3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Perancangan Sistem Produksi 2.1.1 Proses Perancangan Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa.
(Sumber : Blogger (http://yprawira.wordpress.com/) , Meta, 2007, Jakarta)
Menurut Al-Bahra Bin Ladjamudin dalam bukunya yang berjudul Analisis & Desain Sistem Informasi (2005 : hal. 39), menyebutkan bahwa : ”Perancangan adalah suatu kegiatan yang memiliki tujuan untuk mendesign sistem baru yang dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi perusahaan yang diperoleh dari pemilihan alternatif sistem yang terbaik.” Perancangan sistem produksi diawali dengan merancang produk yang akan diproduksi. Merancang produk atau desai produk 14
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
merupakan persyaratan untuk produksi. Hasil keputusan desain produk, dan spesifikasi produksi merumuskan karakteristik produk dan memungkinkan pelaksanaan produksi. Desain produk merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Berbagai desai produk baru diciptakan karena orang percaya bahwa ada kebutuhan akan produk tersebut. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 27)
Kemajuan teknologi berdampak pada desain-desain produk secara terus-menerus mengalami perkembangan pesat. Sebagian besar perusahaan secara kontinu melakukan perubahan, perbaikan, dan pengembangan terhadap produk-produk lama yang telah usang dan ketinggalan zaman yang tentu saja mempunyai kualitas lebih baik. Dalam hal ini dibutuhkan perancang produk yang mempunyai kepekaan dan ide-ide baru yang dapat terus dikembangkan.Peranan fungsi penelitian dan pengembangan dalam pengembangan produk baru
sangat
dibutuhkan.
Penelitian
memberikan
dasar
bagi
pengembangan aplikasi-aplikasi inovatif dan menemukan cara-cara baru dalam berproduksi yang mengacu pada efisiensi dan efektivitas. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 27-28)
Ada 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan sebagai pendekatan dalam merancang produk, adalah sebagai berikut : (Sumber:Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 28)
1.
Menarik pasar Produk ditentukan oleh pasar dengan sedikit perhatian terhadap keberadaan teknologi dan proses operasi . Jenis-jenis produk yang akan diproduksi ditentukan melalui riset pasar atau umpan balik pelanggan.
15
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.
Mendorong Teknologi Produk diperoleh dari teknologi produksi dengan sedikit perhatian terhadap pasar. Melalui penelitian dan pengembangan serta operasi yang agresif, diciptakan produk yang memiliki keunggulan dan keuntungan alami dalam pasar.
3.
Antar Fungsional Proses pengembangan tidak dilakukan dengan menarik pasar
atau mendorong teknologi, melainkan ditentukan oleh usaha antar fungsi yang terkoordinasi, baik itu fungsi pemasaran, operasi, teknik, dan fungsi lainnya.
Kunci pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan adalah dengan mengembangkan produk dan perbaikan produk secara terusmenerus. Perusahaan mempunyai resiko akan kehilangan pasar jika tidak melakukan usaha inovasi, karena pada dasarnya konsumen selalu menginginkan produk-produkbaru dan produk yang mempunyai kualitas lebih baik yang dapat memenuhi kepuasan mereka. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 29)
Pokok-pokok
dalam
proses
perancangan
produk
dapat
dijelaskan sebagai berikut : Konsep perancangan (rancangan pendahuluan) merupakan tahap awal dari proses produksi yang berkaitan dengan pengembangan ide-ide. Ide-ide dapat dikembangkan dari pasar atau teknologi. Hanya saja tidak semua ide-ide tersebut dapat dikembangkan menjadi produk baru. Ide-ide untuk
16
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
mengembangkan suatu produk dapat dikembangkan bila memenuhi beberapa pengujian atau analisis, antara lain : potensi pasar, kelayakan dari segi keuangan dan kesesuaian operasi. Tujuan melakukan analisis adalah untuk mengidentifikasi ide terbaik. Jika konsep perancangan sebuah prototype yang kemudian dilanjutkan pembuatan pembuatan prototype dan proses pengembangannya. Prototype merupakan bentuk tiruan yang menyerupai produk akhir. Pembuatan prototype dapat memiliki banyak bentuk yang berbeda. Prototype yang telah dibuat kemudian dilakukan pengujian. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 29-30)
Untuk
mengesahkan
penampilan
pemasaran
dan
teknik
dilakukan pengujian. Salah satu cara untuk menilai penampilan pasar adalah membuat sejumlah prototype yang cukup untuk mendukung uji pasar dari produk tersebut. Maksud dari pengujian pasar adalah untuk mengumpulkan data kuantitatif dari tanggapan pelanggan mengenai produk tersebut. Prototype juga diuji untuk mengetahui penampilan teknis produk yang bersangkutan. Sebagai akibat pengujian Prototype ini sering terjadi perubahan-perubahan/rekayasa. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 31)
Jika pengujian/tinjauan awal terhadap prototype telah memenuhi syarat, tahap selanjutnya melakukan produksi awal dan perancangan alat termasuk penginstalan peralatan tersebut. Pada tahai ini, sesuai dengan hasil pengujian prototype, perubahan-perubahantertentu dapat digabungkan menjadi rancangan akhir. Setelah semua memenuhi syarat, maka perancangan dapat diluncurkan ke bagian produksi. Yang 17
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
perlu diingat bahwa bagian penelitian dan pengembangan sebaiknya tidak hanya mengembangkan spesifikasi desain untuk operasi. Suatu paket informasi perlu dikembangkan untuk memastikan bahwa produk memungkinkan untuk diproduksi. Isi dari paket informasi ini, antara lain mengenai teknologi, data pengendalian kualitas, tata cara penampilan produk, dan sebagainya. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 31)
Kegiatan merancang produk merupakan pekerjaan yang cukup sulit, karena adanya kendala-kendala. Kendala-kendala tersebut antara lain sebagai berikut (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 28) :
1.
Ide-ide yang muncul dalam perancangan produk sangat kurang.
2.
Persaingan pasar yang sangat ketat, menuntut produk yang dihasilkan benar-benar berkualitas dan bernilai jual tinggi.
3.
Adanya perlindungan terhadap konsumen, baik dari lembaga pemerintah
maupun
dari
masyarakat.
Konsumen
harus
dilindungi dari kemanan pemakaian produk dan akibat dari proses produksi, misalnya :ada pencemaran lingkungan. Hal ini menuntut perancanganproduk mengacu pada masalah tersebut. 4.
Biaya dalam perancangan produk sangat besarm karena produ baru merupakan hasil dari sejumlah besar gagasan yang ada.
2.1.2 Pengembangan Teknologi Pada era globalisasi peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam dunia industri sangat besar. Persaingan semakin ketat dalam
18
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
bidang perdagangan, industri, dan pendidikan harus diantisipasi dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dan melakukan inovasi metode rekayasa melalui integrasi dan penggunaan sejumlah elemen teknolog, yaitu : Computer Aided Design (CAD), Computer
Aided
Manufacturing
(CAM),
Computer
Aided
Engineering (CAE), dan sebagainya. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 32)
Terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan produk sehubungan dengan pengembangan teknologi yaitu variasi produk, perancangan produk tiruan, dan standardisasi.(Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 33-35)
1.
Variasi Produk Adanya variasi memberikan keuntungan dan kerugian yaitu kemampuan menawarkan pilihan yang lebih banyak kepada konsumen/pelanggan. Sebaliknya variasi produk yang tinggi mempunyai beberapa kerugian, antara lain : akan menimbulkan boaya yang lebih tinggi, kompleksitas yang lebih besar, dan lebih sulit mengkhususkan peralatan dan tenaga kerja. Selain itu, variasi produk yang tinggi juga akan membingungkan pelanggan karena sulit membedakan produk yang serupa. Yang menjadi persoalan adalah beberapa banyak variasi produk yang akan dilakukan agar variasi produk tersebut dapat memberikan keuntungan maksimum. Salah satu pendekatan masalah variasi adalah dengan konsep rancangan modul. Suatu rangkaian komponen produk dasar atau modul yang dapat dirakit menjadi
19
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
sejumlah besar produk yang bervariasi. 2.
Rancangan Produk Tiruan Salah stau masalah rancangan produk adalah adanya desain produk tiruan. Kenyataan dipasaran menunjukkan bahwa rancangan produk-produk yang berhasil dipasaran bukan merupakan inovasi melainkan tiruan.
3.
Standardisasi Standardisasi merupakan proses penentuan spesifikasi dari suatu produk barang, baik mengenai ukuran, bentuk, dan karakteristik lainnya. Dengan adanya standardisasi, maka barang-barang yang tidak memenuhi standar yang ditentkan tidak akan diproduksi.
2.2
Perancangan dan Analisa Kerja Pada proses produksi, perancangan stasiun kerja dan metode kerja bukan hal mudah. Kesalahan dalam perancangan maupun metode kerja bukan hal mudah. Kesalahan dalam perancangan maupun metode kerja akan berdampak buruk pada proses kerja secara keseluruhan. Evaluasi perancangan harus dilakukan secara terus-menerus untuk mendapatkan metode terbaik. Teknik sistematis dalam merancanga dan perbaikan metode kerja disebut Methods Engineering. [Sumber: Sutalaksana, Buku: Teknik Tata Cara Kerja, 1979, hal: 215].
Tujuannya adalah melakukan perbaikan metode kerja disetiap bagian untuk meningkatkan produktivitas kerja. Method Engineeringmenyangkut 2 (dua) hal, yaitu : MethodStudy (Studi Metode) dan Work Measurenment (Pengukuran Kerja). 20
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
[Sumber: E. P. Hicks, Industrial Engineering And Management, A New Perspective, 1994, hal: 325]
Tujuan pokok yang diharapkan dari studi metode kerja adalah sebagai berikut : 1.
Perbaikan proses, prosedur, dan tata ccara pelaksanaan penyelesaian pekerjaan/kegiatan.
2.
Perbaikan
dan
penghematan
penggunaan
material
tenaga
masin/fasilitas kerja serta tenaga kerja manusia. 3.
Pendayagunaan usaha manusa dan pengurangan keletihan yang tidak perlu.
4.
Perbaikan tata ruang kerja yang mampu memberikan suasana kerja/lingkungan kerja yang lebih aman dan nyaman. Langkah-langkah yang ditempuh guna mendapatkan hasil analisis
yang sebaik-baiknya adalah sebagai berikut (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 37):
1.
Identifikasikan operasi prosedur, tata cara kerja yang ada.
2.
Dokumentasikan langkah, prosedur, tata cara kerja yang ada. Buat sistematika urutannya.
3.
Buat usulan metode kerja yang lebih efektif dan efisien. Pendekatan tradisional yang sering digunakan untuk menganalisis
metode kerja adalah peta-peta kerja. Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas. Dengan petapeta ini kita bisa melihat semua langkah atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja mulai dari masuk proses sampai menjadi produk, kemudian menggambarkan semua langkah dialaminya.
21
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.3
Bill Of Material (BOM)
Bill of material (BOM) merupakan Sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. Bill Of Material tidak hanya menspesifikasikan produksi, tapi juga berguna untuk pembebanan biaya, dan dapat dipakai sebagai daftar bahan yang harus dikeluarkan untuk karyawan produksi atau perakitan. Sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk. (Sumber : http://indyfery.blogspot.com/2010/04/bom-bil-of-material.html)
Bill of material dibagi menjadi dua yaitu bill of material yang berupa modul (modular bill) yang dapat diatur di seputar modul produk. Modul bukan merupakan produk akhir yang akan dijual, tapi merupakan komponen yang dapat diproduksi dan dirakit menjadi satu unit produk. Modul-modul ini mungkin merupakan komponen inti dari suatu produk akhir atau pilihan produk. Bill of material untuk modul-modul tersebut disebut juga modular bill.
Beberapa format dari bill of material (BOM) yaitu single-level yang menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level komponenkomponen pembentuknya, dan multi-level yang menggambarkan struktur produk lengkap dari level 0 sampai level paling bawah.
22
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Secara spesifik struktur Bill of Material tidak saja berfungsi sebagai isi komposisi komponen, tetapi juga berfungsi untuk memuat langkah penyelesaian produk jadi. Bill of Material sebagai suatu network atau jaringan yang menggambarkan hubungan Induk (parent product) hingga ke komponen. Tingkat ketelitian sangat krusial atau dapat dikatakan sangat penting sekali.
Inverted bill of material, peramalan dan MPS dilakukan pada level bahan baku dan bukan pada level produk akhir. Peramalan pada level bahan baku agregat lebih akurat dari pada peramalan pada level produk akhir individual. Inverted bills didasarkan pada asumsi bahwa persentase penggunaan inverted bills umum diterapkan dalam proses industri. Penggunaan bill of material secara umum digunakan oleh berbagai macam bidang yang diantaranya yaitu engineering, production planning control (PPC) dan accounting. Penggunaan BOM di bidang enginering dibuat sebagai bagian dari perencanaan proses produksi dan juga digunakan untuk menentukan item-item mana saja yang harus di beli atau dibuat sendiri. Penggunaan struktur produk di bidang production planning control digunakan untuk dilakukan penggabungan dengan master production schedule (MPS) yang digunakan untuk menentukan item-item dalam daftar pembelian dan order produksi yang harus dilepas.
23
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Gambar 2.1 Bill Of Material (BOM) (Sumber: bom4mfg.blogspot.com)
2.4
Operation Process Chart (OPC) Menurut Sutalaksana, Dalam Bukunya Teknik Tata Cara Kerja, (1979: hal. 279) berpendapat bahwa : “Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut. Jadi dalam suatu peta proses operasi, dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang
pada
akhir
proses
dicatat
tentang
penyimpanan.
Sedangkan, Peta proses perakitan merupakan peta yang menggambarkan langkah-langkah proses perakitan yang akan dialami komponen berikut pemeriksaannya dari awal sampai produk jadi selesai”.
Peta proses operasi menggambarkan langkah-langkah operasi dan pemeriksaan yang dialami bahan dalam urutan-urutannya sejak awal sampai menjadi produk utuh maupun sebagai bahan setengah jadi. Jadi dapat dikatakan peta proses operasi merupakan peta yang menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan memuat informasi yang diperlukan untuk analisis lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material yang 24
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
digunakan, dan mesin yang dipakai. Lambang-lambang dari OPC yang akan digunakan, yaitu seperti yang tertera sebagai berikut (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 37) :
1.
Operasi adalah kegiatan dimana komponen mengalami perubahan karena dirakit dengan komponen lain. 2.
Pemeriksaanadalah kegiatan memeriksa benda atau objek baik-baik darisegi kualitas maupun kuantitas.
3.
Aktivitas Gabungan adalah kegiatan dimana antara assembling dan pemeriksaan dilakukan bersamaan atau dalam selang waktu yang relative singkat.
4.
Penyimpanan adalah seandainya benda kerja disimpan dalam waktu yang lama dan jika mau diambil kembali biasanya harus berdasarkan rekomendasi atau izin terlebih dahulu. 5.
25
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Transportasi adalah apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari suatu operasi. 6. Penundaan/Menunggu adalah apabila benda kerja, pekerja atau perlengkapan tidak mengalami kegiatan apa-apa selain menunggu. Kegunaan dari peta proses operasi adalah sebagai berikut : [Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 38]
a.
Untuk mengetahui kebutuhan mesin dan pengangguran.
b.
Untuk memperkirakan kebutuhan akan bahan baku.
c.
Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
d.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
e.
Sebagai alat untuk latihan kerja.
Setelah membuat peta proses operasi, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis tiap-tiap komponen dari total produk dengan produk lebih terperinci. Analisis untuk peta proses operasi dibatasi hanya untuk operasi dan inspeksi. Informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis setiap komponen tersebut dapat diperoleh melalui peta aliran proses (flow process chart). Peta aliran proses merupakan suatu diagram yang menunjukkan urut-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama proses berlangsung. Kegunaan peta aliran proses dapat diuraikan sebagai berikut ]Sumber : Sutalaksana, Buku : Teknik Tata Cara Kerja, 1979, hal. 279] :
26
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
1.
Untuk mengetahui aliran bahan mulai masuk proses sampai aktivitas berakhir.
2.
Untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses berlangsung.
3.
Memberikan informasi masalah waktu penyelesaian proses. Informasi-informasi yang lengkap sehubungan dengan proses yang
didapat dari peta proses operasi atau peta aliran proses tidak menunjukkan gambar dari arah selama bekerja. Untuk mengetahui gambar dari arah aliran secara detail dapat ditunjukkan dengan flow diagram/diagram alir. Diagram alir merupakan suatu gambaran menurut skala dari susnan lantai dan gedung yang menunjukkan lokasi dari semua aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Dengan demikian, tujuan dari diagram alir adalah untuk memperjelas peta aliran proses melalui penggambaran denah dan untuk melakukan perbaikan tata letak tempat kerja. [Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 38]
Perbaikan-perbaikan metode kerja dapat dilakukan dengan mencari urutan proses yang lebih sederhana, menghilangkan waktu tunggu, menggabungkan proses-proses yang sejenis, memperpendek aliran material, dan lain-lain. Usaha-usaha di atas digunakan untuk mengurangi biaya produksi sehingga biaya persatuan unit menjadi lebih mudah. [Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 39]
27
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Gambar 2.2Benda Kerja Meja Televisi Sumber : lunarfurniture.com)
Gambar 2.3Operation Process Chart (OPC) (Sumber : indeecom.wordpress.com
28
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.5 Assembly Process Chart (APC) Menurut Sutalaksana, Dalam Bukunya Teknik Tata Cara Kerja, (1979: hal. 283) menerangkan bahwa : “Assembly Process Chart (APC) merupakan peta yang menggambarkan langkah-langkah proses perakitan yang akan dialami komponen berikut pemeriksaannya dari awal sampai produk jadi selesai.” APC atau disebut juga sebagai peta proses perakitan memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah :
a. Menentukan kebutuhan operator. b. Mengetahui kebutuhan tiap komponen. c. Alat untuk menentukan tata letak fasilitas. d. Alat untuk menentukan perbaikan cara kerja. e. Alat untuk latihan kerja. Tujuan dariAssembly Process Chartterutama untuk menunjukkan keterkaitanantara komponen, yang dapat juga digambarkan oleh sebuah “gambar terurai“yang digunakan untuk mengajar pekerja yang tidak ahli untuk mengetahui urutan suatu rakitan yang rumit.
Gambar 2.4Assembly Process Chart (APC) (Sumber : fariedpradhana.wordpress.com
29
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.6
Pengukuran Kerja Salah satu kriteria pengukuran kerja adalah pengukuran waktu (time study). Pengukuran kerja yang dimaksudkan adalah pengukuran waktu standar atau pengukuran waktu baku. Pengertian umum pengukuran kerja adalah suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih) dalam melaksanakan kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo kerja yang normal. Waktu standar dapat digunakan sebagai dasar untuk analisis lainnya Waktu standar dapat digunakan untuk hal-hal berikut ini [Sumber:Barnes, R. M., Book: Motion And Time Study, Design and Measurement of work, 1968, pages: 140] :
Penentuan jadwal dan perencanaan kerja.
Penentuan biaya standar dan sebagai alat bantu dalam mempersiapkan anggaran.
Estimasi biaya produk sebelm memproses produk.
Penentuan efektivitas mesin.
Penentuan waktu standar yang digunakan sebagai dasar upah intensif tenaga kerja langsung.
Penentuan waktu standar yang digunakan sebagai dasar untu upah tenaga kerja tidak langsung.
Penentuan waktu standar yan digunakan sebagai dasar untuk pengawasan biaya tenaga kerja.
30
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.6.1 Pengertian Pengukuran Waktu (Time Study) Pengukuran waktu (time study) pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menentukan lamanya waktu kerja yang dibutuhkan oleh seorang operator (yang terlatih dan mahir) untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik, pada tingkat kecepatan kerja yang normal, serta dalam lingkungan kerja yang terbaik pada saat itu. Dengan demikian pengukuran waktu ini merupakan suatu proses kuantitatif, yang diarahkan untuk mendapatkan suatu kriteria yang objektif. Pada awalnya, pengukuran waktu kerja banyak dimanfaatkan untuk perhitungan insentif demikian,
(bonus)
bagi
pekerja.
Namun
dalam perkembangannya pengukuran waktu dapat
dimanfaatkan lebih jauh untuk:
Melakukan penjadwalan dan perencanaan kerja.
Menentukan besar ongkos produksi.
Menentukan jumlah kebutuhan operator, dan sebagainya.
2.6.2 Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang baik, yaitu hasil pengukuran dapat dipertanggung jawabkan, maka banyak faktor yang harus diperhatikan agar pada akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas
untuk pekerjaan yang diamati misalnya yang berhubungan
dengan kondisi kerja, operator, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. Sebagian dari hal tersebut dilakukan sebelum melakukan pengukuran.
31
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
1.
Penetapan tujuan pengukuran Penetapan tujuan pengukuran harus ditentukan terlebih dahulu untuk memberikan kejelasan untuk apa pengukuran dilakukan. Penetapan
tujuan akan mempengaruhi tingkat
ketelitian dan tingkat keyakinan hasil pengukuran. 2.
Melakukan penelitian pendahuluan Yang dicari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas
diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan. Waktu kerja yang pantas merupakan waktu kerja yang didapat dari kondisi kerja yang baik. 3.
Memilih operator Operator yang dipilih untuk diukur waktu kerjanya yaitu operator yang berkemampuan normal (bukan orang yang berkemampuan tinggi atau rendah tapi yang kemampuannya rata-rata) dan dapat diajak bekerja sama.
4.
Melatih operator Melatih operator bila kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.
5.
Mengurai pekerjaan atas beberapa elemen pekerjaan Pekerjaan dipecah menjadi beberapa elemen pekerjaan, yang merupakan bagian dari pekerjan
yang sedang diteliti.
Elemen inilah yang akan diukur waktunya.
32
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
6.
Menyiapkan alat pengukuran Setelah lima langkah diatas dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada langkah
terakhir sebelum melakukan
pengukuran yaitu menyiapkan beberapa alat yang diperlukan. Alat yang diperlukan terdiri
dari:
jam
henti, lembaran
pengamatan, pena atau pensil, dan papan pengamatan. 2.6.3 Pengukuran Waktu dengan Stop Watch Di dalam melakukan pengukuran waktu dengan stop watch dilakukan pemecahan pekerjaan menjadi elemen-elemen kegiatan. Langkah-langkah yang diperlukan dalam melakukan pengukuran adalah sebagai berikut (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 43):
1.
Penetapan tujuan pengukuran,
2.
Melakukan penelitian pendahuluan,
3.
Memilih operator,
4.
Melatih Operator. Setelah persiapan dilakukan, selanjutnya dilakukan pengukuran
waktu, hasil dari pengukuran waktu dicatat pada lembar pengamatan. Untuk mengetahui berapa kali lembar pengukuran harus dilakukan, diperlukan
beberapa
tahap
pengukuran
pendahuluan.
Tahap
pengukuran pendahuluan yang pertama adalah uji kecukupan data Apabila dalam uji kecukupan data ternyata belum mencukupi perlu dilakukan pengukuran lagi untuk menambah data. Tahap berikutnya adalah uji keseragaman data . Apabila data yang tidak seragam (di luar 33
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
kontrol), maka data tersebut dibuang. Langkah selanjutnya adalah menentukan faktor penyesuaian terhadap waktu siklus. Untuk menghasilkan waktu baku (waktu standar) diperlukan adanya faktor kelonggaran. (Sumber: Purnomo Hari, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2004, hal. 44)
2.7
Pengujian Data 2.7.1
Pengukuran Pendahuluan Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk
mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan.
Gambar 2.5Urutan Pengukuran Waktu Kerja (www.google.com) 2.7.2
Analisis Uji Keseragaman Data Untuk mengatahui variasi data/perbedaan data yang ada, maka
dilakukan uji keseragaman data. Uji keseragaman data perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar. Uji keseragaman data bisa digunakan
34
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
dengan cara visual dan/atau mengaplikasikan peta kontrol (control chart). Untuk membuat peta kontrol x, prosedur yang harus dilakukan adalah : a.
Hitung data rata-rata dari keseluruhan data (x).
b.
Hitung standar deviasi.
c.
Tentukan batas kontrol atas (BKA) dan batas kontrol bawah (BKB) dengan formulasi sebagai berikut : 1) BKA = x + (k . Sd) 2) BKB = x – (k . Sd) Dimana : x
= rata-rata waktu pengamatan
Sd = Standar deviasi k
= harga indeks yang tergantung pada tingkat kepercayaan Tabel 2.1 Nilai k untuk berbagai tingkat kepercayaan
[Sumber: Doppon Tampubolon, Jurnal: Penerapan Metode Line Balancing Untuk Merencanakan Keseimbangan Line Produksi Pada Line Sewing 10 Pada Perakitan Sepatu Nike, 2012, hal. 102]
Tingkat Kepercayaan Nilai k 68 % 1 90 % 1,6 95 % 1,96 99 % 3 Menghitung simpangan baku sample (Standar Deviasi)
( )
√
(
̅)
Dimana: σ = simpangan baku sampel (Standar Deviasi).
35
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
d.
Cek apakah nilai rata-rata dari setiap grup beada batas kontrol atas. Jika ada nilai pengamatan diluar batas kontrol, maka buang data tersebut dan lakukan penrhitungan batas kontrol hingga seuatu kondisi seragam, yaitu suatu kondisi dimana kondisi nilai rata-rata sub grup berada dalam batas kontrol.
2.7.3
AnalisisUji Kecukupan Data Apabila semua nilai rata-rata dari setiap grup telah berada dalam
batas kontrol, maka semua harga-harga yang ada dapat digunakan untuk menghitung banyak pengukuran yang diperlukan. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan apakah data yang diperoleh telah cukup untuk mewakili seluruh data yang ada, untuk melakukan perhitungan selanjutnya. Pentingnya menetapkan ukuran sampel yaitu agar statistik (sampel) diperoleh mendekati parameter (populasi) → mendekati keadaan yang sebenarnya, dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Hal-hal yang perlu diketahui : a.
Parameter yang akan dicari (rata-rata atau proporsi).
b.
Tingkat kepercayaan (Confidence level) yang diinginkan.
c.
Besarnya penyimpangan yang masih ditolerir (Confidence Interval). Data dapat dikatakan cukup apabila diperoleh N’ (jumlah data
dari perhitungan) lebih kecil dari N (jumlah data yang telah ada) yaitu (N’ ≤ N = data cukup). Dan sebaliknya bila data kurang (N’>N = data tidak cukup) perlu ditambahkan data jumlah data.
36
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Untuk mengetahui jumlah sampel yang diperlukan dapat dilakukan dengan cara berikut ini : N’ =
√
(
)
Dimana: k
= Tingkat kepercayaan = 99% ≈ 3 = 95 % ≈ 2
2.8
N’
= Jumlah pengamatan aktual yang dilakukan
s
= Tingkat ketelitian dalam (%)
N
= Jumlah pengamatan teoritis yang diperlukan
X
= Data pengamatan (hasil ukur)
Tingkat Ketelitian dan Keyakinan Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya maka harus diadakan pengukuran-pengukuran. Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini, pengukuran akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan atau ratarata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingat ketelitian menunjukan besarnya 37
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi (inipun dinyatakan dalam persen). Jadi tingkat ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi artibahwa pengukur membolehkan ratarata hasil pengukurannya penyimpang sejauh 10% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil ini adalah 95%.
2.9
Faktor Penyesuaian Penyesuaian adalah proses dimana analisa pengukuran waktu membandingkan penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar. Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat karena seolah dikejar waktu, atau menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Metode-metode untuk menentukan penyesuaian antara lain sebagai berikut (Sumber : Bedworth, D. D., and James E. Bailey, Book : Integrated Production Control Systems, Management, Analysis, Design, 1982, hal 54) :
1.
The Westing House System. Sistem ini merupakan sistem cukup lama dan sering digunakan dalam sistem rating. Sistem ini dikembangkan oleh Westing House Electric Corporation dengan mempertimbangkan 4 (empat) faktor, antara lain : keterampilan, usaha, kondisi, dan konsistensi.
38
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.
Synthetic Rating. Rating ini dikembangkan oleh Morrow. Synthetic Ratingmengevaluasi kecepatan operator dari nilai waktu gerakan yang sudah ditetapkan terlebih dahulu.
3.
Speed
Rating/Performance
performansi
dengan
Rating.
Sistem
mempertimbangkan
ini
mengevaluasi
tingkat
keterampilan
persatuan waktu saja. 4.
Objective Rating. Metode ini dikembangkan oleh Munder dan Danner. Metode ini tidak hanya menentukan kecepatan aktivitas, tetapi juga mempertimbangkan tingkat kerumitan kerja adalah jumlah anggota badan yang digunakan, pedal kaki, penggunaan kedua tangan, koordinasi mata dengan tangan, penanganan, dan bobot, Besarnya faktor penyesuaian adalah sebagai berikut : PR= 1 + p
(Sumber : Telsang, Industrial Engineering and Production Management, 2005, hal : 70)
Keterangan : PR
= Faktor Penyesuaian
p
= Jumlah dari keempat faktor penyesuaian dengan cara Westinghouse
39
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Tabel 2.2Performance Rating dengan Westinghouse System’s Rating
40
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.10 Faktor Kelonggaran Di dalam prakteknya banyak terjadi penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rerata. Selain data yang seragam, jumlah pengukuran dan penyesuaian satu hal lain yang kerapkali terlupakan adalah menambahkan kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja. Adapun kelonggaran yang diberikan yaitu: a.
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi. Yang termasuk kelonggaran untuk kebutuhan pribadi adalah hal-hal seperti minum sekadarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja.
b.
Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique. Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat dimana hasi produksi menurun.
c.
Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tak terhindarkan. Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja, ada pula hambatan yang tidak dapat dihindari karena berada diluar kekuasaan
41
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
pekerja untuk mengendalikannya. Contoh: menerima / meminta petunjuk kepada pengawas, melakukan beberapa peyesuian mesin. Kelonggaran-kelonggaran yang terjadi dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu :
Performance allowance, yaitu waktu longgar untuk kebutuhan pribadi pekerja.
Fatique allowance, yaitu kebutuhan untuk melepas lelah diluar jam istirahat resmi.
Delay allowance, yaitu waktu normal untuk keterlambatanketerlambatan yang terjadi.
42
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Tabel 2.3Besarnya Faktor Kelonggaran (allowance) berdasarkan faktorfaktor yang berpengaruh
43
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.11 Data Waktu Baku Penelitian dengan data waktu baku mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan dengan penelitian langsung,terutama dalam segi ongkos dan kecepatan. Pada prinsipnya data waktu baku berisi dari waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang telah diteliti (diukur) pada waktu yang lalu. Dengan demikian bila pekerjaan tersebut diulang, waktu yang pantas untuk menyelesaikannya sudah diketahui. Memang karena diperlukannya biaya tinggi dalam pembentukan data waktu baku, cara ini mendatangkan keuntungan bila pekerjaan dilakukan secara terusmenerus. Pemakaian data waktu baku dalam penelitian akan mendatangkan beberapa keuntungan, diantaranya : 1.
Dengan adanya data waktu baku, waktu yang terhemat oleh seorang pengukur akan cukup besar.
2.
Dengan adanya penghematan waktu, untuk keperluan pekerjaan yang cukup banyak, pengukur yang diperlukan tidak sebanyak jumlah pengukur dengan cara langsung.
3.
Dengan adanya data waktu baku, pengukur dengan mudah dapat menaksir berapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
4.
Penentuan berapa lamanya waktu penyelesaian untuk pekerjaan yang bersangkutan dapat dilakukan tanpa harus berada di tempat pekerjaa akan langsung.
44
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.11.1
Waktu Siklus Waktu siklus adalah waktu yang diperlukan untuk membuat
suatu produk dalam suatu lintasan produksi. [Nih Luh Putuh Astuti & Yayan Indrawan, 2011 : 52].
Dapat dikatakan waktu siklus ,merupakan hasil pengamatan secara langsung yang tertera dalam stopwatch.Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada umumnya kan sedikit berbeda dengan dari siklus ke siklus kerja sekalipun operator bekerja pada kecepatan normal dan uniform ,tiap-tiap elemen dalam siklus yang berbeda tidak selalu akan bias disesuaikan dalam waktu yang persis sama.Variasi dan nilai waktu ini bias disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu diantaranya bias terjadi karena perbedaan didalam menetapkan saat mulai atau berakhirnya suatu elemen kerja yang seharusnya dibaca dari stopwatch. Waktu siklus dihitung dengan menggunakan rumus:
WS = [Nih Luh Putuh Astuti & Yayan Indrawan, 2011 : 53]
Dimana: X
45
= Waktu Siklus
x
= Waktu pengamatan
n
= Jumlah pengamatan yang dilakukan
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.11.2 Waktu Normal Waktu normal yaitu waktu yang diburuhkan oleh operator yang berkualifikasi baik untuk menyelesaikan pekerjaan pada kecepatan/tempo kerja yang normal. Wn = Ws x p [Sumber : Wignjoesoebroto, Tekhnis Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, 2000, hal: 200]
Dimana :
Wn
= waktu normal
P
= faktor penyesuaian
Ws
= Waktu siklus/rata-rata
Faktor ini diperhitungkan bila operator bekerja dengan tidak wajar, sehingga hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan untuk mendapatkan waktu penyelesaian pekerjaan yang normal. p – 1 bila operator bekerja dengan wajar p < 1 bila operator bekerja dengan lambat p > 1 bila operator bekerja dengan cepat 2.11.3 Waktu Baku Waktu baku adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seseorang pekerja dengan tingkat kemampuan rata-rata (normal) untuk menyelesaikan
suatu
pekerjaan,
dengan
memperhitungkan
waktu
kelonggaran sesuai dengan situasi dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. Waktu baku dicari dengan rumus sebagai berikut : Waktu Baku
= Waktu Normal + ( Waktu Normal x % allowance) Atau
Waktu Baku
46
= Waktu Normal x ( 100 % / (100 % - %)) (Jam/Unit)
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Atau = Wn x (1 + a)
Wb Output Baku
= 1/Wb (Unit/Jam)
[Sumber : Wignjoesoebroto, Tekhnis Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, 2000, hal: 203]
Kegiatan pengukuran waktu dikatakan selesai bila semua data yang diperoleh telah seragam dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan [Sumber : Sutalaksana, Iftikar Z. et all,Tehnik Tata Cara Kerja, 1979, hal: 151-153]
2.12 Line Balancing (Keseimbangan Lintasan) 2.12.1
Pengertian Line Balancing Istilah line balancing atau penyeimbangan lini atau dengan
nama lain assembly line balancing adalah suatu metode penugasan terhadap sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiunkerja memiliki waktu kerja yang besarnya tidak melebihi waktu siklus dari stasiunkerja tersebut. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan denganpekerjaan lainnya digambarkan dalam
suatu
precedence diagram atau precedence network. Keseimbangan Lintasan (Line Balancing) merupakan suatu metode yang digunakan untuk merancang suatu lintasan produksi. Inti dari line balancing adalah bagaimana mendesain suatu lintasan produksi yang dapat membuat proses produksi berjalan lancar. Keseimbangan lintasan perakitan atau assembly line balancing problem (ALBP) digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang 47
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
berkaitan
dengan
serangkaian
elemen
optimasi kerja
keseimbangan ditugaskan
lintasan
dalam
stasiun
di
mana tertentu
berdasarkan batasan-batasan yang telah ditentukan [Sumber: F. Opit, Prudensy and T. Kornelis, Marsella and A. Mahardini, Karunia, Jurnal: Implementasi Program Komputasi Algoritma Keseimbangan Lintasan Perakitan, 2012, hal: 325].
Proses flow shop merupakan suatu bentuk dari lingkaran manufacturing dimana mesin-mesin dan operator menangani suatu standar, biasanya uninterrupted material flow. Operator biasanya melakukan yang sama untuk setiap kali produksi. Lini perakitan dapat didefinisikan sebagai sekelompok orang dan/mesin yang melakukan tugas-tugas sekuensial dalam merakit suatu produk[Sumber : Hari Purnomo, Buku: Pengantar Teknik Industri, 2008, hal: 118] .
Lini perakitan merupakan lini produksi dimana material
bergerak secara kontinyu dengan rata-rata laju kedatangan material berdistribusi uniform melewati stasiun kerja yang mengerjakan perakitan. SK 1
SK 3
Input Material
Final Assembling Material Handling tool
SK 2
SK 4
Gambar 2.6 Lini Prakitan [Sumber: Elsayed, E. A., and Thomas O Boucher, Analysis and Control of Production System, 1994, hal: 241]
48
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.12.2
Permasalahan Line Balancing Permasalahan keseimbangan lintasan paling banyak terjadi pada
proses perakitan dibandingkan pada proses pabrikasi. Pabrikasi dari sub komponen-komponen biasanya memerlukan mesin-mesin berat dengan siklus panjang. Ketika beberapa operasi dengan peralatan yang berbeda dibutuhkan secara proses seri, maka terjadilah kesulitan dalam menyeimbangkan panjangnya siklus-siklus mesin, sehingga utilisasi kapasitas menjadi rendah. Pergerakan yang terus-menerus kemungkinan besar dicapai dengan operasi-operasi perakitan yang dibentuk secara manual ketika beberapa operasi dapat dibagi-bagi menjadi tugas-tugas kecil dengan durasi waktu yang pendek. Semakin besar fleksibilitas dalam mengkombinasikan beberapa tugas, maka semakin tinggi pula tingkat keseimbangan lintasan yang dapat dicapai. Hal ini membuat aliran yang mulus dengan utilisasi tenaga kerja dan perakitan yang tinggi.
MASUKAN
KELUARAN Pengelompokan tugas-tugas
Kinerja waktu dari tugas → Kebuhilan Pendahuluan → Tingkat Output
→
KESEIMBANGAN LINTASAN
pada stasiun-stasiun kerja dengan kapasitas/tingkatan output yang sama
Gambar 2.7Elemen-elemen Permasalahan Keseimbangan Lintasan [Nasution H. A., dan Prasetyawan Y, 2008, Perencanaan & Pengendalian Produksi, Penerbit : Graha Ilmu, Surabaya, Indonesia
49
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Proses pabrikasi biasanya dioperasikan sebagai sistem aliran proses yang terputus-putus (intermitten flow) ataupun jenis batch. Bila volume produksi sangat besar dan spesifikasi-spesifikasi produk tetap, suatu susunan berupa aliran yang kontinu menjadi memungkinkan dengan
operasi-operasi
otomatis
yang
dibutuhkan
sehingga
keseluruhan lintasan produksi berfungsi sebagai satu mesin raksasa. Data masukan yang harus dimiliki dalam merencanakan keseimbangan perakitan adalah : 1.
Suatu jaringan kerja (terdiri atas rangkaian simpul dan anak panah) yang menggambarkan urutan perakitan. Urutan perakitan ini dimulai dan berkahir dari suatu simpul. Tiap simpul menggambarkan operasi yang dilakukan, sementara anak panah menunjukkan kelanjutan operasi tersebut kesimpul lainnya.
2.
Data waktu baku pekerjaan tiap operasi, yang diturunkan dari perhitungan waktu baku pekerjaan operasi perakitan.
3.
Waktu siklus yang diinginkan, diperoleh dari kecepatan produksi lintas perakitan tersebut, atau dari waktu operasi terpanjang. Dalam suatu perusahaan
yang
mempunyai
tipe produksi
masal, yang melibatkan sejumlah besar komponen yang harus dirakit,
perencanaan produksi memegang peranan yang
penting
dalam membuat penjadwalan produksi, terutama dalam pengaturan operasi atau penugasan kerja yang harus dilakukan.
50
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Bila pengaturan dan perencanaannya tidak tepat, maka setiap stasiun kerja di lintas perakitan mempunyai
kecepatan
yang berbeda. Hal ini akan mengakibatkan tersebut
menjadi
tidak
efisien
lintas
produksi perakitan
karena terjadi penumpukan
material atau produk setengah jadi diantara stasiun kerja yang tidak berimbang kecepatan produksinya. Akibat sampingan lainnya adalah kompensasi ongkos yang hilang serta akibat psikologis yang negatif bagi pekerja. Persoalan keseimbangan lintas perakitan bermula dari adanya kombinasi penugasan kerja kepada operator atau grup operator yang menempati tempat kerja tertentu. Karena penugasan elemen kerja yang berbeda akan menyebabkan perbedaan dalam sejumlah waktu yang tidak produktif dan variasi jumlah pekerja yang dibutuhkan untuk menghasilkan output produksi tertentu di dalam suatu lintas perakitan. Masalah utama yang dihadapi adalah :
51
1.
Terlambatnya bahan baku,
2.
Material handling yang kurang sempurna,
3.
Terjadinya kerusakan mesin
4.
Bertumpuknya barang dalam proses pada tingkat proses tertentu,
5.
Kondisi mesin yang sudah tua,
6.
Kelemahan dalam merencanakan kapasitas mesin,
7.
Layout yang kurang baik,
8.
Kualitas tenaga kerja yang kurang baik,
9.
Adanya working condition yang kurang baik.
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
2.13 Terminologi Lintasan Sebelum membahas mengenai operasional dari beberapa metoda dalam line balancing, perlu dipahami beberapa istilah yang lazim digunakan di dalam line balancing. 1.
Work Element/WE(Elemen Kerja) adalah Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam assembly process. Umumnya N didefinisikan sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu assembly dan i adalah elemen kerja.
2.
WorkStation/WS (Stasiun Kerja) adalah tempat pada lini perakitan dimana proses perakitan dilakukan. Setelah menentukan interval waktu siklus maka jumlah stasiun kerja efisien dapat ditetapkan dengan rumus berikut:
Keterangan: Ti
= Waktu operasi pada tugas ke-i (i = 1,2,3,…,n).
CT
= Waktu siklus.
n
= Banyaknya tugas.
kmin 3.
= Banyaknya stasiun kerja minimal.
Minimum Rational Work Element (Elemen Kerja Terkecil) untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam setiap stasiun yang ada maka pekerjaan tersebut harus dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan. Elemen kerja minimum adalah elemen pekerjaan terkecil dari suatu pekerjaan yang tidak dapat dibagi lagi.
52
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
4.
Total Work Content (Total Waktu Pengerjaan) merupakan jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini.
5.
Workstation Process Time (Waktu Proses Stasiun Kerja)
Elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun kerja (Work Station/WS) dapat terdiri dari satu elemen pekerjaan atau lebih.
Waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang berada di dalam stasiun kerja tersebut.
6.
Precedence Constraints (Pembatas Diagram Keterkaitan) Dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-urutan teknologi yang harus terpenuhi sebelumnya agar elemen itu dapat dijalankan. Beberapa tipe pembatas dalam keseimbangan lini, adalah :
Pembatas teknologi (technological restriction),
Pembatas di sini adalah akibat adanya fasilitas atau mesin yang tidak dapat dipindahkan (fasilitas tetap),
7.
Pembatas posisi (positional restriction),
Zoning Contraints.
Precedence Diagram(Diagram Keterkaitan) merupakan gambaran secara grafis dari urutan operasi kerja serta ketergantungan pada operasi kerja lainnya yang tujuannya untuk memudakan pengontrolan dan perencanaan kegiatan yang terkait di dalamnya. Adapun tanda-tanda yang dipakai sebagai berikut :
53
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
[Sumber: Utami Diah, Jurnal: Rancangan Metode Line Balancing Pada Produksi ,
2013, hal : 37]
Simbol lingkaran dengan huruf atau nomor di dalamnya untuk mempermudah identifikasi dari suatu proses operasi.
Tanda panah menunjukkan ketergantungan dan urutan proses operasi. Dalam hal ini, operasi yang berada pada pangkal panah berarti mendahului operasi yang ada pada ujung panah.
Angka diatas simbol lingkaran adalah waktu standar yang diperlukan untuk menyelesaikan setiap operasi.
Gambar 2.8Contoh Precedence Diagram (Sumber : http://www.emeraldinsight.com/content_images/fig/0240150107001.pn)
8.
Assembled Product(Produk Yang Dirakit)adalah produk yang melewati urutan Work Station/WS (Stasiun Kerja) di mana tiap WS memberikan proses tertentu hingga selesai menjadi produk akhir pada perakitan akhir.
9.
Cycle Time / waktu siklus (CT) merupakan waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk per satu stasiun. Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini perakitan dengan sumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan. Nilai minimum dari waktu siklus > waktu stasiun kerja. Dalam mendesain keseimbangan lini perakitan untuk sejumlah produksi
54
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
tertentu, waktu siklus harus sama dengan atau lebih besar dari waktu operasi terbesar yang merupakan penyebab terjadinya botleneck (kemacetan) dan waktu siklus juga harus sama atau lebih kecil dari jam kerja efektif per hari dibagi dengan jumlah produksi per hari yang secara matematis dinyatakan sebagai berikut:
(Sumber: Yayan Indrawan & Ni Luh P. H., Jurnal: Minimalisasi Bottleneck Proses Produksi Dengan Menggunakan Metode Line Balancing, 2004, hal. 10)
Keterangan : Ti
= Waktu operasi terbesar pada lintasan
CT
= Waktu siklus / cycle time
P
= Jam kerja efektif per hari
Q
= Jumlah produksi per hari
10. Yamazumi Chartmerupakan
yamazumi (susunan) nama-nama
elemen pekerjaan yang ditampilkan pada TSKK (Tabel Standard Kerja Kombinasi), SOP (Standard Operation Procedure), atau Work Elemen Sheet. Yamazumi ini dipakai sebagai alat atau instrumen untuk mengawasi secara
visual
keseluruhan
proses
dan
mengawasi
atau
mempertahankan elemen pekerjaan. Penyusunan diagram yamazumi menggunakan data cycle time dengan target cycle time. 11. Waktuoperasi (Ti) adalah waktu standar untuk menyelesaikan suatu operasi, Ti adalah waktu baku yang didalamnya sudah mencakup faktor penyesuaian dan kelonggaran. 55
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
12. Station Time (ST)adalah jumlah waktu dari elemen kerja atau tugas yang dilakukan pada suatu stasiun kerja yang sama. 13. Iddletimeadalah selisih (perbedaan) antara CT dikurangi dengan STi (waktu disetiap stasiun keseluruhan). 14. Balance Delay(BD), seringdisebut balanceloss,adalah ukurandari ketidakefisienanlintasanyangdihasilkandariwaktumenganggursebenarn ya yangdisebabkanolehpengalokasianyangkurangsempurnadiantarabeber apa stasiunkerja. BalanceDelay dapat dirumuskan sebagai berikut: (
) (
)
[Sumber: Ahmad Mathuri, Jurnal: Analisa Line Balancing Pada Proses Produksi Genteng TILUX di PT. Bakrie Building Industries, 2012, hal: 42]
Keterangan : = Jumlah waktu operasi dari semua operasi C
= Waktu siklus terbesar stasiun.
k
= Jumlah stasiun kerja (WS)
15. Line Efficiency/LE (Efisiensi Lintasan) adalah rasio dari total waktu di stasiun kerja terhadap keterkaitan antara waktu siklus dengan jumlah stasiun kerja (dinyatakan dalam persentase).
(
)
[Sumber: Ahmad Mathuri, Jurnal: Analisa Line Balancing Pada Proses Produksi Genteng TILUX di PT. Bakrie Building Industries, 2012, hal: 42]
Keterangan:
56
STi
= Station Time dari WS ke-i
CT
= Waktu siklus.
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
k
= Jumlah stasiun kerja (WS)
2.14 Metode Line Balancing Terdapat beberapa metode dasar yang dapat digunakan untuk menyeimbangkan lintasan perakitan, yaitu : 1.
Metode Bobot Posisi (Rangked Positional Weight/RPW) Metode bobot posisi merupakan heuristik yang paling awal dikembangkan. Metode ini dikembangkan oleh W.B. Helgeson dan D.P. Birnie. Penggunaan metode ini didasarkan dari jumlah waktu dari operasi-operasi yang terkontrol dari sebuah stasiun kerja dengan operasi tertentu yang disebut sebagai bobot posisi. Cara penentuan bobot dari precedence diagram : dimulai dari proses akhir. Bobot (RPW) = waktu proses operasi tersebut + waktu proses operasi-operasi berikutnya. Pengelompokan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan atas dasar urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu siklus. Berikut ini adalah tahapan-tahapan yang perlu dlakukan dalam menyelesaikan keseimbangan lini dengan metode ini : a.
Tentukan precedence diagramsesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
b.
Tentukan positional weight (bobot posisi) untuk setiap elemen pekerjaannya dari suatu
operasi
dengan
memperhatikan
precedence diagram. Cara penentuan bobot posisinya adalah sebagai berikut : 57
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Gambar 2.9 Contoh Penentuan Bobot Posisi
Sumber :http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-01086-TI-bab%202.pdf
c.
Urutkan elemen operasi berdasarkan bobotposisi yang telah didapatkan pada langkah kedua. Pengurutannya dimulai dari elemen operasi yang memiliki bobot posisi yang terbesar.
d.
lanjutkan dengan penempatan elemen pekerjaan yang memiliki bobot posisi terbesar sampai yang terkecil kesetiap stasiun kerja.
e.
Jika pada setiap stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan (dalam hal ini waktu tiap stasiun kerja melebihi waktu maksimumnya), maka ganti elemen kerja yang dalam stasiun kerja tersebut ke stasiun kerja berikutnya selama tidak menyalahi diagram precedence.
f.
Ulangi lagi langkah ke-4 dan ke-5 diatas sampai seluruh elemen pekerjaan telah ditempatkan kedalam stasiun kerja.
2.
Metode Pembebanan Berurut Kelemahan metode bobot posisi disebutkan sebelumnya dicoba diatasi dengan menggunakan metode pembebanan berurut. Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan kerja.
58
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
Langkah-langkah penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan berurut ini adalah sebagai berikut : a.
Hitung waktu siklus yang diinginkan.
b.
Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk setiap operasi berdasarkan jaringan kerja perakitan.
c.
Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahulu P yang semuanya terdiri dari angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika ada lebih dari 1 baris yang memiliki seluruh elemen yang sama dengan not.
d.
Perhatikan nomor elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang bersesuaian dengan elemen yang telah ditugaskan.
e.
Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus. Proses ini dikerjakan hingga semua baris pada matriks P bernilai 0.
f.
Hitung efisiensi rata-rata stasiun kerja yang terbentuk.
g.
Gunakan prosedur trial and error untuk mencari pembebanan yang akan menghasilkan efisiensi rata-rata lebih besar dari efisiensi rata-rata pada langkah sebelmunya.
h.
Ulangi langkah f dan g sampai tidak ditemukan lagi stasiun kerja yang memiliki efisiensi rata-rata yang lebih tinggi.
59
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA
3.
Metode Pendekatan Wilayah (Region Approach) Metode ini dikembangkan oleh Bedworth untuk mengatasi kekurangan bobot posisi. Langkah-langkah penyelesaian dengan metode pendekatan wilayah (region approach) adalah sebagai berikut : a.
Hitung waktu siklus yang diinginkan.
b.
Bagi jaringan kerja kedalam wilayah-wilayah dari kiri ke kanan.
c.
Dalam tiap wilayah, urutkan pekerjaan mulai dari waktu operasi terbesar sampai dengan waktu operasi terkecil.
d.
Bebankan pekerjaan dengan urutan sebagai berikut (perhatikan pula untuk menyesuaikan diri terhadap batas wilayah) : 1) Daerah paling kiri terlebih dahulu, 2) Antar wilayah, bebankan pekerjaan dengan waktu operasi terbesar pertama kali.
e.
Pada akhir tiap pembebanan stasiun kerja, tentukan apakah utilisasi waktu tersebut telah dapat diterima. Teknik ini mendapatkan perhatian yang besar serta telah
digunakan untuk memecahkan beberapa masalah keseimbangan lini dengan baik. Teknik ini merupakan sebuah prosedur heuristik, dimana pemilihan elemen untuk ditempatkan pada sebuah stasiun kerja didasarkan pada posisi elemen pada precedence diagram.
60
BAB II | SKRIPSI
UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA