16
BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Zakat Zakat adalah memberikan harta apabila telah mencapai nishab dan haul kepada orang yang berhak menerimanya dengan syarat tertentu. Nishab adalah ukuran tertentu dari harta yang di miliki yang wajib di keluarkan zakatnya. Sedangkan haul adalah berjalan genap satu tahun dari harta yang di miliki.1 Zakat merupakan ibadah yang bertalian dengan harta benda. Zakat itu wajib bagi orang yang mampu, yaitu orang yang memiliki kekayaan yang berlebihan dari kepentingan dirinya dan kepentingan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Semua harta baik yang berupa uang, barang perniagaan, ternak dan hasil tanaman, wajib di keluarkan zakatnya manakala telah mencapai haul dan nishab nya. Dengan zakat tersebut di pergunakan untuk menutupi keperluan kaum fakir dan miskin. Orang-orang yang miskin adalah orang yang berpenghasilan tidak cukup untuk keperluan sehari–hari.2 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ِِ ِ ِ ِ ْْك ْ َس َكن َْ َصالت َ ْ ْص ِِّْل ْ َعلَي ِهمْ ْإِن َ ص َدقَةْ ْتُطَ ِِّه ُرُهمْ ْ َوتَُزِّكي ِهمْ ِْبَا ْ َو َ ْ ُْخذْ ْمنْ ْأَم َواِلم ْ ْاّللُْ ََِسيعْْ َعلِيم ْ َِلُمْْ َو 1
Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Erlangga, 2011), Hlm. 30 K. H. Syamsuri Ridwan, Zakat Di Dalam Islam, (Jakarta, Pradnya Paramita: 1988), Cet. 1, Hlm. 4 2
16
17
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui. (AtTaubah: 103)”3 Zakat dari segi etimologi memiliki beberapa arti, antara lain ialah pengembangan. Sedangkan dalam segi terminologi fiqih, secara umum zakat di definisikan sebagai bagian tertentu dari harta kekayaan yang di wajibkan Allah SWT untuk sejumlah orang yang berhak menerimanya.4 zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan.5 Zakat merupakan rukun Islam yang ketiga. Kata-kata zakat sering di rangkaikan dengan kata-kata shalat. Di dalam al-Qur’an terdapat dua ratus dua ayat yang menyebut zakat dan di rangkaikan dengan shalat.6 Seperti yang tersebut dalam surat al-Hajj ayat: 41
ْوف ِْ ض ْأَقَ ُاموا ْالصالَْة ْ َوآتَ ُوا ْالزَكاَْة ْ َوأ ََم ُروا ْ ِِبل َمع ُر ِْ ف ْاألر ْ ِْ ْاهم َْ ال ِذ ُ ين ْإِنْ ْ َمكن ِ ِْ ِونَهواْع ِْنْالمن َك ِْرْو ْاألموِْر ُ ُّْللْ َعاقبَْة َ ُ َ ََ “Orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”.(Al-Hajj Ayat: 41)7 3
Departemen Agama RI, Loc. Cit, Hlm. 203 A. Rahman Ritonga dan Zainuddin MA, Fiqh Ibadah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), Cet. 1, Hlm. 171 5 DidinHafidhuddin M. Sc, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), Cet. 1, Hlm. 1 6 K. H. SyamsuriRidwan, Op. Cit, Cet. 1, Hlm. 1 7 Departemen Agama RI,Op. Cit. Hlm. 337 4
18
Di balik perintah untuk mengeluarkan zakat, sudah pasti mengandung banyak keutamaan didalamnya.8 Orang yang taat dalam artian patuh menunaikan zakatnya, tentu akan bebas dari perasaan cemas baik sesama manusia maupun kepada Allah SWT. Kepada sesama manusia ia (orang yang ahli menunaikan zakat) tidak akan di musuhi, di cap jelek, di iri hatikan oleh masyarakat sekitar, terutama oleh orang miskin dan orang–orang yang hidup kekurangan, minimal di lingkunan masyarakat, dengan menunaikan zakat berarti terbebas dari memakan hak orang miskin. Secara luas lagi berarti terhindar dari melanggar kewajiban agama yang menjadi salah satu rukun Islam yang ketiga yaitu kewajiban membayar zakat. Dari sisi sosial, zakat mempunyai arti yang amat besar bagi kemanusiaan. Penderitaan fakir miskin yang hidup dalam serba kekurangan, menggugah rasa santun di hati orang yang beriman untuk membantu dan meringankan beban berat yang di tanggungnya. Bagi orang yang beriman akan merasa bahwa dalam hartanya tersimpan sebagian hak orang miskin yang wajib disampaikan.9 Umumnya manusia condong untuk memiliki harta sehingga biasanya kurang terfikirkan untuk memperhatikan nasib orang fakir dan miskin. Terkadang tidak tersentuh melihat penderitaan orang yang kekurangan. Yang di fikirkan adalah kepentingan diri sendiri dan keluarga semata dan suka
8 Yunus Hanis Syam dan Rahmah Kumala Dewi, Fadilah Zakat (Pembuka Pintu Rezeki), (Yogyakarta: Mutiara Media, 2008), Cet. 1, Hlm. 41 9 Ibid, Hlm. 56-57
19
menumpuk harta. Bila mendapat harta maka enggan mengeluarkan zakatnya, menuruti godaan iblis dengan memegang prinsip bahwa dengan zakat berarti mengurangi harta yang di milikinya. Dengan sikap demikian maka sudah dipastikan seseorang tidak mungkin mengembangkan hartanya demi kebahagiaan orang lain.10 Al-Qur’an memerintahkan kewajiban zakat dengan ungkapan kata nafaqah tanpa memberi batasan dengan jenis harta dan kadar yang di nafkahkan. Hal ini berlangsung sampai tahun pertama setelah Nabi bersama umatnya Hijrah ke Madinah. Hal ini dapat di pahami, karena Umat Islam saat itu belum siap menerima kewajiban yang beraspek sosial yang dibatasi dengan ketentuan– ketentuan yang mengikat. Oleh karena itu kepada mereka diberi kebebasan apa saja dan berapa kadar yang mereka nafkahkan. Pada tahun kedua hijriyah, Allah SWT memerintahkan kewajiban zakat dengan menggunakan kata atu al-zakat (tunaikanlah zakat). Seiring dengan perintah itu, Nabi saw. Memberi penjelasan mengenai ketentuan– ketentuannya. Jadi sebenarnya pesyariatan zakat di madinah merupakan pembaharuan terhadap perintah zakat yang diturunkan di Mekah dengan kata infaq. Ketentuan zakat tersebut di ungkapkankarena umat Islam saat itu sudah berbeda dengan ketika mereka di mekah.
10
Ibid, H[lm. 60
20
Di madinah mereka telah memiliki iman yang terkonsentrasi dan wilayah kehidupan merekapun menjadi luas. Mereka telah membangun satu masyarakat yang memiliki sistem kehidupan dan tujuan yang ingin dicapai disamping kondisi mereka yang telah memungkinkan menerima ketentuan dan batasan zakat. Puncak dari pensyariatan zakat adalah menetapkan atau mengumumkannya sebagai salah satu rukun Islam oleh Nabi saw.11 Dengan
menunaikan
zakat
bagi
orang
yang
berkewajiban
melaksanakannya (muzakki) pasti akan memberikan rasa lega dan kepuasan batin. Dalam batinnya akan timbul perasaan puas karena dengan hartanya telah membantu orang miskin dalam mengatasi masalah beban hidupnya sesuai dengan petunjuk Allah SWT. Orang yang demikian akan merasakan bahwa hidupnya lebih bermanfaat dan berguna bagi orang–orang yang ada di sekitarnya, terutama orang-orang yang sedangdalam kesusahan.12
B. Hukum Zakat Perintah secara umum untuk melaksanakan zakat sudah di keluarkan oleh Allah SWT sebelum Nabi Muhammad saw melakukan hijrah ke madinah, pada waktu itu belum di tetapkan mengenai jenis–jenis harta yang wajib di zakatkan.
11
Rahman Ritonga dan Zainuddin MA, Op. Cit, Cet. 1, Hlm. 174 Yunus Hanis Syam dan Rahmah Kumala Dewi, Fadilah Zakat (Pembuka Pintu Rezeki), Op. Cit, Hlm. 61-62 12
21
Begitu pula mengenai kadar (ukuran) zakatnya, hal ini baru di tentukan kemudian setelah Nabi saw berhijrah ke madinah, yaitu pada tahun ke-2 H. Saat itu yang berhak menerima zakat pun masih terbatas, yakni bagi kaum fakir miskin saja karena ayat al-Qur’an yang menetapkan 8 ashnaf (golongan) yang berhak menerima zakat (Surat at-Taubah ayat 60) baru turun pada tahun 9 H.13 Adapun ayat al-Qur’an mengenai perintah melaksanakan zakat yang di turunkan di makkah (ayat makkiyah). Allah berfirman:
ِ ْ ْاّللَْقَرضاْ َح َسنا ْ ْضوا ُ يمواْالصالَْةْ َوآتُواْالزَكاَْةْ َوأَق ِر ُ َوأَق “Dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik”.(Al-Muzzammil, ayat:20)14 Sedangkan ayat-ayat al-Qur’an mengenai perintah zakat yang di turunkan di madinah (ayat madaniyyah) antara lain:
ِ ْي َْ ِيمواالصالةَ َوآتُواالزَكاةَ َوارَكعُو َام َعالراكِع ُ َوأَق “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”'. (Al-Baqarah, ayat: 43).15
Adapun hadis yang berkenaan dengan kewajiban mengeluarkan zakat adalah Sabda Rosul saw:
13 Hasanuddin AF, M.A, Materi Pokok Fiqih II, (Universitas Terbuka: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama, 2000), Hlm. 247 14 Departemen Agama RI, Op. Cit. Hlm. 575 15 Ibid, hlm 7
22
ِ ِب ٍ ىْمخ ْاْم ِْ َهللاْ َواَنْْ ُُمَمد َار ُسو ُلْهللاِ َْواِق ُ ْش َه َادةِْاَنْالَاِلَهَْاِال َ َْعل َ س َ ِنْاالسالَ ُم َُ ِ تْو ِ ِ ِ ِ ِ ْمتفقْعليه.ضا َن َ صوم َْرَم َ َ الصالَْة َْواي تَاءْالزكاَة َْو َح ِِّجْالبَ ي “Islam itu di tegakkan di atas lima dasar yaitu: bersaksi tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusan Allah, mendirikan sholat lima waktu, menunaikan zakat, melaksanakan haji, dan berpuasa di bulanramadhan (Muttafaq ‘alaihi)”.16
Dasar hukum kewajiban mengeluarkan zakat terdapat dalam nash yang sharih, baik dalam al-Qur’an ataupun al-Hadits.17 Dari al-Qur’an terungkap:
ْاس ِْ ال ْالن َْ ان ْلَيَأ ُكلُو َْن ْأَم َو ِْ َالرهب َْ َْي ْأَيُّ َها ْال ِذ ُّ ين ْ َآمنُوا ْإِنْْْ َكثِريا ْ ِم َْن ْاألحبَا ِْر ْ َو ِ ْب ْ َوال ِفض ْةَ ْ َوال َْ ين ْيَكنُِزو َْن ْالذ َه َْ اّللِ ْ َوال ِذ ْ ْ يل ِْ ِصدُّو َْن ْ َعنْ ْ َسب ُ َِِبلبَاط ِْل ْ َوي ْابْأَلِي ٍْم ٍْ اّللِْفَبَ ِِّشرُهمْْْبِ َع َذ ْ ْيل ِْ ِفْ َسب ْ ِْيُن ِف ُقونَ َها “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalanghalangi (manusia) darijalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”. (At-Tubah: 34)18
16
Hasanuddin AF, MA, Op. Cit, Hlm. 248-249 Asnaini, Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta: PustakaPelajar, 2008), cet,2, Hlm. 30 18 Departemen Agama RI Al-Hikmah, Al-Qur’an Dan Terjemah, (Bandung: Cv Penerbit Diponegoro, 2013), cet. 10, Hlm. 192 17
23
Berdasarkan ayat di atas, dapat dikatakan bahwa zakat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta. Zakat tidak bersifat sukarela atau hanya pemberian dari orang-orang kaya kepada orangorang miskin atau fakir, tetapi merupakan hak mereka dengan ukuran dan ketentuan tertentu.19 C. Syarat Dan Rukun Zakat Mazhab Hanafi berpendapat bahwa penyebab zakat ialah adanya harta milik yang mencapai nishab dan produktif kendatipun kemampuan produktivitas itu baru berupa perkiraan. Dengan syarat pemilikan harta telah berlangsung satu tahun, yakni tahun qamariyah bukan tahun syamsyiyah, dan pemiliknya tidak memiliki utang yang berkaitan dengan hak manusia. Perlu di catat bahwa sebab dan syarat merupakan tempat bergantungnya wujud sesuatu. Hanya saja kepada sebablah kewajiban di sandarkan, lain halnya dengan syarat. Dengan demikian, barang siapa yang hartanya tidak mencapai nishab, dia tidak berkewajiban mengeluarkan zakat.20 Yang di maksud dengan nishab adalah apa yang di tetapkan oleh syari’at sebagai tanda atau petunjuk kewajiban zakat.21
19
Asnaini, Op. Cit, Hlm. 33 - 34 Wahbah Al-Zuhayly, Zakat kajian berbagai mazhab, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1995), Cet. 1, Hlm. 95 21 Wahbah AZ-Zuhaili, Fiqih Islam Wa adillatuhu 3, (Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. 1, Hlm. 170-171 20
24
Dalam Undang–Undang Nomor 38 tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 yang di maksud dengan “zakat adalah harta yang wajib di sisihkan oleh seorang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk di berikan kepada yang berhak menerimanya”.22 Sehingga secara umum, zakat bisa di rumuskan sebagai bagian dari harta yang wajib dibayarkan oleh setiap muslim beriman yang telah memenuhi syarat–syarat tertentu berdasarkan aturan dan tuntunan syari’at.23 Syarat–syarat zakat: zakat mempunyai syarat–syarat wajib dan syaratsyarat sah, berdasarkan kesepakatan ulama, zakat wajib atas orang merdeka, muslim, baligh, berakal jika ia memiliki satu nishab dengan kepemilikan yang sempurna, genap satu tahun. Zakat sah dengan niat yang di barengkan ketika pembayaran zakat berdasarkan kesepakatan ulama. Adapun rukun zakat adalah: mengeluarkan sebagian dari nishab dengan menghentikan kepemilikan pemilik terhadap barang tersebut, memberikan kepemilikan kepada orang fakir, menyerahkannya kepadanya atau kepada wakilnya yaitu pemimpin atau pengumpul zakat.24
22 Perpustakaan Nasional, Kompilasi hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. 1, Hlm. 205 23 M. Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Solo: Era Adicitra Intermedia, 2011), Cet. 1, Hlm. 227 24 Wahbah AZ-Zuhaili, Op.Cit, Hlm. 172
25
Rukun adalah unsur–unsur yang terdapat dalam pelaksanaan zakat. Adapun rukun tersebut yaitu: a) Orang yang berzakat (muzaki) b) Harta yang di kenakan zakat c) Orang yang menerima zakat (mustahik).25
D. Macam – Macam Harta Yang Wajib Di Zakati Al-Qur’an al-Karim mengungkapkan tentang orang–orang fakir, bahwa mereka butul–betul suatu kelompok yang mempunyai hak bagi harta– harta benda para orang–orang kaya, atau orang yang mempunyai harta berlimpah. Seperti yang di ungkapkan surat al-Dzurriyat ayat: 19 1) Binatang ternak 2) Dua mata uang (emas dan perak) 3) Barang dagangan 4) Barang yang dapat disimpan dan ditakar, seperti buah–buahan dan tanaman dengan sifat tertentu.
E. Zakat Menurut Pandangan Ulama’ Para imam sepakat bahwa zakat di wajibkan kepada orang islam yang merdeka, balig, dan berakal sehat.26
25 Hasan Saleh, Kajian Fiqih Nabawi Dan Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), Hlm. 159 26 Syaikh al-‘Allamah Muhammad Bin ‘Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab, (Bandung: Hasyimi, 2012), Hlm. 118
26
Zakat itu dibagi kedalam dua bagian, yaitu: harta benda dan zakat badan. Ulama mazhab sepakat bahwa tidak sah mengeluarkan zakat kecuali dengan niat.27 Pemilikan selama satu tahun (haul) merupakan syarat wajibnya zakat. Demikan menurut ijma‘ para mujtahid di riwayatkan bahwa Ibnu Mas’ud ra. dan Ibnu Abbas ra. mewajibkan zakat semata–mata adanya pemilikan harta meskipun belum satu tahun. Kemudian apabila sudah di miliki satu tahun maka wajib di keluarkan lagi zakatnya.
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali, jika seseorang memiliki barang yang mencapai nishab maka ia harus mengeluarkan zakatnya. Kalau pada pertengahan tahun barang bitu di jual atau di tukarkan dengan sesuatu yang lain, maka gugurlah hitungan haul-nya. Imam Hanafi berpendapat: tidak gugur hitungan haul-nya. Sedangkan imam Maliki berpendapat: jika barang itu di tukar dengan sesuatu yang sejenisnya, maka hitungan haul-nya tidak terputus.28 Golongan yang berhak menerima zakat ada delapan, yakni: fakir, miskin, pengurus zakat, mu’allaf, memerdekakan budak, orang yang berhutang, fisabilillah, ibnu sabil. Para ulama berbeda pendapat di dalam membagikan zakat kepada masing-masing dari mereka.
27 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab (Ja’far, Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali), (Jakarta: Lentera, 2001), Cet. 7, Hlm. 177 28 Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi,Op.Cit, cet. 13, Hlm. 118-119
27
Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: jika yang membagi zakat iu raja atau wakilnya, maka bagian amil menjadi gugur dan wajib di bagikan untuk ketujuh golongan lainnya. Menurut Ibrahim Annakha’i: jika harta perolehan zakat itu banyak, maka harus di bagikan kepada setiap golongan dan jika hanya sedikit, maka boleh di berikan hanya kepada satu golongan saja. Menurut Ahmad Bin Hambal: membagikan kepada semua golongan itu lebih baik, akan tetapi boleh juga di bagikan hanya kepada satu golongan saja. Sedangkan Imam Malik mengatakan: supaya di usahakan untuk mendahulukan golongan yang sangat membutuhkan dan juga orang fakir. Jika dalam satu tahun orang–orang fakir lebih banyak membutuhkannya, maka mereka harus di dahulukan. Jika para ibnu sabil lebih banyak membutuhkan, maka mereka inilah yang harus di utamakan. 29
F. Hal–Hal Yang Menyangkut Dengan Zakat Di dalam ajaran Islam, ada dua tata hubungan yang harus di pelihara oleh para pemeluknya. Keduanya di sebut dengan dua kalimat: Hablum min Allah Wa Hablum min Annas (Q.S. al-Imran: 112). Terjemahan harfiahnya adalah “tali Allah dan tali Manusia”.
Syaikh Kamil Muhammad ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998), Cet. 1, Hlm. 298 29
28
Hubungan itu dilambangkan dengan tali karena ia menunjukkan ikatan atau hubungan antara manusia dengan Tuhan dan antara manusia dengan manusia. Kedua hubungan itu harus berjalan secara serentak, yang di tuju adalah keselarasan dan kemantapan hubungan dengan Allah SWT dan dengan sesama manusia, termasuk dirinya sendiri dan lingkungannya. Inilah aqidah dan ini pulalah wasilah (jalan) yang di bentangkan oleh ajaran Islam bagi manusia, terutama seluruh umat muslim. Dengan berpegang teguh kepada aqidah atau keyakinan itu, terbuka jalan untuk mencapai kebaikan hidup di dunia ini dan kebaikan hidup di akhirat kelak. Balasan tuhan atas pembayaran zakat akan di peroleh manusia secara tidak langsung di dunia ini. Bentuknya bermacam–macam, salah satu diantaranya adalah perasaan bahagia karena dengan mengeluarkan zakat itu, ia telah ikut membahagiakan hidup orang lain yang menderita. Di samping itu orang yang mengeluarkan zakat akan terdidik pula dengan sifat–sifat yang baik, diantaranya tidak hanya mementingkan dirinya sendiri tetapi juga mengingat nasib dan kepentingan orang lain yang hidup bersama dalam suatu masyarakat. Zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup matrealistis (menjadikan materi sebagai tujuan hidup). Dengan melaksnakan zakat, manusia di didik untuk melepaskan sebagian harta yang di milikinya untuk kepentingan pihak lain yang lebih membutuhkannya. Dengan demikian zakat mempunyai peranan menjaga manusia dari kerusakan jiwa.
29
Zakat membawa kepada kesucian jiwa bagi orang yang secara ikhlas melaksanakannya dari sifat kikir, rakus, tamak, dan sebagainya.30 Zakat mempunyai peranan penting dalam sistem perekonomian Islam. Zakat berfungsi sebagai sumber dana dalam menciptakan pemerataan kehidupan ekonomi dan pembangunan masyarakat Islam. Di samping sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, zakat juga berfungsi membersihkan diri dan harta kekayaan dari kekotoran–kekotoran akhlak dan penyelewengan akidah, juga menjadi tumpuan harapan kaum dhu’afa (fakir miskin) sekaligus menjadi penunjang pelestarian dan pengembangan ajaran Islam dalam masyarakat. Zakat merupakan salah satu sarana untuk menghubungkan tali silaturrahmi antar kelompok muzaki dengan kelompok dhu’afa.31 Potensi zakat, baik menerima maupun pengeluarannya terbilang cukup besar. Oleh sebab itu, menurut ajaran Islam zakat sebaiknya di pungut oleh Negara. Nabi Muhammad saw, melaksanakannya (HR Bukhari) ketika berperan sebagai kepala Negara madinah dengan memungut zakat dari orang– orang yang mampu. Beliau juga memerintahkan pemungutan ini kepada para sahabat yang bertugas sebagai gubernur di wilayah masing–masing.
30
Hasanuddin AF, Op. Cit, Hlm. 244 HasanSaleh, Op. Cit, Hlm. 170-171
31
30
Karena peranan yang sangat urgent terutama untuk mengentaskan kemiskinan, sebagai sarana pemerataan pendapatan, dan terciptanya keadilan sosial di suatu negara. Pengelolaan zakat sebaiknya di atur oleh pemerintah melalui peraturan perundang–undangan.32 Kendatipun warga Negara Republik Indonesia tidak di dasarkan pada ajaran suatu agama, namun falsafah Negara kita dan pasal-pasal UndanUndang Dasar Negara Republik Indonesia member kemungkinan kepada pejabat-pejabat Negara untuk membantu pelaksanaan pemungutan zakat. Demikianlah, sejak Indonesia merdeka, di beberapa daerah di atanah air kita, pejabat-pejabat pemerintah yang telah ikut serta membantu pemungutan dan pendayagunan zakat. Kenyataan ini dapat dihubungkan pula dengan pelaksanaan pasal 34 UUD 1945 yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar di pelihara oleh Negara. Kata-kata “fakir miskin” yang di pergunakan dalam pasal tersebut jelas menunjukkan pada para mustahiq yaitu mereka yang berhak menerima bagian zakat.33
32
Ibid, Hlm. 173 Muhammad Daud Ali, Op. Cit, Hlm. 35-36
33