BAB II LEKSIKOGRAFI ARAB 1.1. Pengertian Leksikografi Arab Leksikografi adalah bidang linguistik terapan yang mencakup metode dan teknik penyusunan kamus. Maksudnya adalah bagaimana caranya menyusun leksikon untuk menghasilkan sebuah kamus. Dengan demikian, Leksikografi Arab merupakan prosedur dalam penyusunan kamus Arab. 1.2. Prosedur Penyusunan Entri dalam Kamus Umuin Perlu terlebih dahulu dikemukakan di sini perkembangan penyusunan entri yang dilakukan
dalam
penyusunan
kamus-kamus
Arab.
Secara
diakronis
dapat
dikemukakan bahwa awal cara penyusunan entri pada kamus Arab berdasarkan huruf terakhir kata dasar. Selanjutnya, penyusunan entri dilakukan berdasarkan huruf awal sebuah kata dasar. Oleh karena penyusunan entri dengan urutan alfabetis berpedoman pada awal kata ini berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama dan dipakai pula untuk penulisan indeks Alqur’an serta Hadis yang sangat banyak digunakan, semua orang menganggap bahwa inilah cara menyusun entri kamus di dalam bahasa Arab. Pada perkembangannya kemudian, penyusunan ini berubah dan kemudian disusun berdasarkan huruf awal dan kata jadian. Hal ini dapat dianggap sebagai sebuah reformasi dalam leksikografi Arab. a. Penyusunan alfabetis berdasar huruf akhir kata dasar Para pelajar bahasa Arab tingkat advance biasanya mengenal sebuah ensikiopedia bahasa Arab yang sangat terkenal yakni Lisanul ‘Arab (20 jilid). Ensikiopedia ini disusun oleh Ibn Manzhur Jamaluddin Al-Anshary (hidup antara tahun 630-7 1 1 H) dicetak oleh Al-Muassasah Al-Mishriyyah Al-Ammah lit-Ta’lif’walAnba’ wan-Nasyr. Penyusunan entri dalam ensikiopedia yang disusun dan kurun waktu 7 abad yang lalu ini dilakukan secara alfabetis berdasarkan huruf akhir kata. Penentu urutan setiap entri selanjutnya berdasarkan huruf pertamanya. Penyusunan kata kelompok alif misalnya, diurutkan berdasarkan huruf awalnya, misalnya alif fasal hamzah, alif fasal ba’, aliffàsal ta’ dan selanjutnya sampai akhir. Jika huruf pertamanya sama, misalnya alif fasal hamzah, urutannya kemudian berdasarkan huruf kedua dan awal. Sebagai contoh huruf aliffasal hamzah huruf kedua dan awal ba’, kemudian aliffasal hamzah huruf kedua ta’, alif fasal hamzah huruf keduanya tsa’, begitu seterusnya.
Ensikiopedia ini juga mempunyai kekhasan lain, yakni penyebutan alphabet pertamanya adalah alif Pada kamus yang disusun sesudah masa ini, huruf pertamanya selalu disebutkan dengan hamzah. Selatnjutnya, huruf terakhirnya adalah alif layyinah, sedangkan pada kamus-kamus yang disusun pada masa sesudahnya huruf terakhirnya adalah ya’. b. Penyusunan alfabetis berdasarkan huruf awal kata dasar Penyusunan entri dengan cara tersebut di atas tidak dipergunakan lagi dan berubah dengan pengurutan alfabetis berdasarkan huruf awal kata (dasar). Sebagai contoh adalah ringkasan sadur dan ensikiopedia Lisanul-Arab, berjudul Lisanul-Arab Al-Muchith (3 jilid) yang disusun oleh Al- Allamah Syaikh Abdullah Al-Al-Alayily (tth.). Penyusunan dengan cara ini kemudian dipakai sampai sekarang. Hal ini dapat dilihat pada penyusunan kamus umum seperti Al-Munjid, kamus ensiklopedis seperti Al-Maushu’ah Al-’Arabiyyah Al-Muyassarah, Al-Mawrid, indeks Alquran baik Fatchurchman maupun Mu’jamul-Mufahras Lialfazhil-Qur’anil-Karim, dan indeks hadis Miftachu Kunuzis-Sunnah (keduanya disusun oleh Muhammad Abdul Baqi). Selain itu, penyusunan entri dilakukan juga berdasarkan huruf asal akar katanya. Kata qala yang terdiri dan huruf qaf-aif-lam terletak pada urutan qaf-wawlam karena huruf alif-nya berasal dari huruf waw. Urutan alfabet secara keseluruhan dimulai dengan hamzah bukan alif dan huruf terakhirnya adalah ya’, tidak seperti urutan alfabetis Lisanul-Arab. Penyusunan dengan cara ini berlangsung sampai sekarang. Jadi sudah kira-kira 7 abad penulisan kamus dilakukan dengan cara yang kedua ini. Wajarlah apabila semua orang beranggapan bahwa inilah cara penulisan kamus Arab, lebih-lebih tidak diketahui adanya cara penulisan seperti tersebut pertama yang berlaku pada penyusunan Lisanul-Arab. c. Penyusunan alfabetis berdasarkan huruf awal kata jadian Perkembangan terakhir adalah sebuah reformasi periyusunan entri. Pengurutan berdasar awal kata yang telah berlangsung lama tersebut tidak dipakai untuk penyusunan kamus-kamus istilah. Penyusunan entri pada kamus istilah selanjutnya dilakukan secara alfabetis berdasarkan bentuk baru dan sebuah kata (kata jadian). sebagai contoh, sebuah mashdar tadris yang berasal dari kata darasa yang tersusun dan huruf dal-ra’-sin disusun pada urutan ta’ dan bukan pada alfabet dal. Penyusunan dengan cara ini memudahkan para pemakai kamus, terutama para pelajar pemula, karena tidak perlu memikirkan akar kata. Selain itu, tidak perlu memikirkan asal dan huruf layyinah (al waw, dan ya’) yang merupakan salah satu
huruf dan sebuah kata (biasanya bukan merupakan huruf pertarna). Metode penyusunan kamus istilah ini memudahkan cara mencari sebuah entri dan suatu kamus, karena istilah-istilah biasanya terdiri dan kata jadian sehingga tidak perlu harus memikirkan asal dari akar katanya. Namun, adalah aneh jika cara ini kemudian dipakai untuk penyusunan kamus umum seperti penyusunan kamus AlMawrid: Qamus Araby-Injilizy disusun oleh Rohi Baalbaki, tahun 1993. Terlihat di dalam penyusunan kamus ini bahwa entri istaghfara yang berasal dan kata ghafara tidak lagi diletakkan pada entri ghain, tetapi terletak pada urutan entri hamzah. Begitu pula contoh lain, kata ista’mala yang berasal dan kata ‘amila letaknya pada entri hamzah, bukan pada entri ‘ain.
1.3. Prosedur Penyusunan Entri dalam Kamus istilah Dalam kamus-kamus istilah pengurutan entri biasanya berdasarkan pada kata turunan, baik kata turunan kompleks maupun kata turunan majemuk. Dengan demikian pengurutannya secara alfabetis tidak berdasarkan pada akar katanya. Berikut ini adalah contoh pengurutan entri secara alfabetis berdasarkan kata turunannya: Asdratum Retracting Folk etymology Taxeme post-article feminization transposition spoonerism metathesis
! "
!
#$
Penyusunan entri pada kamus-kamus istilah semuanya diurutkan secara alfabetis bentuk turunan atau gabungan katanya karena istilah biasanya merupakan kata turunan yang tidak perlu dicari bentuk dasarnya.
1.4. Tata Urutan Penyusunan Kata Turunan Penyusunan entri kata turunan yang kebanyakan adalali fi’il mazid diurutkan dari fi’iI mujarrad baru kemudian fi’iI mazid. Fi’il mazid biasanya ditempatkan pada subentri dan kata mujarradnya. Pengurutannya adalah sebagai berikut: Tabel 1 . urutan Penyusunan Sub-entri Kata Turunan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Fi’il Mazid
%& ' && (& ' &&) '& * &%& +& && (& + & &&& + ) , &&& ' ) %&) ' &&) +& )
Fa’’ala Fa’ala Af’ala Tafa’’ala Tafa’ala Infa’ala Ifta’ala If’alla Istaf’ala
Dalam kenyataannya tidak setiap wazan fi’il mazid tersebut di atas aplikatif terhadap semua fi’il mujarrad, misalnya wazan infa’ala, if’alla tidak banyak digunakan. Gabungan kata atau kata majemuk yang dalam bahasa Arab merupakan susunan idhafah atau shifah maushufah, diurutkan sesudah fi’il mazid. Jika terdapat sinonim atau antonim biasanya diletakkan langsung sesudah kata yang bersangkutan. Adapun ortografi yang digunakan dalam penyusunan kamus biasanya adalah ortografi biasa, bukan ortografi yang digunakan dalam Al-Qur’an. 1.5. Penyusunan Indeks Al-Qufan dan Al-Hadits Oleh karena kata-kata yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis kendatipun jumlahnya sangat banyak, sudah tertentu maka dalam penyusunan indeks yang dimaksudkan untuk mencari ayat-ayat dan hadis, maka dimungkinkan lafal apa saja yang didapatkan di dalam Al-Qur’an maupun Hadis dimasukkan dalam indeks. Pada berbagai kamus umum dan istilah entri biasanya berupa kata dasar dan kata turunannya. Akan tetapi, pada indeks Al-Qur’an dan Al-Hadis terlengkap yang disusun oleh Muhammad Fuad Abdul-Baqy disusunlah dengan cara sebagai berikut. a.
Contoh Penyusunan Entri dalam Indeks Al-Qur’an
* .* * *
/* 0* 1* 2* 3* * . * 4* * 5 6 . 78 9 . 9 78 9 * : * ;* ;* /; * 4 <8
b. Penyusunan Indeks hadis Pada dasarnya pengurutan entri indeks hadis sama caranya dengan penyusunan kamus. Akan tetapi, karena topic-topik dalam hadis yang akan menjadi entri biasanya mempunyai sub-topik, maka penyusunan sub-topik sebaiknya dimasukkan sebagai sub-entri. Cara penyusunan tersebut untuk memudahkan mencari kelengkapan hadis berkenaan dengan topik tertentu
Berikut ini adalah contoh penyusunan topik yang menjadi sebuah entri, sedangkan sub-topiknya menjadi sub-entri.
- 8A@ =>?B'A@-
8" C 3
D7
8EFG 'H ;" IJ(D 7
-
EKLMN OK P > A6 ' -
3K R! /8 K > D2-*8A@ QG
E S $3 D + 8" A@ DM G (7 T, G UV+ FT H ;" O WD N 3X! S X! SD EF GZ Z Z 36 ;Y /; 3UD A@ BK MD 1M ;J *Y,8Z Z Z4 (D
(D M ;*8 A@ ! /-
Z Z ZEG ( 3 G 8 2[ \ Z Z ZE2 8 2 E>?8C
G (A@ G -
E( W 8 K > D E$ ! /A 2 B/ 3K
*
]>^ -
2MI
4K M @-
Z Z Z2'0 C 2I F A6 ?872 ' S E - 8N 2 6 ? W;_G S
S , -
J/8D6 J/8.6 , 8 , 6T4 MB +:J8-
Z Z Z3 -D G -8 3M ;?D I ? ! KF A6 3! ? W* 2.6. Komputerisasi Penyusunan Kamus Dengan tersedianya komputer penyusunan entri dalam semua jenis kamus udahkan karena pada menu table terdapat program sort (sorting). Jika mengurutkan tidak mempergunakan program ini dan hanya mengurutkannya secara manual, maka
diperlukan kerja keras. Hal itu terjadi karena semua entri yang ditulis pada kartu harus diurutkan secara manual. Penyusunan data secara manual ini memakan waktu cukup panjang karena penyusun kamus harus bekerja sangat hati-hati. Untuk penyusunan entri kamus Arab mendasarkan pada akar kata, cara manual ini sangat tepat Program sorting dalam sebenarnya lebih tepat untuk menyusun kamus istilah karena kamus istilah berdasarkan kata turunan, bukan berdasarkan pada akar kata. Oleh karena penggunaan komputer untuk keperluan sorting maka sekarang kamus juga menggunakan metode penggunaan sorting pada komputer, contohnya adalah Al-Mawrid Araby-Injilizy. Di Indonesia kamus umum yang disusun menurut komputer ini adalah kamus Jamak Taksir (Syamsul Hadi) dan Kamus Krapyak (Atabik Aly dan Ahmad Zuhdi Muhdlor).