Hukum dall PembalJgulIQn
12
POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGATURAN PERSAINGAN SEHAT DALAM DUNIA USAHA' A. Zen Umar Purba Masalah persaingan usaha delVasa ini mulai kerap dibicarakan orang, baik oleh kalangan ahli, tokoh-tokoh dunia usaha, dall pemerintah. Bahkan satu kekuatan politik terbesar di tanah air menyatakan perlunya Indonesia mempunyai salu perangkat Undang-undang yang mencegah lindakan monopoli yang merugikall rakyat banyak. Tulisall ini dimaksudkan unluk menerangkan aspek hukum mengenai masalah persaingall sehat sekaligus menyampaikall pokok-pokok pikirall utltuk Rancangan Undang-undatlg Persaingan Sehat.
I. PENDAHULUAN
Sejak beberapa tahun belakangan ini orang mulai kerap berbicara tentang persaingan usaha yang sehat. Bahkan satu keku atan politik terbesar di tanah air telah dengan jelas-jelas menyatak an perlunya Indonesia memiliki satu perangkat undang-undang yang ment:egah tindakan monopoli yang merugikan rakyat banyak . Jangan kata lagi pendapat dan komentar clari para ahli bahkan tokoh-tokoh dunia usaha sendiri. Pemerintah pun wkup tanggap. Departemen Perdagangan bekerja sarna dengan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, disamping Kantor Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan dan Pengawasan Pembangunan telah sejak beberapa tahun lalu menyiapkan rancangan
• Di~1mpaikan dalnm Pand Di skusi T..: rh'Jlas R:lp:1l Kaj a IXparto..:m..:n Padagangan. Jakarta, 9 S,:pl.:mh\! r \994. Khu sli Bah IV , S.:h11gian mUh:rinya diungbl d:lfi n,)!;kah Rancangan Akad..:mik UU T..:n(nng P\!['saingan lIsaha yang s..::hnt. s.:hllgai hasil k..:rjasHma anlara Fakuhas Huku111 UI dan Badan P.:nditi.1O P.:ng':\llbangan O.:paI1.:m..: n P..:rdagangan Rl (1994) (I..:n~an tim kcrja y:mg dik..:(uai okh P':lmlis.
Pebrunri J995
13
Persaillgall Sehat DUllia Usaha
akademik mereka masing-masing berkenaan dengan subjek tersebut. Axualitas terakhir adalah komitmen Indonesia pada konsep liberalisasi perdagangan dan investasi, yakni dengan ikut aktifnya Indonesia dalam General Agreement on Tariffs alld Trade serta Asean Free Trade Area dan Asia Pacific Economic Cooperation. Liberalisasi perdagangan dan investasi dengan sendirinya menuntut penyesuaian diri dari para anggotanya. Jaminan atas adanya persaingan usaha yang sehat jelas merupakan salah satu syarat sukses . Itulah sebabnya Pasal27 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan: "Tiap-tiap warga negara berhak at as pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Secara ekstensif "pekerjaan dan penghidupan" dapat ditafsirkan sebagai lapangan usaha, dan "berhak" bisa diartikan sebagai memiliki kesempatan yang sarna . Sedangkan "kemanusiaan" term asuk kesejahteraan khalayak, dan kepenti ngan konsumen satu diantaranya. Oleh sebab itu pengaturan tentang masalah persaingan tidak lain merupakan pengejawantahan dari semangat ketentuan U ndang-undang Dasar 1945, serta Garis-garis Besar Haluan Negara' yang antara lain menyatakan: " ... Pembangunan ekonom i secara bertahap harus ditata dalam peraturan perundangundangan"2 Lebih mendasar lagi adalah bahwa sebagian dari dasar yang sekaligus menjadi tujuan negara Republik Indonesia adalah "mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia". 3 Kebijakan perekonomian nasional dewasa ini telah menghasilkan pertumbuhan yang pesat. Ekspor komoditi non-migas meningkat pesat pada tahun 1992/1993, yaitu sek itar 30 persen dibanding ekspor tahun sebelumnya. Ekspor komoditi tersebut telah mampu menggeser kedudukan komod iti minyak dan gas bumi sebagai penghasil devisa utama. Selama tahun 1992 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,3 persen dan rata-rata pertumbuhan ekonomi selama 4 tahun terakhir rata-rata 7 persen per tahun. Pertumbuhan pesat ini pada gilirannya juga mengembangkan diri para aktor pertumbuhan itu send iri. Dunia usaha mekar dengan cepat. Secara umum perkembangan dunia usaha sekarang ini merupakan hal yang sangat positif. Dunia usaha demikian adalah aset bagi bangsa, yang pada gilirannya akan memantapkan ketahanan nasional di bidang ekonomi. Hal ini adalah retleksi dari hukum ekonomi yang wajar, di mana pihak yang
I
TAP MPR No. II/MPR / 199J t.:nlang Garis-garis B':S
Gari~-g ;!ris
~
GBHN: Bab III. Sub. F. Aruh P.:mbangunanJangka Panjang Kcdua, butir kc-4 boris tcrakhir.
J
P':lllbukaan Ulldung-undang
Nomor J Tahull XXV
Da~ar
1945, baris
t~rakhir
alinca ke-empal.
14
Hukum dati Pembangunan
efisien akan menang terhadap pihak yang tidak efisien. Namun demikian sementara pengamat menyampaikan dengan keras bahwa ada pengusaha tertentu yang maju karena melakukan hal-hal yang tidak wajar, tidak sehat atau tidak jujur. Mereka mengatakan bahwa lahan usaha satu pihak telah terpenggal dan tersikat menjadi bagian lahan pesaing, bukan karena prinsip-prinsip ekonomi yang diakui, namun karena permainan yang tidak wajar, tidak sehat atau tidak jujur. Suasana demikian, menu rut para pengamat ini juga ada dalam kaitan perdagangan internasional. Produk impor yang tidak memenuhi norma-norma persaingan wajar harus dihadapi dengan kebijakan nasional yang jelas, sebagaimana Indonesia menghadapi tuduhan adanya perilaku curang dalam proses produksi dari barang ekspor Indonesia. Terdapat beberapa penyebab situasi di atas. Pertama, peresapan akan paham persaingan wajar (fair competition) belum merupakan sesuatu yang dianggap perlu sa at ini. Kedua, undang-undang ten tang persaingan dalam format dan isi yang komprehensif integratif belum ada. Tidak berarti bahwa perangkat peraturan perundang-undangan sekarang ini tidak dapat dipakai untuk menyelesaikan masalah persaingan tidak wajar dan tidakjujur. Namun ketentuan-ketentuan itu sangat tidak memadai, terutama dalam konteks perkembangan perekonomian seperti sekarang ini. Oi sinilah timbulnya pemikiran ke arah perlunya satu pengaturan komprehensif dan terpadu mengenai persaingan di bidang perdagangan. Berbagai pendapat telah banyak dikemukakan untuk mendukung realisasi pikiran ini. Akan tetapi, sebaliknya, tidak kurang pula pihak yang meragukan perlunya pengaturan ten tang hal persaingan. Soalnya, kata mereka kita harus memperkuat dunia bisnis kita lebih dulu--suatu hal yang sangat kita setujui. Justru untuk itulah pengaturan mengenai persaingan harus dipandang sebagai bagian dari usaha memperkuat from tersebut. Tuli san ini dimaksudkan untuk menyebarluaskan visi hukum mengenai masalah persaingan sehat, sekaligus menyampaikan pokok-pokok pikiran mengenai hal tersebut pada forum yang lebih luas lagi. Ini merupakan bagian dari proses sosialisasi konsep persaingan sehat di bidang usaha yang mungkin diperlukan oleh pengambil keputusan, sebelum yang bersangkutan mematangkan satu rancangan undang-undang mengenai topik tersebut. Oengan demikian masukan bal ik dari para pembaca tentu sangat diharapkan.
II. T1NJAUAN ATAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan perundang-undangan mengenai persaingan sedikit sekali jumPebruari 1995
Persail1gnn Sehnt DUllin Usaha
15
lahnya. Pada intinya ada tiga kelompok peraturan perundang-undangan tersebut, yaitu yang memuat: A. landasan konstitusional; B. landasan kebijakan per fase pembangunan; C. peraturan perundang-undangan lain. A. Landasan Konstitusional Ketentuan yang relevan dari Undang-undang Dasar 1945 yang melandasi kebijakan dan pengaturan pokok mengenai persaingan dapat dijumpai dalam Pasal 27 ayat (2), serta Pasal 33 ayat (2) dan (3). Pasal 27 ayat (2) tersebut merupakan satu penegasan mengenai hak-hak rakyat dalam kehidupan bernegara, yang sarinya telah diuraikan pada permulaan Bab I. Selanjutnya Penjelasan Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, mencantumkan istilah dan sekaligus konsep "demokrasi ekonomi". Hal ini merupakan penegasan bahwa "kemakmuran ditujukan bagi semua orang". Untuk mencapai tujuan tersebut maka cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Hal ini adalah untuk menjaga agar rakyat banyak tidak di bawah kekuasaan orang perorangan yang menguasai cabang-cabang produksi yang penting. Oleh karena itu, hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang ban yak boleh ada di tang an orang seorang. 4 Sejalan dengan Penjelasan tersebut, maka dapatlah ditafsirkan bahwa monopoli yang ada dan boleh dilakukan di negara Republik Indonesia hanyalah oleh negara. Monopoli oleh negara tampak dalam berbagai sektor misalnya di sektor sumber daya alam, minyak bumi sepenuhnya dikuasai dan diusahakan oleh negara melalui unit usaha milik negara (PERTAMINA). Sektor perlistrikan dan telekomunikasi, untuk mengambil contoh lain juga demikian. Akan tetapi perkembangan akhir-akhir ini telah menunjukkan secara jelas masuknya anasir privatisasi ke dalam tubuh BUMN-BUMN tersebut . Perusahaan Listrik Negara yang dulu berstatus Perusahaan Umum ("Perum") menjadi Perseroan ("Persero" atau PT Persero). Bahkan PT PLN dan PT Telkom dikabarkan akan mengikuti jejak PT Indosat untuk mencatatkan saham-saham mereka di bursa internasional. Ini menunjukkan bahwa negara telah melonggarkan cengkeraman monopolinya. Bersamaan dengan itu mereka juga mengadakan kerjasama usaha dengan pihak-pihak swasta. Dikaji lebih mendalam, apa yang telah diungkapkan itu adalah sejalan
• M
Nomor 1 Tahull XXV
Hukum dan Pembangunan
16
dengan tujuan Negara Republ ik Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Alinea IV Pembukaan Undang-undang Oasar 1945, yaitu "mewujudkan suatu keadilan sosial bagi sel uruh rakyat Indonesia". Berdasarkan landasan tersebut di atas, pengaturan tentang masalah persaingan tidak lain merupakan pengejawantahan dari semangat yang dipancarkan oleh Undang-undang Oasar 1945. B. Landasan Kehijakan Pembangunan Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai landasan kebijakan pembangunan nasional memuat materi tentang persaingan dalam tiga bagian pokok, yaitu: (I) Pembangunan Nasional; (2) Pembangunan Jangka Panjang Tahap II (PJPT II); dan (3) Pembangunan Lima Tahun ke VI (Pelita VI). I.
Pembangunan Nasional. Sekurang-kurangnya ada dua hal yang ditegaskan dalam Bab II tentang Pembangunan Nasional yakni tentang:"ketahanan ekonomi" dan "demokrasi ekonomi:'. Ketahanan ekonom i dimaksudkan sebagai kondisi perekonomian yang berlandaskan "demokrasi .ekonomi" dalam menciptakan "ekonomi nasional dengan daya sa ing yang tinggi".' Selanjutnya dalam demokrasi ekonomi harus dihindarkan: sistemfree-fight liberalism; dan persaingan tidak sehat. Tentang persaingan tidak sehat ini GBHN secara lengkap menyebutnya sebagai persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial. Oi sini terlihat beberapa unsur penting, yaitu: a. persaingan tidak sehat berkaitan dengan pemusatan ekonomi pada satu kelompok; b. wujud persaingan tidak sehat adalah pada bentuk monopoli dan monopsoni; c. persaingan tidak sehat mengandung dua kualitikasi, yaitu: yang merugikan masyarakat; dan
} GBHN. Bab II , F bulir 3 hurufC.
Pebruari J995
PersaillgalJ Sehat DUllia Usaha
17
bertentangan dengan cita-cita keadilan. Pembangunan Jangka Panjang Tahap II ("PJPT 11") Ada tiga hal pokok yang antara lain merupakan Sasaran Bidang Ekonomi seperti ketentuan dalam Bab II ten tang PJPT II yang berkaitan dengan masalah persaingan, yaitu terciptanya: a. perekonomian yang mandiri ; b. perdagangan yang maju; dan c. iklim usaha yang sehat.
2.
3.
Pembangunan Lima Tahun ke VI (Pelita VI) Dalam Bab IV tentang Pel ita VI masalah persaingan dinyatakan secara tegas, misalnya seperti diura ikan dalam bagian "Kondisi Umum". Dalam mengevaluasi keberhasilan Pelita V, disebutkan bahwa "dilakukan pula upaya untuk mencegah terjadi nya pemusatan kekuatan ekonomi dalam berbagai bentuk monopoli, monopsoni dan praktek lainnya yang merugikan masyarakat". 6 Pernyataan ini sama dengan yang terdapat dalam Bab II GBHN yang telah dibahas di atas . Pada intinya, GBHN sebagai landasan kebijaksanaan pembangunan per fase telah memberi garis dan arah yang tegas bahwa pengaturan tentang persaingan di bidang perdagangan merupakan bagian dari upaya pemantapan ketahanan ekonomi. 7 C, Peraturan Perundang-undangan Lain Peraturan pokok setingkat undang-undang mengenai persaingan pada umumnya terdapat dalam peraturan legislatif peninggalan zaman kolonial yang masih berlaku hingga sekarang, mencakup aspek perdata dan aspek pidana, masing-masing seperti yang terdapat dalam Kitab U ndang-undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Disamping itu untuk menyebut undang-undang yang mempunyai aspek persaingan, dapat dirujuk Undang-undang No.2 tahun 1991 tentang Metrologi Legal (Lembaran Negara 1981 No. II) dan Undang-undang NO.5 tahun 1984 tentang Perindustrian (LN 1984 No. 22).
6
GBHN , B;lh II. GI, hund'c pada alinea tentang D.:mokrasi Eko nomi,
7
GBH N, Bah IV , F, Eko nomi, hutir 4 .
Nomor 1 Tohull XXV
Hukum dan PembangumUl
18
III. SEND I-SEND I PENGATURAN Masalah persaingan di bidang perdagangan melibatkan paling kurang empat pelaku utama , yaitu: konslimen; pengllsaha; pemerintah; dan masyarakat. Pengaturan yang mencakup keempat pelaku di atas didasarkan pada send isendi pengaturan yang diuraikan di bawah ini. a. lIak Berusaha yang Sarna hagi Setiap Orang Undang-undang Dasar 1945 menjamin hak setiap warga untuk menjalankan usahanya bagi kehidllpannya 8 Ini menjadi dasar utama perlunya pengatllran mengenai persaingan di bidang perdagangan. Pad a intinya, yang ingin dijamin adalah bahwa hak tersebut tidak tertutllp oleh satu perilaku usaha yang tidak sah atau bertentangan kode etik. h. Kcpentingan Konsumen adalah Tujuan Akhir Tujllan akhir dari pengaturan persaingan adalah untuk kepentingan konslImen 9 Adanya persaingan yang jujur memberi kepastian bagi konsumen ilu sendiri. Tujllan ini masih dapat didiskusikan. Oi negara-negara yang alam persaingan dalam bidang usahanya telah terjamin, dan kondisi perekonomian liJak men imbulkan gap yang sangat besar, maka konsumen jelas dilindllngi. Oi negara-negara berkembang dalam hal tertentu, konsumen dalam arti umum mungkin harus mengalah kepada kepentingan lain yaitu pengusaha kecil. Pola tata niaga, misalnya dalam hal cengkeh dan jeruk, jelas dimaksudk an secara konseptllal untuk melindungi kepentingan petani cengkeh dan jeruk, yang dalam hal ini merupakan produsen, dan bukan konsumen akhir (perokok dan pemakan jeruk). Oalam contoh lain harga sesuatu barang konsumen (consumer's goods) yang diproduksi secara masal oleh suatu perusahaan raksasa jelas lebih murah harga jualnya dibanding
• P"!ia[ 27 nyu! 2. " FEDERAL TRADE COt..,1f\,I\SSION. FUNDAMENTAL OF US ANTITRUST LA W, R
Pebruari 1995
PersaillgalJ Sehm DUlJia Usaha
19
dengan barang yang sarna, yang keluar dari pabrik pengusaha kecil yang memproduksi barang tersebut unit per unit. Disini diperlukan adanya kebijakan (policy) yang jelas dari Pemerintah untuk menentukan prioritas. Kepentingan konsumen itu sendiri juga dijamin oleh hukum, walaupun pengaturan itu masih perlu lebih ditingkatkan. JO c. Pengaturan Persaingan Menyumbang Pembangunan Nasional Secara formal adanya salU undang-undang mengenai persaingan berarti melaksanakan amanat ten tang perlunya pembangunan ekonomi. Secara substant if, adanya undang-undang persaingan diharapkan akan menjadi pemicu bagi perkembangan dunia usaha yang wajar dan adil bagi segenap pihak. Hak-hak yang ada secara konstitusional, baik hak berusaha maupun hak sebagai konsumen akan terjamin semuanya dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional. d. Pengaturan Persaingan Memerlukan Pembinaan Sikap Pengaturan tentang persaingan memerlukan perubahan orientasi sikap. Seperti tampak dari hasil penelitian yang tel ah diungkapkan di muka, maka yang paling pokok di si ni bukan hanya ada atau tidaknya alas hak bagi sese" orang, tetapi adalah apakah hak tersebut dipergunakan atau tidak olehnya. Masalah persaingan, diakui adalah masalah yang kompleks dan terkadang peka, sehingga lepas dari ada tidaknya kemungkinan campur tangan unsur pllblik, hak tersebut terpulang kepada penyandangnya itu sendiri. Masalah sikap berkaitan dengan budaya hukum dalam kaitan dengan penerapan asas-asas demokrasi dan penerapan hukum. Dalam banyak hal, manusia sangat terpengaruh oleh kenyataan di masyarakat. Jika seseorang tahu bahwa hak-haknya yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan tidak menghasilkan sesuatu yang positif dari kacamata kehidupan demokrasi dan negara hllkum, orang akan bosan dan kembali tidak perduli. e. Pemerintah Berperan Aktif Pengaturan persaingan dalam
wujud seperti disampaikan dalam
\ ~ Lihal RANCANGAN AKADEMrK UU PERLIN DUNGAN KONSUMEN (Rancangan ini serta Ran..::angan Akad..::mil: UU Usaha K..::cil pada calalan 12 juga disusun olch Tim FHUI dan Balilbang
D..::par1cmcn Pcrdagangnn RI).
Nomo,- J Tahull XXV
20
Hukum dall PemballgullGIJ
Rancangan Akademik ini baru akan efektif apabila disertai peran aktif Pemerintah. Peran aktif tidak diartikan dalam campur tang an dalam perekonomian sehingga menimbulkan etatisme perekonomian. Peran aktif Pemerintah diperlukan untuk bersikap responsif mengambil langkah dan tindakan yang diperiukan sehubungan dengan pelaksanaan (enforcement) satu undang-undang. Oi beberapa negara seperti Amerika Serikat ada Federal Trade Commission di samping memiliki Anti Trust Division dari Department of Justice; bandingkan dengan Israel yang memiliki the Controller of Restrictive Business Practices"). Peranan Pemerintah juga diperlukan untuk mel\)aga agar ten\apat keseimbangan an tara kelompok pengusaha tertentu dan kelompok pel\gusaha yang lain. Ini misalnya berkaitan dengan peranan pemerintah dalam membina usaha kecil. 12 1'. Implementasi Asas Manl'aat Tujuan pemhangunan nasional adalah membangun manusia Indonesia seuluhnya. Garis-garis Besar Haluan Negara sebaga i landasan kebijakan pemhangunan menetapkan beberapa as as dalam mencapai tujuan tersebut. Oalam kaitan dengan masalah persaingan, asas yang relevan adal ah "Asas Manfaat" sebab pengaturan mengenai persaingan akan dapat dimanfaatkan secara optimal bagi peningkatan: (i) kesejahteraan rakyat, karena pada hakekat nya semua orang adalah konsumen. (ii) watak dan kualitas pengusaha untuk menjadi pengusaha yang memperhatikan kepentingan masyarakat sekitarnya. !!. ImplemenlllSi Asas lIukum
Pengalllran yang haik hanya akan ada aninya jika diikuti oleh adanya kesadaran hukum dalam masyarakat tempat pengaturan itu dikeluarkan. Umumnya kesadaran hukum anggota masyarakat di negara berkembang terhadap peraturan perundang-undangan sangat kllrang. Oi Indonesia, Asas Hukum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara perlu benar-benar diimplementasikan. Kesadaran hukllm sehagai salah satu pengejawantahan as as ini
II
RESTRICTIVE B US l~'; ES S PRACTIC ES LAW. AG Puhli~"tillns LId. Nllv.:mha [989 , hal. 7.
I: Lih,11 RA NC ANGA ,\ i AKADEMIK UU USAHA KECIL.
Pebruari 1995
Persaingall Sehal Dunia Usaha
21
dalam rangka persaingan harus dipunyai dan diterapkan antara lain oleh: pengusaha; konsumen; dan pengambil keputusan. Adanya kesadaran hukum pada diri konsumen sang at ban yak dipengaruhi oleh hasil perubahan sikap yang selama ini merasa bahwa konsumen dan pengusaha tidak terlindungi. Kesadaran hukum masyarakat berkaitan dengan pengaturan mengenai hak-hak konsumen. Namun lebih jauh, hak-hak ini hanya akan efektifjika pemilik hak-hak tersebut dengan sadar memanfaatkan hak-hak termaksud. 13 Kesadaran hukum pada pengusaha diperlukan agar dapat terbentuk pengusaha yang benar-benar berdedikasi terhadap tujuan pembangunan nasional. Artinya adanya sikap demikian akan menciptakan hubungan harmonis antara konsumen dan pengusaha serta antar pengusaha. Pengusaha mendapat laba usaha sewajarnya, sedang konsumen, yang tidak lain adalah segenap rakyat, tidak akan dirugikan. lni yang menjadi dasar dari sendi kesederajatan antara konsumen dan produsen. Tidak kalah penting adalah kesadaran hukum pengambil keputusan, baik di lingkunganeksekutifmaupun yudikatif. Kesadaran hukum kelompok inilah yang menentukan apakah law-enforcement akan berjalan tertib atau tidak. Beberapa negara telah mempunyai instansi yang menangani masalah persainganl4 walaupun in i belum menjamin mantapnya kesadaran hukum para pengambil keputusan dalam soal persaingan. Namun demikian, langkah ini telah menunjukkan adanya upaya pembenahan, setidaknya jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara yang belum memiliki instansi tersebut. h. Kesederajatan Kedudukan antara Pengusaha dan Konsumen
Seperti pada perlindungan konsumen, sendi utama pengaturan persaingan
Il
Lihm RANCANGAN AKADEMIK UU PERLINDUNGAN KONSUMEN.
14 Yang di..:atat di sin i han)'a praktek di negara-negara I..:rtentu. yang diperkirnkan tidak mempunyai pcngaturan mcngcnai masalah pcrsainga n, S
NOli/or I Tahull XXV
22
Hukuln dall Pembangullall
adalah pada kesederajatan kedlldllkan antara konsumen dan pengusaha. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari sendi-sendi terdahulu. Keberadaan pengusaha baru memiliki arti apabila juga terdapat keberadaan konsumen. Hal yang utama untuk sendi ini adalah keserasian antara konsumen dan pengusaha. Adanya keserasian ini sudah selayaknya mengingat hubungan langsung antara pengusaha dan konsumen, hanya bedanya konsumen berada pada posisi yang lemah.
IV. POKOK-POKOK PENGATURAN
1. Asas dan Tujuan
Seperti telah diungkapkan di atas tujuan undang-undang persaingan adalah untuk menjaga agar persaingan dalam dunia usaha tetap terjamin menu rut hukum sehingga masyarakat konsumen tidak akan dirugikan. Diangkat ke atas, maka adanya persaingan yang wajar dan langgeng dalam perekonomian nasional akan menyumbang pada pencapaian tujuan Pembangunan Nasional, yang telah jelas didasarkan pada UUD 1945. 2. Larangan Bcrsckongkol Pengaturan yang pokok adalah mengatur sikap atau perilaku para pengusaha dalam melaksanakan kegiatannya. Sebagai undang-undang, pengaturan ini diharapkan akan mempunyai dampak yang besar dan konkrit, dibandingkan kalau ia hanya dituangkan dalam satu kode etik. Beberapa pokok pemikiran yang ada untuk menentukan perilaku pengusaha terdiri dari beberapa unsur yaitu yang berhubungan dengan masalah: harga barang; pembatasan produksi; alokasi pasar; pemboikotan; dan akses konsumen ke prod lisen; is Sekarang ini pengatllran mengenai persekongkolan di bidang perdagang an semacam ini slluah menjagad at au universal, bukan hanya di negara liberal majll, tetapi juga di negara-negara berkembang dan semi maju, termasuk Philipi na, Taiwan, Korea Selatan, Israel, Afrika Selatan dan Venezuela.
I.'
Ini salah
:-;;1IU
hak dasar konslIm..:n.
Pebruari 1995
Persaingml Sehat DUllia Usaha
23
3. Penyalahgunaan Posisi Dominan Bentuk perilaku perdagangan lain yang tidak dikehendaki adalah penyalahgunaan yang dilakukan oleh suatu kelompok usaha yang berada dalam posisi dominan di bidang perdagangan. Seperti telah dikatakan di muka, dalam posisi demikian maka kelompok tersebut cenderung untuk melakukan tindakan yang merugikan masyarakat. Termasuk dalam kategori ini adalah hubungan bisnis yang menjerat (tyillg-arrallgemellls) , misalnya penjual barang akan melepas barangnya kepada pembeli, jika si pembeli berjanji akan seterusnya membeli suku-cadang barang tersebut dari si penjuaJ di atas. 4. Merjer, Konsolidasi atau Akuisisi Merjer, konsolidasi, atau akuisisi ("MKA") adalah bagian kegiatan restrukturisasi usaha yang secara sepintas merupakan urusan internal perusahaan atas alasan-alasan yang positif untuk kepentingan perusahaan. Akan tetapi tindakan MKA dapat berakibat pada konsentrasi kekuatan ekonomi pada suatu perusahaan sehingga akan mengalahkan pesaing-pesaingnya secara tidak wajar. Sebagaimana yang berlaku di beberapa negara lain, diperlukan adanya satu badan pemerintah untuk memberi penilaian atas suatu rencana MKA apakah aklbat dari restrukturisasi itu akan terjadi gangguan dan persaingan dan kemudian memberikan persetujuannya. Di Indones ia saat ini pranata tentang merjer hanya ada dalam bidang perbankan, dan da[am hal ini harus dengan persetujuan Menteri Keuangan setelah mend en gar Gubernur Bank Indonesia. 16 Dalam hal akuisisi, ketentuan yang ada, baru mengenai perusahaan publik yaitu yang mewajibkan setiap perusahaan publik bila ingin melakukan akuisisi terhadap perusahaan lain dimana masing-masing mempunyai benturan kepentingan (conflict of illlerest) harus mendapat persetujuan sekurang-kurangnya 50 persen pemegang saham independen.17 S. Hajat Hidup Orang Banyak Pasal 33 Undang-undang Dasar 1945, menyatakan bahwa "Cabang-
16 Undang-undangNo. 7 Tahlln 1992 tcntang Pcrbankan, umburan N~gara 1992 No. 31, Pasa128 ayut (2).
11
Kcplltlls1In K~tlla Sadan P.::ngawas Pasar Modal No. KEP/04/PMIl994.
Nomo,. I Tahufl XXV
24
Hukum dan PemballgUfwll
cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai negara" (ayat 2) dan "Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (ayat 3)". Penentuan cabang-cabang produksi tersebut merupakan penegasan bahwa kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia mendapat temp at yang terutama. Hal ini tidak berarti bahwa orang perorangan tidak diberi kesempatan untuk melakukan dan mengembangkan dirinya semaksimal mung kin. Kesempatan itu tetap diberikan yaitu pada cabang-cabang produksi yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak. Berdasarkan amanat tersebut maka diperoleh pengertian bahwa hanya negara yang memiliki hak monopoli atas bidang usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak . Selanjutnya, monopoli tersebut dilakukan harus untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Mengingat persoalan ini sangat men entukan kelangsungan hidup bernegara, maka perlu ditetapkan bidang usaha apa saja yang termasuk "hajat hidup orang banyak". 6. Pencegahan Kecurangan dalam Komponen Harga Dalam persaingan, besarnya biaya produks i akan sang at berpengaruh terhadap keunggulan terhadap pesaing lainnya . Kesempatan menghindari sebagian dari hiaya tersehut, .meskipun dapat menekan biaya produksi, berarti merupakan praktek bisnis yang tidak jujur. Praktek semacam itu misalnya saja dapat hcrupa: produsen tid ak memberikan hak-hak dasar pekerja; produsen tidak memenuhi ketentuan tentang pengelolaan lingkungan hidup atau produsen tidak mau memenuhi ketentuan tentang perlindungan konsumen. Hak-hak dasar pekerja antara lain adalah hak untuk mendapatkan upah yang memadai berdasarkan hasil kerjanya, hak untuk berorganisasi, dan hak untuk menyatakan pendapat. Sehagian produk dihasilkan melalui proses yang dapat berakibat pada timhuln ya dampak yang ser iu s terhadap lingkungan (fisik, biologis, sosial, ekonomis dan budaya) di sekelilingnya, misalnya saja limbah yang berbahaya hagi kesehatan, atau proses penguasaan lahan sebagai komponen pada usaha agrihisnis yang herakihat tergusurnya pemilik lahan asli tanpa ganti rugi yang memadai . Untuk menghindari dampak yang serius ini seringkali diperlukan hiaya yang tid ak sedikit jumlahnya, sehi ngga produsen yang dalam memproduksi suatu barang mengabaikan tanggung-jawab untuk menghindari dampak yang ser iu s dapat menghasilkan prod uk yang lebih murah dibanding pesaing-pesaingnya yang memenuhi ketentuan tentang perlindungan terhadap lingkungan. Pebrunri 1995
Persaingan Sehat Dunia Usaha
25
Dalam usaha memproduksi suatu barang, produsen harus menghindarkan kemungkinan bahwa produknya berbahaya bagi kesehatan jiwa atau badang pemakainya. Kesengajaan untuk memakai bahan baku yang di bawah standar, misalnya saja, dapat menekan biaya produksi, tetapi sekaligus menghasilkan produk yang berbahaya bagi pemakainya. Penerapan hulcum yang tidak memadai dapat berakibat timbulnya praktek perdagangan yang tidak wajar. Misalnya saja tidak diterapkannya ketentuan perundang-undangan perpajakan dengan benar, berakibat bahwa perusahaan yang tidak membayar seluruh kewajiban pajaknya dapat menghasilkan produk yang harganya lebih murah dibanding produk sejenis hasil pesaingpesaingnya. 7. Predatory Dumping Dumping adalah penjualan suatu produk di negara lain dengan harga di bawah normal value, yang biasanya diartikan sebagai harga jual produk sejenis di pasar domestik, at au pasar di negara pengekspor. Predatory dumping dilakukan sebagai cara untuk merebut pasar di negara tujuan ekspor dari pangsa pesaing-pesaingnya. Dalam penilaian apakah dumping dianggap sebagai praktek dagang yang Ulifair, biasanya perhatian dipusatkan pada masalah price discrimination l' Meskipun untuk sementara praktek dumping menguntungkan konsumen karena dapat membeli barang dengan harga murah , tetapi dalam jangka panjang setelah produsen lokal bangkrut akibat kerugian yang diderita, pelaku dumping akan dapat berperan menentukan tingkat harga. Praktek seperti ini pada akhirnya akan merugikan konsumen. Sebaliknya pengaturan anti-dumping seringkali dirumuskan dengan tujuan untuk memberikan proteksi kepada pengusaha lokal. Namun satu hal perlu mendapat perhatian khusus adalah kenyataan bahwa tuduhan dumping, dapat dimanfaatkan oleh pihak penuduh sebagai sarana untuk melakukan unfair competition. Dalam hal tuduhan tidak terbukti, pihak tertuduh terlanjur mengalami kerugian, karena sejak saat tuduhan dilancarkan, meskipun perdagangan produk tidak dilarang , pasti tidak akan ada pedagang yang berani mengambil resiko tetap memperdagangkan produk yang dituduh dumping, karena ada konsekwensi untuk membayar anti-dumping duty. Pencegahan dumping dilakukan tidak terbatas kepada produk rakitan,
l' Lihat: Jackson, John H. dan Edwin A. Vermuls: ANTIDUMPING LAW AND PRACTICE. The University of Mi ch igan Press, Ann Arbor, 1992. hal. 4.
Noma,- 1 Tnhwi XXV
Hukum dan PemballguJlGn
26
tetapi mel iputi juga komponen-komponen (partS) produk tersebut, bila produk asing yang bersangkutan telah terkena ami-dumping duty. Pencegahan tersebut dilakukan melalui pengaturan yang bunyinya diusulkan sebagai berikut: 8. Pencegahan Suhsidi Turunnya harga tidak hanya akibat tindakan produsen saja. Tetapi pemerintah negara produsen dapat membantu penurunan harga melalui pemberian subsidi, misalnya saja keringanan bunga kredit modal, keringanan pajak, atau bentuk subsidi lainnya. Praktek penurunan harga dengari cara ini merupakan kecurangan yang dapat berakibat tersingkirnya pesaing-pesaing melalui cara tidak jujur. 9. Penyimpangan Pelaksanaan Tender Persaingan tidakjujur dapat terjadi dalam pelaksanaan tender pengadaan barang yang menyimpang dari ketentuan yang ada. Misalnya saja untuk pembelian produk tertentu ditunjuk pemasok tanpa melalui tender, atau melalui tender tetapi dengan pendamping-pendamping semu, karena pemenangnya sudah ditentukan sebelum tender dilakukan . 10. Pelanggaran Hak Milik Intelektual Perlindungan terhadap hak milik intelektual harus menganut prinsip national treatmem dan most1avoured-nation treatmelll. Pembayaran royalti atau lisensi terhadap pemilik hak milik intelektual merupakan salah satu komponen biaya produksi . Harga produk yang dihasilkan melalui pelanggaran terhadap hak milik intelektual dapat menjadi lebih murah dari produk sejenis yang dihasilkan dengan membayar royalti atau lisensi terhadap pemiIik hak milik intelektual. Sebaliknya, pemegang hak milik intelektual harus dicegah dari kesempatan untuk menyalahgunakan haknya, sehingga menghambat arus perdagangan atau proses alih teknologi baik dalam lingkup nasional maupun internasional, misalnya saia dengan cara mendapatkan haknya letapi kemudian tdak menerapkannya dalam produksi nyala. II. Praktck Dagang yang Bersifat Bohong atau Menyesatkan
Praktek dagang yang menyesatkan, misalnya saja dengan memberikan Pebruari 1995
Persaillgnll Sehnr Dunia Usaha
27
informasi yang tidak benar tentang sifat, hakekat ciri, mutu, atau bah an mentah suatu produk, merupakan kecurangan yang perlu dicegah, karena akan sangat merugikan konsumen. Hak atas informasi merupakan salah satu sendi yang asasi. lnformasi kepada konsumen tidak hanya harus benar, tetapi juga harus selengkap-l engkapnya. Di samp ing itu, ketidakbenaran informasi dapat merugikan produsen lain yang memproduksi barang sejenis. 12. Birokrasi Berlebihan Birokrasi pemerintah yang berlebihan dapat berakibat berlarut-Iarutnya urusan yang menyangkut perdagangan, yang menimbulkan kerugian materi maupun waktu bagi pelaku perdagangan, dan akibatnya akan merugikan pula konsu men akhir, karen a kerugian pedagang pasti akan diperhitungkan sebagai kompo nen harga produk. 13. Pengecualian Ketentuan-ketentuan tentang persaingan dikecualikan dalam hal-hal dan kasus-kasus tertentu, misalnya: perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan masalah hubungan kerja, perjanjian-perjanjian di bidang merek dagang dan paten, perjanjian-perjanj ian dalam kaitan dengan ekspor barang dari Indo~ nesia yang tidak akan menganggu pasar domestik komoditi tersebut dan perjanjian-perjanjian antara suatu prinsipal dengan para distributor berkenaan dengan pembatasan daerah geografis perdagangan. 14. Dewan Pengawas Persaingan Pemerintah perlu membentuk satu badan yang dinamakan Dewan Pengawas Persaingan atau nama lain yang ditetapkan kemudian. Dewan Pengawas Persa ingan akan melaksanakan tugas pokok mengawasi pelaksanaan undangundang ini khususnya yang menyangkut persetujuan atas rencana merjer, konsolidasi dan akuisisi perusahaan serta tugas-tugas lain yang diberikan oleh Undang-undang kepadanya. 1S. Ancaman Pi dana Ancaman pidana adalah satu kunci penting dalam pelaksanaan undangundang yang rumusannya bersifat baku. Pemikiran baru yang ditawarkan adalah penggunaan nilai emas untuk hukuman alternatif atau bag ian hukuman kumulatif. Pemikiran ini didasarkan keinginan untuk mengatasi masalah Nomor I Tahull XXV
28
HukUll'l dan PemballgullGII
menurunnya nilai mata uang secara berketerusan akibat inflasi.
V. KESIMPULAN I.
2. 3.
4.
5.
6.
Pengaturan mengenai persaingan sehat dalam dunia usaha memiliki ruangan yang sah dalam rumah kemasyarakatan Indonesia yang dinaungi oleh UUD 1945. Amanat yang tercantum dalam pasal 33 UUD 1945 sejauh menyangkut aspek kekeluargaan dalam perekonomian nasional pada hakekatnya menjamin setiap hak anggota keluarga dari berbagai lapisan masyarakat untuk bergiat dalam dunia usaha seperti direfleksikan oleh pasal 27 konstitusi tersebut. Dengan demikian pengaturan mengenai persaingan sehat, tiada lain dan seyogyanya, harus dibaca dalam konteks memperkuat basis dunia usaha dalam kaitan perekonomian nasional. Dahm rumusan lain, hukum tentang persaingan usaha menghormati eksistensi semua potensi ekonomi nasional stjaJh perilaku mereka tidak bertentangan dengan hukum itu sendiri, termasuk praktek bisnis yang tidak curang (fair business pratices). Prinsip pokok lain dari pengaturan persaingan sehat adalah perlindungan pacta seluruh masyarakat, yakni konsumen. Peraturan perundang-undangan yang ada sudah lama mengenai prinsipprinsip persaingan sehat; hanya sifatnya (i) tersebar di sana sini, (ii) tidak komprehensif, dan (iii) dengan demikian tidak akomodatifterhadap perkembangan dunia usaha dalam kerangka mengecap tujuan Pembangunan Nasional. Fakta ini kemudian diterobos oleh GBHN dengan mencanangkan prinsip-prinsip demokrasi ekonomi yang anti terhadap free fight-liberalism dan persaingan tidak sehat. Pola pengaturan yang diusulkan tidak sepenuhnya berorientasi pada konsep all/i trust, sebagaimana yang telah dikembangkan cukup lama oleh negara pelopornya (Amerika Serikat) yang secara utuh menganut faham ekonomi liberal. Akan tetapi berbeda prinsip dari konsep ami trust tidak dapat dihindarkan dalam satu sistem ekonomi pasar seperti yang secara praktis berlaku di Indonesia sejak masa orde baru. Pengaturan tentang persaingan sehat dalam dunia usaha sarat dengan aspek-aspek anal isis ekonomi, sehingga pengejawantahannya kelak harus diikuti dengan perlunya pemantapan aspek-aspek tersebut oleh kalangan penegak hukum, termasuk kalangan pemberi keadilan. Secara glohal, pengaturan tentang persaingan sehat telah mendapat tempat di berbagai negara, termasuk di negara jiran kita sendiri.
Pebruari 1995
j
Persaingall Sehac Dunia Usaha
7.
8.
29
Adanya pokok-pokok pengaturan persaingan sehat dalam berbagai hukum positif kita (lihat butir 3) serta diaktualkannya hal tersebut dalam GBHN menunjukkan sikap nasional kita yang positif. Indikasi paling mutakhir dapat pula dilihat dalam Rancangan Undang-undang tentang Perseroan Terbatas, yang saat ini sedang dalam pembahasan di OPR. Salah satu ketentuan dalam RUU tersebut mengatakan bahwa merjes (merger), konsolidasi (consolidation) dan akuisisi (acquisition) "harus memperhatikan ... persaingan sehat dalam melakukan usaha" [pasal 104 ayat (I) b]. Pengaturan tentang persaingan sehat mengharuskan setiap anggota masyarakat, termasuk pejabat dan pengusaha untuk menyesuaikan wawasan (outlook) mengenai dunia usaha. Tidak kalah mendesak adalah penekanan pada pentingnya aspek penegakkan hukum (law-eriforcement), yang dalam banyak hal, sayangnya terkesan sangat tertinggal.
~ -:Ka"". ~.. nten'*""" tultrtz._ ANDA MEMBUTUHKAN BUKU DAN PENERBITAN HUKUM? Kebelulan Buku alau penerbilan yang dimaksud lidak ada di kOla anda, padahal anda amal memerlukannya. Hubungi kami dengan sural danlSertakan perangko balasan didalamnya. Kami akan segera membanlu anda Tala Usaha Majalah
JI. Cirebon 5 Telp. (021) 335432 Jakana Pusat.
Nomor I Tahull XXV