ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II PENETAPAN KEUNTUNGAN DALAM PENGHIMPUNAN DANA SECARA SYARIAH
1. Bentuk Usaha Bank Syariah Perbankan Syariah menjalankan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud Pasal 19 UU No. 21/2008 di antara usaha bank syariah adalah penghimpunan dana (funding) dibedakan antara penghimpunan dana wadi`ah (titipan) di antaranya wadi`ah al-amanah dan wadi`ah yad dhamanah. Selain itu juga penghimpunan dana berbentuk mudharabah terdiri atas deposito dan tabungan muqayyah. Hubungan hukum antara bank syariah dengan nasabah dihubungkan oleh perjanjian, jika dikaitkan dengan ketentuan Pasal 1 angka 20 UU No. 21/2008 bahwa simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh Nasabah kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Tabungan adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. Deposito adalah Investasi dana berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan
TESIS
20
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Prinsip Syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan Akad antara Nasabah Penyimpan dan Bank Syariah dan/atau UUS. Giro adalah Simpanan berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan perintah pemindahbukuan, sebagaimana Pasal 1 angka 21, 22 dan 23 UU No. 21/2008. Dengan demikian dalam penghimpunan dana atau penyimpanan dana berdasarkan Prinsip Syariah, terkandung unsur: 1) adanya pihak yang menyimpan dan menghimpun dana, 2) didasarkan atas akad, 3) adanya imbalan atau bagi hasil atau tidak. Unsur pertama, adanya pihak yang menyediakan uang atau tagihan. Bank syariah sebagai pihak yang menyediakan uang, baik modal usaha sendiri maupun diperoleh dari menghimpun modal dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang meliputi, giro berdasarkan prinsip wadi`ah, tabungan berdasarkan prinsip wadi`ah, deposito berjangka, atau bentuk lain berdasarkan prinsip wadi`ah, sesuai dengan ketentuan dalam PBI 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah. Unsur kedua, yaitu didasarkan atas akad. Mengenai hubungan hukum didasarkan pada akad di dalam tata hukum Indonesia, yaitu negara yang sebagian
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
besar penduduknya beragama Islam, hukum Islam bukanlah merupakan hukum positif yang dapat dipaksakan atas pelanggarannya oleh pengadilan. Dengan kata lain sengketa yang timbul di antara bank syariah dan nasabahnya tidak akan diberlakukan hukum Islam, yang diberlakukan adalah hukum akad sebagaimana diatur dalam B.W., karena B.W. itulah yang merupakan hukum positif.18 Oleh karena, keberadaan bank syariah adalah lebih menekankan kepada hukum agama Islam, maka selama akad yang dibuat tersebut telah sesuai dengan syarat-syarat umum sahnya akad sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 B.W. dan tidak dilarang oleh syariah agama Islam, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13 UU No. 21/2008 bahwa “aturan akad berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan modal/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah...”, maka akad pemberian kredit tersebut adalah diperkenankan dalam arti dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk menuntut atau dituntut di depan sidang pengadilan jika salah satu pihak tidak memenuhi isi akad pembiayaan tersebut. Unsur ketiga, yaitu adanya imbalan atau bagi hasil. Pada intinya produkproduk bank syariah tidak sama dengan produk bank konvensional atau pada umumnya. Produk bank syariah pada prinsipnya adalah tidak boleh menikmati bunga bank, melainkan jika ada hasil, maka hasil tersebutlah yang dibagi di antara bank dengan nasabah.19 Perkataan jika ada hasil maksudnya uang yang dihimpun dari nasabah dan kemudian dimanfaatkan oleh bank syariah tersebut, maka hasil
18 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, h 134. 19
Ibid.
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
usaha tersebut yang dibagi antara bank dengan nasabah, yang berarti bahwa usaha yang dibiayai oleh bank syariah dari hasil mengimpun dana dari nasabah membawa hasil, namun tidak semua dana simpanan tersebut dan digunakan oleh bank sebagai modal usaha membawa hasil, jika tidak membawa hasil, maka tidak ada pembagian hasil kepada nasabah penyimpan dana. Memperhatikan uraian mengenai usaha bank syariah sebagaimana tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa usaha jasa bank syariah terdiri atas penghimpunan dana (funding), penyaluran dana (financing) dan Multijasa Perbankan. Usaha perbankan syariah tersebut masih dibagi-bagi lagi dengan masing-masing bentuk dan karakteristiknya. Bank Syariah cabang Surakarta salah satu usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat salah satu nasabahnya adalah Satya Laksana yang menyimpan dananya sebesar Rp 6.000.000.000,00 (enam milyar rupiah). 2. Jenis-jenis Usaha Jasa Penghimpunan Dana Bank Syariah Di antara jenis usaha bank syariah sebagaimana telah diuraikan di atas, maka pembahasan berikutnya, materinya dibatasi jasa perbankan syariah penghimpunan dana (funding). Penghimpunan dana (funding), dibedakan antara:20 a. Wadi`ah (titipan), adalah penitipan dana antara pihak pemilik dana dengan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut sebagaimana Pasal 20 angka 17 KHES. Menurut Irma Devita21 wadi`ah adalah salah satu produk bank syariah yang berarti penitipan dana antara pihak 20
Irma Devita Purnamasari, Siswinarno, Op. Cit., h. 25.
21
Ibit.
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
pemilik dana dan pihak penerima titipan yang dipercaya untuk menjaga dana tersebut. Landasan Syariah wadi`ah surat an Nissa: 58, bahwa sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya. Surat al-Baqarah: 283, … jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaknya yang dipercaya itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya …. Al-Hadits, Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW, bersabda “sampaikanlah (tunaikanlah) amanat kepada yang berhak menerimanya dan jangan membalas khianak kepada orang yang telah mengkhianatimu” (HR Abu Dawud san menurut Trmidzi hadits ini hasan, sedang Imam Hakim mengkategorikan sasih). Sistem wadi`ah digunakan untuk produk bank dalam bentuk tabungan atau giro. Karena sifatnya hanya menitipkan dana, nasabah tidak berhak mendapatkan hasil apapun. Akan tetapi nasabah dapat mengambil dananya kapanpun dia kehendaki, sebaliknya bank tidak mempunyai kewajiban memberikan hasil dari penitipan dana tersebut dan sebaliknya bank tidak mempunyai kewajiban memberikan hasil penitipan dana itu. Sistem wadi`ah tidak tidak dapat digunakan untuk investasi oleh bank, karena uang tersebut sekedar dititipkan. Wadi`ah dibedakan antara: 22 1) wadi`ah al-amanah, sifatnya murni titipan misalnya safe deposit box. Wadi`ah al-amanah merupakan konsep penitipan secara murni, nasabah sebagai pihak yang menitipkan barang semata-mata hanya menitipkan barangnya, dan sebagai pihak yang menerima penitipan tidak boleh
22
Ibid., h. 26.
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menggunakannya. Nasabah dapat sewaktu-waktu mengambil barang yang dititipkannya. 2) wadi`ah yad dhamanah, sifatnya boleh digunakan, bentuk giro. Pada wadi`ah yad dhamanah, dana yang ditipkan oleh nasabah boleh digunakan oleh bank yang bertindak selaku penerima penitipan dengan syarat, pada saat nasabah memerlukannya, bank harus siap saat mengembalikan/ membayar yang dititipkannya itu. Wadiah didasarkan atas akad, pada akad ini prinsip mutlak atas obyeknya adalah dana yang dititipkan (ida`) merupakan milik mutlak penitip (muwaddi`). Sifat skema wadi`ah untuk giro dan tabungan adalah: 1) Para pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini setiap saat (karena wadi`ah termasuk akad yang tidak lazim). Jadi dana yang dititipkan dapat diambil setiap saat oleh pihak yang menitipkan dana tersebut; 2) Terdapat untuk permintaan tolong dari penitip (pemilik dana), sedangkan memberikan pertolongan adalah hak dari penerima titipan (bank). Jadi penerima titipan berhak untuk menolak permintaan titipan yang diajukan oleh penitip. Hal ini dapat terjadi antara lain, apabila dana yang dititpkan ternyata tidak jelas pemilikannya, atau dana tersebut membahayakan kedudukan pihak yang menerima titipan, misalnya uang yang terindikasi hasil korupsi atau kegiatan haram lainnya. Pada penghimpunan dana baik dengan wadi`ah al-amanah maupun wadi`ah yad dhamanah “bank tidak
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada nasabah”.23 b. Mudharabah (bagi hasil), adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dengan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah sebagaimana Pasal 20 angka 4 KHE Syariah.
Mudharabah berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha24. Secara teknis, Almudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelolah (mudharib). Sebagai suatu bentuk kerjasama usaha antara dua pihak yaitu penyedia modal dan pengelola modal, maka Mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance, manakala rugi shahib al-mal akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan keterampilan manajerial (managerial skill) selama proyek berlangsung. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, misalnya antara bank dan nasabah 50% : 50% sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu tidak disebabkan oleh kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu disebabkan oleh kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung
23
Ibid., 29 Muhammad, Sistem dan Prosedur operasional Bank syariah, UII Press Yogyakarta, 2008, h 13 24
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
jawab sepenuhnya atas kerugian tersebut25. Sehingga dapat dijelaskan bahwa karakteristik
yang
membedakan
antara
pembiayaan
murabahah
dengan
mudharabah adalah adanya bagi hasil atau profit sharing. Mudharabah secara umum dibagi dalam dua jenis, yaitu: Mudharabah Muthlaqah dan Mudharabah Muqayyadah26. 1) Mudharabah muthlaqah Transaksi mudharabah muthlaqah yang dimaksud muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh ulama Salaf ash Shalih seringkali dicontohkan dengan ungkapan If al ma syi’ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar. Mudharabah muthlaqah, termasuk bagi hasil yang bersifat tidak terbatas (unrestricted). Mudharabah muthlaqah, pihak pengelola yaitu pihak bank memiliki otoritas penuh untuk menginvestasikan atau memutar uangnya. 2) Mudharabah Muqayyadah Mudharabah Muqayyadah atau di sebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib di batasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecendrungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. Mudharabah muqayyadah, termasuk bagi hasil yang terbatas, pemilik dana memberi batasan kepada pihak pengelola. 25
Ibid, h 13
26
Ibid, h 14
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Misalnya, adalah jenis invetasi, tempat investasi, serta pihak-pihak yang diperbolehkan terlibat dalam investasi. Pengertian mudarabah secara umum adalah kerjasama antara pemilik dana atau penanam modal dan pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah.27 Nisbah (rasio) adalah besaran bagian yang menjadi hak Nasabah dibandingkan dengan Bank pada proses distribusi bagi hasil. Bidang muamalah dalam transaksi menurut Djazuli28 menyebutkan prinsip-prinsip yang perlu dipedomi dalam pelaksanaan muamalah (dalam bertransaksi secara Islam), adalah seperti: 1) Prinsip antaradhin (saling rela dalam akad); 2) Prinsip al-timad `ala la-nafs (kewirausahaan); 3) Prinsip al-ta`awub (saling menguntungkan dalam hal-hal yangbermanfaat); 4) Prinsip al`mas`uliyah (tanggung jawab); 5) Prinsip al-tasyir (kemudahan), karena segala kegiatan muamalah dibolehkan sepanjang tidak ada larangan (QS. 25:67); 6) Prinsip al-idariyah (administrasi keuangan yang benar dan transparan); 7) Prinsip al-takaful al-ijtima`i (tanggung jawab sosial); 8) Prinsip al-ikhtiyat (kehati-hatian). Prinsip simpanan murni, merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank syariah untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk
27
Ibid., h. 31
28
TESIS
Ibid.
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
menyimpan dananya dalam bentuk al wadi`ah. Fasilitas al-wadi`ah bisa diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan dan bukan untuk tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al wadi`ah disamakan dengan giro pada bank konvensional.29 Prinsip bagi hasil, adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat digunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan, sedangkan musyarakah hanya untuk produk pembiayaan.30 Giro wadi`ah maksudnya nasabah menitipkan dana pada bank, pengambilannya dapat dilakukan setiap saat dengan mendapatkan bonus dari keuntungan pemanfaatan dana giro oleh bank. Besarnya bonus tidak ditetapkan di muka, tetapi benar-benar merupakan kebijakan bank. Sungguhpun demikian nominalnya diupayakan sedemikian rupa untuk senantiasa kompetitip. Tabungan mudharabah, dana yang disimpan nasabah akan dikelola bank, ujntuk memperoleh keuntungan. Keuntungan akan diberikan kepada nasabah berdasarkan kesepakatan bersama. Dalam produk ini dapat dilakukan mutasi, sehingga perlu perhitungan saldo rata-rata.
29 Abd. Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, 2012, h. 124. 30
TESIS
Ibid.
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Deposito investasi mudharabah, dana yang disimpan nasabah hanya bisa ditarik berdasarkan jangka waktu yang telah ditentukan, dengan bagi hasil keuntungan berdasarkan kesepakatan bersama. Bank Syariah cabang Surakarta menjalankan
usaha
mudharabah,
yang
menghimpun
dana
memperkenankan
masyarakat Bank
Syariah
berbentuk
wadhi`ah
cabang
Surakarta
memanfaatkan simpanan tersebut untuk kegiatan usaha bukan didasarkan atas wadi`ah titipan. 3. Penghimpunan Dana Dengan Penetapan Keuntungan Penetapan keuntungan berarti bahwa dalam akad terjadi kesepakatan pembagian keuntungan. Keuntungan dalam hukum Islam dikenal dengan riba. Riba secara bahasa bermakna ziyadah, dalam pengertian lain, secara lingustik, riba berarti tumbuh dan membesar.31 Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.32 Selanjutnya Muhammad Syafi`i Antonio33 mengemukakan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam. Tambahan yang dimaksud sebagai riba adalah tambahan jika dalam penyimpanan dana, terdapat penambahan dari dana semula yang disimpan tersebut.
31
Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest: A Study of the prohibition of Riba and its Contemporary Interpretation, Leiden: EJ Brill, 1996. 32 Muhammad Syafi`i Antonio 2, Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan, Central Bank of Indonesia and Tazkia Institutre, 1999. 33
TESIS
Muhammad Syafi`i Antonio 1, Op. Cit., h. 37
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Jenis-jenis riba secara garis besar riba dikelompokan menjadi dua, masingmasing adalah:34 1) riba utang piutang, terdiri atas riba qardh dan riba jahiliyyah. 2) riba jual beli, terdiri dari riba fadhl dan riba nasi`ah. Riba utang piutang, terdiri atas riba qardh dan riba jahiliyyah 1) Riba qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh). 2) Riba jahilyyah adalah utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. 3) Riba fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang ditertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi 4) Riba nasi`ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimanaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.35 Barang ribawi meliputi: emas, perak baik di dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya dan bahan makanan pokok, seperti beras, gandum, jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-sayuran, buah-buahan.
TESIS
34
Ibid., h. 41
35
Ibid.
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Umat Islam dilarang mengambil riba apapun jenisnya. Larangan supaya umat Islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surat dalam Al`Qur`an dan hadits. Larangan riba dalam Al-Qur`an diturunkan dalam 4 (empat) tahap. Tahap pertama menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekatkan atau taqarrup kepada Allah SWT sebagaimana dalam Ar-Ruum: 39, bahwa ”dan, sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya). 36 Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba. Sebagaimana dalam surat An-Nisaa`: 160-161, bahwa maka, disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.
36
TESIS
Ibid., h. 42.
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
Tahap ketiga riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktikan pada masa tersebut. Sebagaimana dalam surat Ali Imran, bahwa hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. Memperhatikan uraian mengenai riba khususnya dalam Al-Qur`an dapat dijelaskan bahwa penambahan keuntungan atau riba dengan cara apapun adalah dilarang. Hal ini berarti bahwa jika dalam penghimpunan dana tersebut disepakati adanya pemberian keuntungan, maka kesepakatan penyimpanan dana tersebut adalah dilarang. Larangan riba dalam Hadits, sebagaimana diriwayatkan oleh Aun bin Abi Juhaifa, ”ayahku membeli seorang budak yang pekerjaannya membekam (mengeluarkan darah kotor dari kepala). Ayahku kemudian memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah mengapa beliau melakukannya. Ayahku menjawab bahwa Rasulullah SAW melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing dan kasab budak perempuan. Beliau juga melaknat pekerjaan penato dan yang minta ditato, menerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat gambar. (HR Bukhari No. 2084 Kitab alBayu). Diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah SAW, bersabda ”emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barang siapa memberi
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah. (HR Muslim No. 2871, dalam kitab al-Masaqqah). Penghimpunan dana dalam investasi dengan keuntungan berupa bagi hasil, meskipun ada tambahan dari simpanan pokok, namun dalam bentuk bunga. Karenanya jika Bank Syariah cabang Surakarta dalam program investasi mudharabah dengan menjanjikan kepada penyimpan dana dalam hal ini Satya Laksana, maka akad mudharabah tersebut adalah batal. Hal ini berarti bahwa Bank Syariah cabang Surakarta yang menawarkan kebijakan dengan penetapan keuntungan dalam penghimpunan dana tidak dibenarkan secara syariah, karena mengandung riba yang diharamkan oleh Al`Qur`an maupun Hadis Nabi adalah dilarang. Memperhatikan uraian berkaitan dengan penetapan keuntungan dalam penghimpunan dana dibenarkan secara syariah dapat dijelaskan bahwa penetapan keuntungan bukan merupakan perolehan berdasarkan bagi hasil yang diperoleh dari keuntungan atas usaha yang dijalankan dari dana yang dihimpun oleh bank, melainkan penetapan keuntungan yang dimaksud adalah keuntungan yang dijanjikan akan didapat jika nasabah bersedia menyimpan dananya pada bank syariah melalui penghimpunan dana. Penetapan keuntungan yang dijadikan ketika akad dibuat dan disepakati bersama bukan merupakan suatu keuntungan yang didapat dari hasil usaha dana yang dihimpun oleh bank, oleh karenanya bahwa penetapan keuntungan melalui penambahan dari uang yang disimpan dan
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA
ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
dihimpun oleh bank syariah tersebut merupakan bunga penitipan uang. Bunga yang dikenal dengan istilah riba dalam hukum Islam merupakan suatu hal yang dilarang baik dalam bentuk dan istilah apapun baik oleh Al Qur`an maupun oleh Hadis Nabi. Hal ini berarti bahwa jika Bank Syariah Cabang Surakarta dalam akad penghimpunan dana menjanjikan atau menetapkan keuntungan kepasa Satya Laksana, maka akad penghimpunan dana tersebut adalah batal atau dianggap tidak pernah terjadi akad penghimpunan dana.
TESIS
TANGGUNG GUGAT ...
HELMI RENDAH KURNIA