7
II.
2.1
LANDASAN TEORI
Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) Manajemen pengetahuan (knowledge management) merupakan suatu model gabungan
berbagai aspek pengetahuan dalam suatu perusahaan. Oleh karena itu di dalam manajemen pengetahuan termasuk penciptaan, pengkodean, dan pendistribusian pengetahuan. Manajemen pengetahuan juga dapat diartikan sebagai proses pengumpulan dan penggunaan pengetahuanpengetahuan dalam perusahaan, baik yang berupa pengetahuan tertulis (dokumen, laporan, basis data) maupun pengetahuan yang berada pada pikiran pekerja di perusahaan tersebut (Awad dan Ghaziri, 2004).
2.1.1
Akuisisi Pengetahuan (Knowledge Aquisition) Akuisisi pengetahuan merupakan salah satu tahap penting dalam pengembangan sistem
pakar, oleh karena itu keberadaannya perlu didukung oleh sistem pengetahuan dasar (knowledge based system). Pada tahap akuisisi pengetahuan inilah dilakukan proses pengumpulan pengetahuan dari para pakar oleh perekayasa pengetahuan atau knowledge engineer (KE), yang akan dimasukkan dalam sistem berbasis pengetahuan (knowledge based system), atau dapat dikatakan sebagai proses penyerapan pengetahuan. Teknik penyerapan pengetahuan sendiri pada dasarnya terdiri dari dua bagian utama, yaitu identifikasi proyek dan penyerapan pengetahuan. Penyerapan pengetahuan dari pakar ini dapat diperoleh oleh KE melalui wawancara dan berbagai macam metode lainnya, seperti observasi dan diskusi masalah. Selama proses akuisisi pengetahuan, seorang KE harus sabar, komunikatif dan juga kreatif, karena pakar seringkali sulit mengekspresikan proses penyelesaian suatu masalah. Selain itu seorang KE merupakan orang
8 yang memiliki latar belakang pengetahuan tentang komputer dan kecerdasan buatan serta mengerti cara pengembangan sistem pakar (Marimin, 2007). Sebagai salah satu elemen dalam sistem pakar, fasilitas akuisisi pengetahuan digunakan sebagai alat untuk mengisi atau mendapatkan pengetahuan, fakta, aturan, dan model yang diperlukan oleh sistem pakar dari berbagai sumber (Marimin, 2007), seperti :
Akuisisi pengetahuan dari para pakar.
Pengorganisasian dari beberapa buku, jurnal, data, dasar dan media lain yang relevan dengan ruang lingkup sistem pakar yang akan dikembangkan.
Penyeleksian hasil deduksi dan induksi dari pengetahuan yang sudah tersimpan dalam sistem pakar atau yang berupa pengalaman itu sendiri.
Tahapan dalam proses akuisisi pengetahuan yang diperlukan untuk menyusun sistem pakar cukup beragam, tapi pada umumnya tidak terlepas dari kaitan ilmu-ilmu kognitif dan teknik kecerdasan buatan atau dengan kata lain tergantung dari sistem informasi, sistem deduksi dan sistem operasi. Dalam Marimin (2007), proses akuisisi pengetahuan terdiri dari tiga tahap, yaitu komunikasi, formulasi atau implementasi parsial (permodelan pengetahuan), dan tahap validasi (keabsahan data sistem dan interpretasi pengetahuan), seperti dapat dilihat pada Gambar 1. Ketiga tahap tersebut penting dalam penentuan keseluruhan implementasi dari sistem pakar yang dikembangkan.
Gambar 1.
Tahapan akusisi pengetahuan pada sistem pakar (Marimin, 2007)
9 2.1.2
Representasi Pengetahuan (Knowledge Representation) Representasi pengetahuan merupakan bagian yang memuat obyek-obyek pengetahuan
serta hubungan yang dimiliki antar obyek tersebut. Obyek-obyek pengetahuan ini akan disimpan dalam basis pengetahuan (knowledge based). Basis pengetahuan merupakan sumber kecerdasan sistem yang dimanfaatkan oleh mekanisme inferensi untuk mengambil kesimpulan (Marimin, 2007). Basis pengetahuan terdiri dari basis pengetahuan statis dan basis pengetahuan dinamik. Basis pengetahuan statis dapat juga disebut sebagai basis pengetahuan deklaratif, yang memuat informasi tentang obyek, peristiwa, dan juga situasi. Basis pengatahuan seperti ini dapat direpresentasikan dalam bentuk kalkulus predikat, frames, dan jaringan semantik. Sedangkan basis pengetahuan dinamik dapat juga disebut sebagai basis pengetahuan prosedural yang dapat direpresentasikan dalam bentuk pattern invocked program, kaidah produksi, dan representasi logik. Basis pengetahuan dinamik memuat tentang cara membangkitkan fakta atau hipotesa baru dari fakta yang sudah ada. Pembentukan basis pengetahuan didasarkan pada strategi konvensional dan otomatis. Strategi konvensional membentuk pengetahuan terstruktur dan digunakan jika ranah pengetahuan bersifat kompleks dan pengguna perlu mengetahui proses penalaran. Strategi konvensional biasanya digunakan untuk pembentukan sistem pakar pelatihan. Strategi otomatis dibentuk melalui proses analogi yang dapat dilaksanakan dengan jaringan neural artifisial dan digunakan apabila ranah pengetahuan dan kaidah empiris bersifat sederhana. Contoh penggunaan strategi otomatis adalah pada pembentukan sistem pakar untuk masalah prakiraan cuaca. Beberapa alternatif representasi pengetahuan menurut Ignizio (1991) adalah sebagai berikut :
10
OAV Triplet (Objek-Atribut-Value) OAV triplet atau objek-atribut-nilai merupakan cara untuk menggambarkan fakta tertentu
dalam basis pengetahuan dan dapat diperluas membentuk jaringan semantik. Objek dapat berupa fisik atau konsep, sedangkan atribut merupakan karakteristik dari objek, dan nilai merupakan sifat tertentu dari objek (Marimin, 2007). Contoh dari representasi pengetahuan dalam bentuk OAV triplet adalah : Pete Jones mempunyai penghasilan Rp. 5000000, 00 Pete Jones sebagai objek, Mempunyai penghasilan sebagai atribut, Rp. 5000000, 00 sebagai nilai.
Jaringan Semantik (Semantic Network) Jaringan semantik merupakan jaringan yang terbentuk dari beberapa OAV, seperti terlihat
pada Gambar 2. Jaringan semantik dapat digunakan untuk representasi dari beberapa objek dimana masing-masing objek mempunyai beberapa atribut. Karena suatu objek dapat diturunkan menjadi objek anak, maka setiap penurunan tersebut juga akan disertai dengan penurunan atribut dari parent kepada objek anaknya. Untuk menghemat memori, atribut yang diturunkan dari parent kepada child tidak perlu dituliskan lagi pada saat menjelaskan tentang objek anak (Ignizio, 1991).
Gambar 2.
Jaringan semantik antara OAV induk – OAV anak (Ignizio, 1991)
11
Frame Frame merupakan perluasan dari jaringan semantik karena dapat menggambarkan suatu
objek dari berbagai macam aspek. Pada frame, objek-objek pengetahuan disusun secara hirarki. Setiap objek direpresentasikan dalam bentuk 1 frame, dimana informasi tentang objek tersebut akan dituliskan dalam bentuk slot-slot. Slot yang terdapat pada frame biasanya berupa atribut atau nilai dari objek, dan dapat mengandung nilai, pointer ke frame lain, atau sekumpulan aturan (rules) yang dapat diimplementasikan. Representasi pengetahuan dengan menggunakan frame dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang objek pengetahuan serta sangat baik bila digunakan pada perancangan sistem pakar yang besar dan kompleks, terutama yang mengandung banyak fakta. Namun disamping kelebihannya itu, frame juga memiliki kekurangan yang justru timbul karena kemampuannya dalam menggambarkan objek pengetahuan. Penggunaan frame pada umumnya memerlukan masa training yang cukup lama, mengingat bahwa user sulit memahami konsep frame . Gambar 3 berikut ini adalah contoh representasi objek pengetahuan dengan menggunakan frame :
Gambar 3. Representasi objek DOG dengan menggunakan frame (Ignizio, 1991)
Statement Logika (Logic Statement) Statement logika merupakan cara representasi pengetahuan dengan notasi logika. Ada dua
macam bentuk statement logika yang umum digunakan, yaitu logika proposisional dan predikat kalkulus. Proposisional merupakan pernyataan yang dapat bernilai benar atau salah,
12 dimana beberapa proposisional dapat digabungkan dengan menggunakan operator AND, OR, NOT, dan EQUIVALENT. Predikat kalkulus merupakan perluasan dari logika proporsisional. Dimana elemen dasar pada predikat kalkulus adalah objek dan predikat itu sendiri. Predikat memberikan informasi tentang objek atau menggambarkan hubungan antara objek dengan apa yang dimiliki oleh objek tersebut. Contoh dari penggunaan predikat kalkulus dalam menggambarkan suatu objek adalah sebagai berikut : 4 kaki (anjing), dibaca ”anjing mempunyai 4 kaki”, dimana : anjing merupakan objek, 4 kaki merupakan predikat.. Kakak(Joan, Jack), dibaca ”Joan adalah kakak dari Jack”, dimana : Joan, Jack, merupakan objek, Kakak merupakan predikat.
Jaringan Neural (Neural Network) Jaringan neural merupakan menggambarkan upaya seseorang untuk menduplikasi
pengetahuan dalam otak manusia. Pengetahuan-pengetahuan akan disimpan dalam neuron dimana akan ada banyak sekali neuron dan masing-masing neuron akan berhubungan satu sama lain sehingga membentuk jaringan. Konsep jaringan neuron ini mulai digunakan untuk merepresentasikan
pengetahuan
secara
otomatis,
dimana
contoh
persoalan
akan
dideskripsikan oleh ahli dan perekayasa akan memberikan bobot hubungan antar neuron sesuai dengan tingkat keeratan dan kepentingannya.
13 2.1.3
Mekanisme Inferensi (Inference Engine) Mekanisme inferensi merupakan komponen terpenting dalam sistem pakar yang akan
memanipulasi dan mengarahkan pengetahuan pada basis pengetahuan untuk mencapai kesimpulan. Kesimpulan atau solusi yang dihasilkan oleh sistem pakar diperoleh melalui pengujian fakta dan kaidah yang ada pada basis pengetahuan. Mekanisme inferensi juga dapat menambahkan fakta baru ke dalam basis pengetahuan jika diperlukan. Terdapat dua strategi dalam mesin inferensi, yaitu strategi penalaran dan strategi pengendalian. Strategi penalaran dapat dibagi lagi menjadi strategi penalaran pasti (Exact Reasoning Mechanism) dan strategi penalaran tidak pasti (Inexact Reasoning Mechanism). Modus ponens, modus tollens, dan beberapa teknik resolusi, merupakan contoh dari strategi penalaran pasti. Strategi pengendalian digunakan untuk pencarian atau pembuktian bahwa solusi dari suatu persoalan ada atau benar. Terdapat dua teknik pengendalian yang sering digunakan pada sistem pakar, yaitu mata rantai ke depan (Forward Chaining) dan mata rantai ke belakang (Backward Chaining). Apapun teknik pengendalian yang digunakan, dalam implementasinya dipengaruhi oleh teknik penelusuran yang digunakan. Beberapa teknik penelusuran yang dapat digunakan adalah depth-first search (dfs), breadth-first search (bfs), dan best-first search (befs). Dfs merupakan teknik penelusuran secara vertikal pada setiap cabang simpul pada ruang solusi. Dalam penggunaan dfs, sulit diketahui berapa dalam harus mencari solusi atau kegagalan dalam mencari pemecahan sebelum kembali ke titik sebelumnya. Bfs merupakan teknik penelusuran secara horisontal, pada setiap tingkat pada suatu struktur ruang solusi. Dengan menggunakan bfs maka memungkinkan ditemukannya solusi dengan lintas terpendek. Namun bila ternyata solusi tidak ada, maka akan diperlukan ruang solusi yang sangat besar dan diperlukan waktu
14 penelusuran yang sangat besar pula. Befs adalah teknik penelusuran yang menggabungkan antara dfs dan bfs.
2.2
Sistem Pakar (Expert System) Sistem pakar merupakan salah satu cabang dari kecerdasan buatan (artificial intelligent)
yang mulai berkembang sejak tahun 1970-an seiring dengan mulai diterimanya paradigma berbasis pengetahuan (knowledge-based). Keberhasilan dari beberapa prototipe sistem pakar yang terus berkembang sejak tahun 1970, antara lain adalah MYCIN (untuk mendiagnosa kesehatan), DENDRAL (untuk mengidentifikasikan bahan kimia), dan PROSPECTOR (untuk menganalisis mineral). Pada dasarnya perkembangan sistem pakar sendiri meliputi area yang cukup luas dan melibatkan beberapa kejadian. Diawali pada tahun 1943, dengan adanya model yang dihasilkan oleh McCulloch dan Pitts Neuron, tentang post production rules, yang kemudian dilanjutkan dengan kejadian dan proyek lainnya. Hingga pada akhir tahun 1950 dan awal tahun 1960, dimana sudah terdapat banyak program yang dibuat dengan tujuan membantu penyelesaian masalah. Salah satu program yang paling populer pada saat itu adalah program General Problem Solver yang dibuat oleh Newell dan Simon, yang menggunakan tipe aturan produksi yang ditulis dalam bentuk IF-THEN.
2.2.1 Definisi Sistem Pakar Sistem pakar merupakan salah satu cabang kecerdasan buatan yang meniru cara berpikir seorang pakar dalam menyelesaikan masalah, membuat keputusan, atau mengambil kesimpulan dari sejumlah fakta (Handojo, Irawan, dan Ongko, 2004). Giarratano dan Riley (1998) menyebut sistem pakar sebagai sistem komputer yang dapat melakukan emulasi terhadap kemampuan
15 membuat keputusan dari seorang pakar. Kemampuan melakukan emulasi ini membuat sistem pakar dapat merespon dan bertingkah laku dalam segala aspek, seperti halnya seorang manusia yang pakar dalam suatu hal. Oleh karena itu emulasi dikatakan lebih baik daripada simulasi yang hanya merespon sesuatu dari aspek-aspek tertentu saja. Pakar adalah seseorang yang mempunyai keahlian kusus atau keahlian dalam suatu bidang tertentu (Giarratano dan Riley, 1998). Keahlian yang dimiliki oleh seorang pakar tidak banyak diketahui oleh orang lainnya. Sehingga biasanya seorang pakar dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih efisien dibandingkan dengan orang lain pada umumnya. Sebuah sistem pakar akan menyimpan dan mengelola keahlian atau pengetahuan dari seorang pakar. Selain itu pengetahuan yang ada pada sistem pakar juga dapat berasal dari buku dan juga majalah, atau sumber-sumber tertulis lainnya. Karena itulah pula, sistem pakar juga dapat disebut sebagai sistem berbasis pengetahuan. Pengetahuan yang dimiliki oleh sistem pakar yang akan digunakan untuk mengolah fakta-fakta dari pengguna sehingga dapat dihasilkan suatu kesimpulan yang akan diberikan kembali kepada penggunanya. Kesimpulan itu dapat dianggap sebagai hasil dari konsultasi yang diberikan oleh seorang pakar. Fungsi dasar sistem pakar dapat dapat dilihat pada Gambar 4. Sistem Pakar
Pengguna
Fakta Kesimpulan
Knowledge Base (Basis Pengetahuan)
Inference Enginee (Penarikan Kesimpulan)
Gambar 4. Fungsi dasar sistem pakar (Giarratano dan Riley, 1998) Pengetahuan seorang pakar biasanya fokus pada suatu domain tertentu, yang disebut dengan problem domain (Giarratano dan Riley, 1998). Problem domain adalah masalah khusus
16 pada suatu area tertentu seperti pengobatan, pertanian, ilmu pengetahuan, dan keuangan. Sistem pakar biasanya dirancang pada satu problem domain tertentu. Problem domain disini tidak termasuk kemampuan khusus dari pakar untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan domain tersebut. Pengetahuan seorang pakar untuk menyelesaikan masalah khusus yang timbul pada suatu domain tertentu disebut dengan knowledge domain. Contoh dari knowledge domain dari problem domain pertanian adalah pengetahuan pakar untuk mengenali gejala-gejala kerusakan tanaman karena serangan hama dan bagaimana mengatasi serangan tersebut. Hubungan antara problem domain dan knowledge domain dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 5. Problem Domain Knowledge Domain
Gambar 5. Hubungan domain pengetahuan dan domain masalah (Giarratano dan Riley, 1998)
2.2.2 Keuntungan Sistem Pakar Penerapan sistem pakar dalam kehidupan sehari-hari dapat mempunyai motivasi yang berbeda-beda. Pada umumnya penerapan sistem pakar didasarkan atas motivasi untuk mendapatkan saran dari pakar kapan saja diperlukan mengingat kesibukan dan aktivitas pakar yang mungkin bisa sangat padat. Menurut Giarratano. dan Riley (1998), penerapan sistem pakar dalam kehidupan sehari-hari sendiri mempunyai beberapa keuntungan, seperti :
Memungkinkan pengetahuan dan keahlian dari para pakar dapat diperoleh melalui berbagai macam jenis piranti keras.
Mengurangi biaya yang diperlukan untuk konsultasi dengan pakar setiap kali ada masalah yang harus diselesaikan.
17
Mengurangi bahaya karena sistem pakar dapat diterapkan pada kondisi dan situasi yang berbahaya bagi seorang pakar.
Pengetahuan yang dimiliki bersifat permanen, karena pengetahuan yang sudah disimpan pada sistem pakar tidak mungkin dapat hilang, habis, atau rusak.
Memungkinkan untuk menggabungkan pengetahuan dan keahlian beberapa pakar secara bersamaan untuk menyelesaikan suatu masalah.
Meningkatkan kehandalan karena sistem pakar dapat menjaga kebenaran kesimpulan atau saran yang diberikan, sebab sistem pakar tidak mungkin merasa lelah dan tidak terpengaruh kondisi emosional.
Sistem pakar dapat memberikan penjelasan terhadap kesimpulan atau saran yang diberikan.
Memberikan respon yang cepat terhadap masalah yang dimasukkan oleh penggunanya.
Sistem pakar dapat menjadi tutor yang memiliki kecerdasan, yang dapat menjelaskan proses dan tahapan pengambilan kesimpulan.
Sistem pakar merupakan basis data yang cerdas karena dapat mengakses basis data dengan cara-cara yang cerdas.
2.2.3 Karakteristik Sistem Pakar Beberapa karakteristik sistem pakar menurut Giarratano dan Riley (1998), adalah:
Kinerja yang tinggi
Dapat merespon sesuatu dengan cepat.
Memiliki tingkat kehandalan yang tinggi.
Memberikan penjelasan tentang tahapan yang dilalui untuk menghasilkan kesimpulan.
Bersifat fleksibel
18
Memberikan daftar semua alasan yang diperlukan untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
2.2.4 Elemen Sistem Pakar Giarratano dan Riley (1998) menyatakan bahwa sebuah sistem pakar terdiri dari beberapa komponen, seperti :
Antar Muka Pengguna (User interface) Tatap muka pengguna atau user interface merupakan tampilan sistem pakar, tempat dimana pengguna dan sistem pakar dapat saling berkomunikasi.
Fasilitas Penjelasan (Explanation facility) Fasilitas penjelasan atau explanation facility merupakan fasilitas pada sistem pakar yang menjelaskan tentang alasan-alasan suatu kesimpulan dihasilkan.
Memori Kerja (Working memory) Memori kerja atau working memory merupakan basis data global berisi fakta-fakta yang dimasukkan oleh pengguna.
Mekanisme Inferensi (Inference engine) Mekanisme inferensi atau inference engine merupakan suatu mekanisme untuk menghasilkan kesimpulan dengan memilih aturan-aturan yang ada pada basis pengetahuan yang dianggap sesuai dengan fakta yang dimasukkan oleh pengguna. Mekanisme inferensi juga akan memberikan prioritas kepada setiap aturan yang dipilih dari basis pengetahuan tadi.
Agenda Agenda adalah daftar aturan dengan prioritas tinggi yang dibuat oleh mekanisme pengetahuan. Aturan yang berada pada agenda adalah aturan yang sesuai dengan faktafakta yang diberikan oleh pengguna.
19
Fasilitas Akuisisi Pengetahuan (Knowledge acquisition facility) Merupakan fasilitas yang memungkinkan pengguna untuk memasukkan pengetahuan ke dalam sistem, disamping pengetahuan-pengetahuan yang sebelumnya sudah dimasukkan oleh KE. Fasilitas ini merupakan fasilitas tambahan dan bukan fasilitas wajib dalam sistem pakar.
Gambar 6 berikut ini menampilkan stuktur dan hubungan antar elemen pada sistem pakar.
Gambar 6. Hubungan antar elemen dalam sistem pakar (Giarratano dan Riley, 1998)
2.2.5 Tahapan Pengembangan Sistem Pakar Beberapa penulis menggambarkan tahapan pengembangan sistem pakar secara berbedabeda. Namun pada intinya semua proses pengembangan sistem pakar akan melalui tahap pembentukan basis pengetahuan yang akan diperoleh melalui akuisisi dan representasi pengetahuan. Giarratano dan Riley (1998) menggambarkan tahapan pengembangan sistem pakar secara lebih sederhana, hanya melalui melalui 3 tahap. Namun penggambaran seperti ini masih sangat umum sehingga tidak dapat menunjukkan secara jelas sub-proses yang terjadi pada masing-masing tahap. Tahapan ini dapat diperjelas dengan menggambarkan setiap sub-proses yang diperlukan dalam pembentukan basis pengetahuan. Marimin (2007) menggambarkan tahapan pengembangan sistem pakar menjadi delapan tahap seperti terlihat pada Gambar 7.
20
Gambar 7. Tahapan pengembangan sistem pakar (Marimin, 2007)
2.3
Sistem Fuzzy Gugus fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Profesor L. A. Zadeh pada tahun 1965.
Profesor Zadeh mengembangkan gugus fuzzy dari gugus biasa. Beliau juga mengembangkan logika fuzzy untuk memanipulasi fuzzy set. Meskipun pada awal perkembangannya gugus fuzzy tidak terlalu diperhatikan, namun akhir-akhir ini perkembangan penggunaan gugus fuzzy sudah semakin pesat. Hal ini ditandai dengan makin banyaknya peneliti dalam bidang matematikan dan teknik yang melakukan penelitian tentang sistem fuzzy. Dalam bahasa manusia banyak hal yang mengandung ketidakpastian (ambiguity), seperti misalnya pengalaman seseorang, kemampuan seseorang dalam melakukan analisis sebelum akhirnya mengambil suatu kesimpulan. Dalam kasus-kasus seperti ini kehadiran komputer yang dirancang untuk dapat membantu pekerjaan manusia, kurang efektif karena komputer tidak mengerti tentang bahasa manusia dengan segala ketidakpastian yang terkandung di dalamnya. Maka dari itu diperlukan suatu cara atau teknik yang dapat mengartikan ketidakpastian dalam
21 bahasa manusia menjadi bahasa yang dapat dimengerti oleh komputer, sehingga komputer akan dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Gugus fuzzy merupakan piranti yang tepat untuk mengekspresikan ketidakpastian. Gugus fuzzy merupakan media komunikasi yang berbicara mengenai logika alami dan kompleksitas diantara manusia dan pengetahuan sosial. Sistem fuzzy merupakan penduga numerik yang terstruktur dan dinamik. Sistem ini mempunyai kemampuan untuk mengembangkan sistem intelijen dalam lingkungan yang tidak pasti, dengan menduga suatu fungsi dengan logika fuzzy. Logika fuzzy sering menggunakan informasi linguistik dan verbal. Terdapat beberapa proses dalam logika fuzzy, yaitu : penentuan gugus fuzzy, penerapan aturan if-then, proses inferensi fuzzy. Gambar 8 dibawah ini menunjukkan alur penyelesaian masalah dengan logika fuzzy. Permasalahan Nyata
Representasi Natural
Fuzzifikasi
Komputasi Secara Fuzzy
Defuzzifikasi
Solusi
Gambar 8.
2.3.1
Alur penyelesaian masalah dengan logika fuzzy (Marimin, 2007)
Himpunan Fuzzy Gugus fuzzy dikembangkan dari gugus biasa, hanya saja pada gugus fuzzy terdapat derajat
keanggotaan dari suatu elemen x dari gugus universal X, tercakup di dalam gugus fuzzy A. Fungsi yang menyatakan derajat keanggotaan terhadap sebuah elemen x dalam sebuah gugus disebut fungsi keanggotaan (membership function).
22 Nilai atau derajat keanggotaan yang diberikan kepada suatu elemen x oleh fungsi keanggotaan akan berada pada range 0-1 dan sering dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut : μA (x1) = 1, dibaca : nilai keanggotaan untuk elemen x1 pada gugus fuzzy A bernilai 1. μA (x2) = 0.5, dibaca : nilai keanggotaan untuk elemen x2 pada gugus fuzzy A bernilai 0.5. μA (x3) = 0, dibaca : nilai keanggotaan untuk elemen x3 pada gugus fuzzy A bernilai 0. Himpunan fuzzy dapat dinotasikan dalam bentuk pasangan berurutan. Dimana elemen pertama menunjukkan nama elemen dan elemen kedua menunjukkan nilai keanggotaannya. Contoh penulisan himpunan fuzzy dari 3 elemen, sebagai pasangan berurutan adalah sebagai berikut : A = {(1; 0.6); (2; 0.3); (3; 0.1)}
2.3.2
Fungsi Keanggotaan Fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan
pemetaan titik-titik masukan data ke dalam nilai keanggotaannya (Kusumadewi, et al, 2006). Pada dasarnya terdapat dua macam cara untuk menentukan nilai keanggotaan dari himpunan fuzzy, yaitu secara numerik dan secara fungsi (Yan, Ryan, Power, 1994). Cara numerik menentukan tingkat fungsi keanggotaan pada suatu elemen sebagai vektor yang terdiri dari angka-angka dengan dimensi tergantung pada tingkat diskretisasi. Cara fungsi menentukan fungsi keanggotaan himpunan fuzzy dalam bentuk ekspresi yang memungkinkan yang memungkinkan pemberian nilai keanggotaan untuk setiap elemen dalam suatu universe untuk dikalkulasi. Pada sistem fuzzy, terdapat beberapa fungsi keanggotaan yang dapat digunakan untuk pemberian nilai keanggotaan pada suatu elemen dalam himpunan fuzzy. Beberapa fungsi keanggotaan yang umum digunakan adalah fungsi-S, fungsi-π , kurva segitiga, kurva trapesium,
23 dan bentuk eksponensial (Yan, Ryan, dan Power, 1994). Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy : 1. Representasi Linear Pada representasi linear akan dihasilkan kurva berupa garis lurus. Garis ini terbentuk sebagai akibat dari pemetaan masukan ke derajat keanggotaan. Representasi linear memberikan gambaran fungsi keanggotaan yang paling sederhana dan dapat menjadi pilihan yang tepat untuk mendekati suatu konsep yang kurang jelas dan dapat dikelompokkan dalam dua macam fungsi, yaitu fungsi representasi naik dan fungsi representasi turun (Kusumadewi et al, 2006). Fungsi keanggotaan untuk representasi linear naik menghasilkan garis lurus yang bergerak menaik ke nilai domain yang lebih besar seperti terlihat pada Gambar 9, dinyatakan denga rumus sebagai berikut : μ(x) =
0;
x≤a
(x-a)/(b-a);
a≤ x≤b
1;
x≥b
Gambar 9.
Kurva representasi linear naik (Kusumadewi et al, 2006)
Fungsi keanggotaan untuk representasi linear turun menghasilkan garis lurus yang bergerak menurun ke nilai domain yang lebih kecil seperti terlihat pada Gambar 10 dan dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :
μ(x) =
(b-x)/(b-a);
a≤ x≤b
0;
x≥b
Gambar 10.
Representasi linear turun (Kusumadewi et al, 2006)
24
Dengan a menyatakan batas bawah pada range nilai dan b menyatakan batas atas pada range nilai gugus fuzzy. Sedangkan x menyatakan elemen yang akan dicari nilai keanggotaannya dengan fungsi representasi linear. 2. Interval of Confidence Nilai keanggotaan kepada suatu elemen x hanya dapat bernilai 1 bila x adalah anggota gugus fungsi fuzzy. Sedangkan nilai keanggotaan elemen x adalah 0, bila x bukan merupakan anggota gugus fuzzy. 3. Representasi Kurva Segitiga (Tringular Fuzzy Number /TFN) Representasi kurva segitiga merupakan gabungan dari dua garis linear seperti terlihat pada Gambar 11. Fungsi keanggotaan untuk kurva segitiga dinyatakan sebagai berikut :
μ(x) =
0;
x ≤ a atau x ≥ c
(x-a)/(b-a);
a≤ x≤b
1;
x=b
Gambar 11.
Kurva segitiga (Kusumadewi et al, 2006)
Dengan a menyatakan batas bawah dari range nilai, b menyatakan nilai puncak pada kurva segitiga sekaligus titik tengah dari nilai a dan c, sedangkan c menyatakan nilai batas atas dari range nilai. X menyatakan elemen yang akan dicari nilai keanggotaannya. 4. Representasi Kurva Trapesium Representasi kurva trapesium dapat dilihat pada Gambar 12 dan mempunyai fungsi keanggotaan sebagai berikut :
25
μ(x) =
0;
x < a atau x ≥ d
(x-a)/(b-a);
a≤ x
1;
b≤ x
(d-x)/(d-c);
c≤ x
Gambar 12.
Kurva trapesium (Kusumadewi et al, 2006)
Penjelasan untuk a,d sama dengan pada representasi kurva segitiga. Sedangkan c menyatakan nilai puncak pertama dari kurva yang terbentuk dan b menyatakan nilai puncak kedua pada kurva. 5. Representasi Kurva Bentuk Bahu Kurva bentuk bahu digunakan untuk menyatakan daerah yang terletak pada tengah-tengah suatu variabel yang direpresentasikan dalam bentuk segitiga. Pada representasi kurva bahu akan ada sisi variabel yang tidak berubah. Sedangkan ‘bahu’ kiri bergerak dari benar ke salah dan ‘bahu’ kanan akan bergerak dari salah ke benar. Gambar 13 menunjukkan representasi kurva bentuk bahu.
Gambar 13.
Daerah ’bahu’ pada kurva bentuk bahu (Kusumadewi et al, 2006)
6. Representasi Kurva-S Kurva penyusutan dan pertumbuhan merupakan contoh representasi kurva-S atau kurva Sigmoid yang berkaitan dengan kenaikan dan penurunan permukaan secara tidak linear. Kurva
26 pertumbuhan akan bergerak menaik dari sisi paling kiri ke paling kanan. Sisi paling kiri akan mempunyai nilai keanggotaan 0 dan sisi paling kanan akan mempunyai nilai keanggotaan 1. Sedangkan kurva penyusutan akan bergerak dari paling kanan ke paling kiri. Representasi kurvaS dapat dilihat pada Gambar 14.
Gambar 14.
Bentuk dan karakteristik kurva-S (Kusumadewi et al, 2006)
Ada tiga parameter yang digunakan untuk mendefinisikan kurva-S, yaitu nilai keanggotaan nol (α), nilai keanggotaaan lengkap (γ), dan titik infleksi atau crossover (β). Titik infleksi merupakan titik dimana memiliki domain 50% benar. Fungsi keanggotaan untuk kurva pertumbuhan adalah :
μ(x) =
0;
x≤α
2 ((x - α)/(γ - α))2;
α≤ x≤β
1 - 2 ((γ - x)/(γ - α))2; β ≤ x ≤ γ 1;
x≥γ
Fungsi keanggotaan untuk kurva penyusutan adalah : 1;
x≤α
1 - 2 ((x - α)/(γ - α))2; α ≤ x ≤ β μ(x) =
2 ((γ - x)/(γ - α))2;
β≤ x≤γ
1;
x≥γ
27 7. Representasi Kurva PI Kurva PI merupakan salah satu kelas dari representasi kurva bentuk lonceng (Bell Curve). Kurva PI mempunyai derajat keanggotaan 1 yang terletak pada pusat dengan domain (γ) dan lebar kurva (β). Representasi kurva PI dapat dilihat pada Gambar 15. Fungsi keanggotaan untuk kurva PI adalah : S (x ; γ - β ; γ - β/2 ; γ) ;
x≤γ
1 - S (x ; γ ; γ + β/2 ; γ + β) ;
x>γ
∏(x, β, γ) =
Gambar 15.
Representasi kurva PI (Kusumadewi et al, 2006)
8. Representasi Kurva BETA Kurva BETA merupakan kurva bentuk lonceng yang didefinisikan dengan dua parameter, yaitu nilai pada domain yang menunjukkan pusat kurva (γ) dan setengah lebar kurva (β). Representasi kurva BETA dapat dilihat pada Gambar 16, dari gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa fungsi keanggotaan mendekati nol hanya jika nilai β sangat besar. Fungsi keanggotaan untuk kurva BETA adalah : B(x ; γ ; β) =
1 1+
x-γ β
2
28
Gambar 16.
Representasi kurva BETA (Kusumadewi et al, 2006)
9. Representasi Kurva GAUSS Kurva GAUSS juga merupakan kurva bentuk lonceng dengan dua parameter, yaitu γ (nilai domain pada pusat kurva) dan k (lebar kurva). Representasi kurva GAUSS dapat dilihat pada Gambar 17. Fungsi keanggotaan untuk kurva GAUSS adalah sebagai berikut : –k(γ - x)2 G(x ; k, γ) = e
Gambar 17.
2.3.3
Representasi kurva GAUSS (Kusumadewi et al, 2006)
Defuzzifikasi Defuzzifikasi adalah proses untuk mengubah keluaran fuzzy menjadi keluaran yang
bernilai tunggal (Ross, 1995). Keluaran fuzzy diperoleh melalui eksekusi dari beberapa fungsi keanggotaan fuzzy. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan pada proses defuzzifikasi, namun yang banyak digunakan adalah metode Centroid (Center of Gravity) dan Maximum (Max-
29 membership method). Berikut ini adalah berbagai macam metode defuzzifikasi yang dapat digunakan. 1. Max-membership principle (Height method), mengambil nilai fungsi keanggotaan terbesar dari keluaran fuzzy yang ada untuk dijadikan sebagai nilai defuzzifikasi. Representasi metode maximum pada defuzzifikasi dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18.
Metode maximum pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
2. Centroid method (Center of Gravity / Center of Area), mengambil nilai tengah dari seluruh fungsi keanggotaan keluaran fuzzy yang ada untuk dijadikan nilai defuzzifikasi. Representasi metode centroid dapat dilihat pada Gambar 19.
Gambar 19.
Metode centroid pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
3. Weighted Average Method, hanya dapat digunakan bila keluaran fungsi keanggotaan dari beberapa proses fuzzy mempunyai bentuk yang sama, misalnya sama-sama berbentuk kurva segitiga, seperti terlihat pada Gambar 20.
Gambar 20.
Metode weighted average pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
30 4. Mean-max membership, mempunyai prinsip kerja yang sama dengan metode maximum, hanya saja lokasi dari fungsi keanggotaan maximum tidak harus unik. Representasi metode mean-max dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21.
Metode mean-max pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
5. Center of sums, mempunyai prinsip kerja yang hampir sama dengan weighted average method. Hanya saja pada metode center of sums, nilai yang dihasilkan merupakan area respektif dari fungsi keanggotaan yang ada, seperti terlihat pada Gambar 22.
Gambar 22.
Metode center of sums pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
6. Center of largest area, hanya digunakan bila keluaran fuzzy mempunyai sedikitnya dua subdaerah yang convex, sehingga sub-daerah yang digunakan sebagai nilai defuzzifikasi adalah sub-daerah yang terluas. Representasi metode center of largest area dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23.
Metode center of largest area pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
31 7. First (or last) of maxima, menggunakan seluruh keluaran dari fungsi keanggotaan, seperti terlihat pada Gambar 24.
Gambar 24.
2.4
Metode first (or last) of maxima pada defuzzifikasi (Ross, 1995)
Internet Internet lahir dengan diawali adanya proyek ARPANET dari departemen pertahanan
Amerika (U.S Departement of Defense) pada tahun 1969 yang menghubungkan empat komputer dari beberapa universitas membentuk suatu jaringan untuk keperluan militer. Seiring dengan perkembangan teknologi yang terjadi dan meningkatnya kebutuhan manusia akan komunikasi dan informasi, maka saat ini internet telah berkembang dengan sangat pesat di berbagai bidang, bukan hanya pada bidang militer. Saat ini sudah terdapat banyak aplikasi dan layanan yang dilakukan melalui internet, seperti world wide web (www), electronic mail (e-mail), file transfer protocol (FTP), telnet, teleconferencing, dan juga videoconferencing. Pada awal tahun 1990, internet telah menghubungkan hampir sebagian besar jaringan daerah di seluruh belahan bumi, sehingga membentuk jaringan dalam jaringan. Meskipun semua jaringan di masing-masing daerah berbeda, namun mereka menggunakan standard yang sama yaitu jaringan internet milik Amerika sehingga mereka tetap dapat berhubungan dan bertukar pesan dengan mudah. Seiring dengan waktu, perbedaan nama dan jaringan di masing-masing daerah mulai hilang, dan nama internet Amerika juga berganti menjadi internet, yaitu jaringan global yang menghubungkan berbagai macam jaringan lokal menjadi satu kesatuan.
2.4.1
Arsitektur Client-Server Arsitektur client-server terdiri dari komputer yang berfungsi sebagai client dan komputer
yang berfungsi sebagai server. Jumlah komputer client dan server yang berada pada suatu jaringan client-server tidak dibatasi. Pembatasan hanya dilakukan pada fungsinya. Arsitektur ini
32 merupakan arsitektur yang paling banyak digunakan dan dikenal oleh pengguna jaringan saat ini. Pada arsitektur client-server, telah terjadi pembagian tugas yang lebih merata antara client dan server yang digunakan. Server yang digunakan dapat berupa mainframe, microcomputer, ataupun minicomputer. Sedangkan client biasanya berupa microcomputer. Server akan menjalankan dua piranti lunak aplikasi, yaitu : penyimpanan data dan logika pengaksesan data. Client juga akan menjalankan dua piranti lunak aplikasi, yaitu : logika presentasi dan logika aplikasi (Dennis, 2002). Pembagian piranti lunak aplikasi antara client dan server dapat mempunyai beberapa bentuk seperti aplikasi 2-tier, aplikasi 3-tier, dan aplikasi n-tier. Gambar 25 di bawah ini menunjukkan arsitektur client-server.
Gambar 25.
Arsitektur client-server
Web Browser dan Web Server merupakan salah satu contoh arsitektur client-server. Kelebihan arsitektur client-server adalah kemampuannya untuk mendukung piranti keras dan piranti lunak dari berbagai vendor untuk dapat bekerja sama. Sedangkan kekurangannya adalah masih terdapat kesulitan untuk menghubungkan aplikasi piranti lunak dari vendor-vendor yang berbeda. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan bantuan piranti lunak middleware yang diletakkan pada lapisan aplikasi (application layer) di sisi client dan juga di sisi server. Piranti lunak middleware
inilah yang akan melakukan fungsi sebagai penerjemah dan mengendalikan
pengiriman data.
2.5
Waterfall Life Cycle Model Waterfall life cycle model merupakan salah satu model klasik yang banyak digunakan
pada pengembangan atau pembuatan piranti lunak. Pembuatan piranti lunak merupakan tahapan pembuatan aplikasi yang dilakukan melalui serangkaian proses yang saling berkaitan satu sama lain. Tahapan yang dilakukan dalam pengembangan piranti lunak ini sering kali disebut sebagai siklus hidup piranti lunak (software life cycle) yang merupakan periode waktu yang dimulai dari proses konseptualisasi aplikasi yang akan dibuat dan diakhiri pada saat aplikasi yang telah
33 dihasilkan akan dihancurkan setelah dirasa tidak lagi diperlukan (Kishore dan Naik, 2001). Siklus hidup piranti lunak akan melakukan organisasi terhadap berbagai macam tugas software engineering menjadi fase-fase, seperti apa saja yang perlu dilakukan pada masing-masing fase dan bagaimana fase-fase ini berhubungan satu sama lain sehingga bisa saling overlap. Pada waterfall life cycle model, tugas pada setiap fase dilakukan secara berurutan, sehingga fase selanjutnya hanya dapat dilakukan apabila semua tugas pada fase sebelumnya telah selesai dilakukan. Gambar 26 berikut ini menggambarkan fase-fase yang terdapat pada waterfall life cycle model.
Gambar 26. Fase-fase pada waterfall life cycle model Menurut Kishore dan Naik (2001) terdapat enam fase pada waterfall life cycle model, yaitu :
Analisis Kebutuhan (Requirement) Fase analisis kebutuhan merupakan fase pertama pada waterfall life cycle model. Pada fase ini akan dilakukan proses analisis tentang apa yang akan dibangun, termasuk didalamnya tentang apa saja yang dibutuhkan.
Perancangan (Design) Fase perancangan merupakan fase selanjutnya setelah fase analisis kebutuhan. Pada fase ini akan ditentukan tentang bagaimana cara kerja dari sistem yang akan dibangun. Pada
34 fase ini akan dilakukan juga perancangan tentang segala sesuatu yang diperlukan oleh sistem.
Pembuatan (Construction) Fase pembuatan merupakan fase dimana dilakukan proses koding terhadap hasil perancangan. Tugas yang dilakukan pada fase ini pada umumnya dilakukan oleh kelompok yang lebih besar daripada kelompok yang melakukan tugas pada fase sebelumnya. Pada fase ini pula biasanya akan dilakukan proses pembuatan user manual.
Pengujian (Testing) Fase pengujian dilakukan untuk menguji koding yang dihasilkan pada fase sebelumnya. Pengujian yang dilakukan merupakan pengujian penuh terhadap seluruh aspek pada sistem, mulai dari pengujian pada tingkat paling bawah sampai pengujian tentang penerimaan sistem oleh penggunanya (acceptance testing).
Penerapan (Deployment) Fase penerapan dilakukan setelah fase pengujian selesai dan hasil pengujian menunjukkan bahwa sistem telah siap untuk diimplementasikan dalam lingkungan pengguna. Tugastugas penting yang dilakukan pada fase penerapan antara lain adalah instalasi sistem, penggantian dari sistem lama ke sistem baru, dan pelatihan tentang sistem baru kepada penggunanya. Hasil dari fase penerapan sangat tergantung pada hasil dari fase-fase sebelumnya, terutama fase analisis kebutuhan. Apabila tugas pada fase analisis kebutuhan dilakukan secara tidak sempurna, ada kemungkinan terdapat kebutuhan pengguna yang baru diketahui pada saat sudah masuk ke fase penerapan.
Operasional dan Pemeliharaan (Operations and Maintenance) Fase
operasional
dan
pemeliharaan
merupakan
fase
dimana
sistem
sudah
diimplementasikan dalam proses bisnis penggunanya. Pada fase ini, dapat dilakukan modifikasi terhadap sistem yang ada supaya sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Penggunaan waterfall life cycle model dalam perancangan software memberikan beberapa kelebihan, seperti :
Pada waterfall life cycle model, fase-fase yang ada sudah terdefinisi dan terbagi secara jelas, sehingga akan menghasilkan keluaran yang tepat dan jelas.
35
Adanya urutan yang jelas pada tugas-tugas yang diperlukan pada software engineering untuk menghasilkan suatu software. Selain beberapa kelebihan yang dimilikinya, waterfall life cycle model juga mempunyai
beberapa kekurangan, seperti :
Tidak adanya mekanisme untuk mengontrol perubahan yang terjadi pada fase analisis kebutuhan yang baru terjadi setelah dilakukannya fase perancangan dan pembuatan atau setelah adanya feedback dari pengguna sistem.
Waterfall life cycle model mengurangi keterlibatan pengguna sistem pada fase perancangan dan pembuatan, sehingga dapat memicu timbulnya batas antara pengguna dengan sistem yang dibangun. Hal ini pada akhirnya akan dapat mengurangi rasa ‘kepemilikan’ pengguna terhadap sistem yang dihasilkan.
Tidak ada feedback dari pengguna yang dilakukan pada saat sistem sedang dibangun. Kondisi seperti ini pada akhirnya sering kali membuat proses pada fase analisis kebutuhan tidak dapat memberikan gambaran kebutuhan pengguna yang sesungguhnya.
Dibutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan software yang dibutuhkan oleh pengguna, terutama bila software yang dibuat cukup kompleks.
Terbatasnya interaksi antara pengembang sistem dengan pengguna sistem, yang dapat menimbulkan kecenderungan untuk penambahan fungsi-fungsi baru pada sistem yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. Proses penambahan fungsi pada sistem dapat menimbulkan makin tingginya waktu dan biaya yang harus dikeluarkan dalam rangka pembuatan software.
Adanya asumsi bahwa semua kebutuhan sistem harus diketahui sejak awal proses pembuatan software dapat menimbulkan keputusan yang diambil menjadi prematur.
Rendahnya tingkat flexibility pada model ini. Menimbang adanya kekurangan pada waterfall life cycle model ini, maka kemudian
dilakukan modifikasi pada model ini dengan menambahkan perulangan antar fase. Dengan adanya proses perulangan antar fase membuat pihak pengembang menjadi lebih fleksibel dan dapat kembali ke fase sebelumnya untuk memperbaiki tugas-tugas yang telah dilakukan pada fase sebelumnya.
36 2.6
Data Flow Diagram (DFD) Data Flow Diagram (DFD) merupakan bagian dari teknik analisis dan perancangan
sistem yang terstruktur. DFD digunakan untuk mempelajari aturan bagaimana informasi masuk dalam sistem dan bagaimana proses perubahan informasi selama berada pada sistem (Kishore dan Naik, 2001). DFD digambarkan dalam bentuk simbol-simbol yang berbeda antara sumber data dan tujuan data (external entity), proses, aliran data, dan penyimpanan data. DFD dari suatu sistem dapat digambarkan menjadi beberapa tingkat dengan perbedaan pada tingkat kejelasannya dalam menggambarkan sistem. Pada umumnya setiap tingkat DFD terdiri dari dua sampai enam proses. Masing-masing proses dapat dijabarkan lagi menjadi tingkat yang lebih detail, sampai seluruh proses sudah tergambarkan dengan detail sehingga tidak dapat diuraikan lagi.
2.7
Lahan Pertanian Lahan pertanian merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan komoditas
pertanian. Ada berbagai macam istilah yang perlu dipelajari dalam lahan pertanian, baik yang menyangkut ciri-ciri lahan atau keadaan sumber daya lahan sampai dengan kebutuhan dan persyaratan tumbuhnya suatu tanaman pada lahan tersebut. Secara umum, lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (Djaenudin et al, 2003). Sedangkan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengartikan lahan sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah, iklim, reliaf, hidrologi, dan vegetasi, dimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi potensi penggunaannya. Lahan pertanian sendiri dapat diklasifikasikan lagi sesuai dengan tujuan pertanian yang akan dilakukan. Ada lahan yang memang berpotensi untuk menjadi lahan pertanian, namun ada pula lahan yang berpotensi menjadi lahan peternakan, hutan, atau cagar alam. Bahkan lahan yang sesuai untuk daerah pertanian dapat dibagi lagi menjadi lahan yang sesuai untuk tanaman padi, palawija, perkebunan, atau tanaman-tanaman khusus lainnya. Berbagai istilah tentang lahan akan diuraikan di bawah ini, mulai dari karakteristik lahan, kualitas lahan, kesesuaian lahan, dan evaluasi lahan.
37 2.7.1
Karakteristik Lahan Karakteristik lahan atau land characteristic merupakan sifat lahan yang dapat diukur atau
diestimasi (Djaenudin et al, 2003). Karakteristik lahan ini merupakan parameter-parameter yang diperlukan dalam proses evaluasi lahan, supaya pengguna (user) dapat mengetahui kesesuaian antara lahan yang dimiliki dan proses pengolahan yang akan dilakukan, sehingga dapat menghasilkan komoditas pertanian yang baik. Perbedaan parameter akan menentukan perbedaan dalam proses evaluasi lahan yang dilakukan. Saat ini ada beberapa sumber yang melakukan evaluasi kesesuaian lahan dengan parameter yang berbeda-beda, seperti Staff PPT (1983), Bunting (1981), Sys et al (1993), CSR/FAO (1983), Driessen (1971) (Djaenudin et al, 2003). Pada dasarnya setiap tanaman memerlukan karakter dan kualitas lahan yang berbeda untuk dapat mendukung pertumbuhannya secara optimal. Misalnya tanaman padi, untuk dapat menghasilkan produksi padi yang baik dan berlimpah diperlukan lahan dengan kandungan Corganik yang tinggi. Makin tinggi kadar C-organik pada lahan tersebut, produktivitas padi akan makin tinggi (Karama et al, 1990 dalam Mulyani et al, 2001). Secara garis besar, karakteristik lahan dikelompokkan menjadi 2, yaitu karakteristik fisik (morfologi atau fisik) dan karakteristik atau sifat-sifat kimia. Kedua kelompok karakteristik tersebut mempunyai pengaruh yang bervariasi dalam proses evaluasi lahan. Sifat fisik atau morfologi tanah adalah sifat-sifat tanah yang dapat diamati dan dipelajari di lapang (Hardjowigeno, 2007). Berikut ini adalah rincian untuk beberapa karakteristik lahan yang sering digunakan pada saat proses evaluasi lahan. 1. Warna Tanah Warna tanah merupakan petunjuk dari beberapa sifat tanah lainnya karena tanah kaya akan kandungan bahan organik. Semakin tinggi kandungan bahan organik pada tanah tersebut, maka warna tanah akan semakin gelap. Warna tanah juga banyak dipengaruhi oleh senyawa Fe. Warna tanah ditentukan dengan menggunakan warna-warna baku yang ada pada Munsell Soil Color Chart. Menurut Munsell, warna tanah disusun dari 3 variabel, yaitu hue (warna spektrum yang dominan), value (banyaknya sinar yang dipantulkan), dan chroma (kemurnian atau kekuatan hue). Tanah yang mengandung lebih dari 1 warna, maka masing-masing warna harus disebutkan dengan menyebutkan warna yang dominan. Pada saat mempelajari warna tanah di lapang, perlu pula disebutkan apakah penentuan warna dilakukan pada saat tanah dalam kondisi basah, kering, atau lembab.
38 2. Tekstur Tekstur menyatakan ukuran butir-butir tanah. Secara umum tanah dikelompokkan menjadi 2 berdasarkan ukuran butirnya, yaitu fragmen batuan (rock fragment) yang berukuran > 2 mm dan fraksi tanah halus (fine earth fraction) yang berukuran < 2 mm. Pada beberapa evaluasi lahan, tekstur hanya digunakan untuk menyatakan butir tanah yang berukuran < 2 mm (fraksi tanah halus), sedangkan fragmen batuan dinyatakan sebagai bahan kasar. Penentuan tekstur tanah di lapang dilakukan dengan cara memijit tanah basah diantara jari-jari tangan sambil dirasakan halus kasarnya, yaitu dirasakan adanya butir-butir pasir, debu, dan liat. Tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah dari fraksi tanah halus dan dikelompokkan menjadi 3 kelompok besar, yaitu : pasir (2mm-50μ), debu (50μ-2μ), dan liat (< 2μ). Masing-masing kelompok tersebut dibagi lagi menjadi beberapa kelas struktur seperti dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Kelas tekstur tanah Kelas Tekstur Pasir
Sifat Tanah Rasa sangat kasar, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola serta gulungan.
Pasir Berlempung
Rasa kasar, sedikit sekali melekat, dapat dibentuk bola namun mudah hancur.
Lempung Berpasir
Rasa agak kasar, agak melekat, dapat dibuat bola dan mudah hancur.
Lempung
Rasa tidak kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
Lempung Berdebu
Rasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dapat dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
Debu
Rasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dapat dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat.
39 Kelas Tekstur Lempung Berliat
Sifat Tanah Rasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk gulungan bola agak teguh, dapat dibentuk gulungan yang agak mudah hancur.
Lempung Liat Berpasir
Rasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dapat dibentuk gulungan mudah hancur.
Lempung Liat Berdebu
Rasa halus agak licin, melekat, dapat dibentuk bola teguh, gulungan mengkilat.
Liat Berpasir
Rasa halus, berat, tetapi terasa sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, mudah digulung.
Liat Berdebu
Rasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, mudah digulung.
Liat
Rasa berat, halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, mudah digulung. Tekstur tanah selain berpengaruh terhadap sifat fisik tanah, juga mempengaruhi sifat
kimia tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tanah yang bertekstur kasar kemampuan mengikat bahan organik dan juga basa-basa dapat tukar tergolong rendah. Sebagai contoh tanah dengan tekstur pasir berkorelasi negatif sangat nyata dengan C, N, P, K, dan Aldd (Suharta, 2007).
3. Drainase Drainase merupakan pengaruh laju perlokasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah, atau dengan kata lain drainase tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam menahan air. Drainase tanah dibagi menjadi beberapa kelas drainase dimana masing-masing kelas menunjukkan mudah tidaknya air hilang dari tanah. Kelas drainase suatu lahan akan dapat menentukan jenis tanaman yang dapat tumbuh pada lahan tersebut, karena ada tanaman-tanaman tertentu yang hanya dapat tumbuh dengan baik pada lahan dengan kelas drainase yang baik, namun ada pula tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada lahan dengan drainase buruk. Kelas drainase ditentukan di lapang dengan melihat adanya gejala-gejala pengaruh air dalam penampang tanah yang dapat dilihat dengan mengamati warna tanah. Tanah yang berwarna pucat atau kelabu kebiruan menunjukkan bahwa ada pengaruh genangan air yang kuat,
40 sehingga tanah tersebut dikatakan masuk dalam kelas drainase buruk. Sedangkan tanah yang berwarna merah atau coklat menunjukkan bahwa tidak ada air yang menggenang pada tanah tersebut sehingga tanah dikatakan mempunyai kelas drainase baik. Berdasarkan kemampuan tanah dalam menahan air, kelas drainase tanah dikelompokkan menjadi 7 kelas. Pembagian kelas-kelas drainase yang ada dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Kelas drainase tanah Kelas Drainase Cepat
Sifat Tanah
(Excessively Mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi, mempunyai daya menahan air yang rendah. Tanah berwarna
Drained)
homogen tanpa bercak atau karatan besi dan alumunium serta warna gley (reduksi). Agak Cepat (Somewhat Mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air Excessively Drained)
yang rendah. Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan alumunium serta warna gley (reduksi).
Baik (Well Drained)
Mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang, lembab, tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 100.
Agak Baik (Moderately Mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan Well Drained)
daya menahan air rendah, tanah basah dekat ke permukaan. Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 50.
Agak (Somewhat Drained)
Terhambat Mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai sangat rendah dan Poorly daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah sampai ke permukaan. Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan sampai ≥ 25.
41 Kelas Drainase Terhambat
Sifat Tanah
(Poorly Mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai rendah dan daya menahan air rendah sampai sangat rendah, tanah basah untuk waktu
Drained)
yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah berwarna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan. Sangat
Terhambat Mempunyai konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan
(Very Poorly Drained)
air sangat rendah, tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah berwarna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.
4. Kedalaman Bahan Sulfidik Menurut Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pangan (2003), kedalaman bahan sulfidik merupakan dalamnya bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah sampai batas atas lapisan sulfidik.
5. Kedalaman Tanah (Kedalaman Efektif) Kedalaman tanah menyatakan dalamnya lapisan tanah (cm) yang dapat dipakai untuk perkembangan perakaran tanaman yang tumbuh pada tanah tersebut. Kedalaman tanah sering juga disebut sebagai kedalaman efektif dan dibedakan menjadi 4 kelompok seperti yang terlihat pada tabel 3. Tabel 3. Kedalaman tanah Kedalaman Tanah
Kedalaman
Sangat Dangkal
< 20 cm
Dangkal
20-50 cm
Sedang
50-75 cm
Dalam
> 75 cm
42 6. Keadaan Batuan Keadaan batuan menyatakan volume batuan (%) yang terdapat pada permukaan tanah dan juga dalam tanah. Keadaan batuan ini dapat mengganggu perakaran tanaman serta dapat mengganggu kemampuan tanah untuk berbagai penggunaan.
7. Lereng Lereng menyatakan kemiringan lahan dan biasanya dinyatakan dalam satuan persen (%). Pengukuran lereng dilakukan dengan menggunakan Clinometer, Abney Level, maupun Teodolit. Tingkat kemiringan lahan menunjukkan curam atau tidaknya lereng, dimana makin curam lereng yang dimiliki oleh suatu lahan, makin berkurang kesesuaian lahannya. Lahan dengan lereng > 45% tidak lagi sesuai untuk daerah pertanian.
8. Kapasitas Tukar Kation (KTK) Menurut Hardjowigeno, S (2007), Kapasitas Tukar Kation (KTK) menyatakan banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan berat tanah (biasanya per 100 gram). Kation-kation yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah, karena itulah proses ini dinamakan pertukaran kation. KTK merupakan sifat kimia tanah yang berkaitan erat dengan kesuburan tanah. Tanah yang mempunyai nilai KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah dengan nilai KTK rendah. Nilai KTK dapat ditentukan dengan beberapa cara, seperti dengan ekstraksi amonium asetat yang disangga (dibuffer) pada pH 7. Cara ekstraksi dengan amonium asetat seperti ini biasanya akan menghasilkan nilai KTK yang lebih besar daripada nilai KTK yang sebenarnya. Cara lain adalah dengan ekstraksi dengan garam netral pada pH tanah yang sebenarnya (tanpa disangga) atau dengan cara ekstrasi dengan barium chlorida + trietanolamin yang disangga pada pH 8,2. Nilai KTK tanah dapat berbeda-beda untuk tiap koloid tanah. Humus mempunyai nilai KTK yang lebih tinggi daripada mineral liat. Tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK yang lebih tinggi daripada tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah berpasir.
43 9. Kejenuhan Basa Kejenuhan basa menunjukkan perbandingan antara jumlah kation-kation basa dengan jumlah semua kation (kation asam dan kation basa) yang terdapat dalam kompleks jerapan tanah (Hardjowigeno, 2007). Ca++, Mg++, K+, dan Na+ merupakan contoh dari kation basa, sedangkan H+ dan Al+++ merupakan contoh dari kation asam. Kejenuhan basa berkaitan erat dengan pH tanah, dimana tanah dengan pH rendah pada umumnya mempunyai kejenuhan basa rendah pula. Sedangkan tanah dengan pH tinggi, pada umumnya akan mempunyai kejenuhan basa tinggi pula. Tanah dengan kejenuhan basa rendah, berarti kompleks jerapan lebih banyak diisi oleh kation asam. Tanah masam merupakan tanah yang kurang baik bagi tanaman karena mengandung kation asam yang terlalu banyak sehingga menjadi racun bagi tanaman.
10. Reaksi Tanah (pH) Reaksi tanah atau sering disebut sebagai pH, menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dan dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH ini dapat menyatakan konsentrasi ion H+ dalam tanah, dimana makin tinggi kadar ion H+ dalam tanah, makin masam tanah tersebut. Selain ion H+ , tanah juga mengandung ion OH- yang jumlahnya berbanding terbalik dengan ion H+. Berdasarkan kandungan dari kedua ion tersebutlah tanah diklasifikasikan menjadi tanah masam, netral, dan basa (alkalis). Tanah masam adalah tanah yang memiliki jumlah ion H+ lebih tinggi daripada ion OH- sehingga mempunyai nilai pH < 7. Tanah netral adalah tanah yang mempunyai kandungan ion H+ dan ion OH-
yang berimbang (pH=7). Tanah basa (alkali)
mempunyai ion OH- lebih banyak daripada ion H+ dan mempunyai pH > 7. Penentuan nilai pH ini dapat dilakukan di laboratorium bila tanah yang akan diukur kering, dan dapat dilakukan di lapang bila tanah yang akan diukur basah. Pada umumnya tanah mempunyai pH 3-9. Sedangkan tanah di Indonesia sendiri umumnya mempunyai pH antara 4 sampai 5.5, sehingga digolongkan sebagai tanah masam.
Tanah yang terlalu masam dapat
dinetralkan atau dinaikkan pH-nya dengan memberikan kapur (Ca) sedangkan tanah yang terlalu basa dapat diturunkan pH-nya dengan memberikan belerang (S) (Hardjowigeno, 2007). Pengukuran pH tanah penting untuk dilakukan dalam rangka menentukan kesesuaiannya terhadap suatu tanaman. Selain itu pengetahuan tentang nilai pH juga penting untuk beberapa alasan sebagai berikut :
44
Menentukan mudah atau tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman.
Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun, seperti ion Al dan S yang terlalu tinggi sehingga dapat menjadi racun bagi tanaman.
Mengetahui perkembangan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur yang pada umumnya dapat berkembang dengan baik pada pH 5.5 keatas.
2.7.2
Kualitas Lahan Secara umum kualitas tanah (soil quality) didefinisikan sebagai kapasitas tanah untuk
berfungsi dalam suatu ekosistem dalam hubungannya dengan daya dukungnya terhadap tanaman dan hewan, pencegahan erosi, dan pengurangan pengaruh negatif terhadap sumber daya air dan udara (Dariah, Agus, dan Marwan, 2005). Sedangkan kualitas lahan (land quality) adalah sifatsifat pengenal atau atribut kompleks dari suatu lahan (Djaenudin et al, 2003). Kualitas lahan dapat juga didefinisikan sebagai sifat lahan yang berpengaruh terhadap suatu tipe penggunaan lahan (land utilization type) tetapi sukar diukur karena merupakan sifat akumulatif dari beberapa karakteristik lahan (Hardjowigeno, 2007). Berbeda dengan karakteristik lahan, kualitas lahan tidak dapat diukur secara langsung di lapang, melainkan harus melalui serangkaian analisis. Analisis dilakukan dengan menerapkan salah satu atau beberapa metode analisis terhadap suatu karakteristik lahan. Setiap 1 karakteristik lahan dapat mempengaruhi beberapa kualitas lahan, tergantung dari sudut mana penilaian dilakukan. Sebagai contoh kualitas lahan adalah tingkat kesuburan tanah yang merupakan akumulatif dari beberapa karakteristik lahan seperti kandungan hara, pH tanah, dan tekstur tanah. Contoh lain dari kualitas lahan adalah kelas drainase lahan yang merupakan akumulasi dari karakteristik berupa tekstur tanah dan pori-pori tanah, serta kualitas lahan tingkat erosi yang merupakan akumulasi dari karakteristik lahan berupa tekstur tanah, lereng, dan permeabilitas tanah. Kualitas lahan erat kaitannya dengan tipe penggunaan lahan (land utilization type) karena penggunaan lahan yang berbeda memerlukan kualitas lahan yang berbeda pula. Sebagai contoh lahan yang akan digunakan untuk keperluan pertanian tanaman pangan memerlukan kualitas lahan yang berbeda dengan lahan yang akan digunakan untuk keperluan perkebunan. Kualitas lahan dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan, tergantung pada jumlah faktor pembatas yang dimiliki oleh lahan tersebut. Masing-masing tingkat kualitas lahan akan
45 diberi label linguistik yang menentukan jumlah faktor pembatas yang dimiliki oleh lahan tersebut. Terdapat beberapa metode evaluasi lahan yang menggunakan kualitas lahan seperti metode FAO/CSR (1983), FAO (1983), Sys et al (1993) (Djaenudin et al, 2003). Tabel 4 berikut ini menguraikan kualitas lahan yang diperlukan pada proses evaluasi lahan menurut beberapa sumber yang telah disebutkan diatas. Tabel 4. Kualitas lahan untuk proses evaluasi lahan FAO/CSR (1983)
FAO (1983)
Sys et al (1993)
Temperatur
Kelembaban
Sifat iklim
Ketersediaan air
Ketersediaan hara
Topografi
Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen
Kelembaban
Media perakaran
Media untuk perkembangan Sifat fisik tanah akar
Retensi hara
Kondisi untuk pertumbuhan
Sifat kesuburan tanah
Toksisitas
Kemudahan diolah
Salinitas/alkalinitas
Sodisitas
Salinitas
dan
alkalinitas/toksisitas Bahaya sulfidik
Retensi terhadap erosi
Bahaya erosi
Bahaya banjir
Penyiapan lahan
Temperatur Energi
radiasi
dan
fotoperiode Bahaya unsur iklim (angin, kekeringan) Kelembaban udara Periode pemasakan tanaman
kering
untuk
(ripening)
46 Beberapa kualitas lahan yang sering digunakan sebagai parameter dalam menentukan kesesuaian lahan adalah : 1. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Menurut Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pangan (2003), tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan keadaan lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (reel erotion), dan erosi parit (gully erotion). Cara lain yang lebih mudah memprediksi bahaya erosi adalah dengan memperhatikan rata-rata permukaan tanah yang hilang per tahun dibandingkan dengan tanah yang tidak tererosi yang tercirikan dengan masih adanya horizon A. Tabel 5 berikut ini menyajikan range nilai untuk TBE. Tabel 5. Range nilai untuk TBE TBE
Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)
Sangat ringan (SR)
< 0,15
Ringan (R)
0,15 – 0,9
Sedang (S)
0,9 – 1,8
Berat (B)
1,8 – 4,8
Sangat Berat (SB)
> 4,8
2. Bahaya Banjir Bahaya banjir ditandakan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir (X) dan lamanya banjir (Y). Kedua data ini dapat diperoleh dengan cara melakukan wawancara dengan penduduk setempat. Bahaya banjir dikelompokkan menjadi beberapa kelas, seperti terlihat pada tabel 6. Tabel 6. Kelas untuk bahaya banjir Simbol
Kelas Bahaya Banjir
F0
Tanpa
F1
Ringan
F2
Sedang
F3
Agak Berat
F4
Berat
47 2.7.3
Kesesuaian Lahan Kesesuaian lahan (land suitability) adalah potensi lahan yang didasarkan atas kesesuaian
lahan untuk penggunaan pertanian secara lebih khusus, seperti padi, tanaman palawija, tanaman perkebunan (Hardjowigeno, 2007). Kesesuaian lahan juga diartikan sebagai tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu (Djaenudin et al, 2003). FAO (1985) sendiri mendeskripsikan kesesuaian lahan sebagai kesesuaian lahan untuk suatu tipe penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan dapat ditentukan sebelum dilakukan perbaikan lahan (kesesuaian lahan aktual) atau setelah dilakukan perbaikan lahan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan juga dapat ditentukan pada faktor fisik lahan sehingga disebut sebagai kesesuaian lahan fisik, maupun berdasarkan atas perhitungan ekonomi sehingga disebut sebagai kesesuaian lahan ekonomi. Penentuan kesesuaian lahan dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti perkalian parameter, penjumlahan, pencocokkan (matching) antara kualitas lahan dengan karakteristik lahan sebagai parameter dengan persyaratan penggunaan lahan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan. Penentuan kelas kesesuaian lahan dapat dilakukan secara umum sampai tingkat detail, sehingga membentuk klasifikasi kesesuaian lahan. Klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi beberapa tingkat berdasarkan faktor fisik yang merupakan faktor penghambat terbesar. Berikut ini merupakan klasifikasi kesesuaian lahan sebagai berikut: 1. Kesesuaian lahan tingkat ordo Lahan dibagi menjadi 2 tingkat berdasarkan sesuai atau tidaknya lahan tersebut untuk penggunaan tertentu. Pada tingkat ordo, tingkat kesesuaian lahan diberi simbol S yang menyatakan bahwa lahan sesuai untuk penggunaan yang diinginkan dan simbol N yang menyatakan bahwa lahan tidak sesuai untuk penggunaan yang diinginkan. 2. Kesesuaian lahan tingkat kelas Kesesuaian lahan pada tingkat kelas merupakan kelanjutan pembagian pada tingkat ordo. Lahan yang sesuai dibagi lagi menjadi beberapa tingkat dan masing-masing diberi simbol tersendiri yang menyatakan tingkat kesesuaian lahan yang ada. Simbol yang digunakan adalah S1 yang menyatakan sangat sesuai atau tidak ada hambatan apapun pada lahan untuk digunakan. Simbol S2 yang menyatakan cukup sesuai atau lahan mempunyai sedikit hambatan, namun hambatan tersebut masih dapat diatasi. Simbol S3 yang menyatakan sesuai marginal atau lahan
48 mempunyai hambatan yang cukup besar untuk digunakan dan memerlukan kerjasama dari banyak pihak serta usaha yang lebih keras untuk dapat mengatasi hambatan tersebut. Simbol N yang menyatakan tidak sesuai atau lahan mempunyai penghambat yang sangat besar sehingga sulit diatasi untuk dapat digunakan. 3. Kesesuaian lahan tingkat subkelas Kesesuaian lahan tingkat subkelas merupakan pengembangan dari tingkat kelas dengan menyatakan bentuk hambatannya. Oleh karena itu, hanya lahan dengan tingkat kesesuaian cukup dan sesuai marginal yang dapat dibagi lagi menjadi kesesuaian lahan tingkat subkelas. 4. Kesesuaian lahan tingkat unit Kesesuaian lahan tingkat unit merupakan bentuk tingkatan paling detail dan merupakan pembagian dari tingkat subkelas.
2.7.4
Evaluasi Lahan Evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-
penggunaan tertentu (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Evaluasi lahan merupakan bagian dari proses perencanaan tataguna lahan. Hasil dari evaluasi lahan akan direpresentasikan dalam bentuk peta yang akan menjadi dasar untuk perencanaan tata guna lahan yang optimal dan lestari. Pada intinya, evaluasi lahan dilakukan dengan cara membandingkan persyaratan tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan sifat atau kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Tujuan dari dilakukannya evaluasi lahan adalah untuk menentukan nilai suatu lahan untuk tujuan tertentu. Sebagai langkah pertama, tujuan evaluasi lahan haruslah jelas. Selanjutnya ditentukan faktor-faktor yang akan digunakan sebagai penciri, dimana faktor-faktor tersebut harus merupakan sifat-sifat yang dapat diukur atau ditaksir dan erat hubungannya dengan tujuan evaluasi lahan (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan evaluasi lahan, yaitu :
Aspek teknis, berkaitan dengan potensi lahan tersebut.
Aspek lingkungan, penggunaan lahan hendaknya tidak merusak kondisi lingkungan yang sudah ada.
Aspek hukum, sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.
49
Aspek sosial, penggunaan lahan hendaknya tidak hanya menguntungkan seseorang saja, melainkan dapat mendatangkan keuntungan untuk seluruh masyarakat yang ada disekitarnya.
Aspek ekonomi, penggunaan lahan hendaknya dapat mendatangkan profit yang sebesarbesarnya.
Aspek politik, berkaitan dengan kebijakan pemerintah. Evaluasi lahan dilakukan dengan mengikuti suatu prosedur yang menggambarkan
kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan secara berurutan dalam proses evaluasi lahan. Tahapan evaluasi lahan yang diperlukan dapat dilihat pada Gambar 27.
Gambar 27. Tahapan kegiatan evaluasi lahan (FAO, 1976)