BAB II MENONTON TELEVISI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PERILAKU KEAGAMAAN REMAJA
2.1
Menonton Televisi dan Budaya Masyarakat Informasi 2.1.1 Pengertian Menonton Menonton merupakan salah satu kegiatan dengan menggunakan mata untuk memandang (memperhatikan) sesuatu. Sebagai salah satu aspek perhatian, menonton berusaha menggali informasi baik dari televisi maupun yang lainnya. Dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994 : 592) menyebutkan bahwa menonton merupakan suatu kegiatan menggunakan mata untuk memandang (memperhatikan). Hubungannya dengan penelitian ini yaitu suatu kegiatan
dengan
menggunakan
mata
untuk
memandang
(memperhatikan) sinetron "Bawang Merah Bawang Putih" yang di tayangkan di stasiun RCTI. Adapun hal-hal pokok yang harus diperhatikan dalam menonton antara lain: 1. Minat Slameto (2003 : 180) menyebutkan bahwa minat merupakan suatu rasa suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan
dan
mengenang
beberapa
kegiatan.
13
Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang. Sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasan. Minat itu sendiri tidak dibawa sejak lahir, melainkan diperoleh kemudian. 2. Perhatian Menurut Gazali dalam buku belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang dikutip Slameto (2003 : 56) disebutkan bahwa perhatian merupakan keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun semata-mata tertuju kepada sesuatu obyek. Adapun macam-macamnya antara lain : a. Atas dasar intensitasnya, yaitu banyak sedikitnya kesadaran yang menyertai sesuatu aktifitas atau pengalaman batin b. Atas dasar cara timbulnya c. Atas dasar luasnya objek yang dikenai perhatian. 3. Pemahaman Dalam hal ini pemahaman tentang materi dakwah yang mencakup segala persoalan dalam berbagai bidang diantaranya masalah / soal akidah, meliputi masalah tauhid dan iman yang menjadi landasan (fondasi) dalam kehidupan. Syari'ah, meliputi masalah ibadah dan muamalah yang mencakup pengabdian
14
kepada Allah SWT, dan soal-soal antar hubungan dalam masyarakat, baik mengenai soal-soal individu maupun masalahmasalah sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Dan soal akhlak, moral atau budi pekerti yang merupakan mustika kehidupan dan menjadi tolok ukur dalam kebangkitan/kejatuhan
suatu
umat/bangsa
(H.M
Yunan
Nasution, 1988 : 201) 2.1.2 Pengertian Televisi Media televisi pada hakikatnya merupakan suatu sistem komunikasi yang menggunakan suatu rangkaian gambar elektronik yang pancarkan secara cepat, berurutan dan diiringi unsur audio. (Sutisno, 1993 : 1). Istilah televisi itu sendiri terdiri dari "tele" yang berarti jauh dan "visi" berarti penglihatan. Sedangkan secara lebih jauh, televisi siaran merupakan media dari jaringan dengan ciri-ciri yang memiliki komunikasi massa, yaitu berlangsung satu arah. Dengan demikian, televisi merupakan media audio-visual, yang disebut juga sebagai media pandang dengar, atau sambil didengar langsung pula dapat dilihat (Aep Kusnawan, et.al, 2004 : 74). Oleh karena itu, penanganan produksi siaran televisi jauh lebih besar dibanding dengan media radio. Karena media televisi bersifat realistis, yaitu menggambarkan apa yang nyata.
15
Pesawat televisi pada hakekatnya hampir sama dengan movie film, hanya perbedaannya terletak pada operasionalisasinya (Bahri Ghazali, 1997 : 40). Pesawat televisi cenderung efektif karena pemirsanya didatangi oleh acaranya, pemirsa diberi pengetahuan sekaligus juga dihibur oleh acara-acara yang mampu menyuguhkan santapan rohani dan juga menyegarkan pemirsa dari kesibukannya sehingga masyarakat terhibur dari ketegangan. 2.1.3 Pengaruh Televisi pada Masyarakat Kaitannya dengan Dakwah Wawan Kuswandi (1996 : 101) menyatakan bahwa : pengaruh acara televisi sampai saat ini masih terbilang kuat dibandingkan dengan radio dan surat kabar. Hal ini terjadi karena kekuatan audiovisual televisi yang menyentuh segi-segi kejiwaan pemirsa. Pada saat televisi belum muncul, budaya kita adalah budaya mendengar, tapi setelah televisi muncul kita tidak cuma mendengar, tapi juga melihat. Terlepas dari pengaruh positif atau negatif, pada intinya media televisi telah menjadi cerminan budaya tontonan bagi pemirsa dalam era informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat. Munculnya media televisi dalam kehidupan manusia memang menghadirkan suatu peradaban, khususnya dalam proses komunikasi dan informasi yang bersifat massa.
16
Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa dakwah Islam diselenggarakan
tidak
hanya
melalui
pertemuan-pertemuan
langsung antara da'i dengan mad'u, akan tetapi dibutuhkan inovasi dengan menggunakan media lain dengan lebih modern seperti media televisi. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surat an-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
ﺑِﺎﻟﱠﺘِﻲ ﻫِﻲﻢﺎﺩِﻟﹾﻬﺟﺔِ ﻭﻨﺴﻋِﻈﹶﺔِ ﺍﻟﹾﺤﻮﺍﻟﹾﻤﺔِ ﻭ ﺑِﺎﻟﹾﺤِﻜﹾﻤﻚﺑﺒِﻴﻞِ ﺭ ﺇِﻟﹶﻰ ﺳﻉﺍﺩ ﺪِﻳﻦﺘﻬ ﺑِﺎﻟﹾﻤﻠﹶﻢ ﺃﹶﻋﻮﻫﺒِﻴﻠِﻪِ ﻭ ﺳﻦﻞﱠ ﻋ ﺿﻦ ﺑِﻤﻠﹶﻢ ﺃﹶﻋﻮ ﻫﻚﺑ ﺇِﻥﱠ ﺭﻦﺴﺃﹶﺣ "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk." (Departemen RI, 1993 : 421) Dari ayat di atas, maka dakwah Islam dengan metode bil hikmah, mauidhah hasanah, dan metode mujadalah tidak harus disampaikan dengan cara tatap muka antara da'i dengan mad'u, tapi dengan kecanggihan teknologi yang semakin modern, maka dakwah Islam pun dapat disampaikan melalui media yang modern, misalnya saja televisi. Kehadiran media televisi pada masyarakat negara berkembang mempunyai arti yang sangat penting, terlebih lagi bagi negara kepulauan
Indonesia.
Bersamaan
dengan
jalannya
proses
penyampaian isi pesan media televisi kepada pemirsa, maka isi pesan itu juga akan diinterpretasikan secara berbeda-beda menurut visi pemirsa, serta dampak yang ditimbulkan juga beraneka ragam.
17
Hal ini sesuai dengan tingkat pemahaman dan kebutuhan pemirsa terhadap isi pesan acara televisi berkaitan erat dengan status sosial ekonomi serta situasi dan kondisi pemirsa pada saat menonton televisi. Dengan demikian apa yang diasumsikan televisi sebagai suatu acara yang penting untuk disajikan bagi pemirsa, belum tentu penting bagi khalayak. Jadi efektif tidaknya isi pesan itu tergantung dari situasi dan kondisi pemirsa dan lingkungan sosialnya. Wawan Kuswandi (1996 : 100) menyatakan bahwa dampak yang ditimbulkan acara televisi terhadap pemirsanya ada tiga, antara lain : 1. Dampak kognitif yaitu kemampuan seseorang atau pemirsa untuk menyerap dan memahami acara yang ditayangkan televisi yang melahirkan pengetahuan bagi pemirsa. 2. Dampak peniruan yaitu pemirsa dihadapkan pada trend aktual yang ditayangkan televisi 3. Dampak perilaku yaitu proses tertanamnya nilai-nilai sosial bahwa yang telah ditayangkan acara televisi yang diterapkan dalam kehidupan pemirsa sehari-hari.
18
2.2
Perilaku Keagamaan Remaja 2.2.1 Pengertian Remaja Masa remaja termasuk masa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak banyak mengalami perubahan baik pada psikis dan fisiknya. Berikut ini akan penulis kemukakan beberapa definisi remaja, antara lain : a. Menurut Zakiah Daradjat Remaja adalah masa peralihan dari "anak" menjelang "dewasa" yang merupakan masa perkembangan terakhir bagi pembinaan kepribadian atau masa persiapan memasuki umur dewasa yang problemanya tidak sedikit. (Zakiah Daradjat, 1976 : 11). b. Menurut Zulkifli L Masa remaja sebagai peralihan dari masa anak ke masa dewasa, yaitu saat-saat ketika anak tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak. Tetapi dilihat dari pertumbuhan fisiknya ia belum dapat dikatakan orang dewasa. (Zulkifli, 2000 : 63). Dari kedua pengertian remaja di atas, dapat disimpulkan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menjelang ke masa dewasa. Sedangkan untuk menentukan batas-batas umur remaja di Indonesia terdapat beberapa kesulitan. Hal ini
19
dikarenakan sulitnya menentukan umur permulaan dewasa atau permulaan masa dewasa. Zakiah Daradjat menerangkan : Jika kita berbicara dari segi psikologi, maka batas usia remaja lebih banyak bergantung kepada keadaan masyarakat dimana remaja itu hidup. Yang dapat ditentukan dengan pasti adalah permulaannya, yaitu puber pertama atau mulainya perubahan jasmani dari anak menjadi dewasa kira-kira umur akhir 12 atau permulaan 13 tahun. Sementara itu ia juga menyatakan bahwa dalam bidang agama, para ahli jiwa agama menganggap kemantapan beragama biasanya tidak terjadi sebelum umur 24 tahun. (Zakiah Daradjat, 1976 : 10-11). Sedangkan Elizabeth B. Hurlock (Andi Mampiare,
1982 : 20)
menyatakan bahwa rentang usia remaja adalah antara 13-21 tahun, yang dibagi pula dalam masa remaja awal usia 13/14 tahun sampai 17 tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun. 2.2.2 Problem yang Dihadapi Remaja Secara umum dapat dikatakan bahwa usia remaja adalah usia peralihan dan persiapan yang penuh dengan berbagai kesukaran yang menggoncangkan jiwa. Berbagai problem yang biasa dihadapi oleh remaja secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut : a. Pertumbuhan jasmani cepat Biasanya pertumbuhan jasmani secara cepat terjadi antara umur 13-16 tahun, yang dikenal dengan remaja pertama (early adolescence). Pertumbuhan jasmani yang sangat cepat ini
20
menyebabkan terjadinya hal-hal yang tidak disenangi oleh remaja. Akhirnya, ia mengamati perubahan yang terjadi pada dirinya. Kadang ia berbicara sendiri, mengapa saya begini, dan sebagainya. Yang pada akhirnya menimbulkan kegelisahan. (Zakiah Daradjat, 1976 : 11) Dalam usia remaja ini biasanya mereka mengalami berbagai kesukaran karena perubahan jasmani yang sangat menyolok dan tidak
berjalan
seimbang.
Remaja
waktu
itu
mengalami
ketidakserasian diri dan berkurang keharmonisan gerak, sehingga kadang-kadang mereka sedih, kesal, dan lesu. b. Pertumbuhan emosi Sebenarnya yang terjadi adalah kegoncangan emosi. Pada masa adolesen pertama, kegoncangan itu disebabkan oleh tidak mampu dan tidak mengertinya akan perubahan cepat yang sedang dilaluinya. Disamping kekurangan pengertian orang tua dan masyarakat sekitar akan kesukaran yang dialami oleh remaja waktu itu. Bahkan kadang-kadang perlakuan yang mereka terima dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, menambah goncangan emosi yang sedang tidak stabil itu.
21
c. Pertumbuhan mental Disaat
anak-anak
meningkat
dewasa,
peranan
orang
tua
mengalami pergeseran, tidak lagi ditujukan pada pemeliharaan fisik, karena para remaja sudah dapat mengurus dirinya sendiri, tetapi yang perlu diperhatikan adalah bidang mental (pribadi) remaja itu sendiri. Oleh karena itu, perlu diketahui seluk beluk mengenai remaja, supaya mereka dapat diberi pertolongan sesuai dengan cara dan cita rasa yang mereka inginkan. Dengan catatan, dengan memberikan pertolongan hanya diberikan bila hal itu benar-benar
dibutuhkan,
karena
bila
sering
menangani
permasalahan mereka, justru akan bersikap menentang. Hal ini juga dijelaskan oleh Alined Biner yang dikutip oleh Zakiah Daradjat (1976 : 12) ia menyatakan bahwa remaja seringkali menolak hal-hal yang kurang masuk akalnya, dan kadangkala menyebabkan mereka menolak apa yang dulu diterimanya. Dari sini timbullah persoalan dengan orang tua atau orang dewasa lainnya yang merasa seolah-olah remaja menjadi suka membantah atau mengkritik mereka.
22
d. Pertumbuhan pribadi dan sosial. Masalah pribadi dan sosial adalah masalah yang paling akhir pertumbuhannya dan dapat dianggap sebagai persoalan terakhir yang dihadapi remaja menjelang masih usia dewasa. Setelah pertumbuhan jasmani cepat berakhir, tampaklah bahwa remaja telah seperti orang dewasa jasmaninya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan. Akan tetapi dari segi sosial dan penghargaan serta kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh masyarakat,
biasanya
belum
sempurna,
terutama
dalam
masyarakat yang maju. Dalam berbagai bidang mereka belum diajak turut serta sehingga mereka masih memerlukan perjuangan untuk itu. Dalam masa itu kadang-kadang remaja tidak sabar, sehingga bertindak keras dan kadang-kadang melanggar nilai-nilai yang dianut masyarakatnya. Disinilah timbul kelainan-kelainan kelakuan yang biasa disebut nakal. (Zakiah Daradjat, 1976 : 13). 2.2.3 Perilaku Keagamaan pada Remaja Sebelum membahas perilaku keagamaan pada remaja, terlebih dahulu penulis kemukakan pengertian tentang perilaku. Dari segi bahasa "perilaku" adalah tanggapan atau reaksi individu
terhadap
rangsangan
atau
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994 : 756)
lingkungan
(Departemen
23
Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat mengenai perilaku : a. Menurut Hasan Langgulung Perilaku adalah segala aktifitas seseorang yang dapat diamati. (Hasan Langgulung, 1995 : 139) b. Menurut Wolman Benjamin B mengatakan bahwa : "Behavior is the totality of intra anda extra organismic actions and interactions of an organism with is physical and social environment" (Wolman Benjamin B, 1973 : 4) Perilaku adalah keseluruhan perilaku organ dalam organ luar dan interaksi dari sebuah organ dengan lingkungan fisik serta lingkungan sosialnya". Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa "perilaku" merupakan reaksi yang ditampakkan seseorang manakala dihadapkan kepada situasi tertentu. Sedangkan secara istilah, agama dapat didefinisikan sebagai berikut : a. Menurut Sidi Gazalba Agama adalah kepercayaan pada Tuhan dan hubungan manusia dengan yang Kudus, dihayati sebagai hakekat yang ghoib, hubungan tersebut menyatakan diri dalam bentuk dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu (Sidi Gazalba, 1994 : 13)
24
b. Menurut Abudin Nata Agama adalah ajaran yang berasal dari Tuhan atau hasil renungan manusia yang terkandung dalam kitab suci yang turun temurun diwariskan oleh suatu generasi ke generasi dengan tujuan untuk memberi tuntutan dan pedoman hidup bagi manusia agar mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (Abudin Nata, 2001 : 15) Jadi perilaku keagamaan adalah suatu tingkah laku sebagai reaksi atau tanggapan yang dilakukan dalam suatu situasi yang dihadapinya yang didasarkan atas kesadaran tentang adanya Tuhan YME. Dalam kaitannya perilaku keagamaan pada remaja adalah serangkaian tingkah laku pada remaja yang dilandasi oleh ajaran agama Islam. Perilaku keagamaan remaja pada dasarnya bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan aktivitas ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain. Disamping itu juga bukan hanya aktivitas yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga aktivitas yang tidak tampak terjadi dalam hati remaja itu sendiri. Karena itu perilaku keagamaan akan meliputi berbagai macam dimensi. Menurut Gloock dan Stark yang dikutip Djamaludin Ancok, ada lima dimensi keberagaman, (Djamaludin Ancok, dkk, 1995 : 77) : Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berisi pengharapanpengharapan dimana orang religius berpegang teguh pada pandangan
25
teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharapkan taat. Kedua, dimensi praktik agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Dimensi peribadatan ini menyangkut shalat, puasa, zakat, haji, membaca alQur'an, do'a, zikir dan sebagainya. Ketiga, dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung pengharapanpengharapan tertentu, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa seseorang yang beragama yang baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subjektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir. Dalam berislam, dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerja sama, berderma, menegakkan keadilan dan kebenaran, berlaku jujur, pemaaf, tidak mencuri, tidak menipu, tidak berjudi, dan sebagainya. Keempat, dimensi pengetahuan agama. Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah pengetahuan, minimal mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi. Kelima, dimensi pengamalan. Dimensi ini mengacu pada identifikasi akibat-akibat keagamaan, praktik pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.
26
2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan a. Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dalam diri manusia itu, yaitu selektivitasnya sendiri, daya pilihnya sendiri, atau minat perhatiannya untuk menerima dan mengolah pengaruhpengaruh yang datang dari luar dirinya itu. (Gerungan, 1988 : 155) Menurut Jalaluddin Rahmat, bahwa faktor internal ini digarisbesarkan pada dua faktor, yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis. 1. Faktor biologis Bahwa warisan biologis manusia menentukan perilakunya dapat diawali dari struktur DNA yang menyimpan seluruh memori. Adanya warisan biologis ini sampai muncul aliran baru yang memandang segala kegiatan manusia termasuk agama, kebudayaan, moral berasal dari struktur biologisnya (Jalaluddin Rahmat, 1996: 34). 2. Faktor sosio psikologis Manusia sebagai makhluk sosial memperoleh beberapa karakteristik
yang
mempengaruhi
perilakunya
yang
diklasifikasikan dalam komponen-komponen sebagai berikut : a) Bakat, suatu kemampuan pembawaan yang potensial mengacu kepada perkembangan kemampuan akademis (ilmiah) dan keahlian (profesional) dalam berbagai bidang
27
kehidupan. Bahkan ini berpangkal pad kemampuan kognisi (daya cipta), konasi (kehendak) dan emosi (rasa) yang disebut dalam psikologi filosofis dengan tri chotomie (tiga kekuatan rohaniah) manusia. b) Insting atau gharizah, adalah suatu kemampuan berbuat atau bertingkah laku dengan tanpa melalui proses belajar. Kemampuan insting inipun merupakan pembawaan sejak lahir. Dalam psikologi pendidikan kemampuan ini termasuk "kapabilitas" yaitu kemampuan berbuat sesuatu dengan tanpa melalui belajar. c) Nafsu dan dorongan-dorongannya (drives). Dalam tasawuf dikenal adanya nafsu-nafsu lawwamah yang mendorong ke arah perbuatan mencela dan merendahkan orang lain (egosentris). Nafsu amarah (polemos) yang mendorong ke arah perbuatan merusak, membunuh atau memusuhi orang lain (destruktif), nafsu birahi (eros) yang mendorong ke arah seksual untuk memuaskan tuntutan akan pemuasan hidup berkelamin. Nafsu mutmainah (religius) yang mendorong ke arah ketaatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. d) Karakter atau watak tabiat manusia merupakan psikologis yang terbawa sejak kelahirannya. Karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan sosial serta etis seseorang.
28
Karakter sangat erat hubungannya dengan personalitas (kepribadian) seseorang. Oleh karena itu antara keduanya hampir tidak dapat dibedakan dengan jelas. e) Hereditas atau keturunan merupakan faktor kemampuan dasar yang mengandung ciri-ciri psikologis dan fisiologis yang diturunkan atau diwariskan oleh orang baik dalam garis yang jelas maupun yang telah jauh. f) Intuisi merupakan kemampuan psikologis manusia untuk menerima ilham Tuhan. Intuisi menggerakkan hati nurani manusia yang membimbingnya ke arah perbuatan dalam situasi khusus di luar kesadaran akal pikirannya, namun mengandung makna yang bersifat konstruktif bagi kehidupannya. Intuisi biasanya diberikan Tuhan kepada orang yang bersih jiwanya (M. Arifin, 2000 : 101-103) b. Faktor eksternal Faktor eksternal merupakan segala hal yang diterima individu dari lingkungannya (Nana Syaodih Sukmadinata, 2003 : 44). Singgih D. Gunarsa (1995 : 38) mengatakan bahwa manusia dipengaruhi faktor-faktor dari luar. Misalnya pengaruh-pengaruh yang diperoleh dari hubungan-hubungannya dengan kawan-kawan sebaya, sekolah dan lembaga-lembaga keagamaan (madrasah)
29
serta aspek-aspek yang biasanya terdapat pada masyarakat modern. Karena luasnya cakupan faktor-faktor eksternal, maka kami batasi pada tiga macam yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat. Adapun penjelasannya sebagai berikut : 1. Lingkungan keluarga Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi anak. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada dalam keluarga, baik yang berupa benda-benda dan orang-orang serta peraturan-peraturan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga itu sangat berpengaruh dan menentukan corak perkembangan anak. Sedangkan yang tetap berperan penting dan menentukan pendidikan anak dalam lingkungan keluarga adalah orang tua, yaitu ayah dan ibu. (M. Ngalim Purwanto, 2002 : 84-85) Karena orang tua merupakan pembina pribadi yang pertama bagi anak, dan tokoh yang diidentifikasi atau ditiru anak, maka seyogyanya dia memiliki kepribadian yang baik atau berakhlakul karimah, menyangkut sikap, kebiasaan dan perilakunya. Menurut Syamsu Yusuf, "sikap dan perlakuan orang tua yang baik adalah mempunyai karakteristik : a) memberikan
30
curahan kasih sayang yang ikhlas, b) bersikap respek / menghargai pribadi anak, c) menerima anak sebagaimana biasanya, d) mau mendengar pendapat atau keluhan anak, e) memaafkan kesalahan anak dan meminta maaf bila ternyata orang tua sendiri salah kepada anak, dan f) meluruskan kesalahan anak dengan pertimbangan atau alasan-alasan yang tepat (Syamsu Yusuf, 2000 : 138-139). Dari sini akan timbullah tindakan, cara hidup dan bimbingan terhadap anak-anak sesuai dengan ajaran agama. Apabila si anak hidup dalam keluarga yang beriman, selalu melihat orang tuanya rukun dan damai, serta patuh menjalankan ibadah kepada Tuhan, maka bibit pertama yang akan masuk kedalam pribadi si anak adalah apa yang dialaminya itu, yaitu ketenteraman hari dan kecintaan kepada Tuhan (Zakiah Daradjat, 1976 : 67). Tapi sebaliknya, jika pengalaman yang dilalui si anak dalam masa permulaan dari pembinaan pribadi (dalam keluarga), jauh dari unsur keagamaan, maka akan jauh pula rasa agama pada si anak, dan pribadinya kosong dari agama. (Zakiah Daradjat, 1976 : 87). Dengan demikian pengaruh keluarga akan membekas sekali dalam bentuk sikap dan perilaku keagamaan remaja.
31
2. Lingkungan sekolah Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang mempunyai
program
sistematik
dalam
melaksanakan
bimbingan, pengajaran dan latihan kepada anak (siswa) agar mereka berkembang sesuai dengan potensinya. Menurut Hurlock seperti dikutip Syamsu Yusuf, pengaruh sekolah terhadap perkembangan kepribadian anak sangat besar, karena sekolah merupakan substitusi dari keluarga dan guru-guru substitusi dari orang tua. Dalam kaitannya dengan upaya mengembangkan fitrah beragama para siswa, maka sekolah, terutama dalam hal ini guru agama mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan
wawasan
pemahaman,
pembiasaan
mengamalkan ibadah atau akhlak mulia yang sesuai ajaran agama. (Syamsu Yusuf, 2000 : 140). 3. Lingkungan masyarakat Ngalim Purwanto (2002 : 170) mengatakan bahwa masyarakat adalah kumpulan dan paduan dari keluargakeluarga yang juga didalamnya terdapat hukum-hukum, tata tertib, dan aturan-aturan yang tertulis dan tidak tertulis. Dalam masyarakat, individu (terutama remaja) akan melakukan interaksi sosial dengan teman sebayanya atau anggota masyarakat lainnya. apabila teman sepergaulannya itu
32
menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai agama (berakhlak baik), maka remaja pun cenderung akan berakhlak baik. namun apabila temannya menampilkan perilaku yang kurang baik, amoral atau melanggar norma-norma agama, maka remaja cenderung akan terpengaruh untuk mengikuti atau mencontoh perilaku tersebut. Hal ini akan terjadi apabila anak atau remaja kurang mendapatkan bimbingan agama dalam keluarganya. Dengan demikian corak perilaku anak atau remaja merupakan cermin dari corak atau perilaku warga masyarakat (orang dewasa) pada umumnya. 2.3
Pengaruh Menonton Televisi Terhadap Perilaku Keagamaan Remaja Perkembangan teknologi komunikasi, khususnya televisi telah membawa dampak negatif sekaligus positif. Oleh karena itu, televisi kerap disanjung karena kebaikan siarannya, dan seringkali juga jadi kambing hitam karena efek negatif siaran yang ditayangkan. (Aep Kusnawan, et. al., 2004 : 73) Pada umumnya televisi akan mempengaruhi sikap, pandangan dan persepsi para penonton. Hal ini disebabkan karena salah satu pengaruh psikologis dari televisi seakan-akan bisa menghipnotis penonton, sehingga mereka seolah-olah hanyut dalam keterlibatan pada kisah atau peristiwa yang ditayangkan televisi.
33
Berkaitan dengan perkembangan sosial anak, dalam batasan-batasan tertentu, media massa khususnya televisi mempunyai pengaruh terhadap proses perkembangan sosial anak antara lain : Pertama, siaran televisi bisa menumbuhkan keinginan untuk memperoleh pengetahuan. Ini berarti bahwa beberapa penonton termotivasi untuk mengikuti apa yang dilihat di layar televisi. Kedua,
pengaruh
pada
cara
berbicara,
penonton
biasanya
memperhatikan bukan hanya apa yang diucapkan orang di televisi bahkan bagaimana cara mengucapkannya. Ketiga, pengaruh pada penambahan kosakata, ini dapat digunakan dengan tepat dan mengembangkannya dalam suatu aktivitas kelompok belajar dan diskusi. Keempat, bahwa televisi berpengaruh pada bentuk permainan, ini berarti bahwa dengan menonton televisi ia akan semakin banyak memunculkan ide-ide baru berbagai jenis permainan. Kelima, televisi memberikan berbagai pengetahuan yang tidak dapat diperoleh dari lingkungan sekitar atau orang lain, seperti pengetahuan tentang kehidupan yang luas, keindahan alam, dan perkembangan ilmu yang sangat pesat, dan sebagainya. Dari sini ia mempunyai wawasan luas, dan mampu memahami kebenaran dari mana saja. (Arini Hidayati, 1998 : 8284). Dari beberapa pengaruh televisi terhadap perkembangan sosial anak di atas, maka pengaruh menonton sinetron "Bawang Merah Bawang Putih"
34
pun akan sangat berpengaruh terhadap perilaku keagamaannya, karena penonton biasanya secara tidak sadar akan mengikuti dan terhanyut dalam ceritanya, bahkan akan mengikuti perilaku tokoh dalam sinetron tersebut. 2.4
Hipotesis Sutrisno Hadi (2000 : 63) menyebutkan bahwa hipotesis adalah dugaan sementara yang mungkin benar atau mungkin salah, akan ditolak jika salah dan akan diterima apabila faktor-faktor membenarkannya. Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengajukan hipotesis yaitu menonton sinetron "Bawang Merah Bawang Putih" di RCTI berpengaruh terhadap perilaku keagamaan remaja di Kecamatan Cepiring Kabupaten Kendal.