BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pelatihan Sebagai Bentuk Pendidikan Bagi Orang Dewasa 1. Pengertian Pelatihan (Training) Pelatihan merupakan wahana yang sangat penting untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia pada era globalisasi yang penuh tantangan dan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat. Sudah pasti akan ketinggalan apabila seseorang tidak berusaha mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Untuk itu peningkatan sumber daya manusia perlu ditingkatkan melalui pendidikan dan latihan (training). Disadari atau tidak bahwa dalam penempatan tenaga kerja
tidak
dapat
menjamin
sesorang
berhasil
menjalankan/
melaksanakan tugasnya. Harapan di lapangan pekerjaan menuntut kemampuan seorang pegawai dapat menjalankan fungsinya sebaik mungkin. Perkembangan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan yang terlihat semakin besarnya tingkat deversifikasi (keanekaragaman) tenaga kerja, bentuk organisasi dan persaingan global yang semakin meningkat maka perlu adanya pendidikan/pelatihan (training) agar dapat memenuhi tuntutan dari lapangan pekerjaan. Berikut beberapa pengertian pelatihan (training) menurut: Rivai dan Sagala, (2010:211): “Pelatihan sebagai bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktik dari pada teori.
23
24
Pelatihan secara singkat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan kinerja saat ini dan kinerja di masa mendatang”. Pengertian tersebut mengandung makna bahwa pelatihan sebagai bagian pendidikan dalam waktu relatif singkat untuk meningkatkan kinerja serta mengutamakan praktik dari pada teori. Menurut Kamil, (2010:3) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan pelatihan adalah: “Istilah pelatihan merupakan terjemahan dari kata training dalam Bahasa Inggris. Secara harfiah arti kata training adalah “train” yang berarti: (1) memberi pelajaran dan praktik (give teaching and practice), (2) menjadikan berkembang dalam arah yang dikehendaki (couse to grow in a required direction), (3) persiapan (preparation), dan (4) praktik (practice). Pelatihan merupakan terjemahan training mengandung arti memberikan pelatihan dan praktik kearah perkembangan yang dikehendaki oleh pelatih agar yang dilatih memiliki/mempunyai kesiapan secara pratik. Definisi pelatihan menurut Edwin B. filippo dalam Kamil, (2010:3) mengemukakan bahwa: ‘training is the act of increasing the knowladge and skill of an employee for doing a particular job’ (pelatihan keterampilan
adalah
tindakan
seorang
meningkatkan
pegawai
untuk
pengetahuan
melaksanakan
dan
pekerjaan
tertentu). Definisi pelatihan ini diartikan sebagai upaya peningkatan keterampilan
terhadap
pegawai
yang
melaksanakan tugas/pekerjaan tertentu.
berjutuan
agar
dapat
25
Pelatihan
menurut
Simamora
dalam
Kamil
(2010:3)
mengartikan: ‘Pelatihan sebagai serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian-keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang individu’. Simamora
diartikan
sebagi
aktivitas
Pelatihan menurut
yang
dirancang
untuk
meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan keterampilan agar individu
dapat
berubah
sikapnya.
Pengertian
tersebut
dapat
disimpulkan bahwa pelatihan (taining) adalah cara atau perbuatan melatih. Definisi pelatihan menurut para tokoh di atas, istilah pelatihan itu mengandung unsur kegiatan/proses untuk meningkatkan keahlian dengan maksud orang yang dilatih dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan di lapangan secara efektif dan efisien. Kegiatan pelatihan memberikan keuntungan (deviden) kepada pegawai dan lembaga, berupa keahlian dan keterampilan selanjutnya menjadi aset bagi lembaga atau institusi. Melalui pelatihan pegawai akan bertambah pengetahuan dan keterampilan begitu pula bagi lembaga atau institusi dalam rangka memenuhi tuntutan profesi. Namun kegiatan pelatihan bukan suatu solusi secara universal (umum) yang dapat memenuhi semua kebutuhan lembaga atau institusi. Hal yang perlu diperhatikan adalah perencanaan, tugas yang efektif, pemilihan yang tepat, penempatan personil serta kegiatan-kegiatan lain juga menjadi bahan pertimbangan dalam pelatihan.
26
Kegiatan pelatihan adalah bentuk pendidikan, pelatihan pada pembahasan ini dimaksudkan untuk menjelaskan pengertian yang berhubungan dengan pendidikan bagi orang dewasa. Serta proses belajar yang dilandasi kerangka pikir khusus tentang pendidikan orang dewasa. Pendidikan yang akan diuraikan dalam bab ini mengenai pengertian pendidikan orang dewasa (andragogik)
dan pendidikan
bagi anak (pedagogik). Mengapa pendidikan bagi anak dicantumkan dalam bab ini? Karena untuk memberikan perbedaan antara kedua macam pendidikan tersebut. 2. Pengertian Pendidikan Orang dewasa Konsep pendidikan orang dewasa dirumuskan sebagai suatu proses yang membangun keinginan untuk bertanya dan belajar secara berkesinambungan berlangsung sepanjang hidup. Menurut Pannen dalam Suprijanto (2009) bahwa pendidikan orang dewasa berhubungan dengan bagaimana untuk mengarahkan diri sendiri yang dimulai dari bertanya dan mencari jawabanya sendiri. Pengertian andragogi berasal dari dua kata dalam Bahasa Yunani, yakni andra berarti orang dewasa dan agogos berarti memimpin. Definisi andragogi kemudian dirumuskan sebagai "suatu seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar," Supriadi (Andragogik Sebuah Konsep Teoritik:2006). Lebih lanjut Suprijanto (2009:11) menyatakan bahwa: “Pendidikan orang dewasa (andragogy) berbeda dengan pendidikan anak-anak (paedagogy). Pendidikan berlangsung
27
dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah”. Menurut pendapat tersebut dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan bagi anak adalah proses pendidikannya mengandung unsur identifikasi dan peniruan yang lebih menonjol, tetapi kalau pendidikan bagi orang dewasa adalah pendidikan yang timbul dari dalam diri sendiri bagaimana merefleksi diri tentang sesuatu yang belum diketahui dengan jalan bertanya pada diri sendiri dan jawabannya dicari sendiri oleh yang bersangkutan. Terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan bagi anak-anak dengan pendidikan bagi orang dewasa jika ditinjau dari segi umur anak-anak masih memiliki ketergantungan dengan orang yang lebih dewasa. Sedangkan orang dewasa dapat bertanggung jawab sendiri, tidak selalu tergantung orang lain, berani mengambil resiko, dan berani mengambil keputusan dalam kegiatan pembelajaran. Pengertian pendidikan orang dewasa menurut UNESCO dalam Lanuardi dalam Suprijanto (2009:12) mengemukakan: “Keseluruhan proses pendidikan yang akan diorganisasikan, apapun isi, tingkatan, metodenya; baik formal atau tidak, yang melanjutkan ataupun menggantikan pendidikan semula di sekolah, akademi atau universitas serta latihan kerja, yang membuat orang dianggap dewasa oleh masyarakat mengembangkan kemampuan memperkaya pengetahuannya, meningkatkan kualifikasi teknis atau profesionalnya, dan mengakibatkan perubahan pada sikap dan perilakunya dalam perspektif rangkap perkembangan pribadi secara utuh dan partisipasi dalam pengembangan sosial, ekonomi, dan budaya yang seimbang dan bebas”.
28
Menurut
pendapat
Bryson
dalam
Supriyadi
(2009:13)
nenyatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan orang dewasa adalah: “semua aktivitas pendidikan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari yang hanya menggunakan sebagian waktu dan tenaganya untuk mendapatkan tambahan intelektual.” Kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan orang dewasa adalah pendidikan yang ditempuh oleh orang dewasa untuk menambah atau memperkaya ilmu pengetahuan yang digunakan untuk menunjang peningkatan kualitas kenerja secara profesional maupun secara sosial. Pendidikan dapat dilakukan pada jenjang formal ataupun non formal. 1) Ciri-Ciri Pendidikan Orang Dewasa Cara belajar orang dewasa berbeda dengan anak-anak, oleh karena itu proses pembelajarannya harus memperhatikan ciri-ciri belajar orang dewasa. Menurut Soedomo dalam Suprijanto (2009:45) menyatakan bahwa ciri-ciri belajar orang dewasa adalah sebagai berikut: “(1) menginginkan timbulnya pertukaran pendapat, tuntutan dan nilai-nilai, (2) menginginkan terjadi komunikasi timbal balik, (3) suasanan belajar yang diharapkan adalah suasana belajar yang menyenangkan dan menantang, (4) mengutamakan peran pesrta didik, (5) orang dewasa akan belajar bila pendapatnya dihormati, (6) belajar orang dewasa bersifat unik, (7) perlu adanya saling percaya antara pembimbing dan peserta didik, (8) orang dewasa umumnya mempunyai pendapat yang berbeda, (9) orang dewasa mempunyai kecerdasan yang beragam, (10) kemungkinan terjadi berbagai cara belajar, (11) orang dewasa belajar ingin mengetahui kelebihan dan kekurangannya, (12) orientasi
29
belajar orang dewasa berpusat pada kehidupan nyata, dan (13) motivasi belajar dari dirinya sendiri”. Menurut
Lunandi
dalam
Suprijanto
(2009:45)
menyatakan tentang keadaan belajar orang dewasa secara psikologis: (1) belajar adalah suatu pengalaman yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri, (2) orang dewasa belajar bila bermanfaat bagi dirinya, (3) belajar bagi orang dewasa kadang-kadang merupakan proses yang menyakitkan, (4) belajar bagi orang dewasa adalah hasil mengalami sesuatu, (5) proses belajar bagi orang dewasa adalah khas, (6) sumber bahan belajar terkaya bagi orang dewasa berada pada diri orang itu sendiri, (7) belajar adalah proses emosional dan intelektual sekaligus, dan (8) belajar adalah hasil kerja sama antara manusia. Kedua pendapat tersebut di atas mengandung maksud, bahwa ciri-ciri pendidikan orang dewasa adalah: 1) Motivasi belajar yang paling kuat timbul dari dalam diri sendiri. 2) Orientasi belajar bagi orang dewasa keuntungan diri, dan berorientasi
pada
kehidupan
nyata.
Jadi
pabila
menguntungkan bagi dirinya motivasinya akan lebih kuat. 3) Orang dewasa mau belajar jika pendapatnya dihormati. 4) Ingin mengetahui kelebihan dan kelemahan sesuatu yang dipelajari. 5) Perlu adanya saling mempercayai antara pembimbing dengan peserta didik.
30
6) Mengharapkan belajar yang menyenangkan dan menantang kreatifitas. 7) Sumber belajar yang paling banyak berada pada diri sendiri. Maksudnya sesuatu yang akan dipelajari tergantung seberapa
banyak
pertanyaannya
dan
solusiaanya
pemecahannya tergantung bagaimana kreatifitas orang dewasa tersebut. 8) Belajar bagi orang dewasa adalah hasil mengalami sesuatu. Jadi pengertian ini maksudnya adalah hasil belajar orang dewasa itu karena adanya proses kegiatan yang ia lakukan, sehingga pengalaman itu menjadi miliknya yang akan melekat dalam dirinya. 9) Belajar bagi orang dewasa bersifat unik. Proses belajar dikatakan unik karena setiap orang dewasa memiliki cara sendiri-sendiri untuk memperoleh pengetahuan. 10) Mungkin terjadi komunikasi timbal balik. Komunikasi timbal balik yang dimaksudkan adalah, terjadi dialog interaktif antara pembimbing dengan peserta didik. 11) Belajar adalah proses emosional dan intelektual sekaligus. Maksudnya bahwa belajar itu menuju perubahan tingkah laku serta memperoleh ketrampilan dan pengetahuan secara langsung dan berasamaan.
31
2) Maksud Pendidikan Orang Dewasa Maksud pendidikan bagi orang dewasa adalah sebagai pembinaan dan pengembangan potensi yang melekat pada diri manusia, yaitu potensi fisik, proses berfikir, kepekaan akan rasa, menguatkan kreatifitas (cipta), mengembangkan perilaku yang baik. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dapat dipergunakan dalam tugas keprofesian dan tugas hidup bermasyarakat, (Suprijanto, 2009). 3. Pengertian Pedagogik Pedagogik merupakan ilmu yang membahas pendidikan anak atau ilmu pendidikan anak. Pedagogik adalah ilmu pendidikan yang dibutuhkan guru, tentunya guru mengajar terhadap anak-anak yang belum
dewasa.
Tugas
guru
bukan
hanya
mengajar
untuk
mennyampaikan atau mentrasformasikan ilmu pengetahuan kepada anak di sekolah, melainkan guru juga bertugas mengembangkan kepribadian
anak
secara
terpadu.
Sehingga
anak
memiliki
pengetahuan, keterampilan, serta sikap pribadi yang baik, untuk menghadapi segala permasalahan hidupnya. Pengertian pedagogik menurut Langeveld dalam Suprijanto (2009:2) bahwa yang dimaksud dengan pedagogik adalah: “ilmu mendidik, lebih menitik beratkan kepada pemikiran, perenungan pendidikan. Suatu pemikiran bagaimana kita membimbing anak, mendidik anak.”
32
Pendapat tersebut mengandung arti bahwa pengertian pedagogik adalah ilmu mendidik tentang bagaimana cara membimbing anak atau mendidik anak. Sedangkan mendidik sendiri memiliki arti tersendiri, sebagaimana yang dikemukakan Brojonegoro dalam Suprijanto (2009:3) bahwa: “mendidik berarti memberi tuntunan kepada manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti rohani dan jasmani.” Kemudian menurut Dewantara dalam Suprijanto (2009:3) berpendapat bahwa mendidik adalah: “menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.” Menurut kedua pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang disebut mendidik adalah memberikan bimbingan kepada anak yang belum dewasa agar mencapai perkembangan dan pertumbuhan kearah kedewasaan secara lahir dan batin, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Arti pendidikan sendiri adalah suatu proses pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir, Suprijanto (2009). Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam Supriyanto (2009:5) menyatakan:
33
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa, dan negara”. Kesimpulan pengertian pendidikan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tersebut bahwa yang dimaksud pendidikan adalah mewujudkan suasana pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya yang meliputi potensi spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya untuk hidup bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara. 1) Pengertian Anak Didik Pengertian anak didik, anak didik adalah seorang anak yang
sedang
berkembang,
memiliki
potensi,
untuk
mengembangkan potensinya itu seorang anak memerlukan bimbingan agar dapat menjadi manusia yang lebih dewasa (Sadulloh:2011). Menurut Tritaharja dalam Sadulloh (2011:135) ada 4 karakteristik anak didik yaitu: “Untuk mengembangkan kearah kedewasaan anak ada 4 karakteristik yang dimaksudkan yaitu: a) individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan makhluk yang unik. Anak dari lahir memiliki potensi-potensi yang ingin dikembangkan diaktualisasikan. Untuk mengatualisasikannya membutuhkan bantuan dan bimbingan dari pendidik; b) individu yang sedang berkembang sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan, manusia berada dalam proses perkembangan, dan proses
34
melalui suatu rangkaian bertahap, melalui fase tetentu, di mana pada setiap tahap (fase) perkembangan memiliki sifat khusus. Perbedaan perkembangan tersebut harus dipahami oleh pendidik pada tiap fasenya, sehingga atas dasar itu pendidikan dapat mengatur kondisi dan strategi yang relevan dengan kebutuhan anak didik; c) individu yang membutuhkan bimbingan individual dan manusiawi. Dalam proses perkembangannya anak didik membutuhkan bantuan dan bimbingan. Sepanjang anak belum dewasa, ia membutuhkan bantuan dan menggantungkan diri kepada orang dewasa.…; dan d) individu memiliki kemampuan untuk mandiri.Anak didik dalam perkembangannya memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan. Pada diri anak ada kecenderungan untuk mendekatkan diri , sehingga menimbulkan kewajiban bagi pendidik untuk secara bertahap member kebebasan dan pada akhirnya pendidik mengundurkan diri dari usaha member bantuan kepada anak, apabila anak benar-benar telah mandiri. …”. Pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristik anak adalah: Pertama anak sebagai individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan makhluk yang unik. Anak dari lahir memiliki potensi-potensi diaktualisasikan.
yang Ke
ingin dua
sebagai
dikembangkan individu
atau
mengalami
perkembngan sejak mulai dari dalam kandungan dan melalui fase-fase tertentu, sehingga memiliki potensi masing-masing, oleh sebab itu pendidikan berdasarkan atas perbedaan tersebut . Ke tiga individu yang membutuhkan bimbingan individual dan manusiawi. Dalam proses perkembangannya anak didik membutuhkan bantuan dan bimbingan dari orang dewasa. Ke empat individu memiliki kemampuan untuk mandiri. Anak
35
didik dalam perkembangannya memiliki kemampuan untuk berkembang kearah kedewasaan 2) Ciri-Ciri Anak Didik Menurut
Suardi
dalam
Sadulloh
(2011)
mengungkapkan ciri-ciri anak didik, bahwa anak sejak lahir dalam keadaan tidak berdaya atau lemah. Untuk dapat bergerak memerlukan beberapa tahapan dan pertolongan orang dewasa, kelemahan dan ketidak berdayaan makin lama makin hilang berkat bantuan orang tuanya. Proses bantuan dan bimbingan ini disebut pendidikan. Pendidik harus mengetahui kapan saatnya memberikan pendidikan dan kapan saatnya memberhentikan, karena apabila terus-menerus bimbingan diberikan akan berakibat kurang baik bagi anak didik itu sendiri. Anak didik akan mengalami kurang percaya diri dalam menghadapi permasalahan. Anak didik adalah makhluk yang ingin berkembang, suatu contoh bahwa mereka ingin berkembang: bahwa kelemahan dan ketidakberdayaan saat bayi berangsur-angsur akan hilang dan ini menjadi motor yang sangat penting sehingga
ia
ingin
ketidakberdayaan
berkembang.
inilah
Kelemahan
dan
yang menjadi alasan untuk
berkembang dan ingin mengetahui hal-hal yang berada di luar dirinya. Pendidik harus menyadari hal ini bahwa setiap peserta
36
didik ingin mengetahui banyak hal, pada tahap ini memang ternyata bahwa semua individu itu memiliki potensi untuk berkembang. Ciri yang berikutnya dari seorang anak didik adalah ingin menjadi diri sendiri, hal ini sangat penting apabila seorang pendidik tidak mengajarkan atau mendidik agar anak didiknya nantinya menjadi diri sendiri. Mengapa harus seperti itu? Karena apabila anak didik tidak dibentuk menjadi diri sendiri nantinya akan menjadi manusia yang selalu mengikuti kehendak orang lain, tidak mempunyai kemauan yang kuat, tidak mempunyai daya juang untuk meraih cita-cita. 4. Perbedaan antara Pendidikan dan Pelatihan Bila
dikaji
lebih
dalam
pendidikan
dengan
pelatihan
sebenarnya saling menunjang satu dengan yang lainnya. Sehubungan dengan kontek keperluan penulisan tesis ini mengungkap tentang pelatihan maka untuk menghindari kesalahan penafsiran mengenai arti dan lain sebagainya maka penulis sampaikan perbedaan antara pendidikan dan pelatihan sebagai berikut:
37
Tabel 2.1 Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan NO
PENDIDIKAN
PELATIHAN
1 Umumnya berkaitan dengan mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi 2 Orientasi atau penekanannya pada pengembangan kemampuan umum
Berkaitan dengan peningkatan atau keterampilan pegawai yang sudah menduduki suatu pekerjaan atau tugas tertentu Orientasi atau penekanannya pada tugas yang harus dilaksanakan (job orientation)
3 Waktu penyelenggaraan lebih lama 4 Tenaga pendidiknya lebih banyak 5 Umumnya peserta belum bekerja 6 Umumnya biaya ditanggung oleh peserta 7 Kurikulum standar nasional
Waktu penyelenggaraan relatif pendek Tenaga pendidiknya lebih sedikit Peserta sudah bekerja Biaya ditanggung penyelenggara Kurikulum lokal
pihak
B. Pendidikan dan Latihan Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Profesi Guru 1. Upaya Peningkatan Kualitas Profesi Guru Semangat baru dalam dunia pendidikan di Indonesia untuk mengangkat
profesi
keguruan,
yang
sebelumnya
telah
mendeskripsikan sisi kelemahan guru, ternyata hal tersebut menambah merosotnya mutu pendidikan di Indonesia bila dilihat dari ranking pendidikan di dunia. Oleh karena itu, tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme guru sangat tergantung pada tingkat pendidikan yang ditempuhnya.
Pengembangan
keprofesionalan
guru
dilakukan
berdasarkan pada kebutuhan institusi, kelompok guru, maupun oleh
38
individu
itu
pengembangan
sendiri.
Menurut
keprofesionalan
Danim pada
dalam kontek
Saud
(2010)
institusi
untuk
merangsang, memelihara, serta meningkatkan kualitas staf dalam menghadapi permasalahan organisasi. Apabila dikaitkan dengan deskripsi tersebut di atas maka pendidikan dan latihan memiliki tujuan antara lain: 1. Memenuhi tuntutan lembaga/institusi sehingga dapat memberikan layanan terhadap masyarakat dengan baik. 2. Mengembangkan keahlian sehinga pekerjaan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. 3. Mengembangkan pengetahuan sehingga pekerjaan dapat selesai secara rasional menurut kaidah yang berlaku secara umum. 4. Mengembangkan sikap kearah yang lebih maju. 2. Prinsip-Prinsip Pelatihan Pelatihan adalah bagian dari pada pembelajaran, oleh karena itu prinsip pelatihan perlu dirumuskan agar pelatihan dapat berhasil. Menurut Kamil, (2010:11) ada 12 prinsip umum dalam pelatihan yaitu: a) prinsip perbedaan individu, b) prinsip motivasi, c) prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih, d) prinsip belajar, e) prinsip partisipasi aktif, f) focus pada batasan materi, g) prinsip diagnosis dan koreksi, h) prinsip pembagian waktu, i) prinsip keseriusan, j) prinsip kerjasama, k) prinsip metoda pelatihan, dan l) prinsip hubungan pelatih dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata. Apabila diuraikan satu-persatu prisip-prinsip terbut adalah:
39
a) Prinsip perbedaan individu. Dalam penyelenggaraan pelatihan harus memperhatikan perbedaan individu baik perbedaan sosial, pendidikan, bakat, minat, pengalaman, maupun kepribadian. b) Prinsip motivasi. Untuk meningkatkan agar peserta pelatihan mau belajar dengan sungguh-sungguh perlu adanya motivasi dari unsur pemangku
kepentingan.
Tentunya
dengan
bertambahnya
pengetahuan dan keterampilan akan meningkatkan kesejahteraan nantinya. c) Prinsip pemilihan dan pelatihan para pelatih. Keberhasilan pelatihan juga ditentukan oleh seorang pelatih, bahwa pelatih yang menguasai suatu keahlian dan memiliki kemampuan tehnik menyampaikan materi berpengaruh terhadap pencapaian tujuan pula. d) Prinsip belajar. Pembelajaran ada yang dimulai dari apa yang dikuasai oleh warga belajar, atau dimulai dari yang lebih sederhana menuju ke hal yang kompleks. e) Prinsip partisipasi aktif. Untuk mencapai hasil pelatihan harus dapat membangun aktifitas yang dilatih terlibat secara aktif. f) Fokus pada batasan materi. Pelatihan hanya difokuskan pada penguasaan salah-satu bidang keterampilan saja, bukan untuk penguasaan pengetahuan serta sikap secara menyeluruh.
40
g) Prinsip diagnosis dan koreksi. Pelatihan dilaksanakan untuk menegakkan
diagnostik
permasalahan
di
lapangan
untuk
mengoreksi kesalahan atau belum maksimalnya pekerjaan. h) Prinsip pembagian waktu. Pelatihan diselenggarakan menganut efektifitas waktu, sehingga pelatihan dilakukan secara singkat. i) Prinsip keseriusan.
Pelatihan
harus
dilaksanakan
dengan
sungguh-sungguh, bukan hanya sekedar kegiatan sambilan sehingga dilakukan dengan seenaknya. j) Prinsip kerjasama. Pelatihan akan berhasil dengan baik apabila kerjasama antar semua unsur dapat terbina dengan baik. k) Prinsip metoda pelatihan. Metode pelatihan harus bervariasi karena tidak ada satu metode yang paling baik dalam penyampaian materi pelatihan. Untuk itu harus dipilih metode yang cocok, dan tentunya lebih dari satu metode. l)
Prinsip hubungan pelatih dengan pekerjaan atau dengan kehidupan nyata. Prinsip ini berkenaan dengan kehidupan nyata di masyarakat sehingga pelatihan diselenggarakan atas kebutuhan di lapangan.
3. Macam- Macam Pelatihan Bagi Guru Pelatihan yang berhubungan dengan tugas guru di lapangan tentunya banyak sekali, menyangkut tentang proses pembelajaran, pembuatan program pembelajaran, bidang studi yang harus dikuasai oleh guru, macam-macam keteampilan/vokasional, Menurut Allison
41
and Arwady
dalam Kamil (on line) http://file.upi.edu, (2010)
mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan model pelatihan adalah: “Suatu model pelatihan dianggap efektif manakala mampu dilandasi kurikulum, pendekatan dan strategi yang sesuai dengan kebutuhan belajar sasaran didik dan permasalahan-permasalahan yang terjadi di tengah-tengahnya. Untuk itu diperlukan persyaratan khusus dalam membangun sebuah model pelatihan yang efektif dan efesien. Persyaratan tersebut diantaranya adalah kebutuhan belajar peserta pelatihan (sasaran didik, warga belajar dll.) istilah tersebut dalam dunia pendidikan luar sekolah dikenal dengan TNA (Training Needs Assessment), SMA (Subject Matter Analysis) dan ATD (Approaches to Training and Development). Pengertian tersebut mengemukakan bahwa suatu model pelatihan dianggap efektif apalila dilandasi oleh kurikulum pelatihan, menggunakan
pendekatan
yang
cocok,
rancangan
strategi
pembelajaran, penentuan perseta pelatihan, dan permasalahan yang aktual. Untuk itu diperlukan asesmen tentang kebutuhan pelatihan analisa sasaran pokok, menentukan pendekatan dalam pelatihan. Banyak
cara
yang dapat dilakukan
oleh
guru untuk
pengembangan diri, dapat dilakukan secara perorangan maupun kelompok, atau dalam suatu sistem yang diatur oleh lembaga. Menurut Mulyasa dalam Saud (2010:102) menyatakan bahwa: “pengembangan guru dapat dialakukan dengan cara on the job taraining dan in service training”. Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa pembinaan guru agar dapat berkembang potensinya dapat dilakukan dengan cara on the job taraining dan in service training atau dilakukan pada lingkungan kerja sendiri. Sedangkan menurut Castetter dalam Saud
42
(2010:102) menyatakan pengembangan profesi guru dapat dilakukan melalui lima model pengembangan yaitu: “Individual guided staff development (pengembangan guru yang dipandu secara individual). Para guru dapat menilai kebutuhan belajar mereka dan mampu belajar aktif serta mengarahkan diri sendiri. Para guru harus dimotivasi saat menyeleksi tujuan belajar berdasar penilaian personil dari kebutuhan mereka. Observation/assessment (observasi atau penilaian). Observasi dan penilaian dari instruksi, menyediakan guru dengan data yang dapat direfleksikan dan dianalisis umtuk tujuan peningkatan belajar siswa. Refleksi guru pada praktiknya dapat ditingkatkan observasi lainnya. Involvement in a development/Improvement process (keterlibatan dalam suatu proses pengembangan/peningkatan). Pembelajaran orang dewasa lebih efektif ketika mereka perlu untuk mengetahui atau memecahkan suatu masalah. Guru perlu untuk memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui keterlibatan pada proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum. Training (pelatihan). Ada teknik-teknik dan perilaku-perilaku yang pantas untuk ditiru guru dalam kelas. Guru-guru dapat merubah perilaku mereka dan belajar meniru perilaku. Inquiri (pemeriksaan). Pengembangan profesional adalah studi kerjasama oleh para guru sendiri untuk permasalahan dan isu yang timbul dari usaha untuk membuat praktik mereka konsisten dengan nilai-nilai bidang pendidikan”. Pengertian tersebut dapat peneliti simpulkan bahwa yang dimaksud dengan model pengembangan pofesi guru ada lima yaitu antara lain: a. Pengembangan guru yang dipandu secara individual, yaitu untuk pengembangan diri ini para guru aktif mengarahkan dirinya sendiri, motivasi yang diperlukan berdasarkan kebutuhan oleh guru itu sendiri. b. Observasi atau penilaian, yang dimaksud pada pengertian ini adalah pengembangan guru melalui observasi diri atau penilaian diri yang
43
dijadikan refleksi, kemudian dijadikan sebagai bahan peningkatan belajar siswa. c. Keterlibatan dalam suatu proses pengembangan/peningkatan, yaitu suatu model pengembangan guru dengan melibatkan secara aktif dalam proses peningkatan sekolah atau pengembangan kurikulum. d. Pelatihan, yaitu suatu model pengembangan dengan memberikan contoh perbuatan, keterampilan, atau perilaku yang perlu dicontoh oleh guru sehingga dapat diterapkan di dalam kelas. e. Pemeriksaan, yaitu suatu model pengembangan guru dengan cara bekerja sama antar guru sendiri untuk saling berbagi pendapat / berbagi pengetahuan untuk meningkatkan kinerja mereka. Kelima model pengembangan guru tersebut kemudian yang paling banyak diklakukan oleh lembaga pendidikan adalah model pelatihan “training”. Untuk pengembangan guru di lingkungan pendidikan dalam rangka pengembangan kemampuan profesional guru adalah dengan melakukan penataran (in service training), baik dalam rangka penyegaran ataupun peningkatan kemampuan (up grading). Cara yang dilakukan dapat melalui: on the job training, workshop, seminar, diskusi panel, rapat-rapat, simposium, konferensi dan sebagainya.
44
C. Pelatihan Untuk Mengembangkan Layanan Pendidikan Kebutuhan Khusus Berbagai macam pelatihan untuk mengembangkan layanan pendidikan berkebutuhan khusus, dari mulai layanan pembelajaran secara akademik, pengembangan diri, dan layanan kebutuhan khusus bagi peserta didik. Dalam bab ini peneliti memfokuskan materi pelatihan yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini, yaitu materi pelatihan tentang asesmen. Ruang lingkup materi pelatihan ini dalah pengertian asesmen secara umum dan asesmen pra membaca. 1. Pengertian Asesmen Pengertian asesmen menurut Lerner, dalam Mulyono, (2003 :46), bahwa: “a. Asesmen adalah proses yang sistematis dalam mengumpulkan data seorang anak. b. Asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut”. Menurut pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan asesmen adalah upaya pengumpulan data atau informasi seorang anak yang dipergunakan untuk membuat keputusan terhadap anak tersebut. Menurut Herman at.all dalam Mulyono (1995:3) bahwa yang dimaksud dengan asesmen adalah: “suatu proses atau upaya formal mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan variabel-variabel prnting pembelajaran
45
sebagai bahan dalam mengambil keputusan oleh guru untuk memperbaiki proses dan hasil belajar siswa”. Dengan mengkaji pendapat tersebut di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa yang disebut dengan asesmen adalah upaya formal yang sistematis dilakukan oleh guru untuk menghimpun informasi berkaitan dengan variabal-variabel dalam pembelajaran sebagai bahan pengambil keputusan untuk memperbaiki proses belajar. Dalam konteks pendidikan asesmen berfungsi untuk melihat kemampuan dan kesulitan yang dihadapi seseorang saat itu, sebagai bahan untuk untuk menentukan apa yang sesungguhnya dibutuhkan Berdasarkan informasi hasil asesmen seorang guru akan dapat menyusun program pembelajaran yang bersifat realistis sesuai dengan kenyataan obyektif dari anak tersebut. Sebagai contoh dari hasil assesmen diperoleh informasi bahwa anak itu mengalami kesulitan dalam hal belajar matematika. Dalam hal ini seorang guru tidak diharapkan dengan mudah member label bahwa anak itu diskalkuli. Tetapi selanjutnya guru segera menyusun instrumen asesmen untuk menemukan hal-hal yang sangat spesifik berkaitan dengan masalah dalam belajar matematika tersebut. Dengan demikian program pendidikan didasarkan kepada kebutuhan, dan bukan berdasar program secara klasikal. Asesmen adalah sebuah aktivitas pengumpulan informasi, tujuannya ialah untuk menyediakan berbagai jawaban atas pertanyaanpertanyaan edukasional yang cukup penting, apakah yang berkaitan
46
dengan identifikasi serta penempatan, perencanaan pembelajaran, atau pengawasan kemajuan siswa serta keefektivan suatu program. Proses asesmen diawali dengan perencanaan yang teliti dan langkah-langkah persiapan dan yang paling penting adalah pemilihan alat-alat yang tepat. Sejumlah alat dipilih untuk asesmen yang akan mempengaruhi keberhasilan proses pengumpulan data. Asesmen yang tidak akurat akan menghasilkan informasi yang kurang tepat dan informasi yang secara potensial cukup berbahaya; alat-alat yang tidak tepat bahkan jika hasilnya cukup akurat, maka dalam penyediakan jenis informasi yang dibutuhkan untuk membantu pengambilan keputusan pendidikan juga kurang tepat. Ketepatan dari sebuah alat asesmen tergantung pada konteks di mana alat ini akan dipergunakan. Kualitas asesmen yang kurang baik akan menghasilkan hasil-hasil yang tidak akurat dan tidak pernah tepat, sebagian besar alat asesmen menyediakan informasi yang bermanfaat bagi sejumlah tujuan, bagi sejumlah siswa, pada sejumlah situasi. Dalam memutuskan manfaat dari sebuah asesmen atau strategi, para guru pertama-tama harus menjamin kelayakan tekniknya, baru kemudian menentukan nilainya bagi aktivitas asesmen tertentu. 2. Manfaat Asesmen Manfaat suatu hasil asesmen, secara spesifik untuk evaluasi serta penempatan peserta didik berkebutuhan khusus pada program pendidikan khusus. Fokus pada penggunaan informasi asesmen untuk
47
keputusan-keputusan mengenai identifikasi serta untuk layanan-layanan pendidikan khusus. Informasi ini
berimplikasi terhadap keputusan-keputusan
pembelajaran jangka panjang seperti keputusan-keputusan yang diasosiasikan
dengan
rancangan
diindividualisasikan (PPI).
Program
Pendidikan
yang
Bagaimanapun juga, aturan-aturan tidak
berupaya untuk membuat peraturan asesmen kelas serta keputusankeputusan pembelajaran sehari-hari yang dihadapi oleh para guru. Tetapi asesmen tidak memperbolehkan adanya diskriminasi, alat-alat asesmen harus bebas dari ras
serta budaya.
Sejumlah tes serta
prosedur-prosedur lainnya harus dipilih berdasarkan hal tersebut, dan ketelitian serta kehati-hatian harus dilakukan untuk mencegah instruksi yang bias pada waktu pelaksanaan tes. Jika seorang peserta didik yang berbahasa asing/bahasa daerah selain Bahasa Indonesia, maka harus diupayakan untuk menyediakan alat-alat asesmen yang sesuai dengan bahasa yang dipergunakan oleh peserta didik. Hal ini tidak hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang berbicara di luar Bahasa Indonesia namun juga bagi mereka yang cara komunikasinya tidak mempergunakan bahasa lisan atau bahasa isyarat. Misalnya, jika peserta didik yang mengalami gangguan pendengaran melakukan komunikasi lewat bahasa isyarat, maka asesmennya juga harus dilakukan dengan bahasa isyarat.
48
Alat-alat
asesmen
tidak
boleh
melakukan
pembedaan
berdasarkan kondisi keterbatasan. Kecuali kalau tujuan asesmen ialah untuk mempelajari masalah kecacatan, sejumlah tes serta prosedurprosedur lainnya harus menghindari persoalan peserta didik. Misalnya, jika tujuan asesmen ialah untuk mempelajari pencapaian atau prestasi dalam hal membaca, seorang peserta didik yang mengalami gangguan kemampuan motorik tidak harus dituntut untuk menulis jawabannya. Asesmen harus bersifat komprehensif yang tidak mengabaikan satu aspek saja, sejumlah sumber harus dikonsultasikan untuk mendapatkan informasi tentang seorang peserta didik. Baik tentang kesehatan, penglihatan, pendengaran, status sosial serta status emosional, kecerdasan umum, kemampuan akademik, kemampuan komunikasi serta kemampuan motorik mungkin perlu dipertimbangkan. Jika bidang-bidang kebutuhan potensial tersebut dianggap cukup penting bagi siswa yang tengah dinilai. Asesmen juga harus bersifat multidisipliner. Tim harus terdiri dari para profesional yang mewakili beberapa bidang disiplin ilmu, termasuk sekurang-kurangnya seseorang yang banyak mengetahui tentang keterbatasan (cacatan) yang diduga diderita oleh seorang siswa. Alat-alat asesmen harus merupakan alat penilaian yang baik yang telah divalidasi untuk tujuan yang spesifik di mana alat-alat tersebut akan dipergunakan. Alat-alat tersebut harus memiliki kualitas teknis yang cukup untuk menjamin serta memastikan hasil-hasil yang
49
akurat. Jika tujuannya untuk mempelajari pencapaian keterampilan membaca, maka instrumen yang dipilih harus merupakan penilaian pencapaian membaca yang cukup valid. Asesmen juga harus dilakukan oleh para profesional yang terlatih.
Aturan-aturan pelaksanaan, penilaian serta aturan-aturan
interpretasi yang selanjutnya disusun dalam manual asesmen, harus dilakukan secara cermat dan seksama. 3. Asesmen bagi Guru Para guru mempergunakan teknik asesmen informal setiap hari saat mereka mengobservasi perilaku dari seorang peserta didik di dalam kelas. Atau menilai tugas atau karya seorang peserta didik atau mewawancarai seorang peserta didik, untuk menemukan sebuah pola kesalahan atau mewawancarai seorang peserta didik tentang sejumlah prosedur yang telah dipergunakan. Keuntungan utama dari teknik asesmen informal ialah untuk menyesuaikan program pengajaran dengan kebutuhan belajar peserta didik. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan biro scholastic.com (1996): “The assessment used needs to match the purpose of assessing. Formal or standardized measures should be used to assess overall achievement, to compare a student's performance with others at their age or grade, or to identify comparable strengths and weaknesses with peers. Informal assessments sometimes referred to as criterion referenced measures or performance based measures, should be used to inform instruction.The most effective teaching is based on identifying performance objectives, instructing according to these objectives, and then assessing these performance objectives. Moreover, for any objectives not attained, intervention activities to re-teach these objectives are necessary”.
50
Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah bahwa asesmen informal yang dirujuk untuk menilai kinerja serta digunakan untuk sebuah instruksi dalam pengajaran yang efektif
berdasarkan atas
tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Teknik-teknik tersebut menyediakan informasi tentang tingkat gambaran terbaru peserta didik, membantu dalam pemilihan tujuantujuan pembelajaran, memperlihatkan atas modifikasi pembelajaran, mendokumentasikan kemajuan peserta didik, serta menyarankan arah untuk asesmen lebih lanjut. Dan sesmen menganjurkan terfokus pada kemampuan peserta didik yang berfungsi sebagai pengujian terstruktur, penilaian-penilaian informal sangat mendekati kondisi peserta didik di dalam kelas. Manfaat asesmen informal tidak hanya untuk mengevaluasi keberadaan peserta didik namun juga untuk mempelajari seting-seting pembelajaran serta tugas-tugas pembelajaran.
Serta diperbolehkan
menggunakan pendekatan lingkungan terhadap studi kebutuhan khusus. Sejumlah alat atau instrumen dirancang untuk menjelaskan kondisi terkini, bukan untuk memprediksi gambaran/keadaan di masa yang akan datang.
Dengan asesmen informal, keberadaan peserta
didik dikaitkan dengan persoalan pembelajaran seperti dengan rangkaian
tugas-tugas
pembelajaran
dalam
kurikulum
sekolah.
Sebagian besar alat atau instrumen informal tidak distandarisasikan, dan sedikit
diantaranya menyediakan informasi tentang reliabilitas
51
serta validitas.
Jika para guru merancang asesmen informal untuk
digunakan di dalam kelas mereka, harus ada informasi tentang kualitas pengukuran secara ilmiah yang tersedia, kecuali jika informasi tersebut dikumpulkan oleh guru itu sendiri. 4. Kreteria untuk Memilih Alat-Alat Asesmen Untuk menyusun sejumlah atau serangkaian prosedur untuk mencegah pelaksanaan penilaian serta penempatan yang tidak tepat maka perlu adanya efektifitas sebuah asesmen. Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat beberapa penulis dalam tulisannya yang berjudul
efficiency and effectivess in assessment antara lain:
McLoughlin dan Lewis (1986):
“one purpose of the education for all handicapped children act of 1975, was the establishment of set procedures to guard agains inappropriate assessment and placement practices. as table suggests,this law provides safeguards to prevent reoccurrence of pass abuses. Although appropriate assessment procedures are mandated, it's regulations, and the state laws resulting from it, actual practice may fall short of intended goals. However, special education laws do attempt to describe an exemplary system for assessment of handicapped students”. Dari pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk
menjaga penilaian yang tidak tepat dan untuk mencegah terulangnya kesalahan untuk itu dibuatkan suatu peraturan pendidikan berkebutuhan khusus sebagai gambaran keteladanan dalam asesmen terhadap peserta didik berkebutuhan khusus. Menurut Hornby & Laing (2003) dalam artikel Assessment Survey Report No 1: Efficiency and Effectivitness in Assessment, http://www4.rgu.ac.uk/files sebagai berikut:
52
“efficiency and effectivess in assessment. To be useful and to satisfy the criteria for being “good”, assessment methods must be both effective and efficient. Thus in evaluating various assessment methods some key questions need to be addressed. These can be listed below under two broad sets of criteria (a) Educational Effectiveness Criteria and (b) Management and Resources Efficiency Criteria”. Kesimpulan dari pendapat Hornby & Laing
untuk
menciptakan suatu alat asesmen yang efektif dan efisien dalam rangka memenuhi kreteria yang baik perlu adanya pertanyaan kunci yang tepat, kata kunci itu terletak pada efektivitas pendidikan dan ketenagaan yang efisien. Sebuah alat yang efisien akan menghasilkan informasi yang dibutuhkan dengan membutuhkan waktu serta upaya yang minimum. Pelaksanaan, persiapan yang dilakukan oleh seorang penguji, penilaian terhadap hasil-hasil asesmen, serta interpretasi data semuanya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan. Kemudahan dalam penggunaan juga akan mempengaruhi efisiensi; semakin sulit sebuah prosedur biasanya akan menghabiskan lebih banyak waktu dan memiliki kemungkinan kekeliruan yang lebih besar.
Sejumlah asesmen dianggap efektif dan efisien jika hasil-
hasilnya sangat menghargai waktu serta upaya pesert didik oleh para guru. Jika tidak ada penilaian yang tepat untuk sebuah tugas asesmen untuk menghasilkan sebuah alat yang cukup komprehensif dalam mengumpulkan informasi yang dibutuhkan, atau sebuah instrumen dan strategi pengumpulan data yang dapat dimodifikasi agar sesuai dengan
53
tujuan asesmen dan karakteristik peserta didik, maka pembuatan program pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 5. Observasi, Analisis Kerja, dan Analisis Tugas Dasar yang dipergunakan untuk asesmen adalah menggunakan teknik observasi, analisa kerja, dan analisa tugas, jadi seseorang yang akan melakukan asesmen terhadap peserta didik harus menguasai teknik tersebut. Seperti pendapat McLoughlin dan lewis (1986:89) adalah sebagai berikut: “These are fundamental assessment strategies basic to all types of assessment. Skill in the use of these procedures is critical for any assessment professional. These techniques allow the direct examination of student behaviors, tasks, and settings without the introduction of test tasks. They are more important tools for gathering assessment information in the classroom, where they olso serve as instructional tools”. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa observasi, analisis kerja, dan analisis tugas merupakan strategi asesmen yang mendasar. Untuk itu bagi setiap profesional dalam asesmen harus menguasai teknik tersebut. Di samping itu juga berfungsi sebagai pengumpulan informasi dalam penilaian di kelas. Teknik-teknik tersebut memungkinkan dilakukannya asesmen langsung terhadap perilaku peserta didik, tugas, serta performen siswa tanpa meberikan tugas-tugas tes. Teknik-teknik tersebut merupakan alat yang cukup penting untuk mengumpulkan informasi asesmen di dalam kelas. 6. Observasi dalam Asesmen
54
Para guru mempergunakan teknik observasi sebagai cara mengumpulkan informasi yang hasilnya dapat digunakan untuk pembuatan program pembelajaran, atau sebagai bahan pelengkap pengumpulan informasi untuk perbaikan belajar peserta didik. Seperti yang di tuliskan McLoughlin dan lewis tentang observasi (1986:89) adalah sebagai berikut: “systematic observation techniques assist the teacher to specify, record, and analyze student behaviors. in the most basic type observation, the teacher simply observes and record all the behaviors a student exhibits during some set time period”. Pendapat tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut bahwa teknik observasi merupakan teknik yang sistematik dalam membantu guru untuk menentukan, merekam, dan menganalisa perilaku siswa. Dalam pengamatan jenis yang paling dasar, guru hanya mengamati dan merekam semua perilaku sebuah aktivitas peserta didik selama beberapa waktu yang ditetapkan oleh guru. Teknik-teknik observasi yang sistematis membantu seorang guru untuk menspesifikasi, mencatat, serta menganalisa perilaku siswa dalam sebagian besar tipe observasi, guru benar-benar mengobservasi serta mencatat seluruh perilaku yang diperlihatkan oleh seorang siswa selama periode waktu tertentu. Selain itu sebuah upaya juga dilakukan untuk identifikasi terhadap setiap kejadian serta setiap konsekuensi dari setiap
perilaku
peserta
didik,
menyediakan
informasi
tentang
bagaimana setiap kegiatan dalam lingkungan mungkin mempengaruhi pelayanan pendidikan bagi peserta didik.
55
Langkah berikutnya dalam merencanakan sebuah observasi ialah menentukan alat.
Sejumlah pertanyaan yang harus dijawab
mencakup: Kapan dan di mana observasi akan dilaksanakan?, Berapa lama periode observasi akan berlangsung dan berapa kali observasi akan dilakukan?, Siapa yang akan bertindak sebagai observer?, Bagaimana data observasional akan dicatat? Para guru juga mempergunakan observasi untuk mempelajari tugas para peserta didik untuk mendapatkan sebuah contoh dari pekerjaan peserta didik misalnya: saat ujian tertulis, sebuah soal essay, sebuah karya seni, atau bahkan sebuah rekaman tanggapan membaca lisan atau diskusi yang dilakukan di dalam kelas kemudian menganalisanya untuk menentukan keberhasilan serta bidang di mana peserta didik mungkin memerlukan bantuan. 7. Pencatatan Hasil Asesmen Pencatatan asesmen informal terhadap potensi peserta didik dalam bidang kemampuan di sekolah sebagai bahan perbandingannya adalah kurikulum. Pencatatan merupakan sebuah alat penyaringan yang tidak bermaksud untuk mengasesmen penguasaan setiap fakta, konsep serta sub kemampuan dalam sebuah bidang tertentu. Karena asesmen hanya menilai kemampuan-kemampuan yang sesuai (representative), maka sebagai contohnya sebuah pencatatan berbahasa mungkin menyajikan beberapa fakta persoalan meskipun tidak semuanya, beberapa fakta pra membaca serta membaca awal serta fakta membaca
56
lanjut.
Tujuannya ialah untuk mengidentifikasi pada kemampuan
secara umum peserta didik dalam bidang kurikulum. Pencatatan mungkin dibuat oleh seorang guru dan guru-guru harus memahami langkah-langkah yang tercakup dalam perancangan sebuah pencatatan sehingga sebuah asesmen dapat dibuat, jika sebuah asesmen yang tepat belum tersedia.
Proses pencatan dari asesmen
selanjutnya dipergunakan untuk membuat laporan yang sebelumnya data disimpulkan dan diinterpetasikan. 8. Iterpretasi, Laporan, dan Menggunakan Data Asesmen
Tahap selanjutnya dalam asesmen adalah menganalisis dan melaporkan hasil dari keseluruhan asesmen, dalam hal ini adalah keperluan dari asesmen itu sendiri. Langkahnya melalui proses identifikasi siswa terhadap kesulitan belajarnya, melanjutkan proses pengalihtanganan bila diperlukan tenaga ahli lain untuk mendapatkan data atau penangan khusus, merancangan sebuah Program Pengajaran Individual
(PPI),
pengadministrasian
hasil
asesmen,
dan
menginterprestasikan tentang prosesdur asesmen peserta didik. Proses asesmen diarahkan oleh sebuah kumpulan pertanyaan asesmen, sebelum pelayanan pendidikan khusus diberikan kepada peserta didik, tentang: masalah pembelajaran di sekolah, hubungan dengan kondisi peserta didik, dan kebutuhan pendidikan setiap peserta didik.
57
Melalui proses dari bagian-bagian tersebut di atas informasi dan prosedur tersebut untuk memenuhi program pembelajaran. Pertanyaanpertanyaan dalam asesmen harus memuat dan melaporkan serta interpretasi hasilnya harus sesuai tujuan, dan dapat digunakan sebagai: menyusun kebutuhan akan pendidikan seperti: program tahunan, obyek pembelajaran, dan layanan pendidikan khusus dan layanan-layanan yang terkait serta kebutuhan yang diperlukan dalam program pembelajaran. 9. Pelaporan Hasil Asesmen Interpretasi dan pelaporan hasil asesmen dipandu oleh sebuah kumpulan prinsip dasar seperti dibuatkan sebuah format yang terstruktur. Ketika menganalisis dan melaporkan hasil asesmen, guru harus mengingat bahwa alasan untuk membuat rujukan
adalah
menjawab pertanyaan yang ada dalam pertanyaan asesmen. Interpretasi dan laporannya sebaiknya berupa tulisan, dan guru harus memprosesnya di dalam sebuah urutan yang baik untuk memberikan sebuah gambaran dari masalah-masalah yang dihadapi oleh peserta didik khususnya dalam belajar. Komponen-komponen laporan hasil asesmen antara lain: a. Identifikasi data.
Mengidentifikasi informasi adalah sesuatu yang pokok dan harus jelas serta menyeluruh. Data itu menyangkut:
58
1)
Peserta didik Nama, alamat, dan nomor telepon. Usia, Tempat/tanggal lahir, Jenis kelamin, nama orang tua, alamat.
2)
Alamat Sekolah Jenjang pendidikan, kelas, nama sekolah, alamat sekolah, nomor telepon sekolah, dan nama kepala sekolah, nama guru,
tanggal
pengujian, tanggal pelaporan, nama tim penguji.
3)
Rujukan Hasil Asesmen. Hasil asesmen peserta didik dirujuk kepada pembuatan program pendidikan karena untuk keperluan peserta didik itu sendiri. Atau alasannya melibatkan masalah pembelajaran misalnya tentang membaca, menulis, atau berbicara. Para guru, orang tua, dan pihak lainnya dapat juga terlibat terhadap dalam layanan terhadap peserta didik yang memerlukan penanganan secara bersama-sama atau berkesinambungan. Laporan harus ditanda tangani tim asesmen.
b. Latar belakang peserta didik Pada bagian ini menerangkan semua informasi tentang latar belakang kesehatan, pendidikan, dan perilaku sosial peserta didik. Gunanya untuk melaporkan secara singkat, laporan data yang signifikan dan spesifik. Laporan data ini dilakukan sebelum asesmen dimulai untuk menghindari salah pengarahan. Selain itu untuk menghindari pembuatan asesmen atau interpretasi informasi yang salah.
59
c. Observasi Pengamatan perilaku siswa selama asesmen dapat menjadi data yang sangat relevan. Seorang peserta didik bisa saja diketahui bahwa dia mengalami gangguan perhatian, ragu-ragu, suka memaksa teman, suka bertanya, dan lain sebagainya.
Perilaku-perilaku
tersebut dapat mengindikasikan strategi belajar sebagaimana respon mereka terhadap pelaksanaan asesmen nantinya. Kecemasan, lelah, kesedihan secara emosional, dan faktor lainnya dapat berakibat dalam hasil asesmen. Komponen esensial tersebut dapat menyediakan latar belakang informasi
dan
kontekstual
yang
dapat
digunakan
untuk
menginterpretasikan data asesmen. d. Penyusunan Laporan Laporan diperlukan dalam pembahasan data asesmen dan informasi lainnya diarahkan oleh panduan-panduan asesmen, yang akan
memfasilitasi
penggabungan
data
pada
keterampilan-
keterampilan yang berbeda dari berbagai sumber sehingga laporan lebih lengkap. e. Kesimpulan dan Rangkuman Setelah menganalisis dan membahas beberapa masalah belajar peserta didik, kemudian menyimpulkan aspek –aspek utama dan
menampilkan
sebuah
pandangan
kekurangan dan kelebihan peserta didik.
terintegrasi
terhadap
60
Bagian ini bukanlah sebuah pengulangan dari semua aspek yang telah dibuat, namun, aspek penting dari kemampuan peserta didikdan ketidakmampuannya harus dimasukkan untuk memberikan arah yang jelas dalam pembuatan rekomendasi. Pertama, berikan tanda-tanda keseluruhan dari tingkat fungsi di semua yang diasesmen, spesifikasikan kekuatan dan kelemahan. Ke dua, laporkan tingkat kemampuan terkini untuk tiap bagian secara terpisah, termasuk kelemahan dan kekuatannya. Ke tiga, sebutkan keterampilan yang sudah dikuasai dan yang belum secara lebih detail. Ke empat, berikan tanda-tanda hubungan yang baik di antara berbagai macam masalah dan efek yang mungkin dari hubungan permasalahan. f. Rekomendasi Asesmen ini adalah awal untuk menentukan kejelasan bagi pelayanan pendidikan khusus atau sebuah asesmen ulang, hasilnya harus ditransformasikan ke dalam rekomendasi. Ada beberapa pertimbaangan yang esensial dalam memberikan rekomendasi yang menghubungkan
dengan
pertanyaan-pertanyaan
asesmen:
kurikulum, pelayanan khusus dan, lingkungan. Adanya korelasi kebutuhan pendidikan, tujuan program tahunan, dan sasaran, maka jenis pendidikan khusus dan pelayanan yang terkait, penempatan pendidikan yang tidak membatasi dan harus sesuai dengan peserta didik.
61
Rekomendasi tersebut dapat dikonseptualisasikan sebagai syarat ketika membuat format PPI, hasil asesmen digunakan untuk membuat: pernyataan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik, merumuskan tujuan pembuatan program tahunan dan sasaran pembelajaran tiap semester, layanan pendidikan yang dibutuhkan, program pendidikan
apabila peserta didik bersekolah di kelas
inklusif, dan jadual untuk proses remedial terhadap peserta didik. 10. Menyiapkan Program Pengajaran Individual (PPI) PPI seharusnya dirancang dalam forum antar unsur sekolah, orang tua siswa, dan dewan sekolah sambil menjelaskan hasil asesmen. Tim perancang PPI harus mencakup seseorang yang mengenal hasil asesmen, informasi dasar PPI harus juga disiapkana dalam laporan asesmen. Beberapa komponen PPI dapat diambil secara langsung dari laporan asesmen, sedangkan aspek lain dari perencanaan diputuskan dari sebuah kombinasi data asesmen dan faktor-faktor lainnya. Tim yang merancang PPI harus memikirkan secara serius pada hal-hal yang spesifik karean data asesmen adalah satu-satunya sumber pengarahan dalam pembuatan program. Tahapan-tahapan berikut mengindikasikan bagaimana caranya untuk membuat elemen-elemen utama dari sebuah PPI dari data penilaian
dan
sumber-sumber
lainnya:
tingkat
kemampuan
pendidikan peserta didik pada saat ini, tujuan pembelajaran tahunan, sasaran program semester, pendidikan khusus yang sesuai dengan
62
peserta didik dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan, alokasi waktu yang cukup, jadual pelajaran, dan evaluasi dan remedial. 11. Tim Diskusi Ketika hasil asesmen dilaporkan dan digunakan untuk merencanakan PPI atau perubahan pembelajaran adalah sebuah tahapan yang penting. Hasil-hasil asesmen harus dibagi dan didiskusikan dengan para guru, para professional yang dibutuhkan, orang tua peserta didik, atau dewan sekolah. Penjelasan dari hasil asesmen harus dilaporkan ke dalam forum diskusi, dan di dalam situasi ini mungkin akan banyak masukan, diupayakan pertemuan ini efektif, agar dalam pembuatan program belajar dapat maksimal. Konsep yang diuraikan tersebut adalah mengenai pengertian asesmen informal secara umum serta teknik melakukan asesmen, pada pembahasan berikut ini adalah konsep asesmen pra membaca sebagai materi pelatihan untuk meningkatkan kemampuan guru. 12. Asesmen Pra Membaca Aspek keterampilan pra membaca terdiri dari dua, yaitu: 1) Kesadaran Linguistik Unsur
kesadaran
linguistik
yang
berpengaruh
dalam
keterampilan membaca seperti: a) Fonem Kesadaran fonem adalah suatu kelompok suara yang sedikit berbeda tetapi semuanya dianggap mempunyai fungsi yang
63
sama
dengan
penutur
bahasa
atau
dialek
yang
bersangkutan. Tautan yang serupa tentang kesadaran fonem diposkan oleh time for learning (2011), Phonemic Awareness, mendifinisikan fonem adalah sebagai berikut: “Phonemic awareness deals with the structure of sounds and words. Phonemic awareness is the understanding that words are made up of sounds which can be assembled in different ways to make different words. Once a child has phonemic awareness, they are aware that sounds are like like building blocks that can be used to build all the different words”. Konsep tersebut menjelaskan bahwasanya persyaratan untuk membaca diperlukan adanya kesadaran hubungan antara fonem dalam kata, kesadaran pendengaran terhadap kata, setelah anak memiliki kesadaran fonem maka anak dapat menggunakannya untuk membuat kata yang lainnya. Kesadaran tersebut juga meliputi bunyi fonem pada kata dan banyaknya bunyi fonem pada kata. b) Morfem ((kesadaran panjang pendek pada kata) Morfem adalah suatu rangkaian suara yang terkecil dari bahasa, dan bahasa merupakan rangkaian dari kata-kata yang terdiri dari satu, dua morfem atau lebih. Seperti uraian Lelly dan Ulman dalam Santrock dalam Wibowo (2008:68): “ Sebagaimana aturan yang mengatur fonem memastikan urutan suara tertentu terjadi, aturan yang mengatur morfem memastikan bahwa serangkaian
64
suara tertentu terjadi dalam urutan tertentu dan sesuai dengan aturan lainnya”. Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah bahwa fonem mengatur urutan suara tertentu dan penyesuaian suara dengan aturan lainnya.
c) Semantik (kesadaran semantik) Semantik berarti makna dari kata atau kalimat, setiap kata mempunyai ciri semantik sendiri. Dalam linguistik, semantik
merupakan
bagian
yang dikhususkan untuk
mempelajari arti, seperti yang melekat pada tingkat kata, frasa, kalimat, dan unit wacana yang lebih luas (teks). d) Sintaksis (kesadaran sintaksis) Pengertian sintaksis menurut Kamus Bahasa Indonesia (Online: 2011) adalah: “pengaturan dan hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar; (2) cabang linguistik tertentu susunan kalimat dan bagiannya; ilmu tata kalimat; (3) sub-sistem bahasa yang mencakup hal tersebut”. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa ilmu sintaksis bahasa itu merupakan rangkaian antara kata dengan kata atau kalimat. 2) Persepsi Visual (Visual Perception) Wikepedia (2011) “persepsi visual adalah kemampuan untuk menginterpretasikan informasi dan sekitarnya dari efek cahaya
65
mencapai mata”. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa pengamatan merupakan proses menanggapi informasi melalui penglihatan. Dalam proses ini melibatkan unsur perhatian, penafsiran, serta penyimpanan didalam memori. Persepsi visual ini sangat berperan penting dalam proses belajar khususnya membaca. Apabila seseorang mengalami gangguan dalam proses persepsi visual ini
maka akan mengalami
hambatan di dalam mengidentivikasi bentuk bidang/ ruang, huruf, dan kata. Ada empat jenis persepsi visual, antara lain: a) Visual Diskriminasi (mencocokkan bentuk) Kemampuan mengamati perbedaan
pemandangan, yang
diterapkan pada sebuah gambar yang hampir seruapa tetapi tidak sama, anak yang siap membaca tentunya dapat mengelompokkan
gambar
yang
benar-benar
sama
bentuknya. Karena apabila diterapkan dalam keterampilan membaca anak harus bisa membedakan huruf-huruf yang hampir sama pola maupun bentuknya. b) Visual Spasial (Mencocokan Bentuk Ruang) Pengertian kesadaran visual spasial menurut Rochyadi (2010) adalah sebagai berikut:
”hubungan keruangan (spatial relation), menunjuk pada persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini mengimplikasikan persepsi tentang tempat suatu objek atau simbol (gambar, huruf, angka) dan hubungan keruangan yang
66
menyatu dengan sekitarnya. Dalam membaca, kata-kata harus dilihat sebagai keseluruhan yang terpisah yang dikelilingi oleh ruang.”. Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan spasial bengan membaca adalah kemampuan anak untuk mepersepsi posisi obyek atau simbul pada suatu ruangan yang tidak terpisah sehingga dalam membaca antara kata yang satu dengan yang lainnya saling berhubungan. c) Visual Figur and Ground Pengertian figure and ground ini adalah berfokus pada obyek dan mengabaikan latar belakang, adalah keterampilan persepsi dalam
memilih detail gambar tanpa kesalahan
walaupun ada latar belakang atau gambar sekitarnya. Keterampilan ini sangat berguna bagi anak bila dihadapkan pada informasi visual pada suatu waktu. d) Visual Memori (ingatan) Visual memori merupakan bagian dari memori melestarikan beberapa
karakteristik
dari
indra
berkaitan
dengan
pengalaman visual. Seperti yang di ungkapkan Farrald & Schamber dalam Cusimano dalam artikel online (20030 “Students should be able to create visual images of life in the mind of a stimulus, such as words, and once the stimulus is removed, to be able to imagine or remember this picture without help. Various researchers have claimed that as many as eighty percent of all learning takes place through the eye with a visual memory that exists as an important aspect of learning”.
67
Kesimpulan dari pendapat tersebut adalah bahwa peserta didik harus mampu membuat bayangan dalam pikirannya, seperti kata, atau gambar setelah kata atau gambar sudah tidak terlihat lagi, untuk dapat membayangkan atau mengingat gambar ini tanpa bantuan. Berbagai peneliti telah menyatakan bahwa sebanyak delapan puluh persen dari seluruh pembelajaran terjadi melalui mata dengan memori visual yang ada sebagai aspek penting dalam belajar.