perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI) DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK AUTIS DI SD N 2 BENDAN TAHUN AJARAN 2011/2012 (Study Kasus di Sekolah Penyelenggara Inklusi)
SKRIPSI SASI RATRI PURBOSARI X 5106003
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
: SASI RATRI PURBOSARI
NIM
: X 5106003
Jurusan/Program Studi
: IP/Pendidikan Luar Biasa
menyatakan bahwa skripsi saya berjudul “ PERANAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI) DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK AUTIS DI SD N 2 BENDAN (Study Kasus di Sekolah Penyelenggara Inklusi)” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, Desember 2012 Yang membuat pernyataan
Sasi Ratri Purbosari
commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI) DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK AUTIS DI SD N 2 BENDAN YAHUN AJARAN 2011/2012 (Study Kasus di Sekolah Penyelenggara Inklusi)
Oleh: SASI RATRI PURBOSARI X 5106003
Skripsi diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Luar Biasa, Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disetujui pada
Hari
: Rabu
Tanggal
: 19 Desember 2012
Persetujuan Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Hermawan, M.Si NIP. 19590818 198603 1 002
Drs. R. Indianto, M.Pd NIP 19510115 198003 1 001
commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memeneuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan
Pada Hari : Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi : Nama Terang Tanda Tangan
Ketua
: Priyono, S.Pd, M.Si
.....................
Sekretaris
: Dewi Sri Rejeki S.Pd, M.Pd
Anggota I
: Drs. Hermawan, M.Si
Anggota II
: Drs. R. Indianto, M.Pd
................... ..................... ...................
Disahkan Oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK
Sasi Ratri Purbosari. PERANAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI) DALAM MENINGKATKAN KEMANDIRIAN ANAK AUTIS SD N 2 BENDAN BOYOLALI TAHUN AJARAN 2011/2012. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret 2012, Oktober 2012. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan atau menggambarkan Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam meningkatkan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan, Tahun Pelajaran 2011/2012.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi penelitian tunggal terpancang. Sumber data yang digunakan adalah informan, tempat dan peristiwa, serta arsip dan dokumen. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Dalam penelitian ini, validitas data diperoleh dengan teknik triangulasi data serta analisis data dengan menggunakan analisis interaktif yaitu (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data dan (4) penarikan simpulan. Prosedur penelitian menggunakan langkah-langkah sebagai berikut : (1) tahap persiapan, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap analisis data, dan (4) tahap penyusunan laporan penelitian. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan : Program Pembelajaran Individual (PPI) berperan terhadap tingkat kemandirian anak autis SD N 2 Bendan. Dengan adanya PPI, dapat memudahkan guru dalam memberikan bimbingan dan memantau hasil pendidikan dari masing masing individu khususnya GPK karena kemampuan dan hasil belajar setiap anak berbeda-beda begitu juga dengan perlakuan yang diberikan. Dalam menangani anak autis, GPK menyusun tindakan apa yang akan dilakukan pada masing masing individu. Sebelum memulai pembelajaran, hal pertama yang dilakukan oleh GPK adalah melakukan identifikasi kemampuan awal anak, identifikasi awal kemampuan anak ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar anak sebelum diberikan perlakuan. Dengan demikian GPK dapat menyusun PPI pembelajaran berdasarkan kebutuhan anak. Kebutuhan satu anak dengan anak yang lain berbeda-beda sehingga GPK harus lebih teliti dalam menyusun rencana pembelajaran. Kata kunci : PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI), Kemandirian, Autis,
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Sasi Ratri Purbosari, ROLE OF INDIVIDUALIZEDED EDUCATION PROGRAM (IEP) INDEPENDENCE IN IMPROVING CHILD autism SD N 2 Bendan Boyolali ACADEIC YEAR 2011/2012. Essay, Surakarta: Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret University Oktober 2012 Purpose of this study to identifity and describe or depict Role Of Individualized Edcation Program (IEP) in increasing the independence of children with autism in the SD N 2 Bendan Boyolali Acadeic Year 2011/2012 This study uses descriptive qualitative research strategy single spikes. The data source used was the informat, places and event, as well as records and documents. The sampling technique used the purposive sampling. Data collection techniques used were interviews, observations and document analysis. In this study, the validity of data obtained by the technique of triangulation data and data analysis using interactive analysis : (1) data collection, (2) data reduction, (3) Data Persentatiom,, and (4) drawing conclution. Research producers using the following steps: (1) Preparation, (2) the data collection phase, (3) the stage of data analysis, and (4) phase of the research report. The result of this study concluded : Individualized Edcation Program (IEP) affect the degree of independence of children with autism SD N 2 Bendan. With the IEP, can facilitate teachers in providing guidance and monitor the autocomes of edudations of each individual. Before starting the study, the first thing to do, by the special assistant teachers is identifying the ability of early childhood, early identification of children’s ability was conducted to determine the children basic skills before being givent treatment. Thus, teachers can set up IEP study based on children’s need each. Children has a different needs, so special assistant teachers should be more carefull in preparing the lesson.
Keyword: Individualized Edcation Program (IEP), Improving, Autism
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
BELAJAR BERLATIH BERJUANG DAN BERKARYA TEKAD DAN SEMANGAT MENGALAHKAN SEGALANYA (BRAHMAHARDHIKA MAPALA FKIP UNS)
MENJADI PENTING ITU BAIK TAPI MENJADI BAIK ITU LEBIH PENTING Dra. Komariyah (eks. Kepala Kantor KB Kab. Klaten) HARUS BERGUNA DAN BERMANFAAT WALAU DENGAN KETERBATASAN (PENULIS)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada : » Ibu dan alm. Bapak » Keluarga besar Brahmahardhika » Alm. Ibu Emi Dasiemi » Almamater
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul : “Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Autis di SD N 2 Bendan (Study Kasus di Sekolah Penyelenggara Inklusi) ” Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas sebelas Maret Surakarta. Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan yang tidak terlepas dari bantuan, dorongan, perhatian, dan kritikan dari berbagai pihak. Oleh karenanya dengan penuh rasa hormat penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Muh. Furqon Hidayatullah, M.Pd, Dekan FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Drs. R. Indianto, M.Pd selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan FKIP UNS Surakarta.serta selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan petunjuk. 3. Drs. Hermawan, M.Si, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Luar Biasa FKIP UNS, serta selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, dan nasihat serta arahan kepada penulis sehingga penulis dapat menempuh kuliah dan melakukan penelitian dengan lancar. 4. Dra. B Sunarti, M.Pd dan Alm. Ibu Emi Dasiemi yang banyak membantu penulis selama penulis mengerjakan skripsi ini. 5. Drs. Maryadi M.Ag, selaku pembimbing akademis yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk lebih giat belajar. 6. Segenap Bapak/ Ibu Dosen PLB yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama penulis menjalankan kuliah. 7. Kepala Sekolah SD N 2 Bendan Boyolali yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta Dewi Susilawati dan
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wahyu Agung selaku Guru Pendamping Khusus (GPK) SD N 2 Bendan Boyolali yang telah membantu penulis dalam pengumpulan data yang penulis perlukan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Yayan Apriyanto yang banyak memberikan motivasi dan menemani penulis belajar hingga terselesainya skripsi ini. 9. Wulan, Rini, dan Hana telah membantu penulis mencari bahan skripsi dan menemani penulis selama proses pembuatan skripsi. 10. Yuananto Prasetyo, Latifa, Selviana Sari, Tyas Putri, Wahyu Widiatmoko, Moh. Anwar dan teman teman PLB semuanya atas motivasi dan dukungan yang tiada hentinya. 11. Eko Susanto, Rini Tri Hastuti, Dewi Retnaningati, Sri Widodo dan semua anggota Brahmahardhika atas semua masukan dan saran yang diberikan 12. Keluarga besar BRAHMAHARDHIKA Mapala FKIP UNS yang telah banyak memberikan motivasi selama penulis belajar di UNS 13. Teman-teman PLB UNS angkatan 2006 yang sudah banyak membantu selama penulis kuliah di UNS. 14. Serta semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Penulis berharap, semoga Allah SWT selalu memberikan berkat dan anugerahnya yang terbaik atas jasa yang diberikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karenanya penulis mengharapkan kritik serta saran yang sifatnya membangun untuk menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Surakarta,
Penulis
commit to user xi
2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ............................................................................................
i
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..........................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN.................................................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
v
ABSTRAK ............................................................................................................
vi
ABSTRACT ............................................................................................................
vii
MOTTO.................................................................................................................
viii
PERSEMBAHAN ................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR..........................................................................................
x
DAFTAR ISI.........................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xv
DARTAR GAMBAR ...........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xvii BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
A. Latar Belakang............................................................................
1
B. Perumusan Masalah ...................................................................
6
C. Tujuan Penelitian........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ....................................................................
7
LANDASAN TEORI .......................................................................
8
A. Tinjauan Pustaka ........................................................................
8
1. Pengertian Peranan ..............................................................
8
2. Tinjauan Tentang Program Pembelajaran Individual .......
9
3. Tinjauan Tentang Anak Autis .............................................
21
4. Tinjauan Kemandirian ........................................................
28
B. Kerangka Berfikir.......................................................................
33
C. Hipotesis Penelitian ...................................................................
35
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
METODOLOGI PENELITIAN.......................................................
36
A. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................
36
1. Tempati Penelitian ...............................................................
36
2. Waktu Penelitian ..................................................................
36
B. Metode Penelitian ......................................................................
37
1. Bentuk Penelitian .................................................................
39
2. Strategi Penelitian ................................................................
40
C. Sumber Data ...............................................................................
40
1. Informan ...............................................................................
41
2. Tempat dan Peristiwa...........................................................
41
3. Dokumen ..............................................................................
41
D. Teknik Sampling (Cuplikan) .....................................................
42
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
48
1. Wawancara ...........................................................................
48
2. Observasi Langsung .............................................................
50
3. Analisis Dokumen ................................................................
50
F. Validitas Data .............................................................................
51
1. Trianggulasi ..........................................................................
51
2. Informan Review..................................................................
53
G. Analisis Data...............................................................................
54
1. Pengumpulan Data ...............................................................
54
2. Reduksi Data ........................................................................
54
3. Sajian Data............................................................................
54
4. Penarikan Kesimpulan .........................................................
55
H. Prosedur Penelitian.....................................................................
56
1. Persiapan ...............................................................................
56
2. Tahap Pelaksanaan ..............................................................
57
3. Tahap Analisis......................................................................
57
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
digilib.uns.ac.id
4. Tahap Penulisan Laporan ....................................................
57
HASIL PENELITIAN ......................................................................
59
A. Deskripsi Lokasi Penelitian/Obyek Penelitian ...........................
59
1. Lokasi Penelitian..................................................................
59
2. Visi dan Misi Sekolah .........................................................
60
3. Fasilitas Sekolah ..................................................................
60
4. Struktur Organisasi SD N 2 Bendan ...................................
61
5. Data Anak Autis di SD N 2 Bendan ..................................
62
6. Tingkat Kemandirian Anak Autis SD N 2 Bendan ...........
63
7. Isi PPI dalam Kaitannya dengan Kemandirian Anak Autis di SD N 2 Bendan ....................................................
93
B. Deskripsi Temuan Penelitian .......................................................
94
C. Pembahasan .................................................................................. 104 1. Implementasi Program Pembelajaran Individual (PPI) Dalam Mengatasi Tingkat Kemandirian Anak Autis di SD N 2 Bendan ..................................................................... 104 2. Usaha untuk meningkatkan kemandirian anak autis .......... 105 3. Kendala yang dihadapi GPK dalam Penggunaan PPI ....... 107 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ........................................... 109 A. Simpulan ....................................................................................... 109 B. Implikasi ....................................................................................... 110 C. Saran.............................................................................................. 110 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 111 LAMPIRAN
............................................................................................... 113
commit to user xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 1. Waktu Penelitian ....................................................................................
36
Tabel 2. Data anak dan tingkat anak autis SD N 2 Bendan ...............................
62
commit to user xv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir...................................................................
35
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ...................
56
Gambar 3. Skema Prosedur Penelitian ................................................................
58
Gambar 4. Struktur Organisasi SD N 2 Bendan .................................................
62
commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Pedoman Wawancara - Kepala Sekolah ....................................................................... 111 - Guru Olah Raga ...................................................................... 113 - Guru Bahasa Inggris ............................................................... 114 - Guru Agama ........................................................................... 115 - Guru Pendamping Khusus ..................................................... 116
Lampiran 2.
Gambar Hasil Penelitian ............................................................ 124
Lampiran 3.
Triangulasi Data atau Sumber..................................................... 139
Lampiran 4.
Surat Ijin Menyusun skripsi Kepada Dekan FKIP UNS ........... 140
Lampiran 5.
Surat Keputusan Dekan FKIP UNS Tentang Ijin Penyusunan Skripsi/ Makalah..................................................... 141
Lampiran 6.
Surat Permohonan Research/ Try Out Kepada Rektor UNS .... 142
Lampiran 7.
Surat Permohonan Ijin Research/ Try Out Kepada Kepala Sekolah SD N 2 Bendan ................................................. 143
Lampiran 8.
Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Kepala Sekolah SD N 2 Bendan ................................................. 144
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat digali dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun berkebutuhan khusus. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur mengenai pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Juga pada UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian tidak ada alasan untuk meniadakan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh pendidikan. Sedangkan pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi Pernyataan Salamanca tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan perluasan tujuan Education For All (EFA) dengan mempertimbangkan pergeseran kebijakan mendasar yang diperlukan untuk menggalakan pendekatan pendidikan inklusif. Melalui pendidikan inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah regular dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan pendidikan terpadu. SLB sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama, sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra), hambatan pendengaran (tunarungu), hambatan kecerdasan/berfikir (tunagrahita), hambatan hambatan fisik dan motorik (tunadaksa), hambatan emosi dan perilaku (tunalaras),
commit 1 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
dan anak dengan hambatan majemuk (tunaganda). SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus. Perbedaan individual (individual differences) yang terdapat pada siswa telah menjadi hal yang penting untuk dipertimbangkan dalam proses pengajaran. Kebijakan pendidikan di banyak negara Barat bahkan mendukung bagi disediakannya program pendidikan yang sedapat mungkin memenuhi kebutuhan individual setiap siswa, termasuk siswa berkebutuhan khusus. Peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hambatan dalam mengikuti pembelajaran, hambatan itu bervariasi, mulai dari gradasi yang paling berat sampai dengan yang paling ringan. Bagi peserta didik yang memiliki hambatan berat, mereka dapat dididik di sekolah khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sedangkan mereka yang memiliki hambatan belajar pada gradasi sedang dan ringan dapat dididik di sekolah umum/sekolah regular, dengan persyaratan tertentu. Pendidikan bagi ABK di sekolah umum/sekolah regular disebut sekolah inklusif. Setiap anak didik berbeda satu dengan yang lain, baik kemampuan di bidang akademik maupun di bidang non-akademik. Kenyataan ini mengharuskan pendidik perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta didik ketika mengembangkan kurikulum dan merancang pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusi tentu tidak hanya kurikulum umum/regular. Karena kurikulum regular hanya cocok untuk anak normal dan memiliki kemampuan homogen. Bagi ABK di sekolah inklusif seharusnya menggunakan kurikulum khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa “Kurikulum adalah: (1) seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajaran, serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Dalam konteks sekolah inklusif maka KTSP akan tidak hanya satu macam, karena keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Artinya di samping ada KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL, juga mengembangkan program pembelajaran individual (PPI) atau Individualized Educational Program (IEP) yang dikembangkan mengacu pada kurikulum khusus yang memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk satuan pendidikan dasar yang masih harus dikembangkan. Di sekolah inklusif terdapat kurikulum regular atau KTSP yang dikembangkan berpedoman pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan BSNP, dan IEP (Individualized Educational Program) atau PPI (Program Pembelajaran Individual) yang dikembangkan berdasarkan ”Kurikulum Khusus” atau ”Kurikulum Modifikasi”. Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum modifikasi akan menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, dengan mempertimbangkan kemampuan individual peserta didik. Hasilnya dituangkan dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru Pendidikan Khusus (GPK) serta petugas lain yang terkait. SD N 2 Bendan merupakan sekolah yang menyelenggarakan pendidikan secara terpadu. Selain anak normal di dalam SD N 2 Bendan terdapat beberapa jenis kelainan antara lain: tuna rungu, tuna wicara, tuna grahita, slow learner, dan autis. Sebagai landasan pembelajaran peserta didik dibuatkan program-program secara sistematik. Program untuk anak normal dan ABK tidak sama, untuk anak normal dibuatkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sedangkan untuk ABK dibuatkan program yang lebih spesifik dan bedasarkan kemampuan setiap indivu yang terangkum dalam Program Pembelajaran Individual (PPI). Dari semua jenis kelainan kelainan tersebut, semua dibuatkan PPI. Isi dari masing-masing PPI berbeda beda antara satu dengan yang lainnya. Terutama PPI untuk anak autis ada aspek aspek detail yang diperhatikan. Tentunya program tersebut harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak, karena karakteristik anak autis satu dengan anak autis lainnya berbeda-beda. Sebagai contoh Program Pembelajaran Individual (PPI) untuk ABK di SD N 2 Bendan Boyolali, khususnya anak autis. PPI untuk anak autis ini dibuat sebagai kurikulum bagi anak dan sebagai acuan untuk melatih kemampuan dalam hal sosoalisasi, kecerdasan dan kemandirian. Program Pembelajaran Individual (PPI) merupakan program yang dibuat oleh seorang pendidik sebagai acuan untuk memberikan pengajaran untuk ABK. Program Pemebelajaran Individual (PPI) dibuat untuk memberikan pembelajaran secara spesifik terhadap Anak Berkebutuhan khusus (ABK) karena kemampuan ABK dengan anak normal berbeda, baik dari segi intelgensi, konsentrasi, dan kemandirian. Bagi para guru yang telah terbiasa dengan pembuatan Satuan Pelajaran (SP), sebagian komponen-komponen program pengajaran individual mungkin tidak asing lagi, meskipun terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan ini terlihat paling tidak pada dua hal, yaitu pada isi programnya dan pada proses penyusunannya. Dalam hal isinya, satu komponen PPI yang jelas tidak ada pada SP adalah diskripsi keadaan anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
sekarang. Seperti tersurat pada istilah yang dipakai, PPI disusun untuk individual anak luar biasa, bukan untuk sekelas murid seperti pada SP. Oleh karena sifatnya yang individual, karakteristik anak yang dimaksud harus didiskripsikan secara lengkap, baik mengenai tingkat kemampuannya maupun tingkat kelemahannya dalam semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan sosialisasi, fisik, kesehatan, dsb. Perbedaan isi ini berpengaruh juga pada proses penyusunannya. Satuan pelajaran disusun berdasarkan pada kuantitas materi yang harus diselesaikan oleh guru dalam kurun waktu tertentu (misalnya satu semester) tanpa banyak mempertimbangkan perbedaan individu pada murid. Dengan kata lain, satuan pelajaran berorientasi pada materi. Sebaliknya, program pengajaran individual berorientasi pada individu murid. Oleh karena itu, proses penyusunan program pengajaran individu harus dimulai dengan asesmen kemampuan dan kelemahan individu murid secara menyeluruh dengan menggunakan alat pengukuran yang terpercaya. Proses penyusunan ini juga akan melibatkan berbagai tenaga profesi, seperti guru sendiri, guru PLB psikolog, psikiater, tenaga medis, dan pekerja sosial. Inilah yang tidak ditemukan dalam proses penyusunan satuan pelajaran. Anak autis sendiri adalah anak yang mengalami gangguan persuasif yang meliputi abnormalitas dalam bidang komunikasi, interaksi social, emosi, perilaku dan memiliki cara berpikir yang berbeda terhadap berbagai macam informasi yang diterima otaknya sehingga menyebabkan adanya perbedaan menanggapai objek. Selain itu, hubungan dengan seseorang secara otomatis juga terganggu. Sebagian penyandang autis tidak menampilakn adanya cacat mental dengan pertumbuhna fisik yang normal dan gejala autis yang konsisten seringkali membuat orang tua tidak menyadari anaknya berkelainan. Selain itu, sebagian besar anak autis juga mengalami gangguan dalam kemandirian. Kemandirian berarti keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain. Gangguan perkembangan pada anak yg berakibat tidak dapat berkomunikasi dan tidak dapat mengekspresikan perasaan dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
keinginannya sehingga perilaku hubungan dengan orang lain juga terganggu yang akan berdampak pada perkembangan sosial anak itu sendiri. Bertolak dari latar belakang tentang keadaan dan permasalahan yang dihadapi anak autis serta pentingnya peranan PPI dalam meningkatkan kemandirian hidup sehari-hari anak autis. Maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang ”Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) Dalam Meningkatkan Kemandirian Anak Autis Di SDN 2 Bendan (Studi Kasus di Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusi)”
B. Perumusan masalah Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting di dalam kegiatan penelitian, sebab masalah adalah obyek yang akan diteliti dan dicari jalan keluar melalui penelitian. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan sebagai berikut : ”Apakah Program Pembelajaran Individual (PPI) berperan dalam meningkatkan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan, tahun pelajaran 2011/2012?”
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki arah dan tujuan yang telah ditetapkan sehingga dapat memberikan manfaat. Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Peranan Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam meningkatkan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan, tahun pelajaran 2011/2012.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
D. Manfaat Penelitian Peneliti berharap, penelitian ini dapat memperoleh manfaat secara praktis maupun teoritis. 1. Manfaat teoritis : a) Sebagai masukan khususnya bagi Sekolah Dasar Inklusi dalam menangani permasalahan yang timbul yang berhubungan dengan kemandirian anak terutama anak autis, b) Memberikan bahan masukan bagi orang tua dan pendidik anak autis dalam kaitannya dengan pmberian pelayanan terhadap anak c) Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan lembaga pendidikan luar biasa pada khususnya, d) Mengetahui Program Pembelajaran Individual (PPI) dalam peranannya meningkatkan kemandirian anak autis, e) Sebagai tambahan referensi maupun informasi program yang relevan 2. Manfaat Praktis a) Bagi penulis : (a) Dapat menambah wawasan yang luas tentang ilmu pengetahuan dan sebagai lahan untuk mengaplikasikan teori yang diperoleh di bangku kuliah (b) Memperoleh pengalaman dan pengetahuan secara langsung mengenai situasi dan kondisi anak autis dalam kemandiriannya, b) Bagi sekolah (a) Memberikan sumbangan dalam mengatasi hambatan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan, (b) Memberikan masukan kepada tenaga pendidik dalam kaitannya dengan kemandirian anak autis, (c) Sekolah dapat menentukan pelayanan yang tepat bagi peningkatan kemandirian anak autis dengan bekerja sama dengan orang tua, (d) Memberikan kontribusi perkembangan ilmu pengetahuan bagi sekolah. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Peranan Setiap manusia yang menjadi bagian dari masyarakat senantiasa mempunyai status dan kesusukan yang akan menimbulkan suatu peran atau peranan. Jadi status merupakan posisi didalam suatu sistem social, sedangkan peranan adalah perikelakuan yang berkaitan dengan status tersebut. Peranan (role) merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status) subyek. Apabila seorang melaksanakan suatu hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu pernan. Peranan menentukan apa yang diperbuat seorang dalam masyarakat. Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai arti dari peranan menurut para ahli, akan diutarakan sebagai berikut : Aminudin Rami (1991:120), peranan merupakan perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu. Sedangkan menurut Abu Ahmad (1990:125), bahwa peranan adalah suatu kompleks penghargaan manusia terhadap cara individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya. Pendapat lain, menurut Phil Astrid (1983:75), peranan (role) merupakan dinamika dari status dan penggunaan dari hak dan kewajiban atau bisa juga disebut sebagai status subjektif. Peranan (role) yang dimaksud dalam hal ini menekankan pada unsur kewajiban dan tenggung jawab. Peranan sosial dapat juga disebut dengan istilah lain yaitu jabatan atau tugas. Sedangkan jabatan atau tugas sosial merupakan peranan sosial yang diserahkan oleh instansi kepada seseorang atau institusi sosial yang berwenang dan selanjutnya dibuat program khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam hal ini ABK. Disini yang disebut sebagai instansi atau lembaga adalah SD N 2 Bendan yang senjutnya membuat Program Pembelajaran Individual untuk ABK.
commit 8 to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
2. Tinjauan tantang Program Pembelajaran Individual (PPI) a). Pengertian PPI Seiring dengan dikeluarkannya peraturan pemerintah Indonesia mengenai penerapan pendidikan inklusif di beberapa sekolah percontohan, kebutuhan akan pengetahuan mengenai penyusunan dan pelaksanaan PPI semakin meningkat. Hal ini tidak hanya terjadi diantara para guru, namun juga pihak orangtua dari siswa berkebutuhan khusus. PPI menjamin akuntabilitas dimana guru yang bertanggung jawab untuk memberikan instruksi memiliki harapan dan target kurikulum yang jelas yang harus dipenuhi dan dimonitor. PPI juga dapat mengkompensasi kekurangan pada kurikulum reguler yang tidak secara komprehensif memuat area yang relevan dengan kehidupan siswa berkebutuhan khusus. Keterlibatan orangtua tampak saat memberikan masukan dan informasi mengenai keadaan anak dan aspirasi mereka. Selain itu, PPI memberikan struktur pengajaran yang sistematis yang membantu para pendidik memusatkan diri pada area pembelajaran yang penting. Program Pengajaran Individual (PPI) merupakan program pengajaran dimana siswa dapat mengerjakan dengan tepat tugas-tugas dalam waktu yang cukup dan kondisi yang termotivasi. Program ini disusun dengan mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan siswa sehingga memungkinkan siswa belajar secara optimal dan menguasai tingkat materi tertentu yang telah ditetapkan. Penyusunan program dilakukan sebelum siswa mendapatkan pelayanan khusus pada setting pendidikan tertentu. Sunardi, (2003:53) mengemukakan “Program Pembelajaran Individual (PPI) adalah suatu program pembelajaran yang disusun untuk membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kemampuannya. Program ini terbagi atas dua (2) hal yaitu : Program jangka panjang dan program jangka pendek”. Sedangkan menurut Gunarhadi (2010) dalam makalah yang diambil di
[email protected] PPI adalah :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu, Memberi kesempatan yang luas kepada tiap-tiap anak untuk belajar,dan Mendasarkan kebutuhan dan kemampuan anak untuk mengejar ketertinggalannya dan mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki Program Pembelajaran
Individual
(PPI)
atau
dikenal
dengan
istilah
Individualized Educational Program (IEP) adalah suatu dokumen tertulis yang secara singkat menguraikan pendidikan anak. Sesuai dengan istilahnya maka harus dibuat secara khusus diarahkan pada individu anak sendiri sehingga anak mendapatkan manfaat dalam proses pendidikannya. Kata kuncinya adalah individu. Suatu program yang sesuai bagi salah satu ABK mungkin saja tidak sesuai bagi ABK lainnya. PPI merupakan batu loncatan dalam proses pendidikan seorang anak dengan autis. Kita mengakui bahwa PPI adalah suatu pernyataan tertulis mengenai program pendidikan yang mengidentifikasikan pelayanan maupun jasa dalam memenuhi kebutuhan anak sehingga mereka dapat tumbuh dan belajar selama usia sekolah mereka. Pernyataan tertulis tersebut kemudian dapat dianggap sebagai sebuah dokumen syah atau bersifat formal mengenai: 1) Rencana pendidikan yang khusus karena menjelaskan target-target yang akan dicapai selama tahun pelajaran, 2) Pelayanan-pelayan yang dibutuhkan untuk membantu anak mencapai target-target tersebut, 3) Suatu metode dalam mengevaluasi kemajuan anak. Dengan demikian program pembelajaran individual merupakan model layanan pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus yang belajar bersama anak normal di sekolah reguler. PPI dikembangkan khusus untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus, yang penyusunannya melibatkan guru, orang tua dan para ahli yang terkait. Di dalam PPI menyatakan di mana anak berada, kemana tujuannya, bagaimana mencapai tujuan itu, dan bagaimana menyatakan pencapaian tujuan tersebut. Dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
demikian PPI dikembangkan dengan mencocokkan antara kemampuan dengan kebutuhan anak Biasanya dalam satu tahun pelajaran pelaksanaan program pembelajaran individual dibagi dalam beberapa periode. Periode ini bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan, misalnya tiga (3) bulan sekali. Periode ini sifatnya fleksibel sehingga apabila
memungkinkan
adanya
perubahan
terhadap
pelaksanaan
program
pembelajaran individual, maka guru dapat melakukan perubahan sehingga dapat membantu peserta didik berkebutuhan khusus walaupun periode tersebut belum berakhir. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan PPI telah berhasil atau belum, maka perlu diadakan evaluasi. Melihat dari kebutuhan anak didik serta tanggung jawab guru sebagai pendidik ada kendala yang terjadi yakni : beberapa guru yang mengajar di sekolah inklusi menganggap PPI hanya memakan waktu dan merepotkan saja. Mereka juga merasa tidak percaya diri untuk menyusunnya karena merasa kurang pengetahuan tentang hal tersebut. Sebagai akibatnya, filosofi pendidikan inklusi yang memperhitungkan kebutuhan unik dari siswa berkebutuhan khusus menjadi kurang terpenuhi. PPI sebagai Program Pengajaran Individual sering tidak berkaitan dengan kurikulum reguler, ‘mengisolasi’ siswa berkebutuhan khusus, memberi beban kerja tambahan kepada guru, teacher oriented, dan hanya terpusat pada keterampilan tertentu daripada aspek kognitif pembelajaran. b). Format PPI Tidak ada format yang baku mengenai PPI. PPI amat bervariasi, tergantung pada kondisi anak dan kebijakan sekolah. Hal yang mendapat penekanan dalam penulisan PPI adalah jelas, bermanfaat dan sesuai dengan aturan yang berlaku, bukan pada formatnya. Selain itu hubungan antar komponen-komponen juga harus jelas agar fokus pada kebutuhan khusus siswa tetap terjaga. Format PPI disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing-masing, namun ada komponen baku yang harus ada dalam suatu PPI yaitu : informasi data siswa dan tingkat kemampuan siswa. Sebelum PPI disusun oleh guru dan tim, maka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
diperlukan informasi yang holistik mengenai perkembangan peserta didik, terutama pada awal lima (5) tahun pertama kehidupannya. Informasi ini diperoleh melalui proses identifikasi awal dan asesmen, kemudian dianalisis dalam suatu data tertulis. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat menyusun suatu profil peserta didik. Profil peserta didik itu berisi tentang biodata peserta didik. Penyusunan PPI mengikuti suatu proses yang dimulai dari Pre-Referal, Referal, Identifikasi, Eligibility, Pengembangan PPI, Implementasi PPI, dan diikuti oleh Evaluasi dan Reviews. Proses ini dapat dibagi menjadi tahap Pengumpulan Data, tahap Pertemuan, dan tahap Penyusunan Program. Sebagai program yang dirancang sesuai dengan kebutuhan siswa, PPI memuat pendidikan yang sesuai bagi siswa, sejauh mana siswa mampu berpartisipasi dalam kurikulum, akomodasi yang diterima siswa dalam belajar dan mengikuti ujian/tes, dan beragam jasa pelayanan dari pihakpihak yang terkait (related service provider). Seperti yang termuat dalam http://gulit1.wordpress.com/2009/03/05/program-pendidikan-individual-ppi/
PPI
memuat beberapa komponen sebagai berikut: 1) Vision statement, yaitu pernyataan positif yang mencerminkan harapan dan impian siswa, keluarga dan sekolah yang kemudian menjadi arah bagi penetapan tujuan jangka panjang 2) Karakteristik dan kebutuhan khusus siswa, termasuk tingkat performansinya pada saat ini. Hal-hal ini diperoleh selama proses identifikasi dan asesmen melalui wawancara, observasi dan tes. Adapun contoh kebutuhan atau karakteristik khusus siswa dalam aspek sosial emosional adalah “Pemalu yang berarti tidak memiliki teman, tidak berinisiatif untuk memulai kontak sosial dengan tersenyum atau menyapa, sering menolak tawaran guru untuk menjawab pertanyaan, dsb” 3) Pendidikan khusus, pelayanan terkait, alat bantu, modifikasi program dan dukungan bagi pihak yang terlibat dalam pelaksanaan PPI untuk memenuhi kebutuhan khusus siswa. Pada komponen ini, PPI juga memuat frekuensi, durasi dan lokasi dari suatu kegiatan 4) Tujuan jangka panjang dan sasaran pembelajaran (behavioral objectives)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Tujuan jangka panjang merupakan hal yang menjadi prioritas yang akan dicapai dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya, tujuan jangka panjang disusun untuk waktu setahun, namun tidak menutup kemungkinan untuk jangka waktu 3 dan 6 bulan, tergantung pada kegiatan belajar di sekolah. Tujuan jangka panjang yang baik terfokus pada kekuatan dan kebutuhan siswa, child center, tidak terlalu spesifik dan menetapkan target waktu pencapaiannya. Selain itu jumlahnya tidak melebihi tiga tujuan. PPI tidak memiliki format yang sangat baku. Artinya setiap tim Pendidikan Khusus dapat memilih format yang disukai dan dinilai tepat untuk anak. Didalam http://cerpenik.blogspot.com/2011/04/modifikasi-kurikulum-dan-program.html dalam pembuatan PPI setidaknya ada 2 hal penting yang harus ada yaitu: (1) informasi tentang anak dan kemampuannya serta (2) program yang akan dilaksanakan. Salah satu format yang dapat digunakan adalah format PPI yang komponen-komonennya seperti berikut ini: 1) Informasi tentang anak. Informasi tentang anak biasanya diperoleh dari hasil identifikasi dan assesmen. Identifikasi merupakan kegiatan menemukenali peserta didik secara umum, kasar, global dan tidak menditail. Sedangkan asesmen merupakan proses identifikasi untuk mengenali karakteristik peserta didik secara lebih mendalam. Identifikasi dan asesmen ini perlu dilakukan untuk menentukan penyelenggaraan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Cara melakukan asesmen pada peserta didik dapat dengan observasi, checklist, tes, dsb. Aspek yang diasesmen menyangkut berbagai hal bidang akademik maupun non akademik. Seperti pengetahuan umum, kemampuan akademik, bina komunikasi dan interaksi sosial, Masalah-masalah yang dihadapi peserta didik, perilaku peserta didik, kemampuan bina diri, dan kemampuan senso-motorik, dsb. Informasi tentang anak dapat dimasukan dalam biodata dan gambaran perkembangan anak. Misalnya : Biodata peserta didik saecara umum mencakup :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
(a) Nama
:
(b) Tempat/tanggal lahir
:
(c) Nama orangtua
:
(d) Alamat
:
(e) Telepon
:
(f) Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat.: Sedangkan gambaran perkembangan peserta didik berkebutuhan khusus mencakup tentang keadaan anak mulai dari awal kehamilan, saat kehamilan, proses melahirkan, dan perkembangan anak, berikut gambaran perkembangan peserta didik : (a) Sejarah semasa dalam kandungan (b) Sejarah kelahiran (c) Sejarah kesehatan (misalnya: imunisasi, alergi, gangguan pencernaan, pernapasan, atau adanya gangguan kesehatan lain) (d) Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0 sampai 4 tahun (misalnya keterangan mengenai proses motorik kasar, apakah anak merangkak sebelum berjalan). Contoh lain, proses feeding, apakah anak mengisap sebelum dapat mengunyah. (e) Perkembangan siswa di usia 5 tahun, gambaran perkembangannya selama di Taman Kanak-kanak (misalnya rapor TK) (f) Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya psikolog, dokter anak, psikiater. (g) Informasi tambahan dari orang tua. 2) Program yang akan dilaksanakan Program-program yang akan dilaksanakan
harus
didasarkan tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. Oleh karena itu, perlu menetapkan program tertentu seperti yang diuraikan berikut ini :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
(a) Penetapan Prioritas Program Dari informasi yang digambarkan pada komponen tingkat kemampuan peserta
didik
ditetapkan
program-program
yang
diprioritaskan,
dan
tahapannya. Juga banyaknya program yang dijadikan target maupun aspekaspek yang ditentukan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Aspek dalam PPI mencakup aspek akademis dan non-akademis. Aspek akademis mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA. Sedangkan aspek nonakademis merupakan kemampuan yang mencakup kemampuan emosi, sosialisasi, perilaku, komunikasi, dan pembinaan
diri.
Kedua area
pembelajaran tersebut dipilih sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik. (b) Unsur Pelaksana Penunjukan pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan PPI, seperti guru kelas, guru bidang studi, guru pembimbing khusus, guru pendamping, orang tua, psikolog, terapis, dan pihak ahli lain yang terlibat (c) Periode Mencantumkan waktu pelaksanaan PPI dalam suatu tahun ajaran minimal dilakukan setiap tiga bulan atau disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, dan kebijakan sekolah yang bersangkutan (d) Tujuan Umum Membantu peserta didik untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan, melaluin program tertentu sehingga peserta didik dapat berhasil dengan baik, dan dapat mempertahankan hasil yang dicapainya. (e) Sasaran Belajar Merupakan kemampuan tertentu yang harus diharapkan diicapai oleh peserta didik (f) Aktivitas pembelajaran Merupakan cara-cara yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
(g) Tanggal selesai Merupakan tanggal berakhirnya program yang telah dijalankan sesuai dengan perencanaan. (h) Evaluasi Berbagai macam pelaksanaan evaluasi dapat berbentuk, secara tertulis, secara lisan, ataupun menilai secara praktek. Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik terhadap proses hasil pembelajaran. c). Contoh model PPI Setiap tenaga pengajar atau pendidik mempunyai model atau format PPI yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan PPI tidak mempunyai format yang pokok dan bersifat dinamis. Berikut contoh model profil peserta didik dan program pembelajaran individual
(PPI)
untuk
anak
berkebutuhan
khusus
yang
http://cerpenik.blogspot.com/2011/04/ : (contoh 1 dan contoh 2) Contoh 1 Model Profil Peserta Didik PROFIL PESERTA DIDIK 1) Data Peserta Didik (a) Nama
:
(b) Jenis Kelamin : (c) Tempat lahir : (d) Tanggal lahir : (e) Diagnosa
:
2) Data Orangtua (a) Nama Bapak : (b) Nama Ibu
:
(c) Alamat
:
(d) Telepon
:
commit to user
diambil
dari
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
3) Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat: (a) Nama
:
(b) Status
:
(c) Alamat
:
(d) Telepon
:
4) Contoh Perkembangan Siswa (a) Sejarah semasa dalam kandungan Pada tri-mester pertama perkembangan janin baik-baik saja, tidak ada kendala yang berarti seperti muntah-muntah atau mual yang berlebihan. Kesibukan Ibu yang cukup menyita waktu membuatnya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala yang dianggap mengganggu. Pada bulan ke-2 dan bulan ke-7 sempat mengalami keluar darah dalam bentuk flek, tapi bisa diantisipasi dengan obat karena langsung berkonsultasi dengan dokter. (b) Sejarah kelahiran Lahir pada jam 3 dini hari setelah mengalami kontraksi selama 17 jam. Proses kelahiran normal dengan induksi karena tidak mengalami kemajuan pembukaan. Setelah itu proses persalinan berjalan lancar, bayi lahir dengan berat 2,8 kg dan panjang badan 45 cm. (c) Sejarah kesehatan - Anak harus dirawat di rumah sakit ketika Anak berumur 5 hari karena ada gejala kulit berwana kuning. Kulit kuning ini merupakan indikasi fungsi hati yang belum berkembang optimal. Hal ini ditandai dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar bilirubin mencapai 13, batas normal adalah dibawah 10. - Anak mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) sampai usia 2 bulan. Setelah mencoba beberapa macam susu formula diketahui ternyata Anak alergi terhadap susu biasa. Hal itu terlihat dari munculnya bercak-bercak merah di seluruh badan. Anak harus mengkonsumsi susu khusus dengan dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
peptida rantai pendek selama 7 bulan. Setelah itu mulai sedikit demi sedikit diganti dengan susu hypo-allergenic yang merupakan susu untuk anak yang mengalami alergi sampai usia 1 tahun. Secara bertahap diganti juga dengan susu biasa. - Karena adanya masalah kesehatan, imunisasi yang dijalani terhambat. Anak mendapat seluruh imunisasi yang diwajibkan dan yang disarankan. Walaupun pelaksanaannya terlambat 2-3 bulan. (d) Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0 sampai 4 tahun. - Anak tumbuh dengan berat badan normal. Mulai berguling umur 4 bulan. Duduk di usia 8 bulan. Langsung berjalan pada usia 9 bulan sehingga tidak melalui proses merangkak. Usia 1 tahun sudah bisa berjalan walaupun jinjit dan kurang seimbang. Dapat lompat-lompat dengan 2 kaki di usia 1.5 tahun. Sampai saat ini belum dapat melompat 1 kaki secara berganti-gantian. - Perkembangan menyusui, ketika baru lahir di rumah sakit, Anak minum susu formula menggunakan sendok, tidak dengan dot bayi. Anak mulai belajar menyusu pada ibu sejak usia 2 hari. Untuk pelatihan minum menggunakan dot, sempat mencoba 3 merek dot yang berbeda-beda sampai akhirnya menemukan dot yang bisa digunakan untuk menyusu. Kekuatan otot mulut Anak cenderung lemah, hisapannya tidak kuat sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan susu. Anak juga sering mengeluarkan air liur sampai usia 1 tahun. Otot mulut Anak masih lemah sampai sekarang. Hal ini terlihat dari waktu makan yang lama. -
Perkembangan bicara: Anak belum bisa bicara sampai usia 3 tahun. Awalnya di usia 2 tahun mulai bisa mengeluarkan 1 suku kata untuk tujuan-tujuan tertentu, namun artikulasinya tidak jelas. Anak menjalani
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Speech Therapy sampai usia 5 tahun. Kemajuannya setelah menjalani Speech Therapy sekarang ini Anak bisa berbicara dengan lancar walaupun bunyi r dan s kurang jelas. -
Anak tidak suka berada di dekat orang lain, ia lebih suka menyendiri. Anak cenderung rewel apabila di lingkungan yang tidak ia sukai. Perilaku Anak yang sering muncul apabila merasa tidak nyaman adalah berteriak sambil menutup telinga dan berputar-putar keliling ruangan.
(e) Perkembangan siswa di usia 5 tahun Anak masuk TK usia 5 tahun. Setiap hari sekolah Ibu Anak harus mendampingi di luar kelas karena apabila sewaktu-waktu ada laporan dari guru, Ibu Anak merasa berkewajiban untuk membantu. Sesekali ibu Anak menemani Anak di dalam kelas apabila Anak memunculkan perilaku yang membuat keadaan kelas tidak kondusif. Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya psikolog, dokter anak, psikiater. - Pada usia 3.5 tahun Anak melalui proses asesmen psikologis, yang meliputi observasi dan tes intelegensi, psikolog menyatakan bahwa Anak mengalami Autisme. Anak juga menjalani tes EEG oleh neurolog anak dan tes alergi makanan. - Sejak itu Anak menjalani diet Casseien Free Gluten Free (CFGF), Sensory Integration Therapy dan Behavior Therapy. (f) Informasi tambahan dari orang tua. Orangtua merasa Anak memerlukan latihan di bidang kegiatan hidup sehari-hari, pelajaran-pelajaran akademis bisa diberikan kepada Anak sepanjang Anak bisa mengikuti. Apabila Anak kesulitan untuk mengikuti pelajaran akademis, sebaiknya materi ajaran dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan si A.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Contoh 2. Format Program Pembelajaran Individual (1) PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL Nama
:
Kelas
:
Tahun Ajaran : Diagnosa
:
Periode
:
1) Unsur Pelaksana No
Nama Pelaksana
Jabatan
1.
Guru
2.
Guru Siswa
Tanda Tangan
kebutuhan Khusus 2) Tingkat Kemampuan : (a) Akademik ................................................................................................................................... : (b) Non-Akademik ................................................................................................................................... : (c) Prioritas Program ................................................................................................................................... : (d) Tujuan Umum ................................................................................................................................... : (e) Sasaran Belajar ................................................................................................................................... (f) Aktivitas Pembelajaran: ................................................................................................................................... : (g) Tanggal Selesai ................................................................................................................................... : (h) Evaluasi ...................................................................................................................................
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Contoh 3 Format Program Pembelajaran Individual (2) PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL Nama
:
Kelas
:
Tahun Ajaran : Diagnosa
:
Periode
:
1) Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang 2) Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus) (a) Tujuan jangka panjang
:
(b) Tujuan jangka pendek : 3) Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas regular. 4) Pengaturan pemberian layanan 5) Waktu pelaksanaan dan kriteria evaluasi.
3. Tinjauan Tentang Anak Autis a). Pengertian anak autis Autis berasal dari kata auto, yang berarti sendri, dengan demikina autis dapat dartikan seseorang yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, perilaku, dan sosial. Pengertian mengenai anak autis dikemukakan lebih lanjut dijelaskan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah : Dra. Emi Dasiemi, Msi dalam perkuliahan PLB FKIP UNS angkatan 2006 : Anak autis adalah Anak autis adalah anak yang mempunyai gangguan perkembangan secara pervasif atau menyeluruh yaitu : 1) Gangguan interaksi sosial yang timbal balik (kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, tidak dapat bermain dengan teman sebaya) 2) Gangguan berkomunikasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
(a) Sering menggunakan bahasa yang aneh-aneh (b) Perilaku yang sering diulang-ulang (steorotip) (c) Gerakannya aneh dan khas (d) Terpaku pada bagian-bagian benda (e) Gangguan konsentrasi 3) Timbul sebelum usia 3 tahun, kebanyakan terdapat pada laki-laki 4) Cara bermain kurang variatif 5) Lebih senang menyendiri” Pengertian lain dikemukakan oleh (Sutadi, 2002:48), ”Autis adalah gangguan dalam perkembangan neurologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain di sekitarnya secara wajar.” Sedangkan menurut Sasanti (2004:8), Didalam makalah symposium masa kanak, Autis adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus dan secara klinis sering ditemukan gejala yang bercampur baur atau tumpang tindih dengan gejala-gejala dari beberapa gangguan perkembangan yang lain maupun gangguan spesifik lainnya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa anak autis adalah anak yang mengalami gangguan dalam perkembangan neurologisberat sehingga mempengaruhi cara anak untuk berinteraksi sosial, berkomunikasi, imajinasi dan berelasi (berhubungan) dengan orang lain disekitarnya secara wajar. Selain masalah dengan interaksi sosial, imajinasi, dan komunikasi, anak-anak dengan autisme juga memiliki rentang kepentingan yang terbatas . Banyak anak dengan autisme (hampir 75%) juga memiliki keterbelakangan mental. Dalam banyak kasus, anak autis tidak memiliki ikatan emosional dengan orang tua mereka atau anggota keluarga lainnya. b). Sebab-sebab anak autis Hingga saat ini kepastian mengenai sebab-sebab autis belum juga terpecahkan. Padahal, perkembangan jumlah anak autis sekarang ini kian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
mengkhawatirkan. Berikut pendapat beberapa ahli mengenai sebab-sebab anak autis yang berhasil penulis dapatkan Di dalam blog http://nanie90.blogspot.com/2010/04/html. Budiman (Kompas, 26-9-2000) mengemukakan, peningkatan kasus autisme belakangan ini, selain karena faktor kondisi dalam rahim seperti terkena virus toksoplamosis, sitomegalovirus, rubella atau herpes, dan faktor herediter, juga diduga karena pengaruh zat-zat beracun. Misalnya timah hitam (Pb) dari knalpot kendaraan, cerobong pabrik, cat tembok; kadmium (Cd) dari batu batere; serta air raksa (Hg) yang juga digunakan untuk menjinakkan kuman untuk imunisasi. Demikian pula pula antibiotik yang memusnahkan hampir semua kuman baik dan buruk di saluran pencernaan, sehingga jamur merajalela di usus. Logam-logam berat yang menumpuk di tubuh wanita dewasa masuk ke janin lewat demineralisasi tulang, dan tersalur ke bayi melalui ASI. Stephen Edelson, MD (Majalah Nirmala, Juni 2001) yang melakukan penelitian pada 1998 terhadap 56 anak autisme, menemukan bahwa 95% dari mereka dalam darahnya ditemukan satu atau lebih racun bahan kimia pada tingkat yang cukup tinggi, melampaui batas maksimum rata-rata orang dewasa dalam keadaan sehat. Selain itu, 100% dari mereka mengandung satu atau lebih metal seperti air raksa (merkuri) dan timah dalam tingkat yang tinggi, yang merupakan racun yang dapat menyerang sistem otak Kecurigaan peran Hg pada kejadian autisme dikemukakan pula oleh Dr. Bernard Rimland dari Autism Research Institution San Diego, yang berbicara ke Senat AS tentang hal ini. Hasil analisis mineral rambut anak penderita autisme menunjukkan kadar Pb dan Hg yang tinggi. Sedangkan menurut Dra. Emi Dasiemi, Msi, ada beberapa penyebab autis, antara lain : 1) Faktor psikososial 2) Faktor Neurobiologis 3) Teori Biologis 4) Faktor Genetik 5) Faktor Perinatal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
6) Teori Immuniologi 7) Infeksi virus Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Faktor psikososial Dahulu dianggap sebagai akibat hubungan yang dingin dan tidak akrab antara orang tua dan anak. Terganggunya terjadi karena keterlibatan antara anak dan ibu kurang. 2) Faktor Neurobiologis Pada anak autis menunjukkan adanya gangguan kelainan perkembangan selsel otak selama dalam kandungan oleh karena : - Gangguan oksigenisasi - Pendarahan - Infeksi 3) Teori Biologis Teori ini menjadi berkembang karena beberapa fakta seperti berikut: adanya hubungan yang erat dengan retardasi mental (75—80%), perbandingan lakilaki : perempuan = 4 : 1, meningkatnya insidens gangguan kejang (25%), dan adanya beberapa kondisi medis serta genetik yang mempunyai hubungan dengan gangguan ini. Hingga sekarang ini diyakini bahwa gangguan autisme merupakan suatu sindrom perilaku yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Namun demikian, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti letak abnormalitasnya. Hal ini diduga karena adanya disfungsi dari batang otak dan mesolimbik. Namun, dari penelitian terakhir ditemukan kemungkinan adanya keterlibatan dari serebelum 4) Faktor Genetik Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme. Penelitian pada anak kembar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama. Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi. 5) Faktor Perinatal selama kehamilan, gangguan pembentukan sel otak oleh berbagai faktor penyebab, serta berbagai faktor sesaat setelah kelahiran. Selain itu, pengobatan pada ibu hamil juga dapat merupakan faktor resiko yang menyebabkan
autisme.
Komplikasi
yang
paling
sering
dilaporkan
berhubungan dengan autisme adalah pendarahan trisemester pertama dan gawat janin disertai aspirasi mikonium saat mendekati kelahiran. 6) Teori Immuniologi Sistem kekebalan tubuh tidak tepat dapat menghasilkan antibodi yang menyerang otak anak-anak menyebabkan autisme.Kelainan pada struktur otak menyebabkan perilaku autistik.Anak-anak dengan autis memiliki waktu yang abnormal dari pertumbuhan otak mereka. Awal masa kanak-kanak, otak anakanak autis tumbuh lebih cepat dan lebih besar daripada anak normal. Kemudian, ketika otak anak-anak normal mendapatkan lebih besar dan lebih terorganisir, otak anak-anak autistik ‘tumbuh lebih lambat. 7) Infeksi virus Saat bayi dalam kandungan, bayi sangat rentan dengan serangan virus seperti virus toksoplamosis, sitomegalovirus, rubella atau herpes, dan faktor herediter
Berdasarkan uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebab anak autis dapat disebabkan karena beberapa faktor seperti : 1) Sebelum Melahirkan (prenatal) : seperti Infeksi saat mengandung , Gangguan metabolisme, Irradiasi sewaktu kehamilan antara 2-6 minggu, Kelainan kromosom, malnutrisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
2) Saat Melahirkan (natal) : meliputi Anoxia, Prematuritas dan postmaturitas, Kerusakan otak 3) Sesudah Melahirkan : Malnutrisi , Infeksi, Trauma
c). Gejala Autis Gejala-gejala autis pada umumnya mulai dapat di deteksi pada usia 3 tahun dan sepanjang hidupnya akan terlihat gejala-gejala tersebut. Gejala autis yang timbul antara anak 1 dan anak lainya berbeda-beda dan bervariasi dalam keparahan dari ringan sampai melumpuhkan. Berikut beberapa pendapat mengenai gajala-gejala autis yang penulis ambil dari beberapa sumber : Dari
http://obatherbal.xamthone-plus.net/2011/09/
dikemukakan,
bahwa
gejala umum yang mungkin hadir untuk beberapa derajat pada anak dengan autisme meliputi: 1) Kesulitan dengan komunikasi verbal, termasuk masalah menggunakan dan memahami bahasa. 2) Ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam percakapan, bahkan ketika anak memiliki kemampuan untuk berbicara. 3) Kesulitan dengan komunikasi non-verbal, seperti gerak tubuh dan ekspresi wajah. 4) Kesulitan dengan interaksi sosial, termasuk berhubungan dengan orang dan lingkungan sekitarnya nya. 5) Ketidakmampuan untuk membuat teman-teman dan lebih memilih untuk bermain sendiri. 6) Kurangnya imajinasi. 7) Kesulitan menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan rutin atau akrab, atau desakan yang tidak masuk akal pada rutinitas berikut secara rinci. 8) Gerakan tubuh yang berulang, atau pola perilaku, seperti tangan mengepak, berputar, dan membenturkan kepala. 9) Keasyikan dengan benda-benda yang tidak biasa atau bagian dari benda.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
Sedangkan di dalam http://nanie90.blogspot.com/2010/04/ dikemukakan gejala-gejala autis yakni : 1) Adanya gangguan yang menetap pada interaksi sosial, 2) Komunikasi yang menyimpang,dan pola tingkah laku yang terbatas serta stereotip. 3) Fungsi yang abnormal ini biasanya telah muncul sebelum usia 3 tahun. 4) Lebih dari dua per tiga mempunyai fungsi di bawah rata-rata. Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain. Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan. Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulangulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka. Berikut ini beberapa atau keseluruhan karakteristik yang dapat diamati pada pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun. 1) Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
2) Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi. 3) Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar. Misalnya : bermain pada satu benda secara terus menerus sampai benda tersebut rusak atau hancur. 4) Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali. 5) Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa di antaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian,
selalu
terdapat
individualitas
yang unik
dari
individu-individu
penyandangnya.
4. Tinjauan Tentang Kemandirian a). Pengertian Kemandirian Menurut asal katanya , kata kemandirian berasal dari kata mandiri yang berimbuhan ke-an. Mandiri berarti berdiri sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi Depdikbud, Balai Pustaka (1995:625), mandiri diartikan sebagai ”keadaan dapat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain sejak kecil ia sudah terbiasa, sehingga bebas dari ketergantungan orang lain. Kemandirian adalah hal atas keadaan dapat berdiri sendiri tanpa tergantung pada orang lain.” Menurut
Hadawi Nawawi (1994:57),
kemandirian adalah ”kemampuan
mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia untuk ditampilkan di dalam sikap dan perilaku yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi seorang individu.”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemandirian adalah kemampuan diamana indiividu tersebut dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, dalam hal ini kemandirian untuk anak autis yakni anak dapat meminimalisir ketergantungan terhadap orang lain, dan memaksimalkan kemampuan dalam hal sosialisasi, komunikasi dan interaksi sosial. b). Kriteria Kemandirian Menurut Sutardi (1984:3), menyebutkan bahwa ciri-ciri kehidupan mandiri ada tiga bidang kehidupan antara lain : 1) Activity of Daily Living (ADL) Yang dimaksud dengan ADL adalah suatu aktifitas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya : makan, minum, da berpakaian. 2) Aktifitas Bermain Aktifitas ini adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan permainan yang memunyai tujuan agar anak (autis) dapat menyalurkan emosinya sekaligus terhibur, sebab bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak autis. Aktifitas bermain itu antara lain adalah dengan berbagai bentuk permainan. Selain itu aktifitas bermain juga dapat melatih kemampuan motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar. misalnya : bermain musik, sepak bola, dan berbagai mainan lainnya. 3) Aktifitas Pekerjaan Dalam suatu pekerjaan terdapat nilai-nilai kehidupan, selain sebagai aktifitas dasar atau persiapan bagi anak untuk menguasai jenis ketrampilan tertentu guna menjadi bekal dalam kelangsungan hidupnya. Berbagai macam bentuk aktifitas tersebut perlu diberikan kepada anak (autis) agar kehidupannya lebih mandiri, atau tidak menggantungkan diri kepada orang lain serta diharapkan anak tersebut dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
c). Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian Faktor yang mempengaruhi kemandirain dibagi menjadi dua yaitu : 1) Faktor dari dalam individu (a) kondisi fisik Kondisi fisik yaitu kondisi jasmaniah dari individu. Sebagai contoh orang sakit, ia tidak bisa apa-apa, segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain. Dalam hali ini dikatakan kurang mandiri, karena sangat tergantung dengan orang lain. (b) kondisi psikis Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan dari individu. Kondisi kejiwaan yang mempengaruhi kemandirian adalah intelegensi, motivasi, dan sikap. 2) Faktor dari luar individu (a) faktor sosial Faktor ini adalah faktor yang berasal dari manusia. Yang berarti ada hubungan secara langsung dengan manusia. Misalnya seorang anak berada dalam asuhan seorang pendidik atau keluarga yang otoriter. Dalam keluarga yang otoriter biasanya segala sesuatu telah ditentukan oleh orang tua. Sehingga anak tidak bisa ikut serta mengambil keputusan. Dengan kondisi yang
demikian,
akan
membunuh
kreatifitas
dan
menumbuhkan
ketergantungan pada diri anak itu sendiri. Lain halnya pada keluarga yang demokratis, anak diberikan peluang dan kebebasan dalam mengungkapkan gagasan dan kemauannya sehingga daya kreatifitasnya akan
lebih
berkembang. Begitu juga dengan anak autis, jika semua kebutuhan anak (autis) dipenuhi (misal: makan dan minum diambilkan dan disuapi) maka kemampuan anak akan terbatas dan tidak akan berkembang. (b) faktor non sosial faktor non sosial yang dimaksud adalah selain adanya hubungan secara langsung dengan manusia ada faktor lain, faktor dari situasi dan kondisi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
ligkungan anak yang dimaksud adalah situasi politik, ekonomi, dan kebudayaan. d). usaha-usaha untuk meningkatkan kemandirian anak autis Usaha yang diberikan adalah dengan memberikan pelayanan bimbingan terhadap kemandirian anak autis itu sendiri. Beberapa alternatif usaha bimbingan dalam meningkatkan kemandirian anak yaitu : 1) Bimbingan penyesuaian diri Ada dua hal pentng dalam penyesuaian diri antara lain : (a) Pandangan dan sikap keluarga terhadap anak dalam berbagai hal antara lalin : (1). Kemampuan dan kelemahan yang berhubungan dengan jasmani dan
rohaninya (2). Peranan dan sikap sosial anak, sukar atau mudah bergaul, suka
menangis, suka tertawa, ngambek atau marah, tidak responsif terhadap lingkungan (3). Pengertian terhadap nilai etik dan estetik
(b) Pandangan dan sikap orang tua terhadap kesehatan anak, bahwa kesehatan jasmani akan berpengaruh terhadap perkembangan rohaninya, tidak menjadi masalah terhadap orang tua. 2) Bimbingan penyesuaian pekerjaan Dalam masalah pekerjaan, perlu ada latihan kerja (vocational training), faktor penting yang diperlukan dalam latihan kerja adalah : (a) Bidang vocational Misal : pertanian, peternakan, kerajinan
tangan, pertukangan dan
kerumahtanggaan. (b) Metode yang digunakan sesuai dengan sikap kerja masing-masing yang mempunyai cara dan sikap yang berbeda, misal sikap mencangkul berbeda dengan memasak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
(c) Persediaan bahan pekerjaan Hal ini sangat penting agar kelangsungan pekerjaan dapat berlangsung terus dan difikirkan bagaimana agar persediaan bahan-bahan itu tetap ada. 3) Bimbingan penyesuaian sosial Usaha penyesuaian sosial ditujuakn bagi anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya yang luas. Agar anak dapat mandiri dalam kehidupan penyesuaian sosialnya diberikan bimbingan untuk : (a) Pembentukan kepribadian Pembentukan pribadi terutama kepercayaan kepada diri snediri dapat melalui latihan-latihan koordinasi sensomotorik antara lain mliputi : (1) Permainan bebas macam-macam (puzzel) (2) Anak berjalan dengan meneliti atau berjalan di atas papan yang letaknya agak tinggi atau naik tangga (3) Laihan menggunting dan melipat kertas (b) Merawat diri Merawat diri atau ditekankan pada ADL antara lain meliputi : (1) Kebersihan diri Untuk ini anak dilatih dalam hal menggosok gigi, mandi, makan, minum, dan menjaga kebersihan badan lainnya. (2) Kerapian Kerapian yang dimaksud adalah kerapian yang berhubungan dengan diri sendiri mauoun kerapian lingkungannya. Untuk itu anak perlu dilatih dalam hal tertentu secara sederhana seperti : - Kerapian berpakaian, menyisir rambut atau berdandan - Kerapian kamar tidurnya - Kerapian dan kebersihan ruang tidur, ruang makan, dan ruang tamu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
B. Kerangka Berfikir Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada penemuan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Penyusunan kerangka berpikir berarti membuat argumentasi- argumentasi rasional berdasarkan teori- teori yang telah diutarakan dalam kajian teori. Dengan demikian, penyusunan kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut: Anak autis mengalami gangguan gangguan persuasif yang meliputi abnormalitas dalam
bidang
komunikasi, interaksi social, emosi, perilaku dan
memiliki cara berpikir yang berbeda terhadap berbagai macam informasi yang diterima otaknya sehingga menyebabkan adanya perbedaan menanggapai objek dan mempengaruhi kemandirian dalam melakukan kegiatan mengurus diri. Selain itu, hubungan dengan seseorang secara otomatis juga terganggu. Kemandirian adalah kemampuan diamana individu tersebut dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain, dalam hal ini kemandirian untuk anak autis yakni anak dapat meminimalisir ketergantungan terhadap orang lain, dan memaksimalkan kemampuan dalam hal sosialisasi, komunikasi dan interaksi sosial. Gangguan tersebut mungkin disebabkan oleh terganggunya sistem syaraf pusat atau oleh faktor lain yang berpengaruh secara tidak langsung, sebagai contoh kurangnya stimulasi mengenai perbendaharaan kata dan bahasa dari lingkungan, pengajaran bahasa di sekolah yang tidak efektif dan sebagainya. Anak autis dapat dikatakan mempunyai kemandirian apabila terdapat 3 kriteria, yaitu (1) anak dapat melakukan Activity of Daily Living (ADL), Yang dimaksud dengan ADL adalah suatu aktifitas yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, misalnya : makan, minum, da berpakaian. Yang ke (2) yaitu anak dapat melakukan Aktifitas Bermain, Aktifitas ini adalah suatu kegiatan yang ada hubungannya dengan permainan yang memunyai tujuan agar anak (autis) dapat menyalurkan emosinya sekaligus terhibur, sebab bermain merupakan hal yang menyenangkan bagi anak autis. Aktifitas bermain itu antara lain adalah dengan berbagai bentuk permainan. Selain itu aktifitas bermain juga dapat melatih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
kemampuan motorik, baik motorik halus maupun motorik kasar. misalnya : bermain musik, sepak bola, dan berbagai mainan lainnya. Dan yang ke (3) anak dapat melakukan aktifitas Pekerjaan, Dalam suatu pekerjaan terdapat nilai-nilai kehidupan, selain sebagai aktifitas dasar atau persiapan bagi anak untuk menguasai jenis ketrampilan tertentu guna menjadi bekal dalam kelangsungan hidupnya. Berdasarkan kriteria kemandirian , bahwa masalah kemandirian yang dialami anak autis berkaitan dengan program-program pembelajaran yang diberikan oleh guru yang bekerja sama dengan orang tua anak. Meskipun hal tersebut bukanlah pengaruh langsung dari penyebab kurangnya kemandirian dari anak autis Peningkatan kemandirian dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya pembuatan program-program khusus oleh sekolah yang terangkum dalam Program Pembelajaran Individual (PPI). PPI tersebut memiliki tujuan dan manfaat, rancangan program PPI disesuaikan dengan karakter dari setiap individu. Sehingga proses pembelajaran untuk anak dapat dilakukan dengan semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini dapat di buat bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
Tradisional
- Anak belum bisa makan sendiri - Anak belum bisa menyiapkan buku sendiri - Anak belum bisa memakai sepatu sendiri (tingkt kemandirian anak autis meningkat)
Tindakan
Penerapan Program Pembelajara nIndividual
- Anak bisa makan sendiri - Anak bisa menyiapkan buku sendiri - Anak bisa memakai sepatu sendiri (tingkat kemandirian anak autis meningkat)
Hasil
Meningkat
Awal
Gambar 1. Bagan Kerangka Berfikir
C. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah yang dteliti dan masih dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berfikir maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : ” Program Pembelajaran Individual (PPI) berperan dalam meningkatkan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan, Tahun Pelajaran 2011/2012”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian. 1. Tempat Penelitian Tempat penelitian adalah lokasi dimana penelitian dilakukan sehingga diperoleh sejumlah data yang dibutuhkan dari masalah yang diteliti. Penelitian ini mengambil lokasi di SD Negeri 2 Bendan yang beralamat di Desa
Klumpit,
Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, dengan pertimbangan sebagai berikut: a). Peneliti telah mempunyai hubungan baik dengan sekolah tersebut. b). Sekolah tersebut belum pernah digunakan untuk penelitian sejenis. c). Data yang diperlukan dalam penelitian ini ada pada sekolah tersebut. d). Kriteria subyek yang akan diteliti terdapat di sekolah tersebut.
2. Waktu Penelitian Tabel 1. Waktu penelitian Bulan Minggu Pengajuan judul Pengajuan proposal Perijinan penelitian Pelaksanaan penelitian
Oktober I
November
II
III
IV
x
x
x
V I II
Desember
Januari
III
IV
I II
III IV
x
x
x x
x
Febuari
I II
III
IV V I
x x
x
x
II III
x
x
x
x x x
Analisis hasil penelitian Penyusunan hasil penelitian
x
x x
Perbanyakan
x x x
36
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
B. Metode Penelitian Suatu penelitian pada dasarnya harus menggunakan cara tertentu yang dilaksanakan dengan terencana dab sistematis. Penentuan metode penelitian yang tepat akan memudahkan peneliti dalam penelitiannya dan juga hasil penelitiannya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:160) berpendapat bahwa metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam menyempurnakan data penelitiannya. Menurut Mardalis (2002: 24) berpendapat bahwa metode adalah suatu cara atau teknis yang dilakukan dalam proses penelitian, sedangkan penelitian adalah upaya dalam bidang ilmu pengetauan yang dijalankan untuk memperoleh fakta-fakta dan prinsip-prinsip dengan sabar, hati-hati dan sistematis untuk mewujudkan kebenaran. Menurut Winarno Surakhmad (1994:131) pengertian metode adalah sebagai berikut: Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan menggunakan teknik atau alat-alat tertentu. Cara ini di gunakan setelah penyelidik memperhitungkan kewajaran ditinjau dari tujuan penyelidikan serta dari situasi penyelidikan. Berdasarkan adalah
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian
suatu cara
atau
jalan yang ditempuh dalam usaha
menemukan,
mengembangkan dan melakukan klarifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa dengan menggunakan metode ilmiah. Mardalis (2002: 25-26) mengemukakan bahwa terdapat empat metode yang biasa di gunakan dalam kegiatan penelitian, yaitu: 1. 2. 3. 4.
Penelitian Historis Penelitian Penjajakan/ Eksploratif Penelitian Deskriptif Penelitian Eksplanatori/ Penjelasan/ Eksperimen
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Beberapa metode di atas dapat diuraikan secara lebih rinci sebagai berikut: 1. Penelitian Historis Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang telah terjadi pada masa lampau. Proses-prosesnya terdiri dari penyelidikan, pencatatan, analisi, dan menginterprestasikan
peristiwa-peristiwa
masa
lalu
guna
menemukan
generalisasi-generalisasi. Generalisasi tersebut berguna untk memahami masa lampau, juga keadaan masa kini, bahkan secara terbatas bias digunakan untuk mengatasi hal-hal mendatang. 2. Penelitian Penjajakan/ Eksploratif Penelitian ini bertujuan untuk memberi hubungan-hubungan baru yang terdapat pada suatu permasalahan yang luas dan kompleks. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengumpulkan data sebanyak-banyaknya. Setelah dianalisa, diharapkan hasilnya bias jadi hipotesa untuk penelitian berikutnya. penelitian eksploratif itu sendiri tidak memakai hipotesa, karena kompleksnya data yang akan diteliti tidak mungkin dirumuskan atau tidak bias disusun hipotesanya. 3. Penelitian Deskriptif Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan apa yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya
mendeskripsikan,
mencatat,
menganalisa, dan
menginterprestasikan kondisi yang sekarang ini terjadiatau ada. Penelitian ini tidak menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa , melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel yang diteliti. Penelitian semacam ini sering dilakukan oleh pejabat-pejabat guna mengambil kebijakan atau keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan dalam melakukan tugasnya. 4. Penelitian Eksplanatori/ Penjelasan/ Eksperimen Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa-apa yang akan terjadi bila variable-variabel tertentu dikontrol atau dimanipulasi secara teratur. Fokus penelitian pada ukuran antar variabel. Dalam hubungan ini kesengajaan mengadakan manipulasi terhadap sesuatu variabel, selamanya merupakan bagian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
yang tak terpisahkan dari metode eksperimen. Penelitian ini dapat dikatakan sebagai penelitian penguji hipotesa yang menguji hubungan sebab-akibat diantara variabel yang diteliti.
1. Bentuk Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode Deskriptif Kualitatif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat, pencatatan dokumen maupun arsip yang memiliki arti yang sangat lebih dari sekedar angka atau frekuensi. Menurut Drs. Slamet Widodo, ST, M.Pd metode penelitian deskriptif ialah untuk membuat pemberian atau penyandaran sacara sistematis, factual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Dari kesimpulan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang menggambarkan atau mendeskripsikan suatu pemecahan suatu masalah secara factual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu
Kemudian dijelaskan lagi oleh Sugiyono (2010 : 15) sebagai berikut : Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan peneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/ kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi. Penelitian ini diperoleh dengan mempertimbangkan kesesuaian obyek dari studi, sehingga menggunakan metode penelitian secara mendalam agar sesuai dengan metode tersebut yaitu menggunakan metode deskriptif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat dari Winarno Surakhmad (1994: 139) “Metode penyelidikan deskriptif adalah menuturkan dan menafsirkan data yang ada”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode penelitian adalah
suatu cara
atau
jalan yang ditempuh dalam usaha
menemukan,
mengembangkan dan melakukan klarifikasi terhadap kebenaran suatu peristiwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
dengan menggunakan metode ilmiah, jadi metode mempunyai peranan yang sangat penting didalam usaha untuk mengadakan suatu penelitian dan memecahkan permasalahan yang dialami peneliti”. 2. Strategi Penelitian Agar masalah yang diteliti dapat diungkap dan dipecahkan maka setelah menentukan bentuk penelitian selanjutnya menentukan strategi penelitian yang akan dipakai. H.B Sutopo (2002 : 112) menyatakan bahwa “ Di dalam penelitian kualitatif di kenal adanya studi kasus tunggal dan studi kasus ganda, kemudian keduanya masih dibedakan dengan jenis penelitian terpancang ataupun holistik”. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model strategi tunggal terpancang. Mengenai model ini H. B. Sutopo (2002: 41- 42) menjelaskan sebagai berikut : “Dalam penelitian kualitatif terdapat satu bentuk penelitian dimana peneliti sudah menentukan terlebih dahulu fokus penelitiannya yang berupa objek utama yang akan dikaji berdasarkan tujuan yang diharapkan peneliti, bentuk penelitian tersebut adalah bentuk terpancang”. Untuk itu maksud dari strategi tunggal terpancang dalam penelitian ini, mengandung pengertian sebagai berikut : tunggal yang artinya hanya dalam satu lokasi yaitu di SD N 2 Bendan. Sedangkan terpancang artinya hanya pada tujuan untuk mengetahui peranan Program Pemberalajaran Individual (PPI) untuk meningkatkan kemandirian anak autis.
C. Sumber Data Menurut H.B. Sutopo (2002: 50-54) menyatakan bahwa: “Sumber data dalam penelitian kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi, benda, beragam gambar dan rekaman, dokumen atau arsip”. Pendapat lain tentang sumber data dalam penelitian kualitatif adalah yang diungkap oleh Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2010: 157) menjelaskan bahwa: “Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, foto dan statistik”. Berdasarkan pendapat di atas, dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber data yang berupa informan, tempat dan peristiwa serta dokumen, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: 1. Informan “Informan adalah sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawacara atau jawaban tertulis melalui angket.” (Suharsimi Arikunto, 1996 : 114). Adapun informan dalam penelitian ini adalah: a). Kepala Sekolah SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali b). Guru Pendamping Khusus (GPK) SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali c). Orang tua/wali dari anak autis. 2. Tempat dan Peristiwa Penulis dalam penelitian ini mengambil tempat penelitian di SD N 2 Bendang, yang beralamat di desa Klumpit, kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali. Sedangkan peristiwa yang dimaksud adalah peranan program pembelajaran individual dalam peningkatan kemandirian anak autis, anak autis di SD N 2 Bendan berjumlah 8 anak dan semuanya laki-laki. 3. Dokumen
Sumber data yang kedua atau data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen. “ Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.” (Lexy J. Moleong, 2010:159) Dokumen disini dapat berupa surat dan agenda yang berkaitan dengan suatu peristiwa tertentu. Dalam penelitian ini dokumen yang akan digunakan peneliti adalah:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
a). Buku laporan hasil belajar siswa (raport) Laporan hasil belajar siswa (raport) anak berkebutuhan khusus khususnya anak autis berbeda dengan anak regular. Jika didalam raport anak regular diukur dengan adanya angka, maka raport untuk anak autis berupa deskripsi (gambaran) mengenai perkembangan anak selama 1 periode tertentu. b). Buku penghubung siswa Buku penghubung siswa merupakan media yang digunakan oelh guru pendamping khusus untuk memberitahukan kegiatan selama proses pembelajaran yang dilakukan selama disekolah, hal ini bertujuan agar orang tua/ wali mengetahui kegiatan yang dilakukan anak selama berada disekolah dan selanjutnya ditindak lanjuti di rumah, karena proses pembelajaran anak autis berkesinambungan. c). Program Pembelajaran Individual (PPI) Program Pembelajaran Individual (PPI) merupakan sekumpulan program yang disusun oleh tenaga pendidik sebagai acuan untuk meberikan pembelajaran untuk anak. d). Foto dan buku agenda kelas khusus Foto merupakan gambaran yang diambil selama proses pembelajaran anak, baik di dalam kelas maupun diluar kelas. Sedangkan buku agenda kelas khusus merupakan catatan mengenai kegiatan yang dilakukan anak selama proses didalam sekolah.
D. Teknik Sampling (Cuplikan) Pada penelitian kualitatif sampel akan ditunjukkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan bahwa sampel itu mengetahui dengan masalah yang diteliti, jujur, dapat dipercaya dan datanya bersifat obyektif. Menurut Prof. Sutrisno Hadi MA teknik sampling ada dua macam, yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
1. Teknik random sampling Teknik random sampling adalah teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam polulasi baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama diberi kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel. Random sampling juga diberi istilah pengambilan sampel secara rambang atau acak yaitu pengambilan sampel yang tanpa pilih-pilih atau pandang bulu, didasarkan pada prinsip-prinsip matematis yang talah diuji dalam praktek. Karenanya dipandang sebagai teknik sampling paling baik dalam penelitian. Dalam praktek random sampling meliputi : a). Cara undian Pengambilan sampel secara undian ialah seperti layaknya orang melaksanakan undian. Adapun langkah-langkahnya adalah : 1) Membuat daftar yang berisi semua subyek, obyek, peristiwa, atau kelompok-kelompok yang akan diselidiki, 2) Memberi kode yang berupa angka-angka untuk semua yang akan diselidiki, 3) Menulis kode tersebut masing-masing pada selembar kertas kecil, 4) Mengulang setiap kertas kecil tersebut, 5) Memasukan gulungan-gulungan kertas tersebut dalam kaleng atau tempat sejenis, 6) Mengocok baik-baik kaleng tersebut, 7) Mengambil satu-persatu gulungan tersebut sejumlah kebutuhan. b). Cara ordinal cara ini dilakukan dengan memilih nomer genap atau gasal atau kelipatan tertentu, langkahnya : 1) Membuat daftar yang berisi semua subyek, obyek peristiwa, atau kelompok yang akan diselidikilengkap dangan nomor urutnya, 2) Mengambil nomor-nomor tertentu, misalnya nomor-nomor gasal atau genap semua atau nomor-nomor kelipatan tertentu, contohnya :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
nomor
Nama subyek
1
Ida
2
Ika
3
Eko
4
Edi
5
Bobi
dst
dst
c). Cara randomisasi dari tabel bilangan random Cara ini menuntun peneliti untuk memilih anggota sampel dengan cara : 1) Membuat daftar nomor dan subyek 2) Membuat tabel yang berisi nomor-nomor subyek 3) Menjatuhkan pensil secara sembarang pada petak-petak tabel yang berisi nomor-nomor sampai diperoleh sebanyak anggota yang dibutuhkan Contoh praktis : - Lihat contoh 2 (cara ordinal) dan a - Membuat tabel bilangan random 1
2
3
4
5
6
7
8
9
- Pensil jatuh pada nomor 3,4,5,6,7,8 dan 9. nomor-nomor itulah yang dijadikan sampel Catatan Contoh tersebut digunakan untuk sampel kecil, 2. sampling Teknik random sampling adalah cara pengambilan sampling adalah cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota populasi diberi kesempatan untuk dipilih menjadi sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
a). Macam-macamnya. Semua teknik sampling yang tidak tergolong dalam random sampling adalah tergolong dalam jenis-jenis teknik sampling non random. Macam-macam sampling dalam non random sampling adalah : 1) Teknik Proporsional Sampling. Teknik ini rnenghendaki cara pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan besar kecilnya sub-sub populasi tersebut. Cara
ini
dapat
memberi
landasangeneralisasi
yang
lebih
dapat
dipertanggungjawabkan daripada apabila tanpa memperhitungkan besar kecilnya sub populasi dan tiap-tiap sub populasi. Contoh : Penelitian mengambil 50 anak pandai dan 50 anak bodoh dengan mendasarkan pada tingkat IQ mereka, maka perbandingan kedua kelompok tersebut disertai dengan teknik random, adakalanya tidak. Apabila teknik proporsional sampling disertai random maka disebut proporsional random sampling. Sampel yang diperoleh dengan teknik ini disebut proporsional sampel. 2) Teknik Stratifiet Sampling. Teknik ini biasa digunakan apabila populasi terdiri dari susunan kelompokkelompok
yang
bertingkat-tingkat.
menggunakan teknik
ini,
Penelitian
misalnya apabila
pendidikan
sering
meneliti tingkat-tingkat
pendidikan tingkat kelas. Langkah-langkahnya : - Mencatat banyaknya tingkatan yang ada dalam populasi. - Menentukan jumlah tingkatan pada sampel berdasarkan a) tersebut. - Memilih anggota sampel dari masing-masing tingkatan pada a) dengan teknik proporsional atau proporsional random sampling.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Contoh : Penelitian untuk mengetahui prestasi belajar rata-rata suatu SMP, maka sampelnya adalah murid kelas I, kelas II, dan kelas III. Sampel yang diperoleh dengan cara ini adalah Stratifiet Sampel 3) Teknik Purposive Sampling Teknik ini berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai an kut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Jadi ciri-ciri atau sifat-sifat yang spesifik yang ada atau dilihat dalam populasi dijadikan kunci untuk pengambilan sampel. Contoh : Penelitian
tentang
pendapat
masyarakat
untuk
pengembangan
Pendidikan Luar Biasa (PLB) atau yang sekarang juga diberi istilah pendidikan khusus. Mengambil sampel subyek masyarakat kota dan masyarakat desa. Sebab kedua masyarakat tersebut memiliki ciri yang berbeda. Sampel yang diperoleh dengan teknik ini disebut Purposive sampel. , _ 4) Teknik Quota Sampling Teknik ini menghendaki pengambilan sampel dengan mend asarkan diri pada Quotum (di Indonesia = kotum). Peneliti harus terlebih dahulu menetapkan jumlah subyek yang akan diselidiki. Subyek-subyek populasi harus ditetapkan kriterianya untuk menetapkan kriteria sampel. Ciri pokok dalam quota sampling adalah bahwa jumlah subyek yang telah ditetapkan akan terpenuhi. Kelemahan utama teknik ini ialah para petugas pengambil sampel kurang terawasi apakah kriteria-kriteria dalam populasi sudah tercermin dalam sampel, karenanya teknik ini kurang disukai. 5) Teknik Double Sampling Yaitu pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Yang dimaksud sampel kembar, yaitu sampel yang diperoleh misalnya secara angket (terutama angket yang terkirim lewat pos). Dari cara itu, ada angket yang kembali dan ada angket yang tidak kembali. Masingmasing kelompok dicatat, kemudian bagi angket yang tidak kembali dipertegas dengan interviu. Jadi sampling kedua ini berfungsi mencek sampling pertama (yang angketnya kembali). Contoh : Pengambilan sampel pada cross validasi, sampel pertama menggunakan jumlah anggota yang lebih besar dan pada sampel kedua yang berfungsi sebagai alat kontrol. Sampel yang diperoleh dengan teknik ini disebut kembar (double sampel). 6) Teknik Area Probability Sampling Teknik ini menghendaki cara pengambilan sampel yang mendasarkan pada pembagian area (daerah-daerah) yang ada pada populasi. Artinya daerah yang ada pada populasi di bagi-bagi menjadi beberapa daerah yang lebih kecil Contoh : Meneliti masyarakat kota Solo mengambil sampel daerah pinggiran kota dan daerah tengah kota. Untuk mewakili daerah tengah kota misalnya daerah kelurahan Keprabon, Kauman, Timuran, Sriwedari dan Kepatihan. Untuk mewakili daerah pinggiran kota misalnya daerah Kelurahan; Kadipiro, Karangasem, Mojosongo dan sebagainya. Sampel yang diperoleh dengan teknik ini disebut area sampel. 7) Teknik Cluster Sampling Teknik ini menghendaki adanya kelompok-kelompok dalam pengambilan sampel berdasarkan atas kelompok-kelompok yang ada pada populasi. Jadi populasi sengaja di pandang berkelompok-kelompok, kemudian kelompok itu tercermin dalam sampel.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
Contoh Pengambilan sampel untuk meneliti masyarakat Solo misalnya, maka masyarakat Solo dikelompokkan : pegawai/karyawan,
pedagang,
pengusaha, dan buruh kasar. Demikianlah telah dijelaskan macammacam teknik sampling, dari keterangan singkat tersebut diharapkan para pembaca atau peneliti dapat memilih teknik yang sesuai. Oleh karena itu dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel yang harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, maka pengambilan sampel yang paling tepat dengan penelitian ini adalah menggunakan Purposive Sampling (sampel bertujuan). Menurut H.B. Sutopo (2002: 56): “Purposive sampling merupakan kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap”. Di dalam hal ini ukuran yang digunakan oleh peneliti untuk memilih para informan antara lain: a). Kepala Sekolah SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali, Parjo S.Pd b). Guru Pendamping Khusus (GPK) SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali yaitu : Guru Pendamping Khusus I : Dewi Susilawati S.Pd Guru Pendamping Khusus II : Wahyu Agung Saputro S.Pd
E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan penelitian untuk mengumpulkan data dalam rangka menguji hipotesis. Untuk memperoleh data yang diharapkan dan dapat dipertanggung jawabkan, dibutuhkan ketepatan dalam memilih metode pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti ini antara lain: 1. Wawancara (Iinterview) Menurut Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi (2005:83) wawancara adalah “proses tanya-jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dalam mana
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasiinformasi atau keterangan-keterangan.” Cholid Narbuko dan Abu Ahmadi mengklasifikasikan wawancara menjadi beberapa jenis, yaitu : a). Menurut prosedurnya 1) Wawancara bebas (wawancara tak terpimpin) Wawancara bebas adalah proses wawancara di mana interviewer tidak secara sengaja mengarahkan tanya-jawab pada pokok-pokok persoalan dari fokus penelitian dan interviewer (orang yang diwawancarai). 2) Wawancara terpimpin Wawancara ini juga disebut dengan interview guide. Contralled interview atau structured interview, yaitu wawancara yang menggunakan panduan pokok-pokok masalah yang diteliti. 3) Wawancara bebas terpimpin. Merupakan kombinasi antara wawancara bebas dan terpimpin. Jadi pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan diteliti, selanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi pewawancara harus pandai mengarahkan yang diwaw-ancarai apabila ternyata ia menyimpang. Pedoman interviu berfungsi sebagai pengendali jangan sampai proses wawancara kehilangan arah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wawancara bebas terpimpin. Dengan wawancara bebas terpimpin peneliti akan memperoleh data dari para informan, dengan maksud agar dapat mengungkap permasalahan yang diteliti melalui pertanyaan atau sikap, baik melalui nada bicara, mimik, ataupun sorot matanya. Wawancara seperti ini bersifat lentur dan terbuka, serta tidak berstruktur ketat dalam suasana formal dan bisa dilakukan dimana saja dan berulang-ulang pada informan yang sama untuk mendapatkan jawaban yang lebih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
lengkap dan mendalam mengenai penggunaan PPI dalam meningkatkan kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan. Pada penelitian ini penulis melakukan teknik wawancara dengan mengajukan pertanyaan mengenai penggunaan PPI dalam meningkatkan kemandirian anak autis. Dimana daftar pertanyaannya telah dipersiapkan sebelumnya, namun pertanyaan ini dapat berkembang lebih lanjut sesuai dengan kondisi atau jawaban dari para informan sehingga bersifat snawball. Dengan begitu penulis dapat mengumpulkan data atau informasi seakurat dan sebanyak mungkin dari para informan. Sehingga peneliti tidak terpaku pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Namun bukan berarti daftar pertanyaan tersebut tidak digunakan sama sekali. Daftar pertanyaan tersebut berfungsi untuk mengingatkan penulis bahwa pertanyaan tersebut minimal harus ditanyakan kepada informan dan harus terjawab. Daftar pertanyaan ini sebagai pedoman wawancara bisa dilihat di (lampiran 1), untuk kutipan hasil wawancara dapat dilihat pada (lampiran 2), adapun gambar/foto kutipan wawancara dapat dilihat pada (lampiran 3). Adapun pihak-pihak yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah: a). Kepala Sekolah SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali, Parjo S.Pd b). Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali : - Guru Pendamping Khusus I : Dewi Susilawati S.Pd - Guru Pendamping Khusus II : Wahyu Agung Saputro S.Pd 2. Observasi Langsung Teknik observasi yang digunakan dengan pengamatan secara langsung terhadap suatu gejala (peristiwa yang terjadi di lapangan) dengan mengkaji, serta mengungkapkan fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan penelitian baik secara nyata maupun secara mendalam yaitu berbagai aktifitas dari anak autis di SD N 2 Bendan. Untuk penelitian ini peneliti berperan secara pasif dengan cara melakukan pengamatan, meliputi segala aspek aktifitas pada obyek yang diteliti, baik aktifitas yang didengar maupun yang dilihat. Aktifitas yang dapat meningkatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
kemandirian anak contohnya, menyiapkan buku saat akan memulai pelajaran dan kerajinan tangan. 3. Analisis Dokumen Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai data yang dapat digunakan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Teknik dokumentasi dapat berupa arsip-arsip yang berupa catatan-catatan yang relevan serta benda-benda fisik lainnya. Menurut H.B. Sutopo (2002: 54) yang berpendapat bahwa: “Dokumen dan arsip merupakan bahan tertulis yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu”. Dalam penelitian ini dokumen yang digunakan dengan cara mempelajari buku-buku, laporan, arsip-arsip ataupun dokumen lainnya yang relevan dengan permasalahan penelitian dan hasil wawancara tentang peranan PPI dalam meningkatkan kemandirian anak autis. sebagai implementasi peranan PPI dengan memperhatikan berbagai fakta yang ada kemudian dibuat dalam kesimpulan yang valid. Dalam hal ini peneliti
mempelajari
dokumen-dokumen
dari
lokasi
penelitian
yang
ada
hubungannya/relevan dengan permasalahan yng dibahas. Adapun dokumen yang digunakan adalah : a). Laporan belajar siswa berkebutuhan khusus (Rapor ABK), b). Program Pembelajaran Individual (PPI), c). Buku penghubung siswa, dan d). Foto kegiatan siswa ABK.
F. Validitas Data Dalam
pemerolehan
data
yang
kemudian
data
tersebut
diperiksa
keabsahannya, Sugiyono (2010 : 363) berpendapat “Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti”. Dengan demikian data yang valid adalah data yang sesuai/
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi di lapangan. 1. Trianggulasi Dalam teknik pengumpulan data, “triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada”. (Sugiyono,2010:330) Menurut Patton yang dikutip oleh H.B Sutopo (2002:78-82) triangulasi data ada 4 macam : “Trianggulasi Data, Trianggulasi Metode, Trianggulasi Peneliti, Trianggulasi Teori”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a). Trianggulasi Data, jenis trianggulasi ini dilakukan dengan mengumpulkan sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data sejenis. b). Trianggulasi Metode, jenis trianggulasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. c). Trianggulasi Peneliti, hasil penelitian baik data atau kesimpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. d). Trianggulasi Teori, trianggulasi ini dilakukan peneliti dengan menggunakan lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. Sedangkan
trianggulasi
teoritis
digunakan
oleh
peneliti
dengan
menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. H.B Sutopo (1988: 31) menerangkan langkah-langkah trianggulasi teoritis sebagai berikut: a). Melakukan pencarian terhadap penelitian lain mengenai topik yang sama dengan penelitian yang akan dianalisis oleh peneliti. b). Menganalisis data dengan menggunakan beberapa perspektif teoritis yang berbeda. Dengan demikian, hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin validitasnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Dalam hal ini peneliti menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi teoritis. Sugiyono (2006:307) menerangkan langkah-langkah trianggulasi data atau trianggulasi sumber sebagai berikut: a). Mengumpulan data yang sama. b). Mengecek data yang telah diperoleh dengan tujuan yang dimaksud untuk memberikan kebenaran dan memperoleh kepercayaan terhadap data yang diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda. c). Melalui beberapa sumber tersebut, data yang satu akan dikontrol dengan sumber data yang sama pada situasi yang berbeda. d). Data yang telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan sumber-sumber data yang lain. Sedangkan trianggulasi teoritis digunakan oleh peneliti dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji. H.B Sutopo (1988: 31) menerangkan langkah-langkah trianggulasi teoritis sebagai berikut: a). Melakukan pencarian terhadap penelitian lain mengenai topik yang sama dengan penelitian yang akan dianalisis oleh peneliti. b). Menganalisis data dengan menggunakan beberapa perspektif teoritis yang berbeda. Dengan demikian, hasil penelitian dapat ditingkatkan dan dijamin validitasnya. Dalam penelitian ini, peneliti lebih mengarah pada penggunaan teknik trianggulasi data dan triangulasi metode (dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5). Triangulasi data yaitu dimana peneliti mengumpulkan sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data sejenis, yang dilakukan dengan memanfaatkan berbagai informasi dari informan, dokumen, serta arsip dan peristiwa - peristiwa dimana penelitian dilaksanakan. Disamping itu penulis menggunakan trianggulasi metode yaitu dengan cara mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda. Dalam hal ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Adapun yang menjadi alasan untuk memilih trianggulasi data dan trianggulasi metode adalah untuk menutup kemungkinan adanya kekurangan data dari salah satu sumber dan metode ini dapat dilengkapi dengan data dari sumber dan metode yang lain. 2.
Informan review
Informan review adalah merupakan upaya pengembangan validitas data yang dilakukan dengan cara mengkomunikasikan unit-unit laporan yang telah disusun kepada informannya, khususnya yang dipandang sebagai informan pokok (key informan) untuk mengetahui apakah yang telah diteliti merupakan sesuatu yang dapat disetujui mereka atau tidak,adapun yang dijadikan sebagai informan review dalam penelitian ini adalah guru Guru Pendamping Khusus (GPK) di SD N 2 Bendan, Banyudono, Boyolali : Dewi Susilawati S.Pd dan Wahyu Agung Saputro S.Pd
G. Analisis Data Menurut Lexy J. Moleong (2010: 280) yang dimaksud dengan analisis data adalah: “Proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar”. Model analisis data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Model Analisis Interaktif. Ditegaskan oleh Miles dan Hubertman dalam Sugiyono (2010:337) mengemukakan bahwa ”aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh”. Dalam Proses analisis data terdapat 4 komponen utama yang harus dipahami oleh setiap peneliti kualitatif. Empat komponen utama tersebut adalah : (1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, (4) penarikan kesimpulan atau verikasi. 1. Pengumpulan Data Langkah pengumpulan data ini sesuai dengan teknik pengumpulan data yang telah diuraikan di atas, yang terdiri dari wawancara, observasi analisis dokumen. Pengumpulan data dilakukan selama data yang diperlukan belum memadai dan akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
dihentikan apabila data yang diperlukan telah memadai dalam pengambilan kesimpulan. 2.Reduksi Data Reduksi data merupakan bagian analisis yang berlangsung terus-menerus selama kegiatan penelitian bahkan sebelum data bener-benar terkumpul, artinya sebelum data terkumpul secara keseluruhan, proses analisis data sudah dilakukan.. 3. Sajian Data Untuk menghindari kesulitan dalam melakukan penarikan kesimpulan, data yang sudah terkumpul perlu disajikan dalam bentuk-bentuk tertentu guna menggabungkan informasi yang tersusun dalam bentuk terpadu. Penyajian data dapat juga diartikan sebagai suatu usaha untuk menyusun sekumpulan informasi yang telah diperoleh di lapangan, untuk kemudian data tersebut disajikan secara jelas dan sistematis
sehingga
akan
memudahkan
peneliti
dalam
memahami
dan
menginterpretasikan apa yang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan tersebut dengan teori-teori yang relevan. 4. Penarikan Kesimpulan Kegiatan analisis yang terakhir adalah penarikan kesimpulan, yang merupakan analisis rangkaian data yang berupa gejala kasus yang terdapat di lapangan. Penarikan kesimpulan bukan merupakan langkah akhir atau final dari suatu analisis karena kesimpulan tersebut masih perlu diverifikasi. Apabila kesimpulan yang telah diambil belum diperoleh data yang valid, maka proses analisis diulang kembali sampai diperoleh data yang benar-benar akurat, cocok dan kokoh sehingga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Keempat komponen utama tersebut merupakan suatu rangkaian dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak dapat dipisahkan. Dimana komponen yang satu merupakan langkah menuju komponen yang lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam penelitian kualitatif tidak bisa mengambil salah satu komponen saja. Penarikan kesimpulan merupakan hasil dari suatu proses penelitian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
yang tidak dapat terpisahkan dari proses sebelumnya, karena merupakan satu kesatuan. Untuk lebih jelasnya Model Analisis Interaktif dapat dilihat dalam skema sebagai berikut : 1
Pengumpulan Data
2
3
Reduksi Data
Sajian Data 4
Verifikasi/pengambilan kesimpulan
Gambar 2. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif (H.B Sutopo, 2002: 96 )
H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi langkahlangkah sebagai berikut: 1. Persiapan. Tahap persiapan merupakan tahap pengumpulan bahan informasi dan teori yang dapat mendukung perumusan masalah. Tahap persiapan meliputi beberapa hal sebagai berikut: a). Menentukan masalah penelitian dan pengajuan judul penelitian b). Menyusun proposal penelitian c). Menyususun protokol penelitian, pengembangan pedoman pengumpulan data dan menyusun jadwal kegiatan penelitian d). Mengurus perijinan penelitian.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan didasarkan pada tujuan yang akan dicapai, dimulai dari observasi, survey sampai dengan pengumpulan data di lapangan. Hal-hal yang terkait dengan tahap pelaksanaan antara lain: a). Pencarian data penelitian b). Pengumpulan data penelitian c). Penyeleksian data penelitian 3. Tahap Analisis Untuk analisis awal penelitian dilakukan sejak pengumpulan data di lapangan. Sedangkan analisis akhir dilakukan setelah penggalian data dianggap cukup mendukung maksud dan tujuan penelitian. Dalam tahap analisis ini langkah yang dilakukan yaitu: a). Pengolahan dan analisis data penelitian b). Penarikan kesimpulan 4. Tahap Penulisan Laporan Tahap penulisan laporan merupakan tahap akhir dimana peneliti mulai menyusun hasil laporan yang telah disusun secara rapi yang dilanjutkan dengan penggandaan sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Untuk lebih memudahkan langkah dalam penelitian, peneliti sajikan skematis prosedur penelitian sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Proposal
Pengumpulan Data dan Analisis awal
Analisis Akhir
Persiapan Pelaksanaan
Penarikan Kesimpulan
Penulisan Laporan
Perbanyak Laporan Gambar 3. Skema Prosedur Penelitian Sumber : Hurber dan Milles dalam Soetardi (2002: 25)
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian/Objek Penelitian 1. Lokasi Penelitian SD N 2 Bendan merupakan sekolah dasar negeri yang yang mempelopori terselenggaraya pendidikan inklusi di Kabupaten Boyolali sejak tahun ajaran 2005/2006 sampai sekarang. SD N 2 Bendan sendiri didirikan pada tahun 1974``` dengan lokasi di Desa Jl. Klumpit Rt.5/Rw.1 Bendan, Banyudono, Boyolali 57373. lokasi yang strategis, dan sistem pembelajaran yang inklusif inilah yang membuat SD N 2 Bendan banyak dicari peneliti sebagai lokasi penelitian. Sebagai sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif, selain anak dengan kemampuan rata-rata SD N 2 Bendan juga mempunyai anak dengan berkebutuhan khusus dengan hambatan yang berbeda beda seperti hambatan dalam belajar (slow leener), Gangguan Pendengaran (Tuna Rungu), Gangguan Kecerdasan (Tuna Grahita), dan Gangguan Emosi (autism). Sebagai Sekolah Dasar penyelenggara pendidikan inklusi, ABK yang belajar di SD N 2 Bendan tidak hanya dari darah sekitar SD N 2 Bendan saja, ada beberapa anak yang memang sengaja disekolahkan orang tuanya untuk belajar di SD N 2 Bendan karena lokasi SD N 2 Bendan berada dekat dengan pasar dan tidak terlalu jauh dari jalan raya utama SD N 2 Bendan dan cukup mudah dicari.Secara umum keadaan SD N 2 Bendan cukup baik dan sangat kondusif untuk berlangsungnya proses kegiatan belajar mengajar. 2. Visi dan Misi Sekolah Setiap instansi atau sekolahan pasti mempunyai visi dan misi, visi dan misi ini merupakan tujuan yang akan dilaksanakan selama instansi atau sekolahan berdiri. Berikut visi dan misi SD N 2 Bedan
commit59to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Visi Sekolah SD N 2 Bendan Visi SD N 2 Bendan “Membentuk insan yang unggul berkarakter dengan pembelajaran yang ramah dan inklusif” b. Misi SD N 2 Bendan Misi SD N 2 Bendan adalah : 1) Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2) Efektifitas dalam kegiatan untuk mencapai prestasi 3) Layanan pembelajaran secara optimal 4) Anak berkebutuhan khusus terlayani 5) Tata krama dan etika merupakan modal dasar 6) Inklusif dan ramah terhadap pembelajaran
3. Fasilitas Sekolah Selain kondisi lingkungan yang kondusif, SD N 2 Bendan juga didukung dengan ruangan dan fasilitas belajar mengajar, yaitu : a. Tersedia 13 ruangan, yang terdiri dari : 1) 1 ruang/kantor Kepala Sekolah, 2) 1 Kantor Guru, 3) 1 UKS, 4) 1 Ruang Komputer, 5) 6 Ruang Kelas Regular 6) 1 Gudang 7) 1 Mushola, dan 8) 1 Ruang Sumber/ Ruang Khusus b. Tersedia berbagai alat penunjang seperti : 1) 8 Komputer 2) 2 proyektor 3) Alat Peraga Edukasi (APE) 4) Bola therapi 5) Kartu gambar 6) PuzzleI
commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Meja therapi 8) Buku penghubung siswa 9) Buku panduan pembelajaran inklusi, dsb c. Tenaga pendidik khusus 1) Dewi Susilawati S.Pd 2) Wahyu Agung Saputro S.Pd
4. Struktur Organisasi SD N 2 Bedan Sekolah merupakan suatu lembaga yang bergerak di bidang pendidikan. Suatu lembaga pendidikan bertanggung jawab terhadap peningkatan pendidikan dan pembentukan generasi yang berbudi luhur. Untuk memenuhi tuntutantuntutan tersebut suatu lembaga harus mempunyai strategi dalam penanganannya. Oleh sebab itu SD N 2 Bendan dalam pengeloalaannya memiliki struktur organisasi yaitu :
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kepala Sekolah
Ketua Komite
Wakil Kepala Sekolah
Kurikulum
Kesiswaan
Tata Usaha
Perpustakaan
Guru Kelas I
Guru Kelas II
Guru Kelas V
Guru Kelas IV
Guru Kelas III
Guru Kelas VI
G. Agama Kristen
Hubungan Masyarakat
G. Agama Islam
GPK I
GPK II
Guru Olah Raga
Guru B. Inggris
Penjaga
Gambar 4. Struktur Organisasi SD N 2 Bendan
5. Data Anak Autis di SD N 2 Bendan Banyudono Data Anak dan Tingat Anak Autis di SD N 2 Bendan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
No
Nama Anak (Inisial)
1
ZF
2
MRAM
TTL Boyolali, 17 -11-2003 Boyolali,
Alamat
Kelas
Perum Ngaruaru Boyolali
I
Sidomulyo, Boyolali 10-01-2004 commit to user
II
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3
MRR
4
SNA
5
AKAA
6
PAR
7
FGS
8
MLI
Boyolali, 10-11-2004 Klaten, 4-9-2001
Sidomulyo, Teras, Boyolali
II
Ngemplak, Sambon, Boyolali
II
Boyolali,
Jl. Jambu No. 13 Surodadi,
10-9-2002
Siswodipuran
Pontianak,
Ketaon, Banyudono
25-11-2003 Magetan,
Bendo Kobong,
13-10-1999
Ngaruaru,Boyolali
Surakarta, 20-3-1999
III
III
IV
Kembang Lampir, Teras,Boyolali
V
Tabel 3. Data Anak dan Tingkat Anak Autis di SD N 2 Bendan
6. Tingkat Kemandirian Anak Autis SD N 2 Bendan Tingkat kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan berbeda-beda antar satu anak autis dengan anak autis lainnya. Untuk indikator kemandirian sendiri juga tidak dapat dihitung secara pasti, hal ini dikarenakan kemampuan anak satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Kemampuan kemandirian sendiri sangat beragam seperti menyiapkan buku pelajaran, memakai baju, menulis, mengeja, makan dan minum sendiri. Dari kemampuan kemandirian tersebut, kemapuan dalam menyiapkan buku dan menulis menempati urutan teratas dari kemampuan yang sulit untuk dilakukan anak autis. Observasi secara langsung mendapatkan bahwa Program Pembelajaran
Individual
(PPI)
sangat
berpengaruh
dengan
kemampuan
kemandirian anak autis. Hal ini dikarenakan didalam Program Pembelajaran Individual (PPI) terdapat program yang terstruktur dalam meningkatkan dan mengoptimalkan kemandirian anak autis. Pemberian Program Pembelajaran Individual (PPI) dilakukan setiap hari dan berkesinambungan. Pemberian PPI disekolah dilakukan oleh guru secara terstruktur
dan
tetapi
tidak
terikat (lebih fleksibel) karena masih commit to user mempertimbangkan keadaan emosi anak, karena emosi anak setiap hari berbeda
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beda, selama anak disekolah anak harus mengikuti semua program yang diberikan guru, jika anak memberontak guru akan memberikan tekanan kepada anak agar anak mau untuk melakukannya. Pemberian PPI ini bekerja sama dengan orang tua. Guru Pendamping Khusus memberikan PPI disekolah sedangkan orang tua meneruskan atau menindak lanjuti apa yang diberikan oleh guru selama disekolah. Hal ini dimaksudkan agar anak terbiasa dengan pendidikan yang diberikan oleh guru dan PPI yang diberikan kepada anak tidak sia-sia. Guru memberikan pembelajaran dan bimbingan kepada anak autis disekolahan berdasarkan dengan PPI yang telah dibuat sebelumnya, sedangkan orang tua bertugas menindak lanjuti tentang apa yang telah diberikan oleh guru disekolah. Semua aktifitas yang diberikan kepada anak dikomunikasikan kepada orang tua melalui buku penghubung. Data kemandirian dapat dilihat salah satunya melalui jenis–jenis kemandirian anak autis yang berupa hasil obeservasi dan wawancara, diperoleh data dan kondisi anak sebagai berikut: a. ZF Kondisi Sebelum diberikan PPI ZF merupakan anak autis verbal. ZF dapat berkomunikasi dengan guru dan teman-temannya tetapi dalam kesehariannya belum bisa melakukan ADL secara mandiri, secara akademis ZF merupakan anak autis yang tergolong cerdas. Daya ingat ZF sangat baik, sebagai contoh ZF dapat mengingat nama-nama pemain sepak bola dan dapat mengingat skor atau nilai dari pertandingan yang dilihatnya. Sebelum sekolah di SD N 2 Bendan, ZF pernah sekolah di TK umum dan melakukan beberapa theraphy secara privat. Orang tua ZF sangat memperhatikan tumbuh kembang dan perkembangan ZF, segala kebutuhan yang diperlukan ZF selalu
diusahakan dan dipenuhi sehingga ZF menjadi
ketergantungan terhadap orang tuanya. Berikut penjabaran kemampuan awal ZF : 1) Kemampuan Membaca : ZF sudah bisa membaca dengan mengeja, sebagai contoh : (a). BOLA dibaca B+O= BO ; L+A=LA ; BO-LA=BOLA commit to user; BU-KU=BUKU (b). BUKU dibaca B+U=BU ; K+U=KU
perpustakaan.uns.ac.id
65 digilib.uns.ac.id
2) Kemampuan Menulis : ZF sudah bisa menulis, tetapi tulisan ZF belum rapi, masih keluar dari garis, huruf yang digunakan masih banyak yang salah dan terbalik. Misalnya dalam menulis huruf ”d”dan ”b” ; huruf ”m” dan ”n” 3) Menggosok Gigi : ZF sudah bisa menggosok giginya sendiri tetapi dengan pendampingan dan pengawasan dari guru. Karena ZF sering menelan pasta gigi yang dipergunakannya. 4) Bermain : ZF mempunyai rasa takut yang berlebihan, sehingga saat bermain dengan orang baru ZF akan timbul rasa cemas yang berlebihan dan sering ketakutan. ZF tidak menutup diri dengan orang lain, tetapi saat berhadapan dengan orang yang baru dikenalnya dia akan merasa terancam dan mencari perlindungan dari orang yang dikenalnya. 5) Menyiapkan Buku : ZF belum bisa menyiapkan buku, setiap akan memulai pelajaran ZF harus didampingi oleh guru untuk menyiapkan buku pelajarannya, karena ZF belum bisa membedakan buku pelajaran satu dengan yang lainnya. 6) Merespon Perintah Guru : setiap diberikan instruksi oleh guru ZF merespon dengan lamban. Perintah guru harus di ulangi berkali-kali. Guru harus sering mengulang perintah yang diberikan pada ZF, karena ZF sulit sekali merespon perintah. 7) Bertanya Pada Guru : ZF merupakan anak yang penakut. Setiap diberikan kesempatan untuk bertanya, respon ZF tidak terlalu antusias. Saat bertanya, ZF menggunakan bahasa yang terbata bata dan banyak kata yang terbolak-balik. 8) Memakai Baju : didalam lingkungan keluarga ZF merupakan anak yang dimanja. Kemandirian dirumah masih kurang maksimal. Saat ZF berada drumah ZF tidak mau memaki baju sendiri, ZF mau memakai baju jika dikenakan oleh ayah atau ibunya. 9) Makan dan Minum : dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya seperti makan dan minum ZF dissediakan dan disuapi. ZF tidak mau melakukan commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sendiri, karena saat berada dirumah semua kebutuhannya selalu dilayani oleh ibu dan ayahnya 10) Melipat Baju : ZF belum bisa melipat baju, ketika diajari untuk melipat baju, ZF akan mencari kesibukan lain. 11) Berhitung : ZF sudah mulai mengenal angka dan dapat berhitung mulai angka 1-5, dan jika lebih dari itu ZF akan mengeluh dan tidak mau belajar. Kondisi Setelah diberikan PPI ZF termasuk anak yang interaktif, sebelum ZF sekolah di SD N 2 Bendan ZF sempat mengenyam pendidikan di pesantren. ZF mampu merespon apa yang diberikan oleh gurunya: 1) Kemampuan Membaca : ZF sudah bisa membaca dengan mengeja, sebelum diberikan PPI ZF mengeja huruf demi huruf, setelah diberikan PPI ZF mengeja 2 huruf sekaligus, sebagai contoh : (c). BOLA dibaca BO-LA=BOLA (d). BUKU dibaca BU-KU=BUKU 2) Kemampuan Menulis : Guru memberikan bantuan kepda ZF berupa garis bantu berwarna, sehingga ZF dapat menulis di atas garis bantu tersebut. (contoh Lihat lampiran) 3) Menggosok Gigi : ZF sudah bisa menggosok gigi secara rutin, pendampingan terhadap ZF sudah bisa dikurangi, Guru mengganti pasta gigi ZF dengan pasta gigi orang dewasa. Sehingga ZF tidak mau menelan air dan pasta giginya. 4) Bermain : guru mendampingi ZF saat berkenalan dengan orang lain, dengan pendampingan seperti ini ZF mampu berkomunikasi dan rasa takut ZF terhadap orang lain dapat berkurang. 5) Menyiapkan Buku : guru memberikan tanda pada buku ZF supaya ZF dapat membedakan buku pelajaran satu dengan pelajaran yang lainnya. ZF sudah bisa membedakan anara buku pelajaran dan buku penghubung. 6) Merespon Perintah Guru : Perintah guru harus di ulangi berkali-kali. Guru harus mengulang perintah yang diberikan pada ZF, akan tetapi dalam commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memahami perintah atau instruksi dari guru, ZF sudah bisa mencermatinya dengan baik. 7) Bertanya Pada Guru : ZF mau bertanya kepada guru, kata yang dipergunakan oleh ZF juga sudah mulai teratur dan terstruktur dengan baik. 8) Memakai Baju : ZF sudah bisa dan mau memakai baju sendiri, baju yang bisa dikenakan berupa kaos dan celana kolor, untuk memakai kemeja dan celana yang menggunakan resleting ZF masih kesulitan. 9) Makan dan Minum : ZF mau untuk makan dan minum sendiri, guru mendampingi ZF saat makan dan minum, karena jika tidak didampingi ZF akan membiarkan makan tersebut dan hanya melihatnya saja, 10) Melipat Baju : ZF tidak mau melipat baju, ketika diberikan baju untuk dilipat, ZF akan melihat dan menolak untuk melipatnya. 11) Berhitung : ZF sudah bisa berkitung mulai 1-10, ZF juga sudah bisa melakukan penjumlahan dengan bantuan gambar.
b. MRAM Kondisi Sebelum diberikan PPI MRAM merupakan autis non-verbal. MRAM tidak bisa diajak komunikasi, setiap diajak komunikasi MRAM hanya diam dan tidak respon yang diberikan hanya tatapan mata itupun hanya beberapa detik saja. MRAM ditinggalkan sosok ayah sejak masih didalam kandungan, sehingga MRAM akan lebih cepat merespon perintah guru dengan jenis kelamin laki-laki. MRAM diasuh oleh ibu dan neneknya. Selama MRAM berada disekolah MRAM didampingi oleh ibunya. MRAM cenderung pendiam dan tidak banyak aktifitas yang dilakukannya. MRAM sangat suka bermain bola dan mendengarkan musik. Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan oleh guru, berikut kemampuan awal yang bisa dilakukan MRAM : 1) Kemampuan Membaca : MRAM belum bisa membaca, MRAM bisa mengenali gambar dan menirukan apa yang dikatakan pendampingnya commit to user saja.
perpustakaan.uns.ac.id
68 digilib.uns.ac.id
2) Kemampuan Menulis : MRAM belum bisa menulis, setiap diberikan instruksi untuk menulis dia hanya diam dan tidak memperhatikan. Ketika disuruh untuk memegang pensil MRAM akan membuang dan kembali diam, ketika dipaksa untuk menulis MRAM akan menangis dan mengepalkan telapak tangannya. 3) Menggosok Gigi : MRAM merupakan anak yang cenderung pendiam, dia tidak mau membuka mulutnye kecuali saat makan dan minum saja. Ketika disuruh untuk menyikat gigi MRAM akan menutup mulut dan berlari. 4) Bermain : dalam aktifitas bermain MRAM merupakan anak yang pasif, dia cenderung diam dan jika ingin bermain dia akan bermain sendiri tanpa memperhatikan yang lain. MRAM suka bermain bola dan mendengarkan musik. Jika bermain bola MRAM akan duduk diatasnya dan bernyanyinyanyi, dan ketika dinyalakan televisi MRAM akan duduk didepan televisi melihat televis. 5) Menyiapkan Buku : MRAM termasuk anak yang pasif, MRAM tidak bisa memnyiapakan buku sendiri, saat pelajaran dimulai MRAM hanya diam dan seolah melamun. Jika disapa MRAM akan menjawab dengan berteriak. 6) Merespon Perintah Guru : setiap diberikan instruksi oleh guru MRAM merespon dengan lamban. Perintah guru harus di ulangi berkali-kali. Guru harus sering mengulang perintah yang diberikan pada MRAM, respon yang diberikan MRAM hanya dengan teriakan dan gerakan sebagian anggota tubuhnya. Misalnya guru menyapa ”selamat pagi (MRAM)” maka MRAM akan menjawab ”selamat pagiiiiiii (berberiak) bu gu-ru” . 7) Bertanya Pada Guru : MRAM tidak pernah bertanya pada guru, MRAM cenderung lebih banyak diam dan melamun, ketika disuruh unutk bertanya MRAM tidak merespon dan hanya diam. 8) Memakai Baju : didalam lingkungan keluarga MRAM merupakan anak yang dimanja. MRAM belum bisa memakai baju sendiri, masih dipakaikan orang tuanya. . commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Makan dan Minum : MRAM belum bisa makan sendiri, masih disuapi oleh ibunya, ini dikarenakan selama berada dirumah MRAM dibiasakan disuapi dan tidak diajari makan sendiri,
tetapi MRAM sudah bisa
memegang botol minum dan minum sendiri. 10) Melipat Baju : MRAM belum bisa melipat baju sendiri, ketika disuruh untuk melipat baju MRAM akan diam dan tidak merespon dan hanya diam. 11) Berhitung : MRAM belum bisa mengenal angka, akan tetapi MRAM bisa menyebutkan angka mulai dari angka 1 (satu) sampai dengan 10 (sepuluh). Kondisi Sesudah diberikan PPI MRAM merupakan anak yang sulit untuk diberikan PPI, selama diberikan PPI MRAM lebih banyak diam dan pasif. Respon yang diberikan MRAM tidak begitu banyak dan hanya cenderung diam. Dalam pemberian PPI terhadap MRAM tidak begitu maksimal, karena selama disekolah MRAM didampingi oleh ibunya baik selama dikelas maupun di luar kelas, saat ibu MRAM kelaur kelas MRAM akan mengikutinya dan jika dipisahkan MRAM akan menangis tanpa henti sampai ibu MRAM kembali. 1) Kemampuan Membaca : dalam pembelajaran membaca, MRAM tidak banyak interaksi. MRAM hanya diam dan melamun. 2) Kemampuan Menulis : saat diberikan MRAM di instruksikan untuk menulis, MRAM hanya diam saja. Setela diberikan PPI MRAM mau unutk memegang pensil, jika memegang pensil MRAM akan mencoretcoret tanpa arah dan jika dioarahkan MRAM akan berteriak dan memberontak. 3) Menggosok Gigi : MRAM tidak mau menggosok gigi, menggosok gigi hanya dilakukan dirumah dan dengan ibunya saja. Saat diberikan PPI menggosok gigi MRAM menutup mulut dan menggelengkan kepalanya. 4) Bermain : MRAM tidak mau bergabung dan bermain dengan temannya. MRAM cenderung diam dan lebih suka bermain dengan ibunya. MRAM lebih suka mendengarkan musik, menonton TV, bermain bola dan naik commit to user bus.
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Menyiapkan Buku : MRAM belum bisa memnyiapakan buku sendiri, jika disapa MRAM akan menjawab dengan berteriak. 6) Merespon Perintah Guru : selama MRAM diberikan PPI hanya diam saja. Tidak banyak respon yang diberikan MRAM. 7) Bertanya Pada Guru : MRAM hanya diam dan tidak permah bertanya pada guru, lebih banyak diam dan melamun, ketika disuruh untuk bertanya MRAM tidak merespon dan hanya diam. 8) Memakai Baju : MRAM belum bisa memakai baju sendiri, masih dibanti ibunya. Saat diberikan baju dan MRAM diinstruksikan untuk memakai baju, MRAM hanya diam dan tidak memberikan respon. 9) Makan dan Minum : MRAM belum mau makan sendiri, akan tetapi jika diberikan sendok MRAM akan mengulum sendok tersebut. Selama makan MRAM disuapi oleg ibuya dan saat minum MRAM masih menggunakan botol atau sedotan karena MRAM belum bisa menggunakan gelas. 10) Melipat Baju : MRAM belum bisa baju sendiri, saat diajari untuk melipat baju, MRAM hanya melihat dan diam saja. 11) Berhitung : MRAM sudah mulai mengenal angka. Setiap diberikan gambar angka MRAM akan menyebutkan angka tersebut. Misalnya guru menunjukan angka ”4” maka MRAM akan menyebutkan ”empat”.
c. MRR Kondisi Sebelum diberikan PPI MRR merupakan autis non-verbal. Dalam komunikasi MRR bisa merespon lawan bicaranya, tetapi respon yang diberikan monoton dan hanya dengan kata yang sering diucapkannya. MRR tinggal bersama kedua orang tuanya, sang ayah bekerja di semarang dan pulang setiap satu minggu sekali dan ibu mengajar di salah satu SMP di boyolali. Selama dirumah MRR diasuh oleh pembantu dan dibantu paman dari MRR. Selama disekolah MRR tidak didampingi oleh orang tua atau pendamping khusus lainnya, pada hari-hari tertentu saja saat ibu dari MRR libur dan tidak mengajar MRR didampingi ibu user sehingga komunikasi GPK dancommit orang totua MRR hanya terbatas pada buku
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penghubung siswa saja. Selama disekolah MRR cenderung aktif dan tidak bisa duduk tenang, jika guru memaksanya untuk duduk MRR akan duduk akan tetapi hanya sebentar dan diiringi dengan tangisan, selain itu jika MRR berdiri dan berjalan-jalan MRR suka membuang semua barang-barang yang ada diatas meja sehingga GPK ataupun pendamping harus megawasi MRR secara ekstra. Berikut kemampuan awal dari MRAM : 1) Kemampuan Membaca : MRR belum bisa membaca, tetapi MRR sudah bisa mendeskripsikan gambar yang dilihatnya. 2) Kemampuan Menulis : MRR sudah bisa menulis, akan tetapi kemauan untuk menulis sangat kecil sekali. MRR tidak mau menulis dan memegang pensil. Jika diberikan pensil MRR akan membuang pensil, teriak dan marah. 3) Menggosok Gigi : MRR merupakan anak yang tidak bisa diam. MRR tidak mau menggosok giginya dan jika dipaksa MRR akan menelan pasta gigi dan air yang dipergunakan untuk berkumur. 4) Bermain : dalam aktifitas bermain MRR merupakan anak yang aktif dan tidak bisa diam. MRR bisa bermain dengan anak-anak lainnnya dan mudah berbaur dengan orang-orang sekitarnya. MRR merupakan anak yang mudah bosan terhadap mainan yang dimilikinya. Dalam aktifitas bermain MRR sangat suka berjalan dan berlari-lari sehingga guru harus mengawasi MRR secara ekstra, karena jika tidak diawasi MRR akan membuang barang-barang yang ada dihadapannya termasuk semua barang yang ada diatas meja. 5) Menyiapkan Buku
: MRR belum bisa menyiapkan buku. Jika buku
disiapkan diatas meja MRR akan membuangnya, sehigga buku pelajaran akan digunakan untuk belajar disiapakan jika MRR akan menulis saja, karena jika buku disiapkan sebelum MRR siap menulis MRR akan membuang atau menyobeknya. 6) Merespon Perintah Guru : respon MRR terhadap perintah guru masih sangat kurang, MRR merespon dengan menirukan apa yang dikatakan commit to user gurunya.
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Bertanya Pada Guru : MRR
tidak pernah bertanya pada guru, MRR
cenderung lebih banyak tertawa dan menggerak-gerakan badannya, ketika disuruh untuk bertanya MRR akan mengerutkan dahinya sambil melihat kearah guru dan menirukan perkataan gurunya. Jika diberikan pertanyaan MRR akan menjawab dengan kata”hah...” Respon MRR terhadap pertanyaan juga cenderung monoton dan guru harus sering mengulang pertanyaan yang diberikan pada MRR. Respon yang diberikan masih monoton dan hanya bahasa sehari-hari yang diucapkan. Misalnya : Guru : assalamualaikum .....riski assalamualaikum .....riski assalamualaikum .....riski MRR : hah..... Hah.... kumcalam (wa’alaikumsalam) Guru : Bapak kemana ? Bapak kemana ? Bapak kemana ? MRR : hah..... Hah.... Bapak Kesjaaaa (kerja) Guru : Ibunya namanya siapa? Ibunya namanya siapa? Ibunya namanya siapa? MRR : hah..... Hah.... Ibu indaaaaaah Guru : siapa nama adiknya ? siapa nama adiknya ? siapa nama adiknya ? MRR : hah..... Hah....
commit to user
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adek anicaaaa (anisa) 8) Memakai Baju : MRR belum bisa memakai baju, dalam kesehariaanya MRR masih dilayani oleh ibu atau pembantunya saja. 9) Makan dan Minum : MRR belum bisa makan dan minum sendiri, jika sedang makan MRR akan didudukan di kursi dan meja khusus, karena jika tidak dipaksa untuk duduk MRR akan berlari-lari dan tidak mau makan. 10) Melipat Baju : MRR belum bisa melipat baju sendiri, ketika disuruh untuk melipat baju MRR akan diam dan tidak merespon dan hanya diam. 11) Berhitung : MRR belum mengenal angka, akan tetapi MRR bisa menyebutkan angka mulai dari angka 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Kondisi setelah diberikan PPI MRR merupakan salah satu anak autis yang aktif. MRR merupakan autis non-verbal. Dalam komunikasi MRR bisa merespon, akan tetapi respon yang diberikan tidak seperti yang diharapkan lawan bicaranya,: 1) Kemampuan Membaca : MRR belum bisa membaca, MRR sudah bisa mendeskripsikan gambar yang dilihatnya, misalnya saat guru menunjukan gambar burung dan bertanya pada MRR, maka MRR akan menjawab bahwa itu gambar burung. Selain itu jika guru menyebutkan beberapa hewan MRR akan mendeskripsikan dengan menirukan suaranya. Semisal : (a). Guru menyebutkan sapi maka MRR akan menirukan suara sapi (b). Guru menyebutkan kambing MRR akan menirukan suara kambing 2) Kemampuan Menulis : saat diberikan PPI MRR sering melakukan penolakan, seperti membuang buku, membuang pensil dan menangis. Sehingga guru sering malakukan paksaan pada MRR untuk menulis. Sebagai contoh, saat pelajaran bahasa indonesia semua siswa harus menulis, guru memangku MRR dan menuntun tangan MRR untuk menulis. MRR dipaksa untuk menulis sampai selesai walaupun MRR memberontak dan menangis. 3) Menggosok Gigi : MRR belum bisa menggosok gigi sendiri, saat menggosok gigi MRR masih dibantu oleh ibunya. Selain itu air yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
74 digilib.uns.ac.id
digunakan MRR untuk berkumur mempergunakan air mineral atau airputih, karena MRR sering menelan air tersebut. 4) Bermain : MRR lebih suka bermain-main sendiri, MRR tidak mau duduk dengan tenang. Saat pelajaran dimulai MRR akan berjalan-jalan didalam ruangan dan membuang buku-buku dan semua barang yang ada diatas meja, jika pintu kelas terbuka MRR akan keluar dan sering masuk kedalam kelas lain sehingga mengganggu dan menimbulkan kegaduhan di kelas lain. Saat pelajaran dimulai MRR harus diawasi dan dan didampingi oleh orang tua, karena jika tidak ada orang tua MRR salah satu guru harus mengawasi dan mendampingi MRR dari awal sampai akhir pelajaran sehingga murid-murid yang lain kurang. 5) Menyiapkan Buku : MRR belum bisa menyiapkan buku 6) Merespon Perintah Guru : setiap diberikan instruksi oleh guru MRR merespon dengan teriakan, MRR merespon dengan lamban. Perintah guru harus di ulangi berkali-kali. Misalnya : Guru : R... duduk MRR : hah.... (sambil melihat ke arah guru) Instruksi itu diulangi hingga 3 samapai 4 kali dengan respon yang sama, setelah itu MRR baru mau duduk. 7) Bertanya Pada Guru : MRR mampu bertanya pada guru. Pertanyaan MRR hanya sebatas pertanyaan harian yang sering ditanyakan guru pada MRR. Misalnya : MRR : aikum (assalamualaikum) Guru :wa’alaikumsalam MRR : bapak bapak ( bapak kemana?) Guru : bapak ker....? (MRR disuruh untuk meneruskan) MRR : kerjaaaaaaaa 8) Memakai Baju : MRR belum bisa memakai baju, dalam kesehariaanya MRR masih dilayani oleh ibu atau pembantunya saja. commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Makan dan Minum : MRR belum bisa makan dan minum sendiri, masih perlu bantuan dari pendamping. Akan tetapi MRR sudah bisa mempergunakan sendok sendiri. Guru menyiapkan nasi dan sayur di dalam sendok dan MRR memasukan kedalam mulutnya sendiri. 10) Melipat Baju : MRR belum bisa melipat baju. 11) Berhitung : MRR belum bisa berhitung, saat guru menyebutkan angka 1-23 MRR akan meneruskan 4-5-6.
d. SNA Kondisi Sebelum diberikan PPI SNA merupakan anak autis verbal, SNA dapat berkomunikasi dengan orang tua, guru dan teman-temannya. Dalam interaksi SNA menunjukan sikap yang berlebihan. Semisal SNA dipanggil, SNA akan menjawab dengan terikan dan menunjukan sikap yang berlebihan seperti mencubit dan meludah. Sebelum SNA sekolah di SD N 2 Bendan, SNA pernah disekolahkan di sebuah sekolah di daerah Klaten. Selama SNA sekolah diklaten SNA termasuk anak yang suka mengganggu teman-temannya sehingga SNA dijauhi dan dikuculkan karena dianggap nakal dan menyakiti teman0temannya. Berdasarkan kondisi tersebut orang tua SNA mencari sekolah yang bisa menerima kondisi SNA dan dapat mendidik SNA dengan baik. Orang tua SNA pernah berfikiran unutk menyekolahkan SNA ke SLB, akan tetapi rang tua SNA menginginkan SNA sekolah di sekolahan umum sehingga selain SNA mendapatkan pendidikan yang sepadan SNA juga dapat bersosialisasi. Berikut deskripsi kemampuan awal SNA : 1) Kemampuan Membaca : SNA sudah bisa membaca tetapi masih mengeja, selain itu SNA juga sudah bisa mendeskripsikan dan menceritakan gambar yang dilihatnya. kemampuan membaca SNA tidak lepas dari peran ibu dari SNA yang mendampingi dan membimbing SNA belajar. 2) Kemampuan Menulis : SNA sudah bisa mengenal huruf dan menulis. Saat di dikte perhuruf SNA sudah bisa mengikuti dan menulis, akan tetapi tulisan dari SNA belum rapi dan massih keluar dari garis. Selain itu jika commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diberikan pujian SNA akan cepat bangga dan akan menunjukan beberapa perilaku yang berlebihan seperti berteriak dan menjerit. 3) Menggosok Gigi : SNA sudah bisa menggosok gigi sendiri, akan tetapi saat menggosok gigi SNA terkadang menelan pasta gigi dan air yang dipergunakan untuk berkumur sehingga dalam menggosok gigi SNA perlu pendampingan khusus oleh orang tua atau guru. 4) Bermain : SNA mampu bermain dengan teman-teman lainnya. Saat bermain dengan teman-temannya SNA masih didampingi oleh ibunya. 5) Menyiapkan Buku
: SNA termasuk anak yang rajin, SNA bisa
menyiapkan buku pelajaran sendiri walaupun buku yang disipakan SNA sering keliru 6) Merespon Perintah Guru : dalam menanggapi respon guru SNA bukan termasuk anak yang patuh, SNA menganggap bahwa perintah yang diberikan gurunya sebagai candaan sehingga setiap SNA diperintahkan melakukan sesuatu SNA akan merespon dengan teriakan dan melakukan hal sebelaiknya, sebagai contoh jika SNA di perintahkan untuk duduk maka SNA akan berdiri, jika disuruh menulis SNA akan diam dan tidak mau menulis. 7) Bertanya Pada Guru : SNA sangat interaktif , rasa ingin tahu SNA sangat besar. Jika SNA ingin bertanya SNA akan bertanya secara terus menerus sampai SNA puas untuk bertanya. Pertanyaan dari SNA terkadang bukan pertanyaan yang penting akan tetapi guru harus tetap menjawab agar SNA tidak rewel berteriak teriak, karena jika pertanyaan SNA tidak dijawab SNA akan mengejar guru dan meminta jawabannya. 8) Memakai Baju : SNA sudah bisa memakai kaos dan celana kolor, SNA belum bisa memakai kemeja dan celana yang menggunakan resleting dan kancing. 9) Makan dan Minum : SNA sudah bisa makan dan minum sendiri, akan tetapi SNA tidak mau makan dan minum sendiri, SNA sangat manja sehingga jika ada ibunya SNA akan meminta ibu untuk menyuapinya. commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Melipat Baju : SNA termasuk anak yang rajin, SNA bisa melipat baju sendiri akan tetapi hasil lipatan tidak rapi dan terkesan di lipat seadanya. Hal ini terlihat jika SNA datang, SNA akan melipat jaket yang dia kenakan dan meanrunya diatas meja yang telah disediakan. 11) Berhitung : SNA sudah bisa berhitung, SNA bisa melakukan penjumlahan dan pengurangan dibawah 10. SNA akan menggunakan jari-jarinya untuk berhitung. Kondisi setelah diberikan PPI SNA dapat berkomunikasi dengan baik dan interaktif. Saat diberikan PPI SNA merespon dengan baik, akan tetapi guru harus waspada karena jika SNA diberikan perhatian yang lebih SNA sering salah tingkah san mengeluarkan tingkah laku yang kurang baik seperti meludah dan memukul. Berikut keadaan SNA setelah diberikan PPI : 1) Kemampuan Membaca : SNA sudah bisa membaca dengan baik, walaupun sesekali masih mengeja. Akan tetapi saat pealajaran dimulai SNA sudah jarang ditunggu ibunya. 2) Kemampuan Menulis : SNA mampu menulis dengan baik dan rapi, guru memberikan garis bantudi buku SNA dan SNA diinstruksikan untuk menulis diantara garis tersebut. Pemberian garis bantu ini sedikit merepotkan guru akan tetapi sangat efektif untuk SNA. 3) Menggosok Gigi : SNA sudah bisa menggosok gigi sendiri, pasta ggi dan air yang dipergunakan untuk berkumur juga bisa dimuntahkan kembali. 4) Bermain : dalam aktifitas bermain SNA termasuk anak yang aktif sehingga mudah berbaur dengan taman-temannya. Saat bermain SNA seringkali menunjukan sikap yang berlebihan misalnya meludahi, mencubit dan memukul sehingga SNA sering dijauhi oleh taman-temannya. jika dirasa menyakiti dan membahayakan baik untuk SNA sendiri maupun temantemannya SNA akan ditegur oleh guru, akan tetapi teguran terhada SNA ini malah membuat SNA semakin menjadi-jadi. SNA sangat suka bermain puzzle dan bermain bola. Jika SNA sedang bermain dan ada salah satu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
78 digilib.uns.ac.id
temannya mengganggu SNA akan meludahi atau memukul temannya, sehingga SNA harus diawasi langsung oleh orang tua. 5) Menyiapkan Buku : SNA sudah bisa 6) Merespon Perintah Guru : dalam merespon perintah guru SNA masih sama seperti kondsi awal. SNA suka menggoda guru dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan. 7) Bertanya Pada Guru : SNA sangat interaktif sekali, jika guru menjelaskan tentang sesuatu maka SNA akan segera bertanya secara beruntun. Sebagai contoh percakapan berikut : Guru :” ini gambar gelas” (guru menjelaskan sambil menunjukan gambar gelas) SNA : ”Gelas apa?” Guru : ”gelas untuk minum” SNA :”minum apa?” Guru :” minum air” SNA :”air apa?” Guru :”air putih untuk diminum” SNA :”untuk minum?” Guru :”iya” Pertanyaan dari SNA terkadang bukan pertanyaan yang penting, untuk mensiasatinya guru hanya daiam dan mengalihkan perhatian SNA dengan penjelasan atau dengan materi lain. 8) Memakai Baju : SNA mampu mengenakan kemeja dan mengancingkan kancing bajunya sendiri. Selain itu SNA juga mampu mengenakan celana yang menggunakan resleting, akan tetapi SNA sering tidak mau melakukannya dan memilih dikenakan ibu atau pendampingnya. 9) Makan dan Minum : SNA mampu makan dan minum sendiri tanpa bantuan ibu dan pendamping, saat makan dan minum SNA tidak didampingi oelh ibunya, karena jika didampingi ibunya SNA akan merajuk dan meminta unutk disuapi. commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Melipat Baju : SNA mampu melipat bajunya sendiri, bahkan SNA mampu memasukan bajunya kedalam lemarinya sendiri. 11) Berhitung : SNA mampu berhitung, SNA mampu melakukan penjumlahan den pengurangan bersusun mulai 1-20.
e. AKAA Kondisi Sebelum diberikan PPI AKAA merupakan autis verbal, AKAA bisa berkomunikasi dengan guru dan teman-temanya secara normal, akan tetapi kontak mata AKAA sangat sulit. Dalam hal ketaatan AKAA merupakan anak yang sangat rapi dan taat terhadap peraturan yang ada. Jika bel sekolah berbunyi AKAA akan segera berlari kehalaman sekolah untuk melakukan upacara atau apal pagi. Dalam berbicara AKAA masih tertatih tatih dan seperti mengeja. Ekspresi wajah AKAA juga tidak begitu terlihat.selama disekolah AKAA didampingi oleh seorang pengasuh yang mendampingi dan mengasuh AKAA dirumah. 1) Kemampuan Membaca : AKAA sudah bisa membaca tetapi masih mengeja. Dalam membaca AKAA harus didampingi dan ditunjukan huruf yang harus dibaca. Selain itu AKAA juga sudah bisa mendeskripsikan dan menceritakan gambar yang dilihatnya. 2) Kemampuan Menulis : AKAA sudah bisa menulis dengan baik, hanya saja untuk ukuran hurufnya masih kurang rapi, ada yang besar dan ada yang kecil. Selain itu AKAA juga sudah bisa menulis apa yang di dikatakan gurunya.. 3) Menggosok Gigi :AKAA sudah bisa mengosok gigi sendiri, akan tetapi AKAA belum punya kesadaran unutk menggosok gigi sendiri, sehigga orang tua atau pendamping harus menyuruh AKAA untuk menggosok gigi. 4) Bermain : dalam aktifitas bermain AKAA lebih suka bermain sendiri, akan tetapi jika diajak bermain bersama teman-temannya yang lain AKAA bisa bergabung dan berbaur dengan yang lain. Secara umum bentuk fisik commit to user AKAA tidak mencerminkan bahwa AKAA anak autis, akan tetapi saat
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bermain AKAA jelas sekali terlihat bahwa AKAA berkebutuhan khusus. Sebagai contoh saat jam istirahat, AKAA berlari ke halaman dan melompat-lompat sambil menggerakan tangannya (seperti menari). AKAA sangat suka bermain bola dan mendengarkan lagu-lagu, ketika AKAA diputarkan televisi yang berisi lagu-lagu AKAA akan diam didepan televisi, mendengarkan lagu dan menirukan lagu tersebut dan ketika AKAA bermain bola, AKAA akan betah bermain bola, bahkan AKAA bisa mengabiskan waktu berjam-jam dengan bola yang dimainkannya. 5) Menyiapkan Buku : AKAA merupakan anak yang rajin, AKAA mampu menyiapkan buku pelajarannya sendiri tanpa bantuan orang lain
atau
pendamping, AKAA membedakan buka pelajaran satu dengan pelajaran yang lainnya berdasarkan gambar yang ada disampul buku tulis. AKAA sering salah dalam mengambil buku pada sampul yang sama, oleh karena itu orang tua harus memperhatikan AKAA ketika menyiapkan buku. 6) Merespon Perintah Guru : dalam menanggapi respon guru AKAA merupakan anak yang sangat patuh, termasuk melakukan hal yang paling dia takuti. Berikut contoh respon AKAA ketika disekolah : Saat pulang sekolah biasanya anak anak keluar kelas sambil bersalaman dengan guru, ketika AKAA di suruh untuk bersalaman dengan guru-guru yang ada dikantor AKAA tidak mau, ketika ditanya kenapa AKAA hanya menjawab bahwa dia takut karena ada kuda hitam didalam kantor sedangkan dikantor tidak ada kuda hitam, guru tetap mengajak AKAA untuk masuk kedalam kantor. Setelah masuk kedalam kantor AKAA menutup mata sambil bersalaman pada guru. Hari selanjutnya guru menyuruh AKAA untuk kekantor tanpa mendampinginya, begitu seterusnya. Hingga saat ini AKAA terus melakukan rutinitas tersebut walaupun guru yang menyuruh tersebut tidak hadir. 7) Bertanya Pada Guru : dalammenerima pelajaran AKAA termasuk anak yang pasif, AKAA tidak suka bertanya dan cenderung diam saja. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Memakai Baju : AKAA bisa memakai baju sendiri, akan tetapi ketika AKAA disuruh untuk memakai celana AKAA anak meminta bantuan kepada orang tua atau pendamping untuk memakaikannya. 9) Makan dan Minum : AKAA sudah bisa makan dan minum sendiri. akan tetapi pada makanan yang dia tidak suka AKAA akan memilih dan membuangnya. Hal ini berbeda jika AKAA disuapi AKAA akan memakan semiua makanan yang disuapkan kepadanya. 10) Melipat Baju : AKAA belum bisa melipat baju sendiri, sebagai contoh ketika AKAA melepas jaket, dia akan memberikan jaket tersebut pada pendampingnya tanpa melipatnya terlebih dahulu. 11) Berhitung : AKAA suda bisa berhitung, AKAA mampu melakukan penjumlahan dan pengurangan, akan tetapi daya ingat AKAA masih kurang sehingga saat diberikan soal AKAA harus diberikan contoh penyelesaian soal tersebut, selanjtunya AKAA sudah bisa mengerti dan menyelesaikan soal yang lainnya. Kondisi Setelah Diberikan PPI AKAA selama diberikan PPI tidak melakukan penolakan, AKAA mampu melakukan apa yang di instruksikan kepadanya dengan baik. Kontak mata AKAA sudah ada akan tetapi hanya beberapa detik saja. Komunikasi AKAA juga sudah baik, AKAA mampu menanggapi apa yang dikatakan oleh lawan bicaranya, selain itu dalam memunculkan ekspresi wajah AKAA sudah bisa walaupun kelihatan terpaksa. Berikut kemampuan AKAA setelah diberikan PPI : 1) Kemampuan Membaca : AKAA mampu membaca tanpa bantuan pendamping, walaupun AKAA masih mengeja dan masih pelan-pelan. AKAA juga mampu menceritakan tentang apa yang dilihatnya, dengan nada terbata –bata AKAA menceritakan kajadian yang dialamnya dengan baik dan runtut. Kejadian ini misalnya, setiap hari minggu AKAA pergi kie gereja, AKAA menceritakan bahwa selama digereja AKAA berdoa, bernyanyi dan bertemu teman-temannya. 2) Kemampuan Menulis : AKAA mampu menulis dengan rapi. Ukuran huruf commit todan, userselain itu AKAA mampu menuis sudah mulai sama besar kecilnya
perpustakaan.uns.ac.id
82 digilib.uns.ac.id
nama-nama anggota keluarganya dan nama teman-temannya tanpa bantuan pendamping. 3) Menggosok Gigi : AKAA mampu menggosok gigi sendiri, selama dirumah AKAA dibuatkan jadwal khusus oleh guru untuk menggosok gigi, sehingga orang tua atau pendamping tidak perlu repot-repot menyuruh AKA untuk menggosok gigi. 4) Bermain : AKAA mampu bermain bersama teman-temannya, AKAA mampu berinteraksi bersama teman-teman lainnya. Akan tetapi jika AKAA tidak disuruh atau diajak untuk bermain dengan teman-temannya AKAA lebih suka bermain sendiri dan cenderung diam. 5) Menyiapkan Buku : AKAA mampu menyiapakan buku tulis dan perlengkpan belajarnya sendiri, selain itu AKAA juga mampu merapikan kembali buku dan perlengkapan belajarnya. AKAA anak yang rajin, jika bel pergantian jam pelajaran berbunyi AKAA akan memasukan buku dan perlengkapan belajarnya kedalam tas dan menggantinya dengan buku pelajaran yang lain, walaupun buku AKAA belum selesai menulis. 6) Merespon Perintah Guru : AKAA anak yang patuh, AKAA menanggapi respon guru dengan baik. AKAA mengerjakan perintah guru dengan baik dan rapi. 7) Bertanya Pada Guru : AKAA tidak banyak bertanya pada guru, jika AKAA ingin mengetahui sesuatu AKAA akan melihatnya terus menerus sampai guru menjelaskan ata menegurnya. 8) Memakai Baju : AKAA mempu mengenakan pakainnya sendiri. AKAA juga mampu membedakan pakaian yang digunakan sehari-hari, bepergian dan pakaian sekolah. 9) Makan dan Minum : AKAA sudah bisa. 10) Melipat Baju : AKAA belum mampu melipat baju, akan tetapi AKAA mampu meletakan dimana baju tersebut biasanya diletakan, seperti saat AKAA pulang sekolah, AKAA akan melepas baju sekolah dan meletakannya di gantungan baju belakang pintu kamarnya. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
11) Berhitung : AKAA mampu berhitung, AKAA mampu melakukan penjumlahan, penguragan dan perkalian, untuk pembagian AKAA belum mampu melakukanya. AKAA harus diberikan contoh soal dan cara penyelesaiannya terlebih dahulu, baru AKAA bisa mengerjakan yang soal lainnya.
f. PAR Kondisi Sebelum Diberikan PPI PAR merupakan anak autis verbal, PAR dapat berkomunikasi dengan guru, teman dan masyarakat secara umum. PAR merupakan anak adopsi, PAR di adopsi oleh pamannya sejak usia 1 bulan. saat menikah usia ibu PAR 28 tahun dan ayah PAR 70 tahun. PAR dilahirkan di Kalimantan, Saat melahirkan PAR ibu PAR meninggal dan saat usia 6 hari PAR dibawa ke Jawa oleh paman dan bibinya. PAR dilahirkan dengan bantuan dukun. Sejak kecil PAR merupakan anak yang aktif, keluarbiasaan PAR terlihat sejak usia 2 tahun, PAR sering berteriak teriak dan berbicara tanpa arah. Kondisi emosi PAR sangat labil, PAR sering berteriak-teriak dan memukul meja. Selain itu PAR sering berbicara tidak jelas dan tanpa arah. Berikut perkembangan PAR selama berada dissekolahan. 1) Kemampuan Membaca : PAR belum bisa membaca, akan tetapi PAR sudah dapat mengenali huruf. Selain itu PAR juga dapat mendeskripsikan tentang garmab yang dilihatnya. Sebagai contoh jika PAR diperlihatkan gambar kapal laut, PAR akan mendeskripsikan kapal tersebut mulai dari pengemudi kapal, kapal merupakan alat transportasi dilaut. 2) Kemampuan Menulis : PAR belum bisa menulis secara mandiri. PAR dapat menghubungkan garis putus-putus dan menirukan tulisan yang diberikan oleh guru. Selain itu PAR sangat gemar menggambar dan mewarnai, gambar yang disukai PAR adalah gambar pesawat dan mobil. Daya imajinasi PAR sangat bagus, apa yang di fikirkannnya akan dituangkan dalam bentuk gambar. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
84 digilib.uns.ac.id
3) Menggosok Gigi : PAR sudah bisa menggosok gigi sendiri, akan tetapi PAR sering menolak jika tidak di instruksikan untuk menggosok gigi sendiri. penolakan PAR bisa berupa terikanaan dan pukulan. 4) Bermain : dalam aktifitas bermain PAR bisa dan mau bermain dengan teman-teman lainnya, akan tetapi jika PAR sedang asik bermain dan diganggu, PAR akan memukul dan berteriak. PAR sangat senang bermain bola dan berlari-lari. 5) Menyiapkan Buku : PAR belum bisa menyiapkan buku pelajarannya sendiri, sehingga buku yang dipergunakan disiapkan oleh guru atau pendampingnya. PAR tidak bisa membedakan antara buku yang satu dengan buku yang lainnya. PAR sering keliru dan tidak bisa membedakan anatara buku yang dipergunakan untuk menggambar dan dipergunakan unutk menulis. 6) Merespon Perintah Guru : dalam menanggapi respon guru PAR merupakan anka yang patuh, akan tetapi dalam hal tertentu PAR sering menggoda dan terkesan dan melu-malu padahal dia mampu dan mau melakukannya 7) Bertanya Pada Guru : PAR merupakan anak yang aktif, PAR sering bertanya pada guru. Akan tetapi pertanyaan yang dilontarkan PAR sering tidak sesuai dengan pelajaran dan suka mengalihkan pada hal dia sukai. 8) Memakai Baju : dalam kesehariannya PAR bisa menganakan kaos oblong dan celana kolor, akan tetapi PAR belum bisa mengenakan kemeja dan celana yang mengguanakan resleting sendiri, sehingga dalam mengenakan kemeja dan celana formal perlu bantuan dari orang tua atau pendamping 9) Makan dan Minum : PAR sudah bisa makan dan minm sendiri, akan tetapi dalam menggunakan garpu PAR masih kesulitan dan memerlukan pengawasan dari pendamping atau guru. Dalam hal nafsu makan, PAR merupakan anak yang mempunyai nafsu makan yang besar. Dalam hal makanan PAR tidak memilih-milih makanan, akan tetapi PAR mempunyai beberapa makanan yang dibatasi. Misalnya makanan yang mengandung commit to user gula dan tepung.
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Melipat Baju : PAR belum bisa melipat baju, saat disuruh untuk melipat baju, PAR akan membuangnya dan berteriak ”tidak mau”. 11) Berhitung : PAR sudah bisa berhitung mulai dari 1-10. PAR bisa melakukan penjumlahan dengan bantuan gambar. Misalnya dua bola ditambah 3 bola hasilnya 5 bola. Kondisi Setelah Diberikan PPI Saat pertama diberikan PPI PAR masih sering melakukan penolakan. Penolakan PAR berupa teriakan dan tangisan. Teriakan PAR sering disertai pukulan dimeja dan hentakan kakinya.intensitas penolakan PAR berrkurang seiring pemberian PPI. Berikut perkembangan PAR setelah diberikan PPI : 1) Kemampuan Membaca : Selain itu PAR juga dapat mendeskripsikan tentang garmar yang dilihatnya PAR mampu membaca dengan mengeja dengan pendampingan. Saat PAR membaca guru membantu PAR mengeja hurufnya.. 2) Kemampuan Menulis : PAR sudah mampu menulis dengan menirukan contoh yang diberikan guru. PAR akan menulis di dalam kotak yang disediakan oleh guru. 3) Menggosok Gigi : PAR sudah bisa menggosok gigi sendiri, guru memberikan jadwal khusus untuk PAR menggosok gigi. 4) Bermain : PAR mampu berinteraksi dengan taman-temannya. PAR mampu bermain dan berbagi mainan dengan tamannya. Rasa saling berbagi juga sudah dimiliki PAR, sebagai contoh saat teman PAR menangis karena berebut mainan, PAR akan memberikan mainan PAR agar temannya diam. selain itu saat ada temannya ada yang bertengkar, PAR melerainya. 5) Menyiapkan Buku : PAR mampu menyiapkan buku pelajarannya yang akan digunakan. Untuk membedakan anatara buku pelajaran dengan buku lainnya PAR memberikan tanda khusus disampul bukunya. Tanda khusus ini berupa tempelan kertas berwarna yang dibuat PAR, PAR membuat tanda ini sendiri dan tanpa bantuan dari guru atau pendamping, ide PAR commit user didapat saat PAR melihat gurutomemasang sampul buku pada buku
perpustakaan.uns.ac.id
86 digilib.uns.ac.id
administrasi kelas, saat melihatnya PAR bertanya pada guru dan muncul ide PAR unutk membuat tanda di sampul bukunya. 6) Merespon Perintah Guru : PAR mampu merespon perintah guru dengan baik. Respon yang diberikan PAR masih sama seperti sebelum diberikan PPI, PAR sering menggoda dan terkesan dan melu-malu padahal dia mampu dan mau melakukannya 7) Bertanya Pada Guru : intensitas PAR saat bertanya pada guru mulai berkurang, PAR sudah bisa membedakan pertanyaan yang penting dan pertanyaan yang kurang penting. 8) Memakai Baju : PAR mampu mengenakan kemeja dan celana yang menggunakan resleting. PAR mampu mengancingkan kancing bajunya walaupun belum rapi dan masih lama sehingga PAR masih oerlu pengawasan. 9) Makan dan Minum : PAR mampu makan dan minm sendiri, PAR mampu menggunakan garpu dan makan sate dengan benar, PAR juga sudah bisa membedakan makanan yang boleh dimakan dan makanan yang tidak boleh dimakan, misalnya PAR tidak boleh makan roti dan mie, maka PAR tidak akan makan makanan tersebut. Dan jika selama dirumah PAR makan makanan yang dilarang makan PAR akan menceriktakan pada guru dan menyebutkan efek dari makanannya. Sebagai contoh, suatu ketika PAR tertawa sendiri didalam kelas, guru bertanya kenapa PAR tertawa dan PAR menjawab sambil tertawa ”dek pras gek wingi bar mangan permen akeh og” (dik pras kemaren habis makan permen banyak). Begitu pula saat PAR diberikan makanan yang dilarang, PAR akan menceritakan akibatnya. Salah satu contohnya ketika teman PAR memberikan wafer, PAR menolak dan membuangnya, ketika ditegur oleh guru PAR menjawab ”dik pras ora etok mangan wafer, mengko ndak kumat” (dik pras tidak boleh makan wafer, nanti kambuh) maksudnya kambuh adalah PAR tertawa sendiri dan berteriak teriak, karena jika PAR terlalu banyak makan-makanan yang manis PAR akan tertawa sendiri. commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Melipat Baju : PAR belum bisa melipat baju, saat diberikan baju untuk dilipat PAR akan memasukan langsung kedalam lemari dan tidak melipatnya. 11) Berhitung : selain sudah bisa berhitung 1-10 dan melakukan penjumlahan, PAR juga mampu melakuakn pengurangan dengan bantuan gambar. Misalnya 5 bola dikurangi 2 bola hasilnya 3 bola
g. FGS Kondisi Sebelum Diberikan PPI FGS merupakan anak autis non verbal, respon yang diberikan FGS saat berkomunikasi berbeda beda, sering kali FGS merespon dengan pukulan, teriakan, pengulangan kata-kata dan hanya diam. ayah FGS bekerja sebagau buruh dan ibunya merupakan ibu rumah tangga. FGS mempunyai satu adik ang masih balita, sejak FGS mempunyai adik, perhatian orang tua FGS berkurang. Perhatian orang tua FGS sangat mempengaruhi kondisi psikologis dari FGS sendiri. Selain itu pola makan dan pola tidur FGS Keadaan FGS selama dirumah sangat mempengaruhi proses pembelajaran FSGS disekolahi. Sebagai contoh jika FGS tidur terlalu malam, disekolah FGS ”rewel”, tantrum atau tidur. Berikut. Berikut kemampuan awal FGS : 1) Kemampuan Membaca : FGS belum bisa membaca, akan tetapi FGS sudah bisa mengenali huruf. Misalnya saat pelajaran, FGS diperlihatkan huruf ”S” maka FGS akan menyebut dan mengatakan kalau itu huruf ”S”.. 2) Kemampuan Menulis : FGS belum bisa menulis, jika diberikan pensil FGS akan melemparnya dan ditak mau memegag pensil, setiap diberikan instruksi untuk menulis dia hanya diam dan tidak memperhatikan. Ketika disuruh untuk memegang pensil FGS akan membuang dan kembali diam, ketika FGS dibimbing untuk menulis FGS akan menulis, dan ketika tangan guru dilepaskan FGS akan kembali diam. 3) Menggosok Gigi : FGS belum bisa menggosok gigi, guru atau pendamping harus membimbing dan mengarahkan FGS untuk menggosok commitairto yang user dipergunakan unutk berkumur, gigi, seringkali FGS menelan
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sehingga air yang digunakan untuk berkumur harus diganti dengan air mineral atau air putih. 4) Bermain : FGS tidak terlalu suka bermain dengan orang lain, dia cenderung diam dan lebih suka bermain sendiri, FGS sangat senang mendengarkan lagu atau musik, jika FGS berada didepan cermin besar, FGS kan bernyanyi selayaknya berada di panggung konser . 5) Menyiapkan Buku
: FGS termasuk anak yang pasif,FGS belum bisa
memnyiapakan buku sendiri, saat pelajaran dimulai FGS hanya diam dan seolah melamun. Jika disapa FGS akan menjawab sambil memalingkan muka atau berjoget. 6) Merespon Perintah Guru : setiap diberikan instruksi oleh guru FGS merespon dengan lamban. Perintah guru harus di ulangi berkali-kali. Guru harus sering mengulang perintah yang diberikan pada FGS, respon yang diberikan FGS hanya dengan gerakan sebagian anggota tubuhnya. Misalnya guru menyapa ”selamat pagi (FGS)” maka FGS akan menjawab ”selamat pagi pagi pagi” . 7) Bertanya Pada Guru : FGS tidak pernah bertanya pada guru, cenderung lebih banyak diam dan melamun, ketika FGS ingin mengetahui sesuatu, FGS akan menunjuk benda tersebut sambil bilang ”itu”. 8) Memakai Baju : FGS belum bisa memakai baju, jika FGS dikenakan baju yang dia tidak sukai maka FGS akan menolaknya dan tidak mau menganakannya. 9) Makan dan Minum : dalam hal makan dan minum, FGS belum bisa makan dan minum sendiri. jika disediakan minuman FGS bisa minum sendiri, akan tetapi jika makan FGS hanya mau disuapi ibunya, tidak mau yang lain. 10) Melipat Baju : FGS belum bisa mellipat baju, jika melihat baju FGS akan membuangnya dan menyingkirkan dari pandangannya. 11) Berhitung : secara lisan FGS bisa berhitung mulai 1-20. Jika guru menyabutkan angka 1,2,3.... FGS akan meneruskan sampai angka 2 commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kondisi Setelah diberikan PPI FGS tidak terlalu banyak memberikan respon saat diberikan PPI dan FGS banyak diam. respon yang diberikan FGS berupa teriakan, pukulan, dan mengulang apa yang dikatakan guru. Berikut kemampuan FGS setelah diberikan PPI : 1) Kemampuan Membaca : FGS mampu menyebutkan huruf-huruf yang dilihatnya. Jika FGS tidakk mengetahui huruf tersebut, FGS akan menunjuknya dan meminta guru untuk memberitahunya. 2) Kemampuan
Menulis
:
FGS
mampu
memegang
pensil
dan
mempergunakan pensil tersebut. Saat diberikan buku untuk menulis FGS akan membuangnya, akan tetapi jika FGS diberikan buku bergambar FGS akan memperhatikan dan melihatya.saat FGS diberikan kertas putih, FGS akan mencoret-coret buku tersebut samai buku tersebut penuh. 3) Menggosok Gigi : FGS belum bisa menggosok gigi, sampai saat ini FGS menggosok 4) Bermain : interaksi FGS pada teman permainannya masih sangat kurang. FGS lebih suka bermain sendiri dari pada bermain dengan temantemannya. Saat jam istirahat guru harus memperhatikan FGS lebih ekstra, karena FGS sering berlari keluar sekolah dan mengambil jajanan di pasar depan sekolah. 5) Menyiapkan Buku : FGS belum bisa menyiapkan buku sendiri. segala perlengkapan sekolah disiapkan oleh orang tua atau guru yang mendamingi FGS saat pelajaran. 6) Merespon Perintah Guru : Respon FGS terhadap perintah guru masih kurang, FGS sering tidak memperhatikan bahkan mengabaikan perintah guru. 7) Bertanya Pada Guru : saat pelajaran berlangsung FGS lebih sering diam dan tidak banyak bertanya pada guru. FGS tidak banyak bertanya pada guru dan sering melamun. Ketika FGS ingin mengetahui sesuatu, FGS akan menunjuk benda tersebut sambil bilang ”itu”. commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Memakai Baju : FGS sudah bisa memakian baju, ketika diberikaan kemeja FGS akan memakianya akan tetapi FGS belum bisa mengancingkan bajunya sendiri, FGS akan meminta bantuan pada orang tuanya untuk mengancingkan bajunya. 9) Makan dan Minum : dalam hal makan dan minum, FGS belum bisa makan dan minum sendiri. jika disediakan minuman FGS bisa minum sendiri, akan tetapi jika makan FGS hanya mau disuapi ibunya, tidak mau yang lain. 10) Melipat Baju : FGS masih belum bisa mellipat baju, jika melihat baju FGS akan membuangnya dan menyingkirkan dari pandangannya. 11) Berhitung : selain secara lisan FGS bisa berhitung mulai 1-20 FGS sudah bisa menjawab penjumlahan yang diberikan oleh gurunya. Misalnya : guru bertanya 1 + 1 berapa ?, FGS akan menjawab 2, FGS mampu melakukan penjumlahan 1 – 5.
h. MLI Kondisi Sebelum diberikan PPI MLI merupakan anak autis verbal, secara umum MLI dapat berkomunikasi seperti biasa. MLI dapat berkomunikasi dengan guru dan temantemanya seperti biasa. Dalam hal ketaatan MLI merupakan anak yang taat terhadapa perintah guru, MLI mengalami gangguan perhatian, selain itu MLI juga mampunyai sifat memprofokasi (mempengaruhi) teman-temannya. MLI sering berkata-kata kotor dan mengajari teman-temannya untuk mengikuti tingkah lakunya. 1) Kemampuan Membaca : MLI belum bisa membaca dan mengenali huruf. Untuk mengenali gambar MLI masih sulit membedakan dan sering keliru, sebagai contoh guru memberikan gambar apel dan jeruk, MLI disuruh untuk menunjukan mana gambar jeruk, MLI akan menunjuk gambar apel. Selain itu daya ingat MLI tidak begitu baik. 2) Kemampuan Menulis : MLI dapat menulis dengan baik, MLI dapat commit oleh to user mengikuti tulisan yang diberikan guru. Tulisan MLI tidak rapi, masih
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keluar dari garis, dan jika menulis pada buku halaman pertama MLI akan meneruskan sampai pinggiran kertas dan tidak kebawahnya. 3) Menggosok Gigi : MLI sudah bisa menggosok gigi sendiri. tidak memerlukan
pendampingan
khusus.
Akan
tetapi
untuk
rutinitas
menggosok gigi, MLI perlu diingatkan. Karena MLI sering lupa tidak gosok gigi. 4) Bermain : MLI dapat berbaur dengan anak-anak yang lainnya. Secara umum MLI tidak banyak mengganggu dan dapat berinteraksi dengan teman-temannya. 5) Menyiapkan Buku : MLI mampu menyiapkan buku pelajarannya sendiri tanpa bantuan orang lain atau pendamping, MLI mampu membedakan buku pelajaran satu dengan pelajaran yang lainnya berdasarkan gambar yang ada disampul buku tulis. MLI sering salah dalam mengambil buku pada sampul yang sama, oleh karena itu orang tua harus memperhatikan MLI ketika menyiapkan buku. 6) Merespon Perintah Guru : dalam merespon perintah guru, MLI termasuk anak yang patuh, MLI dapat merespon perintah guru dengan baik, akan tetapi MLI sering melakukan kesalahan dalam merespon perintah guru, sehingga guru harus mengulang perintah kepada MLI secara berulangulang. 7) Bertanya Pada Guru : MLI tidak begitu suka bertanya pada guru, MLI cenderung diam dan memperhatikan apa yang ddikaatkan oleh gururnya. Jika jika MLI bertanya, MLI akan menggunakan bahasa jawa ”ngoko alus” kepada guru. 8) Memakai Baju : MLI dapat mengenakan baju sendiri, orang tua / pendamping menyiapakan baju, MLII akan memakai baju yang dikenakannya. Akan tetapi jika baju tidak disiapkan MLI akan mengambil baju seadanya dan memakianya. Pernak suatu ketika MLI kesekolah mengenakan celana kolor dan kaos, karena seragam sekolah tidak disiapkan. commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
9) Makan dan Minum : MLI bisa makan dan minum sendiri, MLI mampu menggunakan alat-alat makan dengan baik. 10) Melipat Baju : MLI sudah bisa melipat baju sendiri, akan tetapi hasil lipatan MLI belum begtitu maksimal dan rapi. 11) Berhitung : MLI belum bisa berhitung dengan baik, MLI belum bisa menyebutkan angka dengan urut dn masih terbolak balik. Kondisi Setelah Diberikan PPI MLI merupakan anak yang interaktif saat diberikan PPI, selama diberikan PPI MLI memperhatikan dan mengikuti apa yang dikatakan guru. Daya tangkap dan daya ingat MLI terhadap materi yang diberikan sangat kurang, sehingga guru harus menjelaskan berulang-ulang samapi MLI mengerti dan mempu melaksanakan apa yang diberikan guru. 1) Kemampuan Membaca : setelah diberikan PPI MLI mampu mengenali huruf dan angka. Akan tatapi setiap hari guru harus mengulang-ulang sampai beberapa pertemuan supaya MLI hafal huruf-huruf tersebut, karena daya ingat MLI sangat kurang. 2) Kemampuan Menulis : Tulisan MLI sudah mulai rapi, dalam pemberian PPI menulis, buku yang dipergunakan menulis MLI diberikan garis bantu dengan warna yang merah supaya MLI dapat menulis didalam garis yang telah dibuat guru. 3) Menggosok Gigi : MLI dibuatkan jadwal khusus untuk menggosok gigi. Jadwal ini berupa gambar anak yang menggosok gigi sesuai dengan jam yang telah ditentukan guur. 4) Bermain : saat bermain MLI mampu bermain bersama teman-teman lainnya. Akan tetapi jika MLI merasa tidak diperhatikan MLI akan memanggil salah satu temannya dan mengajari temannya untuk berkata kotor. 5) Menyiapkan Buku : MLI sudah bisa menyiapkan buku sendiri tanpa bantuan orang lain. commit to user
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Merespon Perintah Guru : MLI mampu merespon perintah guru dengan baik akan tetapi guru harus memperhatikan MLI karena respon yang diterima MLI sering tidak sama dengan yang diinginkan guru. 7) Bertanya Pada Guru : MLI tidak banyak bertanya pada guru. MLI lebis suka diberikan pertanyaan dan dijelaskan oleh guru. 8) Memakai Baju : MLI sudah bisa mengenakan baju sendiri dengan baik. Walaupun MLI dapat mengenakan baju sendiri MLI tetapp harus diawasi, karena MLI sering tidak memperhatikan baju yang dia kenakan. 9) Makan dan Minum : MLI sudah bisa makan dan minum sendiri. 10) Melipat Baju : MLI sudah bisa melipat baju dan memasukan kedalam almari. 11) Berhitung : MLI bisa berhitung dengan baik, MLI sudah bisa melakukan penjumlahan mulai dari 1-10. Untuk selebihnya MLI belum bisa melakukannya.
7. Isi PPI dalam Kaitannya dengan Kemandirian Anak Autis SD N 2 Bendan Program Pembelajaran Individual (PPI) merupakan serangkaian kurikulum yang dibuat dan diberikan kepada anak berkebutuhan khusus selama anak mengenyam pendidikan di SD N 2 Bendan. PPI ini berisi tentang acauan tentang pembelajaran yang akan diberikan kepada anak, karena kondisi emosi anak autis yang labil Program yang ada didalam PPI tidak terlalu banyak dan rumit. PPI anak autis berbeda dengan ABK lainnya, PPI untuk anak autis di SD N 2 Bendan lebih menekankan pada kemandirian anak, seperti menyiapakan buku pelajaran sendiri, makan dan minum sendiri, memakai baju dan celana sendiri dsb. Dalam pembelajaran, guru memberikan contoh kepada anak, sedangkan orang tua atau pendamping membantu anak untuk menirukan semua contoh yang diberikan oleh guru. Kegiatan ini dilakukan secara berulang ulang sampai anak bisa melakukan kegiatan sendiri. Untuk anak yang tidak didampingi oleh orang tua, guru mendampingi anak dan membimbing anak setelah memberikan contoh. commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
PPI untuk anak autis berbeda dengan PPI ABK lainnya, PPI untuk anak autis lebih spesifik dan menekankan pada bina diri, gerakan motorik halus dan motorik kasar, dan sosialisasi anak. PPI ini merupakan PPI yang disesuaikan dengan kemampuan dan jenis autis masing masing anak.
B. Deskripsi Temuan Penelitian Faktor-Faktor yang menyebabkan kurangnya tingkat kemandirian anak autis di SD N 2 Bendan Seperti diketahui anak autis mengalami gangguan pada sosialisasi sehingga berpengaruh pada kemandiriannya. Orang tua menuntut pihak sekolah untuk mendidik dan membimbing putra-putrinya agar menjadi pribadi yang cakap, terampil, dan mandiri. Disekolah anak diberikan bimbingan dan pendidikan, sedangkan saat anak berada dirumah pendidikan anak diserahkan kepada orang tua. Seperti halnya anak autis, disekoah anak diberikan pendidikan dan bimbingan sedangkan dirumah orang tua menindak lanjuti atas apa yang diberikan disekolah. Program pembelajaran anak autis terangkum dalam Program Pembelajaran Individual (PPI). Kondisi emosi anak autis sendiri sangat labil. Kadang tertawa sendiri tanpa sebab dan tak jarang anak menangis tanpa sebab. Selama disekolah tak jarang anak tantrum dan menyakiti dirinya sendiri. Kualitas makanan dan kondisi anak selama dirumah sangat berpengaruh terhadap keadaan emosi anak selama disekolah. Sebagai contoh pengaruh kualitas makanan yaitu jika anak terlalu banyak makan makanan yang mengandung gula (manis) maka keesokan harinya anak tersebut selama didalam kelas akan tertawa sendiri, sedangkan contoh pengaruh kondisi anak saat dirumah yaitu jika anak dirumah kurang tidur disekolah anak anak diam saja dan sering menangis. Akan tetapi semua itu tidak akan terjadi oleh adanya faktor yang mempengaruhinya. Untuk lebih jelasnya maka peneliti akan menyajikan faktor yang kurangnya kemandiriran anak autis dan perlakuan yang diberikan pada masing-masing anak berdasarkan hasil penelitian sebagai berikut : commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
ZF Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian a. Faktor keluarga (Perhatian orang tua yang berlebihan) ZF merupakan anak tunggal. Orang tua dan keluarga ZF sangat menyayangi ZF, perhatian orang tua dan kelaurga ZF terhadap ZF sangat besar, perhatian ini ditunjukan dengan adanya pemenuhan kebutuhan dan semua keinginan ZF. Selama dirumah ZF terbiasa dilayani dan dalam hal makan, minum, memakai baju dan semua kebutuhan lainnya. Pemenuhan kebutuhan dan keinginan ZF ini merupakan wujud kasih sayang dan perhatian orang tua, akan tetapi pemenuhan kebutuhan ZF ini yang menyebabkan tingkat kemandirian ZF tidak berkembang dan tingkat ketergantungan ZF terhadap orang tuanya semakin besar. b. Sosialisasi dengan lingkungan Sosialisasi dengan lingkungan merupakan hal yang sedikit banyak berpengaruh terhadap kemandirian ZF. Lingkungan merupakan tempat yang tepat untuk meningkatkan kemandirian. Sosialisasi ZF dengan lingkungan kurang baik, jika berada di lingkungan masyarakat ZF menutup diri dan tidak mau berbaur dengan orang lain, hal ini disebabkan karena ZF terbiasa dilayani dan lebih sering berada dirumah sehigga sosialisasi dengan masyarakat sangat kurang. Dalam kehidupan dirumah ZF terbiasa dilayani dalam hal makan, minum dan memakai baju, semua kebutuhannya dipenuhi oleh orang tuanya sampai sekarang. ZF bisa melakukan makan, minum dan memakai baju sendiri akan tetapi jika ZF berada dirumah ZF lebih sering meminta ibunya untuk melayaninya. Perlakuan Yang Diberikan GPK ZF autis dengan gangguan sosialisasi. Dalam menangani ZF GPK memberikan theraphy khusus seperti mengajak ZF ketempat-tempat yang bisa melatih kemandirian dan sosialisasinya seperti mengajak ZF ke kantor, mengajak ZF bersosialisasi dengan teman-temannya dikelas regular agar ZF mempunyai rasa percaya diri dan mampu bersosialisasi sendiri. Selain itu, to usermelakuakn kegiatan kemandirian selama disekolah ZF diajari commit agar terbiasa
perpustakaan.uns.ac.id
96 digilib.uns.ac.id
seperti membereskan buku sendiri setelah pelajaran, saat olah raga ZF ganti baju sendiri tanpa bantuan orang lain, makan dan minum sendiri dan sebagainya.
2.
MRAM Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian a. Kondisi keluarga Selama ini MRAM dibesarkan oleh ibu dan neneknya. Selama dirumah MRAM, segala kebutuhan dan keinginan MRAM dipenuhi oleh nenek dan ibunya. Ibu MRAM tidak bekerja sedangkan nenek MRAM penjual daging ayam di pasar. Secara kondisi ekonomi orang tua MRAM bisa dikatakan cukup, dalam arti tidak kekurangan. Perhatian orang tua dan keluarga MRAM sangat besar, selama seklah MRAM diantar oleh ibunya dengan naik kendaraan umum dan selama disekolah MRAM di tunggu ibunya termasuk saat didalam kelas. Selama pembelajaran didalam kelas MRAM didampingi ibunya, karena saat pembelajaran didalam kelas MRAM tidak mau belajar dan hanya diam jika tidak didampingi oleh ibunya, sehingga kemandirian MRAM kurang maksimal karena MRAM sangat tergantung terhadap ibunya dan guru mengalami kesulitan dalam memberikan pembelajaran terhadap MRAM. b. Sosialisasi Dalam sosialisasi MRAM sangat terbatas, hal ini karena MRAM tidak dapat berkomunikasi dengan baik, MRAM mengalami gangguan komunikasi. Sampai saat ini MRAM hanya bisa menirukan apa yang dikatakan oleh ibunya, sehingga MRAM tidak dapat berkomunikasi secara mandiri. Selama disekolah MRAM didampingi ibunya, MRAM tidak bisa lepas dari sang ibu. Saat pembelajaran ibu MRAM juga harus menemani dan ikut mendampingi MRAM sampai pelajaran selesai, sehingga kemandirian MRAM tidak bisa berkembang. Proses sosialisasi MRAM dengan orang lain juga sangat terbatas, commit to user ibunya, selain itu MRAM juga karena MRAM sangat tergantung terhadap
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sangat pasif dalam berkomunikasi. Sikap pasif MRAM ini ditunjukan dengan tidak adanya respon yang diberikan MRAM terhadap rangsangan yang diberikan. Misalya saat MRAM dipanggil, MRAM hanya diam, respon MRAM akan diberikan ketika ibu MRAM menyuruh MRAM untuk menjawab panggilan yang diberikan. Kondisi MRAM yang demikianlah yang menyebabkan kurangnya kemandirian MRAM. Rasa khawatir yang berlebihan akan keadaan MRAM menimbulkan rasa ingin manjaga dan melindungi MRAM ini membuat MRAM sangat tergantung terhadap ibunya, karena sehala keperluan MRAM akan dipenuhi ibunya tanpa MRAMmeminta. Perlakuan Yang Diberikan GPK MRAM merupakan anak autis non verbal. MRAM belum mampu bersosialisasi dengan orang lain selain ibunya. Selama disekolah MRAM diajari untuk bersosialisasi dan geakan gerakan untuk melatih kemampuan motorik halusnya. Selama MRAM diajak komunikasi MRAM jawaban MRAM seringkali bergantung kepada ibunya, karena selama disekolah MRAM selalu didampingi oleh ibunya.
3.
MRR Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian a. Keadaan keluarga MRR merupakan anak pertama dari dua bersaudara. selama dirumah MRR diasuh oleh seorang pembantu Karena ibu MRR harus bekerja dan ayah MRR bekerja diluar kota (pulang 1 minggu sekali). Selama berada dirumah MRR diasuh oleh seorang pembantu. pembantu MRR mengasuh MRR sejak MRR usia 3 bulan, jadi ibu MRR tidak perlu menjelaskan kondisi MRR karena pembantu MRR sudah mengetahui dan seluk beluk MRR. Secara ekonomi, keluarga MRR bisa dikategorikan mampu dan berkecukupan. Selain pendidikan formal disekolah MRR juga mendapatkan theraphy dirumahnya. Theraphy MRR dilakukan 3 kali commit to user seminggu.
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b.
Sosialisasi Proses sosialisasi MRR cukup baik. Saat disekolah MRR mampu berinteraksi dengan guru dan teman-temannya, selain itu selama dirumah MRR juga mampu berinteraksi dengan keluarga dan orang-orang disekitarnya akan tetapi orang tua dan pengasuh MRR sering membatasi sosialisasi MRR dengan orang lain, karena orang tua MRR takut saat MRR lepas dari pengawasan MRR bisa menyakiti orang lain. Perlakuan Yang Diberikan GPK MRR anak autis yang tergolong aktif, selama diberikan pembelajaran
MRR sering memberikan penolakan, penolakannya berupa tengisan, pukulan dan teriakan. selama MRR sekolah di SD N 2 Bendan, MRR diajari berkomunikasi dan merespon keadaan yang ada disekitarnya. Selama disekolah MRR tidak mau diam, MRR lebih suka berjalan-jalan mengitari kelas dan membuang barang-barang yang ada diatas meja.
4.
SNA a.
Kondisi keluarga SNA merupakan anak ke 3 dari 3 bersaudara, ayah SNA bekerja sebuah puskesmas di boyolali dan ibu SNA tidak bekerja dan hanya merawat SNA. Selama SNA sekolah SNA ditunggu oleh ibunya. Jarak rumah SNA dengan sekolah cukup jauh, jika ditempuh dengan sepeda motor memakan waktu 1 jam lebih. Sehingga SNA harus berangkat dari rumah pukul 5 pagi. Selain pendidikan disekolah SNA tidak mendapatkan pendidikan lainnya selain dari keluarga, karena kondisi perekonomian orang tua SNA yang terbatas sehingga orang tua SNA tidak menyekolahkan atau memberikan theraph diluar jam sekolah.
b.
Sosialisasi Selama disekolah SNA dapat bersosialisasi dengan guru dan murid dengan baik, akan tetapi jika SNA diberikan respon yang berlebihan SNA akan memberikan respon yang berlebihan pula. Respon yang diberikan user bicaranya, jika SNA bertingkah bisa pukulan dan meludahcommit kearahtolawan
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
demikian orang tua SNA akan memukul SNA, pukulan yang diberikan pada SNA tidak menimbulkan efek jera, sering kali SNA menangis akan tetapi jika SNA diberikan perhatian lagi SNA kan meludahi lagi. Dengan keadaan yang demikian, guru mensiasati dengan mengalihkan perhatian SNA agar SNA tidak meludah dan memukul lagi. Sikap SNA ini membuat SNA seringkali dijauhi oleh taman-teman dan para guru, karena mereka takut SNA akan menyakiti. Perlakuan Yang Diberikan GPK SNA anak autis dengan gangguan perilaku. Selama disekolah SNA seringkali menunjukan perilaku yang kurang sopan seperti meludahi dan memukul guru dan orang-orang disekitarnya, berteriak-teriak untuk mendapatkan perhatian, dan menangis untuk mendapatkan simpati. GPK sering kali memberikan “hukuman” seperti bentakan dan pukulan kecil terhadap SNA (pukulan yang diberikan hanya pukulan ringan dan atas izin dari orang tua SNA) agar SNA jera. Akan tetapi hal tersebut tidak membuat SNA menjadi jera, cara lain yang dilakukan oleh GPK yaitu pengalihan perhatian. Pengalihan perhatian ini bisa dengan berbagai cara, seperti saat SNA berteriak teriak GPK menunjukan sesuatu seperti bola dan makanan kesukaan SNA.
5.
AKAA a. Kondisi keluarga AKAA merupakan anak pertama dari dua bersaudara, secara umumkondisi orang tua AKAA termasuk orang yang berada (mampu). Kondisi AKAA diawali saat AKAA berusia 2 tahun, AKAA menderita deman dan mengalami kejang-kejang, Sejak saat itu AKAA diketahui mempunyai kebutuhan khusus. Semanjak mengatahui AKAA mempunyai kebutuhan khusus, orang tua AKAA mulai mencari tau dan berusaha agar AKAA mampu bertumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. AKAA sudah mendapatkan pelayanan khusus semenjak AKAA berusia 3 commit to user
100 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tahun, semenjak AKAA lahir sampai sekarang AKAA diasuh oleh seorang pengasuh karena kedua orang tua AKAA bekerja. Pengasuh AKAA, mengasuh AKAA dari lahir sampai sekarang oleh sabab itu orang tua AKAA tidak perlu bersusah payah menjelaskan kondisi AKAA yang sedikit berbeda dengan anak seusianya. Pengasuh AKAA menganggap AKAA seperti anaknya sendiri, sehingga pengasuh AKAA mengerti keadaan AKAA dan bagaimana melayaninya. kedekatan AKAA dengan pengasuh ini hendaknya sedikit dikurangi, karena dengan kedekatan orang tua AKAA dan AKAA sedikit demi sedikit akan berkurang karena AKAA terlalu banyak bersama pengasuhnya daripada dengan AKAA. b. Sosialisasi Sosialisasi AKAA selama disekolah baik, AKAA mampu merespon yang ada didekatnya. Akan tetapi keadaan disekolah dan keadaan
dirumah
sangat
berbeda,
saat
dirumah
AKAA
hanya
berkomunikasi dengan orang tua, adik , pengasuh dan kakeknya saja. Saat berada dirumah AKAA tidak melakukan sosialisasi keluar rumah, sehingga sosialisasi AKAA berjalan sedikit lambat. Perlakuan Yang Diberikan GPK Selama AKAA sekolah di SD N 2 Bendan, AKAA tidak menunjukan perilaku yang buruk. AKAA mampu melakukan tugas yang diberikan oleh guru dengan baik. AKAA mengalami gangguan pada kepercayaan dirinya. AKAA mampu mengerjakan tugas yang diberikan GPK dengan baik akan tetapi pada awal pengerjaan AKAA harus diberikan contoh cara mengerjakannya.
6.
PAR a. Kondisi psikis Kondisi psikis adalah kondisi kejiwaan dari individu. Kondisi kejiwaan yang mempengaruhi kemandirian adalah intelegensi, motivasi, commit user secara umum dapat melakukan dan sikap. PAR merupakan autistoverbal,
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kegiatan kemandirian sendiri, akan tetapi untuk kondisi psikisnya PAR mengalami gangguan, PAR tidak suka diganggu dan jika diganggu dia akan berteriak-teriak sambil memukul barang-barang yang ada didekatnya. PAR sendiri merasa terganggu ketika ada orang lain yang melihat atau memperhatikannya. PAR termasuk anak yang sangat sensitif dan mudah tersinggung. Jika ada orang yang mengganggu atau mengusiknya PAR akan berteriak dan mengepalkan tangan. b. Keadaan Keluarga PAR merupakan anak autis verbal. PAR dilahirkan di sulawesi, ibu PAR meninggal saat melahirkan PAR, sedangkan ayah PAR meninggal saat PAR usia 3 bulan. Saat ibu PAR menikah usianya 29 tahun sedangkan ayah PAR berusia hampir 70 tahun. Saat PAR berusia 1 bulan PAR dibawa oleh paman dan bibinya ke jawa karena ayah PAR tidak sanggup untuk merawat PAR. Paman dan bibi PAR sendiri merawat PAR dengan penuh kasih sayang dan menganggap PAR sebagai anaknya sendiri. Semua perkembangan PAR sangat diperhatikan oleh bibi PAR. Sejak diketahui bahwa PAR mempunyai keistimewaan, bibi dan paman PAR dengan segera mencarikan theraphy dan memberikan pelayanan khusus, termasuk perhatian terhadap PAR. Perlakuan Yang Diberikan GPK Dari kedelapan anak autis, PAR adalah anak yang mempunyai gangguan emosi paling besar. Emosi PAR sangat labil, jika ada sesuatu yang mengganggunya PAR akan berteriak dan memukul meja. Jika PAR sedang emosi GPK hanya bisa menenangkannya sambil mengalihkan perhatiannya. Sejak kecil PAR sudah melakukan diet khusus dengan makanan, PAR sendiri juga sudah ditanamkan makanan apa saja yang boleh dan tidak boleh dimakan.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7.
FGS a. Keluarga FGS merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Secara ekonomi keadaan perekonomian keluarga FGS sangat pas-pasan. Ayah FGS bekerja sebagai buruh harian sedangkan ibu FGS sebagai ibu rumah tangga. Perhatian orang tua FGS terhadap FGS sedikit berkurang semenjak FGS mempunyai adik. Saat pulang sekolah FGS dimasukan didalam kamar dan sambil melihat televisi, FGS dilayani ketika FGS mandi, makan dan saat ayahnya pulang sehigga proses perkembangan FGS kurang. b. Kondisi fisik Kondisi fisik sangat mempengaruhi tingkat kemandirian anak autis, anak autis yang. Anak dengan kondisi tubuh yang jasmaniah yang kurang atau tidak lengkap ia tidak bisa apa-apa, segala kebutuhannya memerlukan bantuan orang lain. Dalam hali ini dikatakan kurang mandiri, karena sangat tergantung dengan orang lain. Sebagai contoh FGS, FGS merupakan autis non-verbal, walaupun kondisi fisiknya sempurna akan tetapi kemampuan motoriknya tidak bisa bekerja secara maksimal, sehingga dalam melakukan kegiatan sehari-hari memerlukan bantuan dari orang lain. Perlakuan Yang Diberikan GPK FGS merupakan salah satu autis non verbal, selama disekolah FGS tidak banyak melakukan aktifitas. Kondisi FGS selama disekolah sangat dipengaruhi oleh keadaan FGS selama dirumah. Jika dirumah FGS kurang tidur, makan selama disekolahan FGS akan menangis (rewel) atau tidur sampai sekolah usai. Selain itu selama disekolah GPK harus mengawasi FGS secara ekstra, karena jika FGS lepas dari pengawasaan FGS akan berlari keluar kelas dan masuk kedalam kelas lain bahkan lari menuju pasar depan sekolahan.
commit to user
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8.
MLI a. Kondisi Keluarga Faktor sosial juga bisa mempengaruhi tingkat kemandirian anaka autis, sebagai contoh MLI, MLI dulu merupakan keluarga yang cukup berada didaerahnya, akan tetapi pada suatu ketika keadaan perekonomian keluarga MLI mengalami kemunduran, karena usaha yang dirintis ayahnya mengalami masalah dan bangkrut dan kedua orang tuanya mengalami tekanan yang hebat sehingga perhatian pada MLI berkurang. Kondisi ini menyebabkan MLI kurang perhatian dan mencari-cari perhatian seperti dengan tidak mau makan jika tidak disuapi, berbicara kotor supaya ditegur dan sebagaiya. b. Sosialisasi Kurangnya perhatian MLI terhadap MLI mengakibatkan MLI sering mencari perhatian diluar lingkungan keluarga seperti MLI sering berkumpul bersama orang-orang dewasa di sekitar rumahnya, berkumpul di acara-acara hajatan, bersepeda atau berjalan sampai jauh (pernah MLI berjalan dari boyolali-solo), sehingga sedikit banyak pergaulan MLI mempengaruhi perkembangan sosialnya. Dampak negatif yang sering muncul misalnya MLI mengucapkan kata-kata kotor dan tidur didalam kelas karena semalaman begadang bersama orang-orang dewasa. Perlakuan Yang Diberikan GPK MLI anak autis verbal, selama disekolahan MLI mampu bersosialisasi dengan baik. MLI sering menunjukan perilaku yang kurang baik seperti berkata-kata kotor dan memprofokasi teman-temannya. Perilaku MLI ini dikarenakan selama di rumah MLI sering sekali bergaul dengan orang-orang dewasa disekitarnya
commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. PEMBAHASAN 1. Implementasi Program Pembelajaran Individual (PPI) Dalam Mengatasi Tingkat Kemandirian Anak Autis di SD N 2 Bendan Program Pembelajaran Individual (PPI) sangat penting dalam proses pembelajaran untuk anak autis. PPI untuk anak autisdibuat berdarsarkan dengan kemampuan awal anak, dengan PPI guru mempunyai acuan untuk pembelajaran anak autis dan diharapkan anak autis dapat menerima pembelajaran sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Kemampuan anak autis ini lebih ditekankan pada kemampuan dalam mengurus dirinya sendiri (ADL) dan kemampuan sosialisasi, misalnya anak menyiapkan buku sendiri, anak memakai baju sendiri, bermain bersama teman-teman. Program ini bertujuan agar anak mampu mengurangi ketergantungan tehadap orang lain dan dapat melakukan kegiatan-kegiatan seharihari tanpa bantuan orang lain. Pembuatan dan penggunaam PPI memang lebih rumit dibandingkan dengan penggunaan RPP, karena pembuatan PPI harus menyesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan dari masing-masing individu. Dalam pembuatan PPI GPK harus mempertimbangkan waktu pelaksanaan PPI, lama pelaksanaan PPI dan harus melihat kebutuhan layanan yang anak. Selama anak autis berada disekolah anak dibuatkan program program khusus yang terangkum dalam sebuah program yaitu Program Pembelajaran Individual (PPI). Selama anak autis berada disekolah anak harus melaksanakan program yang ada didalam PPI. Dalam pelaksanaannya, banyak sekali anak yang menolak untuk melaksakan program didalam PPI, bentuk penolakan bisa berupa rengekan, tangisan, marah, memukul dan berteriak. Selama anak melakukan penolakan guru mempunyai strategi khusus dalam menanganinya. Prakteknya banyak anak yang belum bisa melakukan hal-hal yang berhubungan dengan kemandrian, misalnya belum bisa makan dan minum sendiri. GPK harus membuatkan PPI mengenai bina diri tentang makan dan minum. Bina diri tentang makan dan minum sendiri harus melalui beberapa tahap seperti : a. GPK mengenalkan alat-alat yang digunakan untuk makan dan minum seperti commit to user sendok, piring, dan gelas,
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Setelah anak mengenal alat-alat tersebut anak dijelaskan mengenai fungsi dari masing masing alat makan tersebut, dalam masa pengenalan in GPK memerlukan waktu yang lumayan banayk karena GPK harus mengulang secara terus menerus, c. Jika anak sudah mengenal dan mengetahui fungsi dari alat-alat makan guru membimbing anak untuk menggunakan alat-alat makan. 2. usaha-usaha untuk meningkatkan kemandirian anak autis Tugas
GPK
tidak
hanya
mendidik
anak
autis.
Membina
dan
memaksimalkan kemampuan anak autis. Usaha GPK yang diberikan adalah dengan memberikan pelayanan bimbingan terhadap kemandirian anak autis itu sendiri. Beberapa alternatif usaha bimbingan dalam meningkatkan kemandirian anak yaitu : a. Bimbingan penyesuaian diri Bina diri merupakan salah satu program ada didalam PPI yang digunakan untuk meningkatkan keamndirian anak. Dalam bina diri anak diajari untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Kebutuhan dalam konteks ini bukan kebutuhan dalam sebenarnya, kebutuhan dalam hal ini adalah melakukan hal-hal yang berhubungan dengan ADL seperti makan, minum, mandi dan memakai baju. Pelaksanaan program bina diri ini dilakukan seminggu sekali pada hari jumat. Bina diri pada anak autis bervariasi atau tidak monoton. Salah satu bina diri ini adalah anak autis diajari cara memakai baju, makan, menyiapkan buku pelajaran sendiri, merapikan diri dan masih banyak lagi. Berbagai reaksi akan muncul ketika anak melaksanakan PPI, reaksi tersebut bisa berasal dari anak, sekolah dan orang tua. Reaksi tersebut dapat diuraikan sebagai berkut : 1) Reaksi dari anak Reaksi anak autis berbeda-beda antar satu anak dengan anak yang lain. Reaksi ini berupa teriakan, tangisan, memukul meja dan masih banyak lagi. Seperti yang diungkapakn Dewi Susilawati ”saat anak diintruksikan commit to userguru, akan ada reaksi penolakan untuk melakukan tugas yang diberikan
106 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
seperti teriak dan menangis” hal ini dapat dicontohkan pada MRR, saat MRR diinstruksikan untuk menulis, MRR menunjukan reaksi penolakan berupa menangis dan merengek, ketika dipaksa MRR menangis akan tetapi GPK terus memaksa dan membimbing MRR agar tetap menulis sampai MRR menyelesaikan tugasnya. Reaksi lain jug ditunjukanoleh MLI, saat MLI di instruksikan untuk menulis, MLI akan terus menulis terus sampai semua bukunya habis dan MLI. MLI tidak akan berhenti menulis jika tidak diinstruksikan untuk berhenti. 2) Reaksi dari sekolah Reaksi dari sekolah ini merupakan reaksi yang timbul saat anak autis tidak mau mengerjakan tugas. Selama anak berada disekolah anak diwajibkan bersosialisasi dengan teman-temannya. Berbagai respon terhadap keberadaan anak autis berbeda beda. Ada yang mendukung dan ada yang menolak. Sikap mendukung ditunjukan dengan anak yang merespon dan mengajak autis bermain bersama sama. Sikap penolakan ditunjukan dengan anak yang takut untuk mendekat dengan anak autis karena mereka takut jika anak autis melukainya. 3) Reaksi dari orang tua Orang tua anak autis merupakan orang tua yang sangat sensitif mengenai anaknya, mereka menginginkan anaknya mendapatkan yang terbaik disekolahan. Selama anak disekolah, orang tua menyerahkan tanggung jawab mendidik anaknya kepada sekolah. Reaksi orang tua beragam, ada yang mendukung dan ada yang menolak. Reaksi yang menolak misalnya orang tua merasa tidak terima jika anaknya dibentak, dalam pembelajaran anak autis guru bukan membentak tetapi hanya bersikap tegas agar anak mempunyai kepatuhan terhadap guru. Sebaliknya reaksi positif
ditunjukan saat guru memberikan teguran
kepada anak dan orang tua membantu guru untuk mengarahkan anaknya. b. Bimbingan Penyesuaian Pekerjaan Bimbingan penyesuaian pekerjaan ini adalah anak dikenalkan tentang commit to user macam-macam pekerjaan dan anak diajarkan tentang pekerjaan yang anak minati.
107 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Kendala yang dihadapi GPK dalam Penggunaan PPI Dalam pelaksanaan kemandirian anak autis sebagai implementasi dari penggunaan PPI. Di Sekolah yang bertugas membina, memantau, dan mengawasi proses penggunaan PPI tidak hanya guru pendamping khusus saja melainkan dari seluruh jajaran kepala sekolah dan guru di SD N 2 Bendan. Pemberian Reward and punishment (hadiah dan hukuman) bisa dan diperbolehkan selama tidak melanggar norma-norma yang berlaku diseklahan dan disekolah. Bagi anak autis yang melakukan kesalahan GPK bisa memberikan hukuman berupa teguran atau pemberian tugas tambahan, sedangkan anak yang bisa melakukan tugas dengan baik GPK bisa memberikan hadiah berupa usapkan dikepala anak atau pujian terhadap anak. Selama pelaksanaan proses pemberian PPI terhadap anak terdapat kendalakendala yang dihadapi. “kendala yang dihadapi komplek, mulai dari pembuatan, pelaksanaan, dan penilaian” jelas ibu Dewi Susilawati S.Pd, hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Kendala Pembuatan 1) Dalam pembuatan PPI GPK harus memperhatikan kemampuan setiap anak sehingga lebih rumit dan detail 2) PPI
yang
dibuat
GPK
harus
bersifat
dinamis,
maksudnya
mempertimbangkan kepentingan kepentingan anak sehingga GPK harus mempelajari karekteristik masing masing anak 3) GPK harus bekerja sama dengan guru kelas danguru mata pelajaran dalam pembuatan PPI karena pembelajaran anak autis juga dilakukan oleh guru kelas dan guru mata pelajaran b. Kendala Pelaksanaan 1) Dalam pelaksanaan kondisi emosi anak yang labil sehingga proses pelaksanaan PPI menjadi terganggu 2) Tuntutan orang tua yang menginginkan anaknya untuk dipriorotaskan, sedangkan GPK harus memperhatikan anak-anak yang lainnya 3) Fasilitas pendukung masih kurang maksimal, seperti untuk pembelajaran commit to user computer, computer dengan program kidsmart hanya ada satu.
108 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Kendala Penilaian 1) GPK harus bekerja sama dengan guru kelas dan guru mata pelajaran dalam penilaian hasil belajar anak, sehingga penilaian lebih rumit. 2) Penilaian anak kebanyakan berupa deskripsi tentang kemampuan anak, sedangkan kemampuan akademik menjadi penilaian setelah kemampuan kemandirian GPK memiliki keterbatasan dalam menjalankan perannya untuk mengawasi siswanya secara individual. Pengawasan yang dapat dilakukan oleh guru terbatas selama di sekolah atau ketika proses pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain GPK hanya melakukan bimbingan kemandirian terhadap anak selama anak disekolah sedangkan selama anak dirumah proses pendidikan diserahkan kepada orang tua.
commit to user
109 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Program Pembelajaran Individual (PPI) pada intinya adalah mengajarkan anak autis agar mandiri dan mengembangkan potensi yang ada serta mengajarkan anak agar bisa bersosialisasi dengan masyarakat umum. Aspek-aspek yang disusun dalam PPI disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing anak. Dari hasil penelitian dan pembahasan didapatkan simpulan sebagai berikut: Berdasarkan ulasan diatas maka dapat penulis jelaskan bahwa Program Pembelajaran Individual (PPI) berperan terhadap tingkat kemandirian anak autis SD N 2 Bendan. Dengan adanya PPI, dapat memudahkan guru dalam memberikan bimbingan dan memantau hasil pendidikan dari masing masing individu khususnya GPK karena kemampuan dan hasil belajar setiap anak berbeda-beda begitu juga dengan peakuan yang diberikan. Dalam menangani anak autis, GPK menyusun tindakan apa yang akan dilakukan pada masing masing individu. Sebelum memulai pembelajaran, hal pertama yang dilakukan oleh GPK adalah melakukan identifikasi kemampuan awal anak, identifikasi awal kemampuan anak ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan dasar anak sebelum diberikan perlakuan. Dengan demikian GPK dapat menyusun PPI berdasarkan kebutuhan masing-masing anak.
commit to user 109
110 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Implikasi Berdasarkan pada kesimpulan di atas maka implikasi dari penelitian ini adalah : 1. Penyusunan PPI yang disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing individu dapat meningkatkan kemampuan kemandirian anak autis. 2. karena pembuatan dan penyusunan PPI dilakukan berdasarkan kemampuan individu, maka PPI dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengajar dan mengembangkan tingkat kemandirian anak autis. 3. karena dalam pelaksanaan kemandirian sebagai implementasi PPI di SD N 2 Bendan masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi oleh GPK, maka penggunaan PPI di SD N 2 Bendan belum maksimal.
C. Saran 1. Mengingat masih masih kurangnya kemandirian anak auits di SD N 2 Bendan maka dirasakan perlu adanya peningkatan pembinaan dan penambahan pendamping untuk anak autis di SD N 2 Bendan agar tingkat keamndirian anak autis di SD N 2 Bendan lebih maksimal 2. Karena kurangnya kemandirian pada anak masih kurang, Penambahan waktu untuk melaksanakan bina diri lebih baik ditambah. Misalnya dalam satu minggu ada 2 atau 3 hari untuk melakukan bina diri. Karena untuk anak autis bina diri sangat diperlukan.
.
commit to user