BAB II LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori 1. Pengertian Manajemen Pendidikan Terry dalam bukunya “Principles of management” mengatakan bahwa: “Management is a distinct process concisting of planning, organizing, actualing, and controlling performed to ditermine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources”. Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui manfaat sumberdaya manusia dan sumber-sumber lainnya (Malayu,S.P. Hasibuan, 1996: 3) Menurut Engkoswara & Aan Komariah, (2010: 89) pengertian manajemen pendidikan adalah suatu penataan bidang garapan pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, pembinaan, pengkoordinasian, pengkomunikasian, pemotivasian, penganggaran, pengedalian, pengawasan, penilaian, dan pelaporan, secara sistematis, untuk mencapai tujuan pendidikan secara berkualitas.
2. Ruang Lingkup Kajian Manajemen Pendidikan Kebijakan pendidikan merupakan salahsatu ruang lingkup dari manajemen 14
pendidikan, yang dimaksud manajemen pendidikan menurut Morphet, Johns & Reller (1974:145) mengemukakan bahwa proses administrasi pendidikan terdiri atas tujuh komponen, yaitu “(1) decision making, (2) planning, (3) organizing, (4) communicating, (5) influencing, (6) coordinating, and (7) evaluating.” (1) Pengambilan keputusan, (2) perencanaan, (3) pengorganisasian, (4) komunikasi, (5) pengaruh, (6) koordinasi, dan (7) evaluasi. Donmoyer dan Scheurich, (1995:28) mengutip pendapat “National Policy Board of Educational Administration”menyatakan tujuh area kajian administrasi pendidikan, yaitu “(1) societal and cultural influence on schooling, (2) teaching and learning processes and school improvement, (3) organizational theory, (4) methodologies of organizational studies and policy analysis, (5) leadership and dimensions of schooling.” Pengaruh sosial dan budaya sekolah, (2) proses pembelajaran dan perbaikan sekolah, (3) teori organisasi, (4) metodologi pembelajaran organisasi dan analisis kebijakan, (5) kepemimpinan dan dimensi sekolah. Pendapat Donmoyer dan Scheurich (1995: 28) tentang ruang lingkup administrasi pendidikan dikutip dari pendapat “The University Council for Educational Administration (UCEA)”, merekomendasikan enam domain kajian administrasi pendidikan, yaitu “(1) school improvement, (2) organizational studies, (3) economic and financial dimensions of schooling, (4) leadership and management process, (5) policy and political studies, (6) legal and ethical
15
dimensions of schooling”. (1) perbaikan sekolah, (2) studi organisasi, (3) dimensi ekonomi dan keuangan sekolah, (4) proses kepemimpinan dan manajemen, (5) kebijakan dan studi politik, (6) dimensi hukum dan etika pendidikan. Menurut Hoy dan Miskel (2001) ruang lingkup materi kajian administrasi pendidikan meliputi: (1) proses belajar mengajar, (2) struktur sekolah, (3) individu, (4) budaya dan iklim sekolah, (5) kekuasaan dan politik sekolah, (50 lingkungan eksternal sekolah, (6) efektivitas dan kualitas sekolah, (7) pembuatan keputusan, (8) komunikasi, (9) kepemimpinan. Menurut Lunenburg dan Ornstein (2003) ruang lingkup administrasi (manajemen) pendidikan meliputi: “(1)culture, (2) change, (3) curriculum, (4) human resources administration, (5) diversit, (6) effective teaching strategies, and (7) supervision of instruction.” (1) budaya, (2) perubahan, (3) kurikulum, (4) manajemen sumber daya manusia, (5) keragaman, (6) efektivitas strategi pengajaran, dan (7) petunjuk pengawasan.
3. Pengertian Kebijakan Pendidikan Definisi kebijakan menurut Collin & O’Brien (2003 : 271), yaitu Policy is a general conception in academic administration and governance pertaining to institutions and organizations in all phases of their operation; a broader, more inclusive concept than law, rules, regulations, decisions, procedures, and operations (as being more specific or routine). Policies are often stated succinctly as “the reasons for” general characteristics, operations, and procedures. Kebijakan adalah konsep umum dalam administrasi akademik dan pemerintahan yang berkaitan dengan tahapan kegiatan lembaga dan suatu
16
konsep, yang lebih luas lebih inklusif daripada hukum, aturan, peraturan, keputusan, prosedur, dan operasi (lebih spesifik atau rutin). Kebijakan sering dinyatakan secara ringkas sebagai "syarat" berlaku umum, operasi, dan prosedur. Sehingga konsep kebijakan juga dijadikan kajian penelitian bidang manajemen dan administrasi, sejalan dengan pendapat Smith dan Larimer (2009:176). The only real hope for implementation studies was to expand its scope to include anything that happens in the policy process after formal adoption. This meant recognizing a lot of, for example, public management and public administration studies as implementation research. Fakta mengharapkan bahwa implementasi studi untuk memperluas ruang lingkup yang berkaitan dengan proses kebijakan sebagai acuan resmi. Kebijakan dapat diimplementasikan dan dikaji dalam berbagai penelitian, misalnya penelitian tentang penerapan kebijakan terhadap manajemen publik maupun studi administrasi publik. Penerapan kebijakan dalam bidang manajemen pendidikan, dalam hal ini kebijakan dalam mencapai tujuan pendidikan, menurut Tilaar dan Nugroho (2009: 140) kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. Selain itu kebijakan pendidikan adalah upaya perbaikan dalam tataran konsep pendidikan, perundang-undangan, peraturan dan pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan praktik-praktik pendidikan di masa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek pendidikan di masa mendatang menjadi lebih baik.
17
Kebijakan pendidikan diperlukan agar tujuan pendidikan nasional dapat dicapai secara efektif dan efisien (Arief Rohman & Teguh Wiyono, 2010: 166). Berdasarkan beberapa pendapat tentang kebijakan pendidikan tersebut, maka disimpulkan kebijakan pendidikan adalah mengacu pada pedoman yang spesifik, metode, prosedur, aturan, bentuk dan praktik administrasi memberikan kerangka kerja bagi operasional sekolah yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan berkaitan dengan fungsi- fungsi esensial institusi pendidikan.
4. Kebijakan Perlu Dituliskan dan Diperbaharui Beberapa keuntungan jika kebijakan dicatat dan diperbaharui menurut Gamage & Pang (Syafaruddin 2008: 121-122), yaitu a. Kebijakan menyatakan bahwa sekolah bekerja dalam keadaan efisien dan terurus. b. Kebijakan mempercepat stabilitas, sasaran, dan administrasi. c. Kebijakan menjamin pengembangan yang matang serta konsistensi dalam keputusan dan prosedur pelaksanaan. d. Kebijakan lokal harus konsisten dengan sistem ke kebijakan dan peraturan yang mempengaruhi sekolah. e. Kebijakan membantu menjamin bahwa pertemuan menjadi teratur. f. Kebijakan mempercepat stabilitas dan kelanjutan. g. Kebijakan memberikan kerangka kerja bagi operasional sekolah. h. Kebijakan membantu sekolah dalam penilaian pengajaran. i. Pertanyaan kebijakan yang tertulis dan disebarkan kepada masyarakat membuat kebijakan akuntabel. j. kebijakan menjelaskan fungsi dan tanggungjawab kelompok, kepala sekolah dan staf lainnya. Selain itu kebijakan pendidikan perlu diperbarui dalam rangka menjawab berbagai permasalahan yang melingkupi unsur-unsur pendidikan di
18
Indonesia, seperti pendapat Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah (2009: 8891) yaitu peta permasalahan pendidikan telah merambah dalam berbagai unsur pendidikan seperti: kebijakan, kelembagaan, pengelolaan, pembiayaan, SDM, kurikulum pembelajaran, sarana/prasarana dan partisipasi masyarakat.
5. Sasaran Kebijakan Pendidikan Menurut Mingat (2003: 283) sasaran kebijakan pendidikan, yaitu Suppose we are interested in estimating an education production function to gauge the likely impact of various policies on learning. Our task is therefore to relate outcomes observed at the level of individual pupils to policies that operate out the level of the school (such as the school-head's qualification, class size, and so on. Misalkan kita tertarik memperkirakan fungsi kinerja pendidikan untuk mengukur kemungkinan dampak dari berbagai kebijakan untuk para pebelajar. Oleh karena itu tugas kita melakukan pengamatan bagaimana pendapat para siswa terhadap kebijakan sekolah (seperti kualifikasi kepala sekolah, ukuran kelas, dan sebagainya). Sasaran kebijakan menurut Gorard (2005: 335), yaitu The distinctive education policy tools adopted by …governments partly reflect a general enthusiasm for targets in public sector management. Qualifications are easy to count and so they are an obvious way of setting and measuring progress towards targets in education and training. Perangkat kebijakan khas pendidikan digunakan oleh pemerintah … sebagian mencerminkan antusiasme umum untuk target dalam sektor manajemen publik. Kualifikasi mempermudah menghitung secara jelas tentang pengaturan dan ukuran kemajuan terhadap sasaran pendidikan dan pelatihan. Sedangkan menurut Hoy dan Miskel (2001: 281) sasaran prioritas program reformasi kebijakan pendidikan, yaitu
19
Powerful coalitions of business, policy, and governmental groups continue to support systemic reform programs. The basic priority of systemic reform is to define ambitious curriculum content and achievement standards in core academic subjects and to tightly couple the goals with an assessment program. Kerjasama yang kuat dari bisnis, kebijakan, dan kelompok pemerintah terus mendukung program reformasi secara sistematis. Prioritas dasar reformasi sistemik adalah untuk menentukan secara serius isi kurikulum dan standar prestasi akademik dalam mata pelajaran inti dan untuk menyatukan beberapa tujuan melalui program penilaian. Sehingga kebijakan pendidikan dirancang untuk mengetahui tingkat keberhasilan tujuan dan dampak bagi subyek sasaran kebijakan, pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Hill dan Hupe (2002:49), yaitu: a. b.
c.
d. a. b. c.
d.
To what extent were the actions of implementing officials and target groups consistent with ... that policy decision? To what extent were the objectives attained over time, i.e. to what extent were the impacts consistent with the objectives? What were the principal factors affecting policy outputs and impacts, both those relevant to the official policy as well as other politically significant ones? How was the policy reformulated over time on the basis of experience? Sabatier. Untuk mengetahui sejauh mana tindakan pejabat pelaksana dan target konsisten dengan kelompok ... tentang keputusan kebijakan? Untuk mengetahui sejauh mana tujuan tercapai dari waktu ke waktu, yaitu sampai sejauh mana dampak sesuai dengan tujuan? Apa faktor utama yang mempengaruhi output dan dampak kebijakan, yang relevan dengan kebijakan resmi maupun kebijakan yang bersifat politis? Bagaimana berdasarkan pengalaman kebijakan yang dirumuskan dari waktu ke waktu ?
20
6. Pengertian Muatan Lokal Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Standar Isi, Lampiran Bab II Bagian B3 Butir a 1) tentang Kurikulum SMA/MA Kelas X Muatan Lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Menurut Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana (2009:146), kurikulum muatan lokal adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang bersifat desentralisasi, sebagai upaya pemerintah untuk lebih meningkatkan relevansi terhadap kebutuhan daerah yang bersangkutan. Jadi pengertian muatan lokal yaitu program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah yang perlu diajarkan kepada siswa.
7. Muatan Lokal Bahasa Jawa Pelaksanaan Konggres Bahasa Jawa III di Yogyakarta menelurkan gagasan tentang arti
pentingnya
pembelajaran bahasa Jawa di tingkat SD/MI,
SMP/MTs dan SMA/SMK/MA, serta mengamanatkan agar pelajaran bahasa Jawa dimasukkan sebagai kurikulum muatan lokal di tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA Melalui rekomendasi dari hasil putusan Konggres Bahasa Jawa III inilah maka Gubernur Jawa Tengah mengeluarkan Surat Keputusan 21
Gubernur No mor 895.5/01/2005 Tanggal 23 Pebruari 2005 (Setya Amrih Prasaja, 2008: 2). Surat Kurikulum
Keputusan Gubernur tersebut Mata
Pelajaran
Bahasa
mengatur tentang Penetapan
Jawa
pada
Jenjang
Pendidikan
SMA/SMALB/SMK/MA, kemudian kebijakan tersebut diiikuti oleh propinsi DIY melalui Surat Edaran Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 423.5/0912 Tanggal 29 Maret 2005 tentang penerapan kurikulum mulok bahasa Jawa bagi SMA/ MA/ SMK (Suwardi Endraswara, 2006: 2).
8. Landasan Muatan Lokal Bahasa Jawa Menurut Suharsimi Arikunto (2004: 60) Kurikulum muatan lokal sudah mulai diperhatikan untuk diajarkan sejak tahun 1987, tetapi masih melekat pada matapelajaran lain. Dalam kurikulum 1994, muatan lokal sudah menjadi matapelajaran tersendiri, yang terpisah dari yang lain. Keberadaan muatan lokal bertambah kuat dengan dijadikannya sebagai salahsatu mata pelajaran yang harus diberikan pada tingkat dasar dan menengah. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Pasal 37 Tahun 2003
Republik Indonesia
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: Pendidikan agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam; Ilmu Pengetahuan Sosial; Seni dan Budaya; Pendidikan Jasmani dan Olahraga; Keterampilan/Kejuruan; dan Muatan Lokal (Undang22
Undang Republik Indonesia Nomor 20 Pasal 37 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Sedangkan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, muatan lokal bahasa Jawa, tertulis dalam Surat Edaran Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Nomor 423.5/0912 Tanggal 29 Maret 2005 tentang Penerapan Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa bagi SMA/MA/SMK, kemudian Surat Edaran Bersama Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY dan Kanwil Departemen Agama Propinsi DIY Nomor 423/77 dan Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi DIY Nomor
433.5/591 Tanggal 19 April 2005
tentang Penerapan Kurikulum Muatan Lokal Bahasa Jawa untuk SMA/MA/SMK (Suwardi Endraswara, 2006: 2).
9. Fungsi Muatan Lokal Bahasa Jawa Fungsi Muatan Lokal Bahasa Jawa, yaitu e. Standar kompetensi ini disiapkan dengan
mempertimbangkan
kedudukan dan fungsi bahasa Jawa dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, yaitu sebagai (1) lambang kebanggaan daerah, (2) lambang identitas daerah, dan (3) alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah. Dalam kaitan itu, fungsi mata pelajaran Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa adalah sebagai (1) sarana pembina rasa
bangga
terhadap
bahasa
Jawa,
(2)
sarana
peningkatan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pelestarian dan
23
pengembangan budaya Jawa, (3) Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan, ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, (4) sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Jawa yang baik dan benar untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah,
dan
(5)
sarana
pemahaman
budaya
Jawa
melalui
kesusasteraan (Diknas Propinsi DIY, 2006).
10. Tujuan Muatan Lokal Bahasa Jawa di SMA/SMK/MA di Propinsi DIY. Tujuan muatan lokal bahasa Jawa di Propinsi DIY, yaitu
a. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai lambang kebanggaan daerah, identitas daerah, dan alat perhubungan atau komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat. b. Siswa memahami Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dari segi bentuk makna, dan fungsi. c. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa dengan baik dan benar untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan. d. Siswa memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra dan budaya Jawa untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Diknas Provinsi DIY, 2006).
11. Kompetensi Pembelajaran Bahasa, Sastra dan Budaya Jawa Menurut
Suwardi
Endraswara
(2009:
5-6)
kategori
kompetensi
pembelajaran bahasa sastra dan budaya Jawa, yaitu (a) kompetensi unggah-ungguh dan budi pekerti (b) kompetensi membaca dan menulis aksara Jawa (c) kompetensi
24
tembang Jawa (d) kompetensi sesorah dan (e) kompetensi menulis sastra dan non sastra. Kompetensi pembelajaran bahasa Jawa dipelajari menjadi muatan lokal di Daerah Istimewa Yogyakarta karena bahasa Jawa merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Jawa adalah bahasa ibu bagi etnis Jawa, daerah asal bahasa Jawa meliputi wilayah tiga propinsi yaitu; Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur. Selain digunakan di tiga propinsi tersebut bahasa Jawa yang memiliki jumlah penutur sekitar sebelas juta penutur ini juga digunakan di wilayah Suriname (Setya Amrih Prasaja, 2008: 3).
12. Pengertian Bahasa Jawa Pengertian bahasa Jawa tidak dapat dilepaskan dari pengertian bahasa itu sendiri, sedangkan menurut Silliman dan Wilkinson ( 2004:267), bahasa adalah: Language is but one of several systems that must be recruited and juggled simultaneously for text production. Writing demands the integration of diverse cognitive, executive, memry, linguistic, motoric, and affective systems, each of which makes its own unique contribution to the writing process and product Bahasa adalah salah satu dari beberapa sistem yang harus diambil dan dikemas secara bersamaan untuk produksi teks. Menulis menuntut keberagaman kemampuan kognitif, eksekutif, memori, sistem bahasa, motorik dan afektif, yang masing-masing memberikan kontribusi yang unik untuk proses produksi penulisan. Menurut Richards dan Schmidt,( 2010:137) bahasa adalah Greater ability in, or greater importance of, one language than another.
25
1. For an individual, this means that a person who speaks more than one language or dialect considers that he or she knows one of the languages better than the others and/or uses it more frequently and with greater ease.The dominant language may be his or her NATIVE LANGUAGE or may have been acquired later in life at school or a place of employment. 2. For country or region where more than one language or dialect is used, this means that one of them is more important than the others. A language may become the dominant language because it has more prestige(higher STATUS) in the country, is favoured by the government, and/or has the largest number of speakers. 1. Untuk individu, ini berarti bahwa seseorang yang berbicara lebih dari satu bahasa atau dialek menganggap bahwa dia tahu salah satu bahasa lebih baik daripada orang lain dan menggunakan bahasa lebih sering dan bahasa yang lebih beragam. Penguasaan berbahasa seperti pemilik bahasa aslinya dapat diperoleh di kemudian hari di sekolah atau tempat kerja. 2. Untuk negara atau wilayah di mana lebih dari satu bahasa atau dialek yang digunakan, ini berarti bahwa salah satunya adalah lebih penting dari yang lain. Suatu bahasa bisa menjadi bahasa yang dominan karena menggunakan bahasa tersebut menimbulkan rasa bangga tersendiri, bahasa tersebut pilihan pemerintah dan digunakan oleh mayoritas penduduk. Hadiwidjana (Endang Nurhayati, 2010: 66) mengatakan
bahasa Jawa
mempunyai beberapa tingkat tutur, yaitu bahasa Jawa mempunyai tujuh macam tingkatan, yaitu (1) ngoko lugu (2) ngoko andhap terdiri dari antyabasa dan basa antya (3) basa madya terdiri dari madya ngoko, madyantara, madyakrama,krama desa dan krama inggil (4) basa krama terdiri dari wredhakrama, mudhakrama dan kramantara (5) basa kasar (6) basa kedhaton.
13. Fungsi Bahasa Jawa
26
Pada fungsi pertama, bahasa sebagai alat komunikasi yang diarahkan agar siswa dapat berbahasa daerah dengan baik dan benar, mengandung nilai kearifan lokal hormat atau sopan santun. Seperti diketahui bahwa dalam bahasa daerah (bahasa Jawa) berlaku penggunaan bahasa Jawa sesuai dengan unggah-ungguh, dan dalam
unggah-ungguh
itu terkandung nilai-nilai hormat di antara para
pembicara, yaitu orang yang berbicara (O1) orang yang diajak berbicara (O2), dan orang yang dibicarakan (O3). Fungsi kedua yaitu fungsi edukatif diarahkan agar siswa dapat memperoleh nilai-nilai budaya daerah untuk keperluan pembentukan kepribadian dan identitas bangsa. Pengajaran unggah-ungguh bahasa Jawa seperti diuraikan sebelumnya, selain untuk keperluan alat komunikasi juga dapat mengembangkan fungsi
edukatif. Melalui unggah-ungguh basa, siswa dapat
ditanamkan nilai-nilai sopan santun. Upaya yang lain adalah melalui berbagai karya sastra Jawa. Sastra wayang dalam bahasa Jawa misalnya, selain berfungsi sebagai tontonan (pertunjukan) juga berfungsi sebagai tuntunan (pendidikan). Melalui sastra wayang, para siswa dapat ditanamkan nilai-nilai etika, estetika, sekaligus logika.
Fungsi ketiga yaitu kultural diarahkan untuk menggali dan
menanamkan kembali nilai-nilai budaya daerah sebagai upaya untuk membangun identitas dan menanamkan filter dalam menyeleksi pengaruh budaya luar (Sutrisna Wibawa, 2007: 6-7). Sedangkan fungsi bahasa Jawa sebagai alat komunikasi mayoritas orang Jawa ditetapkan sebagai muatan lokal di Sekolah Menengah Propinsi Daerah
27
Istimewa Yogyakarta sejak tahun 2005, menurut Sofwan (Mulyana, 2008: 161162) prinsip kegiatan belajar mengajar bahasa Jawa berdasarkan pada: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l.
Pembelajaran berprinsip pada pembelajaran tuntas (mastery learning) Proses belajar berpusat pada siswa. Belajar bahasa Jawa secara fungsional menggunakan unggah-ungguh. Memperkenalkan kecakapan hidup secara umum. Mengembangkan kreativitas. Pembelajaran bahasa mengarah pada mendengarkan, berbicara, membaca dan menulis. Pembelajaran sastra untuk mengapresiasi ajaran moral dan budi pekerti Pembelajaran kebudayaan untuk meningkatkan jatidiri. Pembelajaran keaksaraan untuk memperdalam kemampuan menulis dan membaca aksara Jawa. Pembelajaran lagu dan tembang untuk meningkatkan kecakapan melagukan tembang Jawa dan memahami ajaran moral. Metode pembelajaran memberdayakan siswa ke arah pengembangan kognitif, keterampilan, berinteraksi, kreativitas dan produktivitas. Sumber belajar meliputi: (a) media cetak, (b) media elektronik, (c) lingkungan alam dan sosial budaya (d) nara sumber (e) pengalaman siswa dan (f) hasil karya siswa.
14. Pengertian Sastra Jawa Pengertian sastra Jawa tidak terlepas dari pengertian sastra menurut para ahli, maka pengertian sastra menurut Stone, Silliman, Ehren, et al. (2004:179) adalah: Literacy is valued to the extent that it is deemed important to functioning in a particular society. As an extreme example, there is little need for literacy among members of anhunter-gatherer tribe.Even within a highly literate society, the importance of literacy may vary considerably among diverse groups. The value placed on literacy is reflected in and interacts with many of the other variables....For example, the value of literacy depends on the purposes it serves within a particular society, which in turn interact with and shape parental attitudes toward literacy, whether and how children are engaged in literate activities such as book sharing, and so forth.
28
Sastra adalah dinilai sejauhmana bermanfaat untuk kehidupan masyarakat tertentu. Contoh yang menonjol adalah sedikit kebutuhan akan sastra bagi anggota penikmat dan pencipta karya sastra. Bahkan bagi sastrawan, pengertian sastra mungkin berbeda diantara para sastrawan. Nilai sastra tercermin melalui interaksi dengan beberapa variabel lain… nilai sastra tergantung pada tujuan yang diperuntukkan bagi masyarakat tertentu, yang pada gilirannya berinteraksi dengan membentuk sikap orang tua terhadap kemampuan membaca, bagaimana anak-anak terlibat dalam kegiatan sastra seperti berbagi buku, dan sebagainya. Sedangkan menurut Pahl dan Rowsell (2005: xi) sastra adalah, Literacy is a malleable repertoire of practices, not an unchanging or universal set of skills. Learning to be literate is like learning to be an artisan in a guild, to play an instrument in an ensemble, like acquiring a craft within a community whose art and forms of life are dynamic, rather than a robotic acquisition and automization of core skills. Sastra adalah pernyataan halus dalam praktek, bukan perangkat tetap atau keterampilan umum. Belajar menjadi sastrawan adalah seperti belajar menjadi seorang seniman di dalam sanggar seni, memainkan alat musik di ensembel, seperti memperoleh kerajinan dalam suatu komunitas seni dan bentuk kehidupan dinamis, bukan akuisisi robot dan tindakan inti keterampilan. Menurut Arif Budi Wurianto (2011 : 6) ragam sastra Jawa, yaitu Sastra Jawa Klasik sebagai kearifan lokal tradisi tulis dalam kebudayaan Jawa, memiliki banyak ragam, mulai dari Parwa, Kakawin., Tutur, Kronik, Babad, Sastra Kidung, Cerita Panji, Primbon, Suluk, Sastra Suluk Pesisiran, Sastra Suluk Keraton, Wiracarita keislaman, Menak, Sastra Wayang, Sastra Karawitan, obat-obatan, Sastra Lisan sampai yang modern seperti geguritan, cerita cekak, dan novel/roman. Sudah tentu sastra Jawa yang banyak ragam ini banyak menawarkan nilai-nilai edukasi, moral dan pembentukan karakter. Pada intinya, sastra klasik Jawa ini menghadirkan persoalan cerita kepahlawanan, catatan/cerita kesejarahan, uraian keagamaan, karya sastra yang berisi petunjuk. Termasuk dalam sastra Klasik Jawa adalah sastra Pesantren. Kandungan budi pekerti, ajaran agama, serta filsafat tarekat dan tasawuf dihadirkan pada sastra pesantren klasik Jawa ini.
29
15. Pengertian Budaya Jawa Pengertian budaya Jawa tidak dapat dilepaskan dari pendapat para ahli mengenai pengertian budaya itu sendiri, maka budaya menurut Schaller, Norenzayan, Heine, et al. (2010:24), yaitu Culture is generally understood as having to be transmitted from one generation to another and there by reproduce itself…That is, culture contains common understandings and values, but it also consists, of shared ways of doing things Budaya secara umum dipahami kemudian harus ditularkan dari generasi ke generasi dan keberadaan budaya dilestarikan ... Artinya, kebudayaan mengandung pemahaman umum dan nilai-nilai, tetapi juga terdiri dari cara berbagi dalam melakukan sesuatu. Budaya menurut Masahiko Minami (2001:1), yaitu “Culture is defined as consisting of a set of attitudes, beliefs, customs and values shared by a group of people, communicated from one generation to the next via language or some other means of communication”. Budaya didefinisikan suatu yang terdiri dari serangkaian sikap, keyakinan, adat dan nilai-nilai bersama oleh sekelompok orang, dikomunikasikan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui bahasa atau cara komunikasi lainnya. Kebudayaan Jawa yang asli dari masyarakat-masyarakat di pulau Jawa sudah berjalan selama puluh-puluhan generasi, berarti kebudayaan ini sudah sangat kaya dalam unsur-unsur kebudayaan universal seperti sistem organisasi sosial, pengetahuan, kesenian, religi dan bahasa…Sebagai contoh gotong-royong, tepa selira dan slametan (Daniel Justin Heppell, 2004:15-16).
30
16. Pengertian Efektivitas Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju (Mulyasa, 2002 :82). Chung dan Maginson (Mulyasa, 2007: 82)‚‘‘Efektiveness means different to different people“. Efektivitas bermakna berbeda untuk tiap-tiap orang. Sedangkan efektivitas menurut Aubyn (2009:11-12), yaitu “Effectiveness is the extent to which an organization is succesful in reaching its goals effectiveness refers, in our view, to the connection between inputs, outputs and more general, second layer type objectives or outcome”. Efektivitas adalah sejauh mana suatu organisasi berhasil mencapai tujuan organisasi. mengacu efektivitas, dalam pandangan kami, untuk hubungan antara input, output dan lebih umum, tujuan tahap kedua adalah jenis atau hasil. Berdasarkan beberapa definisi tentang efektivitas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu kegiatan tertentu mempunyai pengaruh dalam pencapaian suatu tujuan.
17. Efektivitas Kebijakan Efektivitas kebijakan menurut I Nyoman Dantes (2007: 5) Di dalam pembelajaran diukur dengan tercapainya tujuan, atau diartikan sebagai ketepatan dalam mengelola suatu situasi, atau “doing the right things”. Pengertian ini mengandung ciri: bersistem (sistematik), yaitu dilakukan secara teratur atau berurutan melalui tahap perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, penilaian, dan penyempurnaan, sensitif terhadap kebutuhan akan tugas belajar dan kebutuhan pebelajar, kejelasan
31
akan tujuan dan karena itu dapat dihimpun usaha untuk mencapainya, bertolak dari kemampuan atau kekuatan mereka yang bersangkutan (peserta didik, pendidik, masyarakat dan pemerintah). Menurut Savio dan Nikolopoulos (2010: 89-97), pemerintah dalam menerapkan kebijakan secara efektif mencapai tujuan, yaitu Policies are intended to address …social and environmental problems.When implementing a policy, any government will be faced with the decision as to what strategy to adopt in order to meet the objectives set out by the policy in the most cost effective way. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengatasi ... masalah-masalah. Ketika sosial dan lingkungan menerapkan suatu kebijakan, pemerintah akan dihadapkan pada keputusan seperti apa strategi diambil untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan oleh kebijakan dengan biaya yang paling efektif.
Dari pendapat para ahli tentang efektivitas disimpulkan,
yaitu
efektivitas
kebijakan
muatan
kebijakan maka dapat lokal
bahasa
Jawa
mempresentasikan sejauh mana kebijakan tepat sasaran dengan tujuan Apresiasi budaya Jawa di kalangan peserta didik. pembelajaran bahasa Jawa. Indikator pencapaian efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa, yaitu a) Pemahaman bahasa, sastra dan budaya Jawa di antara peserta didik. b) Kemampuan
siswa
dalam
menggunakan
bahasa
Jawa
untuk
bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan.
18. Pengertian Kompetensi Kompetensi dapat diartikan (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan suatu hal (Moh.Uzer Usman, 2005: 14).
32
Surat Keputusan Mendiknas nomor 045/U/2002. tentang Kurikulum Inti Perguruan Tinggi disebutkan“Kompetensi adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu”. Menurut pendapat Dubois, Rothwell, SternKemp, et al. (2004:1) tentang kompetensi yaitu, Competencies, then, are characteristics that individuals have and use in appropriate, consistent ways in order to achieve desired performance. These characteristics include knowledge, skills, aspects of self image, social motives, traits, thought patterns, mind-sets, and ways of thinking, feeling, and acting. Kompetensi, kemudian, adalah karakteristik individu yang memiliki dan menggunakan dengan tepat, cara yang konsisten untuk mencapai kinerja yang diinginkan. Karakteristik ini mencakup pengetahuan, keterampilan, aspek citra diri, motif sosial, sifat, pola pikir, cara pandang, dan daya nalar berpikir, berperasaan dan berkegiatan. Sedangkan menurut Seema Sanghi (2007:10) ada 5 jenis karakteristik kompetensi yaitu, Motives-the things a person consistently thinks about or wants and that which causes action. Motives’drive’, direct or select’behaviour towards certain actions or goals and away from others. Traits-Physical characteristics and consistent responses to situations or information. Self-concept-a person’s attitudes, values or self-image. Knowledge-information a person has inspecific content areas. Skill-the ability to perform a certain physical or mental task. Motif hal seseorang secara konsisten berpikir tentang atau ingin dan apa yang menyebabkan melakukan tindakan. Motivasi 'mengendarai ', langsung atau memilih' perilaku terhadap tindakan tertentu atau tujuan dan jauh dari orang lain. Sifat karakteristik fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap situasi atau informasi. Konsep diri suatu sikap seseorang, nilai-nilai atau citra diri. 33
Pengetahuan-informasi seseorang memiliki kekhususan wilayah. Keterampilan-kemampuan untuk melakukan tugas fisik atau mental tertentu. Berdasarkan
beberapa
pendapat
tentang
definisi
kompetensi
maka
disimpulkan bahwa kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan satu tugas serta kemampuan mengintegrasikan pengetahuan yang didasarkan pada pengalaman dan ketrampilan untuk melaksanakan tugas sesuai bidang pekerjaan tertentu.
19. Pengertian Kompetensi Guru Undang-Undang No.14 Tahun 2005a Pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 10 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi
guru
merupakan
kemampuan
seorang
guru
dalam
melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggungjawab dan layak (Moh. Uzer Usman, 2006: 14). Kompetensi Guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan, teknologi, sosial, dan spiritual yang secara kaffah membentuk kompetensi standar profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan profesionalisme (Mulyasa, 2008: 26).
34
Berdasarkan beberapa pengertian kompetensi guru, maka disimpulkan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban profesinya. a. Jenis-Jenis Kompetensi Guru Menurut Mulyasa (2007: 189) untuk memperoleh guru yang kreatif, profesional, dan menyenangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, perlu ditetapkan jenis kompetensi yang perlu dipenuhi sebagai syarat agar seseorang dapat diterima menjadi guru. Jenis-jenis kompetensi guru dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru, yaitu 1) Kompetensi Pedagogik Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 28, yaitu Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik sesuai Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007
tentang Standar
Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, yaitu Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik.
35
Kompetensi pedagogik menurut Leach dan Moon (2009: 29) “Evolves over time in the ebb and flow of real settings, and is constantly open to change, negotiation and revision, acknowledges teachers as intellectuals” Berkembang dari waktu ke waktu dalam pasang surut pengaturan nyata, dan terus terbuka untuk perubahan, negosiasi dan revisi, mengakui guru sebagai intelektual. Jadi kompetensi pedagogik
yaitu kemampuan seorang guru dalam
merencanakan, melaksanakan interaksi dan mengelola proses pembelajaran peserta didik. Kompetensi pedagogik mempunyai indikator, yaitu: a) memahami peserta didik secara mendalam. b) merancang pembelajaran termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran. c) melaksanakan pembelajaran. d) kemauan untuk mengembangkan diri. e) evaluasi pembelajaran. f)
menganalisis hasil evaluasi dan memanfaatkannya.
2) Kompetensi Kepribadian Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Pasal 28 Ayat( 3) butir b tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
36
Mulyasa (2008:117-118) Kompetensi kepribadian guru memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak. Secara rinci sub kompetensi kepribadian sebagai berikut: a) b) c) d) e) f)
Mantap, stabil, dan dewasa. Disiplin, arif dan berwibawa. Pentingnya disiplin. Membina disiplin peserta didik. Menjadi teladan bagi peserta didik. Berakhlak mulia.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang kompetensi kepribadian dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Indikator kompetensi kepribadian, yaitu a) kepribadian yang mantap dan stabil b) kepribadian yang dewasa c) kepribadian yang arif dan berwibawa d) berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan 3) Kompetensi Sosial Penjelasan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 Pasal 28 ayat (3) butir c tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. 37
Kompetensi sosial terdiri dari tujuh kompetensi yaitu, a) Memiliki pengetahuan tentang adat istiadat baik sosial maupun agama. b) Memiliki pengetahuan tentang budaya dan tradisi. c) Memiliki pengetahuan tentang estetika. d) Memiliki apresiasi dan kesadaran sosial. e) Memiliki sikap yang benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan. f) Setia terhadap harkat dan martabat manusia (Mulyasa, 2008:176). Kompetensi sosial menurut Slamet PH (Syaiful Sagala, 2009 : 38) terdiri dari Sub-Kompetensi, yaitu (1) memahami dan menghargai perbedaan (respek) serta memiliki kemampuan mengelola konflik dan benturan; (2) melaksanakan kerjasama secara harmonis dengan kawan sejawat, kepala sekolah dan wakil kepala sekolah, dan pihak-pihak terkait lainnya; (3) membangun kerja tim (teamwork) yang kompak, cerdas, dinamis, dan lincah; (4) melaksanakan komunikasi(oral, tertulis, tergambar) secara efektif dan menyenangkan dengan seluruh warga sekolah, orangtua peserta didik, dengan kesadaran sepenuhnya bahwa masingmasing memiliki peran dan tanggungjawab terhadap kemajuan pembelajaran; (5) memiliki kemampuan memahami dan menginternalisasikan perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap tugasnya; (6) memiliki kemampuan mendudukkan dirinya dalam sistem nilai yang berlaku di masyarakat sekitarnya; dan (7) melaksanakan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (misalnya: partisipasi, transparansi, akuntabilitas, penegakan hukum, dan profesionalisme). Berdasarkan beberapa pengertian tentang kompetensi sosial guru dapat disimpulkan bahwa kompetensi sosial guru mengandung arti sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Kompetensi sosial guru tercermin melalui indikator, yaitu:
38
a) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik. b) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. c) mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua atau wali peserta didik dan masyarakat sekitar. 4) Kompetensi Profesional Penjelasan Peraturan Pemerintah Tahun 2005 Nomor 19 Pasal 28 Ayat 3 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional. Kompetensi profesional seorang guru berkenaan dengan keahlian profesinya. Kompetensi profesional merupakan salahsatu kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru (a) penguasaan bahan bidang studi (b) pengelolaan program belajar-mengajar (c) pengelola kelas (d) pengelolaan dan penggunaan media serta sumber belajar (e) penguasaan landasanlandasan kependidikan (f) mampu menilai prestasi belajar-mengajar (g) memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah (h) menguasai metode berpikir (meningkatkan kemampuan dan menjalankan misi profesional (j) terampil memberikan bantuan dan 39
bimbingan kepada peserta didik (k) memiliki wawasan tentang penelitian pendidikan (l) mampu memahami karakteristik peserta didik (m) mampu menyelenggarakan administrasi sekolah (n) memiliki wawasan tentang inovasi pendidikan (o)berani mengambil keputusan (p)memahami kurikulum dan perkembangannya (q) mampu bekerja berencana dan terprogram (r) mampu menggunakan waktu secara tepat (Buchari Alma, Hari Mulyadi, Girang Razati, et al, 2010: 139). Selain itu kompetensi profesional menuntut guru untuk meningkatkan profesionalisme guru, salahsatunya guru menulis karya ilmiah. Menurut I Nengah Suandi (2008: 510-529) menulis karya ilmiah dapat meningkatkan kompetensi guru khususnya yang menyangkut kompetensi profesional. Jadi kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan belajar, mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar dan kompetisi. Indikator kompetensi profesional guru, yaitu a) Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. b) Karya ilmiah.
20. Motivasi a. Pengertian Motivasi
40
Motivasi adalah suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan, mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu (Ngalim Purwanto, 2002: 7). “motivation is the extent to which persistent effort is directed toward organizational objectives”. Motivasi adalah sejauh mana mengupayakan tujuan organisasi secara sungguh-sungguh (Lunenburg & Ornstein, 2000: 108). Chung & Megginson (Gomes & Faustino Cardoso, 2001: 177) menjelaskan motivation is defined as goal-directed behavior. It concerns the level of effort one exerts in pursuing a goal… it is closely related to employee satisfaction and job performance. Motivasi dirumuskan sebagai perilaku yang ditujukan pada sasaran motivasi berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan… motivasi berkaitan erat dengan kepuasan pekerjaan dan performansi pekerjaan. Motivasi menurut Adair (2006:41), yaitu Motivation is closer in meaning to the older English concept of motivity: the power of initiating or producing movement. All these words motive, motivation, motivity-come from the Latin verb’to move’.What moves us to action may come from within or from without, or-more commonly-from some combination of inner impulse of proclivity on the one hand and outer situations or stimuli on the other. Motivasi adalah lebih dekat dalam arti pada konsep bahasa Inggris yang lebih tua dari motivitas: kekuatan memprakarsai atau menghasilkan gerakan. Semua motif kata, motivasi, motivitas-berasal dari langkah verb 'Latin '. Apa yang menggerakkan kita untuk bertindak bisa berasal dari dalam atau dari luar, atau-lebih sering-dari beberapa kombinasi dari
41
dorongan batin kecenderungan di satu sisi dan luar situasi atau rangsangan di sisi lain. Berdasarkan beberapa pendapat tentang motivasi dapat ditarik kesimpulan motivasi dapat menggerakkan manusia untuk menampilkan suatu tingkah laku kearah pencapaian suatu tujuan. b. Teori motivasi Teori motivasi dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu 1) Content Theory yaitu yang memfokuskan pada faktor dalam diri seseorang yang memberi kekuatan, mengarahkan, mendukung, dan menghentikan suatu perilaku. Konsep teori dikembangkan oleh David Mc Clelland (the achievement motive), Maslow hirarki kebutuhan, Alderfer ERG Theory. 2) Process theory yang menggambarkan dan menganalisa bagaimana proses itu didorong, diarahkan, didukung, dan dihentikan oleh faktor eksternal dari seseorang. Victor Vroom Theory Expectancy, Adams Equity theory, Edwin Locke Goal Setting Theory (Chairuman Armia, 2002: 103-117).
c. Jenis Motivasi Motivasi dibedakan dalam dua jenis, yaitu: 1) Motivasi ekstrinsik, motivasi anak didorong oleh tujuan mendapat nilai baik, belajar karena takut kepada guru, takut tinggal kelas atau
42
ingin menyenangkan hati orangtuanya. Anak seperti ini didorong oleh motivasi yang intrinsik sebab ia mengejar tujuan, yang sebenarnya letak di luar pelajaran itu. 2) Motivasi intrinsik yaitu anak memahami tujuan pelajaran itu, ia yakin akan ada faedahnya bagi kehidupannya dan karena itu ia giat belajar. Dikatakan bahwa anak itu didorong oleh motivasi yang intrinsik, sebab ia ingin mencapai tujuan yang terkandung dalam pelajaran itu sendiri. (Nasution, 2008: 79).
d. Teknik Memotivasi Teknik memotivasi, yaitu (1) berpikir positif (2) menciptakan perubahan yang kuat (3) membangun harga diri (4) memantapkan pelaksanaan (5) membangkitkan orang lemah menjadi kuat (6) membasmi sikap menunda-nunda (Husaini Usman, 2009: 272).
e. Cara Memotivasi Siswa Lean (2009: 87) berpendapat tentang cara memotivasi siswa yaitu, To motivate pupils, teachers need to adapt how the reins. That is, they need to vary the level of autonomy they offer pupils, according to pupils learning stances, in other words,pupils’wayof exercising their autonomy.Motivating teaching is more a question of being than doing, and is founded on: Modeling the behavior you are looking for from pupils. Eliciting the best from pupils by giving the best of yourself. Affirming, whenever viable, pupils’capacity for self-direction. Tuning into and adapting to pupils’s 43
feelings. Gaining influences by adjusting to the needs of pupils. Staying receptive to the full range of pupils’s emotions. Providing opportunities that are in and of themselves motivating. Controlling without colluding, coercing or crushing pupils, holding the reins just right. Building a good working relationship with the class. Controlling the atmosphere. Asking questions about how pupils experience the classroom to develop a two-way attunement. Cara memotivasi siswa, guru perlu menguasai bagaimana mengatur siswa. Makna, Guru-guru perlu membuat variasi pengajaran secara mandiri untuk diterapkan pada siswa, siswa belajar sesuai dengan kesepakatan antara guru dan siswa, dengan kata lain, otonomi dalam mendidik siswa. Motivasi lebih merupakan pertanyaan daripada tindakan, dan dibangun dari: Model perilaku murid. Memunculkan yang terbaik dari siswa dengan memberikan pengajaran yang terbaik Menegaskan, secara tepat, kapasitas siswa untuk mengarahkan dirinya sendiri. Mengatur dan beradaptasi dengan keinginan siswa. Medidik sesuai kebutuhan siswa. Memahami berbagai keinginan siswa. Memberikan kesempatan siswa memotivasi dirinya sendiri. Mengendalikan tanpa berkolusi, memaksa atau menyakiti siswa, mengendalikan siswa secara tepat. Membangun hubungan kerja yang baik dengan kelas. Mengontrol iklim kelas. Mengajukan pertanyaan berdasarkan pengalaman belajar para siswa dalam memahami materi pelajaran. Cara memotivasi siswa menurut Hopkins (2010:18-19), yaitu Engaging the quiet ones. Not calling on the first hand you see. Moving strategically around the room. Helping students restate their weak verbal responses. Being one of the learners. Setting appropriate challenges. Modeling your own love of learning. Building respect for all sincere responses. Melibatkan sesorang yang tenang. Tidak menyuruh pihak pertama yang Anda lihat. Pindah strategis di sekitar ruangan. Membantu siswa menyatakan kembali secara lisan kesulitan mereka. Berperan sebagai siswa. Mengatur ulangan tes sesuai kondisi siswa.Menggunakan model pembelajaran dengan metode kasih sayang. Menghormati semua masukan dan tanggapan.
f. Fungsi Motivasi Motivasi mempunyai beberapa fungsi, yaitu 1) Mendorong manusia untuk berbuat. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
44
2) Menentukan arah perbuatan, yaitu ke arah tujuan yang hendak dicapai, dengan demikian motivasi dapat memberi arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yaitu menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut (Sardiman, 2004: 83).
21. Pengertian Belajar Definisi belajar menurut Degeng (Hamzah B.Uno, Herminanto Sofyan & I made Candiasa, (2001: 102) ”belajar” adalah pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki siswa. Sedangkan pengertian belajar menurut Ormrod (2012:4) adalah “learning is a change as a result of experience , rather than the result of physiological maturation, fatigue, use of alcohol or drugs, or onset of mental illness or dementia”. Belajar adalah perubahan sebagai hasil dari pengalaman, bukan hasil pematangan fisiologis, kelelahan, penggunaan alkohol atau obat-obatan, atau timbulnya penyakit mental. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses, dimana individu setelah belajar akan mengalami perubahan di dalam perilakunya, yang diperoleh sebagai hasil latihan melalui pengalaman sendiri, maupun pengalaman orang lain.
22. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi belajar adalah kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar (Dimyati & Mudjiono, 2002:80).
45
Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman,A.M, 2004:75). Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belajar siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi, motivasi dalam hal ini meliputi dua hal : (1) mengetahui apa yang akan dipelajari; dan (2) memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Dengan berpijak pada kedua unsur motivasi inilah sebagai dasar permulaan yang baik untuk belajar. Sebab tanpa motivasi (tidak mengerti apa yang akan dipelajari) kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil (Sardiman A.M, 2011: 40).
a. Cara Membangkitkan Motivasi Belajar Sebagai motivator, guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar, dengan memperhatikan prinsip-prinsip, yaitu 1) Peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaannya
46
2) Memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti 3) Memberikan penghargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik 4) Menggunakan hadiah, dan hukuman secara efektif dan tepat guna 5) Memberikan penilaian dengan adil dan transparan (Mulyasa 2007: 59).
Berdasarkan beberapa pendapat tentang motivasi belajar maka dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah suatu keinginan mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara belajar. Sedangkan indikator-indikator mengenai motivasi belajar, yaitu a. Perhatian. b. Relevansi. c. Kepercayaan diri. d. Kepuasan. 23. Pengertian Lingkungan Ada dua istilah yang sangat erat kaitannya tetapi berbeda secara gradual ialah “alam sekitar” dan “lingkungan”. Alam sekitar mencakup segala hal yang ada di sekitar kita, baik yang jauh maupun yang dekat letaknya, baik dari masa silam maupun yang akan datang tidak terikat pada dimensi waktu dan tempat. Lingkungan adalah sesuatu yang ada di alam sekitar yang memiliki makna dan/atau pengaruh tertentu kepada individu ( Oemar Hamalik, 2004: 195). Menurut Moh.Uzer Usman (2006: 10), mengatakan dalam perannya sebagai pengelola kelas ”learning manager”, guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan
47
belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik
24. Pengertian Sekolah Sekolah adalah sesuatu lembaga yang memberikan kepada murid-muridnya pengajaran secara formal (Oemar Hamalik, 2001: 8). Sekolah ialah sistem sosial terbuka dengan lima elemen penting, yaitu perorangan, struktural, kebudayaan, politik, dan pendidikan (Veithzal Rivai & Sylviana Murni, 2008: 195). Sedangkan pengertian sekolah menurut Richard (2001: 22 ) “schools are organizations and they develop a culture, ethos or environment which might be favorable or unfavorable to encouraging change and the implementation of innovations”. sekolah adalah organisasi untuk mengembangkan budaya, etos atau lingkungan yang bermanfaat maupun kurang bermanfaat untuk mengubah, mendorong dalam penerapan perubahan atau inovasi.
25. Pengertian Lingkungan Sekolah Pengertian lingkungan sekolah menurut Scarlett, Ponte & Singh (2009: 84), yaitu As an approach to behavior and classroom management, community approaches emphasize the need to promote (1)Justice and individual rights in the classroom and schoolwide community:
48
(2)Care for and among teachers, students, administrators, and all who work in classrooms and schools (3)The democratic ideal of sharing control, giving everyone a voice in the management of classrooms and schools, and involving everyone in determining the right balance between individual rights and the common good. Suatu pendekatan untuk perilaku dan pengelolaan kelas, pendekatan komunitas menekankan kebutuhan untuk mempromosikan (1)Hukum dan hak-hak individual dalam komunitas kelas dan seluruh sekolah. (2)Peduli dan di antara guru, siswa, administrator, dan semua yang bekerja di ruang kelas dan sekolah (3)Bersifat demokratis dan saling mengontrol yang lainnya, memberikan semua suara dalam pengelolaan kelas dan sekolah, dan melibatkan semua orang dalam menentukan keseimbangan yang tepat antara hak individu dan kepentingan umum. Sedangkan Phelan (Jones,V.F & Jones.L.S, 1998:12) mengatakan tentang peran penentu kebijakan tentang pengelolaan lingkungan terhadap keberhasilan belajar siswa, yaitu Of most importance to practitioners and policy makers is the fact that …despite negative outside influences, students from all achievement levels and sociocultural backgrounds want to succeed and want to be in an environment in which it is possible to do so. Paling penting bagi praktisi dan pembuat kebijakan adalah kenyataan bahwa …meskipun pengaruh luar negatif, siswa dari semua tingkatan prestasi dan latar belakang sosial budaya ingin sukses dan ingin berada di suatu lingkungan yang baik untuk mencapai cita-cita. Menurut Myint Swe Khine, Landusamy, Quek Choon Lang, et al(2005: 202). 1) Manajemen kelas dapat dilihat melalui tiga tingkatan, yaitu Firstly, you have to manage the teaching and learning activities in the classroom. For this, you will have to delineate clear learning objectives, select appropriate learning task, implement and manage the activities, and assess the learning outcomes. Secondly, you will have to manage students’ behavior so that their energies are directed to the learning process and 49
time-on-task is optimized. You will have to make the learning task interesting so that it will engage the students. You will also have to set general guidelines for behavior norms in the classroom. Thirdly, you will have to manage both the physical and psycho-social classroom environments. Tactful management of the environment will create a positive and pleasant work atmosphere in the classroom. Pertama, Anda harus mengelola kegiatan belajar mengajar di kelas. Untuk ini, Anda harus menggambarkan tujuan pembelajaran yang jelas, pilih tugas belajar yang sesuai, melaksanakan dan mengelola kegiatan, dan menilai hasil belajar. Kedua, Anda harus mengelola perilaku siswa, sehingga energi mereka diarahkan untuk proses pembelajaran dan kegiatan di luar tugas dioptimalkan. Anda harus membuat tugas belajar yang menarik bagi siswa. Anda juga harus menetapkan pedoman umum untuk norma-norma perilaku di dalam kelas. Ketiga, Anda harus mengelola baik lingkungan kelas fisik dan psikososial. Manajemen lingkungan disusun secara bijaksana akan menciptakan suasana kerja yang positif dan menyenangkan di kelas. Manajemen lingkungan sekolah memprogramkan perbaikan (restorasi) sekolah untuk meningkatkan kualitas lingkungan sekolah, seperti pendapat Berry (2002: 21) tentang hasil restorasi lingkungan sekolah yaitu, The most important results in this restoration example is not the measured improvement in environmental quality. It has been measured and documented that educational performance and achievement has risen dramatically at the school. It is the demonstration that there is a direct connection between healthy school environments, behaviors and attitudes of students, parents and educators, and academic performance and achievement. Hasil paling penting dari contoh ini perbaikan (restorasi) tidak diukur dari peningkatan kualitas lingkungan. Tetapi telah diukur dan didokumentasikan dari kinerja pendidikan dan prestasi yang meningkat secara signifikan di sekolah. Dibuktikan bahwa ada hubungan langsung antara lingkungan
50
sekolah yang sehat, perilaku dan sikap siswa, orang tua dan pendidik, dan kinerja akademik dan prestasi. Pengaruh motivasi belajar siswa dengan lingkungan sekolah yang sehat, menurut Jennings & Greenberg (2009: 96), yaitu Students in more favourable learning environments tend to perfom better in reading. This is corroborated by the literature on effective schools and learning environments, which suggests that learning is best accomplished when students have good relations with their teachers. Siswa dalam lingkungan belajar yang baik akan membangkitkan motivasi belajar siswa. Hal ini diperkuat oleh literatur mengenai sekolah yang efektif dan lingkungan belajar, yang menunjukkan bahwa pembelajaran paling baik dilakukan ketika siswa memiliki hubungan baik dengan guru-guru mereka. Pengaturan lingkungan belajar sangat diperlukan agar anak mampu melakukan kontrol terhadap pemenuhan kebutuhan emosionalnya. Lingkungan belajar yang demokratis memberi kebebasan kepada anak untuk melakukan pilihanpilihan tindakan belajar dan akan mendorong anak untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar, sehingga akan dapat memunculkan kegiatan-kegiatan yang kreatif-produktif (Asri Budiningsih, 2005:7). Sedangkan guru merupakan salahsatu pelaksana kebijakan sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, pernyataan tersebut sejalan pendapat Rita Mariyana (2010:148) Tersedianya fasilitas yang memadai serta diterapkannya kebijakan sekolah yang mendukung merupakan dua hal penting untuk terciptanya lingkungan belajar yang kondusif. Dukungan fasilitas dan kebijakan sekolah memiliki nilai yang sangat tinggi, di samping kompetensi guru atau staf sekolah.
51
Berdasarkan beberapa definisi tentang lingkungan sekolah maka disimpulkan bahwa lingkungan sekolah adalah lingkungan tempat kegiatan belajar mengajar berlangsung yang para siswanya dibiasakan dengan nilai-nilai tata tertib sekolah dan nilai-nilai pembelajaran berbagai bidang studi. Sedangkan indikator-indikator lingkungan sekolah meliputi: 1. Kekompakan. 2. Dukungan guru. 3. Keterlibatan. 4. Penyelidikan. 5. Orientasi Tugas. 6. Kerjasama. 7. Kesamaan.
B. Kajian Penelitian yang Relevan 1. Endang Kurniati& Esti Sudi Utami. (2007). Model Pengembangan Kompetensi Komunikatif Pembelajaran Bahasa Jawa SMA Berbasis Konteks Sosio Kultural. Penelitian Universitas Negeri Semarang. Desain penelitian ini menggunakan Research Development. Subjek penelitian ini adalah guru bidang studi bahasa Jawa dan siswa SMA diwakili empat wilayah, yaitu kabupaten Banyumas, Pati, Semarang, Surakarta. Pemilihan empat wilayah tersebut berdasarkan pertimbangan tipologi dialek bahasa Jawa di Jawa Tengah. Tiap-tiap wilayah diambil 10 guru dan 10 siswa dari wilayah kota kabupaten dan kecamatan. Hasil penelitian ini meliputi deskripsi pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa SMA, panduan 52
pengembangan kompetensi komunikatif pembelajaran bahasa Jawa SMA, panduan pembelajaran, dan model alternatif pembelajaran bahasa Jawa SMA. Telah tersusun panduan pembelajaran bahasa Jawa SMA berbasis konteks sosial budaya. Panduan tersebut meliputi panduan penyusunan kurikulum, materi ajar, pendekatan strategi, media, dan evaluasi. Telah tersusun model alternatif pembelajaran bahasa Jawa SMA berbasis konteks sosial budaya yang meliputi model pembelajaran mendengarkan, berbicara, membaca,dan menulis. 2.
Endang Kurniati dan Esti Sudi Utami (2009) meneliti tentang Evaluasi
Pelaksanaan Pembelajaran bahasa Jawa SMA sebagai Muatan Lokal di Jawa Tengah. Penelitian Universitas Negeri Semarang. Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dengan desain penelitian kualitatif. yang difokuskan pada pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa dari segi kurikulum, proses pembelajaran, dan penyelenggara program pembelajaran bahasa Jawa. Penelitian evaluatif dimaksudkan untuk mengukur keberhasilan suatu program, produk atau kegiatan tertentu Penelitian ini diarahkan untuk menilai keberhasilan, manfaat, kegunaan, sumbangan dan kelayakan suatu program kegiatan dari suatu unit/ lembaga tertentu. Data penelitian ini berupa kekuatan, kelemahan, dampak, dan saran pelaksanaan pembelajaran bahasa Jawa SMA. Sumber data penelitian ini dari siswa, guru, kepala sekolah, Kepala Dinas se-kabupaten di Jawa Tengah yang berdasarkan hasil penelitian ini, saran yang diberikan sebagai berikut : a. Agar siswa tidak menyepelekan mata pelajaran Bahasa Jawa, posisi mata pelajaran bahasa Jawa disamakan dengan mata 53
pelajaran lain dan dicantumkan dalam ijazah. b. Guru bahasa Jawa hendaknya yang lebih profesional, sesuai dengan bidang studinya. c. Sarana dan prasarana pembelajaran bahasa Jawa yang lebih memadai d. Sering diadakan pelatihan dan lokakarya bagi guru bahasa Jawa untuk meningkatkan kompetensi. 3.
Endang Kurniati,Esti Sudi Utami dan Agus Yuwono (2010) meneliti
tentang Peningkatan Kompetensi Guru Mengembangkan Pembelajaran Bahasa Jawa Berbasis Sosial Budaya Siswa. Penelitian ini merupakan desiminasi hasil penelitian. Penelitian mengungkap bahwa pembelajaran bahasa Jawa di SMA kurang didukung oleh kesiapan yang baik. Pengajar bahasa Jawa mayoritas dari bidang studi lain. Kurikulum muatan lokal kurang dipahami secara konseptual. Kompetensi komunikatif
siswa
rendah.
Penelitian
merekomendasikan
perlunya
pengembangan pembelajaran muatan lokal bahasa Jawa mampu menyentuh kebutuhan sosial budaya yang relevan dengan konteks lingkungan siswa. Untuk itu guru perlu dilatih mengembangkan model pembelajarannya. Metode yang digunakan adalah pedagogi partisipasi kolaboratif dengan menekankan latihan dan partisipasi aktif peserta. Akhir kegiatan, guru dapat menyusun materi dan rancangan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan komunikatif dan sosial budaya siswa. Khalayak sasaran kegiatan ini adalah para guru bahasa Jawa SMA di Semarang. Jumlah peserta pelatihan sebanyak 24 orang guru yang berasal dari dua tipologi wilayah, yakni perkotaan dan pinggiran. Pembatasan jumlah peserta ini dimaksudkan agar proses pelatihan dapat berlangsung secara efektif. Secara 54
prosedural kerangka pemecahan masalah adalah sebagai berikut. adalah sebagai berikut. 1. Melakukan
‘’Needs Analysis’’ untuk mengetahui peta kebutuhan
praktis dan strategis dalam pembelajaran bahasa Jawa di SMA. 2. Merumuskan rancang bangun pola treatment berdasarkan analisis kebutuhan. 3.Melakukan ‘’treatment’’
dalam bentuk pendidikan dan pelatihan. 4. Melakukan
pendampingan dalam proses uji coba yang dilakukan oleh peserta sasaran di sekolah masing-masing.5. Melakukan monitoring dan evaluasi. 4.
Esti Sudi Utami dan Endang Kurniati (2010) meneliti tentang
Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dalam Pembelajaran
bahasa Jawa SMA kabupaten Semarang. Penelitian Universitas Negeri Semarang Penelitian tahap I ini bertujuan untuk mendeskripsikan kendala pengembangan kurikulum yang dialami guru. Metode penelitian ini dirancang dengan menggunakan desain penelitian Research Development yang dirancang selama dua tahun. Dalam pelaksanaan penelitian tahun pertama ini digunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah guru bahasa Jawa SMA seKabupaten Semarang. Pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara. Metode analisis yang dilakukan adalah analisis pengamatan dan wawancara. Metode analisis yang dilakukan adalah analisis interaktif. Hasil penelitian, yaitu menunjukkan bahwa kendala yang ditemukan dalam menyusun KTSP meliputi.unsur pengembangan KD, unsur life skills, uraian pencapaian indikator siswa, pengalaman belajar, metode, penilaian, pengaturan waktu. 55
alokasi
5.
Posisi penelitian tentang Pengaruh Kompetensi Guru, Motivasi
Belajar, dan Lingkungan Sekolah terhadap Efektivitas Kebijakan Muatan Lokal Bahasa Jawa di SMAN Kota Yogyakarta adalah berbeda dari penelitianpenelitian yang relevan tersebut. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survei. Populasi penelitian sebanyak sebelas SMA N
di kota Yogyakarta.
Sampel penelitian sebanyak tiga SMAN kota Yogyakarta dengan total responden 187 siswa dari 1380 siswa diambil secara stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Pengujian validitas item dilakukan dengan mengkorelasikan skor setiap item jawaban responden dengan skor total item pernyataan, sedangkan reliabilitas instrumen diuji dengan konsistensi internal teknik Alpha-Cronbach. Uji persyaratan analisis terdiri atas uji normalitas, homogenitas, dan linearitas. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik korelasi sederhana, korelasi ganda, regresi ganda, dan koefisien determinan. Hasil penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh kompetensi guru, motivasi belajar, lingkungan sekolah terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta.
C. Kerangka Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini disamping berfungsi sebagai pedoman yang memperjelas tujuan penelitian, kerangka pikir dapat membantu pemilihan konsep-konsep yang diperlukan guna pembentukan hipotesis. Kebijakan muatan 56
lokal bahasa Jawa mengacu pada pedoman yang spesifik, metode, prosedur, aturan, bentuk dan praktik administrasi memberikan kerangka kerja bagi operasional sekolah yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan. Efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa mempresentasikan sejauh mana kebijakan tepat sasaran dengan tujuan pembelajaran bahasa Jawa, yaitu
1. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Jawa sebagai lambang kebanggaan daerah, identitas daerah, dan alat perhubungan atau komunikasi di dalam keluarga dan masyarakat. 2. Siswa memahami Bahasa, Sastra, dan Budaya Jawa dari segi bentuk makna, dan fungsi. 3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Jawa dengan baik dan benar untuk bermacam-macam tujuan, keperluan dan keadaan. 4. Siswa memiliki kemampuan menikmati dan memanfaatkan karya sastra dan budaya Jawa untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa (Diknas Propinsi DIY, 2006). Ketercapaian tujuan kebijakan muatan lokal dapat dipengaruhi oleh kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Kompetensi pedagogik kemampuan seorang guru dalam merencanakan, melaksanakan interaksi dan mengelola proses pembelajaran peserta didik. Kompetensi kepribadian
57
adalah kemampuan personal
yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia.Kompetensi sosial guru dapat mengandung arti
sejumlah kompetensi yang berhubungan dengan kemampuan
bersosialisasi dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Kompetensi profesional merupakan kemampuan dasar guru dalam pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, bidang studi yang dibinanya, sikap yang tepat tentang lingkungan belajar, mempunyai keterampilan dalam teknik mengajar dan kompetisi. Sedangkan motivasi belajar siswa motivasi belajar adalah suatu keinginan mencapai suatu tujuan tertentu dengan cara belajar. Kemudian lingkungan sekolah adalah lingkungan tempat kegiatan belajar mengajar berlangsung yang para siswanya dibiasakan dengan nilai-nilai tata tertib sekolah dan nilai-nilai pembelajaran berbagai bidang studi. Dalam penelitian ini, kerangka pikir untuk menjelaskan kompetensi guru, motivasi belajar, lingkungan sekolah mempengaruhi efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN Kota Yogyakarta diterangkan dalam Gambar.1. sebagai berikut: r1
Kompetensi Guru (X1) r4
R
Motivasi Belajar (X2) r2 r5 Lingkungan Sekolah (X3)
r3
r6
Gambar.1. Kerangka Pikir.
58
Efektifitas Kebijakan Muatan Lokal Bahasa (Y) Jawa di SMA Negeri
Keterangan Gambar.1: r1
: Pengaruh kompetensi guru terhadapat efektivitas kebijakan.
r2
: Pengaruh motivasi belajar terhadap efektivitas kebijakan.
r3
: Pengaruh lingkungan sekolah terhadap efektivitas kebijakan.
R
: Pengaruh kompetensi guru,motivasi belajar dan lingkungan sekolah secara bersama-sama mempengaruhi terhadap efektivitas kebijakan .
D. Hipotesis Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pikir penelitian ini, dapat dirumuskan hipotesis penelitian, sebagai berikut: 1. Hipotesis pertama yaitu bahwa kompetensi guru mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta. 2. Hipotesis kedua yaitu bahwa motivasi belajar mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta. 3. Hipotesis ketiga yaitu lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta. 4. Hipotesis keempat kompetensi guru, motivasi belajar, lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap efektivitas kebijakan muatan lokal bahasa Jawa di SMAN kota Yogyakarta. 59