kamus Besar bahasa Indonesia Kitap Undang – undang hukum Pidana pasal 378
78
Universitas Sumatera Utara
primair, sedangkan dakwaan subsidair adalah penggelapan.Menurut Cleiren bahwa tindak pidana penipuan adalah tindak pidana dengan adanya akibat (gevolgsdelicten) dan tindak pidana berbuat (gedragsdelicten)atau delik komisi. 79 1. Unsur – unsur Tindak Pidana Penipuan Dalam KUHP tentang Penipuan terdapat dalam BAB XXV Buku II, pada bab tersebut, termuat berbagai bentuk penipuan yang dirumuskan dalam 20 pasal, masing-masing pasal mempunyai nama khusus. Keseluruhan pasal pada BAB XXV ini dikenal dengan sebutan bedrog atau perbuatan orang. Bentuk pokok dari bedrog atau perbuatan orang adalah Pasal 378 KUHP tentang Penipuan. Rumusan unsur – unsur penipuan itu adalah sebagai berikut: 80 a. Unsur-unsur Objektif 1. Perbuatan : menggerakkan 2. Yang digerakkan : orang 3. Perbuatan itu ditunjukkan pada: a). Orang lain menyerahkan benda, b).Orang lain memberikan hutang, dan c). Orang lain menghapuskan piutang 4. Cara melakukan perbuatan itu menggerakkan dengan: a). Nama Palsu b). Memakai tipu muslihat c). Memakai martabat palsu dan, d). Memakai rangkaian kebohongan. b. Unsur-unsur subjektif 1. a). Maksud dengan menguntungkan diri sendiri b). Maksud dengan menguntugkan orang lain 2. maksud dengan melawan hukum Berikut adalah penjelasan dari unsur-unsur tindak pidana penipuan : 1. Unsur –unsur objektif 1) Perbuatan menggerakkan (Bewegen) 79
Andi hamzah, 2010, Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 112 80 Adam Cazhawi (2003) Op-Cit, hal. 116
Universitas Sumatera Utara
Kata bewegen selain diterjemahkan dalam arti menggerakkan, ada juga sebagian ahli menggunakan istilah membujuk, atau menggerakkan hati. “Menggerakkan” dalam pasal 378 KUHP ini berbeda dengan pengertian dengan pengertian “menggerakkan” atau uitlokking dalam konteks pasal 55 ayat (1) KUHP “ menggerakkan dengan upaya – upaya memberi atau menjanjikan sesuatu atau, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, ancaman atau penyesatan atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan. 81 KUHP sendiri tidak memberikan keterangan apapun tentang istilah bewegen itu. Menggerakkan dapat didefenisikan sebagai perbuatan mempengaruhi atau menanamkan pengaruh pada orang lain. Objek yang dipengaruhi adalah kehendak seseorang. Perbuatan menggerakkan adalah berupa perbuatan yang abstrak dan akan terlihat bentuknya secara konkret apabila dihubungkan dengan cara melakukannya. Cara melakukannya inilah sesungguhnya yangg lebih berbentuk yang bisa dilakukan dengan perbuatan-perbuatan yang benar dan yang tidak benar. Mengapa menggerakkan pada penipuan ini arus dengan cara –cara yang palsu dan bersifat membohongi,
memberikan kata –kata yang tidak
benar?
Karena jika menggerakkan dilakukan dengan cara yang sesungguhnya atau cara yang sebenarnya dan tidak palsu, maka tidak mungkin kehendak orang lain (korban) akan menjadai terpengaruh, yang pada akhirnya atau selanjutnya akan memberikan
atau
menyerahkan
benda,
memberikan
hutang
maupun
mengahapuskan piutang. Tujuan yang ingin dicapai dalam penipuan hanya
81
Tongat, Hukum Pidana Materiil. ( Penerbit: UMM Press, tahun 2003). Hal. 72
Universitas Sumatera Utara
mungkin
bisa
dicapai
dengan
melalui
perbuatan
menggerakkan
yang
menggunakan cara–cara yang tidak benar demikian. 82 Sehubungan dengan hal ini ada arrest HR (10-12-1928) yang yang menyatakan bahwa : untuk selesainya kejahatan penipuan diperlukan adanya perbuatan orang lain selain penipu. Terdapat suatu permulaan jika perbuatan itu tidak memerlukan perbuata lain lagi dari petindak”. Suatu permulaan pelaksanaan yang dimaksudkan HR itu adalah tentunya telah terjadi suatu percobaan penipuan. Perihal sebagaimana dalam putusan HR tersebut ditegaskan kembali dalam putusan lainnya (27-3-1939) yang menyatakan bahwa “ada percobaan penipuan apabila pelaku dengan maksud menguntungkan diri sendiri secara melawan hukum, memakai nama palsu, martabat palsu ataupun rangkaian kebohongan” Adanya perbuatan orang lain sebagaimana yang dimaksudkan HR tersebut diatas adalah berupa akibat dari perbuatan menggerakkan akibat mana adalah merupakan syarat untuk selesainya terwujudnya penipuan. Dilihat dari sudut iini, maka sesungguhnya penipuan ini adalah berupa tindak pidana materil. Akan tetapi apabila dilihat bahwa dalam perumusan penipuan dapat juga dikategorikan kedalam tindak pidana formil. Sesungguhnya penipuan lebih condong kearah pidana materil daripada tindak pidana formil, dengan alasan bahwa terwujudnya perbuatan yang dilarang (menggerakkan) bukan menjadi syarat untuk selesai terwujudnya penipuan secara sempurna, melainkan pada terwujudnya akibat perbuatan yakni berupa oranag lain menyerahkan benda, memberi hutang dan menghapuskan piutang. 82
Lamintang dan Simorangkir ” Delik –delik khusus Kejahatan yang ditujukan terhadap Hak Milik dan lain-lain yang timbul dari hak milik (Tahun. 1979), hal. 211
Universitas Sumatera Utara
2) Yang digerakkan adalah orang Seseorang yang menyerahkan benda, orang yang memberi hutang dan orang yang menghapuskan piutang sebagai korban penipuan orang yang digerakkan orang sendiri, tetapi hal itu merupakan suatu keharusan. Karena dalam rumusan pasal 378 KUHP tidak sedikitpun menunjukkan bahwa orang yang memberikan benda/ barang tidak perlu harus diberikan (diserahkan) kepada terdakwa sendiri, sedang yang menyerahkan itupun tidak perlu harus orang yang dibujuk sendiri, bisa dilakukan oleh orang lain. 83 3) a. Menyerahkan Benda Pengertian benda dalam penipuan mempunyai arti yang sama dengan benda dalam pencurian dan penggelapan, yakni sebagai benda yang berwujud dan bergerak. Dalam tindak penipuan ini ‘menyerahkan suatu benda” tindaklah harus dilakukan sendiri secara langsung oleh orang yang menipu. Dalam hal ini penyerahan juga dapat dilakukan oleh orang yang tertipu
itu kepada orang
suruhan dari orang yang menipu. Hanya dalam hal ini oleh karena unsur kesengajaan, maka ini berarti unsur penyerahan haruslah merupakan akibat langsung dari adanya daya upaya yang dilakukan oleh sipenipu. Dengan demikian antar perbuatan penyerahan yang dilakukan oleh orang yang terkena tipu dengan daya upaya dilakukan oleh orang yang terkena tipu dengan daya upaya yang dilakukan oleh si penipu harus ada hubungan kausal. 84
83
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, serta komentar-komentarnya, Politeia Bogor, Tahun. 1995 Hal. 260 84 Tongat, Hukum Pidana Materil, Penerbit: Um Press, Malang Tahun 2003. Hal. 73
Universitas Sumatera Utara
Pada pencurian, pemerasan, pengancaman dan kejahatan terhadap harta benda lainnnya. Dimana secara tegas disebutnya unsur milik orang lain bagi benda objek kejahatan. Berbeda dengan penipuan di mana tidak menyebutkan secara tegas adanya unsur demikian. Oleh karena itu dapat diartikan bahwa pada penipuan benda yang diserahkan dapat terjadi pada benda miliknya sendiri asalkan didalam hal ini terkandung maksud untuk memperkaya diri sendiri atau oran lain. Apakah mungkin maksud itu ada dalam peristiwa orang lain menyerahkan benda milik sipenipu sendiri?. Dalam prakteknya mungkin saja peristiwa demikian terjadi. Misalnya
85
:
1. bila si penipu tidak mengetahui bahwa benda itu miliknya sendiri, ia mengira milik orang lain. 2. Si penipu mengetahui benda itu miliknya sendiri, tetapi di dalam kekuasaan orang lain karena misalnya digunakan sebagai jaminan hutang dan digadaikan. Pendapat tersebut diatas , penipuan bisa terjadi pada kedua contoh tersebut, akan tetapi pandangan akan berbeda, apabila dilihat dari sudut lain, yaitu bahwa unsur maksud sebagai salah satu bentuk kesengajaan dalam rumusan penipuan ditempatkan dimuka baik unsur menguntungkan maupun unsur benda. Dengan demikian sebelum petindak bertindak menggerakkan orang, ia harus sadar bahwa agar menguntungkan itu dapat dicapai harus dengan orang yang menyerahkan benda bukan miliknya. Jadi disini kesenganjaan petindak yang ditujukan untuk maksud menguntungkan diri itu sekaligus pula ditujukan bahwa
85
Adami Chazawi. Op-Cit. Hal. 121
Universitas Sumatera Utara
dengan demikian benda itu milik orang lain adalah tidak logis menambah kekayaan dengan orang lain menyerahkan benda milik sendiri. Dikatakan bahwa penipuan terjadi bukan oleh sebab telah terjadi perbuatan menggerakkan, melainkan pada telah terjadai perbuatan menyerahkan benda oleh oranag lain. Menyerahkan benda baru dianggap terjadi/selesai apabila dari perbuatan itu telah sepenuhnya berpindahnya kekuasaan atas benda itu ke dalam kekuasaan orang yang menerima. Dalam hal ini berarti telah putusnya hubungan kekuasaan (menguasai) antara orang yang menyerahkan dengan benda yang diserahkan. Dengan berpidahnya kekuasaan atas benda terhadap kekuasaan petindak atau orang lain atas kehendak petindak bila mana ia penerima telah dapat melakukan segala sesuatu perbuatan terhadap benda itu secara langsung tanpa ia harus melakukan perbuatan lain terlebih dahulu. 86 3) b. Memberi hutang dan mengahapuskan piutang Perkataan hutang disini tidak sama artinya dengan hutang piutang, melainkan diartikan sebagai suatu perjanjian atau perikatan. Hoge Raad menyatakan dalam satu artikelnya mengatakan bahwa hutang adalah suatu perikatan, misalnya menyetor sejumlah uang jaminan. Memberi hutang tidak dapat diartikan sebagai memberi pinjaman uang belaka, melainkan diberi pengertian yang lebih luas sebagai membuat sesuatu perikatan hukum yang membawa akibat timbulnya kewajiban bagi orang lain untuk menyerahkan/membayar sejumlah uang tertentu. Misalnya dalam suatu jual
86
Ibid. Hal. 121
Universitas Sumatera Utara
beli timbul suatu kewajiban pembeli untuk membayar, menyerahkan sejumlah uang tertentu yakni harga benda itu kepada penjual. 4). Cara melakukan perbuatan itu menggerakkan dengan: Alat pembujuk atau penggerak
yang dipergunakan dalam perbuatan
membujuk atau menggerakkan orang agar menyerahkan sesuatu barang terdiri dari empat jenis cara yaitu: a. Nama palsu (Valse Naam) Penggunaan nama yang bukan nama sendiri, tetapi nama orang lain bahkan pengguna nama lain yang tidak dimiliki oleh siapapun juga termasuk didalam penggunaan nama palsu. Dalam nama ini termasuk juga nama tambahan dengan syarat yang tidak harus dikenal oleh orang lain. b. Memakai tipu muslihat (Dragen List) Tipu muslihat merupakan perbuatan membohongi tanpa kata-kata. 87 Ketidakbenaran yang tidak terdapat pada tipu muslihat maupun rangkaian kebohongan harus telah ada pada saat melakukan tipu muslihat dan lain-lain. Karena itu tidak mungkin terjadi penipuan dalam hal sipeminjam tidak membayar hutangnya. Tipu muslihat juga merupakan perbuatan –perbuatan yang dilakukan sedemikian rupa sehingga perbuatan itu menimbulkan kepercayaan atau keyakinan kebenaran atas sesuatu kepada orang lain.
c. Memakai martabat palsu dan, Martabat palsu dimaksudkan adalah menyebutkan dirinya dalam suatu keadaan yang tidak benar dan yang mengakibatkna si korban percaya kepadanya, dan berdasarkan kepercayaan itu ia menyerahkan sesuatu barang atau memberi hutang atau menghapus piutang. Termasuk dalam pengertian memakai “martabat palsu” misalnya adalah menyebutkan dirinya seseorang pejabat tertentu atau seorang kuasa dari orang lain, atau seorang ahli waris dan seorang wafat yang meninggalkan harta warisan.” 88 d. Memakai rangkaian kebohongan Disyratkan bahwa harus terdapat beberapa kata bohong yang diucapkan, suatu kata bohong saja dianggap tidak cukup sebagai alat penggerak 87
Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. (Refika Aditama, Jakarta, tahun 1967), hal. 42 88 Ibid, hal. 73
Universitas Sumatera Utara
ataupun alat bujuk. Rangkaian kata-kata bohong yang diucapkan secara tersusun, hingga merupakan suatu cerita yang dapat diterima sebagai sesuatu yang logis dan benar. Jadi, kata-kata itu tersusun hingga katakata yang satu membenarkan atau memperkuat kata yang lain. Keempat alat pembujuk atau penggerak ini dapat dipergunakan secara alternatif maupun secara komulatif. 89 Unsur objektif membujuk atau menggerakkan orang agar menyerahkan, sebenarnya lebih tepat dipergunakan istilah menggerakkan dari pada istilah membujuk, untuk melepaskan setiap hubungan dengan penyerahan (levering) dalam pengertian hukum perdata. Dalam perbuatan menggerakkan orang untuk menyerahkan harus disyaratkan adanya hubungan kasual antara alat penggerak itu dan penyerahan barang dan sebagainya. Penyerahan sesuatu barang yang telah terjadi sebagai akibat penggunaan alat penggerak atau pembujuk itu belum cukup terbukti tanpa mengemukakan pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan karena dipergunakan alat-alat penggerak pembujuk itu. Alat itu pertama-tama harus menimbulkan dorongan di dalam jiwa seseorang untuk menyerahkan sesuatu barang. Psychee dari korban karena penggunaan alat penggerak atau pembujuk tergerak sedemikian rupa, hingga orang itu melakukan penyerahan barang itu. Tanpa penggunaan alat atau cara itu korban tidak akan tergerak psycheenya dan penyerahan sesuatu tidak akan terjadi. Penggunaan cara-cara atau alat-alat penggerak itu menciptakan suatu situasi yang tepat untuk menyesatkan seseorang yang normal, hingga orang itu terpedaya karenanya.
89
Ibid, hal. 27
Universitas Sumatera Utara
Jadi apabila orang yang dibujuk atau digerakkan mengetahui atau memahami, bahwa alat-alat penggerak atau pembujuk itu tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka psycheenya tidak bergerak dan karenanya ia tidak benar atau bertentangan dengan kebenaran, maka psycheenya tidak tergerak dan karenanya ia tidak tersesat atau terpedaya, hingga dengan demikian tidak terdapat perbuatan penggerakkan atau membujuk dengan alat-alat penggerak atau pembujuk, meskipun orang lain menyerahkan barangnya. 90
Kata-kata “untuk mengadakan suatu perikatan utang” di dalam rumusan tindak pidana penipuan, oleh beberapa orang penerjemah WVS telah diartikan secara tidak sama, yakni ada yang telah menerjemahkan dengan kata-kata “supaya memberi utang” dan ada pula yang telah menerjemahkan dengan kata-kata “supaya membuat utang”. Kata-kata “perikatan utang” dalam rumusan Pasal 378 KUHP itu mempunyai arti yang sifatnya umum menurut tata bahasa, dan bukan mempunyai arti menurut BW. Perikatan utang seperti itu dapat dibuat dalam berbagai perjanjian kredit di depan notaris, akan tetapi juga dapat dibuat dalam berbagai bentuk tulisan, misalnya dalam bentuk kwitansi yang harus ditandatangani oleh orang yang ditipu seolah-olah orang tersebut mempunyai utang sebesar uang yang dinyatakan diatas kertas segel tersebut. 2. Unsur–unsur subjektif a. Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain Unsur subjektif dengan maksud adalah kesengajaan (dolus). Apabila dalam perumusan delik dolus maka akan muncul sejumlah pertanyaan yang berkenan dengan ruang lingkup makna dan jangkauannya, hal
90
Ibid, hal. 42
Universitas Sumatera Utara
tersebut disebabkan karena dalam undang-undang pengertian tidak didefenisikan. Memorie van toelchiting yang memberikan ragam pengertian juga faktor-faktor lain daari delik yang berpengaruh terhadap konsep ini. Berkenan dengan ruang lingkupnya, MvT mengajarkan pada kita bahwa cara penempatannya dalam ketentuan pidana akan menentukan relasi pengertian delik terhadap unsur-unsur lainnya; apa yang mengikuti kata ini, akan dipengaruhi olehnya,sebagai semacam kesepakatan antara pembuat undang-undang dengan pelaksana undang-undang. Dengan cara ini dolus dapat dikaitkan pada perbuatan/tindakan dan unsur-unsur lain dari delik. 91 Dalam kasus pencucian uang perbuatan seseorang dalam melakukan penempatan, pentransferan, penitipan dan sebagainya selain harus betul-betul dikehendaki dan diinsyafi oleh pelaku, juga meliputu halhal yang mengarah atau berdekatan dengan kehendak atau keinsyafan itu. Ada tiga corak kesengajaan yaitu: a) Kesengajaan sebagai maksud untuk mencapai suatu tujuan (opzet als oogmerk) yaitu apabila seseorang pada waktu ia melakukan suatu tindakan untuk menimbulkan suatu akibat yang terlarang, menyadari bahwa akibat tersebut pasti akan timbul ataupun mungkin dapat timbul karena tindakan yang akan sedang ia lakukan, sedangkan timbulnya akibat tersebut memang beoogd atau memang ia kehendaki, maka
91
Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: PT, Gramedia Pustaka Utama, 2003) hal. 107
Universitas Sumatera Utara
apabila kemudian benar bahwa akibat tersebut telah timbul karena perbuatannya. 92 b) Kesengajaan dengan kesadaran tentang kepastian (opzet bij zekerheidsbewustzijn) yaitu apabila suatu kesengajaan yang dilandasi oleh kesadaran akan kepastian. Apabila bayangan tentang akibat atau hal-hal yang turut serta mempengaruhi terjadinya akibat yang tidak langsung dikehendaki tetapi juga tidak dapat dielakkan, maka orang itu melakukan sengaja dengan kepastian terjadi (opzet bij zekerheidsbewustzijn). 93 c) Kesengajaan sebagai sadar kemungkinan (opzet bij mogelijkheidsbewustzijn) ataupun disebut juga dengan dolus eventualis yaitu apabila seorang pelaku itu melakukan tindakannya untuk menimbulkan suatu akibat yang dilarang oleh undang-undang, ia mungkin mempunyai kesadaran tentang kemungkinan timbulnya suatu akibat lain selain daripada akibat timbulnya yang memang ia kehendaki. Apabila adanya kesadaran tentang kemungkinan timbulnya akibat lain itu tidak membuat dirinya membatalkan niatnya, dan kemudian ternyata bahwa akibat semacam itu benar-benar terjadi maka akibat terhadap seperti itu sipelaku dikatakan mempunyai suatu
Opzet bij mogelijkheids
bewustzijn. 94 Unsur menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan jalan melawan hukum. Syarat dari melawan hukum harus selalu dihubungkan dengan alat –alat 92
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana DiIndonesia, Op.Cit, Hal. 312 Ibid, Hal. 313 94 Soewarsono dan Reda Manthovani, Op-cit, Hal. 51 93
Universitas Sumatera Utara
penggerak atau pembujuk yang dipergunakan. Sebagaimana diketahui arti melawan hukum menurut Sudarto ada tiga pendapat yakni: a) Bertentangan dengan hukum (Simons) b) Bertentangan dengan hak (subjektif recht) dan orang lain (noyon) c) Tanpa kewenangan atau tanpa hak, hal ini tidak perlu bertentangan dengan hukum (hoge road). 95 b. Dengan melawan hukum Pengertian melawan hukum menurut sifatnya, juga dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Melawan hukum yang bersifat formil yaitu suatu perbuatan itu bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai delik dala suatu undang-undang, sedangkan sifat hukumnya perbuatan itu harus hanya berdasarkan suatu ketentuan undang –undang. Hukum pidana formil hukum yang berisi aturan yang berkaitan dengan tata cara melaksanakan hukum pidana itu sendiri dalam tataran prakteknya. 96Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan melawan hukum atau bertentangan dengan undang –undang (hukum tertulis). 2. Melawan hukum yang bersifat materil yaitu suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya terdapat dalam undang– undang yang tertulis saja, akan tetapi harus dilihat berlakunya asas–asas hukum yang tidak tertulis. Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata–nyata masuk dalam rumusan dalik itu dapat hapus berdasarkan ketentuan undang–undang dan juga berdasarkan aturan–aturan yang tidak tertulis. 97 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 003/PUUU-IV/2006 , tanggal 25 Juli 2006 Sebagaimana telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa inti pemikiran dari sociological jurisprudence, yang oleh Paton digunakan terminologi functional (sociological) jurisprudence, adalah bahwa hukum yang baik adalah 95
Sudarto. Op-cit, hal. 51 Satochid Kartanegara, Hukum Pidana: Kumpulan Kuliah, (Balai Lektur Mahasiswa: Bagian satu, tanpa tahun), hal. 1 97 Ibid, hal. 47-48 96
Universitas Sumatera Utara
hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. “Sesuai” dalam pengertian ini ialah bahwa hukum itu mencerminkan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat (the living law).
Terlihat betapa sociological jurisprudence
mengetengahkan pentingnya living law ini. Hukum adalah pengalaman yang diatur dan dikembangkan oleh akal yang diumumkan dengan wibawa oleh badanbadan yang membuat undang-undang dalam masyarakat yang berorganisasi politik dan dibantu oleh kekuasaan masyarakat. Hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat tadi. Yang dimaksud dengan ‘secara melawan hukum’ mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang- undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana.” Selanjutnya
mengenai
dimensi
sifat
melawan
hukum
(wederrechtelijkeheid) dalam Ilmu Hukum dikenal dua macam yaitu sifat melawan hukum materiil (materiel wederrechtelijkeheid) dan sifat melawan hukum formil (formale wederrechtelijkeheid). Sifat melawan hukum materiil (materiel wederrechtelijkeheid) merupakan sifat melawan hukum yang luas yaitu melawan hukum itu sebagai suatu unsur yang tidak hanya melawan hukum yang tertulis saja, tetapi juga hukum yang tidak tertulis (dasar-dasar hukum pada umumnya). Jadi walaupun Undang-Undang tidak menyebutkannya maka melawan hukum adalah tetap merupakan unsur dari tiap tindak pidana. Sedangkan
Universitas Sumatera Utara
sifat melawan hukum formal (formale wederrechtelijkeheid) adalah merupakan unsur dari hukum positif yang tertulis saja sehingga ia baru merupakan unsur dari tindak pidana apabila dengan tegas disebutkan dalam rumusan tindak pidana. 98 Sifat melawan hukum materiil terdiri dari sifat melawan hukum materiil dalam fungsi positif dan sifat melawan hukum dalam fungsi negatif. Pengertian sifat melawan hukum secara materiil dalam arti positif akan merupakan pelanggaran asas legalitas, pada Pasal 1 ayat 1 KUHP, artinya ajaran sifat melawan hukum dalam fungsi positif yaitu meskipun suatu perbuatan secara materiil merupakan perbuatan melawan hukum apabila tidak ada aturan tertulis dalam perundangundangan pidana, perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. 99 Ajaran sifat melawan hukum materiil hanya diterima dalam fungsinya yang negatif, dalam arti bahwa suatu perbuatan dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum, apabila secara materiil perbuatan itu tidak bertentangan dengan hukum. 100 Sedangkan menurut Moch. Anwar: Melawan hukum berarti bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Suatu keuntungan bersifat tidak wajar atau tidak patut menurut pergaulan masyarakat dapat terjadi, apabila keuntungan ini diperoleh karena penggunaan alatalat penggerak atau pembujuk, sebab pada keuntungan ini masih melekat kekurangpatutan dari alat-alat penggerak atau pembujuk yang dipergunakan untuk memperoleh keuntungan itu. Jadi ada hubungan kausal antara penggunaan alat-alat penggerak atau 98
M. Sudrajad Basar (1998:5) dalam Guse Prayudi , “Sifat Melawan
Hukum Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” Majalah Varia Peradilan,
Tahun XXII, No. 254 Januari 2007, IKAHI , Jakarta , 2007, hal. 25. 99 Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, Kantor Pengacara &Konsultan Hukum “ Prof. Oemar Seno Adji & rekan”, Jakarta, 2002, hal. 18 100 Komariah Emong Sapardjaja, Ajaran sifat Melawan Hukum Materiil dalam Hukum Pidana Indonesia, PT Alumni, Bandung, 2002, hlm 26
Universitas Sumatera Utara
pembujuk dari keuntungan yang diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk. Meskipun keuntungan itu mungkin bersifat wajar, namun apabila diperoleh dengan alat-alat penggerak atau pembujuk tersebut diatas, tetap keuntungan itu akan bersifat melawan hukum. 101 Adapun arti menguntungkan adalah setiap perbaikkan posisi atau nasib kehidupan yang diperoleh atau yang akan dicapai oleh pelaku. Pada umumnya perbaikkan ini terletak didalam bidang harta kekayaan seseorang, tetapi menguntungkan tidak terbatas kepada memperoleh setiap keuntungan yang dihubungkan dengan perbuatan penipuan itu atau yang berhubungan dengan akibat perbuatan penipuan, tetapi lebih luas bahkan memperoleh pemberian barang yang dikehendaki dan yang oleh orang lain dianggap tidak bernilai termasuk juga pengertian menguntungkan. 102 c. Jenis-jenis tindak pidana penipuan Tindak pidana penipuan yang diatur dalam buku II bab XXV pasal 378 -379 KUHP. Pasal-pasal tersebut menjelaskan tentang jenis-jenis tindak pidana dalam KUHP yaitu : 1. Pasal 378 KUHP mengenai tindak pidana penipuan dalam bentuk pokok. 2. Pasal 379 KUHP mengenai tindak pidana penipuan ringan. Kejahatan ini merupakan bentuk geprivileggeerd delict atau suatu penipuan dengan unsur-unsur yang meringankan.
101 102
Anwar,Op.Cit, hal. 43 Ibid
Universitas Sumatera Utara
3. Pasal 379 a KUHP merupakan bentuk pokok yang disebut penarikan botol (flessentrekkerij) yang mengatur tentang tindak pidana kebiasaan membeli barang tanpa membayar lunas harganya, dan menjadikan itu menjadi hal yang biasa. 4. Pasal 380 ayat (1-2) KUHP yaitu tindak pidana pemalsuan nama dan tanda atas sesuatu karya ciptaan orang. Pasal ini di buat bukan untuk melindungi hak cipta seseorang melainkan untuk melindungi konsumen terhadap perbuatan-perbuatan yang bersifat menipu oleh orang-orang tertentu. 5. Pasal 381 KUHP mengenai penipuan pada pertanggungan atau perasuransian. 6. Pasal 382 KUHP mengatur tindak pidana yang menimbulkan kerusakan pada benda yang dipertanggungkan. 7. Pasal 383 KUHP mengatur tindak pidana penipuan dalam hal jual beli.
B. Penipuan Sebagai Kejahatan Asal Dalam Money Laundering Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru dibanyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkanya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pembrantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) baik secara langsung maupun tidak langsung
Universitas Sumatera Utara
dapat memengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruh tersebutmerupaka dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Didalam money laundering ini diketahui bahwa banyaknya dana-dana potensial yang dapat dimamfaatkan secara optimal
karena
pelaku
monoy
laundering
sering
melakukan
“steril
investment”misalnya dalam bentuk investasi di bidang pada negara-negara yang mereka anggap walaupun dengan melakukan hal itu hasil yang diperoleh jauh lebih rendah. Untuk lebih jelas tentang pengertian money laundring berikut ini dibahas secara lebih rinci. a. Pengertian money laundering Pendapat yang berkembang menyatakan bahwa money laundering merupakan suatu cara atau proses untuk mengubah uang yang berasal dari sumber ilegal (haram) sehingga menjadi halal. 103 Undang-undang RI No. 25 Tahun 2002 menyebutkan
bahwa
pencucian
uang
adalah
perbuatan
menempatkan,
menstransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta yang sah. 104 Dalam undang-undang RI nomor 8 tahun 2010 menyebutkan bahwa pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, dengan hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang
103
Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mencegah dan membrantasan tindak Pidana pencucian Uang. (jakarta visimedia, tahun 2012), hal. 5 104 Undang-undang RI Nomor. 2002
Universitas Sumatera Utara
diperoleh dari tindak pidana asal sebagai mana disebutkan dalam pasal 2 ayat (1). 105 “Hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: a. korupsi; b. penyuapan; c. narkotika; d. psikotropika; e. penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l. perdagangan orang; m. perdagangan senjata gelap; n. terorisme; o. penculikan; p. pencurian; q. penggelapan; r. penipuan; s. pemalsuan uang; t. perjudian; u. prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di bidang lingkungan hidup; y. di bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.(2) Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.” Dalam Black,s Law Dictionary, istilah money laundering
diartikan
sebagai berikut. Term used to describe investment or other transfer of money flowing of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it,s original sources can be traced. Money laundering is a federal crime; 18 USCA 1956. 106 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang
membedakan dua
kelompok tindak pidana yaitu: tindak pidana pencucian sebagaimana diatur dalam pasal 3 sampai pasal 7 UU TPPU dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan
105
Pasal 2 UU RI No. 8 Tahun 2010” Tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang 106 Henry Campbell Black, M.A, Black,s Law Dictionary, ( St. Paul, Minn, West Publishing Co.) Sixth Edition,hal. 884
Universitas Sumatera Utara
tindak pidana pencucian uang diatur dalam pasal 8 sampai pasal 12. Hal-hal yang termasuk dalam tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut : 107 1. Setiap orang yang dengan sengaja : a) Menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana kedalam penyedia jasa keuangan, baik atas nama sendiri atau nama pihak lain. b) Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas nama sendiri maupun atas nama orang lain. c) Membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain. d) Menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain. e) Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakanhasil tindak pidana, baik atas nama sendiri maupun atas nama pihak yang lain. f) Membawa keluar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidanan;atau g) Menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)” 2. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. 3. Setiap orang yang menerima dan menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, harta kekayaan, yang diketahuinya atau patut diduganya berasal dari tindak pidana. 4. Setiap orang di luar wilayah negara RI yang memberikan bantuan,kesepakatan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana pencucian uang.
107
Bismar Nasution, Rejim Anti Money Laundering Di Indonesia ( BooksTerrace dan Librari Pusat Informasi Hukum Indonesia, Tahun 2008) hal. 29
Universitas Sumatera Utara
Atas perbuatan tersebut dipidana karena kejahatan dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliyar rupiah)” b. Penyebab marak dan dampak pencucian uang Paling sedik ada sembilan faktor penyebab maraknya tindak pidana pencucian uang disuatu negara yaitu: 108 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Globalisasi sistem keuangan Kemajuan dibidang teknologi Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat Penggunaan nama samaran atau anonim Penggunaan electrnic money (e- money) Praktik pencucian uang secara Layering Berlakunya ketentuan hukum terkait kerahasian hubungan antara layering dan akuntan dengan kliennya masing-masing 8. Pemerintah di suatu negara kurang bersungguh-sungguh untuk membrantas praktik pencucian uang yang dilakukan sistem perbankan 9. Tidak dikriminalisasinya perbuatan pencucian uang disuatu negara. Dampak negatif pencucian uang yang mungkin terjadi adalah sebagai berikut: 109 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Menghambat sektor swasta yang sah Mengahambat integritas pasar-pasar keuangan Hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonomi. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi. Hilangnya pendapatan negara dari sumber pembayaran pajak Resiko pemerintah dalam melaksanakan privatisasi. Merusak reputasi negara. Menimbulkan biaya sosial yang tinggi.
108
Juni Sjafrien jahja, Melawan Money Laundering, mengenal, mencegah dan membrantas Tindak Pidana Pencucian Uang. (visi media, Jakarta 2012) hal. 70 109 Ibid, hal. 70
Universitas Sumatera Utara
c. Unsur-unsur Tindak Pidana Money Laundering 110 Berdasarkan pengertian money laundering yang terdapat di dalam Black,s Law Distionary 111 di atas, secara umum yang menjadi unsur-unsur tindak pidana pencucian uang sebagai berikut: 1. Adanya uang (dana) yang merupakan hasil yang ilegal. 2. Uang haram (dirty money) tersebut diproses dengan cara-cara tertentu melalui kelembagaan yang legal (sah). 3. Dengan maksud menghilangkan jejak, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat atau sulit diketahui dan dilacak. Selanjutnya penjelasan dalam UU No. 8 Tahun 2010 pasal 3 unsur-unsur tindak pidana pencucian uang adalah sebagai berikut: a) Unsur Subjektif: yang diketahui atau patut diduga Unsur objektif berupa “yang diketahui” dalam pasal 3 menunjukkan adanya kesalahan yang berupa “sengaja” atau dolus, sedangkan unsur subjektif berupa “patut diduganya” dalam pasal 3 menunjukkan adanya bentuk kesalahan yang berupa “tidak disengaja atau alpa. Memorie van Tulicting disebutukan bahwa “sengaja” (opzettelijk) adalah sama dengan dikehendaki dan diketahui” (willens en wettens). 112 Satochid kartanegara 113 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan willems en wettens” adalah seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan sengaja , harus menghendaki (willem) perbuatan itu harus menginsafi, mengerti (wetten) akan akibat dari perbuatan itu. 110
Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Mengenal, Mencegah dan Membrantas Tindak Pidana Pencucian Unang (Jakarta, Visimedia 2012), hal.7 111 Ibid 112 E. Utrecht, Hukum Pidana I. (Pusaka Tirta Mas. Surabaya. Tahun 1987), hal. 301 113 Satochid kartanegara, Hukum Pidana, Bagian satu. Balai Lektur mahasiswa. Hal. 291
Universitas Sumatera Utara
Sedang yang dimaksud dengan “tidak sengaja” atau alpa oleh van HAMEL 114 dikemukakan bahwa kealpaan itu mengandung dua syarat yaitu: 1. Tidak mengadakan penduga-duga sebagaimana diharuskan oleh hukum. 2. Tidak mengadakan penghati-hati sebagaimana diharuskan oleh hukum. b) Unsur objektif 1. Menempatkan Menempatkan dalam pasal 3 ayat (1) huruf a, Sutan Remy Sjahdeini 115 menjelaskan bahwa “kata “menempatkan” pada huruf a tersebut merupakan terjemaha dari kata bahasa inggris” to place”. Ketentuan ini lebih atau terutama terkait terkait dengan atau ditujukan kepada perbuatan menempatkan uang tunai pada bank. Sepanjang yang menyangkut bank, pengertian menempatkan disini sama dengan menyimpan atau “to deposit” uang tunai sesuai dengan ketentuan UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan undangundang No. 10 Tahun 1998, dana yang telah ditempatkan atau disimpan pada bank disebut “simpanan”. 2. Mentransfer Mentransfer adalah istilah perbankan dan selalu terkait dengan dana atau found. Untuk dapat mentransfer dana itu harus terlebih dahulu berada sebagai simpanan di bank yang akan mentransfer (melakukan transfer)
114
Mulyatno, Asas-asas Hukum Pidana Sutan Remy Sjahdeini, Seluk beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, (Pustaka Utama Grafitri, Jakarta, mei 2004) Hal.187 115
Universitas Sumatera Utara
dana tersebut. Artinya telah disimpan dalam suatu rekening (account) pada bank tersebut. 116 3. Mengalihkan Kata mengalihkan berasal dari kata alih yang artinya adalah pindah, ganti, tukar atau ubah. 117 4. Membelanjakan Membelanjakan 118 adalah rangka membeli barang atau jasa, yang padananya dalam bahasa inggris adalah to spend. Oleh karena untuk membeli barang atau jasa harus dengan uang, maka dengan mengikuti pendapat dari Sutan Remy Sjahdeini seperti tersebut diatas, yang dimaksud dengan membelanjakan atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1), dalam pasal 3 adalah membelikan barang atau jasa dengan harta kekayaan yang berupa uang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1). 5. Membayarkan Membayarkan dalam huruf c UU No. 25 Tahun 2003 mengandung arti menggunakan harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana tersebut bukan hanya dalam rangka pembayaran harga barang dan jasa, tetapi juga dalam rangka membayarkan atau melunasi kewajiban misalnya kewajiban melunasi utang. 116
Ibid, hal. 188 Pusat bahasa departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar bahasa Indonesia (Balai Pustaka,Jakarta, Tahun, 2003, edisi III), hal. 30 118 Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembayaran Terorisme, PT. Pusaka Utama Grafitri, Jakarta, Mei Tahun 2004, Hal. 189 117
Universitas Sumatera Utara
6. Menghibahkan Menghibahkan dalam huruf d UU No. 15 Tahun 2002jo, UU No. 25 Tahun 2003 mengandung pengertian memberikan harta kekayaan secara CumaCuma atau tanpa syarat. 7. Menitipkan Pasal 1694 KUH Perdata menyebutkan bahwa penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya daka wujud asalnya. 119 8. Membawa ke luar negeri Membawa adalah membawa hasil tindak pidana secara fisik. 120 9. Mengubah bentuk Mengubah adalah menjadikan darai semula atau menukar bentuk (warna dan rupa) 121 10. Menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau Menukarkan adalah memberikan sesuatu suapaya diganti dengan lain. 122 11. Perbuatan lain Perbuatan lain dalam pasal 3 adalah perbuatan selain perbuatan yang berupa “menempatkan, mentransfer, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, atau menukarkan dengan uang atau surat berharga”. 12. Menyembunyikan
119
Pasal 1694 KUH Perdata Ibid 121 Ibid, hal. 1234 120
122
Universitas Sumatera Utara
Menyembunyikan dalam pasal 3 adalah menyimpan (menutup dan sebagainya)
supaya
jangan
(tidak)
terlihat
atau
sengaja
tidak
memperlihatkan. 123 13. Menyamarkan. Menyamarkan dalam pasal 3 adalah menjadikan (menyebabkan dan sebagainya) samar atau mengelirukan, menyesatkan. 124 d. Tahap-tahap Pencucian Uang Modus Operandi yang dilakukan dalam kejahatan pencucian uang secara umum sebagai berikut. 125 1. Penempatan (Placement) Tahap
pertama dari
pencucian
uang adalah
menempatkan
atau
mendepositokan uang haram ke dalam sistem keuangan (financial sistem) disuatu negara. Sedangkan Jeffri Robinson menyebutkan dengan istilah immersion, yang artinya konsolidasi dan penempatan. 126 Penempatan dilakukan dengan cara memecah jumlah uang tunai yang sangat
besar
ke
dalam
jumlah-jumlah
yang
kecil
dan
kemudian
mendepositokannya langsung kedalam suatu rekening di bank. Cara ini pula dilakukan dengan membeli instrumen-instrumen moneter (monetary instruments)
123
Op, Cit. Hal. 1217 Ibid, hal. 987 125 UU RI No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Ikhtisar ketentuan pencegahan dan pembrantasan Tindak pidana pencucian Uang dan pendanaan terorisme yang diterbitkan oleh PPATK, april 2010,hal Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2003, Edisi Ke III, hal. 1217. 12 126 Philips Darwin, Money Laundering Cara Memahami dengan Tepat dan Benar Soal Pencucian Uang Sinar Ilmu tahun 2012, hal.42 124
Universitas Sumatera Utara
seperti cek (cheques), money orders, dan lain-lain dan kemudian menagih dengan cara mendepositokan uang tersebut di rekening dilokasi lain. Singkatnya, penempatan diartikan sebagai upaya untuk menempatkan dana yang dihasilkan dari suatu aktivitas kejahatan. Dalm hal ini uang bergerak secara fisik melalui penyeludupan dari satu negara kenegara lain, penggabungan dengan uang tunai yang berasal dari hasil kegiatan yang sah, ataupun penempatan uang giral kedalam sistem perbankan (deposito bank, cek, via real estate,saham-saham, konversi kemata uang lainnya atau transfer ke dalam valuta asing). 127 2. Transfer (Layering) Besarnya jumlah uang haram yang ditempatkan di suatu bank akan sangat menarik perhatian otoritas moneter disuatu negara. Para penegak hukum di negara tersebut segera menyelidiki asau-usul uang tersebut. Itulah sebabnya para pelaku pencucian uang melakukan proses layering atau heavy soaping. Transfer yakni upaya untuk mentransfer harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana (dirty money) yang telah berhasil ditempatkan pada penyedia jasa keuangan (terutama bank) sebagai hasil upaya penempatan (placemnet) ke penyedia jasa keuangan yang lain. 128 Dengan dilakukan layering akan menjadi sulit bagi penegak hukum untuk dapat mengetahui asal-usul harta kekayaan tersebut. 3. Integration (penyatuan atau integrasi) Istilah lainnya adalah repatriation and integration, atau spin dry. Pada tahap ini uang yangtelah dicuci dibawa kembali kedalam sirkulasi dalam bentuk
127
N.T.H. Siahaan, Money Laundering; Pencucian Uang dengan Kejahatan Perbankan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2002. Hal. 23. 128 R. Wiyono” Pembahasan Undang-Undang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Sinar Grafika, Jakarta, 2014. Hal. 4.
Universitas Sumatera Utara
pendapatan yang bersih, bahkan merupakan objek pajak (taxable). Begitu uang tersebut berhasil di upayakan sebagai uang halal melalui layering, maka tahap selanjutnya adalah menggunakan uang yang telah yang telah menjadi uang halal (clean money) untuk kegiatan bisnis atau kegiatan operasional kejahatan yang dilakukan penjahat atau organisasi kejahatan yang mengendalikannya. Menurut R Wiyono, integration adalah upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang halal. 129 e. Pencegahan tindak pidana pencucian uang Bank adalah satu tempat yang rawan praktik pencucian uang. Alasannya, tahapan-tahapan kejahatan ini umumnya dilakukan melalui transaksi perbankan. Di Indonesia sendiri sebelumnya tidak ada ketentuan baku tentang data-data nasabah sehingga uang yang dimasukkan ke dalam bank sangat mungkin merupakan hasil dari tindak pidana pencucian uang. Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam industri perbankan melakukan berbagai upaya untuk mencegah terjadinya pencucian uang yang masuk melalui perbankan. Bank Indonesia menerbitkan ketentuan terkait dengan kegiatan ini pada tahun 2001. 130 Yaitu penerapan prinsip mengenal nasabah (know your costumer principles). Ketentuan inilah yang disempurnakan pada tahun 2009 dengan mengadopsi rekomendasi sesuai standart internasional yang lebih konfrehensif dari komendasi FATF untuk mencegah dan membrantasan pencucian uang 129
Ibid, hal. 5. Op.cit, Philips darwin. Hal 96
130
Universitas Sumatera Utara
dan/atau pendanaan terorisme. Rekomendasi yang dikenal dengan rekomendasi 40+9 FATF ini juga dipergunakan oleh masyarakat dunia internasional dalam menilai kepatuhan suatu negara terhadap standart internasional tersebut. Selain itu pencegahan yang lebih optimal juga dilakukan oleh
bank
Indonesia yang senantiasa aktif berkesinambungan berkordinasi dengan lembaga terkait antara lain PPATK, KPK (Komisi Pembrantasan Korupsi), Bapepam LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan), dan Universitas. Selanjutnya industri non-bank yang memungkinkan untuk menjadi tempat pencucian uang, dilakukan pendataan transaksi atau nasabah yang hampir sama dengan industri perbankan, melalui ketentuan Know Your Custumer sejak tahun 2002, dan ketentuan Fit and Proper.
Mengenai data, pemerintah bertindak
dengan membuat keseragaman sistem administrasi kependudukan di indonesia melalui program KTP Nasional. Hal ini bisa mencegah seseorang memiliki lebih dari satu identitas yang bisa mempersulit pendeteksian kegiatan pencucian uang. 131 Sebagaimana disebutkan dalam Bab VI pasal 39 PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) memiliki tugas dan wewenag antara lain: 132 a. Mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengevaluasi informasi yang diperoleh. b. Memberikan nasihat dan bantuan kepada instansi yang berwenang. c. Melaporkan hasil anilisis transaksi keuangan yang berindikasi tindak pidana pencucian uang kepada Kepolisian dan Kejaksaan. d. Meminta dan menerima laporan dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
131
http://www.anneahira.com/pencucian-uang .htm, diakses pada hari jumad, 06 juni 2014, jam 5 WIB 132 http://hkmperbankan.blogspot.com/ diakses pada hari sabtu, jam : 6.30 tanggal 12 april 2014
Universitas Sumatera Utara
e. Melakukan audit terhadap PJK mengenai kewajiban sesuai dengan ketentuan dalam UU-TPPU dan terhadap pedoman pelaporan mengenai transaksi keuangan. f. Memberikan pengecualian kewajiban pelaporan mengenai transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b. Mengenai fungsi dari PPATK dalam rangka melaksanakan tugasnya dapat disebutkan sebagai berikut: a. Pencegahan dan pembrantasan tindak pidana pencucian uang dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 41; b. Pengelolaan data informasi yang diperoleh dari PPATK dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 42; c. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor, dijabarkan lebih lanjut dalam pasal 43; d. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasikan tindak pidana pencucian uang dan/atau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1). C. Hubungan Penipuan Dalam KUHP Dengan Money Laundering Tindak pidana pencucian uang adalah kejahatan yang bersifat ganda dan lanjutan (follow up cryme). Sedangkan kejahatan utamanya atau kejahatan asalnya disebut sebagai predicate offense, core crime, atau unlawful actifity, yaitu kejahatan asal yang menghasilkan uang untuk kemudian diproses melalui pencucian. 133 Hubungan tindak pidana penipuan dalam KUHPidana dengan tindak pidana penipuan dalam money laundering sebagai kejahatan asal terdapat bab XXV tentang penipuan pasal 378 ayat (1) KUHP dan pasal 2 huruf “r” Undang133
Op.cit, Philips darwin. Hal 41
Universitas Sumatera Utara
undang nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pembrantasan Tindak Pidana Pencucian uang. Jadi hubungan tindak pidana sebagai kejahatan asal (predicat crime ) dalam KUHP dengan money laundering sangat erat, berikut penjelasan dalam bentuk pasal dan pembuktian. a. Dalam penjelasan pasal Pasal 2 ayat (1) huruf r undang-undang no 8 tahun 2010 : tindak pidana penipuan maksudnya adalah semua tindak pidana yang termasuk dalam Bab XXV tentang penipuan dari buku kedua KUHP. Dengan demikian meskipun yang mendapat atau diberi kualifikasi “penipuan” adalah hanya ketentuan pidana yang terdapat dalam pasal 378 KUHP 134, tetapi yang dimaksud dengan “penipuan” dalam pasal 2 ayat (1) huruf r juga misalnya pidana yang terdapat dalam pasal 379 KUHP “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”. 135 Permasalahan tindak pidana penipuan dalam penulisan ini sebagaimana dalam pasal 2 ayat (1) Undang-undang no 8 tahun 2010 berkaitan erat dengan pasal 380 KUHP ayat (1) “barangsiapa menaruh suatu nama atau tanda secara palsu di atas atau di dalam suatu kesusastraan, keilmuan, kesenian atau kerajinan, atau memalsu nama atau tanda yang asli, dengan maksud supaya orang mengira
134
Op.cit, R. Wiyono. Hal 50 Pasal 379 ,Kitab Undang-undang Hukum Pidana
135
Universitas Sumatera Utara
bahwa itu benar-benar buah hasil orang yang nama atau
tandanya di taruh
olehnya di atas atau didalamnya tadi” Namun terdapat perbedaan antara ketentuan yang terdapat dalam pasal 2 ayat (1) dengan yang terdapat dalam pasal 2 ayat (2) mengenai kriteria apakah suatu harta kekayaan itu merupakan atau merupakan objek dari pencucian uang. Pasal 2 ayat (1) menentukan bahwa perolehan harta kekayaan adalah merupakan kriteria objek dari pencucian uang, yaitu jika harta kekayaan tersebut di peroleh dari tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh huruf “a” sampain dengan huruf “z” dari pasal 2 ayat (1), sedang pasal 2 ayat (2) tidak menentukan demikian, tetapi menentukan bahwa penggunaan harta kekayaan adalah merupakan kriteria objek dari pencucian uang, yaitu jika harta kekayaan tersebut “diketahui atau patut diduga akan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme atau terorisme perorangan. 136 Dengan ditentukannya dalam pasal 2 ayat (2) bahwa harta kekayaan yang dimaksud dengan dipersamakan dengan harta kekayaan yang diperoleh sebagai hasil tindak pidana terorisme, maka dapat diketahui bahwa mengenai perolehan bukan dari tindak pidana, apalagi bukan tindak pidana sebagaimana dimaksud oleh pasal 2 ayat (1) huruf a sampai z, asal harta kekayaan tersebut diketahui atau patut diduga dan/atau akan digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi terorisme, atau terorisme perseorangan, harta kekayaan itu merupakan objek dari pencucian uang.
136
Ibid,
Universitas Sumatera Utara
Dalam Bab II tentang tindak pidana pencucian uang pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, yang merupakan tindap pidana pencucian uang adalah hanya ketentuan sebagaimana dimaksud oleh pasal 3, pasal 4, pasal 5 saja. 137 Khusus untuk ketentuan yang terdapat dalam pasal 3 dan pasal 4 memang dalam perumusan ketentuannya dengan tegas telah diberikan kualifikasi sebagai tindak pidana pencucian uang, sedang kualifikasi sebagai tindak pidana pencucian uang untuk ketentuan yang terdapat dalam pasal 5 ditegaskan dalam pasal 6. Dengan demikian yang dimaksud dengan tindak pidana pencucian uang oleh pasal 1 angka 1 adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencucian . sebagaimana yang dimaksud oleh masing-masing pasal 3, pasal 4 dan pasal 5. Pasal 4 merupakan tindak pidana pencucian aktif dan pasal 5 tindak pidana pencucian pasif. 138 b. Dalam alat pembuktian Alat-Alat bukti yang digunakan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundring) terdapat dalam Pasal 73 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan : 139 “Alat bukti yang sah dalam pembukitan Tindak Pidana Pencucian Uang ialah : a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana; dan/atau b. alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau alat yang serupa optik dan dokumen.”
137
Op-Cit, R. Wiyono, hal. 22 Ibid 139 Lihat pasal 73 Undang-undang Nomor 8 tahun 2010 138
Universitas Sumatera Utara
Alat-alat pembuktian yang ditentukan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang jauh lebih banyak dan lebih beragam jika dibandingkan dengan apa yang ditentukan dalam KUHAP mengingat cara-cara yang digunakan pelaku untuk melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan cara-cara yang canggih. Akan tetapi alat bukti yang ditentukan KUHAP tersebut merupakan bagian dari alat-alat bukti yang terdapat dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Dalam pasal 74, Penyidikkan tindak pidana pencucian uang dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain menurut undang-undang. Pasal 75, dalam hal penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana asal, penyidik menggabungkan penyidikkan tindak pidana asal dengan penyidikkan tindak pidana pencucian uang dan memberitahukannya ke PPATK.
Universitas Sumatera Utara