BAB II PENGATURAN HUKUM ASURANSI KREDIT TERHADAP USAHA KECIL
A. Dasar Hukum Asuransi Kredit Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance, yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan diadopsi dalam kamus besar bahasa Indonesia dengan padanan kata ‘pertanggungan’. John M. Echols dan Hassan Shadilly memaknai kata insurance dengan (a) asuransi, dan (b) jaminan. Dalam bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (asuransi) dan verzekering (pertanggungan). Sedangkan asuransi dalam dunia Islam biasa dikenal dengan istilah takaful, ta’min, atau tadhamun. 26 Asuransi merupakan suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti atau subtitusi kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. 27 Asuransi secara umum merupakan perjanjian antara penanggung (perusahaan asuransi) dengan tertanggung (peserta asuransi), dengan menerima premi dari tertanggung (peserta), penanggung (perusahaan) berjanji akan membayar sejumlah pertanggungan ketika tertanggung mengalami kerugian, kerusakan dan kehilangan akan barang dan lainnya, dengan tertanggung
26
Hasbullah Thabrany. Asuransi di Indonesia. (Depok : Pusat Kajian Ekonomi FKMUI, 2001), hal. 23. 27 Freddy Harris, Nasabah dalam Asuransi, (Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada, Edisi Revisi, Cetakan ke enam, Jakarta, 2000), hal. 21
membayar premi sebanyak yang ditentukan penanggung setiap bulannya. Keberadaan asuransi di tengah-tengah masyarakat sangatlah dibutuhkan, melihat perkembangan hidup pada masyarakat yang sangat kompleks, khususnya dalam perekonomian yang sangat urgen dalam mengarungi kehidupan dalam rangka pensejahteraan umat. 28 Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, pada satu sisi menjual jasa kepada pelanggan, sedangkan pada sisi lain, perusahaan asuransi adalah sebagai investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif. Secara umum memang dapat disebutkan bahwa asuransi dan lembaga asuransi itu merupakan lembaga ekonomi yaitu suatu lembaga peralihan risiko. Risiko diartikan pula sebagai kerugian yang tidak pasti (uncertainty of financial loss) didalamnya terdapat dua unsur yaitu : ketidakpastian dan kerugian. Karena besarnya risiko ini dapat diukur dengan nilai barang yang mengalami peristiwa diluar kesalahan pemiliknya, maka risiko dapat dialihkan kepada perusahaan asuransi kerugian dalam bentuk pembayaran klaim asuransi. Pengalihan risiko ini diimbangi dalam bentuk pembayaran premi kepada perusahaan asuransi kerugian (penanggung) setiap bulan atau tahun, tergantung pada perjanjian yang tertuang dalam polis. Manfaat peralihan risiko inilah yang diperoleh konsumen (tertanggung). Perusahaan asuransi memiliki spesialisasi dalam hal penjaminan kredit (spesial guarantee) sehingga kalau sampai jatuh ke tangan swasta baik lokal maupun asing diperkirakan akan berdampak terhadap perekonomian terutama Usaha kecil.
28
Adrian Hasymi. Pengantar Asuransi, Edisi Pertama, (Jakarta: Rajawali, 1993), hal. 21.
Dalam membicarakan dasar hukum pemberian asuransi kredit maka tidak terlepas dari dasar hukum mengenai asuransi itu sendiri. Bidang hukum yang pokok yang menjadi dasar hukum asuransi adalah KUHPerdata khususnya buku III tentang perjanjian. Hal ini dikarenakan pemberian asuransi tidak dapat melepaskan diri dari aspek hukum perikatan/perjanjian, yaitu adanya dua pihak yang saling mengikatnya dirinya yakni pihak bank sebagai penerima kredit. Pengaturan hukum terhadap asuransi dalam KUHPerdata terdapat dalam Pasal 1774 mengenai perjanjian untung-untungan, yang salah satunya adalah perjanjian pertanggungan. Pasal ini mengatur bahwa mengenai perjanjian pertanggungan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. 29 Dalam KUHD asuransi diatur dalam pasal 246 hingga pasal 308. Pasal 246-286 berisi tentang asuransi atau pertanggungan pada umumnya. Menurut pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti.
Pasal 287-308 berisi tentang asuransi atau
pertanggungan terhadap bahaya-bahaya kebakaran, terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil pertanian yang belum dipaneni, dan tentang pertanggungan jiwa. 30 Adapun pasal-pasal mengenai asuransi atau pertanggungan pada umumnya berlaku pula pada asuransi kredit.
29
R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2004),
hal. 455. 30
KUHD Buku I, http://www.djpp.depkumham.go.id/inc/buka.php? diakses pada tanggal 10 Februari 2011
Selain itu, pengaturan mengenai asuransi terdapat pula diluar KUHPerdata dan KUHD, antara lain UU No. 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. 31 Pasal 1 angka 1 UU No. 2 Tahun 1992 menyatakan bahwa Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti. 32 Sementara pasal 1 angka 1 PP No. 73 Tahun 1992 menyatakan bahwa Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Asuransi Jiwa, 33 Adapun pengaturan mengenai asuransi kredit secara lebih eksplisit terdapat dalam Peraturan Menteri Keuangan RI No. 124/PMK.010/2008 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Lini Usaha Asuransi Kredit dan Suretyship. Pasal 1 angka (2) PMK tersebut menyatakan bahwa asuransi kredit adalah lini usaha asuransi umum yang memberikan jaminan pemenuhan kewajiban finansial penerima kredit apabila penerima kredit tidak mampu memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian kredit. 34
31
Dasar Asuransi, http://www.bataviapakuan.com/page/30529/dasar-asuransi.html, diakses pada tanggal 10 Februari 2011 32 UU 02/1992, http://www.kejati-jakarta.go.id/useruploads/uu/1300758510.pdf,, diakses pada tanggal 8 Maret 2011 33 PP 73/1992, http://www.sjdih.depkeu.go.id/fullText/1992/73tahun1992PP.htm, diakses pada tanggal 5 Maret 2011 34 Bisnis dan Investasi, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/, diakses pad tanggal 9 Februari 2011
Asuransi kredit (credit insurance) pada mulanya lebih dikenal dalam lingkungan asuransi jiwa dalam bentuk perlindungan kepada kreditur terhadap risiko macetnya pelunasan sisa pinjaman akibat meninggalnya debitur. Asuransi ini dikenal pula dengan istilah credit life insurance (asuransi jiwa kredit) dan berdasarkan UU No. 2 tahun 1992, jenis bisnis asuransi yang terkait dengan hidup meninggalnya seseorang harus ditangani oleh perusahaan asuransi jiwa dan bukan oleh asuransi kerugian (general insurer). Asuransi kredit berkaitan erat dengan penjaminan kredit (credit guarantee). Istilah penjaminan (guarantee) harus dibedakan dengan asuransi (insurance) karena karakteristik bisnis diantara keduanya berbeda. Pada asuransi hanya ada 2 (dua) pihak yang terlibat yaitu penanggung dan tertanggung, sedangkan dalam penjaminan terdapat 3 (tiga) pihak yaitu obligee, principal, dan bank atau surety company. Perbedaan yang lain antara asuransi dan penjaminan adalah bahwa dalam asuransi, risiko yang dihadapi adalah berupa accidental risk dan lebih bersifat pada risiko-risiko natural seperti kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain, sedangkan dalam penjaminan, risiko yang dihadapi lebih banyak bersifat moral risk misalnya ketidakmampuan membayar cicilan pinjaman dari debitur kepada kreditur (kredit macet). Dengan demikian, tujuan utama dari asuransi adalah memberikan ganti rugi kepada tertanggung apabila terjadi musibah dari luar, sedangkan tujuan dari penjaminan adalah untuk memenuhi kebutuhan bonafiditas penerima pinjaman. Penjaminan kredit sebagai salah satu produk financial guarantee, adalah jenis jaminan yang dikeluarkan oleh lembaga penjamin, baik bank atau asuransi,
untuk kepentingan obligee apabila principal melakukan wanprestasi. Biasanya jika memakai jasa bank, pihak principal harus menyediakan collateral atau jaminan, baik berupa barang bergerak atau tidak bergerak. Sementara jika ingin menggunakan jasa asuransi, pihak principal biasanya tidak perlu menyediakan collateral namun cukup menandatangani perjanjian ganti rugi kepada surety company (general agreement of indemnity to surety). Bentuk inilah yang lebih dikenal sebagai suretyship. Jadi antara bank guarantee dan surety bond hampir sama. Keduanya bertujuan untuk memberikan jaminan terhadap pekerjaan principal kepada obligee. Biasanya dalam bank guarantee, pencairan jaminan dapat dilakukan atas permintaan obligee tanpa harus menunggu pembuktian kegagalan pada pihak principal. Sementara dalam surety bond, klaim hanya dapat dicairkan apabila terbukti bahwa principal telah melakukan kegagalan atau wanprestasi. Asuransi Penjaminan Kredit (Credit Guarantee Insurance) pada dasarnya adalah bentuk gabungan dari asuransi kredit dan penjaminan kredit dimana jenis asuransi ini mengcover ketidak mampuan debitur dalam melunasi sisa pinjaman kepada kreditur sebagai akibat dari risiko-risiko : (1) meninggal dunia; (2) wanprestasi. Mekanisme asuransi berjalan pada saat terjadi meninggalnya debitur, sedangkan penjaminan akan berperan pada saat terjadi klaim non meninggal dunia. 35
35
Antara Asuransi Kredit dan Penjamin, http://metablog-dj.blogspot.com/2010/02/ diakses tanggal 17 Maret 2011
B. Pemberian Kredit Usaha Kecil Dalam rangka perkembangan era globalisasi dewasa ini yang diikuti dengan percepatan arus teknologi dan informasi terutama di bidang ekonomi seperti dewasa ini masyarakat tidak akan maju bilamana tidak berhubungan dengan kredit. Kredit merupakan kesanggupan akan meminjam uang atau kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak. 36 Elemen dari kredit adalah adanya dua pihak kesepakatan pinjammeminjam, kepercayaan, prestasi, imbalan dan jangka waktu tertentu. Kredit dalam pengertian lain dapat berarti percaya atau kepercayaan. 37 Tetapi dalam hukum kredit berlaku ketentuan bahwa untuk bisa percaya, sehingga kepadanya dapat diberikan kredit, maka terlebih dahulu calon debitur harus dicurigai setengah mati. Hal ini sangat beralasan, sebab kata kredit itu sendiri berasal dari bahasa latin “creditus” yang merupakan bentuk past participle dari kata credere, yang berarti to trust. Kata trust itu sendiri berarti kepercayaan. 38 Pengertian kredit menurut UU Perbankan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
36
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Komtemporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 5. 37 Asuransi Kredit, http://www.sinarmas.co.id/FAQ/asuransi_kredit.asp diakses tanggal 10 Februari 2011. 38 Rivai Hadiwidjadja dan Wirasasmita, Analis Kredit, (Bandung : Pionir Jaya,1997), hal 12.
Menurut HMA Savelberg kredit mempunyai arti antara lain: 39 1. Sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari orang lain. 2. Sebagai jaminan, dimana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (commodatus, depositus regulare, pignus). JA Levy merumuskan arti kredit yaitu menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu dibelakang hari. 40 Dalam pemberian kredit ini para pihak juga dikuasai oleh lapangan hukum perbankan yaitu UU Perbankan, menjadi lebih tidak tegas dalam mengambil sikap terkait dengan kedudukan jaminan. Dalam Pasal 6 UU Perbankan disebutkan bahwa salah satu kegiatan usaha bank antara lain memberikan kredit. Selanjutnya menurut Surat Edaran BI No. 26/1/UKK/1993 perihal Kredit Usaha Kecil, dalam persetujuan membuka kredit, kedua belah pihak dikuasai oleh lapangan hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu yang dapat melahirkan perikatan adalah perjanjian. Perumusan perjanjian tidak dijumpai dalam Undang-undang yang ada hanyalah kata persetujuan yang disebutkan Pasal 1313 KUHPerdata. Namun demikian, menurut R. Subekti, menyatakan bahwa kata persetujuan dan kata perjanjian adalah dua kata yang mempunyai makna yang 39
HMA Savelberg, Dasar Perkreditan Perbankan, Edisi Keempat, (Jakarta : Penerbit Gramedia Pustaka Utama,1991), hal 9. 40 JA Levy, Masalah Perkreditan, (Jakarta : Penerbit Pradnya Paramita, 1999), hal 20.
sama. 41 Prof. Mariam Darus B. Zaman secara implicit mengemukakan bahwa rumusan persetujuan dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah rumusan perjanjian. 42 Dengan demikian, berdasarkan kedua pendapat sarjana diatas maka pengertian perjanjian itu dapat dibaca dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang mempergunakan istilah persetujuan yang berbunyi : “Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu satu orang atau lebih.” Umumnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu, jadi dapat dibuat secara lisan dan andaikata dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti. Dalam perkembangannya, perjanjian bukan lagi sebagai perbuatan hukum melainkan merupakan hubungan hukum (rechtsverhouding). Pandangan ini dikemukakan oleh van Dunne yang mengatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan hukum merupakan teori klasik, atau teori konvensional. 43 Selama ini memahami arti perjanjian (communis opinio doctorum) adalah satu perbuatan hukum yang bersisi dua (een tweezijdige rechtshandeling) yaitu perbuatan penawaran (aanbod, offer), dan penerimaan (aanvaarding, acceptance). Seharusnya perjanjian adalah dua perbuatan hukum yang masing-masing bersisi satu (twee eenzijdige rechthandeling) yaitu penawaran dan penerimaan yang didasarkan kepada kata sepakat antara dua orang atau lebih yang saling berhubungan untuk menimbulkan akibat hukum (rechtsgevolg).
41
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: PT. Intermasa, 1979), hal. 1. Mariam Darus B. Zaman, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasannya, (Bandung: Alumni, 1997), hal. 89. 43 Dasar-Dasar Hukum Pemberian Kredit Usaha Kecil, http://www.google.com, diakses tanggal 7 Februari 2011 . 42
Konsep ini melahirkan arti perjanjian adalah hubungan hukum. Inilah alasan hukum (legal reasoning) yang dipergunakan mengapa esensi perjanjian yang dimaksudkan adalah sebagai hubungan hukum antara nasabah dengan debitur. Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu: 1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3.
Suatu hal tertentu; dan
4.
Suatu sebab yang halal. Persyaratan yang demikian juga dikenal dalam setiap sistem hukum,
misalnya Inggris, Perancis, dan Jerman. Syarat kedua adalah kecakapan para pihak yang membuat perjanjian. Kecakapan para pihak merupakan syarat umum untuk melakukan suatu perbuatan hukum yang sah. Setiap perbuatan hukum selalu merupakan akibat hukum. Demikian juga halnya dengan perbuatan suatu perjanjian sebagai suatu perbuatan akan menimbulkan akibat. Akibat mana diatur oleh Hukum Perjanjian. Menurut pasal 1338 KUHPerdata ayat 1 menentukan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Secara sah maksudnya berarti memenuhi syarat yang ditentukan Pasal 1320 KUHPerdata. Di dalam Pasal 1338 ayat 2 dikatakan persetujuan-persetujuan tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua
belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu, persetujuan-persetujuan dilaksanakan dengan itikad baik. Dengan demikian, sesungguhnya kata kredit sudah berkembang kemanamana terutama dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara luas, akan tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam setiap kata kredit tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan. Dari pengertian kredit sebagaimana yang telah disebutkan diatas dapat dilihat bahwa dalam suatu perjanjian kredit terdapat beberapa unsur, antara lain: 44 1. Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan debitur yang disebut sebagai perjanjian kredit. 2. Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan pinjaman seprti bank dan pihak debitur yang merupakan pihak yang membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa. 3. Adanya unsur kepercayaan dan kreditur bahwa pihak debitur mau dan mampu membayar/cicilan kreditnya. 4. Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak debitur. 5. Adanya pemberian sejumlah uang/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak debitur. 6. Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak debitur kepada kreditur, disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau pembagian keuntungan. 44
D. Ganda Prawira, Perkembangan Hukum Perkreditan Nasional dan Internasional, (Jakarta: BPHN, 1992)
7. Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan pengembalian kredit oleh debitur. 8. Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi. Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar pula resiko tidak terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit. Demikian kiranya pengertian kredit khususnya dalam kaitannya dengan dunia perbankan. Melihat sifatnya yang demikian, maka pemberian suatu kredit oleh bank kepada debitur dilakukan dalam suatu perjanjian, yang lazim perjanjian demikian disebut sebagai perjanjian kredit perbankan. Sebagai lembaga pemberian kredit, maka kebijaksanaan yang ditempuh bank sangat erat kaitannya dengan line of business bank tersebut, bentuk dan sifat kredit yang dapat diberikan, pengaturan rencana kredit, pengorganisasian kredit, pengaturan tata cara dan prosedur pemberian kredit, pengaturan wewenang kredit. 45 Fasilitas kredit kepada usaha kecil atau mikro, diatur dan dimiliki ketentuan serta prosedur yang berbeda, yang secara mudah dapat dilihat dari nama skim fasilitas kredit yang akan diberikan. Oleh karena itu, sekalipun fasilitas kredit diperuntukkan kepada usaha kecil dan atau mikro, tetapi prosedur dan tata cara pemberiannya berbeda antara kebijakan yang satu dengan yang lain. Kredit yang diberikan oleh bank pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha untuk ikut membiayai sebagian kebutuhan permodalan dan atau
45
Muchdarsyah Sinungan, Manajemen Dana Bank, Edisi kedua, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1993), hal. 210.
kredit dari bank kepada individu untuk membiayai pembelian kebutuhan hidup yang berupa barang maupun jasa. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank. Namun mengingat sebagai lembaga intermediasi, sebagian besar dana bank berasal dari dana masyarakat, maka pemberian kredit perbankan banyak dibatasi oleh ketentuan undang-undang dan ketentuan Bank Indonesia. Sebagaimana telah dikemukakan, bank dalam melakukan kegiatan usaha terutama dengan menggunakan dana masyarakat yang dipercayakan kepada bank. Pemberian kredit merupakan kegiatan utama bank yang mengandung risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan dan kelangsungan usaha bank, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus berpegang pada asas-asas perkreditan yang sehat guna melindungi dan memelihara kepentingan dan kepercayaan masyarakat. Agar pemberian kredit dapat dilaksanakan secara konsisten dan berdasarkan asas-asas perkreditan yang sehat, maka diperlukan suatu kebijakan perkreditan yang tertulis. Berkenaan dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman penyusunan kebijakan perkreditan bank dalam SK Dir BI No. 27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995. Pada prosedur pemberian kredit diatur melalui dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum. Berdasarkan PBI tersebut, BMPK
adalah persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Dari berbagai kajian kredit usaha kecil di Indonesia permasalahan pertimbangan pemberian kredit usaha kecil yang dihadapi antara lain meliputi: akses pasar, pembiayaan usaha, rendahnya kemampuan teknik produksi dan kontrol kualitas, manajemen secara umum, dan lain-lain. Berbagai permasalahan di atas, pada kenyataannya saling terkait dan berinteraksi satu sama lain. Pemahaman secara mikro / kondisi internal kredit yang lebih mendalam diperlukan pihak pembina agar pembinaan tidak hanya terfokus pada satu sisi saja misalnya upaya penyaluran modal kerja atau modal investasi namun juga harus diperhitungkan aspek yang lain misalnya: luas dan daya serap pasar untuk produk kredit, kemampuan manajerial pengusaha, kemudahan memperoleh bahan baku dan bahan penolong serta substitusinya, desain produk serta kualitasnya dan lainlain. Tanpa memperhatikan serta melakukan pembinaan terhadap berbagai faktor yang saling terkait di atas pengalaman telah membuktikan hanya kegagalan yang akan terjadi. Pembinaan yang hanya menekankan penyediaan pembiayaan usaha saja akan menemui kegagalan, termasuk pengalaman kegagalan yang dialami sektor perbankan kita dalam membina kredit pada masa lalu. Adapun prosedur pemberian kredit usaha kecil di Bank BTN, yakni : 1. Permohonan kredit 2. Berkas permohonan kredit 3. Pencatatan
Setiap surat permohonan kredit yang diterima harus dicatat dalam register khusus yang disediakan. 4. Kelengkapan dan berkas permohonan. Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan. 5. Formulir daftar isian permohonan kredit Untuk memudahkan bank memperoleh data yang diperlukan, bank mempergunakan daftar isian permohonan kredit yang harus diisi oleh nasabah, formulir neraca, daftar rugi/laba. 6. Penyidikan dan Analisa Kredit Penyidikan (investigasi) kredit adalah pekerjaan yang meliputi: a. Wawancara dengan pemohon kredit atau debitur. b. Pengumpulan data yang berhubungan denagn permohonan kredit yang diajukan, baik data ekstren/intern. Termasuk informasi antar bank dan pemeriksaan pada daftar hitam dan daftar kredit macet. c. Pemeriksaan/ penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai halhal yang dikemukakan nasabah dan informasi lainnya yang diperoleh. d. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan. 7. Keputusan atas permohonan kredit 8. Persetujuan permohonan kredit
Jika seseorang ingin memperoleh fasilitas kredit kecil maka seseorang tersebut harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut, antara lain : 46 1. Mempunyai Kartu Tanda Penduduk. 2. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali tidak dipersyaratkan harus mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sesuai yang diatur dalam SE No. 064/DIR/BPK-KI/SE/96. 3. Pemohon harus menyediakan pembiayaan tersendiri sebesar minimum 20% dari proyek yang dibiayai dan apabila kredit tersebut digunakan untuk membeli/ pembangunan/ investasi harus disetorkan kepada Bank ke rekening hutang atas nama pemohon yag bersangkutan. Kecuali apabila pada proyek / bangunan psikis yang akan dibiayai telah tertanam dana sendiri termohon yang bersangkutan minimum 20% dari nilai proyek / bangunan psikis tersebut. 4. Bagi pemohon kredit dalam bentuk badan usaha / usaha perseorangan diwajibkan memiliki legalitas usaha (Surat Izin Usaha Perdagangan, Tanda Daftar Kredit, dan lainnya). Permohonan dinyatakan lengkap bila telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk pengajuan permohonan menurut jenis kreditnya. Selama permohonan kredit sedang diproses, maka berkas permohonan harus dipelihara dalam berkas permohonan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi seseorang untuk memperoleh fasilitas kredit di atas bersifat mutlak, maksudnya adalah syarat-syarat tersebut harus
46
Edy Putra Aman, Kredit Perbankan: Suatu TInjauan Yuridis, (Yogyakarta : Liberty, 1993), hal 30.
dipenuhi seluruhnya. Apabila salah satu syarat saja tidak dipenuhi oleh pemohon, maka aplikasi permohonan kreditnya tidak akan dilanjutkan ke tahap berikutnya. Dalam praktek pemberian kredit, sebelum calon nasabah mengajukan permohonan kredit maka calon nasabah diharuskan untuk membuka rekening giro. Syarat-syarat membuka rekening giro yaitu 47: 1. Perorangan. a. Kartu Tanda Penduduk (KTP), b.Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), c. Pasfoto. 2.
Badan Usaha. a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP), c. Surat Izin Tempat Usaha (SITU), d. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), e. Kartu Tanda Penduduk (KTP), f. Pasfoto. Setelah membuka rekening, maka tahap selannjutnya adalah pengajuan
permohonan kredit. Dalam mengajukan permohonan kredit, calon nasabah harus melengkapi berkas permohonannya dengan melampirkan dokumen-dokumen lain yaitu 48:
47
Hakim Nusantara, Identitas Hukum Perkreditan di Indonesia dalam Prospektif Sejajar, (Yogyakarta : UII, 1998), hal 29. 48 John Salinde, Sistem Jaminan Kredit dalam Era Pembangunan Hukum, (Ujung Pandang : Sinar Grafika, 1993), hal 49.
1. Untuk perorangan. a. Proposal dari kegiatan usaha yang kan dibiayai (kalau ada), b. Benda agunan yang dimiliki baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, c. Izin Usaha, d. Laporan Keuangan. 2. Untuk Badan Usaha. a. Legalitas atau izin usaha seperti surat izin usaha perdagangan (SIUP), tanda daftar perusahaan (TDP), surat izin tempat usaha (SITU), dan nomor pokok wajib pajak (NPWP), b. Benda agunan yang dimiliki, c. Proposal kegiatan Usaha kalau ada, d. Laporan keuangan perusahaan. Setelah permohonan diajukan dan dokumen-dokumen yang diperlukan telah dilengkapi, kemudian bank akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut secara administratif berupa keabsahan surat izin usaha yang dilampirkan serta dengan mewawancarai pemohon kredit. Untuk menghindari kekeliruan yang dapat menimbulkan masalah dikemudian hari maka atas setiap permohonan kredit diperiksa dengan teliti megenai kelengkapan, kebenaran, segi hukum dan data-data dan dokumendokumen yang diserahkan. Setiap permohonan Kredit Usaha Kecil terdiri atas : 1. Surat permohonan nasabah yang ditanda tangani secara lengkap dan sah,
2. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan Kredit Usaha Kecil yang diajukan oleh nasabah, baik dari internal bank yang harus lengkap diisi oleh
calon
nasabah,
Setiap
keputusan
permohonan
kredit
harus
memperhatikan penilaian syarta-syarat umum yang pada dasarnya tercantum dalam laporan pemeriksaan kredit dan analis kredit, bahan pertimbangan atau informasi lainnya yang diperoleh pejabat pengambil keputusan, harus dibubuhkan secara tertulis (disposisi). 3. Daftar lampiran lainnya yang diperlukan misalnya, perjanjian penyerahan jaminan dan pemberian kuasa. Permohonan dinyatakan lengkap apabila telah memenuhi syarat-syarat yang yang diajukan dan selama permohonan Kredit Usaha Kecil dalam proses, maka berkas permohonan akan disimpan dan selanjutnya dilakukan penyidikan dan analisa pemberian kredit. 49 Yang dimaksud dengan penyidikan kredit (investasi) adalah pekerjaan yang meliputi : 1. Wawancara dengan pemohonan kredit, 2. Pengumpulan data yang berhubungan dengan permohonan Kredit Usaha Kecil yang diajukan oleh nasabah, baik dari intern Bank maupun data ekstern Bank, 3. Pemeriksaan atau penyidikan atas kebenaran dan kewajiban mengenai hal-hal yang dukemukakan nasabah dan informasi yang diperolehnya. 4. Penyusunan laporan seperlunya mengenai hasil penyidikan yang telah dilaksanakan. Analisa merupakan pekerjaan yang meliputi :
49
Siswanto Sutoyo, Menangani Kredit Bermasalah: Konsep, Teknik dan Kasus, (Jakarta : PT. Pustaka Binamar Presindo, 1998), hal 70.
1. Persiapan pekerjaan-pekerjaan dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan, untuk mengetahui untuk dapat atau tidaknya dipertimbangkan suatu permohonan Kredit Usaha Kecil, 2. Menyusun laporan analisa yang diperlukan yang berisi penguraian dan kesimpulan
serta
perjanjian
alternatif
sebagai
pertimbangan
untuk
pengambilan keputusan oleh pimpinan dari permohonan Kredit Usaha Kecil. C. Syarat-Syarat Pemberian Asuransi Kredit Pemberian kredit merupakan aktivitas bank yang paling utama dalam menghasilkan keuntungan, tetapi resiko terbesar bank juga bersumber dari pemberian kredit. Oleh karena itu bank harus terlebih dahulu melakukan beberapa tahapan sebelum terjadi pemberian kredit kepada debitur. Hal ini juga akan mempengaruhi pada tingkat rendahnya rentabilitas bank. Maka dari itu untuk mencapai tingkat rentabilitas yang tinggi diperlukan pengelolaan elemen-elemen keuangan termasuk diantaranya pemberian kredit secara baik. Sebelum suatu fasilitas kredit diberikan maka bank harus merasa yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar akan kembali (terlunasi) keyakinan tersebut diperoleh dari hasil penilaian asuransi kredit. Didalam melakukan penilaian, kriteria-kriteria serta aspek tetap sama. Biasanya kriteria penilaian yang harus dilakukan sudah menjadi standar setiap bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar menguntungkan, yaitu dilakukan dengan syarat-syarat pemberian asuransi kredit.
Pemberian
asuransi
kredit
kepada orang
atau
perusahaan
yang
memerlukannya harus mempertimbangkan hal-hal yang dikenal dengan istilah 5C. 1. Character Karakter (character) adalah sifat dan tingkah laku pemohon dalam kehidupan berusaha. Pemberi asuransi kredit perlu meneliti kebiasaan dan kepribadian pemohon. Dalam kata lain, pemohon dipercaya dapat memenuhi kewajibannya. 2. Capability Kemampuan (capability) pemohon dalam membayar premi tepat waktu harus diperhatikan oleh pemberi asuransi kredit dengan memperhatikan jenis usaha dan kemampuan memperoleh laba (diukur dari laporan keuangan). 3. Capital Modal (capital) yang dimiliki perusahaan yang berasal dari pinjaman bank yang diasuransikan dapat mendorong perkembangan usaha. Oleh karena itu asuransi kredit secara tidak langsung berfungsi meningkatkan usaha. 4. Collateral Jaminan (collateral) adalah harta tetap atau surat-surat berharga yang dapat digunakan untuk menjamin kredit yang diasuransikan. 5. Condition of Economic Kondisi
ekonomi
(condition
of
economic)
yang
akan
datang
harus
menggambarkan keadaan yang cerah, misalnya tingkat inflasi yang terkendali sehingga nilai uang sekarang tidak berbeda jauh dengan nilai uang pada masa yang akan datang.
Kriteria kredit yang dapat dijamin pada asuransi kredit adalah kredit yang diberikan: 50 1. Berdasarkan norma-norma perkreditan yang sehat, wajar, dan berlaku umum. 2. Sesuai dengan manual pemberian kredit yang sesuai Surat Edaran Bank Indonesia. 3. Kepada debitur yang memiliki izin usaha yang ditentukan oleh pihak berwenang dan tidak bertentangan dengan hukum. 4. Kepada debitur yang sedang tidak dalam proses kepailitan atau telah dinyatakan pailit atau bubar demi hukum. 5. Kepada debitur yang tidak memiliki tunggakan kredit yang digolongkan kualitas kredit meragukan.
Adanya persyaratan berupa dokumen-dokumen tersebut diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan sebagai dasar pertimbangan pemberian asuransi kredit, antara lain : 1. Adanya perjanjian kerja sama atau surat kesepakatan bersama antara PT. Jasindo Cabang Medan sebagai penanggung dan bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan sebagai tertanggung menjadi dasar hukum pemberian asuransi kredit oleh PT. Jasindo Cabang Medan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari wanprestasi di kemudian hari oleh salah satu pihak, terutama oleh pihak Tertanggung.
50
Asuransi Kredit, http://www.sinarmas.co.id/FAQ/asuransi_kredit.asp diakses tanggal 10 Februari 2011.
2. Manual pemberian kredit yang diterbitkan oleh bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan tersebut diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan untuk mengetahui proses pemberian kredit, terutama kredit usaha kecil, di bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan tersebut. Dengan ini PT. Jasindo dapat mempertimbangkan, apakah bank umum atau lembaga pembiayaan keuangan tersebut menjalankan prosedur yang benar dalam menyalurkan kredit kepada usaha kecil. 3. Akte perusahaan debitur, company profile debitur, dan/atau laporan keuangan debitur 3 (tiga) tahun terakhir diperlukan agar PT. Jasindo dapat mengetahui kemampuan debitur bank dalam mengembalikan kredit yang dipinjamnya dari bank selaku pihak yang ditanggung oleh PT. Jasindo Cabang Medan. Sifat kumulatif dan alternatif dari persyaratan dokumen ini ditujukan untuk mempermudah usaha kecil untuk memperoleh kredit dari pihak Bank yang ditanggung oleh PT. Jasindo Cabang Medan. 4. Copy atau tembusan permohonan kredit dari debitur ke bank umum atau lembaga pembiayaan dam memorandum persetujuan kredit dari bank umum atau lembaga pembiayaan ke debitur diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan untuk memastikan bahwa perjanjian kredit yang diasuransikan kepadanya adalah perjanjian kredit yang benar-benar ada, dan bukan rekayasa dari pihak tertanggung. Pertimbangan-pertimbangan di atas diperlukan oleh PT. Jasindo Cabang Medan untuk menghindari hambatan-hambatan atau kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Apabila terdapat kriteria atau persyaratan dokumen di atas yang
tidak dipenuhi oleh bank umum atau lembaga pembiayaan, maka PT. Jasindo Cabang Medan tidak akan melanjutkan proses pemberian asuransi kredit.
D. Hambatan dalam Pemberian Asuransi Kredit PT. Jasindo Cabang Medan telah menetapkan syarat-syarat seperti dijabarkan di atas untuk menghindari hambatan-hambatan yang mungkin terjadi dalam pemberian asuransi kredit. Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pemberian asuransi kredit adalah : 1. Ketidaklengkapan Dokumen Masalah ketidaklengkapan dokumen yang harus dipenuhi sebagai syaratsyarat dalam pengajuan asuransi kredit biasanya terjadi karena ketidaktelitian dari pihak tertanggung untuk melengkapi dokumen-dokumen apa saja yang dibutuhkan pada saat pengajuan asuransi kredit. Dokumen-dokumen yang dibutuhkan pada saat pengajuan asuransi kredit belum lengkap. Pada kenyataannya data-data yang diperlukan oleh pihak perusahaan asuransi dalam hal ini untuk persyaratan mutlak dalam suatu prosedur pengajuan asuransi kredit seringkali mengalami hambatan. Dalam mengatasi hambatan ini PT. Jasindo Cabang Medan akan meminta calon tertanggung melengkapi terlebih dahulu dokumen-dokumen
yang
dibutuhkan.
Apabila
dokumen-dokumen
yang
dibutuhkan tidang dapat dilengkapi, maka proses pemberian asuransi kredit tidak dapat diteruskan.
2. Hilangnya Polis Asuransi atau Kwitansi Bukti Pembayaran Premi. Hal ini biasanya terjadi karena sikap kurang hati-hati dari si tertanggung mengingat sebenarnya dokumen tersebut sangat penting terutama pada saat pengajuan klaim. Selain itu juga dapat terjadi karena kondisi atau keadaankeadaan lain yang tidak diduga sebelumnya oleh si tertanggung. Polis asuransi atau kwitansi bukti pembayaran premi juga merupakan syarat mutlak dan bukti adanya asuransi, sehingga tanpa polis atau kwitansi PT. Jasindom Cabang Medan tidak dapat memproses pengajuan klaim oleh Tertanggung. 3. Calon Tertanggung Tidak Memenuhi Pertimbangan 5C. Karakter (character), kemampuan (capability), modal (capital), jaminan (collateral), dan kondisi ekonomi (condition of economic) merupakan juga dasar pertimbangan PT. Jasindo Cabang Medan dalam memberikan asuransi kredit. Apabila calon tertanggung tidak memenuhi prinsip 5C ini, PT. Jasindo Cabang Medan kemungkinan tidak akan memberikan asuransi kredit kepada calon tertanggung tersebut. Namun prinsip 5C ini tidak bersifat mutlak dan akumulatif. Apabila calon tertanggung memiliki karakter usaha yang baik, kemampuan yang baik untuk membayar premi, dan juga modal yang cukup, namun tidak memiliki jaminan yang memadai dan kondisi ekonomi saat itu tidak terlalu baik, PT. Jasindo Cabang Medan akan tetap memberikan asuransi kredit sesuai dengan pertimban 4. Kredit yang hendak dijaminkan tidak memenuhi kriteria. Kredit yang tidak memenuhi kriteria untuk diasuransikan menghambat PT. Jaasindo Cabang Medan untuk memberikan asuransi kredit. Kriteria-kriteria
seperti yang telah dijabarkan di atas merupakan dasar pertimbangan bagi PT. Jasindo Cabang Medan untuk memberikan asuransi kredit atau tidak, dan menjadi tolak ukur untuk menilai itikad baik calon tertanggung dalam mengajukan permohonan asuransi kredit. apabila kriteria-kriteria tersebut tidak dipenuhi, berarti
calon
tertanggung
tidak
beritikad
baik
dan
dengan
sengaja
mengasuransikan kredit yang bermasalah dan berisiko tinggi untuk mengharapkan penggantian dari asuransi di kemudian hari.