Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
PERSEKONGKOLAN DALAM TENDER YANG MENGAKIBATKAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT Jamin Ginting (Staff Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan dan Pengacara Praktek) Abstract Since the Unfair Competition Law No. 5year 1999 enacted on 5 March 1999 and effective in mid-year 2000, many actions have been done as the effect of its implementation. One of its efforts is the existence of Business Competition Supervision Commission (KPPU) whose duty makes a report on unfair practice. PT. Caltex Pacific Indonesia (PT. CPI) has been reported as a company that violates article 22 of Unfair Competition Law. This article elaborates basic norms of Law and considerations from KPPU in determining PT. CPI violating article 22 of Unfair Competition Law and sanctions which should be done (based on the Business Competition Supervision Commission decision No. 01/ KPPU - L/2001). Keywords: Conspiracy, KPPU, Casings, Low Grade, High Grade, Bidders, Article 22 Unfair Competition law No. 5 year 1999.
I.
Pendahuluan
Sejak diberlakukannya Undangundang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat No. 5 Tahun 1999 (selanjutnya disebut UU No. 5/ 1999) para pengusaha hams lebih berhati-hati dalam melakukan perjanjian yang berhubungan dengan penguasaan pasar dan penentuan kerja sama dalam penanganan suatu proyek tertentu terlebih apabila proyek tersebut 38
berasal dari suatu tender yang dilakukan oleh suatu perusahaan besar. Dahulu sebelum dikeluarkannya UU No. 5/1999 (pada masa orde baru), sering terjadi dimana dalam suatu tender proyek besar dilakukan tidak transparan artinya sebelum tender dilakukan telah diketahui siapa yang bakal menjadi pemenang tender walaupun pelaksanaan tender itu tetap dilaksanakan dengan
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
beberapa peserta tender, hal ini mengakibatkan pelaku usaha yang bergerak dalam bidang pemborongan proyek tersebut merasa diperlakukan tidak jujur (unfair). Keadaan ini dapat terjadi karena adanya konspirasi (persokongkolan) diantara pemberi borongan dan atau pelaku usaha pemborongan tersebut. Dengan adanya UU No. 5/ 1999 persekongkolan dalam tender seperti tersebut di atas jelasjelas dilarang berdasarkan Pasal 22 yang berbunyi sbb: "Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinyapersaingan usaha tidak sehat"1 Pengawasan terhadap tindakan persekongkolan tersebut diatas telah diatur dalam Bab VI Pasal 30 UU No. 5/1999 yaitu Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (selanjutnya disebut KPPU), 1
Munir Fuady, Hukum Ami Monopoli : Menyongsong Era Persaingan Sehat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal. 145.
KPPU adalah suatu lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintahan serta pihak2 lain dan juga mempunyai kekuasaan Legislatif, Yudikatif dan 3 eksekutif. KPPU inilah yang menentukan apakah pelaku usaha bersekongkol untuk memenangkan tender sehingga mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat atau tidak dan juga memberikan putusan sebagai akibat dipenuhinya unsure melanggar pasal 22 Uu No. 5/1999 tersebut. 2
UU No. 5/1999 Pasal 30 ayat 2, Institute for Policy Studies on Investment and Competition, Jakarta 1999, hal. 14. 3 Kekuasaan legislative yaitu KPPU diberi wewenang oleh UU No. 5/1999 untuk membuat dan mengeluarkan aturan pelaksana, pedoman dan peraturan pelaksana dari Keppres yang telah ada dan PP mengenai merger dan akusisi yang akan dikeluarkan; kekuasaan yudikatif yaitu KPPU menerima pengaduan, menyelidiki, kemudian memeriksa dan menjatuhkan sanksi; kekuasaan eksekutif yaitu pelaksana peraturan undang-undang (Syamsul Maarif, Putusan KPPU Mengikat secara Hukum, Wawancara, Hukum Online, http:// www.hukumonline.com/ artikel detail.asp?id=2486. 2001, hal 2.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
39
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
II. Permasalahan Pada tanggal 20 April 2001 yang lalu KPPU telah mengeluarkan putusan akhir sebagai tindak lanjut dari pemeriksaan oleh KPPU terhadap dugaan pelanggaran pasal 22 UU No.5/1999 yang dilakukan oleh PT. Caltex Pacific Indonesia (selanjutnya disebut PT. CPI). Dalam putusan ini PT. CPI telah melakukan persekongkolan curang dalam pelaksanaan tender proyek ini PT. CPI telah melakukan persekongkolan curang dalam pelaksanaan tender proyek pertambangan, sehingga dinyatakan bersalah berdasarkan pasal 22 No. 5/1999, yang menjadi permasalahan adalah: 1. Apakah dasar pertimbangan KPPU dalam kasus PT. CPI telah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam pasal 22 UU No. 5/1999. 2. Bagaimana penerapan sanksi terhadap pelanggaran pasal 22 No. 5/1999 tersebut. III. Persekongkolan dalam Penentuan Tender Pengadaan PIPA PT. CPI 3. 40
1. Duduk Permasalahan
1. Bahwa PT.CPI (sebagai terlapor) mengadakan tender pipa dengan 2 item yaitu low grade dan high grade, yang dilakukan secara paket bersamaan (padahal sebelumnya tender tersebut dipisah antara low grade dan high grade) yang mengikuti tender tersebut hanya 4 (empat) bidders dan pemenang hanya satu bidder, yaitu yang menawarkan semua item (low grade dan high grade) 2. Bagi bidder yang menawarkan sesuai kemampuan yang dimiliki (low grade) dan walaupun harganya cukup baik dan rendah namun tidak menawarkan lengkap dengan high grade, karena tidak mendapat dukungan harga dan surat dari bidder yang memiliki fasilitas high grade, tetap akan didiskualifikasi. 3. Bagi yang memilki fasilitas high grade dapat meminta harga dan support kepada bidders yang memilki fasilitas high grade (sedangkan yang memiliki fasilitas high grade adalah pesaing dari yang tidak
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 11, No.2, November 2002
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
memilki fasilitas high grade, sehingga tidak masuk akal jika disuruh bersaing dan meminta support dengan pemilik high grade tersebut). 4. Menurut laporan pelapor juga diketahui bahwa tender telah diketahui pemenangnya sebelum ditentukan hari pelaksanaan tender karena adanya pertemuan antara PT. Citra Tubindo Tbk, dengan Pihak PT. Purna Bina Nusa dan PT. Patraindo Nusa Pertiwi di sebuah Hotel untuk menunjukkan penawaran masing-masing. Tender juga tidak diumumkan di media massa sebagaimana Surat Keputusan Pertamina nomor 027/C0000/2000-SO, tanggal 15 April 2000. Berdasarkan laporan-laporan tersebut dan keterangan dari pihak terlapor dan saksi-saksi yang diperiksa, maka KPPU memutuskan: 1. Menyatakan Pengadaan Casing dan Tubing melalui Tender tersebut terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 22 UU No. 5/1999, karena penentuan pemenang tender dihasilkan
melalui persekongkolan antara sesama peserta tender. 2. Memerintahkan kepada terlapor yaitu PT. CPI untuk menghentikan kegiatan pengadaan casing dan tubing berdasarkan tender terseut. Adapun dasar pertimbangan dari putusan KPPU tersebut adalah sbb: 1. Para penawar dalam tender (bidders) diharuskan menawarkan semua items (low grade dan high grade) secara paket. 2. Bagi penawar yang hanya memiliki fasilitas low grade diharuskan mendapatkan surat dukungan (letter of support) dari pelaku usaha yang memiliki fasilitas high grade di dalam negeri. 3. Pelaku usaha dalam negeri yang memiliki fasilitas high grade tersebut adalah pesaing dari pelaku usaha yang hanya memiliki fasilitas low grade. Ketidaklengkapan surat dukungan sebagaimana dimaksud diatas akan mengakibatkan penawar didiskualifikasi. 4. Pelaksanaan tender tidak diumumkan di media massa.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 20U2
41
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
5. Undangan untuk pertemuan sosialisasi pengenalan system tender baru dan undangan tender hanya ditujukan kepada pipe processor saja, tidak mengikutsertakan agenagen dan pedagang (traders) sebagaimana tender-tender sebelumnya. 6. Adanya pertemuan antara peserta tender yang memilki fasilitas high grade dengan peserta tender lainnya untuk mengatur pemenang tender, yaitu PT. Citra Tubindo Tbk sebagai pemegang support dengan PT. Purna Bina Nusa dan PT. Patraindo Nusa Pertiwi. Dasar pertimbangan melanggar unsur-unsur dalam pasal 22 No. 5/ 1999 adalah sbb: a. Pelaku Usaha • menurut pasal 5 UU No. 5/1999 adalah didefinisikan sebagai "setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbetuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik 42
•
•
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi"; Dalam pemeriksaan ternyata PT. Citra Tubindi Tbk, PT. Purna Bina Nusa dan PT. Patraindo Nusa Pertiwi adalah pelakupelaku usaha yang sesuai dengan definisi pelaku usaha. Berdasarkan hal-hal sebagaimana dipertimbangkan diatas unsur sebagai pelaku usaha terbpenuhi.
b. Persekongkolan • Yang dimaksud dengan persekongkolan menurut pasal 1 angka 8 UU No. 5/1999 didefinisikan sebagai "Bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol". • Bahwa ternyata dari pemeriksaan terbukti adanya pertemuan antara
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
•
pihak PT. Citra Tubindo Tbk, dengan pihak lain yaitu PT. Purna Bina Nusa, dan PT. Patraindo Nusa Pertiwi di Hotel Aryaduta Pekanbaru untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender dengan cara saling memperlihatkan harga penawaran yang akan diajukan dalam pembukaan tender. Berdasarkan hal-hal sebagaimana dipertimbangkan diatas, unsur persekongkolan terpenuhi.
c. Mengatur dan atau menentukan pemenang tender • Yang dimaksud dengan mengatur dan atau menentukan pemenang tender adalah suatu proses interaksi sesama peserta tender untuk menentukan pemenang tender diantara mereka; • Bahwa telah terjadi kesepakatan untuk memberikan surat dukungan oleh PT. Citra Tubindo Tbk, kepada PT. Purna Bina Nusa dan PT. Patraindo Nusa
•
Pertiwi dengan syarat PT. Purna Bina Nusa dan PT. Patraindo Nusa Pertiwi harus memperhatikan terlebih dahulu harga penawarannya kepada PT. Citra Tubindo Tbk, sehingga PT. Citra Tubindo Tbk, dapat menawarkan harga yang lebih rendah dari PT. Purna Bina Usaha dan PT. Patraindo Nusa Pertiwi dimana PT. Citra Tubindo Tbk, menjanjikan akan memberikan pekerjaan kepada PT. Purna Bina Usaha. Selanjutnya terbukti bahwa yang keluar sebagai pemenang tender adalah PT. Citra Tubindo Tbk. Berdasarkan hal-hal sebagaimana dipertimbangkan diatas, unsur mengatur dan atau menentukan pemenang tender telah terpenuhi.
d. Terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat •
Yang dimaksud dengan persaingan usaha tidak sehat menurut pasal 1 angka 6 UU No. 5/1999
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
43
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
•
•
adalah didefinisikan sebagai "Persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha". Bahwa ternyata dari pemeriksaan , PT. Citra Tubindo Tbk. Menawarkan harga setelah melihat harga penwaran sesama pesaing. Berdasarkan hal-hal s e b a g a i m a n a dipetimbangkan diatas, unsur terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat telah terpenuhi.
III. Analisa Yuridis Pasal 22 UU No. 5/1999 menentukan bahwa pelaku usaha dilarang bersekongkol untuk mengatur dan menetukan pemenang tender, dalam versi inggris bersekongkol disebut sebagai Conspiracy.4 Adapun 4
Dalam Blak's Law Dictionary, Conspiracy in restraint of trade adalah Term which describes allforms of illegal
•14
tujuan dari persekongkolan tersebut adalah untuk menguasai pasar bersangkutan bagi pelaku usaha yang bersekongkol tersebut. Dalam kasus ini yang bersekongkol untuk memenangkan tender ada peserta tender sendiri yaitu peserta tender yang memiliki fasilitas low grade dan high grade untuk menunjukkan harga sehingga hal ini merugikan pihak (bidders) lain yang tidak memiliki kedua fasilitas tersebut, sedangkan PT. CPI memberikan aturan tender yang patut diduga dapat mengakibatkan persaingan tidak sehat, hal ini sangat bertentangan dengan semangat dari pada UU No. 5/1999 yang dituangkan dalam pasal 3 huruf b UU No. 5/ 1999, yang dikutip sebagai: Tujuan pembentukan undangundang ini adalah: agreements such as boycott, price fixing, ect., which have as their object interference with with free how of commece and trade. Sedangkan dalam Oxford Dictionary of law disebutkan bahwa Conspiracy is an agreement between two or more people to behave in manner that will automacally constitute an offence by at least one of them (e.g. two people agree that one of them shall steal while the other wait in a gateway car).
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 200?
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
a b. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil. c " 1. Kesempatan berusaha yang sama Kata yang harus diperhatikan dalam pasal 3 huruf b UU No. 5 tersebut sehubungan dengan kasus ini adalah "sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan bersaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku usaha kecil". Kesalahan PT. CPI adalah: a. Penentuan sistem tender yang dijadikan satu paket antara high grade dan low grade yang seharusnya dipisahkan. b. Bagi perserta tender yang hanya memiliki fasilitas low grade wajib meminta support dari peserta tender yang memiliki fasilitas high grade yang
merupakan pesaing dalam tender tersebut. Dalam hal ini peserta tender yang hanya memilki fasilitas low grade (pelaku usaha kecil) tidak diberikan kesempatan berusaha yang sama karena harus meminta support kepada pelaku usaha yang memiliki high grade yang nota bene adalah pesaingnya. 2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif. Dengan sistem tender tersebut diatas iklim usaha tentu tidak kondusif dan akan menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat, hal ini terbukti dengan pertemuan beberapa peserta tender untuk menentukan peserta yang akan didukung untuk pemenang tender sebelum tender dilakukan. Sehingga dapat dipastikan tindakan-tindakan peserta tender dan PT. CPI sendiri tidak mendukung tujuan dari UU No. 5/ 1999 seperti yang disebutkan dalam pasal 3 huruf b sayangnya pertimbangan ini tidak dimasukan sebagai dasar majelis komisi untuk memutuskan putusan perkara ini. Sedangkan mengenai pasal 22 UU No. 5/1999, sebagaimana
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
45
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
pertimbangan majelis hal tersebut telah sesuai. Karena hal tersebut jelas merupakan perbuatan curang dan tidak fair terutama bagi peserta tender lainnya. Sebab, sudah inherent dalam istilah "tender" bahwa pemenangnya tidak dapat diatur-atur, melainkan siapa yang melakukan bid yang baik dialah yang menang.5
IV. Sanksi hukum terhadap pelanggaran No. 5/1999 Dalam UU No. 5/1999 ada beberapa sanksi yang diberikan antara lain: 1. Sanksi administratif (pasal 47 huruf a sampai dengan e); 2. Sanksi ganti rugi dan atau denda (pasal 47 huruf f dan g); 3. Sanksi pidana (pasal 48/ pidana pokok dan 49/pidana tambahan). Namun yang menjadi permasalahan adalah apakah hukuman administratif jika sudah dijatuhkan, hukuman (sanksi) lain masih dapat dijatuhkan ?, dengan kata lain apakah hukum
5
Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli, op.cit., hal. 83. 46
admintratif ini merupakan hukum alternatif atau hukuman yang kumulatif bersama dengna hukuman-hukuman lainnya. Dalam kasus ini diputuskan pengadaan casing dan tubing melalui tender yang dilakukan oleh PT. CPI secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 22 UU No. 5/1999 dan memerintahkan kepada terlapor yaitu PT. CPI untuk menghentikan kegiatan pengadaan casing dan tubing tersebut. Dengan demikian dilihat dari putusan ini sanksi yang diberikan adalah sanksi administratif karena tidak ada unsur ganti rugi, denda maupun huku pidana. Sedankan jiwa dari sanksi yang diberikan dalam peraturan UU No. 5/1999 adalah sanksi yang bersifat kumulatif yang artinya apabila terbukti melanggar pasal tertentu telah mempunyai aturan yang pasti untuk diberikan lebih dari satu sanksi saja. Karena UU No.5/1999 tidak menyebutkan apa-apa tentang sanksi alternatif dan kumulatif. Karena itu, yang berlaku adalah ketentuan hukum pada umumnya, dimana antara hukuman perdata, pidana dan administratif bersifat kumulatif.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
Jadi dapat dijatuhkan kepada seorang pelaku usaha ketiga jenis hukuman tersebut diatas.6 Sehingga PT. CPI yang terbukti melanggar pasal 22 UU No. 5/ 1999, selain mendapat sanksi administratif juga harus mendapat sanksi pidana seperti tersebut dalam pasal 48 angka (2) yang menyebutkan sbb: "(2) Pelanggarang terhadap tentang ketentuan pasal 5 sampai dengan pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp. 5.000.000.000,- (lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 5(lima bulan". Jadi jelas dalam 48 tersebut pelanggaran pasal 22 UU No. 5/1999 merupakan perbuatan pidana yang diancam hukuman pidana denda atau pindana kurungan, bukan merupakan pilihan tetapi melekat erat dengan putusan yang menyatakan melanggar pasal yang disebutkan dalam UU No. 5/1999, tetapi 6
Munir Fuady, Op.Cit. hal. 121.
dalam kasus ini PT. CPI tidak dikenakan sanksi pidana hanya memerintahkan untuk memerintahkan tender yang telah berjalan. Menurut Syamsul Maarif dalam kasus PT. CPI, sebagai Wakil Ketua KPPU; KPPU boleh memilih, boleh hanya menghentikan saja tanpa memberikan denda apapun, KPPU hanya berwenang menyatakan CPI misalnya melanggar pasal 22, untuk selanjutnya bergantung kepada komisi apakah memutuskan untuk menyerahkan kepada polisi, menjadi pidana dan bila tidak akan menjadi perkara administrasi.7 Jadi jelas bahwa KPPU sendiri masih mempunyai pandangan yang berbeda dalam hal penerapan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan UU No. 5/1999, sendangkan padahal Uu No. 5/ 1999 dengan tegas memberikan sanksi hukum yang harus diterapkan terhadap pelanggaran pasal 22 tersebut.
7
Hukum Online, http:// www.hukumonline.com/ artikel detail.asp?id2532.hal. 7
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
47
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
Menurut Ricardo Simanjuntak, penyebab dari kebingungan ini adalah kerancuan dari isi UU No. 5/1999, j ika dibandingkan dengan UU Anti Monopoli di Amerika sangat jelas dikatakan misalnya trying agreement merupakan suatu per se illegal dan criminal felony.8 Jadi putusan komisi untuk tidak memasukkan pelanggaran pasal 22 Uu No. 5/1999 sebagai tindakan pidana sangat membahayakan untuk tidak putusan selanjutnya. V. Kesimpulan 1. Kesimpulan KPPU No. 01/ KPPU-L/2001, yang menyatakan bahwa tender pengadaan casing dan tubing yang dilaksanakan PT. CPI terbukti secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 22 UU No. 5/1999, karena penentuan pemenang tender dihasilkan melalui persekongkolan antara sesama peserta tender, telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam unsur-unsur pasal 22 tersebut dan melanggar semangat dari 8
Ibid.
48
tujuan ditetapkan UU NO. 5/ 1999 khususnya huruf b. 2. Sanksi administrative yang diberikan oleh KPPU dengan menghentikan tender tersebut merupakan sanksi alternatif, sendangkan pada pasal 48 jelas-jelas disebutkan bahwa pelanggaran pasal 22 adalah merupakan tindakan pelanggaran yang harus mendapat sanksi pidana. 3. Untuk putusan selanjutnya majelis komisi sebaiknya memasukkan pasal 3 yang merupakan semangat tujuan pembentukan UU No. 5/1999, sebagai bahan pertimbangan hukum selain pertimbangan hukum lainnya. 4. Untuk sanksi yang diberikan, karena UU No. 5/1999 tidak mengatur kepastian tentang sanksi alternatif maupun kumulatif, maka sepantasnya komisi majelis mengambil prinsip-prinsip hukum yang umum dalam pemberian sanksi yaitu kumulatif. VI. Daftar Pustaka Munir Fuady. 1999. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
Ginting : Peran Advokat dan Masyarakat dalam Melakukan Pengawasan Peradilan
Abdul Hakim G & Benny K. Karman. 1999. Analisa dan Perbandingan Undang-undang Antimonopoli, PT. Elex media Komputindo. Jakarta. Robintan Sulaiman. 2000. Persaingan Curang dalam Perdagangan Global, Pusat Studi Hukum Bisnis Fakultas Hukum UPH. Hukum Online, hup:// www.hukumonline.com/ artikel detail.asp?id=2532 Hukum Online, http:// www.hukumonline.com/ artikel detail.asp?id=2486 Black's Law Dictionary. 1999. Sixth Edition. St. Paul Minn: West Publishing Co. Oxford Law Dictionary
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. II, No.2, November 2002
49