BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Self Directed Learning 1. Pengertian Self Directed Learning Menurut Gibbons (2002), self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan mengembangkan diri dimana individu menggunakan banyak metode dalam banyak situasi dalam setiap waktu. Self directed learning diperlukan karena dapat memberikan siswa kemampuan untuk mengerjakan tugas, untuk mengkombinasikan perkembangan kemampuan dengan perkembangan karakter dan mempersiapkan siswa untuk mempelajari seluruh kehidupan mereka. Self directed learning meliputi bagaimana siswa belajar setiap harinya, bagaimana siswa dapat menyesuaikan diri dengan keadaan yang cepat berubah, dan bagaimana siswa dapat mengambil inisiatif sendiri ketika suatu kesempatan tidak terjadi atau tidak muncul. Knowles (dalam Jennings, 1975) menambahkan bahwa self directed learning adalah sebuah proses dimana sebuah dimana individu mengambil inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, dan proses dalam self-directed learning ini dilakukan dengan menyadari kebutuhan sendiri dalam belajar, mengatur tujuan pribadi, membuat keputusan pada sumber dan strategi belajar dan menilai hasil. Menurut Long (dalam Bath & Kamath, 2005) self directed learning adalah proses mental yang biasanya disertai dan didukung dengan aktivitas perilaku yang
61
meliputi identifikasi dan pencarian informasi. Dalam self directed learning, pelajar secara sengaja menerima tanggung jawab untuk membuat keputusan tentang tujuan dan usaha mereka sehingga mereka sendiri yang menjadi agen perubahan dalam belajar. Teori Guglielmino (dalam Shiong,dkk, 1977) mengemukakan bahwa self directed learning dapat terjadi dalam banyak situasi yang bervariasi, mulai dari ruangan kelas yang berfokus pada guru secara langsung (teacher directed) menjadi belajar dengan perencanaan siswa sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted). Guglielmino (1977) lebih lanjut menyatakan tentang karakteristik yang dimiliki oleh pelajar, yakni sikap, nilai, kepercayaan, dan kemampuan yang akhirnya menentukan apakah self directed learning terjadi pada suatu situasi belajar. Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa self directed learning adalah peningkatan pengetahuan, keahlian, prestasi, dan pengembangkan diri individu yang diawali dengan inisiatif sendiri dengan belajar perencanaan belajar sendiri (self planned) dan dilakukan sendiri (self conducted), menyadari kebutuhan belajar, tujuan belajar, membuat strategi belajar, menilai hasil belajar, serta memiliki tanggung jawab sendiri menjadi agen perubahan dalam belajar.
2. Aspek-aspek Self Directed Learning Menurut Gibbons (2002) aktivitas dan program self directed learning berdasarkan pada lima aspek dasar yang menjadi elemen penting dalam self directed learning, yaitu :
62
a. Siswa mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi Perubahan utama dari teacher directed learning menjadi self directed learning adalah sebuah perubahan pengaruh dari guru ke siswa. Untuk siswa, hal ini menunjukkan sebuah perubahan kontrol dari luar menjadi kontrol dari dalam. Siswa memulai membentuk pendapat dan ide mereka, membuat keputusan mereka sendiri, memilih aktivitas mereka sendiri, mengambil tanggungjawab untuk diri mereka sendiri, dan dalam memasuki dunia kerja. Mengisi siswa dengan tugas untuk mengembangkan pembelajaran mereka, mengembangkan mereka secara individual, dan membantu mereka untuk berlatih menjadi peran yang lebih dewasa. Self directed learning tidak hanya membuat siswa belajar secara efektif tetapi juga membuat siswa lebih menjadi diri mereka sendiri. b. Perkembangan keahlian Kontrol yang berasal dari dalam tidak akan memiliki tujuan kecuali jika siswa belajar untuk fokus dan menerapkan talenta dan kemampuan mereka. Self directed learning menekankan pada perkembangan keahlian dan proses menuju aktivitas produktif. Siswa belajar untuk mencapai hasil program, berpikir secara mandiri, dan merencanakan dan melaksanakan aktivitas mereka sendiri. Siswa mempersiapkan lalu berunding dengan guru mereka. Maksud ini untuk menyediakan kerangka yang memungkinkan siswa untuk mengidentifikasi minat mereka dan membekali mereka untuk sukses.
63
c. Mengubah diri pada kinerja/performansi yang paling baik Self directed learning dapat gagal tanpa tantangan yang diberikan kepada siswa. Pertama, guru memberikan tantangan kepada siswa, lalu guru menantang siswa untuk menantang diri mereka sendiri. Tantangan ini memerlukan pencapaian sebuah level performansi yang baru dalam sebuah tempat yang familiar atau mencoba pada sebuah tempat yang diminati. Menantang diri sendiri berarti mengambil resiko untuk keluar dari sesuatu yang mudah dan familiar. d. Manajemen diri siswa Dalam self directed learning, pilihan dan kebebasan dihubungkan dengan kontrol diri dan tanggungjawab. Siswa belajar untuk mengekspresikan kontrol dirinya dengan mencari dan membuat komitmen, minat dan aspirasi diri. Self directed learning memerlukan keyakinan, keberanian, dan menentukan untuk usaha yang terlibat. Siswa mengembangkan atribut ini dan mereka menjadi ahli untuk mengatur waktu dan usaha mereka dan sumber daya yang mereka butuhkan untuk melakukannya. Dalam menghadapi hambatan, siswa belajar untuk menghadapi kesulitan mereka, menemukan alternatif, dan memecahkan masalah mereka dalam rangka untuk menjaga produktivitas yang efektif. Kombinasi dari sumber yang berasal dari dalam diri dan keahlian dalam kinerja diperlukan untuk dapat memanajemen diri dalam self directed learning. e. Motivasi diri dan penilaian diri Banyak prinsip dari motivasi yang dibangun untuk self directed learning, seperti mencapai tujuan minat yang tinggi. Ketika siswa menggunakan prinsip ini, siswa menjadi elemen utama dari motivasi diri siswa. Dengan mengatur tujuan
64
penting untuk diri mereka, menyusun feedback untuk pekerjaan mereka, dan mencapai kesuksesan, mereka belajar untuk menginspirasikan usaha mereka sendiri. Persamaannya, siswa belajar untuk mengevaluasi kemajuan diri mereka sendiri, mereka menilai kualitas dari pekerjaan mereka dan proses yang didesign untuk melakukannya. Dalam self directed learning, penilaian merupakan hal yang penting dari belajar dan belajar bagaimana mempelajarinya. Siswa sering memulai evaluasi diri dalam belajar yang mereka serahkan kepada guru meliputi sebuah deskripsi standart yang akan mereka capai. Seperti motivasi diri yang memampukan siswa untuk menghasilkan prestasi yang dapat dievaluasi, penilaian diri juga memotivasi siswa untuk mencari prestasi terbaik yang mungkin terjadi.
3. Tahapan Self Directed Learning a. Siswa berpikir secara mandiri Pada tahap ini, ruangan kelas dengan metode belajar teacher directed learning, dengan instruksi guru dan aktivitas siswa secara langsung, berubah menjadi mengarahkan siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran diri mereka sendiri. Guru berubah dari yang sebelumnya menjelaskan menjadi menanyakan, dan dari yang sebelumnya memberikan instruksi menjadi memberikan bimbingan, mengajarkan siswa untuk berpikir dan menemukan diri mereka sendiri. Pada pendekatan ini hasil program menjadi pertanyaan untuk diinvestigasi, dipikirkan dan dipertanyakan.
65
b. Mengajarkan belajar memanejemen diri Dalam belajar memanajemen diri, guru mengubah program menjadi paket belajar dimana siswa dapat bekerja dengan cara mereka dengan langkah mereka sendiri. Paket belajar dapat mengambil banyak bentuk tetapi semuanya menjelaskan pada siswa tentang apa yg dipelajari, bagaimana mereka harus belajar, dan apa yang harus mereka lakukan untuk membuktikan bahwa mereka telah menyelesaikan satu paket dan siap untuk melangkah ke paket selanjutnya. Paket dapat menggunakan media, menghubungkan siswa pada kesempatan insruksional yang khusus. Dengan kesiapan paket, guru dapat merancang sebuah program untuk mengajarkan siswa keahlian yang mereka butuhkan untuk menyelesaikannya : mengatur tujuan, penjadwalan waktu, dan mengorganisasikan usaha belajar mereka. Setiap paket harus meliputi sebuah arti dari penilaian, yang dikelola diri sendiri atau peran guru dalam memonitor secara rutin. Pembelajaran dilengkapi; aspek dari kemandirian belajar meliputi kemampuan siswa untuk mengatur aktivitas belajar mereka secara efektif. c. Belajar perencanaan diri Dalam belajar perencanaan diri, siswa memutuskan sendiri bagaimana mereka mencapai hasil program yang ditetapkan. Seolah-olah mereka menulis panduan belajar sendiri dan mengikutinya. Setiap siswa merancang rencana sendiri, sebagai rencana yang berbeda. Keanekaragaman ini memerlukan dua perkembangan program yang utama : guru harus memperkenalkan berbagai cara untuk belajar dan mengatur pilihan belajar untuk menempatkan cara-cara ini untuk bekerja.
66
Dengan pemilihan program, guru berperan untuk mengembangkan sebuah program yang mengajarkan siswa bagaimana menemukan kekuatan mereka, merencanakan aktivitas belajar mereka, menyusun sumber mereka sendiri, dan memberikan inisiatif sendiri. Ketika rencana belajar siswa terbuka, mereka sering melibatkan pengalaman yang konkret sebagai investigasi, dan sering mengarahkan siswa menyelesaikan aktivitas produktif mereka, kombinasi dari pengalaman, belajar, dan tindakan. d. Self directed learning Dalam self directed learning, siswa memilih hasil belajar mereka sendiri, mereka memutuskan apa yang akan mereka pelajari dan bagaimana mereka mempelajarinya. Mereka mendesign aktivitas mereka sendiri dan menulis proposal yang menjadi perjanjian dengan guru dan yang lain tentang apa yang akan mereka capai, jadwal yang harus mereka ikuti, dan level keunggulan yang akan mereka cari. Guru membuat kerangka untuk memutuskan, sebuah dukungan untuk membimbing kemajuan siswa, dan prosedur untuk diikuti. Siswa membutuhkan dukungan, feedback, dan bantuan untuk berhasil dalam self directed learning. Itu diberikan lewat dukungan sosial dari teman sebaya, ataupun pertemuan dengan guru. Dalam self directed learning, motivasi menjadi kritis, siswa harus menemukan inti minat yang menjanjikan dan mengejar secara antusias nilai-nilai dan janji mereka untuk masa depan.
4. Karakteristik Self Directed Learning Self directed learning dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
67
a. Self Directed Learning dengan Kategori Rendah Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor self directed learning yang rendah memiliki karakteristik yaitu siswa yang menyukai proses belajar yang terstruktur atau tradisional seperti peran guru dalam ruangan kelas tradisional. b. Self Directed Learning dengan Kategori Sedang Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor self directed learning pada kategori sedang memiliki karakteristik yaitu berhasil
dalam
situasi
yang
mandiri,
tetapi
tidak
sepenuhnya
dapat
mengidentifikasi kebutuhan belajar, perencanaan belajar dan dalam melaksanakan rencana belajar. c. Self Directed Learning dengan Kategori Tinggi Guglielmino&Guglielmino (1991) menyatakan bahwa individu dengan skor self directed learning tinggi memiliki karakteristik yaitu siswa yang biasanya mampu
mengidentifikasi
kebutuhan
belajar
mereka,
mampu
membuat
perencanaan belajar serta mampu melaksanakan rencana belajar tersebut.
B. Jenis Pendidikan 1. Pengertian Jenis Pendidikan Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan.
68
2. Jenis-jenis Pendidikan Adapun jenis-jenis pendidikan berdasarkan pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan nasional, meliputi : a.
Pendidikan umum merupakan pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan peningkatan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat akhir masa pendidikan.
b.
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu.
c.
Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan yang khusus diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.
d.
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan yang berusaha meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan tugas kedinasan untuk pegawai atau calon pegawai suatu Departemen Pemerintah atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
e.
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama yang bersangkutan.
f.
Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada penguasaan ilmu pengetahuan.
g.
Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
69
3. Sekolah Menengah Atas a. Karakteristik Siswa Sekolah Menengah Atas Dalam Panduan Umum Pelayanan BK Berbasis Kompetensi (dalam Caroline, 2002) diuraikan tugas-tugas perkembangan siswa SMA yakni: 1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Mencapai kematangan dalam hubungan dengan teman sebaya, serta kematangan dalam peranannya sebagai pria atau wanita. 3. Mencapai kematangan pertumbuhan jasmaniah yang sehat. 4. Mengembangkan penguasan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas. 5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir. 6. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri secara emosional, sosial, intelektual dan ekonomi. 7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni. 9. Mencapai kematangan dalam sistem etika dan nilai. Berdasarkan tugas-tugas perkembangan siswa Sekolah Menengah Atas di atas, dapat disimpulkan bahwa diantara tugas siswa Sekolah Menengah Atas
70
adalah persiapan karir (mempersiapkan karir ekonomi) atau melanjutkan pendidikan tinggi dan mencapai kematangan dalam pilihan karir (jabatan). b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas Pengorganisasian kelas-kelas pada SMA dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program penjurusan. (Sanjaya, 2008). Kurikulum SMA mencakup dua jenis yaitu struktur kurikulum program studi dan struktur kurikulum program pilihan. Struktur kurikulum program studi terdiri dari Ilmu Alam, Ilmu Sosial, dan Bahasa. Program studi ilmu alam mengemangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip alam. Program studi ilmu sosial mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan hidup melalui pemahaman prinsip-prinsip kemasyarakatan. Dan program studi bahasa mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki karakter, kompetensi, dan kecakapan
hidup
melalui
pemahaman
prinsip-prinsip
multicultural
dan
komunikasi bahasa (Sanjaya,2005). Struktur kurikulum program pilihan adalah dimaksudkan untuk memberikan kebebasan kepada peserta didik dalam memilih sejumlah mata pelajaran yang sesuai potensi, bakat, dan minat peserta didik (Sanjaya,2005).
4. Sekolah Menengah Kejuruan a. Karakteristik siswa Sekolah Menengah Kejuruan
71
Sumeks (dalam Indriani, 2009) menyatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan merupakan lembaga pendidikan pada jenjang menengah yang lebih menekankan lulusan memiliki bekal keterampilan dan dipersiapkan dalam memasuki dunia kerja. Sekolah menengah kejuruan memiliki peluang yang sangat jelas ketika sudah lulus. Selain itu siswa sekolah menengah kejuruan yang ingin memperdalam ilmu dan keterampilannya bisa melanjutkan studinya ke perguruan tinggi sesuai dengan jurusan dan keahliannya, sehingga keterampilan yang mereka miliki akan semakin meningkat. Menurut Evans (dalam, Djojonegoro, 1999) mendefinisikan bahwa pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu bekerja pada suatu kelompok pekerjaan atau satu bidang pekerjaan daripada bidang-bidang pekerjaan lainnya. Dengan pengertian bahwa setiap bidang studi adalah pendidikan kejuruan sepanjang bidang studi tersebut dipelajari lebih mendalam dan kedalaman tersebut dimaksudkan sebagai bekal memasuki dunia kerja. Oleh karena itu, peran SMK sangat penting dalam mempersiapkan SDM yang berkualitas sesuai dengan tuntutan zaman. Para lulusan SMK nantinya selain mencari pekerjaan, mereka juga diharapkan dapat membuka usaha sendiri. Dengan demikian, SMK juga diharapkan mampu mengarahkan para siswanya untuk berwirausaha sesuai dengan minat mereka. Dengan demikian pendidikan merupakan komponen penting dan vital terhadap pembangunan terutama dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sirojuzilam, 2008).
72
Pendidikan
kejuruan
bertujuan
untuk
meningkatkan
kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Agar dapat bekerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidag keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi, dan mampu berkomunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya serta memiliki kemampuan mengembangkan diri (Sanjaya,2008). b. Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan MK memiliki struktur kurikulum yang dibagi menjadi komponen normatif, adaptif, dan produktif. Komponen normatif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik menjadi warga masyarakat dan warga yang berperilaku sesuai nilainilai dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Komponen adaptif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu beradaptasi dan mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, budaya, seni, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan perkembangan dunia kerja sesuai keahlian. Dan yang terakhir komponen produktif berisi kompetensi yang bertujuan agar peserta didik mampu melaksanakan tugas di dunia kerja sesuai dengan program keahlian (Sanjaya,2005).
C. Hubungan Self Directed Learning dengan Jenis Pendidikan Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
73
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003). Dalam proses belajar diperlukan kemandirian dalam belajar. Mujiman (dalam Dhesiana, 2005) menyatakan bahwa kemandirian belajar adalah kegiatan belajar aktif, yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang dimiliki. Penetapan kompetensi sebagai tujuan belajar, dan cara pencapaiannya, baik penetapan waktu belajar, tempat belajar, irama belajar, tempo belajar, cara belajar, maupun evaluasi belajar, dilakukan oleh siswa sendiri. Di sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi tertentu. Kemandirian belajar dapat menghasilkan Self Directed Learning dalam belajar, karena menurut Gibbons (2002), self directed learning dapat dibentuk melalui empat tahap yaitu, siswa berpikir secara mandiri artinya siswa yang sebelumnya tergantung pada pemikiran guru menjadi tergantung pada pemikiran sendiri, tahap kedua adalah belajar memanejemen diri sendiri, lalu siswa belajar perencanaan diri tentang bagaimana siswa akan mencapai program belajar yang sudah ditetapkan, lalu tahap terakhir adalah terbentuknya self directed learning dimana siswa memutuskan sendiri apa yang akan dipelajari, dan bagaimana cara siswa mempelajarinya. Menurut Knowles (1975) pentingnya self directed learning dalam proses pembelajaran didasarkan pada dua hal yaitu orang-orang yang memiliki inisiatif sendiri dalam belajar akan terus belajar dan akan lebih baik dalam belajar bila
74
dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki inisiatif dalam belajar, lalu mereka juga akan secara belajar secara lebih mendalam dan menetap. Gibbons (2002) menyatakan bahwa ketika siswa mulai untuk mengejar hasil belajar secara individual, siswa memerlukan lingkungan belajar yang sesuai dengan aktivitas belajar siswa seperti lingkungan yang menawarkan banyak pilihan belajar, lingkungan yang sesuai dan lingkungan yang menawarkan aturan baru. Untuk meningkatan hasil belajar, perlu adanya kesesuaian lingkungan belajar dengan aktivitas self directed yang akan terjadi. Salah satu bentuk lingkungan belajar adalah lingkungan pendidikan formal atau sekolah. Pendidikan formal dengan jenjang pendidikan menengah atas terdiri dari sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) dimana dua jenis pendidikan ini berbeda dalam struktur kurikulum, metode belajar dan lingkungan tempat belajarnya. Self directed learning bermanfaat bagi siswa SLTA yakni siswa SMA dan SMK yaitu dalam melatih pengembangan self learning skills yang diperlukan untuk melaksanakan lifelong learning selepas masa pendidikan formal. Selain itu self directed juga bermanfaat dalam menggugah motivasi belajar siswa. (Mudjiman, 2008). Tujuan self directed learning bagi siswa SMA maupun SMK untuk membekali siswa dengan keterampilan yang dibutuhkan agar termotivasi untuk belajar hari ini dan seterusnya disepanjang hidupnya (life long learners) (Bernadette, 2005). Siswa SMK dengan metode belajar yang lebih menekankan praktek di dalam maupun luar sekolah dibekali keterampilan yang nantinya setelah lulus,
75
keterampilan tersebut akan digunakan didalam dunia kerja (Siswoyo, 2010). Pada SMK, siswa diberikan lebih banyak praktek daripada teori (Sirodjuddin, 2008). Melalui metode belajar yang diterapkan, siswa SMK diharapkan mampu berpikir secara mandiri dalam belajar dengan menerapkan teori yang dipelajari pada saat praktek belajar. Siswa SMK juga dapat belajar memanajemen dirinya sendiri. Pada saat praktek di luar ruangan kelas tanpa diawasi oleh guru, siswa dapat mengatur diri sendiri tanpa tergantung dengan orang lain karena menurut Donelly & Fitmaurice (dalam Nugraheni, 2005) praktek belajar cenderung menekankan pada peran siswa secara langsung dibandingkan dengan guru sehingga membutuhkan kemandirian belajar. Pada saat siswa dapat memanajemen diri dalam belajar, maka siswa SMK dapat belajar membuat perencanaan diri. Dalam hal ini siswa diharapkan mampu merencanakan dan memutuskan sendiri apa saja hal yang akan dilakukan untuk mencapai hasil belajar yang diharapkan. Menurut (Sirodjuddin, 2008), lingkungan belajar siswa SMK bukan hanya di sekolah melainkan juga di dunia kerja, sehingga dibutuhkan perencanaan, penetapan tujuan, serta evaluasi kemajuan diri oleh siswa sendiri dalam praktek belajar di dunia kerja. Siswa SMK yang mampu berpikir secara mandiri, mampu belajar memanajemen diri sendiri, mampu belajar perencanaan diri, akan memiliki self directed learning dalam belajar. Self directed learning yang terbentuk pada siswa SMK berguna dalam praktek belajar didalam maupun diluar sekolah untuk dapat mengembangkan keahlian, pengetahuan, prestasi dan pengembangan diri sendiri. Self directed learning pada siswa SMK dapat menciptakan siswa yang mampu mengontrol banyaknya pengalaman belajar yang terjadi, mampu
76
mengembangkan keahlian, dapat mengubah diri pada kinerja yang paling baik, dapat memanajemen diri, serta mampu memotivasi dan menilai diri sendiri. Berbeda dengan SMK, metode belajar di SMA lebih menekankan pada teori yang diberikan oleh guru, dan praktek yang tidak membutuhkan keterampilan khusus. Siswa SMA diharapkan mampu berpikir secara mandiri tentang teori yang dipelajari, mampu belajar memanajemen diri sendiri, mampu belajar perencanaan diri sehingga terbentuk self directed learning pada siswa. Siswa SMA ketika lulus dari pendidikannya diharapkan mampu mengembangkan kemampuan belajar di pendidikan selanjutnya. Pengembangan kemampuan ini dapat mempengaruhi self directed learning bagi siswa SMA. Lulusan SMA diharapkan memiliki kompetensi yaitu menguasai konsep dan cara berpikir tentang pelajaran, yang akan digunakan untuk jenjang perkuliahan (Siswoyo, 2010). Sedangkan lulusan pendidikan kejuruan ini lebih condong kepada ilmu-ilmu yang sifatnya terapan dan beberapa program keahlian menekankan kepada aspek pengetahuan psikomotorik (Evans, dalam Suandi, 1978). Dari hal ini dapat diasumsikan bahwa siswa SMK memiliki self directed learning yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SMA, dilihat dari metode belajar pada SMK yang menekankan pada keterampilan dan aktivitas psikomotorik melalui praktek dengan keterampilan khusus yang dilakukan siswa sehingga diperlukan kemandirian, peningkatan pengetahuan dan keahlian dalam belajar dibandingkan dengan siswa SMA yang lebih banyak mendapatkan teori dalam belajar dan melakukan praktek dengan tidak memerlukan keterampilan khusus seperti SMK. Harrison (dalam Song, 1978) menyatakan bahwa berbeda
77
sekolah dapat menciptakan lulusan yang berbeda dalam perspektif self directed learning.
D. Hipotesis Penelitian Berdasarkan uraian sebelumnya, adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : Terdapat perbedaan self directed learning pada siswa sekolah menengah atas dan siswa sekolah menengah kejuruan.
78