BAB II METODE PEMBELAJARAN INDIVIDUAL, PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, ANAK TUNA GRAHITA
A. Metode Pembelajaran Individual 1. Pengertian Metode Pembelajaran Individual. Menurut Purwadarminto, “metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud.1 Metode juga diartikan cara yang sebaik-baiknya mencapai tujuan.2 Sedangkan metode pembelajaran merupakan cara guru menyajikan atau mengemas materi pembelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.3 Metode
pembelajaran
dapat
pula
diartikan
sebagai
suatu
pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau seorang instruktur Sedangkan metode mengajar adalah teknik penyajian yang dilakukan guru untuk mengajar / menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas atau pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar. 4 Pada umumnya setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran memerlukan adanya teknik penyampaian materi pembelajaran yang sistematis,
karena
“metode”
1
mengandung
unsur
managemen
Nana Sudjana, Media Pengajaran: Penggunaan dan Pembuatannya. Bandung: Sinar Baru Algensindo. 2001.hlm 8. 2 Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar Belajar. Edisi ke V. Bandung: Tarsito. 1986.hlm:23. 3 Suprayekti. 2003. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. 2003, Cet ke1.hlm: 13. 4 Mansur,Strategi Belajar Mengajar, Modul 1-6. Jakarta: Dirjen Dikdasmen. 1995.hlm: 29.
22
23
pembelajaran. metode pendidikan yang secara khusus digunakan di sekolah luar biasa adalah metode pembelajaran Individual.5 Pengertian pembelajaran individual Istilah pembelajaran individual atau pembelajaran perseorangan merupakan suatu siasat untuk mengatur kegiatan belajar mengajar sedemikian rupa sehingga setiap siswa memperoleh perhatian lebih banyak dari pada yang dapat diberikan dalam rangka pengelolaan kegiatanbelajar mengajar dalam kelompok siswa yang besar. Menurut Duane pembelajaran individual merupakan suatu cara pengaturan program belajar dalam setiap mata pelajaran, disusun dalam suatu cara tertentu yang disediakan bagi tiap siswa agar dapat memacu kecepatan belajarnya dibawah bimbingan guru6. Pengajaran individual dapat mencakup cara-cara pengaturan sebagai berikut: Rencana studi mandiri Guru dan siswa bersama-sama mengadakan perjanjian mengenai materi pelajaran yang akan dipelajari dan apa tujuannya. Para siswa mengatur belajarnya sendiri dan diberikan kesempatan untuk berkonsultasi secara berkala kepada guru untuk memperoleh pengarahan atau bantuan dalam menghadapi tes dan menyelesaikan tugas-tugas perseorangan. Studi yang dikelola sendiri Siswa diberi
sejumlah daftar tujuan
yang harus dicapai
serta
materipelajaran yang harus dipelajari untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan dilengkapi dengan daftar kepustakaan. Pada waktu-waktu
5
ibid Mbulu, Joseph.” Pengajaran Individual: Pendekatan, Metode, Dan Media, Pedoman Mengajar Bagi Guru Dan Calon Guru (http://dewin221106.blogspot.com/2010/05/contoh-contohpendekatan- pembelajaran.html), diakses pada tanggal 14 Oktober 2014. 6
24
tertentu siswa menempuh tes dan dinyatakan lulus apabila telah memenuhi criteria yang ditetapkan. Program belajar yang berpusat pada siswa Dalam batas-batas tertentu siswa diperbolehkan menentukan sendiri materi yang akan dipelajari dan dalam urutan yang bagaimana. Setelah siswa menguasai kemampuan-kemampuan pokok dan esensial, mereka diberi kesempatan untuk belajar program pengayaan. Belajar menurut kecepatan sendiri Siswa mempelajari materi pelajaran tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran khusus yang telah ditetapkan oleh guru. Semua siswa harus mencapai tujuan pembelajaran khusus yang sama namun mereka mengatur sendiri laju kemajuan belajarnya dalam mempelajari materi pelajaran tersebut. Pembelajaran yang ditentukan oleh siswa sendiri Pengaturan pembelajaran tersebut menyangkut penentuan tujuan pembelajaran (umum dan khusus), pilihan media pembelajaran dan narasumber,penentuan lokasi waktu untuk mempelajari berbagai topik, penentuan laju kemajuannya sendiri, mengevaluasi sendiri pencapaian tujuan pembelajaran, dan kebebasan untuk memprioritaskan materi pelajaran tertentu. Pembelajaran Sesuai Diri Strategi pembelajaran ini mencakup enam unsur dasar yaitu: (a) kerangka waktu yang luwes, (b) adanya
tes
diagnostik
yang
diikuti
pembelajaran
perbaikan
(memperbaiki kesalahan yang dibuat siswa atau memberi kesempatan kepada siswa untuk melangkah bagian materi pelajaran yang telah dikuasainya),
25
(c) pemberian kesempatan kepada siswa untuk memilih bahan belajar yang sesuai, (d) penilaian kemajuan belajar siswa dengan menggunakan bentuk-bentuk penilaian yang dapat dipilih dan penyediaan waktu mengerjakan yang luwes, (e) pemilihan lokasi belajar yang bebas, dan (f) adanya bentuk-bentuk kegiatan belajar bervariasi yang dapat dipilih. Pembelajaran perseorangan tertuntun Sistem pembelajaran ini didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran terprogram. Setiap siswa diarahkan pada program belajar masing-masing berdasarkan rencana kegiatan belajar yang telah disiapkan oleh guru atau guru bersama siswa berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dan dirumuskan secara operasional. Rencana kegiatan ini berkaitan dengan materi pelajaran yang harus dipelajari atau kegiatan yang harus dilakukan siswa. 2. Latar belakang timbulnya pembelajaran individual Latar belakang timbulnya pembelajaran individual diilhami oleh teori Skinner yang dikenal dengan Reinforcement Theory pada tahun 1954. Menurut teori ini tiap anak memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Anak sejak dilahirkan memiliki sejumlah potensi namun dalam perkembangannya dan pertumbuhannya tidak semua potensi dapat berkembang dengan baik. Penganut teori ini berpendapat bahwa tiap-tiap anak memiliki kepribadian yang unik. Keunikan ini terbentuk oleh perpaduan faktor keturunan, faktorlingkungan dan faktor
26
diri. Di sekolah dalam satu kelas anak berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, lingkungan sosial budaya yang berbeda, serta memiliki potensi yang berbeda pula. Agar potensi pribadi anak dapat berkembang secara wajar (potensi jamaniah, pikir, rasa, karsa, cipta, karyadan budi nurani) maka para ahli memikirkan, melakukan pengkajian, dan penelitian yang terus-menerus serta menemukan pola pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan kemampuan potensial setiap individu anak (siswa). Para siswa dalam suatu kelas diharapkan dapat mengubah secara mendasar dalam hal kemampuan mentalnya, prestasi belajar yang dicapai terdahulu, kecepatan belajar, motivasi, minat , dan gaya belajar. Apabila beragam kemampuan belajar dan prestasi belajar dikombinasikan dengan perbedaan individual siswa dan motivasi, minat dan gaya belajar, maka menjadi kenyataan bahwa pembelajaran kelas regular tidak dapat diharapkan merupakan pembelajaran yang efektif sesuai dengan kebutuhan siswa. Satu solusi terhadap permasalahan yang ditimbulkan oleh kesenjangan perbedaan individual yang luas di kalangan siswa yakni penggunaan kriteria kemampuan secara kelompok.7 Meskipun pengurangan berjalan satu dimensi (prestasi belajar) hal ini tidak memberikan suatu pengurangan yang seimbang dengan dimensidimensi yanglain. Dengan demikian tidak hanya kemampuan belajar yang diharapkan yang dapat memberikan suatu solusi yang memuaskan bagi perbedaan individual. Dalam teori pengurangan sejumlah bantuan yang 7
Nasution,”Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar.Pendekatan Pembelajaran Personal. (http://cummank.blogspot.com/2011/03/01/ pendekatan-pembelajaranpersonal.html), diakses pada tanggal 11 Oktober 2014.
27
dibutuhkan individual agar guru dapat memberikan perhatian lebih kepada individu yang sangat membutuhkan. Jelas bahwa pengajaran individual mencakup penyesuaian prosedur pembelajaran dengan kebutuhan siswa, dapat menggunakan variasi bentuk pembelajaran. 8 Latar belakang timbulnya pengajaran individual menurut Duane (dalam Mbulu, 2001) dengan sebuah ungkapan sebagai berikut Tidak ada dua orang pelajar yang 1. Memiliki tingkat prestasi belajar yang sama, 2. Mencapai taraf prestasi belajar dengan menggunakan cara belajar yang sama 3. Memecahkan masalah yang sama dengan cara yang sama pula. 4. Memiliki pola tingkah laku dan minat yang sama. 5. Dimotivasi untuk mencapai prestasi belajar pada taraf yang sama 6. Mencapai tujuan belajar yang sama 7. Siap untuk belajar pada waktu yang sama 8. Mempunyai kemampuan yang sama untuk belajar Mendukung pendapat Duane (dalam Mbulu, 2001) mengemukakan istilah tidak ada dua makhluk hidup yang sama (no two organism are a like).9 3. Tujuan pembelajaran individual Setiap pembaharuan di bidang metodologi pembelajaran oleh para ahli yang berkompeten selalu menetapkan tujuan yang akan dicapai baik
8
Mbulu, Joseph, Pengajaran Individual: Pendekatan, Metode, Dan Media, Pedoman Mengajar Bagi Guru Dan Calon Guru. (http://dewin221106.blogspot.com/2010/05/contoh-contohpendekatan- pembelajaran.html), diakses pada tanggal 14 Oktober 2014. 9 Ibid.
28
tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Demikian pula pengajaran individual dilaksanakan dengan tujuan: a. Membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar terutama kelompok siswa yang lamban belajar. b. Menyesuaikan materi pelajaran dengan perbedaan individual siswa dalam belajar dan memperhatikan kepentingan siswa secara individual. c. Meningkatkan mutu dan efektivitas proses pengajaran dan d. Pelaksanaan pengajaran yang disesuaikan dengan kemampuan dan minat individual siswa. 4. Karakteristik pembelajaran individual Perhatian utama terhadap perbedaan individual siswa dan usaha untuk menyesuaikan pembelajaran dengan perbedaan tersebut yaitu: a. Lebih mengutamakan proses dari pada mengajar (memusatkan perhatian pada siswa yang belajar bukan guru yang mengajar). b. Menyesuaikan pembelajaran dengan kemampuan dan kebutuhan siswa sebagai individual. c. Mengusahakan partisipasi aktif dari siswa untuk belajar secara individual. d. Merumuskan tujuan yang jelas dan spesifik sehingga memudahkan bagi siswa untuk mencapainya. e. Memberikan kesempatan untuk maju sesuai dengan kecepatannya masing-masing.
29
f. Menggunakan banyak feedback dari hasil evaluasi untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. 5. Prinsip-prinsip pembelajaran individual Prinsip-prinsip pembelajaran individual sebagai berikut: a. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing. b. Membuka kemungkinan bagi siswa untuk mencapai belajar tuntas atas bahan pelajaran yang dipelajari. c. Mendorong siswa untuk memecahkan masalah (problem solving) dan menggunakan pemikiran dalam memecahkan suatu masalah. d. Mengembangkan kesanggupan berinisiatif dan mengatur diri sendiri dalam belajar. e. Memupuk kebiasaan untuk menilai diri sendiri dan mempertinggi motivasi siswa untuk belajar. f. Menentukan dengan teliti taraf pengetahuan siswa (pengetahuan prasyarat) sebelum diberikan tugas. g. Mengadakan evaluasi yang sering secara individual untuk mengetahui dengan segera hasil yang dicapai sebagai penguatan (reinforcement) bagi siswa maupun guru atau untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa, kekeliruan-kekeliruan yang dilakukan oleh guru maupun kelemahan-kelemahan tugas yang diberikan oleh guru. h. Dilakukannya diagnosis dan diberikannya remediasi yang tepat dan segera.
30
i. Evaluasi dengan berbagai bentuk (tes dan non tes) dan jadwal yang luwes. j. Pilihan berbagai bentuk pembelajaran (variasi penggunaan metode pembelajaran). k. Pengorganisasian
materi
pelajaran
dalam
suatu
cara
yang
memungkinkan tiap siswa maju sesuai dengan kemampuan dan minatnya masing - masing (modul pembelajaran, teks pembelajaran terprogram, paket pembelajaran). l. Diberikannya bimbingan dan petunjuk instruksional kepada masingmasing siswa sesuai dengan kebutuhannya. 6. Peran siswa dalam pembelajaran individual. Kedudukan siswa dalam pembelajaran individual bersifat sentral. Pembelajar merupakan pusat layanan pengajaran. Berbeda dengan pembelajaran klasikal, maka siswa memiliki keleluasaan berupa: a. keleluasaan belajar berdasarkan kemampuan sendiri. b. kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab atas semua kegiatan yang dilakukannya. c.
keleluasaan dalam mengontrol kegiatan, kecepatan, dan intensitas belajar, dalam rangka mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan.
d. siswa melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar. e.
siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajar sendiri, serta
f. siswa memiliki kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.
31
Keenam jenis kedudukan siswa tersebut berakibat pada adanya perbedaan tanggung jawab belajar mengajar. Pada pembelajaran klasikal, tanggung jawab guru dalam membelajarkan siswa cukup besar. Pada pembelajaran secara individual, tanggung jawab siswa untuk belajar sendiri sangat besar. Pembelajaran bertanggung jawab penuh untuk belajar sendiri. Timbul soal berikut ; apakah siswa telah memiliki rasa tanggung jawab untuk belajar sendiri? hal ini terkait dengan perkembangan emansipasi diri siswa. Meskipun demikian pada tempatnya sejak usia pendidikan dasar (6;0-15;0) siswa dididik untuk memiliki rasa tanggung jawab dalam beajar sendiri.10 7. Peran guru dalam pembelajaran individual. Kedudukan
guru
dalam
pembelajaran
individual
bersifat
membantu. Bantuan guru berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa: a
perencanaan kegiatan belajar,
b
pengorganisasian kegiatan belajar,
c
penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa, dan
d
fasilitas yang mempermudah belajar. Dalam pembelajaran klasikal pada umumnya peranan guru dalam merencanakan kegiatan pembelajaran sangat besar. Hal ini tidak terjadi dalam pembelajaran individual. Peranan guru
dalam merencanakan kegiatan belajar sebagai berikut:
10
Ibid.
32
a.
membantu merencanakan kegiatan belajar siswa; dengan musyawarah guru membantu siswa menetapkan tujuan belajar, membuat program belajar sesuai kemampuan siswa,
b.
membicarakan
pelaksanaan
belajar,
mengemukakan
kriteria
keberhasilan belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar. c.
berperan sebagai penasihat atau pembimbing, dan
d.
membantu siswa dalam penilaian hasil belajar dan kemajuan sendiri. sebagai ilustrasi, guru membantu memilih program belajar dengan suatu modul.11 Peranan guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah
mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut: a. memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu, b. membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan. c. mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media, dan sumber. d. membagi perhatian pada sejumlah pembelajar, menurut tugas dan kebutuhan pembelajar. e. memberikan balikan terhadap setiap pebelajar, dan f. mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja; unjuk kerja hasil belajar tersebut umumnya diakhiri dengan evaluasi kemajuan belajar.
11
Ibid
33
Peranan guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan perasaan bebas dalam belajar. 8. Keunggulan dan keterbatasan pembelajaran individual. a
Keunggulan pembelajaran individual bagi siswa. Berbagai fakta membuktikan bahwa siswa yang berpartisipasi dalam program belajar mandiri, belajar lebih keras, lebih banyak, dan mampu lebih lama mengingat hal yang dipelajarinya dibandingkan dengan siswa yang mengikuti kelas konvensional. Belajar mandiri memberikan sejumlah keunggulan sebagai metode pengajaran sebagai berikut: 1. Program belajar yang dirancang dengan cermat akan memanfaatkan lebih banyak asas belajar. Hasilnya adalah peningkatan baik dari segi jenjang belajar maupun kadar ingatan. Jumlah siswa yang gagal dan menunjukkan kinerja tidak memuaskan dapat dikurangi secara nyata. 2. Program ini memberikan kesempatan kepada siswa yang lamban maupun yang cepat untuk menyelesaikan pelajaran dengan tingkat kemampuan masing-masing dalam kondisi belajar yang cocok. 3. Rasa percaya diri dan tanggung jawab pribadi yang dituntut dari siswa oleh program belajar mandiri mungkin dapat berlanjut sebagai kebiasaan dalam kegiatan pendidikan lain, tanggung jawab atas pekerjaan dan tingkah laku pribadi.
34
4. Program belajar mandiri dapat menyebabkan lebih banyak perhatian tercurah kepada siswa perseorangan dan memberikan kesempatan yang lebih luas untuk berlangsungnya interaksi antar siswa. 5. Memungkinkan bagi siswa untuk maju menurut kecepatannya sendiri dengan mempelajari setiap bidang studi atau mata pelajaran. 6. Siswa berhubungan langsung dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. 7. Kesempatan memperoleh respon dengan segera untuk menjawab pertanyaan dan segera pula memperoleh balikan, sehingga siswa merasa puas dengan hasil yang dicapainya. 8. Memungkinkan siswa untuk memahami materi pelajaran dengan lebih baik karena disusun secara sistematis dan terstruktur. 9. Memungkinkan siswa untuk mempelajari dan memahami dengan lebih mendalam aspek-aspek mata pelajaran yang dipelajari, melaksanakan tes diagnostik dan mendorong siswa mempelajari materi dengan lebih luas. 10. Bentuk pengajaran non grade dimana setiap siswa dapat maju dalam
suatu
mata
pelajaran
atau
bidang
studi
sejauh
kemampuannya memungkinkan. b
Keunggulan pengajaran individual bagi guru 1) Membebaskan guru dari kegiatan mengajar rutin, sehingga guru dapat merencanakan tugas lain misalnya buku kerja yang mencatat
35
kemajuan belajar atau kesalahan-kesalahan yang dilakukan untuk semua siswa . 2) Guru akan lebih akurat mengenal kebutuhan pengajaran bagi setiap siswa. 3) Memberikan kesempatan kepada guru untuk menyediakan tes diagnostik sebagai dasar untuk menentukan kedudukan siswa. 4) Guru menyediakan waktu lebih banyak bagi siswa yang membutuhkan bantuan. 5) Memberikan kesempatan kepada guru agar menghasilkan sesuatu secara sistematis dan teliti walaupun program yang dihasilkan itu dimanfaatkan. 6) Kegiatan dan tanggung jawab pengajar yang terlibat dalam program belajar mandiri berubah karena waktu untuk penyajian menjadi berkurang dan pengajar mempunyai waktu lebih banyak untuk memantau siswa dalam pertemuan kelompok dan untuk konsultasi perseorangan. 7) Timbul rasa kepuasan kerja yang lebih tinggi. Keterbatasan Para siswa yang sudah terbiasa mengikuti pelajaran secara konvensional akan mengalami kesukaran apabila mereka diarahkan untuk belajar secara mandiri(individual). Belajar secara
individual
membutuhkan
disiplin
belajar
yang
tinggi,mempunyai kemampuan yang kuat untuk belajar mencapai
36
sukses, memiliki motivasi untuk berprestasi, adanya persaingan antar siswa untuk mencapai tingkat prestasi yang optimal. Menyusun bahan belajar memakan waktu berbulan-bulan dan memerlukan biaya yang besar (menulis buku pelajaran misalnya modul, paket belajar, teks pembelajaran terprogram; pembelian bahan ajar, monitoring, menyusun soal tes dan sebagainya) serta membutuhkan tenaga ahli dari berbagai disiplin ilmu yang menunjang hasil produksi yang bermutu dan dapat dipertanggungjawabkan. Memang pendekatan utama ke arah belajar mandiri mungkin tidak efisien dari segi biaya dalam jangka pendek namun karena teknik dan beraneka ragam sumber yang digunakan berulang-ulang dengan kelompok selanjutnya, biaya program dapat dikurangai secara nyata. Terdapat beberapa kelemahan belajar mandiri yang harus diketahui: a. Mungkin kurang terjadi interaksi antara pengajar dengan siswa atau antara siswa dengan siswa apabila program belajar mandiri dipakai metode satu-satunya dalam mengajar. Oleh karena itu perlu direncanakan kegiatan kelompok kecil antara pengajar dan siswa secara berjangka. b. Program belajar mandiri tidak cocok untuk semua siswa atau semua pengajar. c. Kurang disiplin diri dan kemalasan yang menyebabkan kelambatan penyelesaian program oleh beberapa siswa. Kebiasaan dan pola
37
perilaku baru perlu dikembangkan sebelum dapat berhasil dalam belajar mandiri. d. Metode
belajar
mandiri
sering
menuntut
kerjasama
dan
perencanaan tim yang rinci diantara staf pengajar yang terlibat dan koordinasi dengan layanan penunjang (sarana media perpustakaan). Dalam melakukan kegiatan-kegiatan di sekolah, kesanggupan dan kecepatan anak berbeda. Anak yang cerdas akan jauh lebih cepat menyelesaikan tugas-tugasnya dalam hitungan dari pada anak yang kurang cerdas. Demikian pula dalam berbagai bidang terdapat perbedaan kesanggupan. Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, perlu dipikirkan bagaimana cara mengorganisir pelajaran sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi atau sesuai dengan kesanggupan anak sebagai individu. Maria Montessori yang mula-mula memperhatikan hal ini menganjurkan
adanya
pembelajaran
individual.
Prinsip
yang
dikemukakan ialah : “ pekerjaan sekolah harus disesuaikan kepada individu”. Anak-anak harus diberi kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai dengan daya-dayanya yang terbaik dan sesuai dengan kecepatan berkembang pada masing-masing anak. Pembelajaran individual ini untuk memenuhi kebutuhan individu dan belajar kelompok hanya merupakan pelengkap untuk sosialisasi. 12
12
Zakiah,dkk.Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2001.hlm: 120.
38
Setiap pembelajaran di kelas idealnya bersifat individual dan jumlah siswa yang dilayani guru tidak lebih dari 2-5 orang dalam setiap kelasnya. Pengaturan kurikulum serta jadwal pelajaran dapat bersifat fleksibel, penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa, sehingga guru dapat menjangkau semua siswanya dengan mudah, memodifikasi alat bantu pengajaran. Bentuk pembelajaran semacam ini merupakan layanan yang lebih memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik. Proses pembelajaran individual yang memuat suatu sasaran perilaku tertentu memungkinkan seorang guru mampu memberikan latihan-latihan khusus yang di dalamnya berisikan bentuk intervensi guru. B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Sebelum membahas tentang pendidikan agama Islam, akan dibahas terlebih dahulu pengertian pendidikan secara umum. Menurut UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003, pengertian pendidikan adalah sebagai berikut : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Dalam ketetapan MPR No. VI/MPR/1999 berkenaan dengan pendidikan dikemukakan sebagai berikut :
39
“Pendidikan berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat disekitarnya”.13 Disebutkan bahwa memberdayakan lembaga pendidikan, baik di sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana yang memadai. Maka dari itu, pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat, keluarga dan pemerintah. Peran serta masyarakat dalam pendidikan yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 adalah dalam rangka mengupayakan peningkatan mutu dan kualitas pendidikan serta peningkatan pemerataan, efisiensi, maupun relevansinya dengan kebutuhan masyarakat, pasal 54 berbunyi : Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelengaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.14 Selanjutnya
George
F.
Kneller
mendefinisikan
pengertian
pendidikan adalah : “Education is the process of self-realization, in which the self realizes and develops all its potentialities”, yang artinya
13
Tim Redaksi Rineka Cipta, Perubahan UUD 45 dan Ketetapan SU MPR Th. 1999, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1999, hal 94. Lihat Undang-undang SISDIKNAS Antara Peluang dan Tantangan, Rindang, Jakarta September, 2003, hal 24. Lihat ketetapan No. IV/MPR/1987 sebelum adanya perubahan tahun 1999 dalam Fuad Hasan, Sistem Pendidikan Nasional, CV. Aneka Ilmu, Semarang, 1989. hal. 4. 14 Undang-undang SISDIKNAS, Antara Peluang dan Tantangan, Rindang, Jakarta, September 2003, hal. 27.
40
pendidikan ialah suatu proses keinsyafan atau penyadaran diri dalam merelisasikan dirinya dan mengembangkan semua potensinya.15 Berpijak dari pengertian di atas, dapat dirumuskan pengertian Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah sebagai suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pendangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselamatan dunia dan akhiratnya kelak.16 Dalam hal ini Pendidikan Agama Islam tidak hanya sekedar mengajarkan atau mentransfer ilmu-ilmu tentang agama kepada peserta didik, tetapi juga berupaya melestarikan dan menginternalisasikan nilainilai Islami dalam kehidupan, baik individu maupun sosial. Dalam Islam nilai-nilai tersebut dimaksudkan untuk mensucikan pribadi (tazkiyyat annafs). 2. Dasar Pendidikan Agama Islam Yang dimaksud dengan dasar pendidikan agama Islam ialah sesuatu yang dijadikan sebagai bahan pijakan (fondamen) dan juga menjadi sumber pijakan untuk berdiri tegaknya pendidikan agama Islam. Pelaksanaan pendidikan agama Islam mempunyai dasar yang sangat kuat,
16
Murni Djamal, Ilmu Pendidikan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Penguruan Tinggi Agama/ IAIN, Jakarta, 1984, hal. 83.
41
baik dari segi religius (agama), yuridis (hukum), maupun dari segi sosial dan psikologis.17 Ketiga dasar pendidikan agama Islam tersebut di atas akan diuraikan dengan penjelasan sebagai berikut : a. Dasar Religius (Agama) Yang dimaksud dengan dasar religius adalah suatu fondamen (dasar) yang menjadi pijakan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Dan ini berasal dari ajaran Islam itu sendiri. Dasar Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah sesuai dengan sumber ajaran Islam. Sumber pokok ajaran Islam secara garis besar terbagi menjadi dua, yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadis.18 1) Al-Qur’an Al-Qur’an adalah kalam Allah yang menjadi sumber dari segala sumber hukum dalam Islam, dan menjadi pedoman pokok dalam segala aspek ajaran agama Islam, termasuk di dalamnya dalam hal pendidikan. Dalam Al-Qur’an banyak sekali disebutkan ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan. 2) Al-Hadis Al-Hadis merupakan sumber ajaran kedua sesudah AlQur’an yang berisi petunjuk (pedoman) untuk kemashlahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Hadis yang 17
Zuhairini., et.al. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, Malang, 1981, hal. 19. 18 Ibid, hal 21.
42
menerangkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam, yang meliputi hal-ihkwal menuntut ilmu, belajar, mengajar, mendidik manusia ialah sangat penting. b. Dasar Yuridis (hukum) dalam Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam (PAI) Pelaksanaan pendidikan agama Islam di Indonesia pada umumnya mempunyai kedudukan yang sangat kuat dari segi hukum. Secara hukum, pendidikan agama Islam dapat dilaksanakan pada lembaga formal, non formal dan informal. Adapun dasar yuridis formal pendidikan agama Islam, antara lain ialah : 1) Dasar Ideal, yaitu berupa falsafah negara Republik Indonesia yakni Pancasila, terutama tersebut dalam sila pertama, yang berbunyi : “Ketuhanan Yang Maha Esa” 2) Dasar Konstitusional, yakni UUD 1945, dalam pasal 29 ayat 1 dan 2. Bunyinya ialah sebagai berikut : (a) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. (b) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu.19 3) Dasar Operasional, ialah dasar yang mengatur secara langsung pelaksanaan pendidikan agama di sekolah-sekolah di Indonesia.
19
H.A.M. Effendy, Falsafah Negara Pancasila, Duta Grafika, Semarang, 1995, hal. 214.
43
Seperti
disebutkan
dalam
Tap.
MPR
No.
IV/MPR/1999.
Perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara langsung dimaksudkan dalam kurikulum di sekolah-sekolah, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Perundang-undangan tersebut telah disempurnakan dengan Undang-Undang baru yaitu Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20, tahun 2003. Disebutkan dalam pasal 16 bahwa : “Jalur, jenjang, dan jenis pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat”. Juga dalam pasal 15 berbunyi : “Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.20 Eksistensi pendidikan agama sangat penting dan dominan. Hal ini dijelaskan UUSPN No. 20 tahun 2003, pasal 30 ayat 2 yang berbunyi : “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agama dan atau menjadi ahli ilmu agama”.21 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia secara yuridis sangat
20
Undang-Undang SISDIKNAS, Op Cit., hal. 26. Ibid.
21
44
kuat. Karena itu, Pendidikan Agama Islam merupakan sub sistem pendidikan nasional. c.
Dasar Sosial Psikologis Semua
manusia
dalam
hidupnya
di
dunia
ini
selalu
membutuhkan adanya pegangan hidup, yang disebut dengan agama. Mereka merasakan bahwa dalam jiwanya ada suatu perasaan yang mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa, tempat mereka meminta pertolongan dan perlindungan. Aspek kehidupan masyarakat ada beberapa hal, seperti sistem kepercayaan, ritual, norma, tingkah laku, budaya dan lain-lain. Aspek tersebut biasanya tak pernah lepas dari pengaruh agama pada suatu masyarakat dari satu agama, yang dijadikan standarisasi nilai-nilai sosial di masyarakat dan berfungsi memberikan inspirasi dalam perkembangan sosial kemasyarakatan. Sesuai dengan urgensi agama di masyarakat, dalam rangka mengembangkan dan melestarikan budaya Islam yang sudah ada, maka masyarakat Islam menyelenggarakan pendidikan agama Islam. Di samping merupakan kebutuhan sosial, secara psikologis, agama juga dibutuhkan setiap individu. Peran agama secara psikologis, antara lain sebagai dukungan psikologis dalam menghadapi percobaan dan kegoncangan hidup, menstabilkan jiwa, memberikan ketenangan,
45
kebahagiaan, dan lain-lain. Karena itu secara psikologis, pendidikan agama Islam mempunyai eksistensi yang sangat penting.22 Dengan mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT, maka manusia akan merasa tenang dan tentram. Oleh karena itu bagi orang muslim perlu adanya Pendidikan Agama Islam (PAI). Dengan tujuan untuk memberikan bimbingan, arahan, pengajaran bagi setiap orang muslim agar dapat beribadah dan mengabdi kepada Allah SWT, serta dapat hidup secara benar dan sesuai dengan ajaran Islam.23 3. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam a. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) yaitu sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang setelah dilakukan Pendidikan Agama Islam (PAI). Sasaran yang akan dicapai dalam Pendidikan Agama Islam (PAI) ialah adanya perubahan yang diingini, yang diusahakan oleh proses pendidikan atau usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada alam sekitar atau pada proses pendidikan itu sendiri.24 Tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) secara garis besar ialah untuk meningkatkan keimanan, pemahaman, penghayatan 22
Chalifah Hasan, Dimensi-dimensi Psikologi Pendidikan, Al-Ikhlas, Surabaya, 1994, hal.
172. 23
Undang-Undang SISDIKNAS, Op Cit, hal. 25-26. Omar El-Toumi Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemah Hasan Langgulung, Bulan Bintang, Jakarta, hal. 339. 24
46
dan pengamalan siswa tentang ajaran agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,
serta
berakhlaq
mulia
dalam
kehidupan
pribadi,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara lebih terperinci Omar Muhammad El-Toumi AlSyaibani menyebutkan beberapa tujuan pendidikan agama Islam dan akhlak, antara lain: 1) Memperkenalkan kepada generasi muda akan akidah Islam, dasar-dasarnya, asal-usul ibadat, cara-cara melaksanakan dengan betul dan membiasakan dengan mereka, mematuhi dengan akidah-akidah agama, menjalankan serta menghormati syiar-syiar agama. 2) Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri peserta didik terhadap agama termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlaq yang mulia. 3) Menanamkan rasa cinta penghargaan kepada Al-Qur’an, berhubungan dengannya, membacanya dengan baik dan mengamalkan ajarannya. 4) Menanamkan iman yang kuat kepada Allah SWT pada diri mereka, menguatkan perasaan agama dan menyuburkan hati mereka dengan kecintaan, dzikir, taqwa, serta takut kepada Allah SWT.
47
5) Membersihkan hati mereka dari dengki, hasad, iri hati, benci, kekerasan, kedzaliman, pengkhianatan dan perselisihan.25 Dengan demikian bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam (PAI) seperti tersebut di atas, tentunya menyangkut dimensidimensi, baik yang berbentuk kognitif, afektif dan psikomotorik. b. Fungsi Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam (PAI) memiliki beberapa fungsi yang bersifat esensial. Beberapa rumusan dari fungsi pendidikan agama Islam, khususnya di sekolah, adalah sebagai berikut : 1) Pengembangan, yaitu meningkatkan ketaqwaan dan keimanan kepada Allah SWT, yang telah ditanamkan dalam keluarga. Pada
dasarnya,
pertama-tama
kewajiban
menanamkan
keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT ialah dilakukan dalam
keluarga,
sedangkan
sekolah
berfungsi
untuk
menumbuhkan lebih lanjut dalam diri siswa melalui kegiatan bimbingan, latihan, dan pengajaran agar keimanan dan kataqwaan tersebut bisa berkembang. 2) Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan siswa yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat berkembang dan bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga untuk orang lain.
25
Ibid.hlm: 423-424.
48
3) Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangankekurangan
dan
kelemahan
siswa
dalam
keyakinan,
pemahaman, dan pengalaman ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. 4) Pencegahan, yaitu untuk menyangkal hal-hal yang negatif bagi siswa atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dan menghambat perkembangan dirinya. 5) Penyesuaian,
yaitu
untuk
menyesuaikan
diri
dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam. 6) Sumber Nilai, yaitu untuk memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat. 7) Pengajaran, yaitu menyampaikan pengetahuan keagamaan yang fungsional.26 Demikian uraian tentang tujuan Pendidikan Agama Islam dan beberapa fungsinya sehingga dapat dijadikan ajaran atau pedoman agar Pendidikan Agama Islam (PAI) dapat dilaksanakan secara sistematis dan komprehensif. 4. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Luar Biasa (SLB) Materi agama Islam yang diberikan kepada anak tunagrahita hanya dibatasi pada materi-materi yang sederhana. Muatan materinya meliputi 26
Atho’ Mudzar, Petunjuk Pelaksanaan Kurikulum/ GBPP PAI/ SMU Tahun 1994, Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 1993, hal. 1.
49
alqur‟an, aqidah, akhlak, dan fiqih. Cara penyampaian materinya yang berkaitan dengan keseharian suasana pembiasaan kehidupan Islami seperti doa sehari-hari, surat-surat pendek, pengenalan huruf hijaiyah, pengenalan rukun iman, rukun Islam, wudhu, shalat berikut prakteknya, serta memberi contoh kegiatan sehari – hari yang baik pada anak didik. Dalam pembelajaran agama Islam guru mengajar dengan rasa sabar, berulang-ulang, serta dengan memberikan contoh-contoh sederhana sehingga siswa dapat sedikit demi sedikit memahami materi yang diajarkan. Di sini terdapat sesuatu yang khas dalam proses pembelajaran di SLB yaitu walaupun metode yang diterapkan sama dengan sekolah umum, namun
dalam
pelaksanaannya
terdapat
perbedaan
dalam
sistem
menggunakan metode-metode yang ada. Jadi, berdasarkan teori di atas, anak-anak tunagrahita juga memiliki hak untuk mendapatkan pengetahuan akademik seperti anak-anak pada umumnya di mana kurikulum dan materinya disesuaikan dengan kondisi mereka
dan
yang
berupa
materi-materi
sederhana.
Sedangkan
penyampaian materinya menggunakan metode-metode khusus sesuai dengan gangguan yang dialami siswa. Ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran agama Islam yaitu tujuan dan karakteristik bidang studi agama Islam, kendala pembelajaran, serta karakteristik peserta didik. Pembelajaran
agama
Islam
bertujuan
meningkatkan
keimanan,
pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa terhadap agama Islam
50
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Dan yang dimaksud dengan karakteristik bidang studi pembelajaran agama Islam adalah aspekaspek suatu bidang studi yang terbangun dalam struktur isi dan konstruk/tipe isi bidang studi agama Islam berupa fakta, konsep, dalil/hukum, prinsip/kaidah, prosedur, dan keimanan yang menjadi landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran. 27 Faktor yang kedua yaitu kendala pembelajaran adalah keterbatasan sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu, dan keterbatasan dana yang tersedia. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu
karakteristik
peserta didik adalah kualitas perseorangan peserta didik, seperti bakat, kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar, dan kemungkinan hasil belajar yang akan dicapai. Jadi ketiga faktor diatas sangat mempengaruhi dalam pemilihan suatu strategi/metode pembelajaran agama Islam.28 Pembelajaran agama Islam tentu saja sangat berbeda dengan pembelajaran materi-materi lainnya, sebab materi ini mencakup segala bentuk perubahan, baik kognitif, psikomotorik, maupun afektif, yang menuntut praktek langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman kognitif tentang agama Islam, menuntut perubahan psikomotor yang harus dilakukan secara fisik maupun mental, dan perubahan itu menuntut perwujudan sikap yang disebut akhlak. Sehingga, pengetahuan agama
27
Muhaimin,Paradigma Pendidikan Islam Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2002.hlm:150 28
Ibid.hlm:151.
51
yang ditanamkan kepada peserta didik, dapat merubah tingkah laku mereka ke arah yang ditentukan dalam Islam. Sebagai contoh adalah pembelajaran mengenai keyakinan terhadap adanya Malaikat. Pembelajaran pengetahuan mengenai malaikat dan tugastugasnya, menuntut keyakinan bahwa para malaikat itu ada, dan setelah keyakinan itu tumbuh, maka dituntut pula sikap yang mengarah kepadanya. Misalnya keyakinan terhadap adanya malaikat Raqib dan Atid yang mencatat amal perbuatan manusia, maka peserta didik diharapkan menyadari bahwa setiap perbuatannya akan dicatat, sehingga ia tidak akan melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu, dalam pembelajaran agama Islam, guru menjadi figure central yang sangat menentukan, sebab pembelajaran semacam ini membutuhkan contoh nyata dalam kehidupan. Pembelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum diberikan sesuai dengan jenjangnya. Materi agama Islam pun disesuaikan dengan jenjang pendidikannya. Materi tersebut antara lain sejarah Islam, shalat, thaharoh, puasa, hafalan surat-surat pendek dan doa sehari-hari, dan tajwid. Dalam pembelajaran agama Islam, tugas guru sangatlah berat. Seorang guru dituntut memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain : kesiapan mental
dalam
menghadapi
berbagai
kesulitan
mengajar,
mampu
memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, selalu ingin meningkatkan
52
prestasi, menguasai teknik-teknik mengaktifkan murid, dan menjadi teladan bagi murid-murid. 29 C. Anak Tunagrahita 1. Pengertian Anak Tunagrahita Mental atau kecerdasan bagi manusia merupakan pelengkap kehidupan yang paling sempurna sebab kecerdasan adalah suatu yang dapat membedakan antara manusia dengan makhluk lain yang ada di muka bumi, dengan bekal kecerdasan mental yang memadai semangat hidup lebih indah dan
harmonis
sebab
melalui
kecerdasan
mental
manusia
dapat
merencanakan atau memikirkan hal-hal yang sangat bermanfaat dan menyenangkan baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Dalam kepustakaan bahasa asing digunakan istilah-istilah mental retardation, mentally retarded, mental deficiency, mental defective, dan lain-lain. Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak
29
Mansyur, dkk. Metodologi Pendidikan Agama. Jakarta: CV. Forum. 1982.hlm: 10-11.
53
terbelakang mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan anak tersebut.30 Sedangkan definisi anak tunagrahita yang dikembangkan oleh AAMD (American Association of Mental Deficiency) adalah sebagai berikut: “Keterbelakangan mental menunjukkan fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan terjadi pada masa perkembangan. 31 Jadi tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan
kecerdasannya
mengalami
hambatan
sehingga
tidak
mencapai tahap perkembangan yang optimal. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Tunagrahita atau keterbelakangan mental merupakan kondisi dimana perkembangan
kecerdasannya
mengalami
hambatan
sehingga
tidak
mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita yang dapat kita ketahui yaitu : a. Keterbatasan Inteligensi Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan ketrampilanketrampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasisituasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari kesalahankesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan untuk 30 31
Ibid. hlm:103. Ibid. hlm:104
54
merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki kekurangan dalam semua hal tesebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar berhitung, menulis, dan membaca juga terbatas. Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau kecenderungan belajar dengan membeo. Keterlambatan perkembangan kognitif pada anak tunagrahita menjadi masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti tugas perkembangannya. Beberapa hambatan yang tampak pada anak Tunagrahita
dari
segi
kognitif
dan
sekaligus
menjadi
karakteristiknya, yaitu : 1) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret dan sukar berpikir 2) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi 3) Kemampuan sosialisasinya terbatas 4) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit 5) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi. 6) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis, hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV Sekolah Dasar.32 b. Keterbatasan Sosial Disamping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung 32
M Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006.hlm:98.
55
berteman dengan anak yang lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.33 Sebagai makhluk individu dan sosial anak tunagrahita mempunyai hasrat untuk memenuhi segala kebutuhan sebagaimana layaknya anak normal lainnya, tetapi upaya anak tunagrahita lebih sering mengalami kegagalan dan hambatan yang berarti. Akibatnya anak tunagrahita mudah frustasi, dari perasaan frustasi tersebut pada gilirannya akan muncul perilaku menyimpang sebagai reaksi dari mekanisme pertahanan diri dan sebagai wujud penyesuaian sosial yang salah. Bentuk penyesuaian diri yang salah pada anak tunagrahita yaitu: kompensasi yang berlebihan, displacement, regresi, delinquent, destruksi, dan agresi.34 c. Keterbatasan Fungsi-fungsi Mental Lainnya Anak
tunagrahita
memerlukan
waktu
lebih
lama
untuk
menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat 33 34
Ibid. hlm:105. Ibid. hlm:103.
56
pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu mereka membutuhkan katakata konkret yang sering didengarnya. Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkret. Selain
itu,
anak
tunagrahita
kurang
mampu
untuk
mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan yang buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini semua karena kemampuannya
terbatas
sehingga
anak
tunagrahita
tidak
dapat
membayangkan terlebih dahulu konsekuensi dari suatu perbuatannya.35 Adapun karakteristik atau ciri-ciri fisik (penampilan) dari anak tunagrahita yaitu : a. Sindroma Down/mongoloid; dengan ciri-ciri wajah khas mongol, mata sipit dan miring, lidah dan bibir tebal dan suka menjulur, jari kaki melebar, kaki dan tangan pendek, kulit kering, tebal, kasar dan keriput, dan susunan geligi kurang baik. b. Hydrocephalus (kepala besar berisi cairan); dengan ciri kepala besar, raut muka kecil, tengkorak sering menjadi besar. c. Microcephalus dan Makrocephalus; dengan ciri ukuran kepala tidak proporsional (terlalu kecil atau terlalu besar).
35
Ibid.hlm: 106.
57
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan Tunagrahita Faktor penyebab anak berkebutuhan khusus (Tunagrahita) dapat terjadi pada beberapa periode kehidupan anak, yaitu sebelum kelahiran, selama proses kelahiran, dan setelah kelahiran.36 1. Sebelum kelahiran Penyebab anak mengalami gangguan terjadi sebelum kelahiran, ketika anak dalam kandungan doleh ibu. Faktor tersebut antara lain: a. Gangguan genetika Kelainan kromosom dan transformasi krompsom. Kelainan kromosom kerap di ungkap dokter sebagai penyebab keguguran, bayi meninggal sesaat setelah dilahirkan, dan sindrom down. Kelainan kromosom ini umumnya terjadi saat pembuahan, saat sperma bertemu sel telur. Hal ini hanya dapat di ketahui melalui pemeriksaan medis dan tidak kasat mata sehingga ibu tidak dapat memprediksinya. Untuk mengetahui apakah proses transformasi kromosom berjalan normal membutuhkan uji laboratorium. b. Infeksi kehamilan. Infeksi saat hamil dapat mengakibatkan cacat pada janin. Penyebabnya adalah parasite golongan protozoa yang terdapat padabinatang seperti kucing, anjing, burung dan tikus. Gejala umumnya seperti mengalami gejala berupa demam, flu, dan pembengkakan kelenjar getah bening. Faktor ini terjadi bisa 36
P,Dayu,A.2013.Mendidik Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) Hal – hal yang tidak Bisa Dilakukan Obat.Javalitera:Jogjakarta.hal.14-18
58
dikarenakan makanan atau penyakit. Infeksi kehamilan dapat diketahui jika si ibu rutin memeriksakan kehamilannya sehingga jika ada indikasi infeksi kehamilan dapat segera diketahui. Bisa juga infeksi terjadi karena adanya penyakit tertentu dalam kandungan si ibu hamil. c.
Ibu termasuk dalam kelompok ibu hamil berisiko tinggi. Ada beberapa hal yang menyebabkan ibu hamil masuk dalam kelompok berisiko tinggi, antara lain riwayat kehamilan dan persalinan sebelumnya yang kurang baik (misalnya riwayat keguguran, pendarahan pasca kelahiran, lahir mati), tinggi badan ibu hamil kurang dari 145 cm, ibu hamil yang kurus / berat badan kurang, usia ibu hamil kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun , sudah memiliki 4 anak atau lebih, jarak antara dua kehamilan kurang dari 2 tahun, ibu menderita anemia atau kurang darah, tekanan darah tinggi dan sakit kepala hebat dan adanya bengkak pada tungkai, kelainan letak janin atau bentuk panggul ibu tidak normal, riwayat penyakit kronik seperti diabetes, darah tinggi, asma, dan lain – lain.
d. Keracunan saat hamil Keracunan kehamilan sering disebut preeclampsia atau toxemia yaitu suatu gangguan yang muncul pada masa kehamilan, umumnya terjadi pada usia kehamilan di atas 20 minggu. Gejala – gejalanya
yang
umum
adalah
tingginya
tekanan
darah,
59
pembengkakan yang tak kunjung sembuh, dan tingginya jumlah protein pada urine. Risiko lebih tinggi terjadi pada wanita yang memiliki banyak anak, ibu hamil usia remaja, dan wanita hamil di atas usia 40 tahun. e.
Adanya usaha pengguguran Usaha
pengguguran
yang
gagal
dapat
menyebabkan
pertumbuhan janin terganggu sehingga ketika menjadi anak yang kurang sempurna ketika di lahirkan. f.
Premature Bayi prematur adalah bayi yang lahir kurang bulan menurut usia kehamilannya. Masa kehamilan normal adalah 38 – 40 minggu, sedangkan bayi prematur lahir sebelum masa kehamilan ibu mencapai 38 minggu.
2. Selama proses kelahiran Berikut ini beberapa proses kelahiran yang dapat menyebabkan anak yang dilahirkan berkebutuhan khusus (Tunagrahita), antara lain: 1) Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen Tanda – tanda bayi lahir prematur sama seperti bayi lahir normal, hanya saja proses pelahirannya lebih awal dari seharusnya proses melahirkan kekurangan oksigen.
yang lama dapat mengakibatkan bayi
60
Sementara sebab yang berasal dari bayi sendiri antara lain bayi dalam kandungan berat badannya kurang dari 2,5 kilogram, kurang gizi, posisi bayi dalam keadaan sungsang. 2) Kelahiran dengan alat bantu vakum. Vakum adalah suatu persalinan buatan dengan cara menghisap bayi agar keluar lebih cepat. Vakum dikhawatirkan membuat kepala bayi terjepit sehingga terjadi gangguan pada otak. 3) Kehamilan terlalu lama, > 40 minggu. Kehamilan yang terlalu lama dikhawatirkan membuat keadaan bayi di dalam Rahim mengalami kelainan dan keracunan air ketuban. 3. Setelah kelahiran Berikut beberapa hal yang dapat menyebabkan anak menjadi berkebutuhan khusus (Tunagrahita). a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang menyerang paru – paru. Setelah proses kelahiran, bayi dikhawatirkan terserang bakteri atau virus yang dapat menyebabkan kelainan pada anak secara fisik maupun mental. b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi) Gizi merupakan unsur penting di dalam tubuh. Jika bayi mengalami kekurangan gizi, dapat terjadi kelainan pada tumbuh
61
kembangnya. Kelainan yang akan dialami anak mencakup kelainan fisik, mental, bahkan perilaku. Oleh karenanya gizi harus dipenuhi setelah anak lahir, baik dari ASI maupun nutrisi makanannya. c. Kecelakaan. Pada bayi, umumnya kecelakaan terjadi karena jatuh, tergores benda tajam, tersedak, tercekik, atau tanpa sengaja menelan obat – obatan dan bahan kimia yang di letakkan di sembarang tempat. 4) Keracunan Bahaya keracunan yang sering terjadi pada anak adalah menelan obat berlebihan karena orangtua menaruh obat sembarangan. Potensi keracunan lain adalah menelan cairan kosmetik ibunya, cairan pembersih untuk rumah, cairan pembersih serangga, dan bahan beracun lainnya. 4. Klasifikasi Anak Tunagrahita Pengelompokkan anak tunagrahita pada umumnya didasarkan pada taraf inteligensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat. Pengelompokkan seperti ini sebenarnya bersifat artifical karena ketiganya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat continuum. Kemampuan inteligensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Stanford Binet dan Skala Weschler (WISC). Klasifikasi anak tunagrahita dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
62
a. Tunagrahita Ringan Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya akan dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.37 Kelompok ini merupakan bagian terbesar dari retardasi mental. Kebanyakan dari mereka ini termasuk dalam tipe sosial budaya, dan diagnosis dibuat setelah anak beberapa kali tidak naik kelas. Golongan ini termasuk mampu didik, artinya selain dapat diajarkan baca tulis, mereka juga dapat dilatih ketrampilan tertentu sebagai bekal hidupnya kelak dan mampu mandiri seperti orang dewasa yang normal. Tetapi pada umumnya mereka ini kurang mampu menghadapi stres, sehingga tetap membutuhkan bimbingan dari keluarganya. Namun demikian anak keterbelakangan mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan membelanjakan uangnya dengan lugu, tidak dapat merencanakan masa depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan. Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
37
Ibid: 106.
63
Bila dikehendaki, mereka ini masih dapat bersekolah dan di sekolah anak berkesulitan belajar. Ia akan dilayani pada kelas khusus dengan guru dari pendidikan luar biasa. b. Tunagrahita Sedang Anak tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC).
Anak
keterbelakangan
mental
sedang
bisa
mencapai
perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Kelompok ini kira-kira 12% dari seluruh penderita retardasi mental, mereka ini mampu latih tetapi tidak mampu didik. Taraf kemampuan intelektualnya hanya dapat sampai kelas 2 SD saja. Mereka juga perlu dilatih bagaimana mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan. 38 Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya namanya sendiri, alamat rumahnya. Mereka masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga. Dalam
kehidupan
sehari-hari,
anak
tunagrahita
sedang
membutuhkan pengawasan yang terus menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di lapangan namun dengan sedikit pengawasan. Begitu pula
38
Ibid. hlm:107.
64
dengan perlindungan dari bahaya. Sedikit perhatian dan pengawasan dibutuhkan untuk perkembangan mental dan sosial anak tunagrahita sedang. Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari pelajaranpelajaran akademik. Mereka pada umumnya belajar secara membeo. Perkembangan bahasanya lebih terbatas daripada anak tunagrahita ringan. Mereka hampir selalu bergantung pada perlindungan orang lain. Pada umur dewasa mereka baru mencapai kecerdasan sama dengan anak umur tujuh atau delapan tahun. c. Tunagrahita Berat Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antar anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari tiga tahun.39 Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau bersosialisasi. Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan,
39
Ibid. hlm: 108.
65
bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya. Diagnosis mudah ditegakkan secara dini, karena selain adanya gejala fisik yang menyertai juga berdasarkan keluhan dari orang tua dimana anak sejak awal sudah terdapat keterlambatan perkembangan motorik dan bahasa. Kelompok ini temasuk tipe klinik, mereka dapat dilatih higiene dasar saja dan kemampuan berbicara yang sederhana, tetapi tidak dapat dilatih ketrampilan kerja. Anak tunagrahita sangat berat termasuk dalam tipe klinik. Diagnosis dini mudah dibuat karena gejala baik mental dan fisik sangat jelas, anak tunagrahita sangat berat kemampuan berbahasanya sangat minimal. Mereka ini seluruh hidupnya tergantung pada orang disekitarnya. Tingkat pencapaian kemampuan belajar menurut Cohen dan Manion (1994:318) terdiri atas: 1) High Achievers , yaitu peserta didik dengan tingkat pencapaian prestasi belajar mereka diatas re-rata kelompok. Layanan bagi siswa dengan High Achievers
lebih
dtekankan
pada
perkembangan
kemampuan
inteletual,karena mereka mempunyai gejala khusus dalam beberapa aspek antara lain kemampuan intelektual,kepemimpinan,dan gaya berpikir kreatif .40
40
55.
Delphie, Bandi. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama. 2005 .hlm:
66
2) Average Achiever, yaitu peserta didik dengan tingkat pencapaian prestasi belajar mereka berada pada tingkat kecenderungan umum dalam kelompok. 3) Low Achiever, yaitu peserta didik pada tingkat pencapaian prestasi belajar mereka dibawah re-rata kelompok. Siswa Low Achiever memerlukan layanan bantuan belajar yang lebih dan bersifat khusus. Oleh karena itu kemampuan mental dalam proses belajar mengajar mereka lebih banyak
diarahkan pada perilaku yang bersifat lahiriah
untuk menggali perilaku tertutup.41 Termasuk ke dalam kelompok ini adalah mereka yang mempunyi hendaya perkembangan atau tunagrahita. Peserta didik Low Achiever memerlukan pembelajaran secara individu karena mereka mengalami kesulitan dalam aspek sensorimotor, kreativitas, interaksi sosial, dan bahasa. Dan hal ini disebabkan mereka mempunyai karakteristik spesifik antara lain kurang cerdas, daya ingat yang rendah, tidak menguasai konsepkonsep, serta sulit mengikuti alur pikir logis Mendidik anak yang berkelainan fisik, mental, maupun karakteristik perilaku sosialnya tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus juga memerlukan strategi yang khusus.
41
Ibid. hlm: 55.