Bab II Landasan Teori
BAB II LANDASAN TEORI 2. 1
Umum
Selayaknya lapisan permukaan jalan memiliki sifat kedap air dan didukung dengan system drainase yang memadahi. Air yang menggenang atau masuk ke dalam pori perkerasan jalan merupakan salah satu penyebab kerusakan jalan. Sifat kedap air perkerasan diperoleh dengan menggunakan bahan pengikat dan pengisi pori antar agregat seperti aspal atau semen Portland. Menurut Silvia Sukirman, berdasarkan bahan pengikat yang digunakan untuk membentuk lapisan atas, perkerasan jalan dibedakan menjadi : PERKERASAN LENTUR (Flexible Pavement) : perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat lapisan. Pada umumnya digunakan untuk jalan yang melayani beban lalulintas ringan atau sedang seperti jalan perkotaan PERKERASAN KAKU (Rigit Pavement) : perkerasan yang menggunakan semen portland sebagai bahan pengikat lapisan (Plat beton). Digunakan untuk jalan dengan volume lalulintas tinggi yang didominasi oleh kendaraan berat, PERKERASAN KOMPOSIT (Composit Pavement) : perkerasan kaku yang dikombinasi dengan perkerasan lentur, dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
II-1
Bab II Landasan Teori
2.2
Perkerasan Lentur
Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan : 1. Lapisan Permukaan (Surface Course) 2. Lapisan Pondasi Atas (Base Course) 3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course) 4. Lapisan Tanah Dasar (Subgrade)
2.2.1 Lapisan Permukaan (Surface Course) Lapisan permukaan adalah lapisan yang terletak paling atas dari struktur perkerasan jalan yang berfungsi : sebagai lapis penahan beban vertikal dari kendaraan karena itu perkerasan harus mempunyai stabilitas yang tinggi selama masa pelayanannya, sebagai lapis kedap air untuk menahan air hujan agar tidak meresap ke dalam lapisan dibawahnya, sebagai lapis aus untuk menahan gesekan dan getaran roda yang mengerem, adalah lapis yang menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya yang mempunyai daya dukung lebih jelek. Pada umumnya lapisan permukaan dibuat dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan lapisan yang kedap air dengan stabilitas tinggi dan tahan lama selama masa pelayanannya Jenis- jenis lapisan permukaan yang sering digunakan di Indonesia : 1. Lapisan yang bersifat non structural, yang berfungsi sebagai lapisan aus dan kedap air. Jenis perkerasan ini terutama digunakan untuk pemeliharaan jalan. a. BURTU (Laburan aspal satu lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal yang ditaburi dengan satu lapis agregat bergradasi seragam, dengan tebal maksimum 2 cm II-2
Bab II Landasan Teori
b. BURDA (Laburan aspal dua lapis), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal ditaburi agregat yang dikerjakan dua kali secara berurutan dengan tebal padat maksimum 3.5 cm c. LATASIR (Lapis tipis aspal pasir), merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal dan pasir alam bergradasi menerus dicampur, dihamparkan dan dipadatkan pada suhu tertentu dengan tebal padat 1-2 cm d. BURAS (Laburan aspal) merupakan lapis penutup yang terdiri dari lapisan aspal taburan pasir dengan ukuran butir maksimal 3/8 inchi e. LATASBUM (Lapis tipis asbuton murni), merupakan lapis penutup yang terdiri dari campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur secara dingin dengan tebal maksimum 1 cm f. LATASTON (Lapisan tipis aspal beton), dikenal dengan nama roll hot sheet (RHS), merupakan lapisan penutup yang terdiri dari campuran antara agregat bergradasi timpang, mineral pengisi (filler) dan aspal keras dengan perbandingan tertentu, yang dicampur dan dipadatkan dalam keadaan panas. Tebal padat antara 2.5-3 cm 2. Lapisan Bersifat Struktural, berfungsi sebagai lapisan yang menahan dan meyebarkan beban roda a. Penetrasi Macadam (LAPEN), merupakan lapis perkerasan yang terdiri dari agregat pokok dan agregat pengunci bergradasi terbuka dan seragam yang diikat oleh aspal dengan cara disemprotkan diatasnya dan dipadatkan lapis demi lapis. Diatas LAPEN biasanya diberi laburan aspal dengan agregat penutup. Tebal masing – masing lapisan antara 4-10 cm II-3
Bab II Landasan Teori
b. LASBUTAG, merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihampar dan dipadatkan secara dingin. Tebal padat tiap lapisan antara 3-5 cm c. LASTON (Lapisan Aspal Beton), merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihamparkan dipadatkan pada suhu tertentu
2.2.2 Lapisan Pondasi Atas (Base Course) Adalah lapisan perkerasan yang terletak dianatara pondasi bawah dan lapis permukaan yang berfungsi sebagai : bagian perkerasan yang menahan gaya lintang beban roda dan menyebarkan beban ke lapis dibawahnya, sebagai lapis peresapan untuk lapis pondasi bawah, sebagai bantalan terhadap lapis permukaan. Material yang digunakan untuk lapis pondasi atas tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan material dengan CBR > 50% dan plastisitas Indeks (PI) < 4%, yaitu : batu pecah, kerikil pecah, dan tanah dengan stabilisasi semen dan kapur. Jenis lapis pondasi yang umum digunakan adalah : 1. Agregat bergradasi baik, yaitu : batu pecah kelas A, kelas B, kelas C 2. Pondasi Macadam 3. Pondasi Telford 4. Penetrasi Macadam (LAPEN) 5. Aspal beton pondasi (Asphalt Concrete Base / Asphalt Treated Base) II-4
Bab II Landasan Teori
6. Stabilisasi yang terdiri dari : •
Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
•
Stabilitasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
•
Stabilisasi agregat dengan aspal (Asphalt Treated Base)
2.2.3 Lapisan Pondasi Bawah (Subbase Course) Adalah lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar, yang berfungsi sebagai : konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda ke tanah dasar, sebagai lapis peresapan agar air tidak berkumpul di pondasi, sebagai lapisan untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) < 10%. Jenis lapis pondasi bawah yang umumnya dipergunakan di Indonesia : 1. Agregat bergradasi baik, yaitu Sirtu/petrun kelas A, kelas B dan kelas C 2. Stabilisasi •
Stabilisasi agregat dengan semen (Cement Treated Base)
•
Stabilitasi agregat dengan kapur (Lime Treated Base)
•
Stabilisasi tanah dengan semen (Soil Cement Stabilization)
•
Stabilisasi tanah dengan kapur (Soil Lime Stabilization)
2.2.4 Tanah Dasar (Subgrade) Adalah lapisan atas tanah setebal 50-100 cm dimana akan diletakkan lapisan pondasi bawah. Lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan jika tanah aslinya baik, atau tanah yang didatangkan dari tempat laindan dipadatkan, II-5
Bab II Landasan Teori
atau tanah yang distabilisasi dengan kapur dan bahan lainnya. Pemadatan tanah yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana. Untuk mendapatkan kadar air optimin yang konstan diperlukan drainase yang memenuhi syarat. Ditinjau dari muka tanah asli, lapisan tanah dapat dibedakan menjadi : 1. Lapisan tanah dasar, tanah galian 2. Lapisan tanah dasar, tanah timbunan 3. Lapisan tanah dasar, tanah asli Masalah – masalah yang sering ditemui menyangkut tanah dasar : •
Terjadi perubahan bentuk tetap dari jenis tanah tertentu akibat beban lalu lintas. Tanah dengan plastisitas tinggi cenderung mengalami perubahan bentuk besar yang akan mengakibatkan jalan rusak. Karena itu lapisan tanah lunak yang terdapat dibawah tanah dasar harus diperhatikan.
•
Sifat Mengembang dan menyusut dari jenis tanah tertentu akibat perubahan kadar air. Hal ini dapat dikurangi dengan memadatkan tanah pada kadar air optimum
•
Daya dukung tanah yang tidak merata pada bentangan area karena jenis tanah yang berbeda. Hal ini dapat diatasi dengan perencanaan tebal perkerasan yang berbeda dengan membagi beberapa segmen jalan berdasarkan sifat tanah dibawahnya.
•
Daya dukung tanah yang tidak merata akibat pelaksanaan pekerjaan tanah dasar yang kurang baik. Hal ini dapat diatasi dengan pengawasan yang baik pada pelaksanaan pekerjaannya
II-6
Bab II Landasan Teori
•
Terjadi
perbedaan
penurunan
tanah
(differential
settlement)
akibat
terdapatnya lapisan tanah lunak dibawah tanah dasar. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan penyelidikan tanah dengan teliti sehingga diperoleh data tanah yang akurat dan dapat dilakukan antisipasi terhadap masalah perbedaa penurunan yang mungkin timbul •
Kondisi geologist lokasi jalan, jika kemungkinan lokasi jalan berada pada daerah patahan dan sebagainya
2.3
Aspal
Menurut Silvia Sukirman Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua yang pada temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan jika dipanaskan sampai temperatur tertentu dapat menjadi lunak/cair. Aspal merupakan salah satu material konstruksi perkerasan lentur. Aspal merupakan komponen kecil, umumnya 4 – 10 % dari berat campuran, tetapi merupakan komponen yang relatif mahal. Fungsi aspal dalam konstruksi perkerasan jalan, sebagai berikut : 1. Sebagai Bahan Pengikat : memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri. 2. Bahan Pengisi : mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
II-7
Bab II Landasan Teori
2.3.1 Sifat – sifat Aspal Sifat aspal akan berubah akibat panas dan umur, aspal akan menjadi kaku, rapuh dan akhirnya daya adhesi terhadap partikal agregat akan berkurang. Aspal harus memiliki daya tahan terhadap cuaca (tidak cepat rapuh), mempunyai adhesi dan kohesi yang baik dan memberikan sifat elastik yang baik. •
Daya tahan (Durabilitas) Adalah kemampuan aspal mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa pelayanan jalan. Sifat ini merupakan sifat dari campuran aspal, jadi tergantung dari sifat agregat, campuran dengan aspal, factor pelaksanaan dan lain-lain. Sifat ini dapat diperkirakan dari pemeriksaan “thin film oven test” (TFOT).
•
Sifat adhesi dan kohesi Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dengan aspal. Kohesi adalah kemampuan aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap pada tempatnya setelah terjadi pengikatan.
•
Kepekaan terhadap temperatur Aspal merupakan bahan yang termoplastis, akan menjadi keras dan kental jika temperatur rendah dan menjadi cair (lunak) jika temperatur tinggi. Akibat perubahan temperatur ini viskositas aspal akan berubah seiring dengan perubahan elastisitas aspal tersebut. Aspal juga disebut bahan yang bersifat visko-elastis. Kepekaan terhadap suhu perlu diketahui untuk dapat ditentukan suhu yang baik campuran aspal di campur dan dipadatkan. II-8
Bab II Landasan Teori
•
Kekerasan aspal Aspal pada proses pencampuran dipanaskan dan dicampur dengan agregat sehingga agregat dilapisi aspal atau aspal panas disiramkan ke permukaan agregat yang telah disiapkan pada proses peleburan. Pada proses pelaksanaan terjadi oksidasi yang mengakibatkan aspal menjadi getas (Viskositas bertambah tinggi). Peristiwa perapuhan terus berlangsung setelah
masa
pelaksanan selasai. Pada masa pelayanan aspal mengalami oksidasi dan polimerisasi yan besarnya dipengaruhi ketebalan aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal yang menyelimuti agregat, semakin tinggi tingkat kerapuhan yang terjadi.
2.3.2 Komposisi Aspal Aspal merupakan unsur hydrocarbon yang sangat komplek, sangat sukar memisahkan molekul-molekul yang membentuk aspal tersebut. Secara umum komposisi dari aspal terdiri dari asphaltenes dan maltenes. Asphaltenes merupakan material berwarna hitam atau coklat tua yang tidak larut dalam heptane. Maltenes laut dalam heptane, merupakan cairan kental yang terdiri dari resins dan oils. Resins adalah cairan berwarna kuning atau coklat tua yang memberikan sifat adhesi dari aspal, merupakan bagian yang mudah hilang atau berkurang selama masa pelayanan jalan. Sedangkan oils yang berwarna lebih muda merupakan media dari asphaltenes dan resins. Proporsi dari asphaltenes, resins, oils berbeda-beda tergantung dari banyak faktor seperti kemungkinan beroksidasi, proses pembuatannya, dan ketebalan aspal dalam campuran.
II-9
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.1 Komposisi Aspal
2.3.3 Fungsi Aspal Fungsi aspal dalam konstruksi perkerasan jalan, sebagai berikut : 1. Sebagai Bahan Pengikat: Memberikan ikatan yang kuat antara aspal dengan agregat dan antara aspal itu sendiri. 2. Bahan Pengisi Mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori yang ada dari agregat itu sendiri.
2.3.4 Jenis – jenis Aspal Berdasarkan cara diperolehnya aspal dapat dibedakan atas: 1. Aspal Alam : •
Aspal Gunung (Rock Asphalt), contoh : Aspal P. Buton.
•
Aspal Danau (Lake Asphalt) contoh, : Aspal Bermudez, Trinidad. II-10
Bab II Landasan Teori
2. Aspal Buatan : •
Aspal Minyak, merupakan hasil destilasi minyak bumi.
•
Tar, merupakan hasil penyulingan batu bara.
Tar tidak umum digunakan untuk perkerasan jalan karena lebih cepat mengeras, peka terhadap perubahan temperatur dan beracun.
2.3.4.1 Aspal Buton (Aspal Alam) Aspal buton adalah aspal alam yang terdapat di Indonesia yang berasal dari pulau buton dan sekitarnya di Provinsi Sulawesi Tenggara.
Aspal ini merupakan
campuran antara bitumen dengan bahan mineral lainnya dalam bentuk batuan. Aspal ini berada di dalam tanah dengan variasi kedalaman mulai dari 1.5 meter dibawah permukaan tanah. Karena berasal dari alam, aspal buton mempunyai kadar bitumen yang dikandungnya sangat bervariasi dari rendah sampai tinggi. Berdasarkan kadar bitumen yang dikandungnya aspal buton dibedakan atas B10, B13, B20, B25 dan B30. (aspal buton B10 adalah aspal buto dengan kadar bitumen rata-rata 10% dan sebagainya).
2.3.4.2 Aspal Minyak (Aspal Buatan) Aspal minyak sering disebut aspal semen bersifat mengikat agregat pada campuran aspal beton dan memberikan lapisan kedap air, serta tahan terhadap pengaruh asam, basa dan garam. Aspal minyak dengan bahan dasar aspal dapat dibedakan atas : II-11
Bab II Landasan Teori
1. Aspal keras/panas (Asphalt Cement) Aspal yang digunakan dalam keadaan cair dan panas, berbentuk padat suhu ruang. Pengelompokan aspal semen dapat dilakukan berdasarkan nilai penetrasi pada suhu 25⁰C ataupun berdasarkan nilai viskositasnya. Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan nilai penetrasinya yaitu: a. AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antar 40-50. b. AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antar 60-70. c. AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antar 85-100. d. AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antar 120-150. e. AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antar 200-300. Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas atau lalu lintas dengan volume tinggi., sedangkan aspal semen dengan penetrasi tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume rendah. Di Indonesia pada umumnya dipergunakan aspal semen dengan penetrasi 60/70 dan 80/100. 2. Aspal dingin/cair (Cut Back Asphalt) Aspal cair adalah campuran antara aspal semen dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi, yang digunakan dalam keadaan cair dan dingin dan berbentuk cair dalam temperatur ruang. Berdasarkan bahan pencairnya dan kemudahan menguap bahan pelarutnya, aspal cair dapat dibedakan atas : II-12
Bab II Landasan Teori
a. RC (rapid curing cut back) : aspal semen yang dilarutkan dengan bensin atau premium. RC merupakan cut back asphalt yang paling cepat menguap. b. MC (medium curing cut back) : aspal semen yang dilarutkan dengan bahan pencair yang lebih kental seperti minyak tanah. c. SC (slow curing cut back) : aspal semen yang dilarutkan dengan bahan yang lebih kental seperti solar. Aspal jenis ini merupakan cut back aspal yang paling lama menguap. Berdasarkan nilai viskositas pada temperature 60⁰C, cut back asphalt dapat dibedakan atas : RC 30
-60
MC 30
- 60
SC 30
-60
RC 70
-40
MC 70
- 140
SC 70
-140
RC 250
-500
MC 250
- 500
SC 250
-500
RC 800
-1600
MC 800
- 1600
SC 800
-1600
RC 3000
-6000
MC 3000
- 6000
SC 3000
-6000
3. Aspal emulsi (Emulsion Asphalt) Aspal emulsi adalah suatu campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi. Dapat digunakan dalam keadaan dingin ataupun panas. Aspal Emulsi dan Cut Back Asphalt umum digunakan pada campuran dingin atau pada penyemprotan dingin.
II-13
Bab II Landasan Teori
Berdasarkan muatan listrik yang dikandungnya, aspal emulsi dapat dibedakan atas : a. Kationik disebut juga aspal emulsi asam, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik positif. b. Anionik disebut juga aspal emulsi alkali, merupakan aspal emulsi yang bermuatan arus listrik negatif. c. Non-ionik merupakan aspal emulsi yang yang tidak mengalami ionisasi, berarti tidak menghantarkan listrik. Yang umum dipergunakan sebagai bahan perkerasan jalan adalah aspal emulsi anionik dan kationik.
Berdasarkan kecepatan pengerasannya aspal emulsi dapat dibedakan atas : a. Rapid Setting (RS), aspal yang mengandung sedikit bahan pengemulsi sehingga pengikatan yang terjadi cepat. b. Medium Setting (MS) c. Slow Setting (SS), jenis aspal emulsi yang paling lambat menguap.
2.3.5 Pemeriksaan Aspal Aspal merupakan hasil produksi dari bahan-bahan alam, sehingga sifat-sifat aspal harus selalu diperiksa di laboratorium. Aspal yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pengikat perkerasan lentur. II-14
Bab II Landasan Teori
Pemeriksaan Aspal Keras 2.3.5.1 Pemeriksaan penetrasi Pemeriksaan penetrasi aspal bertujuan untuk memeriksa tingkat kekerasan aspal. Prosedur pemeriksaan mengikuti PA-0301-76 atau AASHTO T4980. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan jarum penetrasi berdiameter 1 mm dengan menggunakan beban seberat 50 gram sehingga diperoleh beban gerak seberat 100 gram (berat jarum + beban) selama 5 detik pada temperatur 25⁰C. Besarnya penetrasi diukur dan dinyatakan dalam angka yang merupakan kelipatan 0.1 mm.
Gambar 2.2 Alat uji penetrasi
2.3.5.2 Pemeriksaan titik lembek/titik lunak Temperatur pada saat dimana aspal mulai menjadi lunak tidak sama pada setiap hasil produksi aspal walaupun mempunyai nilai penetrasi yang sama. Oleh karena itu temperatur tersebut dapat diperiksa dengan II-15
Bab II Landasan Teori
mengikuti prosedur PA-0302-76 atau AASHTO T53-81. Pemeriksaan menggunakan cincin yang terbuat dari kuningan dan bola baja. Titik lembek ialah suhu dimana suatu
lapisan aspal dalam cincin yang
diletakkan horizontal di dalam larutan air atau gliserin yg dipanaskan secara teratur menjadi lembek karena beban bola baja dengan diameter 9.53 mm seberat ± 3.5 gram yang diletakkan diatasnya sehingga lapisan aspal tersebut jatuh melalui jarak 25.4 mm (1 inch). Titik lembek aspal bervariasi antara antara 30⁰C s/d 200⁰C. @ aspal mempunyai penetrasi yang sama belum tentu mempunyai titik lembek yang sama. Aspal dengan titik lembek yang lebih tinggi kurang peka terhadap perubahan temperature sehingga baik untuk bahan pengikat konstruksi perkerasan.
Gambar 2.3 Alat uji titik lembek II-16
Bab II Landasan Teori
2.3.5.3 Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar Pemeriksaan titik nyala dan titik bakar untuk aspal keras mengikuti prosedur PA-0303-76 atau AASHTO T48-81, yang berguna untuk menentukan suhu dimana aspal terlihat menyala singkat di permukaan aspal (titik nyala), dan suhu pada saat terlihat nyala sekurang-kurangnya 5 detik. Aspal disiapkan dalam cleveland open cup yang berbentuk cawan dari kuningan dan diletakkan pada pelat pemanas. Titk nyala dan titik bakar tidak perlu dikethui untuk memperkirakan temperature maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar. Pemeriksan harus dilakukan dalam ruang gelap sehingga dapat segera diketahui timbulnya nyala pertama.
II-17
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.4 Alat uji titik nyala & titk bakar 2.3.5.4 Pemeriksaan penurunan kehilangan berat aspal Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui pengurangan berat akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal. Aspal setebal 3 mm dipanaskan sampai 163⁰C selama 5 jam di dalam oven yang dilengkapi dengan piringan berdiameter 25 cm tergantung melalui poros vertical dan dapat berputar dengan kecepatan 5-6 putaran/menit. Oven dilengkapi dengan ventilasi. Pemeriksaan mengikuti proedur PA-0304-76 atau AASHTO T47-82. Penurunan berat yang besa menunjukkan banyaknya bahan-bahan yang hilang karena penguapan. Aspal tersebut akan cepat mengeras dan menjadi rapuh. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan menentukan penetrasi/viskositas aspal dari contoh aspal yang telah mengalami pemanasan. II-18
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.5 Alat Uji penurunan kehilangan berat aspal 2.3.5.5 Pemeriksaan kelarutan bitumen dalam karbon tetraklorida/karbon bisulfida Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan jumlah bitumen yang larut dalam karbon tetrakolrida/karbon bisulfida. Jika semua bitumen yang diuji larut dalam CCL4 atau larut dalam CS2 maka bitumen tersebut adalah murni. Disyaratkan bitumen yang digunakan untuk perkerasan jalan mempunyai kemurnian > 99%. Pemeriksaan mengikuti proedur PA0305-76 atau AASHTO T44-81. Hasil yang diperoleh adalah :
II-19
Bab II Landasan Teori
𝑝𝑝 =
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 4 𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗𝑗 ℎ 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑥𝑥 100%
……………… pers 2.1
Dimana : p adalah bagian bitumen yang larut dalam 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶4 .
Gambar 2.6 Alat uji pemeriksaan kelarutan bitumen 2.3.5.6 Pemeriksaan daktilitas Tujuan pemeriksaan ini untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri yaitu dengan mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus, pada suhu dan kecepatan tarik tertentu. Pemeriksaan mengikuti prosedur PB-0306-76 atau AASHTO T51-81. Aspal dengan daktilitasyang lebih besar mengikat butir-butir agregat lebih baik tetapi lebih peka terhadap perubahan temperature. Aspal dicetak pada cetkan dan penarikan dilakukan dengan menggunakan alat, sedemikian rupa sehingga contoh selalu terendam air.Umumnya pemeriksaan dilakukan pada suhu 25⁰C dengan kecepatan penarikan 5 cm/menit. II-20
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.7 Alat uji pemeriksaan daktilitas 2.3.5.7 Pemeriksaan berat jenis aspal Berat jenis aspal adalah perbandingan antara berat aspal dan berat air suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu 25⁰C atau 15.6⁰C. Pemeriksaan mengikuti proedur PA-0307-76 atau AASHTO T228-79. 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑎𝑎𝑎𝑎 = dimana :
(𝐶𝐶−𝐴𝐴)
((𝐵𝐵−𝐴𝐴)−(𝐷𝐷−𝐶𝐶))
…………………………. pers 2.2
A = berat piknometer (dengan penutup)
II-21
Bab II Landasan Teori
B = berat piknometer berisi air C = berat piknometer berisi aspal D = berat piknometer berisi aspal dan air Berat jenis aspal diperlukan untuk perhitungan dalam analisa campuran. 2.3.5.8 Pemeriksaan viskositas Pemeriksaan viskositas pada aspal semen bertujuan untuk memeriksa kekentalan aspal, dilakukan pada temperature 60⁰C atau 135⁰C. Suhu 60⁰C adalah temperatur maksimum perkerasan selama masa pelayana, sedangkan
suhu
135⁰C
adalah
temperatur
dimana
proses
pencampuran/penyemprotan aspal umumnya dilakukan. Prinsip kerja dari pemeriksaan ini ialah menentukan waktu yang dibutuhkan untuk suatu larutan dengan isi tertentu mengalir dalam kapiler didalam viskometer kapiler yang terbuat dari gelas pada temperature tertentu. Viskosit kinematik adalah waktu tersebut diatas dikalikan dengan faktor kalibrasi viskometer. Pemeriksaan mengikuti prosedur PA-0308-76 atau AASHTO T201-80. 𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 = 𝑡𝑡. 𝐶𝐶………………………………….. pers 2.3 Dimana : t = waktu mengalir dalam detik C = konstanta kalibrasi viskosimeter yang dinyatakan dalam centistokes/detik (cSt/dt).
II-22
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.8 alat uji pemeriksaan viskositas
Pemeriksaan Pada Aspal Cair yang Umum Dilakukan 2.3.5.9 Viskositas Kinematik Pemeriksaan viskositas kinematik pada aspal cair (cut back asphalt) umumnya dilakukan sebagai dasar untuk menentukan klasifikasi kekentalan dari RC, MC dan SC. Prosedur pemeriksaan mengikuti AASHTO T201-80. 2.3.5.10
Pemeriksaan titik nyala dengan tag open cup
Pemeriksaan ini untuk memntukan suhu dimana aspal cair mulai menyala. Untuk Slow Curing Cut Back Asphalt pemeriksaan menggunakan Cleveland open cup, prosedur mengikuti AASHTO T48-81 atau PA0309-76. Sedangkan untuk MC dan RC yang lebih cepat menguap, II-23
Bab II Landasan Teori
pemeriksaan menggunakan tag open cup yang terbuat dari gelas dan pemanasan dilakukan dengan menggunakan pemanas air (water bath). Prosedur pemeriksaan mengikuti AASHTO T79-80 atau PA-0309-76 2.3.5.11
Daktilitas aspal cair
Yaitu pemeriksaan untuk memisahkan zat-zat dengan titik didih berlainan yang terdapat dalam aspal cair, karena aspal cair berasal dari campuran aspal keras dan bahan pelarut. Pemeriksaan menggunakan alat penyuling yang mengikuti prosedur PA-0310-76 atau AASHTO T78-80 2.3.5.12
Kadar air
Pemeriksaan kadar air berguna untuk menentukan banyaknya air yang terdapat dalam aspal cair. Pemeriksaan mengikuti PA-0311-76 atau AASHTO T55-78
2.4
Agregat
Agregat didefinisikan secara umum sebagai formasi kulit buni yang keras dan solid. ASTM (1974) mendefinisikan agregat/batuan sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmenfragmen.
II-24
Bab II Landasan Teori
2.4.1 Klasifikasi Agregat A. Ditinjau dari asal kejadiannya : •
Batuan beku (Igneous Rock) Batuan yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Dibedakan atas batuan beku luar (extrusive igneous rock) : umumnya berbutir halus seperti batu apung, andesit, basalt, obsidian. Dan batuan beku dalam (intrusive igneous rock) : keluar ke permukaan bumi karena proses erosi dan gerakan bumi, umumnya berteksture kasar seperti granit. Gabbro, diorite.
•
Batuan sedimen Berdasarkan cara pembentukannya batuan sedimen dapat dibedakan atas : batuan sedimen yang dibentuk secara mekanik, batuan sedimen yang dibentuk secara organis, batuan sedimen yang dibentuk secara kimiawi.
•
Batuan Metamorf Berasal dari batuan baku ataupun batuan sedimen yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperature dari kulit bumi.
B. Ditinjau dari proses pengolahannya : •
Agregat Alam Agregat yang terbentuk dari proses erosi dan gradasi. Dapat dipergunakan sebagaimana bentuk aslinya atau dengan sedikit proses pengolahan. Contoh agregat alam adalah kerikil dan pasir. Kerikil adalah agregat dengan ukuran partikel lebih besar dari ¼ inchi (6.35 mm), pasir adalah
II-25
Bab II Landasan Teori
agregat dengan ukuran partikel lebih kecil ¼ inchi tetapi lebih besar dari 0.075 mm. •
Agregat yang melalui proses pengolahan Adalah agregat yang berasal dari batu gunung berukuran besar yang diolah melalui proses pemecahan sehingga dapat digunakan sebagai agregat konstruksi perkerasan jalan. Proses pemecahan agregat sebaiknya menggunakan mesin pemecah batu (crusher stone) sehingga ukuran partikel – partikel yang dihasilkan dapat terkontrol, gradasi yang diharapkan dapat dicapai sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan.
•
Agregat Buatan Agregat yang merupakan mineral filler/pengisi (partikel – partikel dengan ukuran lebih kecil dari 0.075 mm), diperoleh dari hasil sampingan pabrik semen dan mesin pemecah batu.
C. Berdasarkan besar partikelnya, agregat dibedakan atas : •
Agregat Kasar Adalah agregat yang mempunyai ukuran butir lebih besar dari 4.75 mm menurut ASTM, atau lebih besar dari 2 mm menurut AASHTO
•
Agregat Halus Adalah agregat yang mempunyai ukuran butir lebih kecil dari 4.75 mm menuru ASTM, atau lebih kecil dari 2mm dan lebih besar dari 0.075 mm menurut AASHTO
•
Abu batu / mineral filler Adalah agregat halus yang umumnya lolos saringan no.200 (ukuran butir lebih kecil dari 0.074 mm) II-26
Bab II Landasan Teori
2.4.2 Sifat – sifat Agregat Sifat dan kwalitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas. Agregat dengan kualitas dan sifat yang baik dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya. Sifat agregat yang menentukan kwalitasnya sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok bagian yaitu : 1. Kekuatan dan keawetan (strength and durability) lapisan perkerasan dipengaruhi oleh : •
Gradasi
•
Ukuran maksimum
•
Kadar lempung
•
Kekerasan dan ketahanan
•
Bentuk butiran
•
Teksture permukaan
2. Kemampuan dilapisi dengan baik, dipengaruhi oleh : •
Porositas
•
Kemungkinan basah
•
Jenis agregat
3. Kemudahan dalam pelaksanaan dan menghasilkan lapisan yang nyaman dan aman, dipengaruhi oleh : •
Tahanan geser (skid resistance)
II-27
Bab II Landasan Teori
•
Campuran yang memberikan kemudahan dalam pelaksanaan (bituminous mix workability)
2.4.3 Gradasi dan Ukuran Maksimum Agregat Gradasi atau distribusi partikel – partikel berdasarkan ukuran agregat merupakan hal
penting
dalam
menentukan
stabilitas
perkerasan.
Gradasi
agregat
mempengaruhi besarnya rongga antar butir yang akan menentukan stabilitas dan kemudahan dalam proses pelaksanaan. Gradasi agregat diperoleh dari hasil analisa saringan dengan menggunakan 1 set saringan dimana saringan yang paling kasar diletakkan diatas dan yang paling halus diletakkan paling bawah. 1 set saringan dimulai dari pan dan diakhiri dengan tutup. Analisa saringan dapat dilakukan dengan analisa kering dan analisa basah. Analisa kering megikuti AASHTO T-27-82. Analisa basah digunakan jika agregat yang akan ditapis mengandung banyak butiran halus sehingga fraksi butiran halus dapat terdeteksi dengan baik.
II-28
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.9 Ayakan
Gambar 2.10 Ayakan 1 set
Gradasi Agregat dapat dibedakan atas : •
Gradasi seragam (Uniform Graded) Adalah agregat dengan ukuran yang hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan gardasi seragam akan menghasilkan perkerasan dengan sifat permeabilitas tinggi, stabilitas kurang dan berat volume kecil.
•
Gradasi Rapat (Dense Graded) Merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang (well graded). Agregat dinamakan bergradasi baik jika persen yang lolos setiap tapis dari sebuah gradasi memenuhi : II-29
Bab II Landasan Teori
𝑑𝑑 0.45
𝑃𝑃 = 100 � � Dimana :
𝐷𝐷
…………………………………………………… pers 2.4
P = persen lolos saringan dengan bukaan d mm d = ukuran agregat yang sedang diperhitungkan D = ukuran maksimum partikel dalam gradasi tersebut
Agregat dengan gradasi rapat akan menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas tinggi, kurang kedap air, sifat drainase jelek dan berat volume besar.
•
Gradasi Buruk / Jelek (poorly graded) Merupakna campuran agregat yang tidak memenuhi 2 kategori diatas. Agregat bergradasi buruk umumnya digunakan untuk lapisan perkerasan lentur yaitu gradasi celah (grap graded), merupakan campuran agregat dengan 1 fraksi hilang atau 1 fraksi sedikit sekali. Agregat ini akan menghasilkan lapisan perkerasan yang mutunya terletak antara kedua jenis diatas.
II-30
Bab II Landasan Teori
Tabel 2.1 Sifat-sifat dari beberapa jenis gradasi GRADASI SERAGAM Kontak antar butir baik Kepadatan bervariasi tergantung dari segregasi yang terjadi Stabilitas dalam keadaan terbatasi (confined) tinggi Stabilitas dalam keadaan lepas rendah Sukar untuk dipadatkan
GRADASI BAIK
GRADASI JELEK
Kontak antar butir baik Kontak antar butir jelek Seragam & kepadatan Seragam tapi kepadatan tinggi jelek Stabilitas tinggi
Kuat menahan deformasi Sukar sampai sedang usaha untuk memadatkan Mudah diresapi air Tingkat permeabilitas cukup Tidak dipengaruhi Pengaruh variasi kadar kadar air air cukup
Stabilitas sedang
Stabilitas sangat rendah pada keadaan basah Mudah dipadatkan
Tingkat permeabilitas rendah Kurang dipengaruhi oleh bervariasinya kadar air
Ukuran maksimum partikel agrgegat Semua lapisan perkerasan lentur mmebutuhkan agregat yang terdistribusi dari besar sampai kecil. Semakin besar ukuran maksimum partikel agregat yang digunakan semakin banyak variasi ukuran dari besar sampai kecil yang dibutuhkan. Batasan ukuran maksimum yang digunakan dibatasi oleh tebal lapisan yang diharapkan. Penggunaan partikel agregat dengan ukuran besar lebih menguntungkan karena : •
Usaha untuk pemecahan partikel lebih sedikit, sehingga biayanya lebih murah
•
Luas permukaan yang harus diselimuti aspal lebih sedikit sehingga kebutuhan aspal berkurang
Disamping keuntungan tersebut diatas pemakaian agregat dengan ukuran besar memberikan sifat-sifat yang kurang baik yaitu : II-31
Bab II Landasan Teori
•
Kemudahan pelaksanaan pekerjaan berkurang
•
Segregasi bertambah besar
•
Mungkin terjadi gelombang melintang (raveling)
Terdapat 2 cara untuk menyatakan ukuran partikel agregat yaitu : •
Ukuran maksimum, merupakan ukuran tapis/ayakan terkecil dimana agregat tersebut lolos 100%
•
Ukuran nominal maksimum, merupakan ukuran tapis terbesar dimana agregat tertahan tapis tidak lebih dari 10%
Contoh : dari agregat yang akan digunakan diperoleh data bahwa partikel agregat 100% lolos tapis 1 inch, partikel terbesar tertahan tapis ¾ inch yang diletakkan dibawah tapis 1 inch ; dikatakan ukuran maksimum agregat adalah 1 inch dan ukuran nominal maksimum adalah ¾ inch. 2.4.4 Kadar Lempung Lempung mempengaruhi mutu campuran agregat dengan aspal karena : •
Lempung membungkus partikel-partikel agregat sehingga ikatan antara agregat dan aspal berkurang
•
Adanya lempung mengakibatkan luas daerah yang harus diselimuti aspal bertambah. Dengan kadar aspal yang sama akan menghasilkan tebal lapisan yang tipis yang dapat mengakibatkan terjadinya stripping (lepasnya ikatan antara aspal dan angregat)
•
Tipisnya lapisan aspal mengakibatkan lapisan mudah teroksidasi sehingga lapisan cepat rapuh/getas
•
Lempung cenderung menyerap air yang berakibat hancurnya lapisan aspal II-32
Bab II Landasan Teori
Terdapat 2 cara pemeriksaan yang umum dilakukan untuk menentukan kadar lempung yang dikandung oleh campuran agregat yaitu : •
Atterberg limit, dilakukan untuk campuran agregat yang agak halus. Atterberg limit yang umum digunakan adalah batas cair mengikuti prosedur PB-0109-76 atau AASHTO T89-81 dan indeks plastis mengikuti prosedur PB-0110-76 atau AASHTO T90-81, dilakukan untuk contoh tanah lolos no.40
Gambar 2.11 Alat pengujian atterberg limit •
Sand equivalent test dilakukan untuk partikel yang lolos saringan no.4 sesuai prosedur AASHTO T176-73 (1982). Contoh sebanyak 150 gram dimasukkan ke dalam laruran CaCL2 yang diletakkan didalam tabung kaca dan II-33
Bab II Landasan Teori
diendapkan selama 10 menit. Selanjutnya tabung yang telah ditutup dengan tutp karet tersebut dikocok dalam arah mendatar sebanyak 90 kali. Larutan ditambah sampai skala 15 dan dibiarkan selama 20 menit. Setelah itu dibaca skala pasir dan skala lumpur 𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 𝑆𝑆𝑆𝑆 =
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝
𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙𝑙
𝑥𝑥 100% …………………………………… pers 2.5
Nilai sand equivalent dari agregat yang memenuhi syarat untuk bahan perkerasan jalan adalah > 50 %
2.4.5 Daya Tahan Agregat Agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan) yang mungkin timbul selama proses pencampuran,
pemadatan,
repetisi
beban
lalulintas
dan
disintegrasi
(penghancuran) oleh proses kimiawi seperti kelembaban, kepanasan atau perbedaan temperature sehari – hari yang terjadi selama masa pelayanan jalan. Faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat degradasi : •
Jenis agregat, agregat yang lunak mengalami degradasi yang lebih besar dari agregat yang lebih keras
•
Gradasi, gradasi terbuka mempunyai tingkat degradasi lebih besar disbanding dengan gradasi rapat
•
Bentuk, partikel bulat akan mengalami degradasi yang lebih besar dari yang berbentuk kubus/bersudut
•
Ukuran Partikel, partikel yang lebih kecil mempunyai tingkat degradasi yang lebih kecil dari pada partikel besar
II-34
Bab II Landasan Teori
•
Enersi pemadatan, degradasi akan terjadi lebih besar pada pemadatan dengan menggunakan enersi pemadatan yang lebih besar
2.4.6 Bentuk dan Tekstur Agregat Bentuk dan tekstur agregat berpengaruh terhadap stabilitas lapisan perkerasan, bentuk – bentuk partikel agregat adalah : •
Bulat (Rounded) : sering dijumpai di sungai-sungai, pada umumnya telah mengalami pengikisan oleh air sehingga berbentuk bulat. Partikel agregat bulat saling bersentuhan dengan luas bidang kontak kecil sehingga menghasilkan daya interlocking kecil dan mudah tergelincir.
•
Lonjong (Elongated) : dapat dijumpai di sungai-sungai atau bekas endapan sungai. Agregat dikatakan lonjong bila ukuran terpanjangnya > 1.8 kali diameter rata-rata. Sifat interlockingnya hampir sama dengan agregat bulat.
•
Kubus (Cubical) : merupakan agregat hasil pecahan mesin pemecah batu (crusher stone) yang mempunyai bidang kontak yang lebih luas, berbentuk bidang rata sehingga mempunyai daya interlocking yang lebih besar. Agregat bentuk ini paling baik digunakan sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan.
•
Pipih (Flaky) : merupakan hasil dari mesin pemecah batu yang merupakan sifat agregat tersebut yang jika pecah cenderung berbentuk pipih. Gregat pipih yaitu agregat yang lebih tipis dari 0.6 kali diameter rata-rata. Agregat pipih mudah pecah pada waktu pencampuran, pemadatan, ataupun akibat beban lalulintas, oleh karena itu banyaknya agregat pipih perlu dibatasi.
•
Tak beraturan (Irregular) : partikel agregat yang tidak beraturan, tidak mengikuti salah satu yang disebut diatas. II-35
Bab II Landasan Teori
Gesekan yang timbul antar partikel agregat menentukan stabilitas dan daya dukung lapisan perkerasan. Gesekan timbul terutama pada partikel-partikel yang permukaannya kasar. Agregar kasar juga lebih mampu menahan deformasi yang timbul dengan menghasilkan ikatan antar partikel yang lebih kuat.
2.4.7 Daya Lekat Terhadap Aspal (Affibility for Asphalt) Faktor yang mempengaruhi lekatan aspal dan agregat : •
Sifat mekanis, tergantung dari : pori-pori dan adsorpsi, bentuk dan tekstur permukaan, ukuran butir
•
Sifat kimiawi agregat
Agregat berpori berguna untuk menyerap aspal sehingga aspal dan agregat terikat dengan baik. Namun terlalu berpori dapat mengakibatkan terlalu banyak aspal yang diserap sehingga lapisan aspal yang menyelimuti agregat menjadi lebih tipis dan menyebabkan ikatan antar agregat mudah lepas, disamping itu agregat berpori juga lebih mudah pecah/hancur. Agregat berbentuk kubus dan kasar mempunyai sifat lebih baik mengikat aspal dibanding agregat yang berbentuk bulat dan halus. Disamping itu daya lekatan dengan aspal juga dipengaruhi oleh sifat agregat terhadap air, agregat yang menyerap air banyak tidak baik lekatannya terhadap aspal, oleh karena itu besarnya absorbs dibatasi 3%.
2.4.8 Berat Jenis (Specific Grafity) Berat Jenis Agregat adalah perbandingan antara berat volume agregat dan berat volume air. Berat jenis agregat penting dalam perencanaan campuran dengan aspal untuk perbandingan berat dan untuk menentukan jumlah pori dalam II-36
Bab II Landasan Teori
agregat. Agregat dengan berat jenis kecil mempunyai berat volume yang besar sehingga membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak dibandingkan dengan agregat dengan berat jenis besar dan berat volume kecil. Agregat dengan jumlah pori yang besar juga akan membutuhkan jumlah aspal yang lebih banyak. Ada 3 klasifikasi berat jenis agregat berdasarkan AASHTO T 85-81, yaitu : 1. Berat Jenis Bulk (Bulk Spesific Gravity) Adalah berat jenis dimana volume yang diperhitungkan adalah seluruh pori yang ada (volume yang dapat diresapi air dan yang tidak dapat diresapi air). Digunakan dalam perhitungan jika dianggap aspal hanya menyelimuti bagian luar agregat. 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑆𝑆𝑆𝑆 =
(𝑉𝑉𝑝𝑝
𝑊𝑊𝑠𝑠
= 𝐵𝐵 +𝑉𝑉 +𝑉𝑉 ) 𝑖𝑖
𝑠𝑠
𝑊𝑊𝑠𝑠
𝑗𝑗 −𝐵𝐵𝑎𝑎
……………………………………… pers 2.6
Dimana : Vp = volume pori yang dapat diresapi air V
= volume total agregat
Vi
= volume pori yang tidak dapat diresapi air
Vs
= volume partikel agregat
Ws = berat kering partikel agregat 𝛾𝛾𝑤𝑤
= berat volume air
Bj
= berat agregat dalam keadaan jenuh air
Ba
= berat agregat di dalam air
Bk
= berat agregat kering
II-37
Bab II Landasan Teori
2. Berat Jenis Apparent (Apparent Spesific Gravity) Adalah berat jenis dimana volume yang diperhitungkan adalah volume partikel dan bagian yang dapat diresapi air. Digunakan dalam perhitungan jika dianggap aspal dapat meresapi seluruh bagian yang dapat diresapi air. 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑆𝑆𝑆𝑆 =
𝑊𝑊𝑠𝑠
(𝑉𝑉 𝑖𝑖 +𝑉𝑉𝑠𝑠 ) 𝛾𝛾𝑤𝑤
= 𝐵𝐵
𝑊𝑊𝑠𝑠
𝑘𝑘 −𝐵𝐵𝑎𝑎
………………………………… pers 2.7
3. Berat Jenis Efektif (Effective Specific Gravity) Adalah berat jenis dimana volume diperhitungkan terhadap jumlah pori yang diresapi air saja. Sebaiknya digunakan perhitungan berat jenis ini dalam perhitungan. 𝑊𝑊
𝑠𝑠 𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸𝐸 𝑆𝑆𝑆𝑆 = (𝑉𝑉 +𝑉𝑉 +𝑉𝑉 = 𝐵𝐵 ) 𝛾𝛾 𝑖𝑖
2.5
𝑐𝑐
𝑠𝑠
𝑤𝑤
𝐵𝐵𝑗𝑗
𝑗𝑗 −𝐵𝐵𝑎𝑎
……………………………... pers 2.8
Filler (Bahan Pengisi)
Adalah jenis agregat halus yang umumnya lolos saringan no.200 (ukuran butir lebih kecil dari 0.074 mm). Filler dapat berupa debu batu kapur (limestone dust), sement Portland (PC), fly ash, abu tanur semen, abu batu atau bahan non plastis lainnya. Fungsi filler dalam campuran adalah : a) Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang b) Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus yntuk membentuk mortar II-38
Bab II Landasan Teori
c) Mengisi ruang antar agregat halus dan kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan. Filler juga berpengaruh terhadap nilai kadar aspal optimum melalui luas permukaan dari partikel mineralnya. Penggunaan jenis dan proporsi filler juga mempengaruhi kualitas dari campuran beraspal. Penggunaan filler yang terlalu banyak cenderung menghasilkan campuran yang getas dan mudah retak. Di sisi lain, kandungan filler yang terlalu rendah juga akan menjadikan campuran lebih peka terhadap temperatur dimana campuran akan terlalu lunak pada cuaca panas. Rumus pemeriksaan berat jenis filler adalah : 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 = 2.6
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖𝑖 𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓
………………………………………………... pers 2.9
Serat Alam (Jerami)
Jerami adalah bagian batang tumbuhan padi yang telah dipanen bulir – bulir buahnya dikurangi dengan akar dan bagian batang yang tertinggal. Tanaman padi menghasilkan jerami dengan jumlah yang setara dengan jumlah gabah yaitu 100%. Jerami padi biasanya ditumpuk di tepi lahan persawahan (pinggir jalan atau pematang). Pemanfaatan jerami sebagian besar dibakar (37%) untuk pupuk, dijadikan alas kandang (36%) yang kemudian dijadikan kompos dan hanya sekitar 15% sampai 22% yang digunakan sebagai pakan ternak.
II-39
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.12a Jerami Padi
Gambar 2.12b Jerami Padi
II-40
Bab II Landasan Teori
•
Sifat Fisik Jerami Secara umum jerami mempunyai sifat fisik yang hampir sama, yaitu panjang batang 40-60 cm dan batangnya berupa buluh beruas-ruas yang bagian dalamnya berongga.
•
Sifat Mekanik Semakin tinggi kadar air maka semakin rendah kuat tarik dan modulus elastisitasnya, dan sebaliknya semakin sedikit kadar air maka semakin tinggi kuat tarik dan modulus elastisitasnya. Tabel 2.2 Modulus elastisitas & kuat tarik jerami
Kadar Air dlm Modulus Kuat Tarik Keterangan Jerami Elastisitas 34.91% 44.878 kgf/mm² 4.6876 kgf/mm² Nilai tertinggi 79.1% 20.386 kgf/mm² 2.1291 kgf/mm² Nilai terendah Sedangkan kemampuan pembebanan maksimum jerami tertinggi 11.69 kgf diperoleh dari kadar air 76.72% dan terendah 7.79 kgf diperoleh pada kadar air 34.91%. (dikutip dari Seminar Ilmiah hasil penelitian dan pengembangan bidang fisika terapan, 1994/1995 oleh Akmadi Abbas, Arie Sudaryanto)
2.7
Laston AC-WC
Lapis aspal beton (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, yang dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Berat agregat yang lolos saringan ≥ no.8 adalah ± 5% dari berat agregat. Berat agregat yang lolos saringan no.30, 50, 100 adalah ± 3% dari berat agregat. Berat agregat yang lolos saringan no.200 adalah ± 1% dari berat agregat. II-41
Bab II Landasan Teori
Tabel 2.3 Syarat Agregat Kasar untuk campuran Laston No
Pengujian
Standar
Nilai
1
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium dan magnesium sulfur
SNI 03-3407-1994
mak. 12%
2
Abrasi dengan mesin Los Angeles
SNI 03-2417-1991
mak. 40%
3
Kelekatan agregat terhadap aspal Angularitas Partikel pipih dan lonjong
SNI 03-2439-1991
min. 95%
SNI 03-6877-2002 RSNI T-01-2005
95/90 mak. 10%
SNI 03-4142-1996 Material lolos saringan no.200 Dikutip dari "Revisi SNI 03-1737-1989" Laston
mak. 1%
4 5 6
Tabel 2.4 Syarat Agregat Halus untuk campuran Laston No
Pengujian
Standar
1 Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 2 Material lolos saringan no.200 SNI 03-4142-1996 3 Angularitas SNI 03-6877-2002 Dikutip dari "Revisi SNI 03-1737-1989" Laston
Nilai min. 45% mak. 8% min. 45%
Tabel 2.5 Persyaratan aspal keras pen 60/70 No
Jenis Pengujian
Metode
Penetrasi 25⁰C, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm 1 SNI 06-2456-1991 2 Titik Lembek, ⁰C SNI 06-2434-1991 Titik Nyala, ⁰C 3 SNI 06-2433-1991 Daktilitas 25⁰C, cm 4 SNI 06-2432-1991 5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 6 Kelarutan dalam Trichler Ethylen, % berat RSNI M-04-2004 7 Penurunan Berat (dengan TFOT). % berat SNI 06-2440-1991 8 Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli SNI 06-2456-1991 9 Daktilitas setelah TFOT, cm SNI 06-2432-1991 10 Kadar paraffin, % SNI 03-3639-2002 Dikutip dari "Spek Khusus Campuran Panas dengan Asbuton-Des 2006"
Persyaratan 60-79 48-58 min.200 min.100 min.1 min.99 max. 0.8 min. 54 min.50 max. 2
II-42
Bab II Landasan Teori
Tabel 2.6 Persyaratan asbuton modifikasi No
Jenis Pengujian
Metode
Penetrasi 25⁰C, 100 gr, 5 detik, 0,1 mm 1 SNI 06-2456-1991 2 Titik Lembek, ⁰C SNI 06-2434-1991 Titik Nyala, ⁰C 3 SNI 06-2433-1991 Daktilitas 25⁰C, cm 4 SNI 06-2432-1991 5 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 6 Kelarutan dalam Trichler Ethylen, % berat RSNI M-04-2004 7 Penurunan Berat (dengan TFOT). % berat SNI 06-2440-1991 8 Penetrasi setelah kehilangan berat, % asli SNI 06-2456-1991 9 Daktilitas setelah TFOT, cm SNI 06-2432-1991 10 Mineral Lolos Saringan no.100. % SNI 06-1968-1990 Dikutip dari "Spek Khusus Campuran Panas dengan Asbuton-Des 2006"
Persyaratan 40-60 min.55 min. 225 min.50 min.1 min.90 max.2 min. 55 min.50 min.90
2.8 Membuat Rancangan Campuran Rencana (Design Mix Formula) 2.8.1 Perkiraan Awal Kadar Aspal Rancangan Perkiraan awal kadar aspal rencana dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Spesifikasi Depkimpraswil 2002 : 𝑃𝑃𝑏𝑏 = 0.035(%𝐶𝐶𝐶𝐶) + 0.045(%𝐹𝐹𝐹𝐹) + 0.18(%𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓) + 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘 ... pers 2.10 Dimana : P = kadar aspal tengah/ideal, persen terhadap berat campuran CA = persen agregat tertahan saringan no.8 FA = persen agregat lolos saringan no.8 dan tertahan saringan no.200 Filler = persen agregat minimal 75% lolos ayakan no.200 K = konstanta = 0.5-1 untuk laston = 2-3 untuk lataston
II-43
Bab II Landasan Teori
Angka Pb diperoleh dengan membulatkan angka kearah yang mendekati, misalnya angka yang diperoleh 5.7% maka dibulatkan menjadi 5.5%. Kemudian direncanakan benda uji dengan kadar aspal 2 tingkat diatasnya dan 2 tingkat dibawahnya dengan selisih angka 0.5%. Jadi jika diperoleh angka Pb = 5.5% maka direncanakan benda uji dengan kadar 4,5%, 5%, 5.5%, 6%, 6.5%.
2.8.2 Merancang Campuran Rencana Laston AC-WC Setelah diperoleh kadar aspal rencana, dilanjutkan dengan merancang campuran untuk benda uji pemeriksaan. Tabel 2.7 Gradasi Agregat Laston % Berat yang lolos
Ukuran Saringan ASTM 1 1/2 in. 1 in. ¾ in. ½ in. 3/8 in. No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.200
mm 38,1 25,4 19 12,7 9,51 4,76 2,38 1,16 0,595 0,30 0,074
Laston (AC)² WC 100 90-100 maks 90 28-58 4-10
BC Base 100 100 90-100 90-100 maks 90 maks 90 23-49 19-45 4-8 3-7 Zona Larangan No.4 4,76 39.6 No.8 2,38 39.1 34.6 26.8-30.8 No.16 1,16 25.6-31.6 22.3-28.3 18.1-24.1 No.30 0,595 19.1-23.1 16.7-20.7 13.6-17.6 No.50 0,30 15.5 13.7 11.4 Dikutip dari "Revisi SNI 03-1737-1989" Laston II-44
Bab II Landasan Teori
Benda uji dibuat dalam 1200 gram yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal.
2.9
Uji Marshall
Kinerja campuran aspal beton dapat diperiksa dengan menggunakan alat pemeriksaan marshall. Pemeriksaan dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis (flow) dari campuran aspal dan agregat. Kelelahan plastis adalah keadaan perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0.01 inch. Alat marshall merupakan alat tekan yang dilengkapi dengan proving ring (cincin penguji) yang berkapasitas 2500 kg atau 5000 pon. Proving ring dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelahan (flow meter) untuk mengukur kelelahan plastis (flow). Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 7,5 cm dipersiapkan di laboratorium, dalam cetakan benda uji dengan mempergunakan hammer (penumbuk) dengan berat 10 pon (4,536 kg) dan tinggi jatuh 18 inch (45,7 cm) dibebani dengan kecepatan tetap 50 mm/menit. Dari proses persiapan benda uji sampai pemeriksaan dengan alat marshall, diperoleh data-data sebagai berikut :
II-45
Bab II Landasan Teori
1. Kadar aspal, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma. 2. Berat volume, dinyatakan dalam ton/m3. 3. Stabilitas, dinyatakan dalam bilangan bulat. Stabilitas menunjukkan kekuatan, ketahanan terhadap terjadinya alur (ruting). 4. Kelelahan plastis (flow), dinyatakan dalam mm atau 0,01 inch. Flow dapat merupakan indicator terhadap lentur. 5. VIM, persen rongga dalam campuran, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka belakang koma. VIM merupakan indicator dari durabilitas, kemungkinan bleeding. 6. VMA, persen rongga terhadap agregat, dinyatakan dalam bilangan bilangan bulat. VMA bersama dengan VIM merupakan indicator dari durabilitas. 7. Hasil bagi Marshall (quotient marshall), merupakan hasil bagi stabilitas dan flow. Dinyatakan dalam kN/mm. Merupakan indicator kelenturan yang potensial terhadap keretakan. 8. Penyerapan aspal, persen terhadap berat campuran, sehingga diperoleh gambaran berapa kadar aspal efektifnya. 9. Tebal lapisan aspal (film aspal), dinyatakan dalam mm. Film aspal merupakan petunjuk tentang sifat durabilitas campuran. 10. Kadar aspal efektif, dinyatakan dalam bilangan decimal satu angka dibelakang koma.
II-46
Bab II Landasan Teori
Gambar 2.13 Alat uji marshall Tabel. 2.8 Sifat-sifat campuran Laston (dengan Uji Marshall) No
Laston
Sifat-sifat Campuran
1 2
Jumlah tumbukan per bidang Rongga dalam campuran (VIM), %
3 4 5
Rongga dalam agregat (VMA), % Rongga terisi aspal (VFB), % Stabilitas Marshall (kg)
6
Pelelehan (mm)
7
Marshall Quotient (kg/mm)
8
Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24 jam, 60⁰C
WC
BC 75
min max min min min max min max min min
112 3.5 5.5 14 63
15 65
Base
1000
13 60 1800
3
5
300
350 75
Rongga dalam campuran (%) pada min 2.5 kepadatan membal (retusal) 10 Stabilitas Dinamis (lint/mm) min 2500 Dikutip dari Dirjen Bina Marga "Spek Khusus Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton" 9
2.10
Uji Perendaman (Immersion Test)
Tes ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya tahan ikatan campuran agregat dan aspal serta nilai sisa dari suatu campuran terhadap pengaruh air. II-47
Bab II Landasan Teori
Perendaman dilakukan dengan cara merendam benda uji kedalam water bath pada suhu 60⁰C selama jangka waktu 30 menit, 24 jam, 3 hari dan 7 hari. Hasil yang didapat dari tes perendaman marshall adalah rasio stabilitas rendaman 24 jam dan 3 hari dibagi dengan stabilitas akibat rendaman selama 30 menit dengan target yang harus dicapai (Indeks Kekuatan Sisa / IKS) yaitu lebih besar dari 75%. Rumus untuk menentukan indeks kekuatan sisa : IKS = 1 −
(S1−S2) S1
x 100% …………………………………………… pers 2.10
Keterangan : IKS
= Indeks Kekuatan Sisa (%), harus lebih besar dari 75%
S1
= Stabilitas hasil rendaman 30 menit pada suhu 60⁰C (kg)
S2
= Stabilitas hasil rendaman 24 jam pada suhu 60⁰C (kg)
S3
= Stabilitas hasil rendaman 3 hari pada suhu 60⁰C (kg)
S4
= Stabilitas hasil rendaman 7 hari pada suhu 60⁰C (kg)
II-48