BAB II POLA PEMBELAJARAN BAHASA ARAB KAJIAN PSIKOLINGUISTIK DALAM PEMEROLEHAN MORFOLOGI BAHASA ARAB
A. Pembelajaran Bahasa Arab 1. Pengetian Pembelajaran Bahasa Arab Pembelajaran identik dengan kata “mengajar” berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga peserta didik mau belajar.1 Jadi, kegiatan pembelajaran adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat proses mengajar, membimbing, melatih memberi contoh dan atau mengatur serta memfasilitasi berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan. Pembelajaran juga diartikan sebagai usaha sistematis yang memungkinkan terciptanya pendidikan.2 Adapun menurut Oemar Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur- unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran, dalam hal ini manusia terlibat dalam sistem pengajaran terdiri
1
M. Khalilullah, Media Pembelajaran Bahasa Arab, (Yogyakarta : Aswaja Pressindo)
2
Ibid., hlm 3
hlm. 3.
18
19
dari siswa, guru,dan tenaga lainya, materi meliputi; buku- buku, papan tulis dan lain- lainya.3 2. Prinsip- prinsip Pembelajaran Bahasa Arab Ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran bahasa Arab yakni : a. Prinsip Perencanaan Sebelum melakukan suatu proses pembelajaran bahasa Arab, terlebih dahulu seorang guru menyiapkan materi pelajaran yang akan diberikan kepada perserta didiknya. Sehingga materi pelajaran tersebut disajikan secara tersetruktur atau terprogram, dan tidak keluar dari tujuan yang akan dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, guru harus menetukan bahan atau materi yang menjadi skala prioritas untuk diajarkan kepada peserta didik. “seorang guru harus menyiapkan MPR ( Mukaddimah, Presentasi, Review) dalam setiap topik bahasan. Dan tujuan pelajaran yang akan diajarkan harus jelas.4 b. Prinsip Pelaksanaan Setelah menentukan materi mana yang menjadi skala prioritas untuk diberikan kepad perserta didik, selanjutnya guru memperhaatikan : 5 1) Tahapan-tahapan Materi Guru bahasa Arab hendaknya menyadari bahwa tingkat kemampuan siswa berbeda. Sehingga pemberian materi pelajaran harus sesuai dengan
3
Ibid., hlm 3 Wa Muna, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab Teori dan Aplikasi, ( Yogyakarta : Teras, 2011), hlm. 7 5 Ibid., hlm. 8 4
20
tingkatan kempampuan peserta didik. Oleh sebab itu, materi pembelajaran bahasa Arab diberikan secara bertahap. Mulai dari materi yang mudah, agak sukar, kemuadian sukar. Hal ini akan memudahkan peserta didik dalam memahami materi. 2) Motivasi Salah satu unsur terpenting yang kurang diperhatikan dalam proses pembelajaran adalah pemberian motivasi belajar oleh guru kepada peserta didiknya. Motivasi dalam belajar berfungsi sebagai pendorong manusia untuk belajar atau berbuat sesuatu, motivasi dalam belajar memiliki peran yang amat penting. Karena dengan usaha yang tekun, didasari semangat yang tinggi atau motivasi yang tinggi, maka kemauan, minat dan perhatian pada suatu materi pelajaran dapat melahirkan prestasi yang baik sesuai tujuan yang diharapkan. 3) Pemberian Pujian Selain
pemberian
motivasi
kepada
peserta
didik
untuk
menumbuhkan kemauan, minat, usaha dan perhatian mereka pada suatu pelajaran, pemberian pujian “juga akan mendorong mereka maju selangkah di dalam usaha belajar mereka”. Pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi gairah belajar sekaligus akan membangkitkan harga diri mereka. c. Prinsip Evaluasi Setelah melakukan serangkaian proses pembelajaran, dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang telah
21
dicapai. Hal ini dimaksudkan untuk menilai proses hasil belajar. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik “terlibat secara aktif, baik fisik, mental ataupun sosial dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan berhasil “apabila terjadi perubahan perilaku yang positif dari peserta didik seluruhnya atau sedikitnya sebagian besar (75%).6 3. Metode Pembelajaran Bahasa Arab Secara etimologi istilah metodologi berasal dari bahasa Yunani, yakni Metodos yang artinya cara atau jalan, dan Logos artinya ilmu. Sedangkan secara sematik, metodologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang cara- cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan dengan hasil yang efektif dan efisien.7 Metode pembelajaran adalah tingkat perencanaan program yang bersifat menyeluruh yang berhubungan erat dengan langkah- langkah penyampaian materi pelajaran secara procedural, tidak saling bertentangan dengan pendekatan. Dengan kata lain metode adalah langkah- langkah umum tentang penerapan teori- teori yang ada pada pendekatan tertentu.8 Metodologi pembelajaran bahasa Arab adalah cara atau jalan yang ditempuh bagaimana menyajikan bahan- bahan pelajaran dan bahasa Arab agar mudah diterima, diserap dan dikuasai anak didik dengan baik dan menyenangkan. Perlu ditegaskan, pemakaian istilah metodologi pembelajaran 6 7
Ibid., hlm 12 Ahamd Izzan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung : Humaniora, 2011),
hlm 72 8
Acep Hermawan, Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya), hlm.168
22
lebih memberikan arti dan kesan, belajar dan mengajar tidak hanya teoritis tapi juga operasional alasan ini pula pengarang buku (Ahmad Izzan) merasa lebih aman mengunakan istilah metodologi pembelajaran bahasa Arab.9 Berikut beberapa metode pembelajaran bahasa Arab: a. Metode Langsung Metode langsung dikembangkan oleh Carles Berlitz, seorang ahli dalam pengajaran bahasa, di Jerman pada abad ke-19.10 Metode langsung yaitu suatu cara menyajikan materi bahasa asing dimana guru langsung mengunakan bahasa asing tersebut sebagai bahasa pengantar, dan tanpa menguakan bahasa peserta didik sedikitpun dalam mengajar. Jika ada suatu kata- kata yang sulit dimengerti peserta didik, guru dapat mengartikan dengan alat peraga, mendemonstrasikan, mengambarkan dan lain- lain.11 b. Metode Audiolingual Metode Audiolingual muncul di Amerika Serikat (AS) pada tahun 1950-an, kemunculannya tidak terlepas dari konteks sosial politik yaitu perang dunia II, saat AS mengalami kekalahan dalam peperangan, maka untuk pengalangan kekuatan baru AS sangat membutuhkan personalia yang lancar berbahasa asing untuk dapat berkomunikasi langsung dengan penduduk setempat.
9
Ahamd Izzan, op.cit., hlm. 72 Acep Hermawan, , op.cit., hlm 175 11 Ahamd Izzan, op.cit., hlm. Hlm. 86 10
23
Mulanya metode ini ditujukan untuk kalangan militer saja tetapi selanjutnya digunakan juga untuk umum. Metode ini mencoba menstimulasikan cara pelajar belajar bahasa asing secara langsung dan intensif dalam komunikasi. Pelajar bahasa asing dalam hal ini dibiasakan untuk berfikir dengan bahasa asing. Oleh karena itu penggunaan bahasa ibu dan bahasa kedua dielakkan sama sekali.12 c. Metode Membaca Metode membaca yaitu menyajikan materi pelajaran dengan cara lebih dulu mengutamakan
membaca, yakni
guru mula-mula
membacakan topik-topik bacaan, kemudian diikuti peserta didiknya, tapi kadang-kadang guru dapat menunjuk lansung peserta didik untuk membacakan pelajaran tertentu lebih dulu. Teknik metode membaca ini dapat dilakukan dengan cara guru langsung membacakan materi pelajaran dan peserta didik disuruh mendengarkan/ memperhatikan bacaan-bacaan gurunya denga baik, setelah itu guru menunjuk salah satu diantara peserta didik untuk membacakanya, dengan jalan berganti-ganti (bergiliran).13 d. Metode Gramatika- Terjemah Metode ini merupakan gabungan antara metode gramatika dengan metode menerjemah (translation). Metode ini dapat dibilang ideal dari pada salah satu metode gramatika dan translation. Karena kelemahan dari salah satu atau keduanya dari metode tersebut (gramatika dan 12 13
Acep Hermawan, op. cit., hlm 184 Ahamd Izzan, op.cit., hlm. Hlm 94
24
terjemah) telah sama-sama saling menutupi dan melengkapi (jika keduaduanya dilakukan bersama-sama, serentak) artinya materi gramatika (tata bahasa) terlebih dahulu diajarkan dan kemudian pelajaran menerjemah, pelaksanaanya sejalan. Namun demikian, metode ini tetap memiliki kelemahan karena pengajarannya hanya dapat menyusun/ membimbing siswa terampil berbahasa pasif dan tidak aktif. Sedangkan pengertian utama dari “berbahasa” itu ialah berbicara lisan atau bercakap-cakap/ berdialog.14 e. Metode Gabungan Yang dimaksud gabunga di sini tentu bukan mengabungkan semua metode yang ada sekaligus, melainkan lebih bersifat “tambal-sulam”, artinya suatu merode tertentu dipandang dapat mengatasi kekurangan metode lain. Walaupun setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, namun tidak berarti semuanya dapat digabungkan sekaligus, sebab mengabungkan di sini sesuai kebutuhan atas dasar pertimbangan tujuan pembelajan, sifat materi pelajaran, kemampuan pelajar bahkan kondisi guru. Yang cocok dilakukan dalam hal ini adalah memanfaatkan kelebihan metode tertentu untuk mengatasi kekurangan metode tertentu. Munculnya metode gabungan merupakan kreativitas para penagajar bahasa asing untuk mengefektifkan proses belajar mengajar bahasa
14
Ibid., hlm 100.
25
asing. Metode ini juga sekaligus memberikan kebebasan kapada mereka untuk menciptakan variasi baru.15 4. Tujuan Pembelajaran Bahasa Arab Pembelajaran bahasa diperlukan agar seseorang dapat berkomunikasi dengan baik dan benar dengan sesamanya dan lingkungannya. Tujuan pembelajaran bahasa Arab adalah untuk menguasai ilmu bahasa dan kemahiran berbahasa Arab, seperti : Muthala’ah, Muhadatsah, Insya’, Nahwu dan Shorof, sehingga memperoleh kemahiran berbahsa yang meliputi empat aspek kamahiran yaitu :16 a) Kemahiran Menyimak b) Kemahiran Membaca c) Kemahiran Menulis d) Kemahiran Berbicara Dalam menguasia kaidah- kaidah bahasa Arab memerlukan kepada penguasaan nahwu dan shorof, nahwu digunakan untuk mempelajari struktur kalimat dan perubahan baris akhir. Sedangkan shorof digunakan untuk mempelajari dasar kata dan perubahannya. Selanjutnya untuk memperoleh kemahiran menyimak dan membaca perlu mempelajari ilmu muthala’ah. Untuk memperoleh kemahiran menulis atau mengarang perlu mempelajari ilmu Insya’. Dan untuk memperoleh kemahiran berbicara perlu mempelajari ilmu Muhadatsah.17
15 16
Acep Hermawan, , op.cit., hlm 196. M. Khalilullah, loc. Cit., hlm. 8
26
B. Psikolinguistik 1. Pengertian Psikolinguistik Psikolinguistik adalah suatu studi mengenai penggunaan bahasa dan pemerolehan bahasa oleh manusia (levelt, 1975). Dari devinisi terlihat ada dua aspek yang berbeda, yaitu pertama pemerolehan yang menyangkut bagaimana seseorang, terutama anak-anak belajar bahasa dan kedua penggunaan yang artinya penggunaan bahasa oleh orang dewasa normal.18 Psikolingustik, sebagaimana tertera pada istilah di atas adalah ilmu hibrida, yakni ilmu yang merupakan gabungan antara dua ilmu yakni psikologi dan linguistik. Benih ilmu ini sebenarnya sudah tampak pada permulaan abad ke 20 ketika psikolog Jerman Wilhelm Wundt menyatakan bahwa bahasa dapat dijelaskan dengan dasar prinsip- prinsip psikologi (kess, 1992). Pada waktu itu telaah bahasa mulai mengalami perubahan dari sifatnya yang estetik dan kultural ke suatu pendekatan yang “ilmiyah”.19 Para ahli bahasa mengemukakan devinisi yang berbeda- beda tentang psikolinguistik meskipun pada esensinya sama. Aitchison (1998) mendefinisikan sebagai suatu “ studi tentang bahasa dan minda”. Harley (2001) menyebutnya sebagai “studi tentang proses- proses mental dalam pemakaian bahasa ”. Clakr dan Clakr (1977) menyatakan bahwa psikologi sebagai berkaitan dengan tiga hal utama : komprehensi, produksi dan
18
Samsunuwiyati Mar‟at, Psikolinguistik- Suatu Pengantar, (Bandung : PT Refika Aditama, 2011), hlm 1 19 Soejono Dardjowidjojo, Psikolinguistik :Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 2
27
pemerolehan bahasa. Dari definisi–definisi ini dapat disimpulkan bahwa psikolinguistik adalah ilmu yang mempelajari proses- proses mental yang dilalui oleh manusia dalam mereka berbahasa. 20 Pada awalnya kerja sama antar kedua disiplin ini disebut linguistic psychology dan ada juga yang menyebutnya psychology of language. Kemudian sebagai hasil kerja sama yang lebih baik, lebih terarah, dan lebih sistematis di antara kedua ilmu itu, lahirlah satu disiplin ilmu baru yang disebut psikolinguitik, sebagai ilmu antardisiplin antara psikologi dan linguistik. Istilah psikolinguistik itu sendiri baru lahir tahun 1954, yakni tahun terbitnya buku Psycholinguistics : A Survey of Theory and Research problems yang disunting oleh Charles E. Osgood dan Thomas A. Sbeok, di Bloomington, Amerika serikat (AS). 21
Psikolinguistik dapat menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung
jika
seseorang
mengucapkan
kalimat-kalimat
yang
didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana bahasa itu diperoleh oleh manusia. Maka secara teoritis tujuan utama psikolinguistik adalah mencari satu teori bahasa yang secara linguistik bisa diterima secara psikologi dapat menerangkan hakikat suatu bahasa serta proses pemerolehannya. Dengan kata lain psikolinguistik mencoba menjelaskan perihal struktur bahasa tersebut diperoleh, digunakan pada waktu bertutur,
20 21
Ibid., hlm 7 Abdul Chaer, log. Cit., hlm 5
28
pada waktu memahami kalimat-kalimat yang digunakan dalam tuturan tersebut.22 2. Macam- macam Psikolinguistik Dari keterangan di atas bisa kita lihat bahwa dispilin ilmu psikolinguistik telah menjadi bidang ilmu yang sangat luas dan kompleks. Psikolinguistik telah berkembang pesat sehingga melahirkan beberapa subdisplin ilmu psikolinguistik. Diantaranya sebagai berikut : a. Psikolinguistik Teoritis Yaitu subdisiplin psikolingusitik yang membahas tentang teoriteori bahasa yang berkaitan dengan proses-proses mental manusia dalam berbahasa, misalnya dalam rancangan fonetik, diksi, sintaksis, wacana, dan intonasi.23 b. Psikolinguistik Perkembangan Yaitu subdisiplin psikolingusitik yang berkaitan dengan proses pemerolehan bahasa, baik pemerolehan bahasa pertama (B1) maupun pemerolehan bahasa kedua (B2). Subdisiplin ini mengkaji proses pemerolehan fonologi, proses pemerolehan semantik, dan proses pemerolehan sintaksis secara berjenjang, bertahap dan terpadu.24 c. Psikolinguistik Sosial Yaitu subdisiplin psikolingusitik yang berkenaan dengan aspekaspek sosial bahasa. Bagi suatu masyarakat bahasa, bahasa itu bukan
22
Rohmani Nur Indah & Abdurrahman, log. Cit., hlm 12 Idib.,hlm 10 24 Abdul chaer, log., Cit., hlm 6 23
29
hanya merupakan satu gejala dan identitas sosial saja, tetapi juga merupakan suatu ikatan batin dan nurani yang sukar ditinggalkan.25 d. Psikolinguistik Pendidikan Yaitu subdisiplin psikolingusitik yang mengkaji aspek-aspek pendidikan dalam pendidikan formal di sekolah. Seperti peranan bahasa dan pengajaran ketrampilan bahasa, serta pengetahuan mengenai
peningkatan
kemampuan
berbahasa
dalam
proses
memperbaiki kemampuan menyampaikan ide dan perasaan.26 e. Psikolinguistik Neurologi (Neuropsikolinguistik) Yaitu subdisiplin psikolingusitik yang mengkaji hubungan antara bahasa dan otak manusia. Para ahli neurologi telah banyak menganalisis struktur biologis otak manusia, serta memberi nama pada bagian otak tersebut. Dalam hal ini neurolinguistik berperan untuk menjelaskan tentang masukan bahasa dan bagaimana keluaran bahasa setelah diprogram dan dibentuk dalam otak tersebut.27 f. Psikolinguistik Eksperimen Yaitu subdisiplin psikolingusitik yang meliputi dan melakukan eksperimen dalam semua kegiatan bahasa dan berbahasa pada satu pihak dan perilaku berbahasa dan akibat berbahasa pada pihak lain.28
25
Ibid., hlm. 6 Rohmani Nur Indah & Abdurrahman, op. Cit., hlm 11 27 Ibid., hlm. 11 28 Abdul Chaer, op. cit., hlm 7 26
30
g. Psikolinguistik Terapan Yaitu subdisiplin psikolingusitik ini berkaitan dengan penerapan dari temuan-temuan enam subdisiplin psikolingusitik di atas ke dalam bidang-bidang
tertentu
yang
memerlukanya.
Yang
termasuk
subdisiplin ini ialah psikologi, linguistik, pertuturan dan pemahaman, pembelajaran bahasa, pengajaran membaca neurologi, psikiatri, komunikasi dan susastra.29 Psikolinguistik juga dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang utama sebagai berikut : 1) Psikolinguistik Umum Yaitu suatu studi mengenai bagaimana pengamatan atau persepsi orang dewasa tentang bahasa dan bagaimana ia memproduksi bahasa. Selain itu, psikologi umum juga mengkaji proses kognitif yang mendasari pada waktu seseorang menggunakan bahasa.30 2) Psikolinguistik Terapan, hal ini merupakan aplikasi dari teori-teori psikolinguistik dalam kehidupan sehari-hari pada orang dewasa atau anak-anak. Tahap ini dibagi dua macam. Pertama, Applied general
psycholinguistics
yang
meliputi
Normal
Applied
psycholinguistics (membicarakan pengaruh perubahan ejaan terhadap persepsi orang mengenai ciri visual kata-kata) dan Abnormal Applied psycholinguistics (mengkaji masalah kesukaran pengucapan pada orang-orang penderita aphasia yang kadang29 30
Ibid., hlm 7 Rohmani Nur Indah & Abdurrahman, op. Cit., hlm 12
31
kadang dapat mengerti bahasa tetapi sulit untuk mengucapkanya). Kedua, Applied Developmental psycholinguistics yang terdiri atas (1) Normal Applied Developmental psycholinguistics
yang
membahas tentang bagaimana membuat program belajar membaca dan menulis, apakah lebih baik atau lainya. (2) Abnormal Applied Developmental psycholinguistics yang membahas mengenai apa yang dapat dilakukan untuk membantu anak-anak yang mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasanya yang disebabkan adanya kelainan yang bersifat bawaan. Contohnya anak tuna rungu.31 3) Psikolinguistik Perkembangan yaitu suatu kajian perolehan bahasa pada anak-anak dan orang dewasa. Dalam hal ini juga dikaji tentang persoalan-persoalan yang dialami oleh seorang anak yang harus belajar dua bahasa sekaligus, bagaimana seorang anak memperoleh bahasa pertamanya, apakah orang dewasa yang belajar bahasa kedua juga mengalami hal yang sama dengan seorang anak dalam memperoleh bahasa pertamanya, dan teknik pengajaran bahasa yang bagaimana yang dapat mengurai terjadinya interferensi antara dua bahasa pada pembelajar.32 3. Ruang Lingkup Kajian Psikolinguistik Psikolinguistik
yang
merupakan
sebuah
kajian
mengenai
penggunaan bahasa dan perolehan bahasa oleh manusia, akan senantiasa 31 32
Ibid., hlm 12 Ibid., hlm 13
32
menempatkan manusia sebagai pelaku sekaligus pengguna bahasa, sehingga sistem-sistem yang ada pada diri manusia akan dapat menjelaskan bagaimana manusia dapat menagkap ide-ide orang lain dan bagaimana manusia ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis maupun secara lisan. Adapun ruang lingkup kajian psikolinguistik dapat dijelaskan melalui table berikut. Tabel I Table Ruang Lingkup Psikolinguistik Bagian Psikolinguistik Umum
Sub Bagian Persepsi Auditi Visual Kognitif Produksi
Psikolinguistik Perkembangan
Bahasa Pertama Bahasa Kedua
Umum Psikolinguistik Terapan
Ingatan Berfikir intuisi Auditi Visual
Perkembangan
Normal Menyimpang Normal Menyimpang
Contoh Mendengarkan membaca, menulis Memori Verbal Berpikir Verbal Berbicar Menulis - Struktur kalimat dua kata - Belajar membaca - Interferensi atau kemudahan yang disebabkan oleh bahasa pertama. Studi tentang ejaan Aphasia Kurikulum untuk belajar membaca Gugup, buta warna, disleksia
33
C. Pemerolehan Morfologi 1. Kajian Morfologi Kajian morfologi merupakan kajian lanjutan setelah fonologi. Kajian morfologi dapat dilakukan setelah memahami fonologi dengan baik. Morfologi adalah kajian bahasa dari bentuk kata. Objek kajian morfologi ada dua yaitu kajian terbesarnya adalah kata dan kajian terkecilnya adalah morfem (bebas dan terikat). Penggolongan morfem bebas adalah semua bentuk kata dasar, sedangkan yang termasuk morfem terikat adalah semua bentuk afiks dan kata hubung, kata depan, dan sebagainya. 33 Kajian moroflogi terutama dikakukan untuk “menemukan” morfemmorfem dari suatu bahasa. Lalu, berkenaan dengan morfem-morfem itu, akan dapat pula dilakukan kajian untuk mengetahui : a. Almorf dari morfem-morfem itu. b. Jenis dan kategori morfem dari bahasa itu, seperti morfem dasar, morfem afiks, morfem nonsegmental, dan sebagainya. c. Proses pembentukan kata dari morfem-morfem tersebut (dalam bahasa Indonesia misalnya ada proses afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan konvensi) d. Klasifikasi atau kategori kata (seperti nomina, verba, ajektifa, adverbial, preposisi, dan konjungsi) dari bahasa tersebut. e. Sistem morfofonemik dari bahasa itu.34
33
Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2013), hlm. 28 Abdul chaer, Kajian Bahasa : Struktur Internal, Pemakaian dan Pembelajaran, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2007), hlm. 56 34
34
Dalam kajian morfologi ada tiga hal yang perlu di pertimbangkan sebagai model, yakni: (1) Word and Paradigm (WP), (2) Item and Arragement (IA), (3) Item and Proses (IP). Sejak abad yang lalu bahasa- bahasa dibedakan berdasarkan morfologisnya. Dalam bahasa isolasi atau nalitik kata tidak dapat dibedakan dari morfem (mis. Bahasa Cina kuna dan bahasa Vietnam). Dalam bahasa infleksi atau bahasa sintesis, kata merupakan suatu kompleks yang di dalamnya terkandung banyak kategori gramatrikal yang mendasar, seperti pesona, jumlah, dsb. (mis. Bahasa Sansekerta, bahasa Yunani kuno, bahasa Latin, bahasa- bahasa Slavia, bahasa Jerman dan bahasa Spanyol).35 2. Pemerolehan Morfologi Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata baru dengan cara menambahkan unsur lain. Hal ini yang sebagaimana yang dikemukakan oleh Ramlan (1987: 51) bahwa proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasar. Bentuk dasarnya itu mungkin pada kata dasar, pokok kata, frasa, kata dan kata, kata dan pokok kata atau pokok kata dengan pokok kata.36 a. Pembentukan pada kata dasar, contoh : 1) Kata tertidur dibentuk dari kata dasar tidur. 2) Kata berduka dibentuk dari kata duka. 3) Kata memakan dibentuk dari kata makan. b. Pokok kata, contoh : 1) Kata berjuang dibentuk dari pokok kata juang 35
T. Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik : Ancangan Metode Penelitian dan kajian, Cet. Ke-3, (Bandung : PT Refika Aditama, 2010), hlm. 74. 36 Suhardi, op. cit., hlm. 111
35
2) Kata bertemu dibentuk dari pokok kata temu. 3) Kata bersandar dubentuk dari pokok kata temu. c. Frasa, contoh : 1) Kata ketidakadilan dibentuk dari frasa tidak adil. 2) Kata ketidakmampuan dibentuk dari frasa tidak mampu. 3) kata ketulusan hati dibentuk dari frasa tulus hati. d. Kata dan kata, contoh : 1) Kata rumah makan dibentuk dari kata rumah dan kata makan. 2) Kata rumah sakit dibentuk dari kata rumah dan kata sakit. 3) Kata meja makan dibentuk dari kata meja dan kata makan. e. Kata dan pokok kata Pokok kata adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatikal tidak memiliki sifat bebas yang dapat dijadikan bentuk dasar menjadi sesuatu kata (Ramlan, 1998: 78), seperti juang, temu, alir, lomba, tempur, tahan, renang, jual, beli, kerja, dsb contoh : 1) Kata pasukan tempur dibentuk dari kata pasukan dan pokok kata tempur. 2) Kata kolam renag dibentuk dari kata kolam dan pokok kata renang. 3) Kata seni tari dibentuk dari kata seni dan pokok kata tari. f. Pokok kata dan pokok kata, contoh : 1) Kata jual beli dibentuk dari pokok kata jual dan pokok kata beli 2) Kata lomba tari dibentuk dari pokok kata lomba dan pokok kata tari
36
3) Kata temu juang dibentuk dari pokok kata temu dan pokok kata juang.37 Pada periode kalimat dua kata, seorang anak sudah mulai membuat kalimat yang terdiri dari dua kata. Adapun kata yang digunakan pada umumnya masih berupa dua kata dasar yang dihubungkan. Hal ini, terlihat belum adanya afiksasi pada kata dasar yang dapat menimbulkan perbedaan arti kata. Pada kalimat dalam berbagai macam bahasa, perubahan-perubahan yang terjadi pada sebuah kata dalam bentuk infleksi morfologi yang kemudian baru muncul diferensiasi morfologi, ketika seorang anak mulai mengadakan deferensiasi pada kelas kata dan diferensiasi morofologi. Diferensiasi morfologi meliputi tiga hal penting, yaitu : a. Pembentukan kata jamak. b. Pembentukan diminutiesuffix (verkleinwood), misalnya : kata jurk (rok orang dewasa), jurke (rok anak). c. Perubahan kata kerja (Schaerlaekens, 1977).38 Menyinggung hal
diatas, Slobin (1973)
dalam
penelitiannya
menemukan pada 40 bahasa anak yang telah diselidiki adanya kesamaan hukum- hukum perolehan bahasa (operating principles), antara lain :39 Prinsip Operasional 1 : Pada awal pengenalan kata, anak-anak mencari dan akhirnya menemukan bahwa kata-kata itu bermacam-macam bentunya dan bermacammacam pula maknanya. Melalui bantuan konteks, lambat laun si anak 37 38 39
Ibid.,hlm 113 Rohmani Nur Indah & Abdurrahman, log. Cit., hlm 108 Samsunuwiyati mar‟at, loc. Cit., hlm 53
37
mengetahui bahwa misalnya perkataan bau dan bahu, tau dan tahu, tas dan pas, dan lain-lainnya sepintas masing-masing pasangan tersebut terdengar sama apabila diucapkan, menunjuk kepada hal yang berbeda. Mereka mengetahui hal ini karena orang dewasa selalu memakai pasangan kata tersebut dalam situasi, kondisi dan kejadian yang berbeda-beda40. Prinsip Operasional 2 : Masih dalam kaitan dengan makna suatu perkataan. Anak-anak juga menemukan misalnya bahwa ada dua hal yang harus dibedakan, yaitu katakata tugas (functions words) dan imbuhan-imbuhan, juga bahwa akhiran (sufik)s-an, -kan dan –I selalu berhubungan dengan kata kerja, sufiksnya dengan kata benda, ada ulangan dan sebagainya. 41 Prinsip Operasional 3 : Menghindari adanya kekecualian, hal mana terbukti dengan adanya kecenderungan-kecenderungan anak mengadakan generalisasi seperti telah diuraikan pada halaman-halaman sebelumnya.42 Prinsip Operasional 4 : Memperhatikan akhiran-akhiran kata dan mereka lalu berkesimpulan bahwa akhiran (afiks) itu dapat mengubah makna suatu kata. Peranan konteks juga sangat penting dalam hal ini. Slobin (1966) dan Mikes (1967) menemukan bukti dari pelbagai bahasa bahwa anak-anak memperhatikan akhiran (sufks) dan memakainya lebih dulu dari pada awalan/prefix.43 40
Ibid., hlm. 53 Ibid., hlm.53 42 Ibid., hlm. 53 43 Ibid., hlm. 54 41
38
Prinsip Operasional 5 : Anak-anak mengamati bahwa penempatan kata dan urutan kata itu ada aturan-aturannya. Juga lama kelamaan dapat memisahkan antara awalan dan akhiran serta pemakiannya, sehingga tidak berbalik atau keliru dalam pemakaian.44 3. Metode Pengajaran Morfologi Bahasa Arab Pembahasan metode pengajaran morfologi, tidak dapat lepas dari tata bahasa. Dan tata bahasa tidak lepas dari pembahasan pengajaran bahasa Arab secara keseluruhan. Dari sekian metode yang ada masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Metode dikatakan baik, jika sesuai dengan tujuan pengajaran, sehingga dapat membuahkan hasil. Dan metode dikatakan tidak baik jika tidak sesuai dengan metode pengajarannya, sehingga tidak mendatangkan hasil. Dalam pengajaran bahasa Arab untuk materi morfologi atau ilmu shorof pada umumnya tidak langsung disinggung, sehingga pengajaran morfologi memerlukan materi dan waktu khusus, yang khusus mempelajarinya, seperti halnya dengan taşrif dan i‟lal. Dan dari materi ini dibutuhkan hafalan yang serius yang sulit dipraktekkan kecuali terhadap contoh-contoh yang telah ada.45 Sistem hafalan adalah di antara cara belajar yang tidak boleh ditinggalkan bukan saja terhadap pembelajaran morfologi tetapi juga terhadap pembelajaran yang lain, khususnya yang berbentk nazam Jurumiyah „Imriti, Alfiyah, dan lain- lain. Mereka harus menghafal materi itu walaupun mereka 44 45
Ibid., hlm. 54 Abd. Muin HS, op. Cit., hlm 149-150
39
tidak tahu arti dan maksudnya. Maka sering dijumpai santri yang hafal qaidah nahwu dan shorof, tetapi merasa kesulitan bila diajak berkomunikasi, karena mereka tidak terbiasa menyusun kalimat sendiri dan bahkan yang sangat menghantui
lagi
karena
pengetahuannya
terhadap qaidah-qaidah itu
menjadikanya takut salah dalam melangkah.46 Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengajaran morfologi bahasa Arab adalah dengan lebih dekat dikatan menggunakan metode gramatika terjemah yang menitik beratkan pada hafalan. Para pelajar diharapkan untuk dapat menghafal kaidah- kaidah shorfiyyah dengan baik dan tanpa disertai dengan latihan-latihan praktis, sehingga mereka merasa jenuh dan bosan jika kemahiran menghafal itu tidak dapat dimanfaatkannya dalam menyusun kalimat dengan baik, lantaran tidak pernah mendapatkan latihan dalam berkomunikasi. Hal ini berbeda dengan sistem pengajaran dengan sistem modern, mereka dapat menggunakan kata dengan tepat karena sudah terbiasa dalam pergaulannya sehari-hari.47 Untuk mengurangi kajenuhan di atas, penulis menawarkan metode selektif atau eclectic method (metode campuran). Metode ini merupakan campuran dari empat metode yang ada. Dengan menggunakan metode ini, pengajaran morfologi bahasa Arab dapat ditempuh dengan menggunakan dua pendekatan yaitu :
46 47
Ibid., hlm 151 Ibid., hlm 153
40
1. Pendekatan Deduktif Yaitu metode yang terlebih dahulu memberikan kaidahkaidah shorfiyyah kepada pelajar dengan disertai contoh-contoh, kemudian diberikan kesempatan untuk mengadakan latihan-latihan dengan bahasa yang sederhana, dalam bentuk susunan yang baik. 2. Pendekatan Induktif Yaitu pendekatan yang terlebih dahulu guru memberikan contoh-contoh secukupnya, setelah itu pelajar dengan bimbingan guru menarik kesimpulan sendiri terhadap kaidah shorfiyyah yang terkandung di dalamnya. Dengan cara ini diharapkan pelajar dapat dengan mudah menghafalkan kaidah yang telah dikenalkan, sekaligus dapat mempraktikkanya dalam sususnan kalimat yang benar.48 Dua penedakatan ini berada diatas keistimewaan empat metode yang ada, sehingga bukan berarti berdiri sendiri-sendiri. Di samping itu guru juga harus menunjukkan persamaannya dalam bahasa Indonesia dan atau perbedaannya jika ada, berdasarkan metode kontrastif tersebut. Bila pelajar telah dapat mengetahui adanya persamaan/kemiripan pada dua bahasa, maka akan mempercepat pemahaman mereka, dan begitu pula sebaliknya kalau terdapat banyak perbedaan akan banyak menghambat proses belajar mereka. Dan jika didapati adanya perbedaan anatara bahasa ibu dan bahasa Arab
48
Ibid., hlm 154
41
hendaknya perbedaan itu dijadiakan fokus pelajaran dengan drill atau pengulangan- pengulangan.49
49
Ibid., hlm 154