POKOK – POKOK PENGATURAN TENTANG PERHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK KREDIT USAHA KECIL (KUK)
Latar Belakang ?
Upaya mendorong penyaluran kredit kepada UMKM termasuk program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah diluncurkan Presiden.
? ? ?
Dalam rangka optimalisasi peran bank dalam pembiayaan pembangunan. Insentif terhadap perbankan. Mendorong peningkatan peran lembaga penjaminan/ asuransi kredit sekaligus menjembatani permasalahan usaha kecil untuk memenuhi kelayakan aspek teknis perbankan (bankable).
?
Tindak lanjut arahan GBI dalam Bankers’ Dinner 2008.
Pokok – Pokok Pengaturan Rincian pokok-pokok pengaturan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Bobot risiko dalam perhitungan ATMR untuk KUK sebesar 85% 2. Penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR untuk bagian KUK yang dijamin lembaga penjaminan/ asuransi kredit berstatus BUMN yang memenuhi persyaratan tertentu dari 50% menjadi 20%. 3. Penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR untuk bagian KUK yang dijamin Lembaga penjaminan/ asuransi bukan berstatus BUMN yang memenuhi persyaratan tertentu dari 85% menjadi sesuai rating lembaga penjaminan/ asuransi kredit yaitu: ? AAA s.d AA: 20% ? A+ s.d BBB: 50% ? BB+ s.d B: 75% ? Persyaratan tertentu meliputi: a. Persyaratan KUK 1) Kredit/pembiayaan kepada usaha kecil memenuhi definisi KUK dan kriteria Usaha Kecil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan 2) Kredit dan usaha kecil yang diberikan kredit tersebut memenuhi definisi KUK dan kriteria Usaha Kecil sesuai ketentuan berlaku mengenai KUK; dan 3) Rata –rata maksimum fasilitas per debitur KUK sebesar 0,2% dari total KUK. KUK: antara lain plafon max Rp. 500 juta dan untuk usaha produktif.
Usaha Kecil: antara lain kekayaan bersih max Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan max Rp 1 milyar, milik WNI. b. Persyaratan skema penjaminan 1) Maksimum yang dijamin 70%; dan 2) Skema penjaminan memenuhi syarat berikut: a) Pengajukan klaim paling lambat 1 (satu) bulan setelah debitur dinyatakan wanprestasi. b) Debitur wanprestasi apabila: ? Terjadi tunggakan pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya yang menjadikan kualitas kredit tersebut dinilai “Diragukan” sesuai ketentuan BI walaupun belum jatuh tempo. ? Tidak diterimanya pembayaran pokok dan atau bunga dan atau tagihan lainnya pada saat kredit jatuh tempo. ? Tidak dipenuhinya persyaratan lainnya selain pembayaran pokok dan atau bunga yang dapat mengakibatkan terjadinya wanprestasi. c) Pembayaran penjaminan paling lambat 15 (lima belas) hari kerja setelah klaim diajukan dan dokumen diterima secara lengkap. d) Jangka waktu penjaminan paling kurang sama dengan jangka waktu kredit. e) Jaminan bersifat tanpa syarat (unconditional) dan tidak dapat dibatalkan (irrevocable). c. Persyaratan lembaga penjaminan/asuransi kredit 1) Persyaratan lembaga penjaminan/asuransi kredit yang berstatus BUMN a) Didukung oleh dana penjaminan (modal) termasuk setoran dana dari pemerintah dengan gearing ratio maksimal 10 kali; dan b) Tunduk pada aturan lain mengenai lembaga penjaminan/ asuransi kredit yang diatur oleh otoritas yang berwenang. 2) Persyaratan lembaga penjaminan/ asuransi kredit yang berstatus bukan BUMN a) Pendirian lembaga penjaminan sesuai peraturan yang berlaku (Peraturan Presiden No. 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan); b) Memiliki peringkat dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia; c) Didukung oleh dana penjaminan (modal) dengan gearing ratio maksimal 10 kali; d) Tunduk pada aturan lain mengenai lembaga penjaminan/asuransi kredit yang diatur oleh otoritas yang berwenang; dan e) Bukan merupakan pihak terkait Bank (independen), kecuali keterkaitan karena hubungan kepemilikan oleh PEMDA.
POKOK – POKOK PENGATURAN TENTANG PERHITUNGAN AKTIVA TERTIMBANG MENURUT RISIKO (ATMR) UNTUK OBLIGASI KORPORASI
Latar Belakang ? Sumber pembiayaan perekonomian dewasa ini masih sangat tergantung pada kegiatan usaha perbankan. ? Perbankan masih mengandalkan sumber dana berjangka pendek sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan pembiayaan terhadap proyek-proyek investasi berjangka panjang. ? Perlu terobosan-terobosan untuk memungkinkan tersedianya sumber pembiayaan investasi berjangka panjang yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, pembukaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan. ? Sumber pembiayaan investasi berjangka panjang yang cukup potensial adalah penerbitan obligasi oleh korporasi. ? Dalam rangka financial deepening, salah satu langkah terobosan adalah mendorong bank untuk melakukan penanaman dalam Obligasi Korporasi dengan rating yang bagus. Pokok – Pokok Pengaturan Rincian pokok-pokok pengaturan tersebut adalah sebagai berikut: ?
Penurunan bobot risiko dalam perhitungan ATMR Obligasi Korporasi yang memenuhi persyaratan tertentu dari 100% menjadi sesuai rating Obligasi Korporasi yaitu: AAA s.d AA - : 20% A+
?
s.d A-
: 50%
Persyaratan tertentu meliputi: 1) Berlaku bagi penanaman dalam Obligasi Korporasi untuk tujuan non-trading (hold to maturity). 2) Penerbit Obligasi Korporasi adalah perusahaan domestik non-bank. 3) Obligasi Korporasi diperingkat oleh lembaga rating yang diakui Bank Indonesia. Apabila Obligasi Korporasi memiliki 2 peringkat atau lebih yang diperingkat oleh
lembaga pemeringkat yang diakui BI, maka yang dijadikan sebagai rujukan adalah rating yang terendah. 4) Penanaman dalam Obligasi Korporasi (trading dan non trading) dibatasi maksimal 60% dari modal bank. Sementara itu, bank yang memiliki lebih dari 60% diminta untuk segera menyesuaikan dan diberi tenggang waktu maksimum 3 tahun. 5) Penanaman dalam Obligasi Korporasi (trading dan non-trading) yang diterbitkan oleh satu penerbit dibatasi maksimal sebesar 10% dari modal bank.
POKOK-POKOK PBI BANK UMUM
A. LATAR BELAKANG Memperbaiki dan memperkuat struktur kelembagaan Bank, antara lain terkait dengan jaringan kantor, kerjasama operasional Bank, self liquidation, penggunaan nama dan logo Bank, serta larangan Pemegang Saham untuk turut campur dalam kegiatan operasional Bank.
B. MATERI PENGATURAN 1. Mempermudah prosedur perizinan dan pelaporan terkait dengan jaringan kantor Bank seperti: a. Penyederhanaan persyaratan dan prosedur pembukaan kantor di bawah kantor
cabang, mempermudah tata cara perubahan status kantor, pemindahan alamat jenis kantor tertentu, dan penutupan jenis kantor tertentu.
b. Mengakomodasi jenis kantor baru, yaitu Kantor Fungsional untuk mendorong
peningkatan pelayanan kepada masyarakat termasuk pelayanan pemasaran dan pemberian kredit, dan Kantor Wilayah yang berfungsi sebagai kantor Bank yang membantu kantor pusatnya melakukan fungsi administrasi dan koordinasi terhadap beberapa kantor cabang di suatu wilayah tertentu. 2. Pengaturan atas kerjasama operasional Bank dengan pihak lain yang sejalan dengan prinsip kehati-hatian perbankan. 3. Memberikan aturan yang lebih jelas dan sederhana atas tata cara Self Liquidation yang sebelumnya diatur dalam SK Dir No. 32/37/KEP/DIR tgl 12 Mei 1999 dan sebagian materinya telah dicabut oleh Undang-Undang No. 24/2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. 4. Pengaturan secara lebih lengkap mengenai penulisan nama ‘Bank’, logo, maupun penulisan nama dan jenis kantor Bank dalam setiap jaringan kantornya untuk kepentingan transparansi dan perlindungan nasabah. 5. Larangan bagi Pemegang Saham Bank untuk turut campur dalam masalah operasional Bank terkait dengan penjabaran Pasal 50A UU Perbankan.
POKOK-POKOK AMANDEMEN PBI BMPK TERKAIT PERUSAHAAN YANG SAHAMNYA DIMILIKI PUBLIK C. LATAR BELAKANG 1. Mendukung perkembangan pasar modal, termasuk pembiayaan perusahaan yang sahamnya dimiliki publik. 2. Sejalan dengan upaya untuk meningkatkan financial deepening dalam rangka memperbanyak instrumen keuangan sebagai alat diversifikasi investasi. 3. Peningkatan good corporate governance, dimana perusahaan yang sahamnya dimiliki publik dapat mengakibatkan tersebarnya kepemilikan dan berkurangnya pengendalian yang dilakukan pemegang saham pengendali. D. MATERI PENGATURAN 1. Batas penyediaan dana kepada kelompok peminjam yang anggota kelompoknya merupakan perusahaan yang dimiliki publik ditetapkan paling tinggi sebesar 30% (tiga puluh perseratus) dari Modal Bank sepanjang memenuhi persyaratan tertentu. 2. Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada angka 1 adalah sebagai berikut: a. Paling kurang terdapat 1 (satu) anggota kelompok peminjam yang sahamnya
dimiliki publik sebesar 40% atau lebih; b. Perusahaan yang dimiliki publik sebagaimana dimaksud pada huruf a telah
ditetapkan mendapat insentif pengurangan pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku;
c. Porsi kepemilikan publik pada perusahaan sebagaimana dimaksud pada huruf a
wajib dipertahankan sampai dengan fasilitas yang diperoleh perusahaan tersebut lunas, yang wajib dituangkan dalam perjanjian antara Bank dengan debitur. d. Saham yang dimiliki publik tidak boleh secara langsung maupun tidak langsung
dimiliki oleh pengendali atau pemegang saham lainnya; dan e. Porsi penyediaan dana kepada perusahaan yang memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d diatas tidak boleh lebih kecil dari porsi penyediaan dana kepada anggota kelompok lainnya.
3. Penyediaan dana tambahan yang berasal dari peningkatan BMPK terhadap kelompok peminjam yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada angka 2 hanya dapat diberikan kepada anggota kelompok peminjam sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf a sampai dengan huruf d diatas.
POKOK-POKOK SE LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI BANK INDONESIA
E. LATAR BELAKANG 1. Pelaksanaan PBI mengenai penerapan manajemen risiko, PBI mengenai kewajiban penyediaan modal minimum dan PBI mengenai penilaian kualitas aktiva bank umum, yaitu dalam rangka menggolongkan surat berharga yang dimiliki bank dalam kategori kualifikasi (qualifying), dinilai lancar, dan atau dinilai kurang lancar. 2. Pelaksanaan penilaian yang lebih obyektif dan transparan terhadap lembaga pemeringkat melalui penyempurnaan proses pengakuan dengan menggunakan beberapa parameter. 3. Pengkinian daftar lembaga pemeringkat sejalan dengan perkembangan industri pemeringkatan di Indonesia, antara lain berupa pengambilalihan kepemilikan lembaga pemeringkat domestik. F. MATERI PENGATURAN 1. Lembaga pemeringkat yang diakui oleh Bank Indonesia adalah lembaga pemeringkat yang memenuhi kriteria penilaian (eligibility criteria), yaitu Independensi, Obyektivitas, Akses oleh Publik (Transparansi), Pengungkapan Publik (Disclosures), Sumber Daya (Resources), dan Kredibilitas. Penilaian terhadap kriteria dimaksud dilakukan berdasarkan analisa terhadap parameter yang ditetapkan dalam setiap kriteria. 2. Pengkinian atas Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia dilakukan berdasarkan hasil penilaian dan pemantauan terhadap pemenuhan kriteria penilaian baik secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. 3. Lembaga pemeringkat dikeluarkan dari Daftar Lembaga Pemeringkat dan Peringkat yang Diakui Bank Indonesia apabila berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia Lembaga pemeringkat tidak memenuhi kriteria penilaian, Lembaga pemeringkat diketahui secara sengaja memberikan informasi yang keliru (misleading), Lembaga pemeringkat dikenakan sanksi yang berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha lembaga pemeringkat oleh otoritas yang berwenang; dan atau Lembaga pemeringkat melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait
POKOK-POKOK KEBIJAKAN IMPLEMENTASI BASEL II DI PERBANKAN INDONESIA
A. LATAR BELAKANG 1. Perkembangan instrumen di pasar keuangan telah mendorong perkembangan teknik dan praktek manajemen risiko di perbankan nasional; 2. Mekanisme perhitungan modal saat ini masih bersifat “one-size-fits-all” sehingga a) tidak memberikan insentif bagi bank yang mengelola risiko dengan baik; b) kurang mencerminkan tingkat risiko yang dihadapi oleh bank; c) membuka peluang terciptanya capital arbitrage; 3. Kerangka Basel II merupakan internationally best practice yang diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas manajemen risiko di perbankan dan kualitas pengawasan oleh otoritas pengawas, yang pada akhirnya dapat berkontribusi pada stabilitas sistem keuangan; 4. Memperkenalkan risiko operasional sebagai salah-satu risiko yang perlu diperhitungkan bank dalam menilai tingkat kecukupan modal; B. HAL-HAL YANG TELAH DILAKUKAN 1. Tahun 2004, BI telah melakukan survei kepada seluruh bank untuk mengetahui persepsi perbankan terhadap kerangka Basel II dan menilai tingkat kesiapan jika Basel II diterapkan di Indonesia. Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas bank memahami manfaat dari penerapan Basel II dan menginginkan penerapannya dimulai dari pendekatan yang sederhana. 2. Berdasarkan hasil survei tersebut, disusun roadmap Impementasi Basel II dimana seluruh pilar Basel II akan diterapkan secara penuh pada tahun 2011, namun dengan catatan bahwa penerapan pendekatan yang lebih kompleks akan dilakukan berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. 3. Pembentukan working group Basel II yang beranggotakan perbankan, perwakilan BI dan asosiasi perbankan. 4. Melaksanakan studi dampak kuantitif (quantitative impact study) sejak tahun 2005 untuk mengetahui dampak penerapan Basel II terhadap tingkat permodalan bank. Hingga tahun 2008, cakupan bank partisipan akan terus ditambah hingga meliputi seluruh bank. 5. Penyelesaian beberapa Consultative Paper (CP) baik yang memuat implementasi kerangka kecukupan modal bank umum sesuai Basel II di Indonesia maupun mengenai penerapan model internal dalam risiko pasar. 6. Penyempurnaan laporan bulanan bank umum (LBU) yang diharapkan selesai pada November 2008. 7. Penyusunan revisi standar akuntansi perbankan yang mengacu pada IAS 32 dan IAS 39. 8. Pelaksanaan training, workshop dan seminar serta sosialiasi baik kepada pihak internal BI maupun kepada stakeholders lainnya.
C. CAKUPAN PENERAPAN 1. Basel II akan diterapkan pada 1 Januari 2009 bagi bank-bank dengan aset di atas Rp 1 triliun. Untuk bank-bank dengan aset di bawah Rp 1 triliun, diterapkan pada Juni 2009, yang mencakup pendekatan standard untuk risiko kredit, pendekatan standar dan internal model untuk risiko pasar, serta pendekatan indikator dasar untuk risiko operasional. 2. Penerapan Pilar 2 (supervisory review process) dan Pilar 3 (market discipline) akan diterapkan secara bertahap.