Bab II Landasan Teori
Untuk mendukung penulis dalam menganalisa data, penulis akan menjelaskan teori-teori yang akan digunakan dalam penulisan ini. Teori yang akan digunakan mencakup konsep kanji, teori semantik, dan teori semiotika. 2.1 Konsep Kanji Pengertian kanji menurut Satake (2005, hal. 69) adalah :
漢字はその一字だけでなんらかの意味を表すので表意文字と呼ばれて いる。ただ、厳密には、意味を表しているというよりも、一定の意味 をもった語を表していると言うべきである。
Terjemahan :
Kanji tidak hanya mewakili arti dari satu huruf saja, melainkan mewakili arti dari keseluruhan huruf yang ada, yang disebut dengan ideogram. Maka dalam ideogram, bukan hanya mewakili arti dari huruf tersebut, melainkan mewakili makna yang lebih dari huruf tersebut.
British Journal of Psycology (Makiko Yamazaki) mengatakan huruf kanji sendiri memang berasal dari negeri Cina. Secara keseluruhan terdapat 50000 karakter kanji dan setidaknya harus mengetahui 3000 kanji agar dapat membaca majalah dan koran setiap hari. Oleh karena itu terdapat filosofi dalam pembentukan huruf kanji itu sendiri. Hal ini diungkapkan oleh Shimura (1990, hal. 21) :
漢字の“哲学”の一語 は,十九世紀の日本の哲学者西周が漢字の(智 慧)とこの古代ギリシャの“Philosophiaの智慧の象徴で ある学問学説”の学を組み合わせ て作られた比較的新しい言葉です。 この哲学の一語は漢字でありながら日本生まれの生粋の日本語です。 しかもこの哲学の 一語は漢字の故郷である中国 に逆輸出されて,中 国でも日本語の意味と全く同じ意味で使用されています。 Terjemahan :
Filosofi kanji Jepang yang muncul pada abad ke-19, merupakan suatu huruf baru yang secara ilmiah dapat ditelaah dengan logika, dan dapat dibandingkan dengan filosofi huruf Latin Kuno. Seiring dengan berkembangnya kanji tersebut, maka yang berkaitan dengan Bahasa Jepang
8
pun lahir. Walaupun huruf kanji tersebut dipinjam dari Cina, namun penggunaannya baik di Cina maupun di Jepang memiliki arti yang sama.
Dalam Journal of the Faculty of Economics, KGU, Vol. 15, July 2005 (Stephen Richmond) dikatakan meskipun kana berasal dari bentuk kanji namun kana hanya mewakili suara, tidak seperti kanji yang mewakili makna. 2.1.1 Rikusho Dalam bahasa Jepang, pembentukan kanji disebut juga rikusho. Menurut Shimura (1990, hal. 34), rikusho diklasifikasikan menjadi 6 bagian yaitu :
象形 : 物の形に以せて字形を作ったもの。{例}日、月 指事 : 物事の関係を図示して字形とするもの。{例}上、下 形声 : 文と文とを合成して一字とし、一方は音、一方は意味を主とし て表すもの。{例}清、晴 4. 会意 : 二つ以上の文を合成して一字とし、新しい意味と音とを表す もの。{例}林、森 5. 転注 : 漢字の構造の原理ではなく、使用法上の特徴を言うものらしい。 6. 仮借 : 漢字の構造の原理ではなく、使用法上の特徴を言うものらしい。
1. 2. 3.
Terjemahan :
1.Shoukei : huruf kanji yang dibuat dengan cara meniru bentuk sebuah benda. Misalnya: kanji ‘matahari’, kanji ‘bulan’.
「日」
「月」
Gambar 2.1 Pembentukkan Shoukei Moji Sumber : www.mementoslangues.fr/Japonais/Kanji/Intro-to-Kanji.pdf
2.Shiji : huruf kanji yang dibuat untuk menyatakan suatu kejadian dengan tanda tertentu. Misalnya: kanji ‘atas’ , kanji ‘bawah’.
「上」
「下」
9
Gambar 2.2 Pembentukkan Shiji Moji Sumber : www.mementoslangues.fr/Japonais/Kanji/Intro-to-Kanji.pdf 3.Keisei : huruf kanji yang dibuat dengan cara menggabungkan kanji dengan kanji atau menggabungkan bagian yang menunjukkan arti dengan bagian yang menunjukkan bunyi ucapan. ‘bersih’ dan kanji ‘cerah’. Misalnya: kanji 4.Kai’i : huruf kanji yang dibuat dengan menggabungkan dua atau lebih kanji atau dengan menunjukkan bagian dari makna yang baru dengan bunyi ucapan. Misalnya: kanji ‘hutan’ , kanji ‘hutan rimba’. 5.Tenchuu : kanji yang dibuat dengan tidak ada prinsip dasar struktur kanji, dan juga sepertinya tidak ada kekhususan dalam penggunaannya. 6. Kasha : kanji yang dibuat dengan tidak ada prinsip dasar struktur kanji, dan juga sepertinya tidak ada kekhususan dalam penggunaannya.
「清」 「林」
「晴」
「森」
2.1.2 Bushu Seperti yang kita ketahui bahwa huruf kanji terbentuk dari beberapa garis atau coretan. Garis-garis atau coretan-coretan tersebut membentuk bagian-bagian kanji, lalu bagian-bagian tersebut pada akhirnya membentuk sebuah huruf kanji secara utuh. Dengan adanya bagian-bagian pada sebuah kanji ini maka timbul istilah yang disebut bushu. Bushu ialah sebuah istilah berkenaan dengan bagian-bagian yang ada pada sebuah huruf kanji yang dapat dijadikan suatu dasar untuk pengklasifikasian huruf kanji (Sudjianto dan Dahidi 2004, hal. 59). Tsuchiya (2006, hal. 14) menyatakan banyaknya bushu yang digunakan dalam kutipannya sebagai berikut :
10
漢字の大部分は、二つ以上の部首の組み合わせに似よってできていま す。その組み合わせ方には七種類あります。
Terjemahan :
Sebagian besar kanji, dapat terbentuk dari dua atau lebih gabungan bushu. Terdapat tujuh jenis cara penggabungan tersebut.
Gambar 2.3 Jenis-Jenis Bushu Sumber : Mitamura dan Mitamura (1997, hal. 12) Ketujuh kelompok bushu tersebut juga dipaparkan oleh Tsuchiya (2006, hal. 14) yaitu sebagai berikut: 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
へん: 左右に分けられる場合の左の部分を「偏(へん)」と言います. 偏の意味「片寄る」「片側」となります。 つくり:左の偏に対して、右は「旁(つくり)」と言います。旁は 「傍ら」の意味ですから、偏の傍らにあるものということに なります。 かんむり:上下に分けられる場合、上の部分を「冠(かんむり)」と 言います。また「頭(かしら)」と呼ぶ場合もあります。 あし :上下のしたの部分を「脚(あし)」と言います。 たれ :上から下に垂れ下がった形のものを言います。偏と冠を兼 ねたような形をしています。 にょう :「繞(にょう)」とは「取り巻く」の意味を表します。 偏 と脚を兼ねたような形をしています。 かまえ :外側や両側を囲むよう形をしたものを、「構(かまえ)」 と言います。
Terjemahan : 1. Hen
: disebut hen bila terdapat pada bagian kiri kanji dari bagian yang terbagi yaitu bagian kiri dan kanan. Arti dari hen adalah miring dan satu sisi.
11
2. Tsukuri
: berbeda dengan hen yang terdapat di sebelah kiri kanji, tsukuri terdapat pada sebelah kanan. Karena tsukuri bermakna tepi, sehingga dapat dikatakan tsukuri merupakan tepi dari hen. 3. Kanmuri : bushu yang terletak pada bagian atas bawah, bagian atas kanji disebut kanmuri. Selain itu, kanmuri juga dapat dikenal dengan istilah kashira. 4. Ashi : dikatakan ashi bila terletak pada bagian bawah kanji. 5. Tare : bentukknya menggantung dari sisi atas sampai bawah terletak pada daerah bagian hen dan kanmuri. 6. Nyou : menunjukkan makna mengelilingi dan terletak pada bagian hen dan ashi. 7. Kamae : kelompok bushu yang terletak mengelilingi bagian luar dan kedua sisi kanji.
2.1.2.1 Konsep Bushu Mushi Kanji Mushi
字」
「虫」
merupakan pembentukan dari Shoukei Moji
「象形文
yang menggambarkan bentuk dari suatu hewan, yaitu bentuk dari kepala ular
yang besar (Henshall, 1990, hal. 16). Menurut Takebe (1993, hal. 25) menyatakan :
「むし」は小さいです。虫には、頭があります。体はまるいです。虫 には、尾があります。尾はS字形です。漢字の「虫」を見てください。上は 頭です。「ロ」は体です。まるい体は、四角になりました。下は尾です。曲 線は直線になりましたから、尾は直線の組み合わせです。 Terjemahan :
Serangga itu kecil. Serangga memiliki kepala. Tubuhnya bulat. Serangga memiliki ekor. Ekornya berbentuk seperti huruf S. Lihat kanji serangga. Bagian atas adalah kepala, yang berbentuk seperti persegi adalah tubuhnya. Tubuhnya dari bulat berubah menjadi persegi. Bagian bawah adalah ekor, karena garis lengkung menjadi garis lurus, ekor merupakan himpunan garis lurus.
Gambar 2.4 Asal Mula Bushu Mushi Sumber : Takebe (1993, hal. 25)
12
2.2 Teori Semantik Ahli semantik Ikegami (1991, hal. 19) mengatakan :
言語における意味の問題は、本然言語学の一部門として意味論の対象 になる。意味論は、持に区別されるときは「言語学的な意味論」、「哲学的 な意味論」、「一般意味論」というふうにそれぞれ呼ばれるが、多くはいず れの場合に対しても「意味論」という名称が使われる。 Terjemahan :
Masalah makna dalam bahasa menjadi objek semantik yang merupakan salah satu bagian dalam linguistik. Semantik yang jika secara khusus dibedakan sesuai dengan sebutannya menjadi semantik linguistik, semantik filosofi, dan semantik umum, tetapi sering digunakan nama yang sama yaitu “semantik” dalam berbagai macam masalah makna lainnya.
Menurut Hiejima (1991, hal. 1–3), seorang ahli semantik modern, menyatakan bahwa semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna dari kata, frase, dan kalimat. Menurutnya, bila melihat sebuah makna dari kata, frase, atau kalimat dengan sudut pandang secara objektif maupun secara fisik, banyak hal yang akan memiliki pengertian berbeda dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Dalam melihat sebuah makna dalam kondisi seperti itu, lebih baik menggunakan sudut pandang secara subjektif. Hal ini dikarenakan kata atau kalimat merupakan sesuatu yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari sehingga dari masingmasing individu akan lahir makna-makna yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Makna kata dalam linguistik terbagi dua, yang pertama adalah kata yang tidak mengandung makna tambahan atau perasaan tambahan disebut makna kata denotatif, denotasi atau makna kata yang sebenarnya, sedangkan yang kedua adalah makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umum disebut makna konotatif, konotasi atau makna kiasan (Keraf, 2007, hal. 27-28).
13
2.2.1 Pengertian Makna Denotatif Imbuhan –de dalam kata denotatif memiliki arti tetap dan wajar sebagai mana adanya. Jadi denotatif adalah makna yang wajar, yang asli, yang muncul pertama, yang diketahui pada mulanya, makna sebagai adanya, dan makna sesuai kenyataannya (Parera, 2004, hal. 97-98). Menurut Keraf (2007, hal. 28), makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah seperti : makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referansial, atau makna proposisional. Disebut makna denotasional, referansial, konseptual, atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu referan, konsep atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan ; stimulus (dari pihak pembicara) dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut halhal yang dapat dicerap panca indria (kesadaran) dan rasio manusia. Makna ini juga disebut makna proporsisional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual. Makna ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama, adalah makna yang paling dasar pada suatu kata. 2.2.2 Pengertian Makna Konotatif Imbuhan –ko dalam kata konotatif memiliki arti bersama yang lain, ada tambahan yang lain terhadap notasi yang bersangkutan. Jadi konotatif adalah makna dari kata yang asli atau makna denotatif yang telah memperoleh tambahan perasaan tertentu, emosi tertentu, nilai tertentu, dan rangsangan tertentu yang bervariasi dan juga tak terduga (Parera, 2004, hal. 97-98). Menurut Keraf (2007, hal. 29), konotasi atau makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Makna
14
konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setujutidak setuju, senang-tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar ; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga memendam perasaan yang sama. 2.3 Teori Semiotik Pengertian semiotik atau semiotika berhubungan dengan pengertian semantik karena dua pengertian tersebut meliputi makna dan kemaknaan dalam komunikasi antar manusia. Charles Morris mengemukakan bahwa bahasa sebagai satu sistem sign dibedakan atas signal dan symbol. Akan tetapi, semiotik bukan hanya berhubungan dengan isyarat bahasa melainkan juga semiotik berhubungan dengan isyarat-isyarat non bahasa dalam komunikasi antar manusia (Keraf, 2007, hal. 13). Janz dalam Ratna (2004, hal. 97) menjelaskan bahwa, secara definitif semiotik berasal dari bahasa Yunani, yakni seme yang berarti penafsiran tanda. Kemudian literatur lain menjelaskan bahwa, semiotik atau semiotika berasal dari kata semeion yang berarti tanda. Dalam pengertian yang lebih luas, semiotik adalah studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana caranya bekerja, dan pemanfaatannya terhadap kehidupan manusia. Menurut Pierce dalam Christomy (2004, hal. 117), tanda melibatkan proses kognitif di dalam kepala seseorang dan proses itu dapat terjadi jika ada representamen, acuan, dan interpretan. Dengan kata lain, memiliki tiga dimensi yang saling terkait : representamen (R) sesuatu yang dapat dipersepsi (perceptible), objek (O) sesuatu yang mengacu kepada hal lain (referential), dan interpretan (I) sesuatu yang dapat diinterpretasi (interpretable).
15
2.4 Teori Medan Makna Bally, seorang murid Saussure dalam Parera (1990, hal. 68) memasukkan konsep medan asosiatif dan menganalisisnya secara mendetail dan terperinci. Ia melihat medan asosiatif sebagai satu lingkaran yang mengelilingi satu tanda dan muncul ke dalam lingkungan leksikalnya. Pemikiran tersebut kemudian berkembang menjadi medan makna. Jadi, medan makna adalah satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan pada similaritas atau kesamaan, kontak atau hubungan, dan hubunganhubungan asosiatif dengan penyebutan satu kata. Dengan penjelasan tersebut, Parera memberikan contoh medan makna dengan kata kerbau dalam Bahasa Indonesia. Dengan kata kerbau tersebut orang mungkin akan berpikir tentang kekuatan atau kebodohan. Medan makna ini kemudian dikembangkan oleh J.Trier. Trier dalam Parera (1990, hal. 69) yang melukiskan vokabulari sebuah bahasa tersusun rapi dalam medan-medan dan dalam medan itu setiap unsur yang berbeda didefinisikan dan diberi batas yang jelas sehingga tidak ada tumpang tindih antar sesama makna. Setiap medan makna akan selalu tercocokkan antar sesama medan sehingga membentuk satu keutuhan bahasa. Pendekatan medan makna memandang bahasa sebagai satu keseluruhan yang tertata dan dapat dipenggal-penggal atas beberapa bagian yang saling berhubungan secara teratur. Perlu diketahui bahwa pembedaan medan makna tidak sama untuk setiap bahasa, misalnya dalam Bahasa Indonesia medan makna kata melihat yang dapat dibedakan menjadi melirik, mengintip, memandang, menatap, meninjau, melotot, dan sebagainya (Parera, 1990, hal. 69).
16